BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN Sebagai tujuan akhir dari suatu diagnosis penyakit tumbuhan adalah untuk mengetahui cara-cara yang dapat diterapkan sebagai suatu upaya pengendalian penyakit agar kerugian yang ditimbulkan dapat sekecil mungkin. Ada beberapa teknik pengendalian penyakit tumbuhan yang dapat diaplikasikan, namun untuk menerapkan berbagai teknik ttersebut perlu diperhatikan berbagai faktor yang dapat mendukung usaha pengendalian yang akan dilakukan, sehingga keberhasilan upaya pengendalian dapat maksimal. Dalam topik ini akan disampaikan beberapat teknik pengendalian penyakit tumbuhan yang dikelompokkan dalam beberapa cara yaitu, cara kuktur teknis, penggunaan kultivar tahan, penggunaan undang-undang (karantina), cara kimiawi dan juga sistem pengendalian hama terpadu yang memadukan berbagai teknik pengendalian yang ada. Setelah mengikuti perkuliahan yang disampaikan dalam waktu 5 kali tatap muka (5 x 2 jam pertemuan) ini, diharapkan mahasiswa akan dapat memahami berbagai teknik pengendalian penyakit tumbuhan yang dapat diterapkan pada sistem pertanian kita. PENYAJIAN Sejak mulai membudidayakan tanaman, manusia sudah mulai merasakan adanya gangguan yang berupa penyakit. Pada awalnya mereka melakukan pemberantasan berdasarkan pengalaman mereka, namun seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan mulai ditemukannya fungisida sederhana yang dikenal dengan nama Bubur Bordeaux, manusia mulai merasakan adanya senjata ampuh yang dapat digunakan untuk menyelamatkan tanamannya, sehingga manusia menjadikan pestisida sebagai senjata utama dalam upaya pengendalian tanpa memperhatikan faktor-faktor yang lain. Sampai dengan tahun 1960-an manusia masih mengupayakan suatu lingkungan yang bersih dari organisme pengganggu, sehingga usaha mereka dikatakan ingnin melakukan pemberantasan yang berarti memang melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk

2 meniadakan organisme pengganggu, dan mereka juga menginginkan produk pertaniannya bersih tanpa cacat. Akhirnya disadari bahwa usaha tersebut tidak praktis secara ekonomi dan juga tidak memungkinkan secara ekologi, dan sistem tersebut sulit untuk dipadukan dalam sistem produksi tanaman. Setelah dirasa bahwa usaha pemberantasan tidak mungkin untuk dilakukan, dan juga karena adanya pengaruh kata berbahasa Inggris control maka dimulailah pemakaian katan pengendalian yang menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak bertujuan untuk membersihkan pengganggu dan juga sudah mencerminkan tidak adanya dominansi manusia. Pengendalian merupakan salah satu fungsi terakhir dalam managemen, dan istilah "Pengendalian Hama dan Penyakit" menunjukkan bahwa usaha baru dilakukan setelah terjadi gangguan, sedangkan usaha untuk mengurangi populasi organisme pangganggu ke taraf yang tidak merugikan perlu diintegrasikan dengan sistem produksi sehingga harus ditangani secara tern menerus sejak perencanaan. Oleh karena itu penggunaan kata pengendalian dirasa kurang tepat, sehingga pemakaian kata pengelolaan dirasa lebih sesuai karena pengelolaan juga meliputi fungsi perencanaan. Pengendalian penyakit dengan peraturan (Undang-undang) Peraturan yang dimaksud di dini adalah peraturan pemerintah. Peraturan ini dimaksudkan untuk membersihkan patogen yang baru saja masuk ke suatu wilayah baru (eradikasi) dan usaha mencegah masuknya suatu patogen ke suatu wilayah baru yang masih bebas patogen (karantina) Usaha pengendalian dengan cara eradikasi perlu dilakukan secara masal oleh semua penanam, dan yang hams dimusnahkan bukan hanya tanaman yang sudah menunjukkan gejal akan tetapi juga tanaman yang belum menunjukkan gejala, bahkan tumbuhan lain yang diduga merupakan inang alternatif bagi patogen. Tanpa peraturan yang tegas usaha ini tidak akan berhasil karena adanya keengganan bagi penanam untuk membongkar tanamannya, apalagi bila tanaman tersebut tidak menunjukkan gejala sakit. Eradikasi hanya dapat diterapkan pada penyakit-penyakit yang meluas dengan lambat, sedangkan untuk penyakit yang bersifat air borne yang dipencarkan oleh udara teknik ini tidak dapat dilaksanakan. Istilah karantina (quarantine) berasal dari kata quaranta yang berarti "empat puluh", karena dulu jika ada kapal yang membawa penumpang yang berpenyakit menular,

3 kapal itu hams menunggu selama empat puluh hari di pelabuhan, dan setelah jangka waktu itu orang-orang yang masih hidup dianggap telah bebas dari penyakit dan diizinkan turun ke darat. Karantina tumbuhan bertujuan untuk mencegah pemasukan dan penyebaran hama dan penyakit tumbuhan dengan menggunakan Undang-undang, sehingga terutama hanya akan berguna bagi penyakit yang disebarkan lewat perdagangan. Yang dimaksud dengan tumbuhan (plant) di sini adalah semua atau bagian tumbuhan hidup termasuk di dalamnya biji, dan yang dimaksud dengan hasil tumbuhan (plant product) adalah bahan mentah atau bahan yang telah diolah yang berasal dari tumbuhan, bahkan beberapa negara memasukkan semua faktor yang memungkinkan untuk dipergunakan oleh hama dan penyakit sebagai medium tumbuh ataupun yang mungkin mengalami kontaminasi oleh parasit-parasit, misalnya pembungkus, kompos, tanah, dll. Pada umumnya penularan jarak jauh yang efektif dilakukan oleh manusia, baik secara tidak disengaja maupun terbawa bersama dengan bahan tanaman yang dibawa. Sehubungan dengan semakin majunya sistem transportasi, dengan mudah manusia dapat mengangkut bahan tumbuhan dari suatu tempat ke tempat lain dalam waktu yang relatif singkat, sehingga bahaya pemasukan organisme pengganggu menjadi lebih besar, dan pemeriksaan kesehatan tumbuhan tidak dapat dilakukan dengan teliti. Dalam Undang-undang No. 16 Tahun 1992, telah disebutkan bahwa petugas karantina berhak melakukan tindakan karantina yang berupa pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan (treatment), panahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Bahan yang akan diekspor maupun diimpor hams diperiksa terlebih dahulu dan harus mendapatkan sertifikat kesehatan, sedangkan seluruh biaya tindakan karantina ditanggung oleh pembawa bahan tumbuhan. Pengendalian dengan cara kultur teknis Untuk mendapatkan suatu pertanaman yang sehat, perlu dilakukan pemeliharaan tanaman yang sebaik-baiknya dimulai sejak pemilihan lahan, benih, perlindungan dari serangan patogen, pemungutan hasil, sampai dengan pasca panennya. Pemilihan lahan yang tepat akan sangat menentukan dalam proses budidaya selanjutnya. Pemilihan lahan yang bebas penyakit dalam arti tanah yang relatif atau sama sekali bebas dari patogen yang dapat merugikan tanaman yang akan ditanam di tempat tersebut, hal ini terutama untuk menghindari penyakit-penyakit bawaan tanah.

4 Tanah yang belum pernah diusahakan sering merupakan tanah yang tidak berpenyakit, sedangkan tanah bekas hutan biasanya sudah menyimpan bibit penyakit apalagi kalau di tempat tersebut akan ditanami dengan tanaman keras. Upaya pergiliran tanaman dapat memperkecil propagul patogen di dalam tanah terutama apabila pergiliran dilakukan dengan tanaman yang bukan inang patogen atau tanaman yang tidak rentan, serta dapat juga dilakukan pergiliran dengan sistem pemberoan. Rotasi dan pemberoan juga akan meningkatkan kesuburan tanah sehingga tanaman akan tumbuh dengan baik dan menjadi lebih tahan terhadap penyakit. Usaha sanitasi dimaksudkan untuk mengurangi ketersediaan sumber makanan bagi patogen yang dapat dilakukan dengan menghilangkan sisa-sisa tumbuhan sakit ataupun dengan mencegah penggunaan kompos atau bahan organik yang mengandung penyebab penyakit. Disinfestasi tanah sering dilakukan untuk pengendalian patogen yang ada di dalam tanah, namun hal ini hanya dapat dilakukan secara terbatas. Pemilihan benih atau bibit yang sehat akan sangat membantu dalam mengatasi penyakit-penyakit yang terbawa biji, serta penyakit yang terbawa bersama bahan tanaman yang bersifat vegetatif. Biji dan bibit yang sehat sejak awal (uninfected) dapat diperoleh dari tumbuhan yang ditanam di daerah yang benar-benar bebas penyakit, atau dari petakpetak yang memang dipersiapkan untuk memproduksi benih atau bibit, sehinga dipelihara secara intensif. Pemeliharaan tanaman yang baik akan dimulai sejak melakukan pemilihan tempat yang bebas bibit penyakit, penyiapan tanah yang intensif, peningkatan kesuburan tanah, penyebaran benih yang baik dan benar, pengaturan drainase dan irigasi, pemeliharaan pertumbuhan tanaman seperti pemangkasan, sanitasi, pengaturan jarak tanam, dll. yang dilakukan dengan baik, sampai dengan pemungutan hasil yang harus hati-hati jangan sampai menimbulkan luka, merupakan tindakan yang akan memperkecil kerugian akibat serangan patogen. Sanitasi lahan dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan tempat bersarangnya patogen yang dilakukan dengan mengatur gulma maupun tanaman pembantu seperti, tanaman penutup tanah maupun tanaman pelindung, membongkar tanaman yang merupakan inang alternatif dari patogen, menghilangkan tanaman sakit yang dapat menjadi sumber inokulum sesegera mungkin setelah munculnya gejala, maupun dengan menghilangkan bagian tanaman yang sakit.

5 Pengendalian dengan penggunaan kultivar tahan Di alam sebenarnya sudah terjadi seleksi ketahanan. Dengan adanya serangan patogen, genotip-genotip yang rentan akan musnah, sehingga yang tersisa hanyalah genotip-genotip yang tahan yang dapat mempertahankan diri, berkembang dan berbiak serta mewariskan sifat ketahannya kepada generasi berikutnya. Keturunan ini juga akan mendapatkan serangan dari patogen dan akan tetap terjadi seleksi alam, sehingga akan terjadi keseimbangan yang dinamis antara tanaman dengan patogen. Tumbuhan yang sudah mengalami ko-evolusi ini dikenal dengan nama ras pribumi (land race) yang mempunyai ketahanan horizontal yang tinggi. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, para pakar Pemulia Tanaman dan Ilmu Penyakit Tumbuhan dapat melakukan pemeliharaan, pemilihan, pembiakan individuindividu yang tahan, mengadakan hibridisasi, serta mengadakan infeksi buatan untuk mempercepat proses seleksi, sehingga diperoleh kultivar yang tahan. Salah satu kendala upaya memperoleh kultivar tahan adalah bahwa ketahanan terhadap suatu penyakit belum tentu diikuti pula dengan ketahanan terhadap penyakit yang lainnya, karena pada umumnya satu pasang gen hanya membawa ketahanan terhadap satu ras atau satu jenis patogen saja. Beberapa kendala pada usaha pemulian antara laian adalah; (a) tidak tersedianya sumber gen tahan terutama untuk petogen-patogen yang bersifat polifag. Pada umumnya pilihan pertama bagi tetua yang akan digunakan sebagai sumber gen tahan adalah ras pribumi; (b) Sumber gen tahan mungkin mempunyai perbedaan yang terlalu jauh dengan tanarnan yang akan ditingkatkan ketahannya. Pada umumnya gen tahan terdapat pada tanaman liar yang sulit disilangkan dengan tanaman yang dibudidayakan atau kalau disilangkan akan didapatkan keturunan yang mandul; (c) Gen yang menentukan ketahanan sukar digabungkan dengan gen lain yang diinginkan, karena adanya hubungan genetik yang erat antara kerentanan dengan sifat-sifat baik (kualitas dan kuantitas tinggi), sehingga keduanya tidak dapat digabungkan dalam satu tanaman; (d) Pada umumnya gen yang menetukan ketahanan terhadap suatu ras patogen berbeda dengan gen penentu ketahanan terhadap ras yang lainnya dari jenis patogen yang sama, sehingga untuk mendapatkan kultivar yang tahan perlu dilakukan perakitan banyak gen dalam satu tanaman dan itu merupakan suatu pekerjaan yang sangat sulit dan memakan waktu yang lama; (e) Adanya

6 peningkatan virulensi pada patogen setting dengan peningkatan ketahanan inang, karena pada umumnya kultivar baru yang berhasil diciptakan mempunyai ketahanan vertikal, sehingga akan terjadi tekanan seleksi dan akan meningkatkan virulensi populasi patogen tersebut. Oleh karena itu penggunaan tanaman tahan yang biasanya mempunyai ketahanan vertikal tidak dapat diterapkan pada tanaman tahunan, karena apabila terjadi ketahanan yang patah maka kultivar tersebut harus segera diganti; (f) Adanya penurunan sifat ketahanan yang dapat terjadi karena terjadinya perkawinan silang. Penurunan sifat ketahanan dapat diantisipasi apabila pembiakan dilakukan secara vegetatif. Pengendalian secara biologi Pengendalian biologi adalah merupakan setiap usaha untuk mengurangi intensitas penyakit tumbuhan dengan memakai bantuan satu atau lebih jasad hidup, selain tumbuhan inang dan manusia. Beberapa mekanisme pengendalian biologi antara lain; (a) Antagonisme. Pada teknik ini usaha pengendalian dilakukan dengan manfaatkan jasadjasad antagonis yang dapat berperan sebagai musuh alami dari patogen seperti ; pemanfaatan jamur saprofitik yang mempunyai daya antagonis terhadap patogen (Trichoderma spp, Gliocladium spp.), penggunaan patogen-patogen yang tidak virulen, ataupun jasad-jasad sejenis yang bersifat non-patogenik. (b) Penggunaan Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) yaitu suatu jasad yang mempunyai aktivitas pengendalian biologis msekipun jasad ini sendiri tidak berpengaruh secara langsung terhadap patogen. (c) Pengimbasan ketahanan (imunisasi), yaitu suatu usaha untuk mendapatkan kultivar tahan dengan menginokulasi tanaman menggunakan jasad ataupun senyawa yang dapat mengimbas tanaman untuk membentuk suatu ketahanan terhadap patogen. Jasad pengimbas dapat berupa patogen yang bersifat avirulen, jasad berbeda jenis yang bersifat non patogen, metabolit mikrobia, sisa-sisa tumbuhan, maupun senyawa-senyawa tertentu yang mampu bertindak sebagai pengimbas. (d) Proteksi silang (cross protection) yaitu tanaman diinokulasi dengan strain virus yang lemah sehingga akan terlindung dari infeksi oleh strain yang kuat. (e) Tanaman campuran dengan tanaman lain yang diketahui merupakan inang bagi jasad antagonis. Pengendalian biologi merupakan teknik pengendalian yang relatif aman, namun hasilnya tidak dapat segera terlihat karena memerlukan waktu untuk terjadinya interaksi

7 antara jasad agen pengendali biologi dengan patogen, sehingga hasil interaksi tersebut tidak segera kelihatan. Pengendalian kimiawi Pengendalian kimiawi yang dimaksud di sini terutama adalah penggunaan pestisida (fungisida, bakterisida, nematisida) untuk mengendalikan patogen tumbuhan. Pengendalian dengan cara ini memerlukan biaya yang tinggi, namun kebanyakan petani lebih menyukai teknik ini karena hasilnya segera kelihatan sesaat setelah aplikasi dan usaha pengendalian ini dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang kurang terdidik, serta pengendalian dengan memanfaatkan pestisida tidak bersifat spesifik lokasi. Penggunaan pestisida diawali oleh penemuan Bubur Bordeaux pada tahun 1883 oleh Millardet, yang merupakan campuran kapur dengan terusi. Sejak saat itu manusia seolah mempunyai senjata ampuh yang dapat digunakan untuk mengendalikan patogen dan dengan menggunakan senjatanya tersebut manusia bermaksud untuk menghilangkan jasad pengganggu dari pertanaman mereka. Namun akhirnya diketahui bahwa pengendalian dengan menggunakan pestisida ini ternyata mempunyai beberapa dampak negatif antara lain; (a) terjadinya reaksi ketahanan dari patogen sehingga terjadi resistensi, (b) kematian jasad bukan sasaran (antagonis), (c) fitotoksisitas (keracunan tanaman oleh pestisida), (d) keracunan pada manusia maupun hewan, (e) merusak lingkungan karena terjadinya pencemaran lingkungan dengan tertinggalnya residu baik di alam maupun pada produk pertanian. Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan agar penggunaan pestisida dapat digunakan secara efektif, peredaran, penyimpanan, dan penggunaan pestisida di wilayah Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun Pelaksanaan peraturan tersebut ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 280/1973 dan No. 944/1984 tentang Prosedur Permohonan Pendaftaran dan Izin Pestisida, dan No. 429/1973 tentang Syarat-syarat Pembungkusan dan Pemberian Label Pestisida. Fungisida merupakan pestisida yang digunakan untuk mengendalikan jamur patogen tumbuhan. Sampai masa perang Dunia H hampir seluruh fungisida yang digunakan merupakan fungisida anorganik yang terdiri atas fungisida tembaga dan belerang anorganik. Fungisida-ungisida ini dikenal dengan fungisida generasi pertama.

8 Setelah Perang dunia H mulai berkembang pestisida organik, yaitu fungisida karbamat yang dianggap sebagai fungisida generasi kedua. Mulai tahun 1960-an fungisida sistemik dengan bahan aktif oksatiin yang dapat diserap tumbuhan dan diangkut melalui xilem yang terdiri atas sel-sel mati dari bawah ke atas yang dikenal dengan fungisida generasi ketiga. Akhirnya berkembang fungisida sistemik yang dapat diangkut ke atas melalui xilem maupun ke bawah melalui floem, antar lain fungisida yang berbahan aktif asilalanin yang dikenal sebagai fungisida generasi keempat. Mekanisme kerja bahan aktif pestisida pada umumnya belum diketahui dengan pasti. Pada umumnya bahan aktif fungisida dipakai karena toksisitasnya yang langsung terhadap patogen dan hanya efektif sebagai protektan pada titik masuknya patogen. Fungisida sistemik dan antibiotika diserap oleh tanaman inang, ditranslokasikan di dalam badan tumbuhan, dan erfektif terhadap patogen pada tempat infeksi, sebelum maupun setelah terjadinya infeksi. Beberapa bahan kimia dapat mengurangi infeksi karena meningkatkan resistensi inang terhadap patogen. Pengendalian patogen dengan pestisida dapat terjadi melalui beberapa mekanisme antara lain; (a) berpengaruh terhadap enzim dan protein; (b) berpengaruh terhadap permeabilitas membran sehingga akan menyebabkan gangguan pada metabolisme patogen; (c) berpengaruh terhadap sintesis dinding sel dan pembelahan sel; (d) mengadakan khelasi dan presipitasi, sehingga metabolit yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan patogen menjadi tidak tersedia; (e) substitusi kompetitif beberapa metabolit sel yang normal, sehingga jika senyawa ini saling mengganti, maka pengaruh fisiologisnya dapat berefek mematikan; (f) mempengaruhi sintesis protein. Pengendalian Penyakit dengan Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Yang dimaksud sebagai hama dalam hal ini adalah hama (pest) dalam arti luas yang berarti hama atau omo (jawa), jadi mencakup hama, penyakit, maupun gulma. Sejak tahun 1950-an orang mulai menyadari bahwa usaha untuk memperoleh pertanaman yang bersih dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT), terlalu mahal dan selalu menghadapi kegagalan. Serangga hama dan jamur manjadi resisten terhadap pestisida, tanaman yang tahan menjadi rentan, serta terjadi epidemi hama dan penyakit pada pertanaman monokultur. Selain itu juga diketahui bahwa usaha pengendalian suatu jasad pengganggu sering mendorong berkembangnya jasad pengganggu yang lain, sehingga disadari bahwa

9 bermacam-macam jasad pengganggu yang menyerang pertanaman perlu dihadapi secara terpadu tanpa memperhatikan apakah jasad pengganggu tersebut hama, penyakit, ataukah gul ma. Hal-hal tersebut mendorong tercetusnya gagasan mengenai Pengeiolaan Hama yang mempunyai asas sebagai berikut; 1. Secara terpadu memperhatikan semua hama yang penting (key pest) 2. Tidak bertujuan untuk mendapatkan suatu keadaan yang bebas hama, tetapi untuk mengendalikan populasi hama agar kerusakan yang terjadi selalu berada di bawah ambang ekonomi (economic thresold) 3. Menggabungkan berbagai cara yang kompatibel, sesedikit mungkin memakai cara buatan (artificial method), tetapi lebih mementingkan penekanan hama oleh faktor alami. 4. Selalu didasari oleh pertimbangan ekologi Dalam pengelolaan hama, pestisida harus digunakan secara tepat dan hanya dipakai apabila usaha-usaha yang lain tidak memberikan hasil. Pembatasan pemakaian pestisida ini dimaksudkan untuk mengurangi polusi di dalam lingkungan, sehingga pengelolaan hama akan mempunyai manfaat jangka panjang dan luas, bukan hanya temporer atau setempat, sehingga akan tercapai pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture). Jadi dalam konsep ini kita tidak anti pestisida, akan tetapi pestisida kita pilih sebagai alternatif terakhir apabila alternatif yang lain sudah tidak mungkin untuk dilakukan. Upaya pengendalian dalam sistem ini harus diusahakan dengan memadukan beberapa cara yang kompatibel, tidak hanya tergantung pada satu cara saja. Pengelolaan didasari pada kesadaran akan biaya; pengendalian dilakukan jika biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang akan dapat diselamatkan. Pengelolaan juga didasari dengan kesadaran akan lingkungan; baik menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk penyakit, maupun tidak melakukan usaha yang dapat merusak atau mencemari lingkungan, bahkan apabila semua usaha pengendalian yang dilakukan sudah tidak memberikan basil, sering kali tanaman yang bersangkutan harus ditinggalkan. Jadi kita harus dapat hidup bersama dengan hama, penyakit dan gulma.

10 PENUTUP Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami berbagai dasar perlindungan tanaman dalam rangka pengendalian penyakit tumbuhan, yang didasari oleh berbagai faktor yang terkait dengan usaha pertanian yang dilakukan, sehingga dalam mengambil keputusan untuk menentukan tindakan pengendalian yang akan dilakukan dapat tepat dan memberikan basil yang maksimal. REFERENSI Agrios, G.N Plant Pathology. 3d Ed. Academic Press, New York. 803p. Anonim, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1992 tentang Ssistem Budidaya Tanaman. Anonim, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Fry, W.E., Principles of Plant Disease Management. Academic Press. New York, 378p. Semangun, H Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. 754p.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

Ilmu Tanah dan Tanaman

Ilmu Tanah dan Tanaman Ilmu Tanah dan Tanaman Pertanian yang berkelanjutan Pertanian Berkelanjutan Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources)

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN Materi ini menguraikan tentang pengaruh lingkungan terhadap perkembangan penyakit tumbuhan. Patogen penyebab penyakit tumbuhan merupakan jasad yang berukuran

Lebih terperinci

NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN

NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan bagi

Lebih terperinci

I. TOLAK PIKIR PERLINDUNGAN TANAMAN

I. TOLAK PIKIR PERLINDUNGAN TANAMAN I. TOLAK PIKIR PERLINDUNGAN TANAMAN 1.1 Arti Penting Pengganggu Tanaman Kehidupan manusia boleh dikatakan sangat tergantung kepada tumbuhan. Ketergantungan tersebut disebabkan karena banyaknya kebutuhan

Lebih terperinci

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2) Lektor Kepala/Pembina TK.I. Dosen STPP Yogyakarta. I. PENDAHULUAN Penurunan

Lebih terperinci

BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang penyebaran penyakit tumbuhan, serta tipe siklus (daur) hidup patogen. Selanjutnya juga akan disampaikan mengenai

Lebih terperinci

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU Oleh : Awaluddin (Widyaiswara) I. LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Program peningkatan produksi dan produktivitas tanaman masih banyak kendala yang

Lebih terperinci

PESTISIDA» BIOSIDA. Dr Sugiyarto, M.Si. Pemberantasan Pengendalian Pengelolaan

PESTISIDA» BIOSIDA. Dr Sugiyarto, M.Si. Pemberantasan Pengendalian Pengelolaan PESTISIDA» BIOSIDA Pemberantasan Pengendalian Pengelolaan Dr Sugiyarto, M.Si Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta Prodi Biosains PPs UNS Surakarta Bidang Biodiversitas Puslibang Bioteknologi & Biodiversitas

Lebih terperinci

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu ttd. Organisme Pengganggu 1 Agroekologi (Ekologi Pertanian) adalah

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI Disusun Oleh : WASIS BUDI HARTONO PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN BP3K SANANKULON Penyakit Blas Pyricularia oryzae Penyakit

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS PRODUKSI TANAMAN KOMPETENSI KEAHLIAN

Lebih terperinci

Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto

Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto Mofit.eko@upnyk.ac.id Deskripsi Kuliah ini menjelaskan tentang perkembangan penyakit tanaman dan penyebaran patogen Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Mahasiswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung adalah salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Program ini dapat membantu petani dalam pengendalian OPT pada tanaman padi tanpa menggunakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN HORTIKULTURA

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN HORTIKULTURA KEBIJAKAN PERLINDUNGAN HORTIKULTURA 1. Tanggung jawab masyarakat dan pemerintah 2. Penerapan perlindungan tanaman sesuai dengan sistem PHT 3. PHT menjiwai Good Agriculture Practices (GAP) 4. Penanggulangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU TUGAS Oleh RINI SULISTIANI 087001021 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 8 1. Pendahuluan Pengendalian hama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan komoditas penunjang ketahanan pangan dan juga berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh negara beriklim tropik maupun

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 82/2000, KARANTINA HEWAN *37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

F. Pengendalian Kimiawi

F. Pengendalian Kimiawi PENGENDALIAN HAMA F. Pengendalian Kimiawi Yaitu penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama agar hama tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman yang diusahakan. Kelebihannya : 1. Cepat menurunkan populasi

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA NUR HIDAYATI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN KONSEP PENYAKIT TANAMAN Penyakit tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

Berikut ini beberapa manfaat dan dampak positif perkembangan ilmu biologi :

Berikut ini beberapa manfaat dan dampak positif perkembangan ilmu biologi : Manfaat dan Bahaya Ilmu Biologi Manfaat Ilmu Biologi Berikut ini manfaat yang disumbangkan oleh biologi, antara lain : 1. Memberikan pemahaman lebih mendalam kepada diri seseorang yang dapat diterapkan

Lebih terperinci

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu) KOMPONEN OPT Hama adalah binatang yang merusak tanaman sehingga mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Patogen adalah jasad renik (mikroorganisme) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman Gulma (tumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ditinjau dari aspek pertanaman maupun nilai produksi, cabai (Capsicum annuum L. ) merupakan salah satu komoditas hortikultura andalan di Indonesia. Tanaman cabai mempunyai luas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Ekologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian agro ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang budidaya tanaman dengan lingkungan tumbuhnya. Agro ekologi merupakan gabungan tiga kata, yaitu

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TANAMAN ORGANIK. Disusun oleh : Petrus Wisnu Kurniawan NIM : S1TI2C

TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TANAMAN ORGANIK. Disusun oleh : Petrus Wisnu Kurniawan NIM : S1TI2C TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TANAMAN ORGANIK Disusun oleh : Petrus Wisnu Kurniawan NIM : 10.11.3688 S1TI2C STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Peluang Usaha: Berkebun Organik Kultur hidup sehat saat

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu kendala yang cukup rumit dalam pertanian. Keberadaan penyakit dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan

Lebih terperinci

CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT

CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT MENGKONSUMSI KANDUNGAN SEL INANG SECARA TERUS MENERUS MEMBUNUH SEL ATAU MERUSAK AKTIVITAS METABOLISME KARENA ENZIM, TOKSIN ATAU ZAT TUMBUH MENGGANGGU TRANSPORTASI AIR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi permintaan dalam negeri dan meningkatkan devisa negara dari sektor non migas, pemerintah telah menempuh beberapa upaya diantaranya pengembangan komoditas

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN HUTAN

PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN HUTAN PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN HUTAN Konsep pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. Konsep ini berpangkal dari upaya manusia mengelola populasi hama-penyakit melalui teknik-teknik pengendalian yang

Lebih terperinci

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Status Pengendalian Pengendalian yang berlaku di lapangan masih bersifat konvensional Tujuan : memusnahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang mempunyai peran dan sumbangan besar bagi penduduk dunia. Di Indonesia, tanaman kedelai

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN

NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA TUMBUHAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap

BAB I PENDAHULUAN. yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan sayuran umbi yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap masakan, di samping sebagai obat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PENYAKIT TANAMAN (PERATURAN, KULTUR TEKNIK, & BIOLOGIS) Mofit Eko Poerwanto

PENGELOLAAN PENYAKIT TANAMAN (PERATURAN, KULTUR TEKNIK, & BIOLOGIS) Mofit Eko Poerwanto PENGELOLAAN PENYAKIT TANAMAN (PERATURAN,, & BIOLOGIS) Mofit Eko Poerwanto Mofit.eko@upnyk.ac.id PERATURAN & Deskripsi Kuliah ini menjelaskan teknik pengendalian penyakit tanaman dengan cara peraturan dan

Lebih terperinci

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan) Memasuki musim hujan tahun ini, para petani mulai sibuk mempersiapkan lahan untuk segera mengolah

Lebih terperinci

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Regulasi sanitasi Industri Pangan Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang tergolong dalam kelompok rumput-rumputan (famili Poaceae). Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) OVERVIEW : PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) Oleh Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fak. Pertanian Univ. Brawijaya Apakah PHT itu itu?? Hakekat PHT PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman hortikultura yang tergolong sayuran rempah dengan manfaatkan bagian umbinya. Bawang merah berfungsi sebagai pelengkap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan di Indonesia sampai dengan tahun 1960 praktis menggunakan teknologi dengan masukan organik berasal dari sumber daya setempat. Varietas lokal dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat konsumsinya cukup tinggi di kalangan masyarakat. Hampir pada setiap masakan, sayuran ini selalu

Lebih terperinci

OPT PADA TANAMAN PADI

OPT PADA TANAMAN PADI OPT PADA TANAMAN PADI Penyakit blas pada tanaman padi pada umumnya dapat menyerang tanaman pada bagian daun, batang, malai, dan gabah, tetapi umum pada daun dan leher malai. Gejala serangan yang muncul

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN ATAS PEREDARAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN PESTISIDA.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN ATAS PEREDARAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN PESTISIDA. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1973 TENTANG PENGAWASAN ATAS PEREDARAN, PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN PESTISIDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan pertanian merupakan salah satu masalah lingkungan yang telah ada sejak berdirinya konsep Revolusi Hijau. Bahan kimia

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 Tentang : Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 Tentang : Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 Tentang : Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1973 (7/1973) Tanggal : 17 MARET 1973

Lebih terperinci

KISI-KISI DAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHU 2012

KISI-KISI DAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHU 2012 KISI-KISI DAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU TAHU 2012 Mata Pelajaran Jenjang : AGRIBISNIS PRODUKSI TANAMAN : SMK/MAK A. DASAR KOMPETENSI KEJURUAN STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR INDIKATOR

Lebih terperinci

TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI

TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI TEKNIK PENGELOLAAN HAMA OLEH SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOI FPMIPA UPI Teknik/cara pengendalian yang dapat digunakan dalam pengelolaan banyak ragamnya. Ada beberapa cara yang dipadukan dalam suatu koordinasi

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) TANTAN R. WIRADARYA Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pangan produk peternakan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani pada khususnya dan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Kingdom Divisio Class Ordo Famili Genus : Myceteae : Eumycophyta : Basidiomycetes : Aphyllophorales : Ganodermataceae : Ganoderma

Lebih terperinci

Mengapa menggunakan sistem PHT? Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Mengapa menggunakan sistem PHT? Mengapa menggunakan sistem PHT?

Mengapa menggunakan sistem PHT? Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Mengapa menggunakan sistem PHT? Mengapa menggunakan sistem PHT? Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu (PHPT) Disusun oleh Fuad Nurdiansyah, S.P., M.PlaHBio Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2011 I. BEBERAPA PENGERTIAN DAN BATASAN A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Penggunaan pestisida pada usaha pertanian khususnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT TUMBUHAN (PNH 2800) SKS 3 (2/1)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT TUMBUHAN (PNH 2800) SKS 3 (2/1) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT TUMBUHAN (PNH 2800) SKS 3 (2/1) Oleh : SURYANTI, SP., M.P. JURUSAN HAMA & PENYAKIT TUMBUHAN FAKYULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 411/Kpts/TP.120/6/1995 TENTANG PEMASUKAN AGENS HAYATI KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 411/Kpts/TP.120/6/1995 TENTANG PEMASUKAN AGENS HAYATI KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 411/Kpts/TP.120/6/1995 TENTANG PEMASUKAN AGENS HAYATI KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengendalian hama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN

15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN KARANTINA PERTANIAN Suatu lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mencegahmasukdan tersebarnyahama & penyakit pertanian (tumbuhan, hewan, ikan) dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hama tanaman merupakan salah satu kendala yang dapat menurunkan produktivitas tanaman. Salah satu hama penting pada tanaman padi adalah wereng batang cokelat (Nilapavarta

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan ditanam luas di Indonesia. Produksi pisang adalah yang paling tinggi di antara semua tanaman buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT \ PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 1 TAHUN 2014 T... TENTANG PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA Pemeliharaan pada tanaman muda Kegiatan-kegiatan : Penyiangan Pendangiran Pemupukan Pemberian mulsa Singling dan Wiwil Prunning Pemberantasan hama dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan

I. PENDAHULUAN. sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan pangan, pakan ternak, maupun bahan

Lebih terperinci

5 Potensi menimbulkan masalah kerusakan lingkungan 6 Potensi menimbulkan masalah sosial. - Potensi menimbulkan masalah sosial di masyarakat 1 3

5 Potensi menimbulkan masalah kerusakan lingkungan 6 Potensi menimbulkan masalah sosial. - Potensi menimbulkan masalah sosial di masyarakat 1 3 LAMPIRAN 5 54 Lampiran Penilaian potensi risiko OPT Penilaian potensi risiko OPT Kategori penilaian Total skor Penilaian potensi masuk, menetap dan menyebar Potensi masuk - Bentuk media pembawa dan tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Cylindrocladium sp. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam subdivisi Eumycotina, kelas Deuteromycetes (fungi imperfect/fungi tidak sempurna), Ordo Moniliales,

Lebih terperinci

BAB I. PENGANTAR A.PENDAHULUAN

BAB I. PENGANTAR A.PENDAHULUAN BAB I. PENGANTAR A.PENDAHULUAN Pokok bahasan ini memberikan materi yang merupakan pengantar (dasar) bagi mahasiswa untuk memahami tentang ilmu penyakit tumbuhan, sehingga mahasiswa akan lebih mudah untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG KARANTINA IKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan perundang-undangan yang menyangkut perkarantinaan ikan, sudah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.12 TAHUN 1992 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa sumberdaya alam nabati yang

Lebih terperinci