ICASERD WORKING PAPER No.36

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ICASERD WORKING PAPER No.36"

Transkripsi

1 ICASERD WORKING PAPER No.36 IDENTIFIKASI WILAYAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA Handewi P.S. Rachman Maret 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

2 ICASERD WORKING PAPER No.36 IDENTIFIKASI WILAYAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA Handewi P.S. Rachman Maret 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Sri Sunari, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No.70 Bogor 16161, Telp , Fax , caser@indosat.net.id No. Dok

3 IDENTIFIKASI WILAYAH RAWAN PANGAN DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA Handewi P.S. Rachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No.70 ABSTRAK Kejadian rawan pangan dan gizi buruk mempunyai makna politis yang negatif bagi penguasa. Bahkan di beberapa negara berkembang krisis pangan dapat menjatuhkan pemerintahan yang sedang berkuasa. Berdasar hal tersebut, adalah penting melakukan studi identifikasi wilayah rawan pangan untuk membantu pengambil kebijakan menetapkan prioritas daerah sasaran program intervensi pangan dan gizi untuk mendukung ketahanan pangan suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah rawan pangan di Provinsi D.I. Yogyakarta sampai tingkat kabupaten dan kasus dua kabupaten sampai tingkat kecamatan. Metoda yang digunakan adalah deskriptif dengan menganalisis data sekunder tingkat Provinsi dan kabupaten. Penelitian dilakukan tahun 2002 di Provinsi D.I. Yogyakarta dan dua kabupaten yang termasuk wilayah rawan pangan. Data yang digunakan untuk mengidentikasi adalah data tahun 2001 (data terakhir yang tersedia). Berdasar indikator yang ada, di Provinsi D.I. Yogyakarta, wilayah yang termasuk kategori memiliki resiko tinggi untuk terjadinya rawan pangan adalah Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo. Sementara itu di Kabupaten Gunungkidul adalah Kecamatan Panggang, Gedangsari, dan Saptosari. Untuk Kabupaten Kulonprogo, kecamatan yang termasuk memiliki resiko tinggi terjadi rawan pangan adalah Kecamatan Pengasih, Kokap, Kalibawang, dan Samigaluh. Proses identifikasi wilayah rawan pangan tersebut disarankan dapat dilakukan untuk seluruh wilayah dan dilakukan secara berkesinambungan. Hasil identifikasi tersebut perlu dikomunikasikan pada seluruh jajaran aparat lintas sektor untuk menetapkan prioritas dan fokus sasaran peningkatan ketahanan pangan dan melakukan intervensi secara cepat dan tepat. Kata kunci : Identifikasi, rawan pangan, D.I. Yogyakarta PENDAHULUAN Departemen Pertanian (1999) telah menetapkan isu ketahanan pangan sebagai salah satu fokus utama kebijaksanaan operasional pembangunan pertanian dalam Kabinet Persatuan Nasional ( ), dan komitmen ini dilanjutkan dalam Kabinet Gotong Royong. Memantapkan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Dalam pengertian kebijakan operasional pembangunan, Departemen Pertanian (1999) menterjemahkan ketahanan pangan menyangkut ketersediaan, aksesibilitas (keterjangkauan), dan stabilitas pengadaannya. Di samping aspek produksi, ketahanan 1

4 pangan mensyaratkan pendapatan yang cukup bagi masyarakat untuk mengakses bahan pangan, keamanan pangan, serta distribusi. Sejarah membuktikan bahwa ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan atau ketahanan nasional (Suryana, 2001; Simatupang, et al., 2001). Selain itu, ketahanan pangan dalam arti keterjangkauan pangan juga berkaitan erat dengan upaya peningkatan mutu sumberdaya manusia Indonesia. Tanpa dukungan pangan yang cukup dan bermutu, tidak mungkin dihasilkan sumberdaya manusia yang bermutu, karena itu membangunan sistem ketahanan pangan yang kokoh merupakan syarat mutlak bagi pembangunan nasional. Kejadian rawan pangan dan gizi buruk mempunyai makna politis yang negatif bagi penguasa. Bahkan di beberapa negara berkembang, krisis pangan dapat menjatuhkan pemerintahan yang sedang berkuasa (Hardinsyah, et al., 1999). Belajar dari pengalaman tersebut, adalah penting untuk melakukan studi identifikasi dan pemetaan wilayah rawan pangan untuk membantu pengambil kebijakan menetapkan prioritas daerah sasaran program intervensi pangan dan gizi untuk mendukung ketahanan pangan suatu wilayah. Penentuan daerah rawan pangan sangat penting agar program dengan sumberdaya yang terbatas dapat betul-betul efektif, efisien dan tepat sasaran. Pokok masalahnya adalah bagaimana cara menentukan daerah rawan pangan dan di mana saja daerah rawan pangan tersebut. Dikaitkan dengan desentralisasi pembangunan, maka studi analisis kerawanan pangan wilayah sampai tingkat kabupaten dan kecamatan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan latar belakang permasalahan dan justifikasi seperti diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah rawan pangan di Provinsi D.I. Yogyakarta sampai tingkat kabupaten dan kasus dua kabupaten sampai tingkat kecamatan. METODE PENELITIAN Identifikasi wilayah rawan pangan dilakukan dengan metoda diskriptif dengan menganalisis data sekunder tingkat provinsi dan kabupaten. Penelitian dilakukan di Provinsi D.I. Yogyakarta dan dua kabupaten yang termasuk wilayah rawan pangan. 2

5 Pengumpulan data dan informasi dilakukan pada tahun 2002, dan data yang digunakan untuk mengidentikasi adalah data tahun 2001 (data terakhir yang tersedia). Identifikasi wilayah rawan pangan sampai tingkat kabupaten (dan kecamatan) dilakukan dengan menggunakan berbagai indikator sebagai berikut: A. Sektor Pertanian A.1. Untuk daerah potensi tanaman pangan (padi) indikator yang digunakan mencakup: (a) intensitas tanam; (b) persentase luas kerusakan areal pertanian; (c) persentase luas panen terhadap luas tanam; dan (d) kecenderungan penurunan produktivitas pada bulan (tahun) tertentu dibanding rata-rata produktivitas selama 5 tahun terakhir. Data yang dianalisis adalah data tahun Kemudian masing-masing indikator dibuat skor sebagai berikut (pembuatan skor mengacu pada apa yang dilakukan BBKP (Anonimous, 2001 dan Anonimous, 2000): 1. Intensitas tanam Skor 1: intensitas tanam > 250% Skor 2: intensitas tanam > % Skor 3: intensitas tanam > % Skor 4: luastanam <150% 2. Persentase luas kerusakan areal pertanian Skor 1: luas areal puso < 5% dari luas tanam Skor 2: luas areal puso 5-10% dari luas tanam Skor 3: luas areal puso 10-15% dari luas tanam Skor 4: luas areal puso >15% dari luas tanam 3. Persentase luas panen terhadap luas tanam Skor 1: luas panen > 90% luas tanam Skor 2: luas panen > 80-90% luas tanam Skor 3: luas panen > 70-80% luas tanam Skor 4: luas panen < 70% luas tanam 4. Kecenderungan penurunan produktivitas dibanding produktivitas normal atau rata-rata lima tahun terakhir Skor 1: produktivitas menurun < 2% Skor 2: produktivitas menurun 2-4% Skor 3: produktivitas menurun > 4-6% Skor 4: produktivitas menurun > 6% Penentuan kerawanan pangan suatu wilayah kabupaten berdasar indikator di atas dilakukan dengan menjumlah skor. Semakin besar jumlah skor semakin besar resiko krisis atau adanya kerawanan pangan di suatu wilayah. Dalam operasionalnya 3

6 keempat indikator yang telah dirumuskan tersebut tidak selalu dapat digunakan mengingat ketersediaan dan validitas data yang ada di masing-masing lokasi penelitian. Oleh karena itu di masing-masing lokasi pengukuran indikator yang dipakai disesuaikan dengan data yang tersedia. Tingkat kerawanan pangan di wilayah kabupaten produsen padi di bagi menjadi tiga indikator yaitu: a. Total skor merupakan wilayah dengan risiko rawan pangan tinggi b. Total skor 9-12 dan tidak ada diantaranya yang memiliki skor 4 merupakan wilayah dengan risiko sedang c. Total skor 4-8, merupakan wilayah dengan risiko ringan A.2. Untuk daerah yang bukan sentra tanaman padi digunakan indikator produksi setara beras (PSB). Indikator ini memperhitungkan aspek daya beli berdasarkan nilai produksi subsektor pangan nonpadi yang disetarakan dengan produksi setara beras (PSB) dalam memenuhi keperluan pangan pokok. Perhitungan PSB dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: PSB pangan non-padi = Produksi pangan nonpadi x harga pangan nonpadi (Rp/kg) Keterangan : Pangan nonpadi dapat berupa palawija, hortikultura, hasil ternak, hasil ikan, atau hasil perkebunan. Hasil perhitungan PSB (beras dan non-beras) di atas dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi beras di wilayah bersangkutan (konsumsi beras/kapita dikalikan jumlah penduduk di wilayah tersebut pada tahun tertentu). Penentuan wilayah rawan pangan dilakukan dengan menggunakan skor berikut: a. Skor 1, apabila rasio PSB terhadap kebutuhan beras > 1.2 b. Skor 2, apabila rasio PSB terhadap kebutuhan beras antara c. Skor 3, apabila rasio PSB terhadap kebutuhan beras d. Skor 4, apabila rasio PSB terhadap kebutuhan beras < 0.95 Indikator PSB juga tidak selalu dapat digunakan terutama disebabkan data harga untuk masing-masing komoditas tidak selalu tersedia. 4 Oleh karena itu dalam operasionalnya indikator untuk menghitung peran indikator non-beras apabila tidak tersedia data harga digunakan indikator ketersediaan per kapita di wilayah yang bersangkutan.

7 B. Sektor Kesehatan Data prevalensi kurang energi protein (KEP) pada Balita yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan di masing-masing kabupaten digunakan untuk menangkap aspek kesehatan di suatu wilayah. Penilaian kerawanan wilayah dilakukan dengan skor sebagai berikut: a. Skor 1: prevalensi KEP < 20 % b. Skor 2: prevalensi KEP > % c. Skor 3: prevalensi KEP > % d. Skor 4: prevalensi KEP > 40 % C. Indikator Sosial Ekonomi 1. Keluarga Miskin Data Kepala Keluarga (KK) miskin terdiri dari keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera I sesuai kriteria BKKBN digunakan untuk menangkap salah satu indikator sosial ekonomi di suatu wilayah. Indikator KK miskin dihitung berdasarkan proporsi jumlah keluarga miskin terhadap total keluarga di wilayah yang bersangkutan. Penilaian dilakukan dengan skor berikut: a. Skor 1: % keluarga miskin < 20 %. b. Skor 2: % keluarga miskin > %. c. Skor 3: % keluarga miskin > %. d. skor 4: % keluarga miskin > 40 %. 2. Indikator lokal spesifik bersifat kualitatif yang mengindikasikan gejala adanya rawan pangan di suatu wilayah antara lain: a. Meningkatnya kejahatan (pencurian) b. Beralihnya pola konsumsi pangan dari pangan pokok ke pangan alternatif c. Banyaknya lahan pertanian yang diberakan karena keterbatasan biaya produksi d. Banyak pengiriman tenaga kerja ke luar daerah e. Meningkatnya frekuensi penjualan ternak. 5

8 Indikator kualitatif ini terutama digunakan dalam menentukan lokasi desa penelitian melalui diskusi dan kofirmasi dengan aparat di tingkat kecamatan, penyuluh lapangan pertanian maupun kesehatan. Penentuan Wilayah Rawan Pangan Penentuan wilayah rawan pangan dilakukan dengan cara menghitung jumlah skor dari indikator pertanian, kesehatan dan sosial ekonomi. Untuk keperluan tersebut digunakan batasan sebagai berikut: 1. Total skor 9-12 atau salah satu indikator memiliki skor 4 termasuk wilayah risiko tinggi terjadi rawan pangan. 2. Total skor 6-8 atau dan tidak ada di antara ke tiga indikator yang memiliki skor 4 termasuk wilayah risiko sedang. 3. Total skor 3-5 atau termasuk wilayah kategori risiko ringan. Namun demikian dalam operasionalnya batasan total skor tersebut tidak baku untuk setiap lokasi penelitian. Hal ini didasarkan pada pertimbangan cukup bervariasinya ketersediaan data dan informasi antar lokasi yang dapat digunakan sebagai indikator. Selain itu, tidak dilakukan pembedaan indikator antara lokasi yang sentra padi dan bukan sentra padi, sehingga pengukuran indikator diperlakukan sama di masing-masing kabupaten. HASIL DAN PEMBAHASAN Indikator Wilayah Rawan Pangan Penentuan wilayah rawan pangan menggunakan berbagai indikator, tidak hanya indikator pertanian tetapi juga indikator kesehatan dan sosial ekonomi. Adapun indikator yang digunakan di Provinsi D.I Yogyakarta untuk menentukan kabupaten rawan pangan adalah: (1) luas areal puso (LK); (2) luas panen terhadap luas tanam (LP); (3) penurunan produktivitas tanaman padi 5 tahun terakhir (PR); (4) kurang energi dan protein pada anak balita (KEP); (5) jumlah keluarga pra sejahtera dan sejahtera I (P-KS), dan (6) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Keragaan data masing-masing indikator tersebut antar kabupaten disajikan pada Tabel 1. 6

9 Tabel 1. Keragaan indikator penentuan kabupaten rawan pangan di Provinsi D.I Yogyakarta, Tahun 2001 No. Kabupaten / Kota LK LP PR KEP P-KS PDRB 1 Kulonprogo 1,50 78,9 11,4 21,10 40, Bantul 0,20 94,5 19,7 26,92 26, Gunungkidul 0,05 99,2 19,6 23,93 50, Sleman 0,04 97,2 6,1 22,50 19, Kota 0,00 91,3 9,6 22,27 28, Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta Saliem, H.P. et al., 2002 Keterangan : LK : Luas areal puso (%) LP : Luas panen terhadap luas tanam (%) PR : Penurunan produktivitas tanam padi 5 tahun terakhir (%) KEP : Kurang energi protein anak balita (%) P-KS : Keluarga pra sejahtera/miskin (%) PDRB : Produk Domestik Regional Bruto (Rp/kapita) Penentuan skor untuk indikator LK, LP, PR, KEP dan P-KS seperti dalam metodologi, sedangkan untuk PDRB hanya diurutkan dari besarnya nilai PDRB, karena jumlah kabupaten/kota di D.I Yogyakarta hanya lima. dan tertinggi diberi skor 1. Nilai PDRB per kapita diurutkan, Dari indikator yang digunakan, terlihat skor indikator pertanian dan kesehatan di masing-masing kabupaten relatif sama, kecuali untuk LP di kabupaten Kulonprogo (Tabel 2). Hanya indikator P-KS dan PDRB yang secara nyata berbeda antar kabupaten. Berdasarkan data pada Tabel 2 dan setelah dikonfirmasi dengan pejabat di tingkat Provinsi, maka dua kabupaten rawan pangan yang menjadi lokasi penelitian adalah Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunungkidul. Tabel 2. Tingkat kerawanan pangan dan gizi berdasarkan jumlah skor dan kabupaten/kota di Provinsi D.I Yogyakarta, Tahun 2001 Kabupaten / Skor Kota LK LP PR KEP P-KS Jumlah Skor No. PDR B 1 Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Kota Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta Saliem, H.P. et al., 2002 Keterangan : LK : Luas areal puso (%) LP : Luas panen terhadap luas tanam (%) PR : Penurunan produktivitas tanam padi 5 tahun terakhir (%) KEP : Kurang energi protein anak balita (%) P-KS : Keluarga pra sejahtera/miskin (%) PDRB : Produk Domestik Regional Bruto (Rp/kapita) Keterangan Lokasi Penelitian 1. Kab.Kulonprogo 2. Kab.Gunungkidul 7

10 Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulonprogo terdiri dari 12 kecamatan. Indikator yang digunakan untuk menentukan kecamatan rawan pangan adalah sama dengan indikator untuk menentukan kabupaten. Hanya indikator PDRB diganti dengan indikator rasio produksi pangan (padi dan palawija) senilai beras terhadap kebutuhan beras (PSB). Hal ini karena ada PDRB per kecamatan di Kabupaten Kulonprogo tidak tersedia. Keragaan data dari masingmasing indikator tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Keragaan indikator penentuan kecamatan rawan pangan di Kabupaten Kulonprogo, Tahun 2001 No. Kecamatan LK LP PR KEP P-KS PSB 1 Temon 0,0 97,3 16,7 21,9 18,1 2,50 2 Wates 0,0 94,5 +9,6 21,9 29,4 2,46 3 Panjatan 2,2 93,6 +22,3 12,5 39,3 1,86 4 Galur 0,2 96,2 +29,8 22,6 29,2 1,78 5 Lendak 0,0 82,9 11,8 23,4 40,4 1,32 6 Sentolo 0,9 82,9 17,2 26,1 39,8 1,83 7 Pengasih 0,0 85,3 16,9 20,4 59,6 1,01 8 Kokap 0,0 95,4 13,9 15,2 66,6 0,58 9 Girimulyo 0,2 82,1 5,4 11,8 60,1 2,31 10 Nanggulan 0,0 80,7 5,7 16,9 25,0 3,07 11 Kalibawang 7,6 84,7 20,9 27,6 38,9 1,38 12 Samigaluh 0,0 83,2 9,6 33,2 38,6 1,35 Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta Saliem, H.P Keterangan : LK : Luas areal puso (%) LP : Luas panen terhadap luas tanam (%) PR : Penurunan produktivitas tanam padi 5 tahun terakhir (%) KEP : Kurang energi protein anak balita (%) P-KS : Keluarga pra sejahtera/miskin (%) PSB : Rasio produksi pangan senilai beras terhadap kebutuhan beras Penentuan skor untuk masing-masing indikator sama dengan penentuan skor untuk kabupaten. Sementara untuk PSB kriteria yang digunakan sebagai berikut : skor = 1, jika rasio > 1,14; skor = 2 jika rasio 0,95 1,14 dan skor = 3, jika rasio < 1,14. Kriteria ni mengacu pada kriteria yang digunakan oleh Dinas Pertanian Provinsi D.I Yogyakarta. Berdasarkan data pada Tabel 4, jumlah skor tertinggi terdapat di kecamatan Pengasih (15), diikuti Kecamatan Kokap, Kalibawang dan Samigaluh dengan jumlah skor 14. Kecamatan Pengasih adalah kecamatan yang lokasinya relatif dekat dengan perkotaan dan sentra industri rumah tangga/kerajinan (non-pertanian). Oleh karena itu setelah berdiskusi dengan pejabat tingkat kabupaten, maka dipilih Kecamatan Kokap 8

11 karena sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor pertaian, lokasi relatif jauh dan sektor non-pertanian belum berkembang. Tabel 4. Tingkat kerawanan pangan dan gizi di Kabupaten Kulonprogo, Tahun 2001 Skor Jumlah No. Kecamatan LK LP PR KEP P-KS PSB Skor 1 Temon Wates Panjatan Galur Lendak Sentalo Pengasih Kokap Girimulyo Nanggulan Kalibawang Samigaluh Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta Saliem, H.P. et al., 2002 Keterangan : LK : Luas areal puso (%) LP : Luas panen terhadap luas tanam (%) PR : Penurunan produktivitas tanam padi 5 tahun terakhir (%) KEP : Kurang energi protein anak balita (%) P-KS : Keluarga pra sejahtera/miskin (%) PSB : Rasio produksi pangan senilai beras terhadap kebutuhan beras Keterangan Lokasi Penelitian: kecamatan Kokap Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di D.I Yogyakarta yang penduduknya banyak melakukan migrasi ke luar daerah, karena daerah ini relatif kurang subur dan banyak lahan kering. Namun demikian, keadaan sektor pertanian relatif baik seperti terlihat dari adanya peningkatan produktivitas padi selama lima tahun terakhir (PR) dan hampir tidak ada lahan pertanian yang puso (Tabel 5). Sementara itu, keadaan P-KS dan PSB antar kecamatan sangat beragam. Dengan mengacu kriteria yang telah ditetapkan, maka kecamatan dengan jumlah skor tinggi adalah Gedangsari dan Panggang. Dibandingkan dengan hasil analisis Tim Pangan dan Gizi D.I Yogyakarta yang menggunakan tiga indikator dalam penentuan wilayah rawan pangan (yaitu proporsi luas areal puso, jumlah KK miskin dan prevalensi KEP) maka Kecamatan Kokap di Kabupaten Kulonprogo dan Kecamatan Gedangsari di Kabupaten Gunungkidul termasuk 9

12 Tabel 5. Keragaan indikator penentuan kecamatan rawan pangan di Kabupaten Gunungkidul, Tahun 2001 No. Kecamatan LK LP PR KEP P-KS PSB 1 Tepus 0,0 82,4 +12,2 39,3 74,7 1,23 2 Semanu 0,0 99,9 +27,4 19,2 27,8 1,45 3 Karangmojo 0,06 71,2 +7,1 21,7 31,5 1,31 4 Rongkap 0,0 95,6 +12,1 25,1 68,5 1,19 5 Saptosari 0,0 83,6 8,2 23,9 74,7 7,23 6 Gedangsari 0,0 100,0 14,0 27,9 62,0 0,53 7 Panggang 0,0 99,8 18,5 24,8 51,2 0,42 8 Semin 0,0 88,1 +4,0 24,1 39,8 1,46 9 Ponjong 0,1 94,7 +4,5 23,4 25,1 2,73 10 Wonosari 0,0 97,7 +5,3 19,4 23,2 1,52 11 Paliyan 0,0 90,0 +1,4 24,6 65,2 1,78 12 Ngawen 0,0 99,5 +9,6 24,5 61,1 3,44 13 Playen 0,19 97,6 +3,6 22,3 46,9 0,93 14 Patuk 0,63 97,2 3,1 17,6 44,4 1,87 15 Nglijan 0,0 100,0 +8,2 21,2 57,1 2,01 Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta Saliem, H.P. et al., 2002 Keterangan : LK : Luas areal puso (%) LP : Luas panen terhadap luas tanam (%) PR : Penurunan produktivitas tanam padi 5 tahun terakhir (%) KEP : Kurang energi protein anak balita (%) P-KS : Keluarga pra sejahtera/miskin (%) PSB : Rasio produksi pangan senilai beras terhadap kebutuhan beras wilayah prioritas II bersama dengan 26 kecamatan lainya di Provinsi D.I Yogyakarta. Semetara itu dengan menggunakan berbagai indikator tambahan dalam studi ini, kedua kecamatan tersebut (sebagai lokasi penelitian) merupakan kecamatan di wilayah D.I Yogyakarta yang perlu mendapat prioritas I (pertama) atau tergolong kecamatan dengan resiko rawan pangan tinggi. 10

13 Tabel 6. Tingkat kerawanan pangan dan gizi di Kabupaten Gunungkidul, Tahun 2001 Skor Jumlah No. Kecamatan LK LP PR KEP P-KS PSB Skor 1 Tepus Semanu Karangmojo Rongkop Saptosari Gedangsari Panggang Semin Ponjong Wonosari Paliyan Ngawen Playen Patuk Nglipar Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta Saliem, H.P Keterangan Lokasi Penelitian: kecamatan Gedangsari Keterangan : LK : Luas areal puso (%) LP : Luas panen terhadap luas tanam (%) PR : Penurunan produktivitas tanam padi 5 tahun terakhir (%) KEP : Kurang energi protein anak balita (%) P-KS : Keluarga pra sejahtera/miskin (%) PSB : Rasio produksi pangan senilai beras terhadap kebutuhan beras KESIMPULAN SARAN Dengan menggunakan berbagai indikator yang mencakup aspek pertanian, kesehatan, dan peubah sosial ekonomi lainnya dapat diidentifikasi wilayah yang termasuk kategori rawan pangan. Dalam hal ini kriteria wilayah rawan pangan ditetapkan berdasarkan posisi relatif antar wilayah (kabupaten dalam Provinsi atau kecamatan dalam kabupaten). Selanjutnya apabila tersedia data secara konsisten antar desa, indikator yang sama dapat digunakan untuk menetapkan wilayah rawan pangan sampai tingkat desa (relatif dalam suatu kecamatan). Berdasar indikator yang ada, untuk Provinsi D.I. Yogyakarta, dengan menggunakan data tahun 2001 wilayah yang termasuk kategori memiliki resiko tinggi untuk terjadinya rawan pangan adalah Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo. Sementara itu di Kabupaten Gunungkidul adalah Kecamatan Panggang, Gedangsari, 11

14 dan Saptosari. Untuk Kabupaten Kulonprogo, kecamatan yang termasuk memiliki resiko tinggi terjadi rawan pangan adalah Kecamatan Pengasih, Kokap, Kalibawang, dan Samigaluh. Proses identifikasi wilayah rawan pangan tersebut disarankan dapat dilakukan untuk seluruh wilayah dan dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu ketersediaan dan kesinambungan data sampai tingkat desa juga penting diupayakan oleh berbagai instanti terkait, agar identifikasi wilayah rawan pangan dapat dilakukan sampai tingkat desa dan rumahtangga. Hasil identifikasi tersebut perlu dikomunikasikan pada seluruh jajaran aparat lintas sektor untuk menetapkan prioritas dan fokus sasaran peningkatan ketahanan pangan dan melakukan intervensi secara cepat dan tepat. DAFTAR PUSTAKA Anonimous Situasi Pangan dan Gizi di Indonesia. Tim Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Pusat. Jakarta. Anonimous Petunjuk Teknis Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Badan Bimas Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. BPS Provinsi D.I Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka tahun BP Provinsi D.I Yogyakarta. Yogyakarta Registrasi Penduduk Pertengahan Tahun. BPS Provinsi D.I Yogyakarta. Yogyakarta Produk Domestik Regional Bruto Provinsi D.I Yogyakarta. BPS Provinsi D.I Yogyakarta. Yogyakarta. Departemen Pertanian Program Pembangunan Pertanian Kabinet Persatuan Nasional Departemen Pertanian. Jakarta. Hardinsyah, Hartoyo, D. Briawan, C.M. Daviriani dan B. Setiawan Membangun Sistem Ketahanan Pangan dan Gizi yang Tangguh dalam Thaha, R. et al (eds). Pembangunan Gizi dan Pangan Dari Perspektif Kemandirian Lokal. PERGIZI PANGAN Indonesia dan Center for Regional Resource Development & Community Empowerment, Bogor. Saliem, H.P., M. Ariani, T.B. Purwantini dan Y. Marisa Identifikasi Kerawanan Pangan Wilayah Dalam Perspektif Desentralisasi Pembangunan. LAporan Hasil Penelitian Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. BAdan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 12

15 Simatupang, P, N. Syafa'at, K.M. Noekman, A. Syam, S.K. Dermoredjo dan B. Santoso Kelayakan Pertanian Sebagai Sektor Andalan Pembangunan Ekonomi Nasional. Makalah disampaikan pada Forum Diskusi Pembangunan Pertanian di Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor, 10 Mei Suryana, A Tantangan dan Kebijakan Ketahanan Pangan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pemberdayaan Masyarakat untuk Mencapai Ketahanan Pangan dan Pemulihan Ekonomi. Departemen Pertanian, Jakarta, 29 Maret

ANALISIS KERAWANAN PANGAN WILAYAH DALAM PERSPEKTIF DESENTRALISASI PEMBANGUNAN (Kasus Provinsi Nusa Tenggara Timur)

ANALISIS KERAWANAN PANGAN WILAYAH DALAM PERSPEKTIF DESENTRALISASI PEMBANGUNAN (Kasus Provinsi Nusa Tenggara Timur) ANALISIS KERAWANAN PANGAN WILAYAH DALAM PERSPEKTIF DESENTRALISASI PEMBANGUNAN (Kasus Provinsi Nusa Tenggara Timur) Tri B.Purwantini, Mewa Ariani dan Yuni Marisa Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan, karena sektor

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No. 46

ICASERD WORKING PAPER No. 46 ICASERD WORKING PAPER No. 46 INDIKATOR PENENTU, KARAKTERISTIK, DAN KELEMBAGAAN JARINGAN DETEKSI DINI TENTANG KERAWANAN PANGAN Handewi P.S. Rachman Maret 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil

BAB I PENDAHULUAN. kabijakan pembangunan ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis karena letak geografisnya diantara 6 o LU 11 o LS dan 95 o BT 141 o BT. Indonesia merupakan negara yang sedang melakukan pembangunan

Lebih terperinci

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 106/Kpts/KPU/TAHUN 01 : 9 MARET 01 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 01 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Kondisi kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2012 secara umum lebih buruk

Lebih terperinci

Muyassir 2 dan Dahlan 3 ABSTAK

Muyassir 2 dan Dahlan 3 ABSTAK PERINGKAT DAERAH RAWAN PANGAN BERDASARKAN DATA SPASIAL DI PROVINSI ACEH 1 (Analise of Food Insecurity Base on Spatial in Nanggroe Aceh Darussalam Province) Muyassir 2 dan Dahlan 3 1 Penelitian dibiayai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak,

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: DPPKA Pemda DIY Gambar 4.1 Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA Handewi P.S. Rachman, Mewa Ariani, dan T.B. Purwantini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Krisis pangan telah benar-benar terjadi diberbagai belahan dunia. Hal ini

BAB 1. PENDAHULUAN. Krisis pangan telah benar-benar terjadi diberbagai belahan dunia. Hal ini BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis pangan telah benar-benar terjadi diberbagai belahan dunia. Hal ini ditandai dengan melonjaknya harga-harga pangan dunia seperti makanan pokok berupa gandum,

Lebih terperinci

MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1)

MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1) 56 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 56-65 Handewi P.S. Rachman et al. MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1) Handewi P.S. Rachman, A.Purwoto, dan G.S. Hardono Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-290 PENENTUAN PUSAT-PUSAT PERTUMBUHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Eta Rahayu dan Eko Budi Santoso

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan masyarakat seutuhnya, termasuk juga pembangunan di bidang pertanian sebagai upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No.38

ICASERD WORKING PAPER No.38 ICASERD WORKING PAPER No.38 PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN : MASALAH DAN UPAYA MENGATASINYA SUPADI Maret 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu terjadi dalam proses pembangunan di negara berkembang. Sebagian besar negara berkembang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem

Lebih terperinci

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Perjalanan reformasi birokrasi nampaknya tak terasa sudah dimulai sejak tahun 2002 yang dimasinisi oleh departemen keungan

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No.63

ICASERD WORKING PAPER No.63 ICASERD WORKING PAPER No.63 SISTEM JARINGAN DETEKSI DINI WILAYAH RAWAN PANGAN DALAM UPAYA PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN Handewi P. S. Rachman Agustus 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018 KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD

RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN Forum SKPD RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2017 Forum SKPD oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Yogyakarta, 28 Maret 2016 Outline 1. Potensi dan Permasalahan Pembangunan Sektoral 2. Isu Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena fungsi utama jalan raya adalah sebagai prasarana untuk melayani pergerakan

BAB I PENDAHULUAN. karena fungsi utama jalan raya adalah sebagai prasarana untuk melayani pergerakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat, sebaliknya peningkatan taraf hidup masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang kronis transien

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang kronis transien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permasalahan pangan merupakan masalah pokok bagi penduduk di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling esensial

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Kabupaten Kulonprogo dengan ibu kotanya berada di Kota Wates memiliki luas wilayah 598.627.512 ha (586,28 km 2 ), terdiri dari 12 kecamatan 87 desa,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 38 Tahun : 2011 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENANDATANGANAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan September 2017, Prakiraan November, Desember 2017 dan Januari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 129 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA KOORDINATOR WILAYAH KECAMATAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Neneng Ratna, Erni Gustiani dan Arti Djatiharti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Agustus 2016 dan Prakiraan Oktober, November dan Desember 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juni Agustus 2016) dan Prakiraan Tingkat

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL PENELITIAN

SEMINAR HASIL PENELITIAN 1 SEMINAR HASIL PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kegiatan pembangunan bidang sumber daya air yang meliputi perencanaan umum, teknis, pelaksanaan fisik, operasi dan pemeliharaan maupun

Lebih terperinci

ICASERD WORKING PAPER No.49

ICASERD WORKING PAPER No.49 ICASERD WORKING PAPER No.49 ANALISIS NILAI TUKAR KOMODITAS PERTANIAN (Kasus Komoditas Kentang) Supriyati April 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Oktober 2017, Prakiraan Desember 2017, Januari dan Februari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section. Data cross section yaitu data yang terdiri dari satu objek namun memerlukan sub-objek lainnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2016 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 7 Tahun : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Buletin Edisi Januari Tahun 2017 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Januari Tahun 2017 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Desember 2016 dan Prakiraan Februari, Maret dan April 2017 serta informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Oktober Desember 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Januari 2017, Prakiraan Hujan Maret, April, Mei 2017 dan informasi hasil Analisis Tingkat

Lebih terperinci

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI A. Pendahuluan Berdasarkan Undang-undang Pangan Nomor: 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia, pemenuhan kecukupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 127 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

ISBN : MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG

ISBN : MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG ISBN : 979-3556-42-0 MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG Handewi Purwati Saliem Adreng Purwoto Gatoet Sroe Hardono Tri Bastuti Purwantini Yana Supriyatna Yuni Marisa Waluyo PUSAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekenomian masyarakat selalu mengalami pasang-surut sehingga berpengaruh pada tingkat kesejahteraan wilayahnya. Hal tersebut karena perekonomian masyarakat yang masih

Lebih terperinci

pengaduan, kritik dan saran secara online demi terciptanya Polri yang Profesional dalam melaksanakan tugas pokoknya.

pengaduan, kritik dan saran secara online demi terciptanya Polri yang Profesional dalam melaksanakan tugas pokoknya. Kepolisian Resor Gunungkidul berkedudukan di Jl. MGR Sugiyopranoto No. 15 Wonosari, Gunungkidul, merupakan Institusi Polri yang mempunyai tugas pokok Polri Sebagai pemelihara keamanan, ketertiban masyarakat

Lebih terperinci

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 Analisis Hujan Juli 2016 dan Prakiraan September, Oktober dan November 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Mei

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan harus dipenuhi oleh negara maupun masyarakatnya. Menurut Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

PROSPEK KETAHANAN PANGAN NASIONAL (ANALISIS DARI ASPEK KEMANDIRIAN PANGAN)

PROSPEK KETAHANAN PANGAN NASIONAL (ANALISIS DARI ASPEK KEMANDIRIAN PANGAN) PROSPEK KETAHANAN PANGAN NASIONAL (ANALISIS DARI ASPEK KEMANDIRIAN PANGAN) Handewi P.S. Rachman, Sri Hastuti Suhartini, dan Gatoet Sroe Hardono Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl.

Lebih terperinci

Buletin Edisi April 2018 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi April 2018 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buletin Prakiraan Hujan Bulanan memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Maret 2018, Prakiraan Hujan Mei, Juni, dan Juli 2018 serta informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

Buletin Edisi Oktober Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Oktober Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan September 2016 dan Prakiraan November, Desember 2016 dan Januari 2017 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juli September 2016) dan Prakiraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Oktober 2016 dan Prakiraan Desember 2016 dan Januari, Februari 2017 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Agustus Oktober 2016) dan Prakiraan

Lebih terperinci

Nama Penerima 1 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara 2 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Barat 3 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Timur 4 UPT Pengelola

Nama Penerima 1 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara 2 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Barat 3 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Timur 4 UPT Pengelola DAFTA UNTUK UP No Nama Penerima 1 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara 2 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Barat 3 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Timur 4 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Selatan 5 UPT Pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian jika ditinjau dari struktur perekonomian nasional menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam kontribusinya terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Mei 2016 dan Prakiraan Juli, Agustus, September 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Maret Mei 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

1. Kita tentu sama-sama memahami bahwa pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia, oleh sebab itu tuntutan pemenuhan pangan

1. Kita tentu sama-sama memahami bahwa pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia, oleh sebab itu tuntutan pemenuhan pangan 1 PENGARAHAN GUBERNUR SELAKU KETUA DEWAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT PADA ACARA RAPAT KOORDINASI DEWAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT Tanggal 28 Agustus 2008 Pukul 09.00 WIB

Lebih terperinci

Buletin Bulan Mei Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Bulan Mei Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan April 2016 dan Prakiraan Juni, Juli, Agustus 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Februari April 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

Menimbang. bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 dan Pasal 24 peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2013 tentang Tata Cara

Menimbang. bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 dan Pasal 24 peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2013 tentang Tata Cara KONiISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 706 /KpIs/KPU/TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI SETIAP DAEMH PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

Buletin Bulan Maret Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Maret Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Februari 2016, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode Desember 2015 Februari 2016, Prakiraan April, Mei, dan Juni 2016 serta Prakiraan Indeks Kekeringan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan primer manusia. Sebelum seseorang memenuhi kebutuhan yang lain, pangan menjadi kebutuhan mendasar yang tidak bisa ditunda. Pangan pun menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mayoritas penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA -1- SALINAN RAPERDA FINAL PENGUNDANGAN DRAFT AKHIR 15 MARET 2018 JAM 08.41 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usahatani. Dalam upaya peningkatan pendapatan petani, pemerintah Indonesia

I. PENDAHULUAN. usahatani. Dalam upaya peningkatan pendapatan petani, pemerintah Indonesia I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pembangunan pertanian terutama pembangunan subsektor tanaman pangan dan hortikultura, bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan petani yang dapat dicapai melalui upaya peningkatan

Lebih terperinci

MANUAL RUJUKAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

MANUAL RUJUKAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL MANUAL RUJUKAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL VISI dan MISI DINKES 2010-2015 Visi : Misi : Menjadi SKPD yang profesional, inovatif, transparan didukung oleh regulasi, infrastruktur dan pembiayaan serta kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki sebutan sebagai negara agraris. Indonesia sebagai negara agraris karena pada jaman dahulu hasil pertanian merupakan produk yang dapat diunggulkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

Buletin Edisi Juli Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Juli Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Juni 2016 dan Prakiraan Agustus, September dan Oktober 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (April Juni 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013

Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013 Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 27 September 2013 www.kumoro.staff.ugm.ac.id 081 328 488 444 1. Kondisi umum DIY 2. Otonomi Daerah Setelah UU No. 13/2012 3.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang subur dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di wilayah tropis. Sehingga berbagai jenis

Lebih terperinci

Buletin Bulan Februari Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Februari Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Januari 2016, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode November 2015 Januari 2016, Prakiraan Maret, April dan Mei 2016 serta Prakiraan Indeks Kekeringan Tingkat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN KULONPROGO. Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu dari lima kabupaten / kota di

KEADAAN UMUM KABUPATEN KULONPROGO. Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu dari lima kabupaten / kota di IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KULONPROGO A. Keadaan Geografis 1. Letak dan keadaan fisik Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu dari lima kabupaten / kota di Propinsi D.I. Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

STRATEGI PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI PROVINSI DIY. Oleh : Suhadi Purwantoro, M.Si. Jurusan Pendidikan Geografi FISE UNY

STRATEGI PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI PROVINSI DIY. Oleh : Suhadi Purwantoro, M.Si. Jurusan Pendidikan Geografi FISE UNY SEMINAR PROPOSAL & INSTRUMEN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009 STRATEGI PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI PROVINSI DIY Oleh : Suhadi Purwantoro, M.Si. Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci