BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Adapun tinjauan teori dalam penelitian ini meliputi: (i) Otonomi Daerah, (ii) Keuangan Daerah, (iii) Analisis Kinerja dan Kemampuan Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: 1. Otonomi Daerah a. Pengertian Otonomi Daerah Secara harfiah, Otonomi Daerah berasal dari kata Otonomi dan Daerah. Sedangkan dalam bahasa Yunani, Otonomi berasal dari kata autos dan nomos, autos berarti sendiri dan nomos berarti aturan atau undang-undang. Jadi otonomi adalah kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri ( Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 23/2014 pasal 1 ayat 12). Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1 ayat 6, dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat 9

2 10 setempat sesuai dengan peraturan Perundang- undangan. Otonomi daerah memiliki makna sebagai pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Jadi otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri. b. Dasar Hukum Otonomi Daerah Secara Umum, beberapa peraturan perundang- undangan yang mengatur konsep Pemerintah Daerah dan Daerah Otonom di Indonesia sejak tahun 1945 sampai sekarang adalah sebagai berikut: 1) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri. 2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. 3) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. 4) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. 5) Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 6) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

3 11 7) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. c. Tujuan Otonomi Daerah Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik serta memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung 3 misi utama dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal (Mardiasmo, 2004:59), yaitu: 1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik serta kesejahteraan masyarakat. 2) Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah. 3) Memberdayakan serta menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. 2. Keuangan Daerah a. Pengertian Keuangan Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 pasal 1 ayat 5, dan juga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 pasal 1 ayat 6 dijelaskan bahwa Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Dalam Peraturan Menteri Dalam

4 12 Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 2 disebutkan bahwa ruang lingkup Keuangan Daerah mencakup: 1) Hak Daerah untuk memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta melakukan Pinjaman. 2) Kewajiban Daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan Daerah dan membayar tagihan pihak ketiga. 3) Penerimaan Daerah. 4) Pengeluaran Daerah. 5) Kekayaan Daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa Uang, Surat Berharga, Piutang, Barang, serta Hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Daerah. 6) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah dan/atau kepentingan umum. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, Pasal 1 ayat 8 pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 3 ruang lingkup Pengelolaan Keuangan Daerah meliputi: 1) Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah. 2) Azas Umum dan Struktur APBD.

5 13 3) Penyusunan Rancangan APBD. 4) Penetapan APBD. 5) Penyusunan dan Penetapan APBD bagi Daerah yang belum memiliki DPRD. 6) Pelaksanaan APBD. 7) Perubahan APBD. 8) Pengelolaan Kas. 9) Penatausahaan Keuangan Daerah. 10) Akuntansi Keuangan Daerah. 11) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD. 12) Pembinaan dan Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah. 13) Kerugian Daerah. 14) Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) b. Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah Dasar hukum yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah adalah: 1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 3) Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. 4) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

6 14 5) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004, yang terakhir diganti dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 6) Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 7) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 8) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, yang terakhir diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. 9) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. c. Asas Umum Keuangan Daerah Pelaksanaan otonomi daerah membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan pengelolaan APBD pada khususnya yang kewenangannya sepenuhnya diserahkan

7 15 kepada pemerintah daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 pasal 4 dijelaskan mengenai asas umum pengelolaan keuangan daerah, yang berbunyi: 1) Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan Perundang- undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat. 2) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: a) Efisien, merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. b) Ekonomis, merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah. c) Efektif, merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. d) Transparan, merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informal seluas-luasnya tentang Keuangan Daerah.

8 16 e) Bertanggung jawab, merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. f) Keadilan, adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya. g) Kepatuhan, adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional. d. Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 1 ayat 6, bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Prinsip-prinsip yang mendasari dalam pengelolaan keuangan daerah, yaitu: transparansi, akuntabilitas, dan value for Money (Mardiasmo, 2004:105). Adapun penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: 1) Transparansi merupakan wujud adanya keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan serta pelaksanaan anggaran daerah. Dalam prinsip ini, anggota masyarakat memiliki hak serta akses yang sama dalam hal mengetahui proses anggaran. Hal ini dikarenakan menyangkut masalah aspirasi dan juga

9 17 kepentingan masyarakat, terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. 2) Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban publik, yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan juga pelaksanaannya harus benarbenar dapat dilaporkan serta dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat di sini tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran saja, tetapi juga memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana maupun pelaksanaan anggaran tersebut. 3) Value for Money merupakan penerapan dari prinsip ekonomi, efisiensi serta efektivitas dalam proses penganggaran. Ekonomi dalam hal ini berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu dengan harga yang paling murah. Efisiensi berarti penggunaan dana masyarakat dapat menghasilkan output yang maksimal. Sedangkan efektivitas berarti penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target atau tujuan untuk kepentingan publik. e. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah kerangka kebijakan yang memuat hak dan kewajiban Pemerintah Daerah serta Masyarakat yang tercermin dalam Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan (Mulyanto, 2007). Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 1 ayat 8,

10 18 APBD merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang disetujui oleh DPRD. Pengertian lain menyebutkan bahwa APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah [Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 17, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 1 ayat 7, dan juga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 pasal 1 ayat 9]. Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 3 ayat 4, disebutkan bahwa APBD memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi serta stabilisasi. Adapun penjelasan dari keenam fungsi tersebut adalah sebagai berikut: 1) Fungsi Otorisasi, berarti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 2) Fungsi Perencanaan, berarti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 3) Fungsi Pengawasan, berarti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

11 19 4) Fungsi Alokasi, berarti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. 5) Fungsi Distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 6) Fungsi Stabilisasi, berarti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Jika dilihat dari strukturnya, pos pos APBD terdiri atas: (i) Pendapatan Daerah; (ii) Belanja Daerah; dan (iii) Pembiayaan Daerah [Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003, pasal 16, ayat (2); Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, pasal 20, ayat (1)]. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih (Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 1 ayat 15). Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 16 ayat 3, disebutkan bahwa Pendapatan Daerah berasal dari: (i) Pendapatan Asli Daerah, (ii) Dana Perimbangan, (iii) Lain-lain Pendapatan yang Sah. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a) Pendapatan Asli Daerah

12 20 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 18, Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan Perundang- undangan. Pendapatan Asli Daerah bersumber dari: (i) Pajak Daerah, (ii) Retribusi Daerah, (iii) Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan, dan (iv) Lain-lain PAD yang Sah. Adapun penjelasan selengkapnya: (1) Pajak Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 10, Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuan mengenai pajak daerah ditetapkan dengan Undang- undang. Sedangkan penentuan tarif dan tata cara pemungutan pajak daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak Daerah dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: Jenis pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/ Kota. (a) Pajak Provinsi

13 21 Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 2 ayat 1, dijelaskan bahwa Jenis Pajak Provinsi, terdiri atas: (i) Pajak Kendaraan Bermotor, (ii) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, (iii) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, (iv) Pajak Air Pemukiman, (v) Pajak Rokok. (b) Pajak Kabupaten/ Kota Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa Jenis pajak Kabupaten/ Kota terdiri atas: (i) Pajak Hotel, (ii) Pajak Restoran, (iii) Pajak Hiburan, (iv) Pajak Reklame, (v) Pajak Penerangan Jalan, (vi) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, (vii) Pajak Parkir, (viii) Pajak Air Tanah, (ix) Pajak Sarang Burung Walet, (x) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, (xi) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. (2) Retribusi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 64, Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau

14 22 diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Ketentuan mengenai retribusi daerah juga ditetapkan dengan Undang-Undang. Sementara penentuan tarif dan tata cara pemungutan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 108, Retribusi digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: (i) Retribusi Jasa Umum, (ii) Retribusi Jasa Usaha, dan (iii) Retribusi Perizinan Tertentu. Penjelasan selengkapnya adalah sebagi berikut: (a) Retribusi Jasa Umum Dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 109, dijelaskan bahwa Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 110 jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, meliputi: (i) Retribusi Pelayanan Kesehatan, (ii) Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan, (iii) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu

15 23 Tanda Penduduk Dan Catatan Sipil, (iv) Retribusi Pelayanan Pemakaman Dan Pengabuan Mayat, (v) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, (vi) Retribusi Pelayanan Pasar, (vii) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, (viii) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, (ix) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta, (x) Retribusi Penyediaan Dan/ Atau Penyedotan Kakus, (xi) Retribusi Pengolahan Limbah Cair, (xii) Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang, (xiii) Retribusi Pelayanan Pendidikan, (xiv) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. (b) Retribusi Jasa Usaha Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 126, dijelaskan bahwa Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliput: pelayanan dengan menggunakan/ memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal dan/ atau pelayanan yang belum disediakan oleh pihak swasta. Dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 127 Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, meliputi: (i) Retribusi Pemakaian Kekayaan

16 24 Daerah, Pertokoan, (ii) Retribusi Pasar Grosir dan/ atau (iii) Retribusi Tempat Pelelangan, (iv) Retribusi Terminal, (v) Retribusi Tempat Khusus Parkir, (vi) Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/ Villa, (vii) Retribusi Rumah Potong Hewan, (viii) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan, (ix) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga, (x) Retribusi Penyeberangan di Air, (xi) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. (c) Retribusi Perizinan Tertentu Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 140 dijelaskan bahwa Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 141 jenis- Jenis Retribusi Perizinan Tertentu meliputi: (i) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, (ii) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, (iii)

17 25 Retribusi Izin Gangguan, (iv) Retribusi Izin Trayek, (v) Retribusi Izin Usaha Perikanan. (3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 pasal 26 ayat 3 telah disebutkan jenisjenis obyek pajak pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, meliputi: (a) Bagian laba atas penyertaan modal pada Perusahaan Milik Daerah/ BUMD (b) Bagian laba atas penyertaan modal pada Perusahaan Milik Pemerintah/ BUMN (c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. (4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Lain-lain pendapatan daerah yang sah digunakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dalam Undang- undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 6 ayat 2 telah disebutkan jenis-jenis obyek pajak pendapatan yang termasuk dalam lain-lain

18 26 pendapatan asli daerah yang sah, meliputi: (i) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, (ii) Jasa giro, (iii) Pendapatan bunga, (iv) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, (v) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh Daerah. b) Dana Perimbangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 19 dijelaskan bahwa Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 10 ayat 1, Dana perimbangan terdiri atas: (i) Dana Bagi Hasil, (ii) Dana Alokasi Umum, dan (iii) Dana alokasi Khusus. Berikut penjelasan selengkapnya: (1) Dana Bagi Hasil Dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 20, dijelaskan bahwa Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

19 27 yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dalam Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 11 ayat 1 Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas (Undang-undang nomor 33 tahun 2004 pasal 11 ayat 2): (i) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), (ii) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), (iii) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 11 ayat 3, Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Sumber daya alam, terdiri atas: (i) Kehutanan, (ii) Pertambangan umum, (iii) Perikanan, (iv) Pertambangan minyak bumi, (v) Pertambangan gas bumi, (vi) Pertambangan panas bumi. Namun dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan juga Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) termasuk/ menjadi pajak Kabupaten. (2) Dana Alokasi Umum

20 28 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 21, dijelaskan bahwa Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar- Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. (3) Dana Alokasi Khusus Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 23, dijelaskan bahwa Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. c) Lain-lain Pendapatan yang Sah Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 43, disebutkan bahwa lain-lain pendapatan yang sah terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: (1) Pendapatan Hibah Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/ lembaga asing, badan/ lembaga internasional, Pemerintah, badan/

21 29 lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/ atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Dalam Mulyanto (2007) hibah yang diterima dalam bentuk uang harus dianggarkan dalam APBD dengan didasarkan pada naskah perjanjian hibah antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. (2) Pendapatan Dana Darurat Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/ atau krisis solvabilitas. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat karena Daerah tidak dapat menanggulangi peristiwa tersebut dengan menggunakan APBD. 2) Belanja Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 1 ayat 27, dijelaskan bahwa Belanja Daerah adalah kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar yang merupakan kewajiban Daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah digunakan dalam rangka

22 30 mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/ kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang- undangan. Belanja Daerah menurut kelompoknya terdiri dari (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 36 ayat 1): Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut: a) Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 36 ayat 2). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 37 kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: (i) Belanja Pegawai, (ii) Bunga, (iii) Subsidi, (iv) Hibah, (v) Bantuan Sosial, (vi) Belanja Bagi Hasil, (vii) Bantuan Keuangan, (viii) Belanja Tidak Terduga b) Belanja Langsung

23 31 Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah (Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 36 ayat 3). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 50 Belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: (i) Belanja Pegawai, (ii) Belanja Barang dan jasa, serta (iii) Belanja Modal. 3) Pembiayaan Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 1 ayat 54, dijelaskan bahwa Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/ atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan Daerah terdiri dari (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 59): penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Adapun penjelasannya selengkapnya: a) Penerimaan pembiayaan Penerimaan pembiayaan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 60 ayat 1 meliputi: (1) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya

24 32 (2) Pencairan dana cadangan (3) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan (4) Penerimaan pinjaman Daerah (5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman (6) Penerimaan piutang daerah b) Pengeluaran pembiayaan Pengeluaran pembiayaan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 60 ayat 2 meliputi: (1) Pembentukan dana cadangan (2) Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah (3) Pembayaran pokok utang (4) Pemberian pinjaman 3. Analisis Kinerja dan Kemampuan Keuangan Daerah a. Kinerja Keuangan Daerah Kinerja keuangan merupakan suatu tingkat pencapaian target kegiatan keuangan pemerintah daerah yang diukur dengan indikatorindikator keuangan yang dapat dinilai dari hasil pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) (Sijabat, 2013: 239). Indikator kinerja digunakan untuk mengetahui apakah aktivitas atau program telah dilakukan secara efektif dan efisien. Pada dasarnya terdapat 2 hal yang dapat dijadikan sebagai indikator kinerja, yaitu Kinerja Anggaran dan Anggaran Kinerja.

25 33 Kinerja Anggaran merupakan alat atau instrumen yang dipakai oleh DPRD untuk mengevaluasi kinerja kepala daerah, sedangkan Anggaran Kinerja merupakan alat atau instrumen yang dipakai oleh kepala daerah untuk mengevaluasi unit-unit kerja yang ada di bawah kendali daerah selaku manajer eksekutif. (Mardiasmo, 2002:219). Indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat kinerja keuangan pemerintah daerah adalah: 1) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, serta pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan oleh daerah (Halim, 2004:284). Dalam pelaksanaan otonomi daerah, ada 4 pola hubungan situasional, (Tamboto, 2014:758), yaitu: a) Pola hubungan Instruktif, yaitu dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah). b) Pola hubungan Konsultatif, yaitu dimana campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi. c) Pola hubungan Partisipatif, yaitu dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat daerah

26 34 yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi daerah. d) Pola hubungan Delegatif, yaitu dimana campur tangan pemerintah pusat tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu serta mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Sebagai pedoman untuk mengetahui pola hubungan dengan kemampuan keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Kemampuan daerah, kemandirian dan pola hubungan No. Besaran Rasio Kemandirian (%) Kemampuan Keuangan Pola Hubungan (1) (2) (3) (4) < 25 Rendah Sekali Instruktif < 50 Rendah Konsultif < 75 Sedang Partisipatif < 100 Tinggi Delegatif Sumber: Purba dalam Sijabat, dkk (2013: 239) 2) Rasio Efektivitas Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target pendapatan asli daerah yang ditetapkan. Semakin besar realisasi pendapatan asli daerah dibandingkan target pendapatan asli daerah, maka kemampuan keuangan daerah tersebut semakin efektif atau semakin baik, begitu pula dengan sebaliknya (Tamboto,

27 :759). Kriteria penilaian kerja keuangan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 Tingkat efektivitas PAD No. Rasio Efektivitas (%) Efektivias Keuangan (1) (2) (3) 1. < 60 Tidak Efektif < 80 Kurang Efektif < 90 Cukup Efektif < 100 Efektif Sangat Efektif Sumber: Budiarto dalam Tamboto, dkk (2014:759) 3) Rasio Aktivitas Rasio aktivitas menggambarkan bagaimana pemerintah daerah dalam memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja pembangunan untuk sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil (Halim, 2004: 287). 4) Rasio Pertumbuhan PAD Rasio pertumbuhan digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya (Halim, 2004:291). Rasio

28 36 pertumbuhan dikatakan baik apabila pertumbuhan tahun berjalan lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. b. Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan keuangan daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) untuk membiayai kegiatan pemerintahannya atau daerahnya sendiri. Dimana pemerintah memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali, mengelola serta menggunakan sumber-sumber keuangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya sendiri. Kemampuan keuangan daerah dapat diukur dengan menggunakan: 1) Rasio Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Rasio Derajat Otonomi Fiskal adalah kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah untuk membiayai pembangunan (Rahman, 2014:63). Derajat Otonomi Fiskal dikategorikan sebagai berikut: Tabel 2.3 Kategori Derajat Otonomi Fiskal No. Derajat Otonomi Fiskal (%) Kemampuan Keuangan (1) (2) (3) 1. 0,00-10,00 Sangat Kurang 2. >10,00-20,00 Kurang 3. >20,00-30,00 Sedang 4. >30,00-40,00 Cukup 5. >40,00-50,00 Baik 6. >50,00 Sangat Baik Sumber: Munir dalam Sijabat, dkk (2013,238)

29 37 2) Rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Indeks kemampuan rutin merupakan ukuran yang menggambarkan sejauh mana kemampuan pendapatan asli daerah dalam membiayai belanja rutinnya (Sijabat, 2013:238). Indeks Kemampuan Rutin dikategorikan sebagai berikut: Tabel 2.4 Indeks Kemampuan Rutin No. Indeks Kemampuan Rutin (%) Kemampuan Keuangan (1) (2) (3) 1. 0,00-10,00 Sangat Kurang 2. >10,00-20,00 Kurang 3. >20,00-30,00 Sedang 4. >30,00-40,00 Cukup 5. >40,00-50,00 Baik 6. >50,00 Sangat Baik Sumber: Munir dalam Sijabat, dkk (2013,238) B. Penelitian Terdahulu Untuk mendukung penelitian yang dilakukan, ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu tentang kinerja dan kemampuan keuangan daerah. Berikut ringkasan hasil dari berbagai penelitian terdahulu: 1. Kinerja Keuangan Daerah a. Rasio Kemandirian Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahman, dkk (2014) yang berjudul Analisis Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara (Studi Pada Kota Manado dan Kota Bitung Tahun ). Hasilnya adalah tingkat

30 38 pertumbuhan kemandirian Kota Manado terus mengalami tren positif, meskipun tingkat pertumbuhannya masih kecil yaitu sebesar 2% setiap tahunnya dan pertumbuhan kemandirian Kota Bitung setiap tahunnya juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 1%. Dengan tingkat pertumbuhan yang hanya berkisar 1-2% ini menunjukkan bahwa tingkat kemandirian Kota Manado dan Kota Bitung masih amat rendah karena kurang dari 25,1%. Kemudian dari penelitian Machmud, dkk (2014) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara Tahun , menunjukkan bahwa presentase rasio kemandirian keuangan daerah masih kurang stabil, hal tersebut dikarenakan data yang ada mengalami naik turun. Secara keseluruhan rasio kemandirian Provinsi Sulawesi Utara rendah dengan rata-rata sebesar 9,19%. Hal tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Sulawesi Utara masih kurang mandiri atau bergantung dengan pemerintah pusat. Selanjutnya dalam penelitian Sijabat, dkk (2013) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Malang Tahun Anggaran ). Hasilnya tingkat kemandirian Kota Malang setiap tahunnya mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata rasio kemandirian sebesar 16,33%, hal tersebut menunjukkan pola hubungan pusat-daerah

31 39 bersifat instruktif, dimana peran pemerintah pust lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah. Dalam penelitian Tamboto, dkk (2014) yang berjudul Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Masa Otonomi Daerah Pada Kabupaten Minahasa Tenggara. Hasilnya tingkat kemandirian keuangan Kabupaten Minahasa Tenggara berkisar antara 8,35%-12,71%, atau sangat rendah dan memiliki pola hubungan instruktif, dimana peranan pemerintah pusat masih sangat dominan daripada kemandirian pemerintah daerah. Dalam penelitian Basri, dkk (2013) yang berjudul Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi Jambi. Hasilnya tingkat kemandirian keuangan daerah Provinsi Jambi rendah sekali (tidak mampu), dengan pola hubungan instruktif. Hal ini berarti bahwa kemampuan PAD untuk menopang pendanaan pembangunan belum mampu untuk berotonomi. Tingkat kemandirian Provinsi Jambi hanya berkisar antara 3,51-11,93%. Dengan pola hubungan instruktif, dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah. b. Rasio Efektivitas Dalam penelitian yang dilakukan oleh Machmud, dkk (2014) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Hasilnya secara keseluruhan rasio efektivitas Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan kurang

32 40 efektif dengn nilai rata-rata rasio efektivitas sebesar 69,44%, hal tersebut menunjukkan pemerintah Provinsi Sulawesi Utara masih kurang efektif dalam mengelola keuangan daerah. Kemudian penelitian dari Sijabat, dkk (2013) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Malang Tahun Anggaran ). Hasilnya tingkat efektivitas PAD kota Malang tahun mengalami peningkatan yang cukup stabil, namun pada tahun 2009 PAD Kota Malang belum mencapai target yaitu hanya sebesar 99,68% dan tahun 2008, PAD mencapai target dengan persentase di atas 100% sehingga dikatakan efektif. Namun rata-rata rasio efektivitas sebesar 107,68% sehingga sangat efektif. Selanjutnya dari penelitian Tamboto, dkk (2014) yang berjudul Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Masa Otonomi Daerah Pada Kabupaten Minahasa Tenggara. Hasilnya Rasio efektivitas PAD di Kabupaten Minahasa Tenggara berfluktuasi berkisar 59,66%-152,86%, dengan nilai rata-rata sebesar 90,87%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemungutan PAD telah efektif karena kontribusi yang diberikan terhadap target yang ditetapkan berkisar di angka 100%. c. Rasio Aktivitas

33 41 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sijabat, dkk (2013) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Malang Tahun Anggaran ). Hasilnya Rasio aktivitas keuangan Kota Malang dari tahun lebih dominan dialokasikan untuk belanja operasi yaitu >70% dan selalu mengalami peningkatan, sedangkan untuk belanja pembangunan (belanja modal) < 30%. d. Rasio Pertumbuhan Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahman, dkk (2014) yang berjudul Analisis Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara (Studi Pada Kota Manado dan Kota Bitung Tahun ). Hasilnya adalah pertumbuhan dikota Manado cenderung tidak stabil, karena pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 2%, tahun 2011 mengalami kenaikan 9% dan tahun 2012 mengalami peningkatan yang signifikan sehingga mengalami pertumbuhn hingga mencapai 33%, sementara untuk Kota Bitung mengalami pertumbuhan yang stabil yaitu ratarata 10% setiap tahunnya. Kemudian dalam penelitian Machmud, dkk (2014) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Hasilnya Rasio pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara dari tahun memiliki rata-rata 34,77% dan

34 42 dikategorikan kurang baik karena tahun masih mengalami naik turun, meskipun pada tahun mengalami peningkatan. Selanjutnya dalam penelitian Sijabat, dkk (2013) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Malang Tahun Anggaran ). Hasilnya pertumbuhan APBD Kota Malang bersifat fluktuatif. Pertumbuhan PAD serta pendapatan daerah selalu meningkat. Untuk pertumbuhan belanja rutin daerah mengalami tren positif dan untuk pertumbuhan belanja pembangunan pada 2009 dan 2012 mengalami tren positif namun 2010 dan 2011 pertumbuhannya mengalami tren yang negatif. Hal tersebut menunjukkn bahwa kinerja belanja pembangunan daerah yang dialokasikan untuk sarana dan prasara publik tidak dapat dipertahankan peningkatannya dan cenderung mengalami penurunan. 2. Kemampuan Keuangan Daerah a. Rasio Derajat Otonomi Fiskal Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahman, dkk (2014) yang berjudul Analisis Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara (Studi Pada Kota Manado dan Kota Bitung Tahun ). Hasilnya adalah rasio desentralisasi fiskal Kota Manado masih amat kecil dengan kisaran

35 43 9,7% hingga 14,9% atau rata-rata 12,22% dan masuk dalam kategori kurang mampu dalam membiayai rumah tangganya sendiri, begitu juga dengan Kota Bitung yang masih amat kurang dengan kisaran 4,22% hingga 6,91% atau rata-rata 5,01% dan masuk dalam kategori sangat kurang dalam membiayai rumah tangganya. Kemudian dalam penelitian Sijabat, dkk (2013) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Malang Tahun Anggaran ). Hasilnya Derajat otonomi fiskal Kota Malang memiliki rata-rata sebesar 13,67%, hal tersebut mengindikasikan kemampuan keuangan dimana PAD Kota Malang dalam menyumbang pendapatan daerah masih dalam kategori kurang mampu. Selanjutnya dalam penelitian Rinaldi (2012) yang berjudul Kemandirian Keuangan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Hasilnya Derajat otonomi fiskal untuk Kabupaten Bengkayang berkisar 1,9%-4,31% atau sangat rendah, artinya pola hubungan yang instruktif dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah. b. Rasio Indeks Kemampuan Rutin Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahman, dkk (2014) yang berjudul Analisis Perbandingan Kemampuan Keuangan Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara (Studi Pada Kota Manado dan

36 44 Kota Bitung Tahun ). Hasilnya adalah rasio indeks kemampuan rutin Kota Manado berkisar 17,03% hingga 24,28% dengan rata-rata sebesar 22,4% hal tersebut menunjukkan kemampuan pemerintah kota Manado dalam membiayai pengeluaran rutinnya masih kurang dan sebagian besar pengeluaran yang dilakukan masih mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat, begitu juga dengan Kota Bitung yang hanya berkisar 15,33% hingga 25,10% dengan rata-rata sebesar 18,79%. Kemudian dalam penelitian Sijabat, dkk (2013) yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Serta Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Malang Tahun Anggaran ). Hasilnya kemampuan keuangan Kota Malang masuk dalam kategori kurang mampu dimana kemampuan PAD dalam membiayai belanja rutin daerah masih berkisar dibawah 20%, namun pada tahun 2011 dan 2012 telah masuk dalam kategori cukup, dimana kemampuan PAD mencapai 20,98% dan 23,37%. Selanjutnya dalam penelitian Rinaldi (2012) yang berjudul Kemandirian Keuangan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Hasilnya indeks kemampuan rutin Kabupaten Bengkayang mengalami fluktuatif dan kecenderungan menurun, rata-rata 147,820%, atau sangat baik dimana pemerintah mempunyai kemampuan membiayai pembelanjaan operasionalnya.

37 45 C. Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis mengenai kinerja dan kemampuan keuangan daerah kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan menggunakan data anggaran dan realisasi pendapatan dan belanja (APBD) yang ada di kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Indikator yang digunakan untuk menganalisis kinerja keuangan meliputi rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio aktivitas dan rasio pertumbuhan, sementara indikator yang digunakan untuk menganalisis kemampuan keuangan adalah rasio derajat otonomi fiskal dan rasio indeks kemampuan rutin. Dari hasil pengukuran tersebut dapat diketahui apakah pemerintah daerah dapat mandiri dalam hal kinerja dan kemampuan keuangan daerah. Dari uraian di atas dapat dibuat kerangka pikir untuk mempermudah pemahaman mengenai kinerja dan kemampuan keuangan daerah kabupaten/ kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun sebagaimana tampak pada gambar berikut: APBD Anggaran Realisasi Kinerja Keuangan Daerah Kemampuan Keuangan Daerah

38 46 Rasio Kemandirian Rasio Efektivitas Rasio Aktivitas Rasio Pertumbuhan Rasio Derajat Otonomi Fiskal Rasio Indeks Kemampuan Rutin Kinerja Keuangan Daerah dan Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi DIY Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pemerintah Daerah 1. Pengertian Pemerintah Daerah Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, telah diatur

Lebih terperinci

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH www.clipartbest.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keuangan Daerah 2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode

Lebih terperinci

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DI KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Keuangan 1.1 Definisi Kinerja Keuangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2015 Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan

Lebih terperinci

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah 1. Kondisi Pendapatan Saat Ini a. Pendapatan Asli Daerah Secara akumulatif, Pendapatan Asli Daerah kurun waktu 2006-2010 mengalami

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam Kebijakan otonomi daerah lahir dengan tujuan untuk menyelamatkan pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 BUPATI KUDUS, Menimbang melalui :

Lebih terperinci

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014 USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014 NEGARA BERKEMBANG KAYA SUMBER DAYA ALAM MELIMPAH v.s. KEMISKINAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN Oleh : Kabid Pengawasan Distamben Banjar Banjarmasin, 15 September 2015 EITI INTERNATIONAL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari 19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR : 08 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1. 1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa daerah otonom yaitu kesatuan masyarakat hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur 1 Yani Rizal Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Samudra Langsa Aceh e-mail: yanirizal@unsam.ac.id Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGALOKASIAN BAGIAN DARI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA DESA DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK 65 RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA Oleh Zainab Ompu Zainah ABSTRAK Keywoods : Terminal, retribusi. PENDAHULUAN Membicarakan Retribusi Terminal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI SUMBER PENDAPATAN DAERAH 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 34 BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan rangkaian siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang pelaksanaannya dimulai dari perencanaan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com DASAR HUKUM Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dirubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA DESA DI KABUPATEN DEMAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi. rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur

BAB II KAJIAN TEORI. pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi. rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tanjung (2012: 89) berpendapat Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang. Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan PENGATURAN MENGENAI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH www.kaltimpost.co.id I. PENDAHULUAN Dalam rangka

Lebih terperinci

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember Khoirul Ifa STIE Widya Gama Lumajang khoirul_ifa@yahoo.co.id Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Di masa orde baru pengaturan pemerintahan daerah ditetapkan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, tapi belum memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. noumus berarti hukum atau peraturan. Menurut UU No.32 Tahun 2004 otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. noumus berarti hukum atau peraturan. Menurut UU No.32 Tahun 2004 otonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Otonomi atau autonomi berasal dari bahasa yunani, auto berarti sendiri dan noumus berarti hukum atau peraturan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Belanja Daerah Menurut PSAP No.2, Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 2013 PERDA KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 13 HLM, LD No. 23 ABSTRAK : -

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung. 8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Untuk bisa mencapai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan nasional yang adil, makmur, dan merata maka penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi fiskal sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi

Lebih terperinci

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa memenuhi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN A. KINERJA KEUANGAN TAHUN 2011-2015 Pengelolaan keuangan daerah telah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia, sejak tanggal 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pajak Daerah Pajak daerah merupakan salah satu bagian dari Pendapatan Asli Daerah yang memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp , BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Deskriptif Secara keseluruhan dari tahun 2010-2014 APBD di Kabupaten/

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang 8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu

Lebih terperinci