Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur"

Transkripsi

1 Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur Ratna Wulaningrum Politeknik Negeri Samarinda ABSTRACT The purpose of this study is to determine the local governments financial performance at the province of East Kalimantan. This research is descriptive quantitative. To analyze research problems, researcher used ratios for measured government s financial performance, which includes the degree of fiscal decentralization ratio, regional financial independence ratio, effectiveness of regional revenue ratio, regional financial efficiency ratio, and financial harmony ratio. The results of this study indicate that the financial performance of provincial government of East Kalimantan needs to be improved so that the allocation of budget funds can be used optimally. Keywords: Financial performance, local governments, effectiveness ABSTRAKSI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Alat analisa yang digunakan adalah rasio-rasio untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah yang meliputi rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, dan rasio keserasian yang terdiri atas rasio belanja operasi dan rasio belanja modal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah provinsi Kalimantan Timur masih perlu untuk ditingkatkan agar alokasi dana APBD yang ditujukan untuk pengembangan daerah dapat dimanfaatkan secara optimal. Kata Kunci: Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektifitas dan Efisiensi, Rasio Keserasian

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah di Indonesia didasarkan pada Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan sistem pemerintahan desentralisasi dan sudah efektif dilaksanakan sejak 1 Januari Misi utama Undang-ndang Nomor 33 Tahun 2004 bukan hanya melimpahkan kewenangan pembangunan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah efisiensi dan efektifitas sumber daya keuangan. Bastian (2001:6) menyatakan bahwa diperlukan suatu laporan keuangan yang handal dan dapat dipercaya agar dapat menggambarkan sumber daya keuangan daerah berikut dengan analisis prestasi pengelolaan sumber daya keuangan daerah itu sendiri. Analisis prestasi dalam hal ini adalah kinerja keuangan dari pemerintahan daerah yang dapat didasarkan pada kemandirian dan kemampuannya untuk memperoleh, memiliki, memelihara dan memanfaatkan keterbatasan sumber-sumber ekonomis daerah untuk pemenuhan seluas-luasnya kebutuhan masyarakat di daerah. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menetapkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini maka perlu dibangun pendekatan kinerja. Anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Pada umumnya, APBD suatu daerah didominasi oleh sumbangan pemerintahan pusat dan sumbangan lain-lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan, yaitu sekitar 75% dari total penerimaan daerah. Hal ini menyebabkan daerah masih tergantung kepada pemerintahan pusat sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi terbatas. Rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) suatu daerah bukanlah 2

3 disebabkan oleh karena struktural daerah memang miskin atau tidak memiliki sumber-sumber keuangan yang potensial, tetapi lebih banyak disebabkan oleh kebijakan pemerintahan pusat. Selain itu, sumber-sumber keuangan dikuasai oleh pusat sehingga hal ini menyebabkan daerah kurang mandiri dalam pengelolaan hasil materil sumber daya dan potensi daerah yang bersangkutan. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur selama tahun 2014 dan 2015 berdasarkan rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio keserasian? Batasan Permasalahan Permasalahan di dalam penelitian ini dibatasi pada pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur dengan menggunakan indikator analisis rasio keuangan pada APBD, yaitu meliputi rasio rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio keserasian. TINJAUAN PUSTAKA Otonomi Daerah Pengertian otonomi daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah hak, kewenangan, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam kerangka negara kesatuan, pemerintah pusat masih memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap daerah otonom. Untuk itulah ada beberapa asas penting dalam undang-undang otonomi daerah yang perlu dipahami, yaitu asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, tugas pembantuan dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (Bastian, 2006:338). 3

4 Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranan dalam membuka peluang memajukan daerah dengan menumbuhkembangkan seluruh potensi sumber pendapatan daerah dan mampu menetapkan belanja daerah secara wajar, efisien dan efektif, termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerjanya. Menurut Halim (2001:19), ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah; (2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan keuangan pusat dan daerah. Keuangan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan peraturan-peraturan manajemen keuangan daerah (Halim, 2007:2), pengelolaan keuangan daerah memiliki karakteristik antara lain: (1) Pengertian Daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten. Istilah Pemerintah Daerah Tingkat I dan II, juga Kotamadya tidak lagi digunakan; (2) Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat lainnya. Pemerintah ini adalah badan eksekutif, sedangkan badan legislatif di daerah adalah DPRD (pasal 14 UU No. 22 Tahun 1999). Oleh karena itu maka terdapat pemisahan antara legislatif dan eksekutif; (3) Perhitungan APBD menjadi satu laporan dengan pertanggungjawaban Kepala Daerah (Pasal 5 PP No.108 Tahun 2000). Bentuk laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas laporan perhitungan APBD, nota perhitungan APBD, laporan aliran kas, neraca daerah 4

5 dilengkapi dengan penilaian berdasarkan tolok ukur Renstra (pasal 38 PP No.105 Tahun 2000); (4) Pinjaman APBD tidak lagi termasuk dalam pos pendapatan (yang menunjukkan hak Pemda) tetapi masuk dalam pos penerimaan (yang belum tentu menjadi hak Pemda); (5) Masyarakat termasuk di dalam unsur-unsur penyusunan APBD di samping pemerintah daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD; (6) Indikator kinerja pemerintah daerah mencakup perbandingan antara anggaran dan realisasinya, perbandingan antara standar biaya dan realisasinya, target dan persentase fisik proyek, serta meliputi standar pelayanan yang diharapkan; (7) Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun anggaran yang bentuknya laporan perhitungan APBD dibahas oleh DPRD dan mengandng konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD; (8) Digunakan akuntansi di dalam pengelolaan keuangan daerah. Sumber-sumber pendapatan/penerimaan daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 terdiri atas pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, sumber pendapatan daerah, persentase dana perimbangan. Untuk Pembiayaan Penyelenggaraan Negara, penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas beban APBN, sedangkan penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah dibiayai dari dan atas beban APBD. Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Persentase dana perimbangan terdiri dari dana perimbangan, bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan penerimaan dari sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 (pengganti PP No.105 Tahun 2000) dan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 (pengganti Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002) memberikan pendekatan baru dalam pengelolaan keuangan daerah. Perubahan yang terjadi cukup besar, namun tetap dilakukan secara bertahap sesuai dengan semangat reformasi, tidak radikal dan revolusioner. Perubahan itu sudah sampai pada teknik akuntansinya yang meliputi perubahan dalam pendekatan sistem akuntansi dan prosedur pencatatan, 5

6 dokumen dan formulir yang digunakan, fungsi-fungsi otorisasi untuk tujuan sistem pengendalian internal, laporan dan pengawasan. Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 (pasal 1, pasal 36, dan pasal 70) merupakan dasar hukum penyajian laporan keuangan pemerintah berbasis akrual. Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP berbasis kas menuju akrual (PP No.24 tahun 2005) menjadi penerapan SAP berbasis akrual (PP No. 71 Tahun 2010). SAP yang ditetapkan dengan PP No.24 Tahun 2005 berbasis kas menuju akrual sebagian besar telah mengacu pada praktik akuntansi berbasis akrual. Disebutkan dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 bahwa basis akrual adalah suatu basis akuntansi dimana transaksi ekonomi atau peristiwa akuntansi diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas diterima atau dibayarkan. Pendapatan diakui pada saat hak telah diperoleh (earned) dan beban (belanja) diakui pada saat kewajiban timbul atau sumber daya dikonsumsi. Manfaat dari basis akrual antara lain adalah: (1) memberikan gambaran yang utuh atas posisi keuangan pemerintah, (2) menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai hak dan kewajiban pemerintah, dan (3) bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja keuangan pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) adalah peraturan pemerintah yang fundamental yang mengusung amanat penerapan akuntansi berbasis akrual selambat-lambatnya untuk pelaporan keuangan pemerintah tahun Agar dapat mengimplementasikan SAP berbasis akrual, perlu mempersiapkan strategi yang cermat dan terukur, dimulai dari penyelesaian masalah-masalah akuntansi dan pelaporan yang masih timbul dalam praktik akuntansi kas menuju akrual serta meningkatkan pemahaman tentang isi standar akuntansi berbasis akrual. 6

7 Kinerja Keuangan Daerah Kinerja (performance) dapat diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan. Menurut Halim (2004:24) kinerja keuangan daerah atau kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Mardiasmo (2002:24) mengemukakan bahwa dengan otonomi terdapat dua aspek kinerja keuangan yang dituntut agar lebih baik dibanding dengan sebelum otonomi daerah. Aspek pertama adalah bahwa daerah diberi kewenangan mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama pada kemampuan pendapatan asli daerah. Aspek kedua yaitu dari sisi manajemen pengeluaran daerah, karena sesuai asas otonomi daerah maka pengelolaan keuangan daerah hrus lebih akuntabel dan transparan maka muncul tuntutan kepada daerah untuk lebih efisien dan efektif dalam pengeluaran daerah. Kinerja keuangan dalam pemerintah daerah merupakan tingkat pencapaian sdari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan APBD yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran dengan membandingkan anggaran sebelum dan sesudahnya. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur laporan pertanggungjawaban kepala daerah berupa perhitungan APBD. Di dalam penilaian indikator kinerja, sekurang-kurangnya ada empat tolok ukur penilaian kinerja keuangan pemerintahan daerah yaitu: penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan dalam APBD, efisiensi biaya, efektifitas program, dan pemerataan dan keadilan. Beberapa analisa rasio di dalam pengukuran kinerja keuangan daerah yang dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD dapat berupa rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio keserasian. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan rasio-rasio tersebut untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintahan kabupaten di propinsi Kalimantan Timur. 7

8 Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Total Pendapatan Daerah. Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap Total Pendapatan Daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi. Derajat Desentralisasi Fiskal, khususnya komponen PAD dibandingkan dengan Total Pendapatan Daerah, menurut Tim Fisipol UGM menggunakan skala interval seperti pada tabel berikut: Tabel 1 Skala Interval Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal (%) Kemampuan Keuangan Daerah 00,00 10,00 Sangat Kurang 10,01 20,00 Kurang 20,01 30,00 Cukup 30,01 40,00 Sedang 40,01 50,00 Baik >50,00 Sangat Baik Sumber: Wulandari (2001:22) Derajat Desentralisasi Fiskal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Derajat Desentralisasi Fiskal Total Pendapatan Asli Daerah Total Pendapatan Daerah 100% Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah 8

9 dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pusat ataupun dari pinjaman. Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi dan Pinjaman 100% Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. Tabel 2 Skala Interval Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Kemampuan Keuangan Kemandirian (%) Pola Hubungan Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif Rendah 25% - 50% Konsultatif Sedang 50% - 75% Partisipatif Tinggi 75% - 100% Delegatif Sumber: Halim (2007:169) Pola hubungan instruktif memiliki arti bahwa peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah). Pola hubungan konsultatif adalah kondisi di mana campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah. Pola hubungan partisipatif, menunjukkan bahwa peranan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati untuk mampu melaksanakan urusan otonomi daerah. Pola hubungan 9

10 delegatif menunjukkan campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Rasio Efektifitas PAD Rasio efektifitas PAD menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Rasio Efektifita s Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Target Penerimaan PAD yang Ditetapkan Berdasarka n Potensi RiilDaerah Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100% (seratus persen). Namun demikian, semakin tinggi rasio efektifitas berarti menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Agar memperoleh ukuran yang lebih baik, maka rasio efektifitas perlu diperbandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Rasio efisiensi keuangan daerah menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja keuangan pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah 100%. Semakin kecil rasio efisiensi keuangan daerah maka hal tersebut berarti kinerja keuangan pemerintah daerah semakin baik. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Realisasi Belanja Daerah Realisasi Penerimaan PAD 100% Tabel 3 Skala Interval Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Persentase Efisiensi Kriteria Efisiensi 100% ke atas Tidak Efisien 90% - 100% Kurang Efisien 10

11 80% - 90% Cukup Efisien 60% - 80% Efisien Kurang dari 60% Sumber: Halim (2007:234) Sangat Efisien Pemerintah daerah perlu menghitung secara cermat berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Hal tersebut perlu dilakukan, karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan target penerimaan pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu akan menjadi kurang memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target penerimaan pendapatan lebih besar daripada realisasi pendapatan yang diterima (Halim, 2007:234). Rasio Keserasian Rasio keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja operasi dan belanja modal secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja operasi berarti persentase belanja modal yang diperlukan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian dapat diformulasikan sebagai berikut (Halim, 2007:236): Rasio Belanja Operasi Total Belanja Operasi Total Belanja Daerah 100% Rasio Belanja Modal Total Belanja Modal Total Belanja Daerah 100% Rasio belanja rutin maupun belanja pembangunan terhadap APBD sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. 11

12 Pemerintah daerah memiliki peranan penting untuk memacu pelaksanaan pembangunan yang masih relatif kecil. Oleh karena itu, rasio belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif, yaitu melakukan perhitungan terhadap data keuangan yang diperoleh untuk memecahkan masalah yang ada sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kinerja keuangan pada pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur dilihat dari rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, dan rasio keserasian. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dan tersedia di buku-buku literatur maupun sumber-sumber lain. Data sekunder ini diperoleh dari BPS Kalimantan Timur, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara dokumentasi dan studi kepustakaan. Teknik dokumentasi dilakukan melalui pencatatan maupun softcopy untuk data-data yang diperlukan. Sedangkan teknik kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan melalui buku-buku, literatur-literatur dan lain-lain yang berkaitan dengan semua informasi mengenai tema penelitian yang dilaksanakan. Metode Analisis Data Metode analisis data yang dilakukan merupakan analisis deskriptif kuantitatif yang didasarkan pada penggambaran yang mendukung analisa. Analisa yang digunakan pada analisis kinerja keuangan daerah dalam bentuk rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD, yaitu 12

13 terdiri dari rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah, dan rasio keserasian.. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Keuangan Daerah di Provinsi Kalimantan Timur Bagian terbesar pendapatan asli daerah Provinsi Kalimantan Timur dari pajak daerah (local tax) sebesar 81,48 persen dari total PAD. Sumbangan retribusi daerah terhadap PAD sangat kecil dan tidak mencapai satu persen, sementara laba perusahaan daerah menyumbang PAD sebesar 4,65 persen dan penerimaan lainlain sebesar 13,64 persen (Kalimantan Timur dalam Angka, 2015:433). Data pendapatan dan belanja Provinsi Kalimantan Timur untuk tahun 2014 dan 2015 disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 4 Anggaran dan Realisasi APBD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 (dalam Juta Rupiah) No. Uraian Tahun 2014 Anggaran Realisasi % A PENDAPATAN ,11 1 Pendapatan Asli Daerah ,05 2 Pendapatan Transfer ,21 3 Lain-lain Pendapatan yang Sah ,31 B BELANJA ,72 1 Belanja Operasional ,78 2 Belanja Modal ,89 3 Belanja Tak Terduga ,00 4 Transfer ,47 SURPLUS / DEFISIT ( ) (1.174) 0,11 Tabel 5 Anggaran dan Realisasi APBD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 (dalam Juta Rupiah) No. Uraian Tahun 2015 Anggaran Realisasi % A PENDAPATAN ,56 1 Pendapatan Asli Daerah ,74 2 Pendapatan Transfer ,58 3 Lain-lain Pendapatan yang Sah ,36 13

14 B BELANJA ,31 1 Belanja Operasional ,29 2 Belanja Modal ,09 3 Belanja Tak Terduga ,08 4 Transfer ,90 SURPLUS / DEFISIT ( ) ( ) 106,91 Rasio yang digunakan peneliti untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur adalah rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas PAD, rasio efisiensi keuangan daerah dan rasio keserasian. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Rasio derajat desentralisasi fiskal menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Hasil dari perhitungan rasio derajat desentralisasi fiskal dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini: Tabel 6 Perhitungan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran Tahun Anggaran Total Pendapatan Asli Daerah (Rp) Total Pendapatan Daerah (Rp) Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal (%) Kemampuan Keuangan Daerah ,74 Sangat Baik ,32 Sangat Baik Sumber: Data Diolah Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa kinerja keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur jika dilihat dari rasio derajat desentralisasi fiskal dapat dikategorikan sangat baik. Hal ini berarti bahwa PAD memiliki kemampuan yang sangat baik dalam membiayai pembangunan daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalimantan Timur memberikan kontribusi yang besar terhadap total pendapatan daerah. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan 14

15 pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Hasil perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 7 Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran Tahun Anggaran PAD (Rp) Pendapatan Transfer (Rp) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (%) Pola Hubungan ,91 Delegatif ,53 Delegatif Sumber: Data Diolah Berdasarkan hasil perhitungan yang ditampilkan pada tabel di atas, kemampuan keuangan pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur sangat tinggi dan pola hubungannya termasuk pola hubungan delegatif di mana campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Hal ini berarti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pihak ekstern (terutama bantuan dari pemerintah pusat) sangat rendah. Rasio Efektifitas PAD Rasio efektifitas PAD menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi rasio efektifitas PAD, maka semakin baik kinerja pemerintah daerah. Hasil perhitungan untuk rasio efektifitas PAD provinsi Kalimantan Timur disajikan pada tabel berikut: Tabel 8 Perhitungan Rasio Efektifitas PAD Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran Tahun Anggaran Realisasi PAD (Rp) Anggaran PAD (Rp) Rasio Efektifitas PAD (%) Kriteria ,05 Efektif ,74 Tidak Efektif Sumber: Data Diolah 15

16 Rasio efektifitas PAD provinsi Kalimantan Timur mengalami penurunan di tahun 2015, sehingga kondisinya menjadi tidak efektif jika dibandingkan dengan tahun 2014 yang berada pada kondisi efektif. Pemerintah daerah harus terus mengoptimalkan penerimaan dari potensi pendapatan yang ada. Inisiatif dan kemauan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam upaya peningkatan PAD. Pemerintah daerah harus mencari alternatif-alternatif yang memungkinkan untuk dapat terus meningkatkan pendapatannya, dan hal ini memerlukan kreatifitas dari aparat pelaksana keuangan daerah untuk mencari sumber-sumber pembiayaan baru baik melalui program kerjasama dengan pihak swasta maupun program peningkatan PAD, yaitu dengan pendirian BUMD sektor potensial. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Rasio efisiensi keuangan daerah menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Hasil perhitungan rasio efisiensi keuangan daerah provinsi Kalimantan Timur disajikan pada tabel berikut. Tabel 9 Perhitungan Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran Tahun Anggaran Realisasi Belanja Daerah (Rp) Realisasi Pendapatan Daerah (Rp) Efisiensi Kinerja Keuangan (%) Kriteria ,01 Tidak Efisien ,61 Tidak Efisien Sumber: Data Diolah Kinerja keuangan pemerintah daerah provinsi Kalimantan Timur masih tidak efisien untuk tahun 2014 dan 2015, karena jumlah realisasi pendapatan daerah yang diperoleh masih lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan realisasi belanja daerah. Hal ini disebabkan masih banyaknya sarana dan prasarana penting yang masih terus dibangun di daerah-daerah di Provinsi Kalimantan Timur. Rasio Keserasian 16

17 Rasio keserasian menggambarkan bagaimana pemerintahan daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja operasi dan belanja modal secara optimal. Hasil perhitungan rasio keserasian Provinsi Kalimantan Timur disajikan pada tabel berikut: Tabel 10 Perhitungan Rasio Keserasian Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran (Belanja Operasi) Tahun Anggaran Total Belanja (Rp) Realisasi Belanja Operasional (Rp) Rasio Belanja Operasi (%) , ,21 Sumber: Data Diolah Rasio keserasian belanja operasi pemerintah daerah provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2015 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun Hal yang sama juga terjadi pada rasio keserasian belanja modal pemerintah daerah provinsi Kalimantan Timur sebagaimana disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 11 Perhitungan Rasio Keserasian Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran (Belanja Modal) Tahun Anggaran Total Belanja (Rp) Realisasi Belanja Modal (Rp) Rasio Belanja Modal (%) , ,69 Sumber: Data Diolah Berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan mengenai rasio belanja operasi dan rasio belanja modal menunjukkan bahwa sebagian besar dana yang dimiliki Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur masih diprioritaskan untuk kebutuhan belanja operasi, sehingga rasio belanja modal relatif kecil. Besarnya alokasi dana untuk belanja operasi terutama dikarenakan besarnya dinas-dinas otonomi dan belanja pegawai untuk gaji pegawai negeri sipil. Sama dengan pemerintahan daerah di kabupaten/kota di Provinsi lainnya, pada umumnya pemerintah daerah masih lebih condong pada pengeluaran-pengeluaran 17

18 rutin untuk pemenuhan aktifitas pemerintahan dan belum memperhatikan pembangunan daerah. Hal ini dapat juga dipengaruhi karena belum tersedianya batasan yang pasti untuk belanja modal, sehingga pemerintah daerah masih berkonsentrasi pada pemenuhan belanja operasi yang mengakibatkn belanja modal masih kecil atau belum terpenuhi. Diharapkan ke depannya pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Timur dapat lebih memperhatikan pelayanan kepada masyarakat yang nantinya dapat dinikmati langsung oleh publik. PENUTUP Simpulan Kinerja keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur jika dilihat dari rasio derajat desentralisasi fiskal dapat dikategorikan sangat baik. PAD memiliki kemampuan yang sangat baik dalam membiayai pembangunan daerah. Kemampuan keuangan pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur sangat tinggi dan pola hubungannya termasuk pola hubungan delegatif di mana daerah telah mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Kinerja keuangan pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur di tahun 2014 dan 2015 masih belum efektif dan efisien. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah realisasi pendapatan daerah yang diperoleh masih lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengarn realisasi belanja daerah. Keadaan ini disebabkan masih banyaknya sarana dan prasarana penting yang masih terus dibangun di daerahdaerah di Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan mengenai rasio belanja operasi dan rasio belanja modal menunjukkan bahwa sebagian besar dana yang dimiliki Pemerintah Daerah di Provinsi Kalimantan Timur masih diprioritaskan untuk kebutuhan belanja operasi, sehingga rasio belanja modal relatif kecil. Besarnya alokasi dana untuk belanja operasi terutama dikarenakan besarnya dinas-dinas otonomi dan belanja pegawai untuk gaji pegawai negeri sipil. Saran 18

19 Pemerintah daerah provinsi Kalimantan Timur diharapkan dapat terus meningkatkan penerimaan dari sektor pendapatan potensial yang telah ada. Inisiatif dan kemauan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam upaya peningkatan PAD. Peningkatan PAD bisa dilakukan pemerintah daerah dengan cara melaksanakan secara optimal pemungutan pajak dan retribusi daerah serta melakukan pengawasan dan pengendalian secara sistematis dan berkelanjutan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan dalam pemungutan PAD oleh aparatur daerah. Pemerintah daerah juga harus terus mengoptimalkan penerimaan dari potensi pendapatan yang ada. Inisiatif dan kemauan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam upaya peningkatan PAD. Penelitian tentang penilaian kinerja keuangan pemerintah daerah dapat terus dikembangkan dengan menggunakan rasio-rasio penilaian kinerja keuangan yang lain. Diberlakukannya berbagai Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan lain-lain dapat menjadi landasan dalam mengembangkan penelitian di sektor publik menjadi lebih beragam. DAFTAR PUSTAKA Adhiantoko, Hony Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Blora (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Blora Tahun ). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur Kalimantan Timur dalam Angka ISSN: Nomor Katalog: Bank Indonesia Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Timur Triwulan IV Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur. Bastian, Indra Manual Akuntansi Keuangan Pemerintahan Daerah. Yogyakarta: BPFE. Halim, Abdul Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP UMP YKPN Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat Pengelolaan Keuangan Daerah. Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 19

20 Mahmudi Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Edisi Dua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Maridasmo Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Rudiyanto, Muhamad Analisis Kinerja Keuangan serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi pada Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Banten). Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Wulandari, Anita Kemampuan Keuangan Daerah di Kota Jambi dalam Melaksanakan Otonomi Daerah. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, Kemampuan Keuangan Daerah, Volume 5 Nomor 2, November

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*) ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN Haryani 1*) 1) Dosen FE Universitas Almuslim Bireuen *) Haryani_68@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1. 1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa daerah otonom yaitu kesatuan masyarakat hukum

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN ) 1 ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN 2009-2013) Sonia Fambayun soniafambayun@gmail.com Universitas Negeri Surabaya ABSTRACT This purpose

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Samalua Waoma Program Studi Akuntansi STIE Nias Selatan Kabupaten Nias Selatan samaluawaoma@gmail.com Abstract Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD 2010-2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN Analisi Kinerja Keuangan... (Bahrun Assidiqi) 1 ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN 2008-2012 FINANCIAL PERFORMANCE ANALISYS OF KLATEN REGENCY

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Tri Prastiwi 1 Muhammad Arfan 2 Darwanis 3 Abstract: Analysis of the performance of

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kinerja Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja adalah pretasi kerja atau pencapaian yang diterima sebuah perusahaan dalam menjalankan program/

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA Rani Febri Ramadani. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Email: ranifebri94@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Peneltian Penelitian ini dilakukan di BPKAD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur yang beralamat di Jl. Jenderal Sudirman No.1 RT.13, Klandasan Ulu, Kota Balikpapan. B.

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KABUPATEN DAIRI SAHALA PURBA DAN RUTHMANA CHIRISTIN HUTABARAT ABSTRACT This study aims to analyze the Financial Performance of Dairi District Government

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN 2004-2013 Anjar Nora Vurry, I Wayan Suwendra, Fridayana Yudiaatmaja Jurusan Manajemen Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

JURNAL RISET AKUNTANSI & KEUANGAN

JURNAL RISET AKUNTANSI & KEUANGAN JURNAL RISET AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 5 (3), 2017, 135-148 Published every April, August and December JURNAL RISET AKUNTANSI & KEUANGAN ISSN:2541-061X (Online). ISSN:2338-1507(Print). http://ejournal.upi.edu/index.php/jrak

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN 2012-2014 Baskoro Budhi Aji Dr. Nila Tristiarini, SE.,M.Si Program Studi Akuntansi S-1, Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2011-2013 Anim Rahmayati Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Surakarta anim.uci@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN 2011-2013 WIRMIE EKA PUTRA*) CORIYATI**) *) Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi **) Alumni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut. 3. Bagi masyarakat, memberikan informasi yang jelas tentang pengelolaan keuangan di Provinsi Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 4. Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah Pengelolaan

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA

1 UNIVERSITAS INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD 2009-2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Pada Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode ) ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode 2010-2012) NASKAH PUBLIKASI Oleh : YULIANA NIM : B 200 090 024 FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH AFDHAL CHATRA 1, ARGA SUWITRA 2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sakti Alam Kerinci 1,2 afdhalchatra@gmail.com ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN 2010-2014 JAENURI PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tuban Email: Jaenuriumm12@gmail.com Abstract The research is aimed to find

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN 2010-2015 Oleh: Febby Randria Ramadhani Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Muhammadiya Malang Email: febby.randria@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang) ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang) Fitri Umi Hanik, Tutik Dwi Karyanti Jurusan Akuntansi, Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN 733 ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN I Gusti Ngurah Suryaadi Mahardika 1 Luh Gede Sri Artini 2 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud),

Lebih terperinci

Poppy Kemalasari et al., Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah

Poppy Kemalasari et al., Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI KASUS KABUPATEN PROBOLINGGO (TAHUN ANGGARAN 2002-2014) (Performance Analysis of Financial Management

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG Nanik Wahyuni Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UIN MALIKI Malang Jln. Gajayana 50 Malang HP. 081233381656 e-mail: n4nikw4hyuni@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yaitu oleh Pramono (2014) dengan judul Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hampir seluruh kewenangan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAUR

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAUR ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAUR Muhammad Zuhri Ahmad Soleh Fakultas Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu ABSTRAK Muhammad Zuhri dan Ahmad Soleh; Salah satu dampak positif dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2004), penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 % BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan hasil analisis data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU Ahmad Soleh Fakultas Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu ABSTRAK Ahmad Soleh; Analisis Belanja Pemerintah Daerah Kota Bengkulu. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) MERI IMELDA YUSUF 921 409 130 PROGRAM STUDI SRATA 1 AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK 1 2 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Farni Umar 1, Rio Monoarfa 2, Nilawaty Yusuf 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan APBD Pada dasarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010- BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 1. Penggunaan Anggaran Belanja yang tercantum dalam APBD Kabupaten Manggarai tahun anggaran 20102014 termasuk kategori

Lebih terperinci

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2013-2014 Oleh : Suyatin Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda ======================================================================

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA La Ode Abdul Wahab 1 jurnalmkd@gmail.com Siti Rofingatun 2 sitiro@yahoo.co.id Balthazar Kreuta 3 kreutabalthazar@gmail.com Abstract The

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON Muhammad Ramli Faud*) Abstract : This research measures financial perfomance of local government (PAD) at Ambon city using ratio analysis. Local

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak dimulainya era reformasi, berbagai perubahan telah dialami oleh bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) ABSTRACT

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) ABSTRACT ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN 2013 2015 Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) 1, 2, 3) Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik di Indonesia yang mendapatkan perhatian besar adalah Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. Ini dikarenakan pemerintah

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh : Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi oleh : *) M. Sabyan, S.E., M.E. *) Andri Devita, S.E. **)Dosen Tetap STIE Muhammadiyah Jambi Abstract This research measures financial performance

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT Hery Susanto (herys@ut.ac.id) Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka The local

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan daerah dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

Lebih terperinci

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN APBD DAN MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO TAHUN ANGGARAN 20112015 Oleh : Sulis Rimawati (14115005) PENDAHULUAN Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

E.L. Tambuwun., S.S. Pangemanan., D.Afandi. Analisis Kinerja Keuangan. ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAHAN KOTA MANADO

E.L. Tambuwun., S.S. Pangemanan., D.Afandi. Analisis Kinerja Keuangan. ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAHAN KOTA MANADO ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAHAN KOTA MANADO Oleh: Evran Lexy Tambuwun 1 Sifrid S. Pangemanan 2 Dhullo Afandi 3 1,2,3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat penelitian Kabupaten Gorontalo Utara adalah sebuah kabupaten di Provinsi Gorontalo, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kwandang. Kabupaten ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS KOTA SEMARANG TAHUN )

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS KOTA SEMARANG TAHUN ) ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS KOTA SEMARANG TAHUN 2009-2013) Sundari Rr. Suprantiningrum Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia, akan tetapi

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH DINAMIKA EKONOMI, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.6.No.1. Maret 3013 KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH Muzdalifah Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat untuk melepaskan sebagian wewenang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensi yang melanda Indonesia memberi dampak bagi upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN 2009-2011 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu 57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Obyek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu kota Bandung. Perkembangan Sejarah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata

BAB VI PENUTUP. pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: (1) ratarata kemandirian keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD 2001-2010 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Belanja Pemerintah daerah Kotamobagu dan Bolaang Mongondow Timur tahun Herman Karamoy

Analisis Kinerja Belanja Pemerintah daerah Kotamobagu dan Bolaang Mongondow Timur tahun Herman Karamoy Analisis Kinerja Belanja Pemerintah daerah Kotamobagu dan Bolaang Mongondow Timur tahun 2009-2012 Herman Karamoy (hkaramoy@yahoo.com) Heince Wokas (heince_wokas@yahoo.com) Abstract Budget Realization Report

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU. Afriyanto 1, Weni Astuti 2 ABSTRAK

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU. Afriyanto 1, Weni Astuti 2 ABSTRAK ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU Afriyanto 1, Weni Astuti 2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Pasir Pengaraian Jl. Tuanku tambusai Kumu Desa rambah Kecamatan

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Teori Otonomi Daerah Serta Otonomi Khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Teori Otonomi Daerah Serta Otonomi Khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian dan Teori Otonomi Daerah Serta Otonomi Khusus Sejak tahun 2001, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah menerapkan sistem desentralisasi yang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR TAHUN ANGGARAN Laboratorium Akuntansi, Program Vokasi Universitas Indonesia, h.mutiha@ui.ac.id, Diterima : 7 April 2016 Layak Terbit : 25 Juni 2016 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kinerja keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Usman

Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo. Usman Analisis Perkembangan Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo Usman Abstrak Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui perkembangan kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD 2008-2010 NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang Pemerintahan yakni perubahan struktur pemerintahan, dari sentralisasi menuju desentralisasi.

Lebih terperinci

Abstract. Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah. Jefry Gasperz ISSN

Abstract. Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah. Jefry Gasperz ISSN ISSN 2302-5298 Lingkup Artikel Yang Dimuat Dalam Jurnal Ini Adalah Kajian Empiris dan Konseptual Kontemporer Pada Bidang Ekonomi, Bisnis & Akuntansi Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang menjadi landasan utama dalam mendukung penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan otonomi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang

PENDAHULUAN Pergantian kepemimpinan di pemerintahan Indonesia, sebagian besar banyak memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN PANDEGLANG PROPINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2009-2011 Chitra Ananda (Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma) Ananda_chitra@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN )

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN ) ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH: STUDI PADA KOTA MANADO (TAHUN 2010-2014) ANALYSIS OF THE PERFORMANCE OF FINANCIAL MANAGEMENT AND DEGREE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Adapun tinjauan teori dalam penelitian ini meliputi: (i) Otonomi Daerah, (ii) Keuangan Daerah, (iii) Analisis Kinerja dan Kemampuan Keuangan Daerah. Penjelasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kebijakan otonomi

Lebih terperinci

JURNAL. Oleh: APRI DIANA EKA RAHAYU NPM: Dibimbing oleh : 1. Dra. Puji Astuti, M.M., M.Si., Ak 2. Sigit Puji Winarko, SE, S.Pd., M.

JURNAL. Oleh: APRI DIANA EKA RAHAYU NPM: Dibimbing oleh : 1. Dra. Puji Astuti, M.M., M.Si., Ak 2. Sigit Puji Winarko, SE, S.Pd., M. JURNAL ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN DAERAH ( Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset Kabupaten Trenggalek Tahun Anggaran 2012 2015) REGIONS FINANCIAL RATIO

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN 2013-2015 Nama : Hasna Nursholeha NPM : 24214849 Pembimbing : Sri Sapto Darmawati, SE., MMSi LATAR BELAKANG Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN DAERAH APBD TAHUN 20092010 Agung Wijaya B 200 080 202 Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan

Lebih terperinci

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT Lia Ekowati, Cathryna R.B.S, Rodiana Listiawati Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Jakarta, Depok, 16422 Email: liaekowati@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,

Lebih terperinci