transparan dan bertanggung jawab. Pengelolaan keuangan daerah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "transparan dan bertanggung jawab. Pengelolaan keuangan daerah"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangannya secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab. Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah (PP 58 tahun 2005, pasal 4). Tolok ukur kinerja anggaran belanja dalam suatu organisasi termasuk Pemerintah Daerah adalah value for money yakni efisiensi, efektivitas dan ekonomis (Bastian :335). Efisien berarti penggunaan dana masyarakat (public money) tersebut menghasilkan output yang maksimal, efektivitas berarti penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan untuk kepentingan publik, dan ekonomis berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada tingkat harga yang paling murah ( Mardiasmo : 182). Salah satu cara untuk mengukur kinerja Pemerintah Daerah dalam pengelolaan keuangannya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Dengan analisis rasio keuangan, pemerintah daerah dapat menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai pelaksanaan tugastugasnya, mengukur efektivitas dan efisiensi kemampuan dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daearah (PAD), kinerja keuangan juga mengukur aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya apakah lebih dominan pada belanja rutin ataukah belanja pembangunan, serta dalam pertumbuhan bagaimana pandapatan dan pengeluaran Pemerintah Daerah dalam rangka mempertahankan maupun meningkatkan kinerja yang telah dicapainya, serta kebutuhan fiskal untuk mendukung pelayanan publik 3

2 bagi masyarakat di wilayah kerjanya, Kapasitas fiskal yang merupakan ukuran apakah daerah mampu untuk membiayai sendiri kebutuhan fiskalnya dan upaya fiskal untuk mengetahui bagaimana pengaruh laju pertumbuhan domestik dengan PAD nya. Adanya analisis rasio keuangan maka diharapkan kualitas dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat meningkat. Sehingga masyarakat umum dapt melihat kondisi keungan daerah Dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Salatiga tahun 2009, disebutkan visi Kota Salatiga adalah Terwujudnya kemampuan keuangan daerah yang mandiri, efisien, dan efektif serta pengelolaan aset daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan. Lakip menunjukan pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga secara agregat cukup dinamis dimana dalam 5 tahun terakhir mencapai 4 %, akan tetapi kemampuan keuangan Kota Salatiga dilihat dari DOF (Derajad Otonomi Fiskal) selama 7 tahun terakhir hanya mencapai 20,49 % termasuk kategori rendah sekali. Untuk itu penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi kinerja keuangan pemerintah berdasarkan rasio keuangan melalui APBD. Adapun rumus persoalan penelitian adalah bagaiman kinerja keuangan pemerintah Kota Salatiga pada periode TINJAUAN LITERATUR Pengukuran Kinerja Pemerintah Secara umum kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi 4

3 organisasi (Indra Bastian:274). Namun menurut PP No. 8 tahun 2006, kinerja adalah keluaran / hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Dengan demikian kinerja mencerminkan hasil / prestasi kerja yang dapat dicapai oleh seorang, unit kerja, dan atau suatu organisasi pada periode tertentu sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam upaya mencapai tujuan secara legal serta sesuai moral dan etika. Adapun pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target- target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategi organisasi (Lohman,2003). Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja (Werther dan Davis,1996:346). Dalam SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah), pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi,dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dilakukan melalui penilaian yang sistematik bukan hanya pada input, tetapi juga pada output, dan benefit serta impact (dampak) yang ditimbulkan. Dengan demikian pengukuran kinerja merupakan dasar yang reasonable untuk pengambilan keputusan dan melalui pengukuran kinerja akan dapat dilihat seberapa jauh kinerja yang telah dicapai dalam satu periode tertentu dibandingkan yang telah direncanakan dan dapat juga untuk mengukur kecenderungan dari tahun ke tahun. 5

4 Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja masa lalu yang berguna untuk, meningkatkan kinerja di masa mendatang (LAN,2008:140). Evaluasi kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas suatu organisasi dan pimpinan dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Evaluasi kinerja dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi formatif, dimana evaluasi dilakukan sebelum program berjalan atau sedang dalam pelaksanaan, serta evaluasi sumatif, dimana evaluasi dilakukan untuk beberapa periode/tahun, sehingga memerlukan pengumpulan data time series untuk beberapa tahun yang dievaluasi (LAN, 2008 : 141) Pengukuran kinerja sektor publik, dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, pertama untuk memperbaiki kinerja pemerintah, ukuran kinerja dimaksudkan untuk membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan efektivitas dalam memberi pelayanan publik; kedua untuk mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan; ketiga untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo,2004 : 121). Evaluasi kinerja Pemerintah Daerah berfungsi untuk : a. Mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan kinerja suatu organisasi. b. Memberikan masukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. 6

5 Melalui evaluasi kinerja dapat diketahui bagaimana pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan misi dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan datang. Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah dalam Era Otonomi Daerah Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai UU No. 32 th 2004 tentang Pemerintahan Daerah, berdasarkan asas money follows function, juga dikuti dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh Pemerintah Pusat, maka timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Keuangan daerah harus dilaksanakan dengan pembukuan yang terang, rapi dan pengurusan keuangan daerah harus dilaksanakan secara sehat termasuk sistem administrasinya. Dengan demikian diharapkan daerah menyusun dan menetapkan APBD nya sendiri (Azhari, 1995:39-40). Dalam pasal 4 pada PP. 58 tahun 2005 tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Masalah keuangan daerah berhubungan dengan ekonomi daerah, terutama menyangkut tentang pengelolaan keuangan suatu daerah, tentang bagaimana sumber penerimaan digali dan didistribusikan oleh Pemerintah Daerah (Devas,1995:179). Sedangkan keberhasilan perkembangan daerah terefleksikan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai pembangunan daerah. Potensi dana pembangunan yang paling besar dan lestari adalah bersumber dari masyarakat sendiri yang dihimpun dari pajak dan retribusi daerah (Basri, 2003:94). 7

6 Oleh karena itu, peningkatan peran atau porsi PAD terhadap APBD tanpa membebani masyarakat dan investor merupakan salah satu indikasi keberhasilan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, yang lebih penting adalah bagaimana Pemerintah Daerah mengelola keuangan daerah secara efisien dan efektif (Saragih, 2003:133). APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Struktur APBD menurut PP. 58 tahun 2005 pasal 20 terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah, meliputi penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah Belanja daerah, meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah, yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah Pembiayaan daerah, meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun dengan pendekatan kinerja dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan, demikian juga halnya dengan perubahan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. 8

7 Sedangkan perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja tersebut memuat hal-hal sebagai berikut (Nirzawan,2001:81): 1. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja. 2. Standar pelayanan yang diharapkan dan diperkirakan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan. 3. Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/pembangunan. Analisis Rasio Keuangan Analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia (Abdul Halim, 231). Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diberikan tugas menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah sebagai dasar penilaian kinerja keuangannya. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan (Halim, 2002:126). Sedangkan analisis rasio keuangan adalah suatu cara untuk membuat perbandingan data keuangan, sebagai dasar untuk mengetahui kinerja keuangan suatu lembaga (Samryn, 324). Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah 9

8 perlu dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta (Mardiasmo, 2002: 169). Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas Pemerintah Daerah (Halim, 2002:128), yaitu rasio kemandirian keuangan, rasio efektivitas dan efisiensi keuangan daerah, rasio kemampuan rutin, rasio keserasian, rasio pertumbuhan. Adapun menurut Sularmi (2006) rasio keuangan dapat diukur melalui rasio kebutuhan fiskal, Rasio Kapasitas fiskal dan Rasio upaya fiskal. a) Rasio Kemandirian Kemandirian daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Abdul Halim : 232) Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain(pihak ekstern) antara lain : Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil bukan Pajak sumber daya Alam, Dana Alokasi Umum dan Alokasi Khusus, Dana Darurat dan pinjaman (Widodo, 2001 : 262). Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio kemandiriaan adalah sebagai berikut 10

9 Berhubungan dengan hal ini, Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim (2001:168) mengemukakan mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu sebagai berikut : 1. Pola hubungan instruktif, yaitu peranan Pemerintah Pusat lebih dominan daripada kemandirian Pemerintah Daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial). 2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah. 3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana peranan Pemerintah Pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi Pemerintah Pusat. 4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah Pusat siap dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada Pemerintah Daerah. 11

10 Pola hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah serta tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan daerah dapat disajikan dalam matriks seperti pada Tabel I berikut ini TABEL 1 Pola Hubungan Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubunggan Rendah Sekali 0 25 Instruktif Rendah > Konsultatif Sedang > Partisipatif Tinggi > Delegatif Sumber = Anita Wulandari (2001 : 21 ) Pada penelitian sebelumnya oleh Widodo (2001), melakukan penelitian tentang analisis rasio keuangan APBD kabupaten Boyolali. Hasilnya menunjukkan bahwa kemandirian pemerintah daerah Boyolali dalam memenui kebutuhan dana untuk pemyelenggaraan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan social kemasyarakatan masih relatif rendahdan cenderung turun. Sedang penelitian oleh Tri Suprapto (2006) menganai Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman Dalam Masa Otonomi Daerah Tahun Hasilnya Bahwa Kemandirian Juga masih rendah sekali dan dalam kategori instruktif. Tapi dalam setiap tahunya mengalami peningkatan dikarenakan PAD kabupaten sleman setiap tahunnya mengalamai peningkatan yang cukup besar Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal, semakin tinggi rasio kemandirian berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal semakin rendah dan sebaliknya rasio ini juga menggambarkan tingkat 12

11 partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD. b) Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibanding dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah ( Abdul Halim : 234). Adapun rumus untuk Rasio Efektivitas adalh sebagai berikut Pada penelitian yang dilakukan oleh Nanis H (2008) mengenai penilaian kinerja bagian Keuangan Pemkab Probolinggo menggunakan analisis rasio keuangan, dimana hasilnya adalah penurunan effektivitas kinerja. Untuk penellitan yang pada kabupaten Sleman oleh Tri Suprapto(2006) mengatakan bahwa dari effektifitasnya cenderung effektif. Kemampuan daerah dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai minimal 1 atau 100%, dan semakin tinggi rasio yang dicapai menunjukkan kemampuan yang semakin efektif dan mengambarkan kemampuan daerah semakin baik. Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima (Abdul Halim : 234). Adapun rumus rasio efisiensi adalah sebagai berikut 13

12 Pada penelitian sebelum nya oleh Tri suprapto (2006), mendapatkan hasil bahwa effisiensi kabupaten sleman semakin baik dari tahun ketahun. Alopun setiap tahun nya mengalami peningkatan biaya pada pemungutan tetapi itu tidak berpengaruh pada tingkat effisiensinya karena realisasi pendapatannya juga meningkat. Kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola anggaran dikatakan efisien, apabila rasio yang dicapai kurang dari satu atau kurang dari 100%, semakin kecil rasionya semakin efisien. c) Rasio Kemampuan Rutin Indeks kemampuan rutin dapat dilihat melalui proporsi antara Pendapatan Asli Daerah dengan pengeluaran rutin tanpa transfer dari pemerintah pusat. Adapun mengitung rasio kemampuan rutin adalah sebagai berikut Sedangkan dalam menilai indeks kemampuan rutin dengan menggunakan skala menurut wulandari (2001 : 15 ) sebagaimana yang terlihat dalam tabel II Tabel 2 Skala Kemampuan Keuangan Daerah % Kemampuan keuangan daerah 00,00 20,00 20,01 40,00 40,01 60,00 60,00 80,00 80,00 100,00 Sangat kurang Kurang Cukup Baik Sangat baik Sumber : anita wulandari (2001 :22) 14

13 Penelitian sebelimnya yang dilakukan oleh Sri wahyuni (2008) mengenai Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Sragen Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah dimana hasil dari analisis rasio kemampuan rutin amasih sangat kurang begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyoko (2008) mengenai Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Autonomi Daerah Pada Kabupaten Karanganyar dimana hasil utujk kemampuan rutin masih dalam skala interval sanagat kurang berarti PAD mempunyai kemampuan yang sanagad kecil dalam membiayai pengeluaran rutin d) Rasio Keserasian Rasio keserasian menunjukkan bagaimana Pemerintah Daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal (Halim : 235). Adapun rumus rasio keserasian adalah sebagai berikut Pada penelitian sebelumnya Sedang kan penelitian oleh suyoko (2008) sebagian dana yang dimiliki pemerintah daerah masih diprioritaskan untuk kebutuhan belanja rutin sehingga rasio pembangunan terhadap APBD relatif kecil. Ini dibuktikan dari rasio belanja rutinyang selalu lebih besar dibandingkan dengan rasio belanja pembangunan. Hasil penelitian oleh Sri Wahyuni (2008) masih sama yaitu pada rasio keserasian menunjukan bahwa pengeluaran rutin lebih besar daripada belanja pembangunan. 15

14 Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin/belanja aparatur daerah artinya persentase belanja pembangunan/belanja pelayanan publik yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Walaupun belum ada patokan yang pasti untuk belanja pembangunan. Sehingga pemerintah masih berfokus pada belanja rutin. e) Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya, baik dilihat dari sumber pendapatan maupun pengeluaran (Halim : 241). Adapun rumus dari rasio pertumbuhan adalah sebagai berikut r = Pertumbuhan Pn = TPD/ PAD / Belanja rutin/ Belanja pembangunan yang dihitung pada tahun ke-n Po = TPD/ PAD / Belanja rutin/ Belanja pembangunan Data yang dihitung pada tahun ke-o Pertumbuhan APBD dilihat dari berbagai komponen penyusun APBD yang terdiri dari pendapatan asli daerah, total pendapatan, belanja rutin dan belanja pembangunan (Widodo, 2000: 270) Rasio pertumbuhan berfungsi untuk mengevaluasi potensi-potensi daerah yang perlu mendapatkan perhatian. Semakin tinggi nilai PAD, Total Pendapatan Daerah (TPD) dan belanja pembangunan yang diikuti oleh semakin rendahnya belanja rutin, maka pertumbuhannya adalah positif. Artinya bahwa daerah yang bersangkutan telah mampu mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode yang satu ke periode 16

15 berikutnya. Jika semakin tinggi nilai PAD, TPD, dan belanja rutin yang diikuti oleh semakin rendahnya belanja pembangunan, maka pertumbuhannya adalah negatif. Artinya bahwa belum mampu meningkatkan pertumbuhan daerahnya. f) Kebutuhan fiskal Menurut UU No 33 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 1, Kebutuhan fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. (Undang Undang Otonomi Daerah 2004: 236 dalam Haryati 2006). Maka rumus dari rasio pertumbuhan fiskal adalah sebagai berikut Keterangan PPP = Jumlah Pengeluaran Rutin dan Pembangunan per kapita masing masing daerah Rata rata kebutuhan Fiskal Standar se Jawa Tengah adalah : Semakin tinggi Indeks Pelayanan Publik Perkapita (IPPP), maka kebutuhan fiskal suatu daerah semakin besar. IPPP dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar jumlah pengeluaran atau kebutuhan fiskal daerah dan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan penduduk untuk memenuhinya. Apabila jumlah pengeluaran per kapita suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan standar kebutuhan fiskal, berarti kebutuhan 17

16 fiskalnya besar. Apabila pemerintah mampu mencukupi sebesar kebutuhan fiskal daerah tersebut berarti pemerintah daerah sudah dianggap mampu. g) Kapasitas fiskal Menurut UU No 33 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 3, Kapasitas fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil. Ibid: 236 (Haryati 2006). Sehingga rumusnya sebagai berikut 1. Analisis Kapasitas Fiskal Keterangan : PDRB = Produk Domestik Regional Bruto Semakin tinggi rata-rata kapasitas fiskal (FC) suatu daerah maka kemampuan daerah dalam mendanai kebutuhannya semakin memadai guna membiayai pembangunan daerah. Apabila jumlah PAD yang diserahkan kepada pemerintah daerah lebih besar dari jumlah kebutuhan fiskal daerah tersebut berarti potensi untuk mendapatkan PAD didaerah tersebut cukup bagus tanpa ada subsidi dari pemerintah pusat. Apabila pendapatan (kapasitas fiskal) lebih besar dari pengeluaran atau kebutuhan fiskal sama dengan surplus, dapat dikatakan bahwa daerah tersebut sudah mampu membiayai kebutuhan fiskal daerahnya dan apabila pendapatan atau kapasitas fiskal kurang dari pengeluaran atau kebutuhan fiskal, sama dengan defisit, dapat dikatakan daerah tersebut belum mampu 18

17 membiayai sendiri kebutuhan fiskalnya dan masih harus ditutup dengan subsidi dari pemerintah pusat. h) Upaya fiskal Analisis Upaya fiskal merupakan analisis yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan asli daerah dengan laju pertumbuhan produk Domestik Bruto (Haryati :2006). Oleh karena itu rumus dari Upaya fiskal adalah sebagai berikut Keterangan Upaya fiskal dihitung dengan mencari koefisien elastisitas PAD terhadap PDRB. Semakin elastis PAD, maka stuktur PAD didaerah akan semakin baik. Untuk mengetahui tingkat PAD dengan laju pertumbuhan produk domestik regional bruto dengan kriteria penilaian yaitu apabila PDRB naik 1% maka akan berpengaruh pada PAD. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif atas data timeseries. Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder, data sekunder dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Pemerintah Kota Salatiga tahun

18 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) penduduk Kota Salatiga dan provinsi Jawa tengah tahun anggaran Data Jumlah Penduduk Kota Salatiga dan Provinsi Jawa Tengah tahun Teknik Analisis Data Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan analisis rasio kemudian dibandingkan dari tahun ke tahun sehingga akan dapat dievaluasi kinerja Pemerintah Kota Salatiga untuk periode 2005 sampai tahun Analisis Rasio Kemandirian 2. Analisis Rasio Efektivitas dan Efisiensi 3. Analisis rasio kemampuan rutin 20

19 4. Analisis Rasio Keserasian 5. Analisis Rasio Pertumbuhan r = Pertumbuhan Pn = TPD/ PAD / Belanja rutin/ Belanja pembangunan yang dihitung pada tahun ke-n Po = TPD/ PAD / Belanja rutin/ Belanja pembangunan Data yang dihitung pada tahun ke-o Membandingkan PAD, Total Pendapatan, Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan dari periode ke periode berikutnya yaitu tahun 2005/2006, tahun 2006/2007, tahun 2007/2008, tahun 2008/2009 dan tahun 2009/ Analisis Kebutuhan Fiskal Keterangan PPP = Jumlah Pengeluaran Rutin dan Pembangunan per kapita masing masing daerah 21

20 Rata rata kebutuhan Fiskal Standar se Jawa Tengah adalah : 7. Analisis Kapasitas Fiskal Keterangan : PDRB = Produk Domestik Regional Bruto 8. Analisis Upaya Fiskal Keterangan Perubahan 22

21 PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN Profil kinerja Keuangan Kota Salatiga Ket Pajak daerah Restrib usi Daerah Hasil Perusah aan Milik Dae. & Hsl pengelo laan Dae. Yang dpt dipisah kan lain Lain PAD yang sah Total PAD Dana Hasil pajak & bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Bagi Hasil Pajak Dan bantua n Keu. Dari Provins i Total Pendap atan dari Pihak Ekstern al Tabel 3 A Profil Kinerja Keuangan Kota Salatiga Tahun Tahun Ratarata

22 A. Analisis Kemandirian Berdasarkan kondisi data tentang PAD dan bantuan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pinjaman dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga, maka untuk rasio kemandirian pemerintah Kota Salatiga tahun pada tabel 3 adalah Sebagai berikut Tabel 3 B Ket Rasio Kemandirian Kota Salatiga Tahun (dalam ribuan) Tahun Rata-rata PAD (Rp) Bantuan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pinjaman (Rp) Rasio Kemandirian ( %) 17,52 13,51 13,58 13,24 16,65 15,37 14,83 Kemampuan Keuangan Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali Pola Hubungan Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Berdasarkan Tabel 3 Rasio Kemandirian belum stabil. Ditahun 2005 dan 2009 terdapat angka yang cukup tinggi yakni mencapai 17,52% dan 16,65 % dibandingakna tahun 2006, 2007, 2008, 2010 yakni 13,51 %, 13,58 %, 13,24 %, 15,37% Sehingga rasio kemandirian selama lima tahun pada kota Salatiga memiliki ratarata tingkat kemandirian yang rendah sekali dengan pola hubungan Instruktif artinya peranan pemerintah pusat sangat dominan. Terlihat dari rasio kemandirian yang dihasilkan berkisar antara 0% - 25 % yaitu 14,83 %. Rasio Kemadirian yang masih rendah menunjukan bahwa pada sumber penerimaan daerah masih kurang maksimal. Hal ini dikarenakan masih relatif kurangnya PAD yang dapat digali oleh pemerintah daerah. 24

23 Dimana sumber-sumber potensial untuk PAD yang masih dikuasai oleh pemerintah pusat, sedangkan untuk pajak yang cukup besar masih dikelola oleh pemerintah pusat, yang dalam pemungutan berdasarkan undang-undang/persyaratan pemerintah dan daerah hanya menjalankan serta menerima bagian dalam bentuk dan perimbangan. Dampak perimbangan itu sendiri terdiri dari : bagi hasilpajak/bukan pajak, DAU, DAK dan bantuan propinsi. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan penerimaan dari potensi pendapatan yang telah ada. Inisiatif, kreatifitas dan kemauan daerah sangat diperlukan dalam meningkatkan PAD. Pemerintah daerah harus mencari jalan yang dapat memungkinkan mengatasi kekurangan pembiayaannya, hal ini memerlukan kreatifitas dari aparat pelaksana keuangan daerah untuk mencari sumber-sumber pembiayaan dengan pihak swasta dan juga program peningkatan PAD. Berikut grafik perkembangan rasio kemandirian Kota Salatiga Tahun Grafik 1 Rasio Kemandirian Kota Salatiga Tahun Rasio Kemandirian ( %)

24 B. Analisis Efektivitas dan Efisiensi Berdasarkan kondisi data tentang Realisasi PAD dan target PAD dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga, maka untuk rasio efektivitas pemerintah Kota Salatiga tahun pada tabel 4 adalah Sebagai berikut Tabel 4 Rasio Effektifitas PAD Kota Salatiga Tahun Keterangan Tahun Rata - Rata Realisasi PAD (Rp) Target PAD (Rp) Rasio Effektifitas PAD 109,40 109,00 113,07 123,37 105,84 98,60 108,84 Dari tabel 4 di atas diketahui bahwa rasio efektivitas Kota Salatiga dalam melakukan pemungutan sumber pendapatan daerah antara tahun berkisar antara 98,60% sampai 108,84%. Dimana pada taun 2005 hingga 2008 mengalami peningkatan. Namun di tahun 2009 dan 2010 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena ditahun tersebut adanya pengalihan deposito ke giro yang menyebabkan bunga deposito turun sehingga penerimaan lain- lain dari PAD yang sah turun dibawah target anggarannya. Namum secara keseluruhan dalam enam tahun terkhir ini Salatiga sudah efektif mencapai target PAD yang ditetapkan yakni 108,84%. Berikut grafik Efektivitas Kota Salatiga Dari Tahun

25 Grafik 2 Rasio Efektivitas Kota Salatiga tahun Rasio Effektifitas PAD Berdasarkan kondisi data tentang total biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD dibanding dengan Peneriamaan PAD dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga, maka untuk rasio efisiensi pemerintah Kota Salatiga tahun pada tabel 5 adalah Sebagai berikut Keterang an Total Biaya (Rp) Total Penerimaa n Realisasi PAD (Rp) Rasio Efisiensi Tabel 5 Rasio Efisiensi Kota Salatiga Tahun Tahun Rata - Rata ,06 3,12 3,52 2,86 4,93 6,86 4,30 Kenaikan biaya yang besar dari tahun 2009 ke 2010 dikarenakan ditahun tersebut adanya penerimaan pegawai negri sipil yang menyebabkan peningkatan biaya yang besar, sebagai mana terlihat pada tabel berikut: 27

26 Tabel 5 B Belanja total dan belanja Pegawai Kota Salatiga Tahun Keteranga n Tahun Rata-Rata Belanja Total Belanja Pegawai Dari tabel 5 di atas diketahui bahwa rasio efisiensi Kota Salatiga dalam mendapatkan pendapatan daerah antara 3,06 6,86 memiliki rata rata 4,30.. Berpengaruh pada naiknya rasio effisiensi. Menggambarkan bahwa Pemerintah Kota Salatiga belum effisien. Dapat terlihat pada biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penerimaan realisasi PAD lebih besar dari 1. Berikut grafik Efisiensi Kota Salatiga Dari Tahun Grafik 3 Rasio Efisiensi Kota Salatiga tahun Rasio Efisiensi C. Analisis Indeks kemampuan rutin Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga maka total PAD dibandingkan dengan Total pengeluaran rutin, maka rasio kemampuan rutin pada tabel 6 adalah sebagai berikut 28

27 Keteran gan PAD (Rp) Tabel 6 Rasio Indeks Kemampuan Rutin Kota Salatiga Tahun Tahun Rata-rata Total pengelua ran rutin ( Rp) Rasio Kemamp uan rutin Kemamp uan keuanga n 16,88 2,85 8,79 8,36 5,05 12,49 6,62 Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Berdasarkan tabel indeks kemampuan rutin terlihat bahwa Rasio PAD terhadap pengeluaran rutin daerah Kota Salatiga dari tahun ke tahun masih fluktuatif. Sehingga ratarata indeks kemampuan rutin sebesar 6,62%. Didapat dari Total PAD tahun dibagi dengan Total pengeluaran rutin Hal ini berarti bahwa PAD mempunyai kemampuan yang masih sangat kurang untuk membiayai pengeluaran rutin. Dimana PAD Kota Salatiga masih relatif kecil dan masih mendapat bantuan yang cukup besar pada sumber keuangan yang berasal dari pemerintah pusat. Berikut adalah Grafik Pertumbuhan Rasio indeks Kemampuan rutin dari tahun ke tahun 29

28 Grafik 4 Rasio Indeks Kemampuan Rutin Kota Salatiga Tahun Rasio Kemampuan rutin D. Analisis Keserasian Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga tahun maka perbandingan antara Belanja rutin dna belanja pembangunan, maka rasio keserasian pada tabel 6 adalah sebagai berikut *Rasio Belanja Rutin Ket Total Belanja rutin ( Rp) Total Belanja APBD (Rp) Rasio Belanja Rutin *rasio belanja pembangunan Keterangan Total Belanja pembangunan (Rp) Total Belanja APBD (Rp) Rasio Belanja Pembangunan Tabel 7 Rasio Keserasian Kota Salatiga Tahun (Dalam rinuan) Tahun Rata-Rata ,48 75,88 78,12 65,65 65,19 78,59 74 Tahun Rata-Rata ,52 24,12 21,88 34,35 34,81 21,

29 Dari hasil perhitungan tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa belanja aparatur daerah tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 25,05% pada tahun Pada tahun 2007 belanja aparatur daerah naik sebesar 15,77%. Pada tahun 2006 dan 2007 mengalami kenaikan lagi menjadi 22,00% dan 16,61%. Pada belanja pembangunan tahun 2005 naik di tahun 2006 menjadi sebesar 53,95%. Pada tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 2,02%. Pada tahun 2008 naik lagi menjadi 127,87%. Pada tahun 2009 juga mengalami kenaikan lagi menjadi 19,04%. Dari tahun ke tahun rasio belanja rutin dan belanja pembangunan masih belum stabil. Sebagian besar dana yang dimiliki pemerintah daerah masih diprioritaskan untuk kebutuhan belanja rutin, sehingga rasio pembangunan terhadap APBD lebih kecil. Tapi dalam perkembangannya mengalami peningkatan yang positif karena dari tahun ke tahun rasio belanja rutin menjadi lebih kecil sedang belanja pembangunan meningkat. kecuali pada tahun 2010 mengalami peningkatan belanja rutin karena kenaikan pengeluaran pada belanja pegawai Rasio Belanja Rutin Rasio Belanja Pembangunan Grafik 5 Rasio Keserasian Kota Salatiga tahun

30 E. Analisis Rasio Pertumbuhan Membandingkan PAD, Total Pendapatan, Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan dari periode ke periode berikutnya yaitu tahun 2005/2006, tahun 2006/2007, tahun 2007/2008, tahun 2008/2009 serta tahun 2009/2010. Maka rasio pertumbuhan Kota Salatiga Tahun pada tabel 7 adalah sebagai berikut Tabel 8 Rasio Pertumbuhan Kota Salatiga Tahun Keterangan Tahun Rata-Rata PAD (Rp) pertumbuhan PAD 16,79 11,54 24,75 17,51 (2,84) 11 Total Pendapatan (Rp) Pertumbuhan Pendapatan (%) ,48 11,00 29,08 (3,72) 9,39 15 Belanja Rutin (Rp) Pertumbuhan Rutin(%) 25,05 15,77 22,00 16,61 16,65 16 Belanja pembangunan( Rp) Pertumbuhan Belanja Pembangunan (%) 53,95 2,02 127,87 19,04 (40,49) 27 Dari tabel diatas terlihat bahwa dari tahun ketahun PAD, Total pendapatan daerah dan belanja pembangunan mengalami peningkatan diikuti belanja rutin yang fluktuatif. 32

31 Ditahun 2008 adanya kenaikan atas total pendapatan daerah karena ditahun tersebut mendapat bantuan dana dari pemerintah untuk pembangunan Jalan Lingkar Selatan. Penurunan PAD ditahun 2010 karena pengalihan dana pemerintah kepada sumber yang lebih likuid sehingga menurunkan PAD pada penerimaan lain lain yang sah. Serta penurunan belanja pembangunan 2010 dikarenakan pengeluaran pemerintah lebih diprioritaskan untuk belanja pegawai sehingga belanja rutin mengalami peningkatan. Berikut grafik rasio pertumbuhan tahun pertumbuhan PAD Pertumbuhan Pendapatan (%) Pertumbuhan Rutin (%) Pertumbuhan Belanja Pembangunan (%) Grafik 6 Rasio Pertumbuhan Kota Salatiga tahun F. Analisis Kebutuhan Fiskal Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga dan Provinsi Jawa Tengah maka rasio kebutuhan fiskal sebagai berikut 33

32 Keteranga n Tabel 9 Rasio kebutuhan Fiskal Kota Salatiga Tahun Tahun Pengeluaran Untuk Jasa - Jasa Publik (Rp) Jumlah Penduduk Pengeluaran Perkapita Jasa-Jasa Publik Pengeluaran Daerah (Rp) Jumlah Penduduk Jumlah Kabupaten/ Kota Rata - Rata Keb.Fiskal se-jateng Pelayanan Publik Perkapita , , , , , , , , , , , , ,23 474,62 565,69 814,06 566,51 571, Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa Indek Pelayanan Publik perkapita atau Pelayanan publik perkapita di kota Salatiga tahun mengalami perkembangan yang fluktuatif. Dapat diketahui pula bahwa kebutuhan fiskal kota Salatiga selama 6 tahun anggaran untuk setiap tahunnya lebih lebih besar dari standar kebutuhan fiskalnya, dan jika dilihat secara rata-rata kebutuhan fiskal Rp 3041 atau 616 kali lipat dari standar kebutuhan fiskal daerah. Ini didapat dari penjumlahan total pengeluaran perkapita dibagi dibagi dengan jumkah tahun yang dikenakan dibandingkan dengan seluruh total rata rata kebutuhan fiskal sejawa tengah. Hal ini berarti bahwa kebutuhan fiskal kota Salatiga besar, baik untuk setiap tahunnya maupun secara rata-rata selama 6 tahun anggaran, karena kebutuhan fiskal daerahnya lebih besar dari standar kebutuhan fiskal se-jawa Tengah. 34

33 Pengeluaran perkapita besar karena didominasi oleh pos belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja modal, dan belanja bantuan keuangan kepada propinsi/kabupaten,/kota dan pemerintah desa, dan belanja tidak terduga. Berikut Grafik kebutuhan fiskal kota salatiga tahun , Grafik 7 Pelayanan Publik Perkapita Kota Salatiga Tahun Pelayanan Publik Perkapita G. Analisis Kapasitas Fiskal Keteran gan PDRB (Kota Salatiga ) Tabel 10 Rasio Kapasitas Fiskal Kota Salatiga Tahun Tahun Rata-Rata Jumlah Pendudu k ( kota salatiga) PDRB (Jawa Tengah) Jumlah Pendudu k ( Jawa Tengah) Kapasita s Fiskal Standar , , , , , , ,07 Rasio Kapasita s Fiskal 30, , , , , , ,

34 Dari hasil table 9, terlihat bahwa PDRB perkapita Kota Salatiga selama 6 tahun anggaran mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan PDRB Kota Salatiga dari tahun ke tahun semakin baik, karena terjadi peningkatan. Begitu juga dengan standar kapasitas fiskal se-jawa Tengah juga mengalami peningkatan. Dan Kapasitas fiskal kota Salatiga selama 6 tahun anggaran mengalami penurunan. Oleh karena itu Kota Salatiga mempunyai kapasitas fiskal yang lebih rendah dari kebutuhan fiskal standar. Hal ini berarti dalam memenuhi kebutuhan fiskalnya, Kota Salatiga dapat dikatakan belum mampu membiayai sendiri kebutuhan fiskalnya dan masih membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat. Berikut adalah grafik kapasitas fiskal kota salatiga tahun Grafik 8 Rasio Kapasitas Fiskal Kota Salatiga Tahun Rasio Kapasitas Fiskal H. Analisis Upaya Fiskal Berdasarkan Laporan Realisasi APBD dan PDRB maka dapat diketahui perubahan PAD dan Perubahan PDRB tiap tahun 36

35 Keteranga n Perubahan PAD Perubahan PDRB Rasio Upaya fiskal Tabel 11 RasioUpaya Fiskal Kota Salatiga Tahun Tahun Rata-Rata ,11 0,03 0,03 0,05 0,07 0,01 0,04 Berdasarkan table rasio upaya fiskal. Terlihat bahwa elastisitas PAD terhadap PDRB atas harga berlaku secara rata-rata sebesar 0,04 % yang berarti bahwa setiap kenaiakan PDRB sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan PAD sebesar 0,04% yang berarti berpengaruh positif terhadap penerimaan PAD. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan PAD Kota Salatiga cukup peka terhadap perubahan yang terjadi pada PDRB Yang menyebabkan besarnya PAD mengalami peningkatan setiap tahunnya didominasi oleh pendapatan pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Berikut grafik Upaya fiskal kota Salatiga Tahun Grafik 9 Rasio Upaya Fiskal Kota Salatiga Tahun Rasio Upaya fiskal

36 KESIMPULAN Dari perhitungan kedelapan rasio keuangan maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dan kontribusi masing rendah sehingga pemerintah masih bergantung pada bantuan dari pemerintah pusat, pola hubungan tingkat kemandirian daerah adalah instruktif. Walaupun dalam perkembangan dari tahun ke tahun kemandirian Kota Salatiga untuk setiap tahun anggarannya mengalami peningkatan. Menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Salatiga telah berusaha mandiri dalam mengelola keuangan daerahnya dan berusaha untuk dapat berotonomi sesuai dengan sasaran yang hendak dituju dalam otonomi daerah. Sedangkan untuk Rasio efektivitas pendapatan daerah Kota Salatiga selama enam tahun anggaran (tahun anggaran 2005 sampai dengan tahun 2010memiliki rata rata lebih dari 100%. Dengan demikian pemungutan Pendapatan Asli Daerah dalam kategori efektif. Hal ini menunjukkan kinerja pemerintah daerah yang baik, karena setiap tahunnya target Pendapatan Asli Daerah yang ingin dicapai selalu terealisasikan sesuai dengan yang telah ditargetkan bahkan untuk setiap tahunnya realisasi Pendapatan Asli Daerah yang diterima lebih dari target yang ditetapkan. Walaupun belum ada patokan mengenai besarnya persentase untuk target PAD. Sedangkan Rasio Efisiensi pemungutan PAD Salatiga belum dapat mencapai effiensi yang diharapkan karena biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan PAD masih lebih dari 1 atau 100%. Oleh karena itu pemerintah masih membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat untuk membiayai pembiayaan daerah. Hal ini juga diikuti oleh Rasio Indeks Kemampuan Rutin selama enam tahun pada pemerintahan Kota Salatiga masih dalam skala interval 00,00 % 20,00 % yaitu sebesar 6,62% dan ini berarti bahwa PAD mempunyai kemampuan yang masih sangat kurang untuk membiayai 38

37 pengeluaran rutin. Dimana PAD Kota Salatiga masih dikategorikan kecil dan masih mendapat bantuan yang cukup besar pada sumber keuangan yang berasal dari pemerintah pusat. Serta Rasio Keserasian dari tahun ke tahun rasio belanja rutin dan belanja pembangunan masih belum stabil. Untuk sebagian dana yang dimiliki pemerintah daerah masih diprioritaskan untuk kebutuhan belanja rutin, sehingga rasio pembangunan terhadap APBD lebih kecil. Tapi dalam perkembangannya mengalami peningkatan yang positif karena dari tahun ke tahun rasio belanja rutin menjadi lebih kecil sedang belanja pembangunan meningkat. Untuk Rasio Pertumbuhan dari tahun ketahun PAD, total pendapatan daerah dan belanja pembangunan belanja rutin yang secara prosentase msh fluktuatif. Selanjutnya Rasio Analisis Kebutuhan Fiskal menunjukan pengeluaran perkapita penduduk lebih besar dari standar kebutuhan fiskal jawa tengah. Namun Analisis Kapasitas Fiskal menunjukan kapasitas fiskal pemerintah Kota Salatiga lebih rendah dari kebutuhan fiskal standar Jawa Tengah. Hal ini berarti dalam memenuhi kebutuhan fiskalnya, Kota Salatiga dapat dikatakan masih membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat. Untuk Analisis Upaya Fiskal Terlihat bahwa elastisitas PAD terhadap PDRB berdasarkan harga berlaku secara rata-rata sebesar 0,04 % yang berarti bahwa setiap kenaiakan PDRB sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan PAD sebesar 0,04% yang berarti berpengaruh positif terhadap penerimaan PAD. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan PAD Kota Salatiga cukup peka terhadap perubahan yang terjadi pada PDRB. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan Pemerintah Kota Salatiga pada tahun belum dapat dikatakan baik. Karena hanya memenuhi dua rasio keuangan yaitu rasio efektivitas dan rasio upaya fiskal. 39

38 Saran Pemerintah Kota Salatiga perlu meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana publik dengan meningkatkan belanja pembangunan khususnya pembangunan sarana dan prasana yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian pengelolaan dan pendayagunaan aset daerah. Oleh karena rasio efektivitas yang baik maka Pemerintah Kota Salatiga perlu meninjau penentuan target. Kemudian sebaiknya Pemerintah lebih mengupayakan speningkatan efisiensi dan efektivitas unit pelayanan teknis daerah dalam pemberian layanan kepada masyarat. DAFTAR PUSTAKA. Azhari. A. Surouda, 1995, Perpajakan Indonesiakeuangan Pajak Dan Retribuso Daerah. Gramedia, Jakarta Bastian, Indra, 2001, Akuntansi Sektor Publik Di Indonesia, Yogyakarta,BPFE Bastian, Indra, 2006, Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta Basri, Yuswar Zainul Dan Mulyadi Subir (2003), Keuangan Negara Dan Kebijakan Utang Luar Negeri, PT Grafindo Persada, Jakarta Devas, Nick (1995), Keuangan Pemerintah Darah Di Indonesia, UJ Press, Jakarta Deddi, Nordiawan, 2006, Akuntansi Sektor Publik, Salemba Empat, Jakarta Halim, Abdul, Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Ketiga, Salemba Empat, Jakarta,2008 Haryati, Sri, 2006, Perbandingan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum Dan Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah Kabupaten Sleman Tahun Dan , Jogjakarta LAN (Lembaga Administrasi Negara), AKIP Dan Pengukuran Kinerja, Edisi Tahun 2008 Mardiasmo, 2004, Akuntansi Sektor Publik, Edisi Kedua, Yogyakarta Mohammad Mahsun, Dkk, 2007, Akuntansi Sektor Publik, Edisi Kedua 40

39 Hairunissa Nanis, 2008, Penilaian Kinerja Bagian Keuangan Pemkab Probolinggo Menggunakan Analisis Rasio Keuangan Terhadap APBD, Jurnal Ekonomika, Vol.2, No.2, Desember Nirzawan Tinjauan Umum Terhadap Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah Di Kabupaten Bengkulu Utara. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN Samryn, L.M., 2002, Akuntansi Manajerial Suatu Pengantar. Cetakan Kedua. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Saragih, Juli Panglima, 2003, Desentralisasi Fiskal Dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi, PT Ghalia Indonesia, Jakarta Suyoko, 2008, Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Autonomi Daerah Pada Kabupaten Karanganyar, Surakarta Sularmi, Sularmi And Endro Suwarno, Agus (2006) Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Otonomi Daerah Ditinjau Aspek Keuangan : Studi Empiris Pada Wilayah Karesidenan Surakarta. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Vol.5 (No.1). Pp Issn Supraptto, Tri, Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman Dalam Masa Otonomi Daerah Tahun , Jogjakarta Undang Undang Nomor 22 Tahun1999 Tentang Pemerintahan Daerah Undang Undang No.24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah Undang Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah Undang Undang No.8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Daerah Undang-Undang No.58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Wahyuni, Sri (2008), Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Sragen Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah. Surakarta Werther, WB Dan Davis, K, 1996, Human Resources And Personel Management, Mcgraw Hill Inc, New York. 41

BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah BAB II KAJIAN TEORI 1. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, APBD didefinisikan sebagai rencana oprasional keuangan pemerintah

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMONGAN BERDASARKAN KONSEP VALUE FOR MONEY

PENGUKURAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMONGAN BERDASARKAN KONSEP VALUE FOR MONEY PENGUKURAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMONGAN BERDASARKAN KONSEP VALUE FOR MONEY Alayyal Khikmah Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya alayyal_khikmah@yahoo.com Abstract This study is

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*) ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN Haryani 1*) 1) Dosen FE Universitas Almuslim Bireuen *) Haryani_68@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kinerja Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja adalah pretasi kerja atau pencapaian yang diterima sebuah perusahaan dalam menjalankan program/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode ) ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode 2010-2012) NASKAH PUBLIKASI Oleh : YULIANA NIM : B 200 090 024 FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD 2010-2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG Nanik Wahyuni Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UIN MALIKI Malang Jln. Gajayana 50 Malang HP. 081233381656 e-mail: n4nikw4hyuni@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat penelitian Kabupaten Gorontalo Utara adalah sebuah kabupaten di Provinsi Gorontalo, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kwandang. Kabupaten ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) MERI IMELDA YUSUF 921 409 130 PROGRAM STUDI SRATA 1 AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010- BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 1. Penggunaan Anggaran Belanja yang tercantum dalam APBD Kabupaten Manggarai tahun anggaran 20102014 termasuk kategori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK David Efendi Sri Wuryanti Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Ponorogo Jl. Budi Utomo 10, Ponorogo

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD 2008-2010 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur Ratna Wulaningrum Politeknik Negeri Samarinda Email: ratna_polsam@yahoo.com ABSTRACT The purpose of this study is to determine the

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Samalua Waoma Program Studi Akuntansi STIE Nias Selatan Kabupaten Nias Selatan samaluawaoma@gmail.com Abstract Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 % BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan hasil analisis data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2011-2013 WIRMIE EKA PUTRA*) CORIYATI**) *) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi **) Alumni

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata kemandirian keuangan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN 20092010 Agung Wijaya B 200 080 202 Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN ) 1 ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN 2009-2013) Sonia Fambayun soniafambayun@gmail.com Universitas Negeri Surabaya ABSTRACT This purpose

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Desentralisasi Fiskal a. Defenisi Desentralisasi Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7 dan UU No 33 tentang Perimbangan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan APBD Pada dasarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU Taryono Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut. 3. Bagi masyarakat, memberikan informasi yang jelas tentang pengelolaan keuangan di Provinsi Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 4. Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008 44 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Rasio keuangan yang digunakan dalam pembahasan pada bab IV ini adalah Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Indek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri ANALISIS PENGALOKASIAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kota Kediri) M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu semangat reformasi keuangan daerah adalah dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah otonomi secara

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON Muhammad Ramli Faud*) Abstract : This research measures financial perfomance of local government (PAD) at Ambon city using ratio analysis. Local

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO Juni Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih 31 EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol. I., No. 1, Juni 2010, 31-42 ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang 54 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ini berbentuk studi pustaka dengan data sekunder yang mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang dipublikasikan instansi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di 136 BAB V PENUTUP Keberhasilan otonomi daerah dalam era globalisasi dapat terwujud apabila pemerintah daerah mampu melakukan efisiensi dan efektivitas anggaran dan pengoptimalan pendapatan daerah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kabupaten Gresik merupakan salah satu wilayah yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi pemerintah

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi oleh : *) M. Sabyan, S.E., M.E. *) Andri Devita, S.E. **)Dosen Tetap STIE Muhammadiyah Jambi Abstract This research measures financial performance

Lebih terperinci

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB IV METODA PENELITIAN BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi dan kateristik obyek penelitian, maka penjelasan terhadap lokasi dan waktu penelitian

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA, SEMARANG, DAN SURAKARTA TAHUN 2001-2006 SKRIPSI Disusun dan diajukan Guna Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup perusahaan sangat ditentukan bagaimana. perusahaan dapat dikelola dengan efisien, sehingga dapat dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup perusahaan sangat ditentukan bagaimana. perusahaan dapat dikelola dengan efisien, sehingga dapat dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelangsungan hidup perusahaan sangat ditentukan bagaimana perusahaan dapat dikelola dengan efisien, sehingga dapat dimungkinkan tercapainya tujuan. Pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1. 1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa daerah otonom yaitu kesatuan masyarakat hukum

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang) ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang) Fitri Umi Hanik, Tutik Dwi Karyanti Jurusan Akuntansi, Politeknik

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH AFDHAL CHATRA 1, ARGA SUWITRA 2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sakti Alam Kerinci 1,2 afdhalchatra@gmail.com ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD 2001-2010 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN 2010-2014 JAENURI PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tuban Email: Jaenuriumm12@gmail.com Abstract The research is aimed to find

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD 2009-2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Pada Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )* ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )* Koko Andriyanto, Hamdan Majid, Hanggoro Kurniawan, Arif Rahman Hakim Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah

Lebih terperinci

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN APBD DAN MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN ANGGARAN 20112015 Oleh : Sulis Rimawati (14115005) PENDAHULUAN Salah satu

Lebih terperinci

Jurnal MONEX Vol.6 No 1 Januari 2017

Jurnal MONEX Vol.6 No 1 Januari 2017 ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN Sunanto Email: nanz_plbang@yahoo.com Dosen DIII Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensi yang melanda Indonesia memberi dampak bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp , BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Deskriptif Secara keseluruhan dari tahun 2010-2014 APBD di Kabupaten/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Definisi Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mengambil lokasi di Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data yang telah disusun oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN 2004-2013 Anjar Nora Vurry, I Wayan Suwendra, Fridayana Yudiaatmaja Jurusan Manajemen Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK 1 2 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Farni Umar 1, Rio Monoarfa 2, Nilawaty Yusuf 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN 2010-2015 Oleh: Febby Randria Ramadhani Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Muhammadiya Malang Email: febby.randria@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa dimana

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa dimana BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian akuntansi Berikut disebutkan beberapa definisi tentang akuntansi, menurut Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur 1 Yani Rizal Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Samudra Langsa Aceh e-mail: yanirizal@unsam.ac.id Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Tri Prastiwi 1 Muhammad Arfan 2 Darwanis 3 Abstract: Analysis of the performance of

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH DINAMIKA EKONOMI, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.6.No.1. Maret 3013 KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH Muzdalifah Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mengatur, memanfaatkan serta menggali sumber-sumber. berpotensi yang ada di daerah masing-masing. Undang-undang yang

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mengatur, memanfaatkan serta menggali sumber-sumber. berpotensi yang ada di daerah masing-masing. Undang-undang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur serta mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yaitu oleh Pramono (2014) dengan judul Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jaya (1999 :11), keuangan daerah adalah seluruh tatanan perangkat

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Jaya (1999 :11), keuangan daerah adalah seluruh tatanan perangkat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Keuangan Daerah Menurut Jaya (1999 :11), keuangan daerah adalah seluruh tatanan perangkat kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang ditetapkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi

Lebih terperinci

INUNG ISMI SETYOWATI B

INUNG ISMI SETYOWATI B PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Adapun tinjauan teori dalam penelitian ini meliputi: (i) Otonomi Daerah, (ii) Keuangan Daerah, (iii) Analisis Kinerja dan Kemampuan Keuangan Daerah. Penjelasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN PANDEGLANG PROPINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2009-2011 Chitra Ananda (Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma) Ananda_chitra@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 1 No. 2, Oktober 2013 ISSN: 2338-4603 Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Hasan

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KABUPATEN DAIRI SAHALA PURBA DAN RUTHMANA CHIRISTIN HUTABARAT ABSTRACT This study aims to analyze the Financial Performance of Dairi District Government

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Peneltian Penelitian ini dilakukan di BPKAD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur yang beralamat di Jl. Jenderal Sudirman No.1 RT.13, Klandasan Ulu, Kota Balikpapan. B.

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

Belanja Daerah (APBD) yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perimbangan. fiskal telah meningkatkan peran dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam

Belanja Daerah (APBD) yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perimbangan. fiskal telah meningkatkan peran dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam PENDAHULUAN Hakekat dari otonomi daerah adalah kewenangan yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan daerah, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan (Adi, 2012). Menurut Analisis dan Deskripsi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Usman

Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Usman Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo Usman Abstrak Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui perkembangan kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pemerintah Kota Bengkulu 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Otonomi daerah yang merupakan bagian dari reformasi kehidupan bangsa oleh Pemerintah

Lebih terperinci