KEBIJAKAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS BATAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS BATAM"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS BATAM WALTER GULTOM P SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR i

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi yang berjudul Kebijakan Pengendalian Lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini. Bogor, Januari 2011 Walter Gultom NRP. P ii

3 ABSTRACT WALTER GULTOM Environmental Control Policy at Batam Free Trade Zone. Under supervision of SANTUN RP SITORUS, ETTY RIANI, and BAMBANG PRABOWO SOEDARSO. Free trade, economics growth, and environment are chains of international free trade activity which is each other interconnected. Batam Region is one of free trade area (FTZ) which acted by the Government Regulation Number 46 year Openess policy in FTZ Batam is estimated having environmental impact for Batam region, so that environmental controlling policy must be studied.this research aims to: (1) Assess level of sustainability of FTZ Batam; (2) Analyses policy effectivity and law and regulation in FTZ Batam development; (3) Analyses role of stakeholders in environmental management at FTZ Batam; and (4) To determine policy alternative of environmental management at FTZ Batam. The results of research showed that the sustainability status of FTZ Batam is categorized bad, so that need improvements to the attributes that affect the sustainability of the region. Implementation of environmental control policies in the FTZ Batam had not been effective because of the constraints in the implementation of rules, inadequate regulatory supervision, law enforcement is still weak, lack of environmental awareness, and limited human resources in controlling environmental pollution. Understanding and interaction between stakeholders on the importance of environmental control is good enough, so that the process of policy formulation and implementation of environmental control in the FTZ Batam can be done quite well. Keyword: FTZ Batam, sustainability factors, environmental controlling policy iii

4 RINGKASAN WALTER GULTOM Kebijakan Pengendalian Lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam. Dibimbing oleh: SANTUN RP SITORUS, ETTY RIANI, dan BAMBANG PRABOWO SOEDARSO. Perkembangan kegiatan ekonomi dunia di era globalisasi ekonomi menuntut dikuranginya hambatan perdagangan (trade barriers). Hambatan perdagangan seperti tarif, pajak dan kuota barang dikurangi atau dihilangkan di kawasan perdagangan bebas (KPB) untuk menarik investasi domestik dan asing. Akibat aktifitas perdagangan bebas tersebut menimbulkan eksternalitas terhadap lingkungan, karena lingkungan berperan sebagai barang konsumsi, penyedia sumberdaya alam, dan tempat menampung limbah. Dalam hal ini kegiatan perdagangan bebas tidak terlepas dari permasalahan lingkungan. Batam merupakan salah satu KPB yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Batam yang secara de facto telah lama menjadi kawasan perdagangan bebas merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang pesat di Indonesia dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7,5% per tahun. Pertumbuhan ekonomi di awal industrialisasi selain meningkatkan pendapatan juga menurunkan kualitas lingkungan. Indikator kualitas lingkungan di Batam selama ini mengindikasikan adanya permasalahan lingkungan (environmental problems) yang terjadi di dalam dan sekitar KPB Batam. Upaya merumuskan kebijakan pengendalian lingkungan untuk mengoptimalkan kegiatan perekonomian di KPB Batam yang bersinergis dengan perlindungan lingkungan dan ekosistemnya diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui tingkat keberlanjutan kawasan KPB Batam saat ini, (2) Mengetahui efektifitas kebijakan dan peraturan perundang-undangan dalam pengembangan KPB Batam dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan di kawasan tersebut, (3) Mengetahui peranan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pelaksanaan sistem pengendalian lingkungan di KPB Batam dan (4) Menyusun arahan kebijakan pengendalian lingkungan yang sesuai dengan pengembangan KPB Batam. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan kritis (critical approach), analisis stakeholders dengan pendekatan 4Rs, metode AHP untuk menganalisis alternatif kebijakan pengendalian lingkungan di KB Batam, dan metode rapfish yang dimodifikasi untuk menganalisis status keberlanjutan kawasan perdagangan bebas Batam ( Rap-KAPERBA, Rapid Appraisal Kawasan Perdagangan Bebas Batam). Hasil analisis keberlanjutan wilayah Batam menunjukkan bahwa wilayah KPB Batam masih tergolong kategori sebagai wilayah yang belum berkelanjutan (not sustainable). Pertumbuhan ekonomi di KPB Batam akibat berlakunya perdagangan bebas belum diimbangi dengan kebijakan pengendalian lingkungan yang sesuai dan memadai (compatible environmental policies) sesuai dengan statusnya sebagai KPB bertaraf internasional. Kebijakan pengembangan KPB Batam masih lebih memprioritaskan pertumbuhan ekonomi daripada kelestarian lingkungan, sehingga kebijakan pengembangan KPB Batam dalam perspektif lingkungan masih mengikuti hipotesis pollution havens yang menerapkan standar kualitas lingkungan secara lebih longgar. Para pemangku kepentingan iv

5 (stakeholders) dengan peranannya masing-masing berpendapat sama bahwa pengendalian lingkungan perlu diintegrasikan dengan kebijakan pertumbuhan ekonomi. Keberlanjutan KPB Batam yang saat ini masih tergolong buruk perlu segera dibenahi dengan berbagai penataan kebijakan yang sifatnya mengatur dan mengendalikan (command and control policies), berupa peraturan legal yang mengikat para pemangku kepentingan (stakeholders). Kebijakan command and control perlu diterapkan dalam kondisi kepedulian para pemangku kepentingan terhadap pentingnya keterpaduan lingkungan dalam pembangunan ekonomi masih rendah. Oleh karena itu, dengan adanya aturan tersebut diharapkan akan meningkatkan ketaatan (compliance) para pemangku kepentingan tentang pentingnya pencapaian pembangunan berkelanjutan di KPB Batam. Rumusan kebijakan dalam pengendalian lingkungan untuk perbaikan keberlanjutan KPB Batam dalam jangka waktu menengah lebih diarahkan pada kebijakan yang bersifat command and control dengan memperhatikan 11 (sebelas) faktor kunci keberlanjutan KPB Batam, yaitu: (1) keanekaragaman hayati, (2) ketersediaan sumberdaya air, (3) kejadian erosi tanah, (4) upaya perlindungan lingkungan dari pencemaran; (5) pendapatan per kapita, (6) kawasan bisnis dan industri, dan (7) investasi asing; (8) tingkat pendidikan relatif, (9) konflik penggunaan lahan, (10) tingkat kesehatan masyarakat, dan (11) tingkat pertumbuhan penduduk. Usulan kebijakan perbaikan keberlanjutan KPB Batam dalam jangka menengah adalah sebagai berikut : a) melakukan pengamanan dan perlindungan kawasan lindung di KPB Batam; b) melakukan perlindungan daerah resapan air di KPB Batam yang menjadi sumber air bagi masyarakat di KPB Batam; c) melakukan kegiatan rehabilitasi lahan dan reboisasi hutan yang kritis; d) melakukan pemantauan dan pengendalian pencemaran, serta penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran; e) melakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat; f) melakukan peningkatan kerjasama produksi antara industri kecil, menengah, dan besar dalam meningkatkan nilai kompetitif industri di KPB Batam; g) meningkatkan kemitraan bisnis antara investor asing dengan investor dalam negeri; h) meningkatkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; i) meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan; j) menyelesaikan konflik agraria dan tata ruang di KPB Batam; k) menerapkan kebijakan keluarga berencana untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk di KPB Batam. v

6 @Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi undang-undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpu izin IPB. vi

7 KEBIJAKAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS BATAM WALTER GULTOM P Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii

8 Penguji luar komisi pada: Ujian Tertutup Tanggal : 18 Nopember 2010 Ujian Terbuka Tanggal : 27 Januari Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA. Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB). 2. Dr. Ir. Machfud, MS. Staf pengajar Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) 1. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Staf pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB). 2. Dr. Ir. Ning Purnomohadi, M.Si. Tenaga pengajar tidak tetap di Jurusan Ilmu Kelautan Program Pasca Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (UI). viii

9 Judul Disertasi : Kebijakan Pengendalian Lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam Nama Mahasiswa : Walter Gultom Nomor Pokok : P Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Disetujui : Komisi Pembimbing Prof.Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua Dr. Ir. Etty Riani, MS. Anggota Dr. Bambang Prabowo Soedarso,SH., MES. Anggota Diketahui : Plh.Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. drh. Hasim, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : 27 Januari 2011 Tanggal Lulus : ix

10

11 Prakata Perkembangan kegiatan ekonomi dunia yang mengarah pada globalisasi ekonomi menuntut dikuranginya hambatan di bidang perdagangan. Pengurangan hambatan tersebut juga merupakan kondisi yang memberikan peluang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor dan investasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, di antaranya dengan adanya kebijakan pengembangan ekonomi wilayah tertentu untuk menarik potensi pasar internasional dan mendorong peningkatan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis. Kawasan ekonomi khusus tersebut berupa kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free port) yang dimaksudkan untuk mendatangkan devisa bagi negara, memperluas lapangan kerja, meningkatkan kepariwisataan, serta meningkatkan penanaman modal asing dan dalam negeri. Adanya kawasan perdagangan bebas (KPB) atau Free Trade Zone (FTZ) tersebut diharapkan akan mendorong kegiatan perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Wilayah Batam merupakan salah satu dari KPB yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Tujuan penelitian ini adalah: (a) menganalisis keterkaitan antara ancaman degradasi lingkungan dengan keberlanjutan investasi di KPB Batam; (b) menganalisis efektifitas kebijakan dan peraturan perundangundangan dalam pengembangan KPB Batam dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan di kawasan tersebut; dan (c) mendisain kebijakan pengendalian lingkungan yang sesuai dengan pengembangan KPB Batam. Puji dan syukur disampaikan kepada Tuhan karena atas perkenan-nya-lah penulisan Disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik dengan judul Kebijakan Pengendalian Lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam yang merupakan salah satu syarat penyelesaian pendidikan Program Doktoral (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. i

12 Dengan terselesaikannya Disertasi ini, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, terutama kepada Yth: 1. Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus, Dr. Ir. Etty Riani, MS., dan Dr. Bambang Prabowo Soedarso, SH., MES. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan saran-saran, sejak penyusunan proposal sampai penyelesaian Disertasi ini 2. Prof. Dr. Ir.Surjono. H.Sutjahjo, MS. selaku Dosen dan orang tua yang selalu mengingatkan saya agar cepat menyelesaikan Disertasi supaya tidak menjadi beban dan berguna untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang. 3. Dr. drh. Hasim, DEA. selaku Plh Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana IPB, atas bantuan, perhatian, dan arahan serta bimbingan dalam menyelesaikan Disertasi ini. 4. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3 di PSL-IPB. 5. Dirjen Bea dan Cukai serta Bapak Kepala Kantor Wilayah V Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau. 6. Dr. Ir. Hikmat Ramdan, M.Si. yang telah memberikan masukan dalam penulisan Disertasi ini. 7. Secara khusus diucapkan terima kasih kepada keluarga besar Gultom dan keluarga besar Girsang atas pengertian, perhatian, dan motivasinya. 8. Ucapan terima kasih disampaikan kepada istri tercinta Dr. Betty Setianingsih dan anak-anakku berlima yang paling saya sayangi Maria Pade Rohana, Rumondang Stella Retta, Dewata Vinansius Adam Gultom, Abraham Rodo Suryono Gultom, dan Patricia Gabe Ratu atas perhatian, pengertian, pengorbanan yang tulus serta semangat dan do a yang selalu diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi ini. ii

13 9. Kepada Oppung Pade boru khususnya yang selalu mendoakan penulis setiap saat. 10. Akhirnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan dan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis sampaikan terima kasih, atas segala sesuatu yang terbaik yang telah diberikan agar senantiasa menjadi berkat bagi kita semua. Penulis berdoa kepada Tuhan semoga pengorbanan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis diberkati oleh Tuhan serta semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Bogor, Januari 2011 Walter Gultom iii

14 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sungkean Pulau Samosir, 13 September Penulis merupakan putra ke-7 (tujuh) dari 8 (delapan) bersaudara dari keluarga besar Bapak Payas Gultom (almarhum) dan Ibunda Muliana Br.Samosir (almarhumah). Penulis menikah dengan Betty Setianingsih pada tanggal 11 Februari 1983 dikaruniai 5 (lima) orang anak, yaitu: Maria Pade Rohana, Rumondang Stella Retta, Dewata Vinansius Adam Gultom, Abraham Rudo Suryono, Patricia Gabe Ratu. Pendidikan penulis dimulai dengan memasuki Sekolah Dasar pada tahun 1962 di Indrapura-Sumatera Utara, dan lulus tahun Lulus Sekolah Menengah Pertama di Pematang Panjang Indrapura-Sumatera Utara tahun 1970, lulus Sekolah Menengah Tingkat Atas Budi Mulia di Pematang Siantar tahun Pada tahun 1974 mengikuti Pendidikan Departemen Keuangan dan lulus kerja di Bea Cukai. Pada tahun 1986 memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Universitas Krisna Dwipayana Jakarta, dan pada tahun 2000 memperoleh gelar Magister Management (MM) dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Jakarta. Pada tahun 2005 penulis mengikuti Program Doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Semenjak tahun 1974 penulis bekerja di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan telah Pensiun tanggal 1 Oktober 2009 dan terakhir bertugas di Kantor Wilayah Khusus Kepulauan Riau (Kepri) Tanjung Balai Karimun. Penulis iv

15 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kebaruan (Novelty)... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan Bebas dan Lingkungan Kawasan Perdagangan Bebas Batam Analisis Kebijakan Pengendalian Lingkungan Pengelolaan Lingkungan Analisis Stakeholders III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Jenis Data dan Sumber Data Rancangan Penelitian Analisis Keberlanjutan KPB Batam Analisis Efektifitas Kebijakan Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Analisis Para Pihak dalam Pengendalian Kebijakan Lingkungan di KPB Batam Penentuan Alternatif Kebijakan Pengendalian Lingkungan di KPB Batam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Keberlanjutan Wilayah KPB Batam Perkembangan Wilayah Batam Analisis Keberlanjutan Batam Efektifitas Kebijakan Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Peranan Para Pihak dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Arahan Kebijakan Pengendalian Lingkungan di KPB Batam V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

16 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Jenis data, sumber data, teknis analisis data dan keluaran yang diharapkan dari tiap tujuan penelitian Atribut keberlanjutan KPB Batam Kerangka dasar pendekatan 4R Relationship stakeholders dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam Skala penilaian perbandingan berpasangan Contoh matriks perbandingan berpasangan Nilai indeks random (Saaty, 2001) Perkembangan status Batam ( ) Perkembangan investasi di Batam Waduk dan kapasitas pengolahan air baku Parameter kualitas air di Pelabuhan Sekupang Parameter kualitas air di Pelabuhan Sagulung Parameter kualitas air di Pelabuhan Batu Ampar Perubahan hutan lindung di KPB Batam (Bapedalda Batam, 2007) Indikator lingkungan di Kota Batam Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Monte Carlo dengan analisis Rap-Kaperba Atribut-atribut kunci kawasan perdagangan bebas (KPB) Kota Batam Penentuan status keberlanjutan KPB Batam Hasil analisis Rap-KAPERBA untuk nilai stress dan koefisien determinasi (R2) kawasan pendagangan bebas Batam Keadaan masing-masing faktor kunci status keberlanjutan KPB Batam dalam rangka penyusunan kebijakan pengendalian lingkungan sebagai kawasan perdagangan bebas Hasil analisis skenario strategi peningkatan status keberlanjutan Kota Batam sebagai kawasan perdagangan bebas Hasil analisis skenario strategi peningkatan nilai status keberlanjutan KPB Batam sebagai kawasan perdagangan bebas vi

17 23. Perubahan nilai indeks keberlanjutan KPB Batam sebagai kawasan perdagangan bebas berdasarkan skenario 1,skenario 2 dan skenario Usulan materi perbaikan faktor kunci untuk perbaikan keberlanjutan KPB Batam dalam jangka waktu menengah Teknik pengelolaan, cara pembuangan, dan larangan pembuangan Kewajiban pemerintah serta hak dan kewajiban masyarakat dalam pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan Kegiatan pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan Ketentuan pidana pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup Ketentuan sanksi administratif Pendapat bentuk tanggung jawab pengendalian lingkungan di KPB Batam Pendapat, hak dan kewajiban pengendalian lingkungan di KPB Batam Bentuk manfaat pengendalian lingkungan di KPB Batam Tingkat interaksi antar pemangku kepentingan vii

18 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Hubungan antara tingkat pendapatan per kapita dengan jumlah Proses pembuatan kebijakan (Cubbage, et al.1993) Lokasi penelitian Kerangka 4R untuk mendefinisikan peranan stakeholders Hirarki kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam Pertumbuhan penduduk Batam (Kota Batam, 2008) Nilai ekspor non migas Batam tahun (Batam, 2009) Nilai penerimaan pajak Batam tahun (Batam, 2009) Nilai pendapatan daerah Batam (Batam, 2009) Diagram layang-layang nilai indeks keberlanjutan kawasan perdagangan bebas Batam Status keberlanjutan dimensi lingkungan kawasan perdagangan bebas Batam Peran masing-masing atribut dimensi lingkungan yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square (RMS) Status keberlanjutan dimensi ekonomi kawasan perdagangan bebas Batam Peran masing-masing atribut dimensi ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square (RMS) Status keberlanjutan dimensi sosial kawasan perdagangan bebas Batam Peran masing-masing atribut dimensi sosial yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square (RMS) Hirarki kebijakan pengendalian lingkungan KPB Batam Urutan prioritas faktor yang mempengaruhi pengendalian lingkungan di KPB Batam Urutan prioritas aktor yang mempengaruhi pengendalian lingkungan di KPB Batam Urutan prioritas tujuan yang mempengaruhi pengendalian lingkungan di KPB Batam viii

19 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1 Identitas responden kebijakan pengendalian lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam Hasil kuesioner 4rs kebijakan pengendalian lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam (Peraturan-peraturan daerah dan atau keputusan walikota yang terkait dengan pengelolan lingkungan di wilayah KPB Batam) Efektifitas peraturan daerah dan atau keputusan walikota yang terkait dengan pengelolan lingkungan di wilayah KPB Batam Kepentingan para pihak terhadap pentingnya pengendalian lingkungan di KPB Batam Pemahaman para pihak terhadap pengendalian lingkungan di KPB Batam Bentuk tanggung jawab dari instansi/lembaga responden terhadap kelestarian dan pengendalian lingkungan di KPB Batam Bentuk hak dan kewajiban instansi/lembaga responden dalam kelestarian dan pengendalian lingkungan di KPB Batam Manfaat apabila dampak negatif lingkungan kegiatan pembangunan ekonomi di KPB Batam dapat dikendalikan Tingkat interaksi antar stakeholders dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam selama ini Kendala-kendala yang telah dan mungkin terjadi dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam Bentuk kelembagaan yang dianggap efektif dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam Apakah Pemkot Batam perlu mengeluarkan kebijakan yang bersifat insentif atau disinsentif untuk mendorong kesadaran pelaku usaha dan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan di KPB Batam Data responden perbandingan tingkat kepentingan antar faktor terhadap fokus pengendalian lingkungan di KPB Batam Hasil pengolahan HIPRE 3+ perbandingan tingkat kepentingan antar faktor terhadap fokus Pengendalian lingkungan di KPB Batam ix

20 15 Data responden perbandingan tingkat kepentingan antar faktor dalam mempengaruhi faktor daya tarik investasi di KPB Batam Hasil pengolahan HIPRE 3+ perbandingan tingkat kepentingan antar aktor dalam mempengaruhi faktor daya tarik investasi di KPB Batam Data responden perbandingan tingkat kepentingan antar aktor dalam mempengaruhi faktor perlindungan ekosistem di KPB Batam faktor : Perlindungan Ekosistem Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Aktor dalam Mempengaruhi Faktor Perlindungan Ekosistem di KPB Batam Data Responden Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Aktor dalam Mempengaruhi Faktor Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di KPB Batam Faktor : Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Aktor dalam Mempengaruhi Faktor Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di KPB Batam Data Responden Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Aktor dalam Mempengaruhi Konflik Antara Masyarakat dan KPB Batam Faktor : Konflik Antara Masyarakat Dan KPB Batam Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Aktor dalam Mempengaruhi Konflik Antara Masyarakat dan KPB Batam Data Responden Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Pemerintah dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Aktor : Pemerintah Hasil Pengolahan HIPRE 3+Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Pemerintah dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Data Responden Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Aktor : Pemerintah Daerah Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Data Responden Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Pelaku Usaha dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Aktor : Pelaku Usaha x

21 28 Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Pelaku Usaha dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Data Responden Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Masyarakat dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Aktor : Masyarakat Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Masyarakat dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Data Responden Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Legislatif dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Aktor : Legislatif Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Perbandingan Tingkat Kepentingan Antar Tujuan Bagi Legislatif dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Nilai (Bobot) Setiap Elemen dalam Hirarki Disain Kebijakan Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Nilai (Bobot) Setiap Faktor terhadap Fokus Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Nilai (Bobot) Setiap Aktor terhadap Faktor dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Hasil Pengolahan HIPRE 3+ Nilai (Bobot) Setiap Tujuan bagi Aktor dalam Pengendalian Lingkungan di KPB Batam Nilai status keberlanjutan kawasan perdagangan bebas Batam berdasarkan hasil analisis Monte Carlo Kuesioner analisis keberlanjutan kawasan perdagangan bebas Batam Nilai Status Keberlanjutan Kota Batam ke Depan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas berdasarkan Skenario Nilai Status Keberlanjutan Kota Batam ke Depan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas berdasarkan Skenario Nilai Status Keberlanjutan Kota Batam ke Depan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas berdasarkan Skenario Nilai Indeks Keberlanjutan Gabungan Kota Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Berdasarkan Skenario 1, Skenario 2, dan Skenario xi

22

23 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kegiatan ekonomi dunia yang mengarah pada globalisasi ekonomi menuntut dikuranginya hambatan di bidang perdagangan. Pengurangan hambatan tersebut juga merupakan kondisi yang memberikan peluang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor dan investasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, diantaranya dengan adanya kebijakan pengembangan ekonomi wilayah tertentu untuk menarik potensi pasar internasional dan mendorong peningkatan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian wilayah. Kawasan ekonomi khusus tersebut berupa kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free port) dimaksudkan untuk mendatangkan devisa bagi Negara, memperluas lapangan kerja, meningkatkan kepariwisataan, serta meningkatkan penanaman modal asing dan dalam negeri. Adanya kawasan perdagangan bebas (KPB) atau free trade zone (FTZ) tersebut diharapkan akan mendorong kegiatan perdagangan internasional yang mendatangkan devisa bagi negara yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Wilayah Batam merupakan salah satu dari KPB yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Penunjukan kawasan Batam sebagai KPB ditetapkan untuk jangka waktu selama 70 (tujuh puluh) tahun sampai dengan tahun Pertimbangan utama penetapan Batam sebagai KPB didasarkan atas letaknya yang strategis di jalur perdagangan internasional paling ramai di dunia yang diharapkan menjadi salah satu gerbang bagi arus masuk investasi, barang, dan jasa dari luar negeri yang berguna bagi peningkatan pembangunan Indonesia. Kawasan Batam pun berfungsi sebagai tempat pengumpulan dan penyaluran hasil produksi dari dan ke seluruh wilayah Indonesia dan negara-negara lainnya, serta pusat pengembangan industri sarat teknologi. Letaknya yang tepat pada jalur kapal laut internasional memungkinkan kawasan tersebut dikembangkan menjadi pusat pelayanan lalu lintas kapal internasional. Selain faktor letak strategisnya

24 tersebut, Batam didukung pula dengan adanya ketersediaan lahan, infrastruktur dan industri pendukung yang memadai karena sebelum ditetapkan sebagai KPB kawasan Batam merupakan kawasan berikat (bonded area) daerah industri Pulau Batam. Oleh karena itu, sesuai dengan PP Nomor 46 Tahun 2007 telah ditetapkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan dalam KPB Batam meliputi kegiatan sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata, dan bidang lainnya. Untuk mendorong pengembangan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, pemerintah telah menetapkan sejumlah insentif utama, diantaranya adalah dengan kebijakan pembebasan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan barang mewah, dan cukai. Dalam rangka pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Indonesia, di tingkat nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tanggal 7 Mei 2008 telah ditunjuk Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (DN-KPPB) yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dewan tersebut bertugas untuk: (a) menetapkan kebijakan umum dalam rangka percepatan pengembangan kawasan sehingga mampu bersaing dengan kawasan sejenis di negara lain; (b) membantu Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, termasuk dalam upaya penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPPB); serta (c) melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan KPPB. Dewan KPPB Batam ditunjuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tertanggal 7 Mei 2008 yang diketuai oleh Gubernur Kepulauan Riau dengan wakil ketuanya adalah Walikota. Anggota dari Dewan KPPB Batam terdiri dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Provinsi Kepulauan Riau, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Kepulauan Riau, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau, Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Riau, Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut IV, Komandan Gugus Keamanan Laut Wilayah Barat, Komandan Resort Militer 033/Wirapratama, dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. 2

25 Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam dengan kegiatan ekonominya yang berkembang pesat telah menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk datang menetap dan bekerja. Pertumbuhan ekonomi dan kegiatan pembangunan di Batam yang pesat selain mendatangkan sejumlah keuntungan finansial dan ekonomi, juga menimbulkan eksternalitas negatif terhadap kelestarian ekosistem wilayah baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti adanya limbah domestik maupun limbah industri dan limbah B3, terjadinya kerusakan lingkungan akibat dari pembukaan lahan untuk kegiatan perumahan, menurunnya populasi mangrove akibat reklamasi, cut and fill, menurunnya populasi terumbu karang akibat eksploitasi yang tidak bertanggung jawab, penambangan pasir ilegal, terjadinya pencemaran laut akibat tumpahan minyak dari kapal, serta pembersihan lambung kapal kegiatan konstruksi kapal yang ada di pesisir pantai wilayah Kota Batam dan sekitarnya (Bapedalda Batam, 2006). Hasil studi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Batam (2006) menunjukkan dari 12 (dua belas) titik pengambilan sampel air laut, parameter kualitas air laut baik fisik maupun kimia ada yang kadarnya melebihi ambang batas dan ada juga yang masih di bawah ambang batas yang ditetapkan. Dari semua parameter fisik yang ada, kekeruhan yang mendominasi dengan nilai yang mencapai bahkan melebihi baku mutu yang telah ditetapkan hampir di semua titik lokasi pengambilan sampel, seperti di Perkampungan Batu Merah, Tanjung Sengkuang Sei Tering, Pantai Tanjung Uma, Pelabuhan Ferry-Reklamasi Pulau OB, Bengkong Laut, Pulau Belakang Padang, Pulau Bulan, Reklamasi Pulau Buluh, Pantai Melur, Pulau Kunangan. Sementara itu, kadar kekeruhan di Teluk Sinimba dan Pelabuhan Telaga Punggur masih dibawah baku mutu. Selain kekeruhan, kadar TSS dengan nilai di atas baku mutu juga dijumpai di Tanjung Sengkuang-Sei Tering, Pelabuhan Ferry-Reklamasi OB, Pulau Kunangan, Reklamasi Pulau Buluh. Tingginya nilai TSS dan kekeruhan kemungkinan berasal dari aktivitas transportasi laut dan kegiatan reklamasi. Selain itu, perumahan pasang surut di sekitar perairan juga menjadi sumber pencemaran limbah domestik, baik limbah padat maupun limbah cair, yang dibuang langsung ke perairan tanpa pengelolaan terlebih dahulu. Selain parameter 3

26 fisik tersebut, parameter kimia seperti salinitas DO, BOD, nitrat, ammonia dengan nilai tinggi terdeteksi di beberapa lokasi. Terdeteksinya parameter ini kemungkinan berasal dari aktivitas permukiman pasang surut seperti antara lain di perairan Pantai Tanjung Uma, Perkampungan Batu Merah sampai Tanjung Sengkuang. Di beberapa lokasi ada beberapa logam berat yang melebihi baku mutu seperti Cd, Zn, Cr 6+, CU, Ni seperti pada Pelabuhan Telaga Punggur, Pelabuhan Ferry-reklamasi OB, Pulau Belakang Padang, Pulau Bulan dan reklamasi Pulau Buluh. Tingginya kandungan logam berat ini dapat berasal dari aktifitas transportasi laut yang berlangsung di daerah pelabuhan, dan pencemaran dari kegiatan industri lokasi sekitarnya yang membuang limbah ke perairan tanpa diolah terlebih dahulu. Secara umum logam berat tersebut merupakan bahan yang digunakan dalam suatu kegiatan industri dan sebagai elemen dari komponenkomponen manufaktur yang merupakan bahan pendukung kegiatan industri manufaktur di kawasan industri (Bapedalda Kota Batam, 2006). Uraian sebelumnya menunjukkan bahwa Batam yang secara de facto telah lama menjadi kawasan perdagangan bebas merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang pesat di Indonesia dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7,5% per tahun (Batam, 2009). Pertumbuhan ekonomi di awal industrialisasi selain meningkatkan pendapatan juga menurunkan kualitas lingkungan (Katz, 2000; Copeland dan Taylor, 2004). Dalam hal ini aktifitas perdagangan bebas selalu terkait permasalahan lingkungan, sehingga kebijakan perdagangan bebas pun dalam kerangka pembangunan berkelanjutan akan terkait dengan kebijakan lingkungan yang diterapkannya (Butler, 1992). Indikator kualitas lingkungan yang menurun sebagaimana diuraikan sebelumnya mengindikasikan adanya permasalahan lingkungan (environmental problems) yang terjadi di dalam dan sekitar KPB Batam. Permasalahan lingkungan tersebut perlu dikendalikan melalui sejumlah kebijakan (policy), sehingga pembangunan ekonomi KPB (FTZ) Batam dapat berjalan secara berkelanjutan. Adanya permasalahan lingkungan membutuhkan upaya pengendalian lingkungan melalui kebijakan, karena kebijakan dibuat untuk mengantisipasi dan menyelesaikan masalah yang ada dalam suatu komunitas serta menjadi salah satu instrumen dalam pengelolaan sumberdaya alam (Ramdan et 4

27 al., 2003). Upaya mencari alternatif kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam perlu dilakukan sebagai upaya mengoptimalkan kegiatan perekonomian di KPB Batam yang bersinergis dengan perlindungan lingkungan dan ekosistemnya. Adanya sinergitas antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan di KPB Batam diharapkan akan meningkatkan daya tarik masuknya investasi yang lebih besar ke kawasan Batam tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan di kawasan tersebut. Oleh karena itu, perlu dikaji tingkat keberlanjutan KPB Batam, kebijakan pengelolaan lingkungan, peranan para pihak dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam untuk mendapatkan alternatif kebijakan yang sesuai di KPB Batam yang mampu mensinergikan pembangunan ekonomi dengan kelestarian lingkungan Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 1. Pasar bebas dunia yang mengarah pada globalisasi ekonomi telah mendorong dikembangkannya zona/kawasan perdagangan bebas (KPB). Pada umumnya suatu kawasan KPB yang juga dikenal sebagai export processing zone (EPZ) merupakan kawasan khusus di sebuah negara yang menghilangkan hambatan perdagangan (trade barriers) normal seperti tarif, pajak, dan kuota barang, serta menurunkan persyaratan birokrasi dengan harapan dapat menarik bisnis baru serta investasi domestik dan asing. Aktifitas ekonomi perdagangan bebas menimbulkan eksternalitas terhadap lingkungan, karena lingkungan berperan sebagai barang konsumsi, penyedia sumberdaya alam, dan tempat menampung limbah (Butler, 1992). Oleh karena itu, kegiatan perdagangan bebas tidak terlepas dari lingkungan. Kota Batam sebagai kawasan KPB telah berkembang menjadi pusat perdagangan internasional dan kawasan industri dengan sejumlah insentif kebijakan yang umumnya terkait dengan penurunan atau penghapusan sejumlah bea dengan harapan menjadi daya tarik investasi nasional dan internasional, sehingga investasi nasional dan internasional di kawasan tersebut meningkat. Dampak dari adanya peningkatan investasi tersebut adalah terciptanya pertumbuhan ekonomi wilayah dan nasional. Namun di sisi lain daya tarik 5

28 Pasar Bebas Kawasan Perdagangan Bebas Pusat Perdagangan dan Kawasan Industri Bebas Batam Daya Tarik Investasi Nasional/Internasional Eksternalitas Kegiatan di Kawasan Perdagangan Bebas (KPB) Batam Peningkatan Investasi Nasional/Internasional Pencemaran Lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dan Nasional Peningkatan Resiko Lingkungan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam Keberlanjutan Wilayah KPB Batam Analisis Kebijakan dan Regulasi terkait KPB Batam Analisis Tingkat Keberlanjutan Wilayah KPB Batam Analisis Peranan Stakeholders Faktor Kunci Keberlanjutan KPB Batam Arahan Kebijakan Keberlanjutan KPB Batam Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian kawasan perdagangan bebas tersebut menimbulkan eksternalitas negatif di kawasan tersebut yang diindikasikan dengan terjadinya pencemaran di KPB tersebut. Adanya pencemaran lingkungan dan degradasi lingkungan lainnya akan meningkatkan resiko lingkungan di kawasan tersebut yang akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan wilayah KPB Batam. Adanya permasalahan lingkungan di KPB Batam akibat kegiatan perekonomian yang berkembang pesat memerlukan upaya pengendalian lingkungan. Keberlanjutan wilayah KPB Batam berkaitan dengan tingkat keberlanjutan KPB Batam saat ini, peraturan dan kebijakan terkait dengan 6

29 pengembangan kawasan Batam, serta peranan dari masing-masing stakeholders. Oleh karena itu, diperlukan analisis tentang keberlanjutan wilayah, analisis peraturan-peraturan dan kebijakan pengembangan KPB Batam, serta analisis stakeholders untuk mendapatkan alternatif kebijakan pengendalian lingkungan yang sesuai (compatible environmental policy) dengan kondisi KPB Batam Perumusan Masalah Wilayah Kota Batam yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam, memiliki luas administratif 1.570,35 km 2 yang terdiri dari pulau besar dan pulau kecil dibagi ke dalam delapan (8) kecamatan, yaitu: Kecamatan Belakang Padang, Kecamatan Bulang, Kecamatan Galang, Kecamatan Sei Beduk, Kecamatan Nongsa, Kecamatan Sekupang, Kecamatan Lubuk Raja dan Kecamatan Batu Ampar. Sejak tahun 2006 delapan kecamatan tersebut telah dimekarkan menjadi 12 (dua belas) kecamatan. Kota Batam yang sebelum ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas merupakan kawasan berikat (bonded area) yang memiliki daya tarik ekonomi bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan industri. Sebagai kawasan perdagangan dan industri dengan status sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPPB) telah mendorong berkembangnya pembangunan infrastruktur fisik, seperti pusat industri, pemukiman penduduk, serta pemrosesan kegiatan industri yang memiliki potensi dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dari ekosistem di kawasan tersebut. Pertumbuhan ekonomi Batam dengan laju pertumbuhan ekonomi 7,5% per tahun selama ini cenderung menurunkan kualitas lingkungan, karena di awal kegiatan pertumbuhan industri membutuhkan kebutuhan sumberdaya alam yang banyak (air, lahan, bahan bakar minyak) dan membuang limbah ke lingkungan. Menurut Katz (2000) perdagangan bebas mendorong peningkatan pendapatan dan tingkat pencemaran sampai pada suatu titik balik dimana pendapatan akan meningkat dan kebutuhan masyarakat terhadap lingkungan yang lebih baik akan tinggi, sehingga publik akan menuntut ditetapkannya kebijakan pengelolaan 7

30 lingkungan yang lebih baik. Kondisi KPB Batam yang tingkat pendapatannya belum setinggi di negara maju masih memiliki potensi degradasi lingkungan yang cukup tinggi. Tanda (symptom) dari permasalahan lingkungan di kawasan tersebut adalah pencemaran lingkungan di KPB Batam, terutama pencemaran air yang dapat menurunkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan dari ekosistem di kawasan tersebut. Atas dasar permasalahan pengendalian lingkungan di kawasan Batam tersebut, maka disusun empat pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Bagaimana tingkat keberlanjutan KPB Batam sekarang? b. Apakah kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan KPB Batam saat ini efektif dalam mengendalikan permasalahan lingkungan di kawasan tersebut? c. Bagaimana peranan pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan sistem pengendalian lingkungan di KPB Batam? d. Bagaimana kebijakan pengendalian lingkungan yang sesuai dan dapat diterapkan di KPB Batam? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat keberlanjutan kawasan KPB Batam saat ini. 2. Mengetahui efektifitas kebijakan dan peraturan perundang-undangan dalam pengembangan KPB Batam dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan di kawasan tersebut. 3. Mengetahui peranan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pelaksanaan sistem pengendalian lingkungan di KPB Batam 4. Menyusun arahan kebijakan pengendalian lingkungan yang sesuai dengan pengembangan KPB Batam Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa manfaat praktis dalam menata kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam. Selain itu, dari aspek pengembangan keilmuan diharapkan bermanfaat dalam mengembangkan ilmu lingkungan yang terkait dengan pengembangan kawasan perdagangan bebas. 8

31 1.6. Kebaruan (Novelty) Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Melakukan penilaian keberlanjutan KPB Batam dengan analisis MDS Rap-KAPERBA (Multi Dimensional Scaling Rapid Apraisal Kawasan Perdagangan Bebas). Analisis tersebut merupakan pengembangan dari metode Rapfish yang didesain untuk menilai status keberlanjutan perikanan tangkap; b. Mengembangkan metode analisis stakeholders 4 Rs sebagai instrumen analisis tentang peranan para pihak yang terkait dengan kinerja KPB Batam yang menyangkut analisis tentang rights, responsibilities, return dan relationship diantara para pihak. Analisis stakeholders 4Rs sebelumnya dikembangkan dan digunakan untuk menganalisis peranan stakeholders di dalam pengembangan masyarakat di sekitar areal hutan. 9

32 10

33 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perdagangan Bebas dan Lingkungan Perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antar negara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar suka rela dan saling menguntungkan dengan harapan akan terbangunnya kemakmuran dan perbaikan distribusi pendapatan melalui sistem perdagangan bebas (Modjo, 2003; Muhsin, 2007). Perdagangan internasional tersebut dipengaruhi oleh : (a) kemampuan suatu negara dalam memproduksi barang atau jasa yang terbatas; (b) adanya manfaat yang diperoleh dari adanya perbedaan harga; (c) adanya perbedaan produksi yang dimiliki masing-masing negara; (d) perbedaan sosial budaya; (e) perbedaan selera masyarakat; serta (f) adanya sarana komunikasi dan transportasi (Muhsin, 2007). Teori perdagangan dunia menyatakan bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif absolut dan relatif dalam menghasilkan suatu komoditas dibandingkan negara lainnya. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang memiliki keunggulan komparatif lebih tinggi dan mengimpor komoditas yang keunggulan komparatifnya lebih rendah (Yusdja, 2004). Lebih lanjut Yusdja (2004) menyebutkan bahwa adanya perdagangan antar negara akan membawa dunia pada penggunaan sumberdaya langka secara lebih efisien dan setiap negara dapat melakukan perdagangan bebas yang menguntungkan dengan melakukan spesialisasi produksi sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Konsep perdagangan bebas pertama kali dirumuskan oleh Adam Smith yang kemudian dikembangkan oleh David Ricardo tahun Masa itu adalah zaman negara-negara Eropa melakukan penjajahan dan ahli-ahli ekonomi di negara tersebut sedang berdebat sengit antara pro dan kontra tentang peran pemerintah dalam perdagangan. Ricardo adalah salah seorang ekonom yang tidak menyetujui kebijakan pemerintah dalam pembatasan perdagangan. Menurut Ricardo alasan utama yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan keunggulan komparatif relatif antar negara dalam menghasilkan suatu komoditas. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih murah dan mengimpor komoditas yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan 11

34 sumberdaya (Lindert dan Kindleberger, 1983). Perdagangan internasional semacam itu akan mendorong peningkatan konsumsi dan keuntungan. Sebaliknya, kebijakan pembatasan perdagangan oleh pemerintah justru memberikan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dalam negeri dibandingkan manfaat yang diperoleh. Setelah Ricardo, banyak ekonom lain muncul memberikan kritikan atau memperluas dan mendorong penyempurnaan konsep perdagangan keunggulan komparatif. Pada umumnya para ahli ekonomi tidak ada yang membantah thesis Ricardo tetapi lebih memfokuskan diri dalam mengembangkan konsep perdagangan yang lain seperti konsep keunggulan daya saing dan sebagainya. Dalam semua konsep perdagangan internasional yang pernah ada, terdapat kesamaan pijakan yakni bahwa pasar adalah bebas dan bahwa persaingan akan meningkatkan efisiensi dan bahwa dunia benar-benar secara absolut dipisahkan oleh batas-batas negara. Namun demikian model perdagangan Ricardo merupakan gagasan besar dalam ilmu ekonomi (Krugman dan Obstfel, 2002). Liberalisasi perdagangan dunia muncul makin kuat bersamaan dengan krisis dunia tahun Samuelson (2007) menjelaskan bahwa pada saat itu ada kepercayaan bahwa adanya proteksionisme akan memperparah kondisi great depression. Faktor lain pendorong diberlakukannya liberalisasi adalah terkait dengan perang dingin yaitu dengan adanya keyakinan bahwa komunisme dapat dilawan dengan saling mensejahterakan negara-negara melalui perdagangan bebas. Pertimbangan tersebut selanjutnya memperkuat tentang pentingnya perdagangan internasional yang bebas. Yusdja (2004) menyebutkan bahwa teori ekonomi konvensional perdagangan internasional telah menjelaskan bahwa dengan adanya perdagangan dunia yang bebas dapat meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut. Gang (1999) menyebutkan bahwa globalisasi ekonomi bermanfaat terhadap negara berkembang, terutama dalam: (a) mendorong industri domestik masuk ke dalam persaingan global yang menuntut standar kualitas tinggi; serta (b) investasi langsung asing (foreign direct investment, FDI) membawa modal yang lebih besar dan teknologi yang lebih efisien. Teori keunggulan daya saing berkembang lebih jauh dengan meletakkan harga dunia sebagai acuan lalu lintas pertukaran barang-barang antar negara 12

35 dengan harapan bahwa penggunaan sumberdaya dunia akan lebih efisien dan menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. Semua teori perdagangan memperlihatkan bahwa perdagangan bebas membawa manfaat bagi negara yang berdagang dan dunia (Yusdja, 2004). Dengan didasarkan atas teori tersebut maka hampir sebagian besar negara di dunia bersepakat melakukan liberalisasi perdagangan internasional dengan membentuk WTO (World Trade Organization) pada tahun Menjadi anggota WTO berarti bersedia membuka pasar dalam negeri bagi produksi negara lain dan menerima segala konsekuensi perdagangan bebas. WTO diciptakan untuk meluaskan liberalisasi perdagangan dengan memaksa pemerintahan negara-negara lain untuk memecahkan masalah tenaga kerja, lingkungan, dan standar-standar keamanan yang dianggap sebagai penghambat bagi perdagangan. Tujuan utama dari WTO adalah untuk menghilangkan semua hambatan atau penghalang bagi perdagangan bebas di seluruh dunia. Sejak WTO diresmikan hingga tahun 2003, tidak ada sebuah negara pun yang bersedia begitu saja membuka keran impor. Bahkan negara maju seperti Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) yang merupakan penggagas perdagangan bebas ternyata tidak berhati penuh membuka keran impor dengan menggunakan sejuta dalih (Gilpin dan Gilpin, 2000). Azis (2008) menyebutkan bahwa Amerika Serikat (AS) tergolong macan kertas, yang dari posisinya yang keras menuntut liberalisasi sektor pertanian yang sangat ditentang oleh Eropa, mereka akhirnya tunduk juga pada UE. Perubahan posisi ini yang kemudian membuat Putaran Uruguay berhasil diselesaikan tahun Perubahan sikap tersebut sebenarnya dipengaruhi oleh tekanan terhadap AS dimana satu pasal dalam undang-undang pertanian AS menyebutkan bahwa "tidak semua sektor pertanian siap untuk masuk ke pasar bebas". Banyak negara anggota WTO mengadukan berbagai penyimpangan dan ketidakjujuran serta ketidakadilan dalam perdagangan dunia, namun WTO hampir selalu gagal membuat penyelesaian atau bahkan mendapat kesulitan membawa masalah itu ke dalam sidang anggota-anggota WTO (Buckinghann et al., 2001). Azis (2008) menyebutkan pula bahwa di bidang jasa AS tidak berminat untuk menciptakan perdagangan bebas, tetapi mereka menginginkan akses pasar yang lebih besar bagi industri jasa mereka. Kondisi 13

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kegiatan ekonomi dunia yang mengarah pada globalisasi ekonomi menuntut dikuranginya hambatan di bidang perdagangan. Pengurangan hambatan tersebut juga merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PEMEKARAN, PERUBAHAN DAN PEMBENTUKAN KECAMATAN DAN KELURAHAN DALAM DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING UNTUK PERLINDUNGAN SUMBERDAYA HUTAN DI INDONESIA BETTY SETIANINGSIH P

KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING UNTUK PERLINDUNGAN SUMBERDAYA HUTAN DI INDONESIA BETTY SETIANINGSIH P KEBIJAKAN PEMBERANTASAN ILLEGAL LOGGING UNTUK PERLINDUNGAN SUMBERDAYA HUTAN DI INDONESIA BETTY SETIANINGSIH P 062059454 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRACT BETTY SETIANINGSIH. Combating

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI

DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI DAMPAK LIMBAH CAIR PERUMAHAN TERHADAP LINGKUNGAN PERAIRAN (Studi Kasus: Nirwana Estate, Cibinong dan Griya Depok Asri, Depok) HENNY FITRINAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H

PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H PENINGKATAN EKSPOR CPO DAN KAKAO DI BAWAH PENGARUH LIBERALISASI PERDAGANGAN (SUATU PENDEKATAN MODEL GRAVITASI) OLEH MARIA SITORUS H14050818 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA Oleh : BOBY REYNOLD HUTAGALUNG L2D 098 415 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEDIAAN DAN PIUTANG USAHA DALAM MANAJEMEN MODAL KERJA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROFITABILITAS (STUDI KASUS PT. XYZ INDONESIA) Oleh :

ANALISIS PERSEDIAAN DAN PIUTANG USAHA DALAM MANAJEMEN MODAL KERJA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROFITABILITAS (STUDI KASUS PT. XYZ INDONESIA) Oleh : ANALISIS PERSEDIAAN DAN PIUTANG USAHA DALAM MANAJEMEN MODAL KERJA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PROFITABILITAS (STUDI KASUS PT. XYZ INDONESIA) Oleh : Sapta Juliansyah PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BINTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan

Lebih terperinci

No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759)

No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 109, 2007(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2007 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang lebih dari 2/3 wilayahnya berupa perairan. Dari zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal dan menggunakan transportasi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PENGELOLAAN LIMBAH B3

DASAR HUKUM PENGELOLAAN LIMBAH B3 DASAR HUKUM PENGELOLAAN LIMBAH B3 Oleh : Setiyono* Abstrak Berbagai jenis limbah industri B3 yang tidak memenuhi baku mutu yang dibuang langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Sungai Citarum

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM REFORMASI PERPAJAKAN : KUALITAS PELAYANAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI SAKLI ANGGORO

KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM REFORMASI PERPAJAKAN : KUALITAS PELAYANAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI SAKLI ANGGORO KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM REFORMASI PERPAJAKAN : KUALITAS PELAYANAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI SAKLI ANGGORO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, yang membentang di sepanjang Teluk Lampung dengan

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS KARIMUN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS KARIMUN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS KARIMUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NATUNA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejatinya tak dapat dipungkiri bahwa setiap negara menghadapi berbagai macam polemik terutama dari segi ekonomi. Hal ini mengharuskan pemahaman lebih mendalam secara

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2 MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2 I. Pendahuluan 1. Memasuki akhir 1990-an, perekonomian Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ini merupakan

Lebih terperinci

ALTERNATIF PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KABUPATEN KARIMUN

ALTERNATIF PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KABUPATEN KARIMUN ALTERNATIF PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KABUPATEN KARIMUN Yudithia SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini,

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 10 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG

RGS Mitra 1 of 10 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG RGS Mitra 1 of 10 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MODEL PERDAGANGAN ANTARNEGARA BERDASARKAN AKUMULASI MODAL D A Y A T

MODEL PERDAGANGAN ANTARNEGARA BERDASARKAN AKUMULASI MODAL D A Y A T MODEL PERDAGANGAN ANTARNEGARA BERDASARKAN AKUMULASI MODAL D A Y A T SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci