RENCANA AKSI NASIONAL KESINAMBUNGAN PROGRAM PENANGGULANGAN GAKY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA AKSI NASIONAL KESINAMBUNGAN PROGRAM PENANGGULANGAN GAKY"

Transkripsi

1 RENCANA AKSI NASIONAL KESINAMBUNGAN PROGRAM PENANGGULANGAN GAKY I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Selain berupa pembesaran kelenjar gondok dan hipotiroidi, kekurangan yodium jika terjadi pada wanita hamil mempunyai resiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan pada bayi yang lahir berupa gangguan perkembangan syaraf, mental dan fisik yang disebut kretin. Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah, rendahnya produktifitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat pembangunan. Dari sejumlah 20 juta penduduk Indonesia yang menderita gondok diperkirakan dapat kehilangan 140 juta angka kecerdasan (IQ points). Untuk menanggulangi GAKY, penambahan yodium pada semua garam konsumsi telah disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan berkesinambungan untuk mencapai konsumsi yodium yang optimal bagi semua rumah tangga dan masyarakat. Selain program yodisasi garam, pemerintah Indonesia selama ini juga telah melaksanakan distribusi kapsul minyak beryodium terutama bagi wanita usia subur di kecamatan endemik berat dan sedang. Proyek Intensifikasi Penggulangan GAKY (IP-GAKY) telah dilaksanakan dengan dana pinjaman Bank Dunia sejak tahun 1997 sampai tahun 2003 untuk mempercepat penurunan prevalensi GAKY melalui pencapaian konsumsi garam beryodium untuk semua. Komponen program yang dilaksanakan meliputi: 1) pemantauan status yodium masyarakat; 2) peningkatan konsumsi garam beryodium; 3) peningkatan pasokan garam beryodium; 4) distribusi kapsul minyak beryodium pada sasaran yang tepat; dan 5) pemantapan koordinasi lintas sektor dan penguatan kelembagaan penanggulangan GAKY. Investasi penanggulangan GAKY dapat memberikan dampak positif pada pembangunan ekonomi di Indonesia. Dengan kondisi GAKY pada saat ini, jika sampai tahun 2010 tidak dilakukan upaya eliminasi GAKY, diperkirakan Indonesia akan kehilangan sekitar 35 triliun rupiah. Akan tetapi dengan mengalokasikan 0,5 triliun rupiah untuk intervensi GAKY sampai dengan tahun RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 1

2 2010, diperkirakan nilai produktifitas yang dapat diraih untuk ekonomi Indonesia dapat mencapai 17,5 triliun 1. Survei prevalensi dan pemetaan GAKY pada awal pelaksanaan Proyek IP-GAKY (1997/1998) menunjukkan bahwa secara nasional angka rata-rata Total Goiter Rate (TGR) atau lebih dikenal sebagai angka gondok total adalah 9,8% dan proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium dengan kadar cukup hanya 62,1%. Hasil survei tahun 2003 menunjukkan bahwa prevalensi TGR ini masih cukup besar yaitu sekitar 11,1%, namun konsumsi garam beryodium telah mengalami peningkatan menjadi 73,26%. Pada tahun 2002, sidang United Nations General Assembly (UNGASS) telah menyepakati pembaharuan komitmen World Summit for Children tahun 1990, yaitu pencapaian eliminasi GAKY dan Universal Salt Iodization (USI) atau garam beryodium untuk semua, yaitu konsumsi garam beryodium 90% - secara berkesinambungan pada tahun Sementara itu target yang ditetapkan dalam Indonesia Sehat adalah pencapaian USI pada tahun Dengan demikian, kesenjangan antara status saat ini dan tujuan yang akan dicapai masih cukup jauh. Untuk itu perlu disusun kebijakan, strategi dan rencana aksi program penanggulangan GAKY yang terintegrasi meliputi rencana jangka pendek (2005) dan jangka panjang (2010). B. Tujuan Tujuan umum penyusunan Rencana Aksi ini ialah untuk memberikan pedoman dalam penyusunan program penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), sebagai kelanjutan dari Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKY (IP-GAKY), bagi pengambil kebijakan di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Secara khusus Rencana Aksi ini dapat digunakan dalam: 1. Penetapan tujuan dan sasaran program. 2. Penentuan kebijakan dan strategi program. 3. Pemilihan prioritas program. 1 Asumsi dilakukan dengan memperhatikan TGR 9.8% serta jumlah penduduk penderita GAKY pada daerah endemik dan jumlah bayi yang lahir kretin dan kelainan mental dari ibu yang tinggal di daerah endemik GAKY. Nilai produktivitas diasumsikan berdasarkan penurunan produktivitas karena kretin, kelainan mental dan tingkat endemisitas yang lebih ringan. Alokasi sejumlah 0.5 triliun sampai dengan 2010 dihitung berdasarkan penurunan TGR dan interevensi dalam bentuk fortifikasi yodium ke dalam garam konsumsi (iodised salt), dan pemberian kapsul minyak beryodium. Nilai ekonomi 17.5 triliun yang akan diraih diestimasi berdasarkan produktivitas sebagai dampak dari penurunan TGR dan jumlah bayi yang akan diselamatkan sampai dengan tahun (Sumber : Profile, Linkages 2002). RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 2

3 C. Ruang Lingkup Ruang Lingkup Rencana Aksi Nasional ini meliputi tujuan dan sasaran, strategi dan kebijakan, serta upaya-upaya penanggulangan GAKY yang disajikan secara utuh. Untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota, disajikan pilihan-pilihan strategi, kebijakan dan kegiatan yang dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. D. Proses Penyusunan Rencana aksi ini disusun melalui suatu rangkaian kegiatan seperti seminar, workshop, diskusi intensif yang diikuti oleh berbagai instansi pemerintah di tingkat pusat dan daerah, pakar perguruan tinggi, swasta, asosiasi produsen, lembaga konsumen, dan lembaga swadaya masyarakat. Hasil dari rangkaian pertemuan ini selanjutnya dirumuskan kembali dan disempurnakan oleh sebuah tim kecil. E. Pengguna Rencana Aksi ini disusun untuk digunakan oleh para pengambil keputusan di pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Di pusat dan propinsi, dokumen ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi penyusunan standar dan pola pembinaan program penangulangan GAKY. Di kabupaten/kota, dokumen ini dijadikan pedoman pelaksanaan untuk penanggulangan GAKY sesuai dengan permasalahan dan sumber daya setempat. Rencana aksi ini juga dapat digunakan sebagai pedoman oleh berbagai lembaga donor nasional dan internasional untuk membantu pemerintah dalam upaya penanggulangan GAKY. II. ANALISIS SITUASI GAKY A. Status GAKY Untuk mengetahui masalah kurang yodium, pemantauan besaran masalah dilakukan berdasarkan survei nasional. Pada tahun 1980, prevalensi (GAKY) pada anak usia sekolah adalah 27,7%, prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun Walaupun terjadi perubahan yang berarti, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensi masih di atas 5%. Prevalensi tersebut bervariasi antar kecamatan dan masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30% (daerah endemik berat). Dilaporkan dalam hasil survai pemetaan gondok 1998 yang telah dipublikasikan WHO tahun 2000, bahwa 18,8% penduduk hidup di daerah endemik ringan, 4,2% penduduk hidup di daerah endemik sedang, dan 4,5% penduduk hidup di daerah endemik berat. Diperkirakan pula sekitar 18,2 juta penduduk hidup di wilayah RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 3

4 endemik sedang dan berat; dan 39,2 juta penduduk hidup di wilayah endemik ringan. Menurut jumlah kabupaten di Indonesia, maka diklasifikasikan 40,2% kabupaten termasuk endemik ringan, 13,5% kabupaten endemik sedang, dan 5,1% kabupaten endemik berat. Tahun 2003 dilakukan lagi survei nasional, yang dibiayai melalui Proyek IP-GAKY, untuk mengetahui dampak dari intervensi program penanggulangan GAKY. Dari hasil survei ini diketahui secara umum bahwa TGR pada anak sekolah masih berkisar 11,1%. Survei nasional evaluasi IP GAKY ini menunjukkan bahwa 35,8% kabupaten adalah endemik ringan, 13,1% kabupaten endemik sedang, dan 8,2% kabupaten endemik berat 2. Hasil Survei Nasional tahun 2003 dapat dilihat pada peta berikut: TOTAL GOITER RATE (TGR) AMONG SCHOOL CHILDREN INDONESIA TGR < 5% TGR % TGR % TGR >= 30% Was not surveyed Code Province TGR 11 N.Aceh Darussalam 12 Sumatera Utara 5,3 13 Sumatera Barat 9,8 14 Riau 1,7 15 Jambi 5,5 16 Sumatera Selatan 9,9 17 Bengkulu 2,5 18 Lampung 13,2 Code Province 19 Bangka-Belitung 31 Jakarta 32 Jawa Barat 33 Jawa Tengah 34 Yogyakarta 35 Jawa Timur 36 Banten 51 Bali Code Province TGR 52 Nusa Tenggara Brt 9,4 53 Nusa Tenggara Tmr 28,4 61 Kalimantan Barat 9,4 62 Kalimantan Tengah 14,3 63 Kalimantan Selatan 1,2 64 Kalimantan Timur 6,5 71 Sulawesi Utara 0,7 72 Sulawesi Tengah 10,8 Code Province TGR 73 Sulawesi Selatan 10,5 74 Sulawesi Tenggara 10,6 75 Gorontalo 5,6 81 Maluku 31,6 82 Maluku Utara 44,9 91 Papua Berdasarkan status yodium dalam urin (Urinary Iodine Exrection atau UIE), hasil survei tahun 2003 menunjukkan bahwa nilai rata-rata nasional UIE adalah 229 µg/l. Berdasarkan nilai median UIE ini tidak ada provinsi yang tergolong kekurangan yodium (suatu daerah dinyatakan kurang yodium jika rata-rata UIE < 100µg/l 3 ). Nilai 2 Evaluasi Proyek IP_GAKY Jumlah kabupaten berdasarkan endemisitas GAKY tahun 2003 ini dihitung berdasarkan jumlah kabupaten yang sama dengan tahun Kabupaten yang disurvei pada tahun 1998 namun pada tahun 2003 telah dipecah menjadi dua atau tiga kabupaten tidak dimasukkan dalam analisis. Survei evaluasi tahun 2003 tidak mengumpulkan data di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Papua. 3 Assessment of IDD and Monitoring their elimination, WHO 2001 RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 4

5 median UIE terendah (rata-rata 110 µg/l) adalah provinsi NTB dan tertinggi (rata-rata 337 µg/l) adalah Provinsi Bangka-Belitung. Perubahan yang terjadi antara kedua survei tersebut menunjukkan bahwa untuk beberapa daerah endemik berat dan sedang telah terjadi perbaikan, namun munculnya daerah-daerah endemik berat, sedang dan ringan yang baru memerlukan kajian yang lebih mendalam dan penanganan yang lebih serius di masa depan, terutama berkaitan dengan nilai rata-rata UIE yang cukup baik. B. Garam Beryodium 1. Pegaraman di Indonesia Berbeda dengan situasi di beberapa negara lain, pegaraman di Indonesia meliputi usaha skala kecil (luas rata-rata kepemilikan lahan kurang dari 1 Ha per pegaram), kecuali ladang garam milik PT Garam di Madura. Potensi lahan pegaraman tersebar di seluruh Indonesia, terkonsentrasi di 6 propinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Teknologi pegaraman umumnya masih sederhana/tradisional dengan sistem kristalisasi total yang menghasilkan kualitas garam rendah, dengan kadar NaCl < 88% dan kandungan Ca dan Mg yang tinggi dan produktifitas lahan hanya sekitar ton/ha/musim. Di beberapa tempat lain digunakan teknologi garam masak di mana proses kristalisasi dilakukan dengan pembakaran dalam tungku. Uji coba pembangunan demplot pegaraman dengan sistem kristalisasi bertingkat di 7 kabupaten pada kelompok pegaram telah berhasil meningkatkan produktifitas sekitar 25-75% dan kualitas garam dengan kandungan NaCl mencapai 92%. Demplot juga telah direplikasikan ke 17 kabupaten. Setiap tahun diperkirakan kebutuhan garam konsumsi sebesar ton untuk seluruh Indonesia. Kebutuhan tersebut dipenuhi dari garam rakyat. Apabila masih dianggap kurang, pemerintah memberikan ijin impor garam untuk konsumsi dan untuk kebutuhan lain non-konsumsi, dengan syarat yang sama dengan garam rakyat, yakni kewajiban meyodisasi garam konsumsi sebelum memasuki pasar. RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 5

6 2. Industri Garam Beryodium Garam beryodium merupakan salah satu produk yang wajib menerapkan SNI, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia dan SK Menteri Perindustrian No. 29/M/SK/2/1995 tentang Pengesahan SNI dan Penggunaan Tanda SNI secara wajib terhadap 10 (sepuluh) macam produk industri. Syarat mutu garam konsumsi beryodium SNI /Rev 2000 adalah kandungan KIO3 minimal 30 ppm. Saat ini terdapat 366 perusahaan garam beryodium dengan 40 merek, namun hanya 236 perusahaan yang menerapkan sistem manajemen mutu/sni, dimana 196 perusahaan dibina pada tahun Produksi garam beyodium digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan aneka pangan dengan total kebutuhan lebih kurang ton/tahun dan 85% perusahaan memproduksi garam beryodium yang memenuhi syarat. Perusahaan yang belum menerapkan SNI pada umumnya adalah industri kecil yang berada di sentra produksi yang perlu dibina sistem manajemen mutu, pelatihan teknik produksi dan bantuan peralatan mesin yodisasi garam. Hingga saat ini telah diberikan bantuan mesin yodisasi garam ke 44 kabupaten daerah sentra produksi garam rakyat. 3. Distribusi Garam Beryodium Distribusi garam beryodium dari perusahaan ke masyarakat, tergantung dari kemampuan produksi dan pemasaran dalam suasana pasar bebas. Perusahaan yang besar mampu melakukan distribusi antar pulau dan antar propinsi, sedangkan perusahaan menengah dan kecil hanya mampu memasarkan produknya dalam satu propinsi atau bahkan satu kabupaten/kota saja. Pemasaran akhir umumnya melalui pengecer formal (pasar besar, supermarket, toko bahan pangan), sampai dengan pengecer kecil di daerah perkotaan dan pinggiran kota. Sedang untuk pasar desa di daerah-daerah terpencil umumnya sulit terjangkau oleh distributor garam beryodium. Secara tradisional kebutuhan mereka dipenuhi distributor informal yang memasarkan garam krosok non-yodium. Beberapa pemerintah kabupaten/kota telah mengembangkan sistem distribusi garam beryodium melalui berbagai alternatif yang melibatkan PKK, LSM dan swasta. Hal lain yang memerlukan perhatian ialah pemalsuan dan penipuan kandungan yodium dalam garam. Berbagai survei kecil di beberapa kota menunjukkan masih banyak kemasan garam yang mengklaim mengandung yodium, namun kandungan KIO3 kurang dari 30 ppm sebagaimana dipersyaratkan.. RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 6

7 4. Konsumsi Garam Beryodium Sejak tahun 1995 sampai 2003 dilakukan survei konsumsi garam beryodium pada masyarakat secara terus menerus oleh Badan Pusat Statistik. Penilaian konsumsi garam tingkat rumah tangga dilakukan dengan membedakan kandungan yodium dalam garam dengan pemeriksaan uji garam yodium cepat (iodine rapid test). Hasil penilaian memperlihatkan prosentase rumah-tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium cukup (>=30 ppm), kurang (<30 ppm), dan tidak mengandung yodium. Secara nasional, sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2003, terjadi peningkatan prosentase rumah tangga dengan konsumsi garam beryodium secara cukup dari 49.8% menjadi 73.2%. Jika analisis dilakukan menurut kabupaten yang sama dari tahun 1998 sampai tahun 2003, terjadi peningkatan dari jumlah kabupaten/kota seperti terlihat pada gambar 1. %kabupaten Gambar 1. Kabupaten/Kota yang mencapai Universal Salt Iodization/USI (konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga cukup >=90%) tahun C. Kapsul Minyak Beryodium Secara nasional telah disepekati bahwa untuk daerah-daerah endemik GAKY berat dan sedang diberikan kapsul minyak beryodium sekali setiap tahun. kepada ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur (WUS) dan anak usia sekolah. Data cakupan distribusi kapsul minyak beryodium pada WUS tahun 1997 sampai dengan tahun 2002 masih kurang lengkap karena tidak semua propinsi melapor. Menurut Evaluasi Proyek IP-GAKY tahun 2003, dari sejumlah sampel WUS di daerah endemik berat dan sedang, menunjukkan bahwa cakupan distribusi kapsul minyak beryodium hanya sebesar 33% 3). Hal ini disebabkan karena masalah pasokan kapsul RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 7

8 minyak beryodium yang sangat terbatas, aspek monitoring dan evaluasi yang masih lemah sehingga data tersebut tidak dilaporkan. Dalam era desentralisasi, pengadaan kapsul minyak beryodium diserahkan kepada daerah. Mengingat kemampuan daerah dalam hal pendanaan yang terbatas, maka pembiayaan pengadaaan kapsul minyak beryodium menjadi berkurang. Disamping itu juga pusat menyediakan pasokan untuk buffer stock, tetapi kemampuan pusat yang masih rendah menyebabkan jumlah kapsul minyak beryodium juga belum dapat memenuhi seluruh permintaan. Laporan cakupan kapsul minyak beryodium yang diterima oleh penduduk sangat terbatas karena sistem pelaporan yang masih kurang baik. III. TUJUAN DAN SASARAN A. Tujuan Tujuan Umum Rencana Aksi ini ialah pencapaian Universal Salt Iodization (USI) pada tahun 2005 dan kelestarian USI pada tahun Tujuan umum tersebut dijabarkan ke dalam Tujuan Khusus sebagai berikut: 1. Jangka Pendek ( ) a. Peningkatan proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium yang cukup secara nasional di Indonesia b. Peningkatan cakupan distribusi kapsul minyak beryodium di daerah endemis GAKY berat dan sedang 2. Jangka Panjang ( ) a. Pelestarian proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium yang cukup di SEMUA kabupaten/kota di Indonesia b. Pelestarian cakupan kapsul minyak beryodium di SEMUA daerah endemik GAKY berat dan sedang B. Sasaran 1. Jangka Pendek (pada akhir tahun 2005): a. Proporsi rumah tangga yang mengkonsumi garam dengan kandungan yodium yang cukup (sebesar >=30 ppm KIO3) adalah >90% secara ratarata nasional. b. Median Urinary Iodine Excretion (UIE) secara rata-rata nasional ialah: proporsi yang <100 µg/l adalah sebesar <50%, proporsi yang < 50 µg/l adalah sebesar <20% c. Rata-rata nasional cakupan kapsul minyak beryodium ialah >90% pada Wanita Usia Subur (WUS) di daerah endemik sedang dan berat Catatan: Masing-masing kabupaten/kota, hendaknya menyusun sasaran di wilayahnya masing-masing, disesuaikan dengan keadaan pada akhir tahun 2003 dan proyeksi perbaikannya dalam waktu dua tahun ke depan. RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 8

9 2. Jangka Panjang (pada akhir tahun 2010, sesuai sasaran Indonesia Sehat 2010) : a. Proporsi rumah tangga yang mengkonsumi garam dengan kandungan yodium yang cukup (sebesar >=30 ppm KIO3) adalah >90%, untuk SEMUA kabupaten/kota di Indonesia b. Median UIE di SEMUA kabupaten/kota di Indonesia ialah: proporsi yang <100 µg/l adalah sebesar <50%, proporsi yang < 50 µg/l adalah sebesar <20%. c. Cakupan distribusi kapsul minyak beryodium pada WUS di SEMUA kecamatan endemis berat dan sedang ialah >90% d. Pencapaian minimum 8 dari 10 indikator proses yang ditetapkan WHO: 1. Pengembangan kelembagaan yang fungsional 2. Komitmen politik nasional dan lokal tentang USI 3. Organisasi pelaksana yang kuat di semua tingkatan 4. Legislasi dan regulasi tentang USI disemua tingkatan 5. Komitmen menyelenggarakan monitoring dan evaluasi dengan dukungan laboratorium yang menyediakan data yang akurat 6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dan mobilisasi sosial tentang GAKY dan perlunya mengkonsumsi garam beryodium 7. Ketersediaan data garam beryodium secara reguler pada tingkat produsen, pasar dan konsumen 8. Ketersediaan data UIE pada anak usia sekolah secara regular pada daerah endemik berat 9. Kerjasama dengan produsen garam untuk pengawasan mutu garam yodium 10. Database untuk mencatat hasil monitoring regular dan penyebarluasannya kepada masyarakat, mencakup data garam beryodium dan median UIE, bila memungkinkan data Tyroid Stimulating Hormone (TSH) neonatal. IV. KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Kebijakan 1. Meningkatkan komitmen politik di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota melalui advokasi, koordinasi, penyediaan dana yang berkesinambungan dan pengintegrasian upaya penanggulangan GAKY dengan program pembangunan dalam rangka menjamin keberlangsungan upaya penanggulangan GAKY. 2. Meningkatkan produksi garam rakyat menuju swa sembada garam konsumsi, penerapan teknologi baru, fasilitasi pasokan air laut dan pengamanan pasar garam rakyat dalam rangka menjamin keberlangsungan produksi yang menguntungkan pegaram. 3. Mempercepat pemenuhan pasokan garam beryodium yang memenuhi syarat melalui peningkatan luas lahan garam, produktifitas dan kualitas garam rakyat, pengembangan yodisasi garam pada sentra produksi dan distribusi, RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 9

10 pembinaan dan pengawasan produsen dan distribusi, pemenuhan kebutuhan dan distribusi KIO3, dan kemitraan distribusi dan pemasaran garam beryodium dalam rangka menjamin ketersediaan garam beryodium di tingkat rumah tangga. 4. Meningkatkan pemantauan kualitas garam beryodium untuk konsumsi melalui pengawasan kualitas garam pada tingkat produksi dan distribusi, koordinasi tindak lanjut hasil pengawasan dengan melibatkan aparat penegak hukum, koordinasi lintas batas propinsi dan kabupaten/kota, standarisasi dan sosialisasi metode uji, penyebar luasan hasil pengawasan kepada masyarakat luas serta peningkatan akses uji garam beryodium cepat di masyarakat dalam rangka menjamin ketersediaan garam beryodium yang memenuhi syarat di tingkat rumah tangga. 5. Pemenuhan kebutuhan kapsul minyak beryodium untuk daerah-daerah endemik sedang dan berat dimulai dari perencanaan, pengadaan, distribusi dan monitoring evaluasi yang disesuaikan dengan era desentralisasi. 6. Menegakkan norma sosial dan hukum melalui promosi garam beryodium, promosi penggunaan alat uji, penguatan sistem pemantauan penegakan hukum serta upaya tindak lanjut hasil temuan dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dan pengusaha garam. 7. Meningkatkan kelembagaan penanggulangan GAKY yang melibatkan komponen pemerintah, swasta, masyarakat dan asosiasi melalui peningkatan kelembagaan produksi garam rakyat, kelembagaan produsen garam beryodium, koordinasi pengawasan distribusi garam beryodium, koordinasi tim GAKY pusat, propinsi dan kabupaten/kota serta peningkatan kelembagaan keilmuan dalam rangka memperkuat kapasitas dan profesionalitas lembaga. 8. Meningkatkan monitoring dan evaluasi program melalui penguatan sistem informasi manajemen penanggulangan GAKY yang terintegrasi, pengembangan database, pengembangan surveilans sentinel yang terintegrasi dengan surveilans gizi serta pembinaan kemampuan daerah dalam pengumpulan data secara reguler dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan program dan memberi masukan bagi arah kebijakan penganggulangan GAKY B. Strategi 1. Advokasi Advokasi dilakukan kepada pengambil keputusan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif dengan tujuan untuk memberikan pengertian dan pehamanan serta peningkatan komitmen upaya penanggulangan GAKY. Advokasi harus dilakukan secara terus menerus dan periodik di setiap tingkatan pemerintahan baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 10

11 2. Pemberdayaan Pegaram Pegaram sebagai salah satu elemen kunci dalam rantai ketersediaan garam nasional harus diberdayakan antara lain melalui peningkatan penguasaan teknologi pegaraman dan yodiasi garam agar mampu menghasilkan garam beryodium yang memenuhi syarat. Pemberdayaan meliputi tahap produksi, teknologi yodisasi serta pemasaran garam melalui pembentukan kelompok dan kemitraan. 3. Pengamanan pasar garam rakyat Pengamanan pasar garam rakyat perlu dilakukan untuk menjamin kelangsungan usaha dan pasokan garam serta kehidupan sosial ekonomi pegaram. Pengamanan pasar garam rakyat dilakukan melalui kemitraan kelompok pegaram, pengusaha besar termasuk PT Garam. 4. Pengawasan di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi garam Pengawasan kepada produsen dan distributor garam dilakukan untuk menjamin ketersediaan garam beryodium yang berkualitas sehingga dapat dijangkau oleh rumah tangga. Pengawasan ini harus dilakukan secara terkoordinasi antara daerah penghasil dan daerah pengguna garam beryodium disertai dengan penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan baik di tingkat produksi maupun distribusi. 5. Penegakan norma sosial dan penegakan hukum Penegakan norma sosial dilakukan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seluruh stakeholder akan pentingnya garam beryodium dalam upaya penanggulangan GAKY. Konsumen, lembaga swadaya masyarakat, penggerak masyarakat dan media masa harus memberi tekanan kepada pihak eksekutif, legislatif, yudikatif, produsen dan distributor bagi penyediaan garam beryodium. Penggerak masyarakat ikut mengambil peranan aktif sebagai penekan berbagai kebijakan pemerintah serta penekan kepada produsen dan distributor garam. Penegakan hukum lebih ditekankan pada upaya tindak lanjut oleh aparat berwenang terhadap hasil temuan dalam pengawasan dan pemantauan ketersediaan dan mutu garam beryodium 6. Kemitraan Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam upaya penanggulangan GAKY, maka prinsip kemitraan harus diterapkan dalam setiap upaya yang dilakukan untuk menjamin respon yang positif dan sinergi di antara semua stakeholder, mencakup pemerintah di semua tingkatan, asosiasi produsen, kelompok konsumen, organisasi massa, media masa, lembaga donor, dan lembaga terkait lainnya. RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 11

12 V. UPAYA A. Peningkatan Komitmen 1. Advokasi secara periodik di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan komitmen setiap stakeholder terhadap upaya penangulangan GAKY. Kegiatan yang dilakukan meliputi penyediaan media dan sarana advokasi, pelaksanaan dan evaluasi advokasi. Advokasi dilakukan terhadap pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota baik terhadap pihak eksekutif, legislatif maupun yudikatif; produsen, penggerak masyarakat dan konsumen; melalui pertemuan maupun dengan memanfaatkan terbitan atau media masa lainnya. 2. Memperkuat koordinasi penanggulangan GAKY Tujuan dari upaya ini adalah untuk mensinkronkan setiap upaya penanggulangan GAKY agar selaras dengan kesepakatan bersama serta tukar menukar informasi termasuk koordinasi dalam hal pembiayaan baik pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan mengadakan pertemuan dalam perencanaan kegiatan serta monitoring dan evaluasi. Koordinasi dilakukan sejak penyusunan rencana, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program. 3. Menyediakan dana penanggulangan GAKY secara berkesinambungan dalam APBN, APBD, dari sektor swasta dan masyarakat Tujuan dari upaya ini adalah untuk menjaga kesinambungan pembiayaan program penanggulangan GAKY di institusi/lembaga terkait. Penyediaan dana dilakukan oleh masing-masing institusi/lembaga terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dengan mengacu pada strategi penanggulangan GAKY yang telah disepakati bersama. Peran swasta dan masyarakat dalam pembiayaan sangat penting mulai dari tahap perencanaan, produksi, distribusi, pemasaran, monitoring dan evaluasi. 4. Integrasi upaya penanggulangan GAKY dengan program pembangunan lain Tujuan dari upaya ini adalah untuk menjamin agar penanggulangan GAKY merupakan upaya yang terintegrasi serta merupakan bagian penting dari programprogram pembangunan lainnya seperti penanggulangan kemiskinan, pengembangan SDM dan pembangunan ekonomi. Kegiatan yang dilakukan dimulai dari tahap perencanaan yaitu dengan perencanaan kegiatan penangulangan GAKY ke dalam berbagai kegiatan di masing-masing instansi yang mendapat pembiayaan baik dari APBN, APBD maupun sumber dana lainnya. B. Pemberdayaan dan peningkatan sosial ekonomi pegaram Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan garam dalam negeri sekaligus meningkatkan kesejahteraan pegaram. RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 12

13 Kegiatan untuk pemenuhan tujuan tersebut ialah: 1. Mengembangkan usaha bersama kelompok pegaram 2. Memasyarakatkan teknologi baru pegaraman melalui kelompok pegaraman di sentra-sentra produksi garam rakyat termasuk pengembangan dan replikasi demplot pegaraman 3. Memfasilitasi pasokan air laut dengan membangun saluran primer pada kelompok pegaram oleh pemerintah pusat termasuk instansi terkait seperti Departemen Perikanan dan Kelautan, propinsi, kabupaten/kota 4. Mengamankan pasar garam rakyat melalui kemitraan antara kelompok pegaram dengan pengusaha besar garam dan PT. Garam (dengan dukungan antara lain Dep. Perindustrian, Dep. Perdagangan, Meneg BUMN, Menkeu, Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/kota) 5. Meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat melalui bantuan mesin peralatan dan pelatihan proses produksi garam bahan baku dan garam beryodium pada kelompok pegaram 6. Memperbaiki teknologi meja kristalisasi pegaraman pada kelompok pegaram tradisional 7. Melakukan pelatihan kelayakan usaha skala ekonomi produksi garam, terkait usaha pegaraman dan usaha lain di luar pegaraman. C. Percepatan pemenuhan pasokan garam beryodium Tujuan upaya ini ialah mempercepat penyediaan garam beryodium yang memenuhi syarat di pasaran. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: 1. Membina dan mengawasi produsen dan distributor garam beryodium melalui pembinaan penerapan sistem manajemen mutu dan penerapan hukum 2. Melakukan yodisasi garam di sentra-sentra produksi garam rakyat melalui kelompok pegaram. 3. Melakukan yodisasi garam di lingkungan distribusi dan pemasaran untuk konsumen di daerah-daerah konsumsi non-produksi, terutama di kabupaten/kota yang memiliki daerah endemik GAKY. 4. Menjamin pemenuhan kebutuhan Kalium Yodat (KIO3) ke produsen garam beryodium dan sentra produksi melalui kerja sama antara PT Kimia Farma, Asosiasi Produsen Garam Beryodium dan Dinas Perindag propinsi dan kabupaten/kota. 5. Mengembangkan jaringan distribusi garam beryodium lintas daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota D. Penegakan normal sosial (social enforcement) dan penegakan hukum (law enforcement) Tujuan upaya ini ialah: 1. Meningkatkan komitmen pengambil keputusan di pusat, propinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin ketersediaan dan distibusi garam beryodium RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 13

14 2. Membangkitkan kepedulian pengusaha garam beryodium untuk memahami, mentaati dan melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku dalam memproduksi garam beryodium yang memenuhi syarat 3. Memberdayakan masyarakat melalui elemen penggerak masyarakat untuk mengawasi dan mengarahkan distribusi garam beryodium kepada masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah: 1. Mensosialisasikan peraturan perundangan, kebijakan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota kepada pegaram, pengusaha, pemasar dan penggerak masyarakat pada umumnya. 2. Mengawasi pelaksanaan perundangan dan kebijakan lain oleh asosiasi pengusaha garam beryodium 3. Menindak lanjuti hasil pengawasan dengan pemberian penghargaan kepada produsen dan pedagang garam yang taat dan tindakan hukum bagi yang melanggar. 4. Mensosialisasikan garam beyodium uji Iodina test kepada elemen penggerak masyarakat 5. Memfasilitasi uji iodine cepat oleh elemen penggerak masyarakat dan pengumuman langsung hasilnya kepada masyarakat setempat. 6. Memberdayakan masyarakat untuk menerima hanya garam beryodium yang memenuhi syarat dan menolak garam yang tidak memenuhi syarat. E. Pemantauan kualitas garam beryodium untuk konsumsi Tujuan upaya ini ialah untuk melaksanakan sistem pemantauan kualitas garam beryodium terintegrasi di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi. Kegiatan yang akan dilaksanakan ialah: 1. Mensosialisasikan sistem pemantauan mutu garam beryodium dalam era otonomi daerah secara terintegrasi antara pemantauan produksi dan distribusi garam rakyat, pengadaan dan distribusi garam impor, produksi dan distribusi garam beryodium, pengadaan dan distribusi KIO3 dan pemantauan mutu garam di tingkat distribusi 2. Melakukan pemantauan mutu garam di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi. 3. Mengkoordinasikan hasil pemantauan secara periodik di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi serta melaksanakan tindak lanjut pembinaan, pengawasan, pengumuman kepada masyarakat dan tindakan hukum bila diperlukan. 4. Melaksanakan pemantauan distribusi garam rakyat dan garam impor, serta pengadaan dan distribusi KIO3 5. Menstandarisasi dan mensosialisasikan metode uji kadar yodium dengan cepat. 6. Mengadakan dan mendistribusikan peralatan dan bahan uji mutu garam ke kabupaten/kota, masyarakat dan pengusaha F. Penguatan Kelembagaan Penanggulangan GAKY Upaya ini bertujuan untuk mengembangkan dan memperkuat peranan berbagai lembaga yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses penanggulangan GAKY. RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 14

15 Kegiatan yang dilakukan adalah: 1. Peningkatan Kelembagaan Pegaram Tujuan upaya ini ialah mendirikan atau menguatkan lembaga agar dapat membina dan mengembangkan teknologi produksi garam rakyat. Lembaga ini berfungsi untuk menjembatani dan mengkoordinasikan kebijakan, program dan kegiatan antara pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dengan kelompok pegaram. Kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini adalah sebagai berikut: a. Memasyarakatkan teknologi pegaraman, produksi garam bahan baku dan garam beryodium. b. Memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana pegaraman. c. Mengembangkan usaha kelompok pegaram. d. Mengembangkan kemitraan kelompok pegaram dengan pengusaha besar, BUMN, BUMD, sektor swasta, dan lain-lain. e. Mengembangkan permodalan dan dana bergulir dalam kerjasama dengan instansi pemerintah, swasta dan perbankan. 2. Peningkatan Kelembagaan Produsen Garam Beryodium Tujuan upaya penguatan ini adalah untuk mengembangkan Asosiasi Produsen Garam Beryodium di propinsi dan kabupaten/kota untuk mengamankan pasokan garam beryodium di masing-masing daerah. Asosiasi ini berfungsi untuk: a. Membina para anggota produsen garam beryodium agar memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan dan perundangan yang berlaku. b. Meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap anggota dalam koordinasi dengan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota. c. Meningkatkan koordinasi pengadaan dan distribusi KIO3 dengan PT Kimia Farma. d. Meningkatkan kemitraan dengan kelompok usaha pegaram 3. Peningkatan Kelembagaan Distribusi Garam Beryodium Tujuan kegiatan ini ialah untuk mengembangkan Asosiasi Pedagang Garam sebagai wahana komunikasi, koordinasi dan pengawasan kegiatan perdagangan garam dalam propinsi dan kabupaten/kota serta antar propinsi dan antar kabupaten/kota. Kegiatan yang dilaksanakan adalah: a. Distribusi garam beryodium lintas batas kabupaten/kota dan lintas batas propinsi b. Meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap anggota dalam koordinasi dengan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota. c. Membantu pemerintah dan penegak hukum dalam pengawasan distribusi garam impor dan distribusi garam beryodium lintas wilayah RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 15

16 4. Penguatan TIM GAKY Pusat, Propinsi dan Kab/Kota Tujuan dari upaya ini adalah untuk lebih mensinkronkan setiap upaya penanggulangan GAKY yang dilakukan oleh masing-masing institusi pelaksana, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan evaluasi. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan meliputi: a. Revitalisasi Tim GAKY dengan melibatkan instansi pemerintah, penegak hukum, asosiasi produsen, pegaram dan pedagang, lembaga konsumen, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan lain-lain. b. Memperkuat peraturan perundangan tentang garam beryodium. c. Menyusun rencana tahunan dan jangka panjang penanggulangan GAKY. d. Mengkoordinasikan pelaksanaan upaya penanggulangan GAKY oleh instansi dan lembaga terkait lainnya. e. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan garam beryodium termasuk penegakan hukum di tingkat produksi dan distribusi f. Melakukan monitoring dan evaluasi tahunan dan jangka panjang dalam upaya penanggulangan GAKY 5. Peningkatan Kelembagaan Keilmuan Tujuan dari upaya ini ialah mengembangkan dan menguatkan jejaring keilmuan GAKY sebagai forum komunikasi dan rujukan kegiatan-kegiatan keilmuan GAKY dan aplikasinya dalam penanggulangan masalah GAKY. Kelembagaan keilmuan yang dicakup dalam upaya ini ialah: a. Pengembangan Pusat GAKY di Universitas Diponegoro - Semarang sebagai simpul inti jejaring keilmuan GAKY dan pengembangan pusat-pusat penelitian dan pengembangan gizi/kesehatan yang terlibat dalam kajian GAKY di berbagai kota di Indonesia dalam kesatuan jejaring keilmuan GAKY. b. Pengembangan Pusat Teknologi Pegaraman di Balai Riset dan Strandarisasi Teknologi Industri dan Perdagangan (Baristan Indag) di Semarang dan jejaring teknologi pegaraman di beberapa tempat lain dalam kesatuan jejaring teknologi pegaraman di Indonesia. c. Pengembangan Jejaring Laboratorium GAKY, dengan simpul utama di Laboratorium GAKY/Teknologi Kedokteran UNDIP, bersama-sama simpul Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor, Balai Penelitian GAKY Magelang, dan berbagai potensi laboratorium di beberapa tempat lain, dalam kesatuan jejaring kerjasama pemeriksaan laboratorium GAKY di Indonesia. d. Melanjutkan penerbitan jurnal oleh Pusat GAKY dan warta GAKY oleh Tim GAKY Pusat serta publikasi tentang GAKY yang lain G. Pemenuhan Kebutuhan kapsul minyak beryodium di daerah endemik GAKY Tujuan upaya ini ialah untuk mencapai pemenuhan ketersediaan kapsul minyak beryodium secara tepat waktu di kecamatan-kecamatan endemik berat dan sedang di seluruh Indonesia. RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 16

17 Kegiatan yang dilakukan adalah: 1. Merencanakan kebutuhan dan pengadaan kapsul minyak beryodium, dengan menempatkan kapsul minyak beryodium setara dengan vaksin secara nasional. 2. Memperkuat sistem distribusi kapsul minyak beryodium, dengan pengiriman kapsul sesuai dengan perencanaan kebutuhan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota tepat waktu. 3. Memperkuat sistem pengiriman kapsul minyak beryodium dari tingkat propinsi dan kabupaten/kota ke tingkat kecamatan dan desa, 2 bulan sebelum bulan pembagian kapsul minyak beryodium. 4. Memperkuat pelaksanaan promosi kapsul 1 bulan menjelang bulan distribusi kapsul minyak beryodium. 5. Melaksanakan pengawasan, monitoring dan evaluasi distribusi kapsul minyak beryodium H. Peningkatan Monitoring dan Evaluasi Tujuan upaya ini ialah untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan manajemen yakni untuk perencanaan dan monitoring dan evaluasi kegiatan penanggulangan GAKY di masa yang akan datang. Kegiatan yang dilaksanakan adalah: 1. Memantapkan indikator monitoring dan evaluasi GAKY dalam Sistem Informasi Manajemen GAKY (SIM GAKY) sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM). 2. Mengembangkan surveilens GAKY sentinel yang terintegrasi dengan surveilens Gizi 3. Melanjutkan monitoring konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga secara nasional dan reguler tiap 3 tahun sekali 4. Melakukan monitoring status GAKY setiap 3 tahun dengan indikator UIE di daerah endemik di bawah tanggung jawab Pemerintah Daerah 5. Mengembangkan data base GAKY dalam web GIZI.NET VI. PENUTUP Kelangsungan hidup dan mutu kehidupan generasi mendatang adalah kontinum dari kelangsungan dan mutu kegiatan yang kita laksanakan bersama di masa lalu, kini dan kesinambungannya ke masa mendatang. Penanggulangan masalah GAKY dalam keseluruhan perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat ditempatkan sebagai bagian dari upaya terpadu dalam rangka merenda kelangsungan hidup dan mutu generasi mendatang. Rencana aksi ini menjadi kenyataan aksi hanya manakala kesepakatan yang disusun bersma dilaksanakan konsisten, terpadu dan berkelanjutan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan petunjuknya. RAN KPP GAKY-21 OKTOBER 2004 Page 17

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk di Indonesia. Faktor yang ditimbulkan akibat kurang

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk di Indonesia. Faktor yang ditimbulkan akibat kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rendahnya status gizi masyarakat masih banyak dialami oleh beberapa negara berkembang termasuk di Indonesia. Faktor yang ditimbulkan akibat kurang gizi dapat dicegah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGELOLAAN GARAM DI DESA JONO KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGELOLAAN GARAM DI DESA JONO KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGELOLAAN GARAM DI DESA JONO KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Kerangka konsep penelitian pemeriksaan kadar iodium pada garam. 18

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Kerangka konsep penelitian pemeriksaan kadar iodium pada garam. 18 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka konsep penelitian pemeriksaan kadar iodium pada garam. 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya iodium dalam tubuh manusia untuk metabolisme sudah dikenal sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius, mengingat selain luasnya cakupan penduduk yang menderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap

Lebih terperinci

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA?

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA? BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA? Atmarita (Pengamat Garam beryodium) I. PENDAHULUAN Garam beryodium sudah ada sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia masih menjadi masalah gizi utama. Program-program penanggulangan GAKY telah dilakukan beberapa dekade, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan salah satu dari 4 masalah kesehatan yang ada di Indonesia. Konsekuensi dari kekurangan yodium disebut

Lebih terperinci

LYDIA NURVITA RACHMAWANTI J

LYDIA NURVITA RACHMAWANTI J HUBUNGAN ANTARA PEMILIHAN DAN PENYIMPANAN GARAM BERYODIUM DENGAN STATUS YODIUM PADA WANITA USIA SUBUR DI DESA SELO, KECAMATAN SELO BOYOLALI JAWA TENGAH Skripsi ini Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN MASALAH GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN MASALAH GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN MASALAH GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Apa yang dimaksud dengan Yodium?

Apa yang dimaksud dengan Yodium? UPAYA MENINGKATKAN KONSUMSI GARAM BERYODIUM DI PROVINSI BALI MELALUI KEBIJAKAN BERWAWASAN KESEHATAN : SURAT EDARAN GUBERNUR BALI NOMOR : 440/2541/KESMAS.DISKES, TANGGAL 16 FEBRUARI 2015 TENTANG PENINGKATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatan kesehatan dan kecerdasan

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGHENTIAN SUPLEMENTASI KAPSUL IODIUM DI KABUPATEN MAGELANG. Styawan Heriyanto

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGHENTIAN SUPLEMENTASI KAPSUL IODIUM DI KABUPATEN MAGELANG. Styawan Heriyanto ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGHENTIAN SUPLEMENTASI KAPSUL IODIUM DI KABUPATEN MAGELANG Styawan Heriyanto ABSTRAK Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan setiap manusia atau masyarakat pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan setiap manusia atau masyarakat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan setiap manusia atau masyarakat pada umumnya yang perlu diperhatikan yaitu status kesehatan terutama masalah gizi, faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM DI RUMAH TANGGA DI KELURAHAN ULAK KARANG SELATAN KOTA PADANG TAHUN 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM DI RUMAH TANGGA DI KELURAHAN ULAK KARANG SELATAN KOTA PADANG TAHUN 2011 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM DI RUMAH TANGGA DI KELURAHAN ULAK KARANG SELATAN KOTA PADANG TAHUN 2011 Skripsi Diajukan ke Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi masyarakat merupakan salah satu. masalah yang sering dialami oleh negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi masyarakat merupakan salah satu. masalah yang sering dialami oleh negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi masyarakat merupakan salah satu masalah yang sering dialami oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan manusia saat ini menjadi hal yang sangat kompleks dan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan manusia saat ini menjadi hal yang sangat kompleks dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan manusia saat ini menjadi hal yang sangat kompleks dan perlu dikaji secara kompleks. Salah satu masalah kesehatan yang saat ini menjadi perbincangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Oktariana, 2009). Mutalazimah (2009) menambahkan bahwa GAKI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Oktariana, 2009). Mutalazimah (2009) menambahkan bahwa GAKI merupakan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium merupakan salah satu masalah gizi masyarakat di Indonesia. GAKI adalah gejala yang terjadi pada tubuh manusia akibat kurangnya unsur iodium

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah kesehatan yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR : 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR : 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR : 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM NON YODIUM DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan atau biasa disebut Intelligence Quotient

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan atau biasa disebut Intelligence Quotient BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAMBI Menimbang PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) tetap menjadi ancaman global utama untuk kesehatan dan pembangunan. Defisiensi yodium memiliki beberapa efek buruk pada pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) merupakan masalah kesehatan yang serius mengingat dampaknya yang sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses metabolisme di dalam tubuh. Gangguan akibat kekurangan yodium

BAB I PENDAHULUAN. proses metabolisme di dalam tubuh. Gangguan akibat kekurangan yodium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yodium merupakan zat mineral mikro yang harus tersedia didalam tubuh yang berfungsi untuk pembentukan hormon tiroid dan berguna untuk proses metabolisme di dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Bangsa Indonesia sekarang ini lebih diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan dan produktifitas kerja. Salah satu upaya yang memiliki dampak positif terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBERDAYAAN SENTRA USAHA KECIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGIROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Yodium Yodium ditemui dalam bentuk inorganik (yodida) dan organik dalam jaringan tubuh. Yodium adalah penting untuk reproduksi system disamping untuk produksi hormon tiroid yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tetrajodotyronin (T4) yang terakhir disebut juga tiroksin (Sediaoetama,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tetrajodotyronin (T4) yang terakhir disebut juga tiroksin (Sediaoetama, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Yodium merupakan zat yang esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon tiroksin. Terdapat dua ikatan organik yang menunjukkan bioaktifitas hormon ini,

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

Disampaikan pada acara : Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan KUMKM Tahun 2014

Disampaikan pada acara : Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan KUMKM Tahun 2014 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Disampaikan pada acara : Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan KUMKM Tahun 2014 Deputi Menteri Bidang Produksi Jakarta, Desember 2014

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN LOMBOK UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG DATA SASARAN PROGRAM KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis

BAB I PENDAHULUAN. namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 23 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 15 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 23 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 15 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 23 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 15 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 14 TAHUN : 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN GARAM DENGAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGANN SITUASI GAKI DAN GARAM BERIODIUM DI KABUPATEN TRENGGALEK SAMPAI DENGAN TAHUN 2014

PERKEMBANGANN SITUASI GAKI DAN GARAM BERIODIUM DI KABUPATEN TRENGGALEK SAMPAI DENGAN TAHUN 2014 PERKEMBANGANN SITUASI GAKI DAN GARAM BERIODIUM DI KABUPATEN TRENGGALEK SAMPAI DENGAN TAHUN 2014 Kekurangan unsur yodium dalam makanan sehari-hari, dapat pula menurunkan tingkat kecerdasan seseorang. Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN SAMBUTAN Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, MA LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN 2011-2015 Jakarta, 28 Februari 2011

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-18.1-/215 DS8665-5462-5865-5297 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 84 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi

BAB VII PENUTUP. a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi 1 BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Input a. Terjadi pengurangan proporsi anggaran APBD untuk kegiatan program gizi di Kota Bengkulu yaitu pada tahun 2013 sebesar Rp. 239.990.000,00 (proporsi 0,64%)

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita hamil mempunyai risiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan. menghambat pembangunan (Depkes RI, 2005 ).

BAB I PENDAHULUAN. wanita hamil mempunyai risiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan. menghambat pembangunan (Depkes RI, 2005 ). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

Tema Pembangunan 2007

Tema Pembangunan 2007 Tema Pembangunan 2007 Berdasarkan kemajuan yang dicapai dalam tahun 2005 dan perkiraan 2006, serta tantangan yang dihadapi tahun 2007, tema pembangunan pada pelaksanaan tahun ketiga RPJMN adalah MENINGKATKAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-24.3-/216 DS71-99-46-4 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Inspektur Jenderal. M. Sakri Widhianto

KATA PENGANTAR. Inspektur Jenderal. M. Sakri Widhianto KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, maka diperlukan suatu pedoman dan arahan yang jelas sebagai acuan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Pedoman dan arahan dituangkan dalam

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) MELALUI TOKO TANI INDONESIA (TTI) Konsep dan Implementasi

PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) MELALUI TOKO TANI INDONESIA (TTI) Konsep dan Implementasi PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) MELALUI TOKO TANI INDONESIA (TTI) Konsep dan Implementasi Pontianak, 3 Agustus 2016 Harga Bergejolak Rantai pasok panjang OP bersifat temporer KONDISI RIIL Keuntungan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016 PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016 Hotel Aston, Pontianak 2 4 Agustus 2016 Petani sering merugi Bulog belum hadir di petani Rantai pasok panjang Struktur pasar

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN UTAMA KETAHANAN PANGAN TAHUN 2018

PROGRAM DAN KEGIATAN UTAMA KETAHANAN PANGAN TAHUN 2018 PROGRAM DAN KEGIATAN UTAMA KETAHANAN PANGAN TAHUN 2018 Oleh: Sekretaris Badan Ketahanan Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan Pertanian Tahun 2018 Jakarta, 26 Januari 2017 I

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

5 / 7

5 / 7 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 25 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Disampaikan pada Acara Monev Gerakan Nasioanal Penyelamatan SDA sektor Kehutanan dan Perkebunan Tanggal 10 Juni 2015 di Gorontalo DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN JENIS

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM DI DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM DI DAERAH PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu di seluruh dunia diperkirakan mengalami kekurangan yodium, dengan 285

BAB I PENDAHULUAN. individu di seluruh dunia diperkirakan mengalami kekurangan yodium, dengan 285 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama tumbuh kembang anak. 1 Pada tahun 2003 lebih dari 1,9 miliar individu di seluruh dunia

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013

Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013 Oleh : Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013 DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN LATAR BELAKANG Pada Tahun

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA 2010) Oleh : Dirjen Industri Kecil dan Menengah Disampaikan ik pada acara : Rapat Kerja Departemen

Lebih terperinci

Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K)

Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K) 1 Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K) Sasaran Rekomendasi : Kebijakan Pasar dan Perdagangan Latar Belakang Garam merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006 PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA (BIDANG KESEHATAN) Disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI Jakarta, 23 November 2005 AGENDA PEMBANGUNAN AGENDA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci