HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ENZIM TRANSAMINASE PADA PASIEN TUBERKULOSIS KASUS BARU DI RSUD TEMANGGUNG SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ENZIM TRANSAMINASE PADA PASIEN TUBERKULOSIS KASUS BARU DI RSUD TEMANGGUNG SKRIPSI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ENZIM TRANSAMINASE PADA PASIEN TUBERKULOSIS KASUS BARU DI RSUD TEMANGGUNG SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ike Pramastuti G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011 commit 1 to user

2 ii

3 PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 22 Desember 2011 Ike pramastuti NIM : G iii

4 ABSTRAK Ike Pramastuti, G , Hubungan antara Pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan Kadar Enzim Transaminase pada Pasien Tuberkulosis Kasus Baru di RSUD Temanggung Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan antara pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan kadar enzim transaminase pada pasien tuberkulosis kasus baru di RSUD Temanggung. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi one group before and after intervention design atau one group pre and post test design. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Oktober Jumlah sampel yang dipakai pada penelitian ini sebanyak 27 orang yang diambil dengan cara purposive sampling. Pemeriksaan kadar transaminase dilakukan sebelum pasien mendapat terapi dan 4 minggu setelah terapi dimulai. Data transaminase diolah dengan uji t menggunakan SPSS 17.0 for Windows. Signifikansi yang digunakan adalah p < 0,05. Hasil Penelitian: Rata-rata kadar transaminase pada pasien meningkat setelah diberikan terapi dibanding sebelum diberi terapi. Jumlah pasien yang mengalami peningkatan SGOT adalah 20 dari 27 pasien dengan p = 0,008, dan pasien yang mengalami peningkatan SGPT sebesar 22 dari 27 pasien dengan p = 0,000. Simpulan Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang diberi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) mengalami peningkatan dibandingkan sebelum diberi obat anti tuberkulosis. Peningkatan tersebut signifikan secara statistik. Kata kunci: Obat Anti Tuberkulosis (OAT), kadar transaminase, tuberkulosis iv

5 ABSTRACT Ike Pramastuti, G , Correlation between Anti Tuberculosis (ATT) Drugs Therapy and Transaminase Level in New Case Tuberculosis Patients in Local General Hospital of Temanggung Objective: To study the Correlation between Anti Tuberculosis (ATT) Drugs Therapy and Transaminase Level in New Case Tuberculosis Patients in Local General Hospital of Temanggung. Methods: This is a quasi-experiment study, one group before and after intervention design or one group pre and post test design. This study was carried out from April to October A total of 27 new case tuberculosis patients aged 18 years or greater selected through purposive sampling. Serum transaminase was measured before 4 weeks after therapy started. Transaminase data was proceed with paired sample t test using SPSS 17.0 for Windows. Significance was set at p < 0,05. Results: T 4 weeks after Anti tuberculosis therapy start increase compared before therapy. Elevation of SGOT was found in 20 from 27 patients with p = 0,008, while elevation of SGPT was found in 22 from 27 patients with p = 0,000. Conclusions: The study showed that there was an elevation in transaminase level of patients given Anti tuberculosis therapy. This elevation was statistically significant. Keyword: Anti Tuberculosis Therapy (ATT), transaminase level, tuberculosis v

6 PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang Hubungan antara Pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan Kadar Enzim Transaminase pada Pasien Tuberkulosis Kasus Baru di RSUD Temanggung Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan, bimbingan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim skripsi Fakultas Kedokteran Unversitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Yusup Subagyo Sutanto, dr., Sp.P (K), selaku pembimbing utama 4. Harsini, dr., Sp.P, selaku pembimbing pendamping 5. Ana Rima Setijadi, dr., Sp.P, selaku penguji utama 6. Supriyanto Kartodarsono, dr., Sp.PD, selaku penguji pendamping 7. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Surakarta, Mbak Eny dan Mas Nardi 8. Artiyono, dr., M.Kes, selaku direktur RSUD Temanggung 9. Budi Rahardjo Sardjoeni, dr., Sp.PD-FINASIM, selaku Dokter Spesialis Dalam RSUD Temanggung 10. Seluruh staf rekam medik dan laboratorium RSUD Temanggung 11. Ayah dan Ibu yang telah memberi dukungan baik moral maupun material 12. Gilar Rizki yang selalu memberi dorongan 13. Segenap pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Surakarta, 22 Desember 2011 vi Ike Pramastuti

7 DAFTAR ISI PRAKATA... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II. LANDASAN TEORI... 5 A. Tinjauan Pustaka Tuberkulosis Pengobatan Tuberkulosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Anatomi dan Fisiologi Hepar Transaminase Hepatotoksisitas Hubungan Pemberian OAT dengan Peningkatan Ezim Transaminase vii

8 B. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Lokasi Penelitian C. Subjek Penelitian D. Teknik Sampling dan Jumlah Sampel E. Identifikasi Variabel Penelitian F. Skala Variabel Penelitian G. Definisi Operasional Variabel H. Rancangan Penelitian I. Instrumentasi dan Bahan Penelitian J. Teknik Analisis Data BAB IV. HASIL PENELITIAN BAB V. PEMBAHASAN BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1. Dosis OAT yang Digunakan Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Tuberkulosis Tabel 2. Distribusi Peningkatan SGOT Menurut Jenis Kelamin Tabel 3. Distribusi Peningkatan SGPT Menurut Jenis Kelamin Tabel 4. Distribusi Usia Pasien Tuberkulosis Tabel 5. Distribusi Peningkatan SGOT Menurut Usia Tabel 6. Distribusi Peningkatan SGPT Menurut Usia Tabel 7. Perbedaan Mean SGOT dan SGPT Sebelum dan Sesudah Pemberian OAT ix

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kadar Transaminase Pasien Tuberkulosis Kasus Baru Sebelum dan Sesudah Pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Lampiran 2. Hasil Uji Analisis Kadar SGOT dan SGPT x

11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Price, 2006). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Indonesia menjadi negara dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi ke-5 di dunia setelah Bangladesh, China, Korea, dan India. Jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien tuberkulosis di dunia. Setiap tahunnya diperkirakan terdapat kasus tuberkulosis baru, dengan angka kematian sekitar orang. Prevalensi tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100/ penduduk dan 70 % diantaranya merupakan pasien dalam usia produktif (WHO, 2010). Sejak tahun 1995, Indonesia menerapkan strategi pengobatan yang direkomendasikan WHO, yaitu strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS). Implementasi strategi DOTS ini terbukti dapat menurunkan angka kematian tuberkulosis (Depkes, 2010). Meskipun pengobatan tuberkulosis yang efektif sudah tersedia, namun kasus tuberkulosis masih menjadi fokus perhatian dunia, ditunjukkan dengan dideklarasikannya tuberkulosis sebagai Global Health Emergency. commit 1 to user

12 2 Dalam terapi tuberkulosis, ada dua prinsip dasar, yaitu : 1. Terapi tuberkulosis memerlukan dua macam obat dimana basil tuberkulosis peka terhadap obat tersebut, dan salah satu obat harus memiliki sifat bakterisid. 2. Perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk mengeliminasi basil yang persisten (Amin dan Bahar, 2006). Dengan adanya prinsip tersebut, terapi tuberkulosis pada umumnya adalah dengan metode multidrug. Namun, Obat Anti Tuberkulosis (OAT) mempunyai efek samping terhadap hepar, kulit, saraf, dan dapat menyebabkan kelainan gastrointestinal. Efek serius yang menjadi fokus saat ini adalah efek obat anti tuberkulosis terhadap hepar, yaitu menyebabkan hepatotoksisitas, yang dikenal dengan istilah Antituberculosis Drug-induced Hepatotoxicity (ATDH) (Tostmann et al., 2008). Hepatotoksisitas merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada dalam pengobatan. Hal itu dikarenakan fungsi hati sebagai pusat disposisi metabolik dari semua obat dan zat asing dalam tubuh. Dalam hepatosit, obat diubah menjadi lebih hidrofilik, sehingga dapat larut air dan dapat diekskresikan ke dalam urin atau empedu. Jejas hepar yang ditimbulkan karena obat anti tuberkulosis merupakan reaksi hepatoseluler yang mempunyai efek langsung, yaitu dengan produksi kompleks enzim-obat. Kompleks ini kemudian akan

13 3 menyebabkan disfungsi sel, disfungsi membran, dan respon sitotoksik sel T (Bayupurnama, 2006). Tes yang dapat dilakukan untuk menilai fungsi hepar terkait hepatotoksisitas antara lain pengukuran kadar bilirubin serum, aminotransferase hepar yang mengarah pada perlukaan hepatoseluler atau inflamasi adalah pemeriksaan kadar transaminase (Amirudin, 2006). Peningkatan kadar transaminase tanpa gejala merupakan hal yang umum pada pemakaian obat anti tuberkulosis, namun efek ini dapat menjadi fatal jika tidak dikenali lebih awal (Tostmann et al., 2008). B. Perumusan Masalah Apakah ada hubungan antara pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan kadar enzim transaminase pada pasien tuberkulosis kasus baru di RSUD Temanggung? C. Tujuan Penelitian Mengetahui apakah ada hubungan antara pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan kadar enzim transaminase pada pasien tuberkulosis kasus baru di RSUD Temanggung

14 4 D. Manfaat penelitian 1. Aspek Teoritis Dapat memberikan informasi bahwa pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dapat meningkatkan kadar enzim transaminase pada pasien tuberkulosis kasus baru. 2. Aspek Aplikatif a. Dengan dipantaunya kadar enzim transaminase secara rutin, maka pengobatan tuberkulosis dapat lebih efektif. b. Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengobatan tuberkulosis di waktu yang akan datang.

15 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tuberkulosis Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3-0,6 µm dan panjang 1-4 µm. Penyusun utama dinding sel bakteri ini adalah asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat, dan mycobacterial sulfolipid (Aditama, 2006). Tuberkulosis paru ditularkan melalui inhalasi droplet yang mengandung basil tuberkel dari seorang pasien terinfeksi. Gumpalan basil tuberkel yang terinhalasi tersebut masuk ke dalam ruang alveolus, kemudian membangkitkan reaksi dari leukosit polimorfonuklear. Leukosit tersebut memfagosit bakteri, namun tidak menghancurkannya, dan dalam beberapa hari akan digantikan oleh makrofag (Price, 2006). Sel strain tuberkulosis paru mampu masuk ke dalam makrofag. Di dalam makrofag, bakteri ini memanipulasi endosom dengan cara mengubah ph dan menghentikan pematangan endosom. Dengan berubahnya ph maka pembentukan fagolisosom yang efektif akan terganggu, sehingga bakteri ini dapat berproliferasi tidak terkendali (Kumar, 2007). commit 5 to user

16 6 Basil tuberkel yang telah hidup dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain. Sedangkan kuman yang tetap berada di jaringan paru, akan membentuk fokus primer yang disebut fokus ghon (Amin dan Bahar, 2006). Klasifikasi tuberkulosis paru menurut tipe pasiennya adalah sebagai berikut : a. Kasus baru, yaitu pasien tuberkulosis yang belum pernah mendapat terapi OAT sebelumnya, atau pernah mendapat pengobatan kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh / relaps, yaitu pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat terapi OAT dan dinyatakan sembuh, kemudian kembali didiagnosis tuberkulosis. c. Kasus drop-out, yaitu pasie 1 bulan dan berhenti minum obat selama 2 bulan atau lebih sebelum masa pengobatan selesai. d. Kasus gagal, yaitu pasien dengan BTA positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke-5 pengobatan atau akhir pengobatan. e. Kasus kronik, yaitu pasien dengan pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang.

17 7 f. Kasus bekas tuberkulosis, yaitu : 1) Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA negatif, foto toraks menunjukkan lesi tuberkulosis tidak aktif, dan ada riwayat pengobatan dengan anti tuberkulosis. 2) Pasien dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan anti tuberkulosis 2 bulan, serta foto toraks ulang tidak ada perubahan (Adhitama, 2006). 2. Pengobatan Tuberkulosis Pengobatan tuberkulosis paru terdiri dari 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Obat utama (lini 1) yang diberikan dalam pengobatan tuberkulosis paru adalah isoniazid (H), rifampicin (R), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomicin (S). Sedangkan obat tambahan (lini 2) yang diberikan antara lain kuinolon, kanamicin, dan amikasin (Amin dan Bahar, 2006). Pengobatan tuberkulosis paru dibagi menjadi : a. Tuberkulosis kasus baru diberikan terapi 2 RHZE/4RH atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3. Panduan pengobatan tersebut dianjurkan untuk : 1) Tuberkulosis kasus baru dengan BTA (+) 2) Tuberkulosis kasus baru dengan BTA (-) dan gambaran radiologi lesi luas

18 8 b. Tuberkulosis paru kasus baru, BTA negatif, gambaran radiologi lesi minimal diberikan terapi 2RHZE/4RH atau 6RHE atau 2RHZE/4R3H3. c. Tuberkulosis paru kasus kambuh diberikan terapi 2RHZES/1RHZE jika belum dilakukan uji resistensi. Bila tidak ada uji resistensi dapat diberikan 5RHE. d. Tuberkulosis paru kasus gagal pengobatan diberikan terapi lini 2 sebelum ada uji resistensi. Bila tidak ada uji resistensi dapat diberikan 5RHE. e. Tuberkulosis paru kasus putus berobat Pengobatan akan dimulai kembali sesuai dengan kriteria berikut : 1) a) Jika BTA negatif, klinis dan radiologi tidak aktif, maka pengobatan dihentikan b) Jika BTA negatif, klinis dan radiologi aktif, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka lebih lama c) Jika BTA positif, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka lebih lama 2) Berobat 4 bulan a) Jika BTA positif, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka lebih lama

19 9 b) Jika BTA negatif, maka gambaran foto toraks positif : pengobatan diteruskan f. Tuberkulosis paru kasus kronik diberikan RHZES apabila belum ada uji resistensi. Jika telah dilakukan uji resistensi, maka diberikan obat sesuai dengan uji resistensi ditambah dengan obat lini 2, minimal 18 bulan. Jika tidak mampu, dapat diberikan INH seumur hidup (Aditama, 2006). 3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) a. Isoniazid Isoniazid merupakan obat utama pada kemoterapi tuberkulosis paru. Semua pasien dengan penyakit yang disebabkan karena infeksi galur basil tuberkulosis harus diberi obat ini jika mereka dapat menoleransinya (Gilman, 2008). Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efeknya menghambat pembelahan bakteri, terutama untuk bakteri yang sedang aktif membelah. Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui secara pasti, namun ada pendapat bahwa isoniazid bekerja dengan menghambat biosintesis asam mikolat, yaitu unsur penting penyusun dinding sel bakteri. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dari bakteri dan menurunkan kadar lemak terekstraksi methanol yang dihasilkan oleh bakteri (Istiantoro dan Setibudy, 2007). Isoniazid segera diabsorbsi dari saluran pencernaan. Konsentrasi puncak plasma dicapai dalam 1-2 jam dengan pemberian dosis biasa yaitu 5 mg/kg/hari (Jawetz, 2004). Isoniazid mudah berdifusi ke seluruh cairan di

20 10 sel tubuh. Konsentrasi terbesar obat ini adalah di dalam pleura dan ascites. Mula-mula konsentrasi isoniazid lebih tinggi dalam plasma dan jaringan otot daripada di jaringan yang terinfeksi, namun jaringan yang terinfeksi mampu menahan obat ini lebih lama dalam jumlah yang dibutuhkan untuk bakteriostatis. Sebagian besar metabolit isoniazid dieksresi dalam urin dalam waktu 24 jam (Gilman, 2008). Efek samping isoniazid bergantung pada lama dan dosis pemberian. Reaksi alergi terhadap isoniazid yang sering terjadi adalah demam dan kulit kemerahan. Sedangkan efek toksik yang paling sering terjadi pada sistem saraf pusat dan perifer berkaitan dengan defisisensi piridoksin. Isoniazid juga berkaitan dengan hepatotoksisitas. Pada pasien diketahui dapat menyebabkan uji fungsi hepar abnormal, penyakit kuning, dan nekrosis multilobular (Jawetz, 2004). b. Rifampicin Rifampicin secara in vitro menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis. Mekanisme kerja rifampicin adalah menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari bakteri. Sama halnya seperti isoniazid, rifampicin aktif pada bakteri yang sedang aktif membelah (Istiantoro dan Setibudy, 2007). Bila rifampicin diberikan bersama dengan isoniazid, rifampicin bersifat bakterisidal dan mensterilisasi jaringan yang terinfeksi, rongga, dan sputum (Jawetz, 2004).

21 11 Rifampicin diabsorbsi baik dengan pemberian oral dan diekskresikan melalui hepar ke dalam empedu selanjutnya obat ini akan mengalami sirkulasi enterohepatik (Jawetz, 2004). Selama sirkulasi tersebut, rifampicin mengalami deasetilasi secara progresif, sehingga setelah 6 jam hampir semua antibiotik di empedu ditemukan dalam bentuk terdeasetilasi. Ekskresi terbesar obat ini adalah melalui feses, yaitu sebesar 60 % (Gilman, 2008). Efek samping rifampicin yang sering terjadi adalah ruam kulit, demam, mual, muntah, dan ikterus. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hepar normal. Pada pasien dengan penyakit hepar kronik dan alkoholisme, risiko terkena ikterus meningkat. Efek samping yang berhubungan dengan sistem saraf antara lain rasa lelah, mengantuk, sakit kepala, bingung, sukar berkonsentrasi, sakit pada tangan dan kaki, dan kelemahan otot. Selain itu terdapat efek samping lain yang kaitannya dengan reaksi hipersensitifitas diantaranya demam, pruritus, urtikaria, dan eosinofilia (Istiantoro dan Setibudy, 2007). c. Etambutol Etambutol menekan pertumbuhan kuman yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomicin. Mekanisme kerja etambutol adalah menghambat pembentukan metabolit sel yang menyebabkan kematian sel (Istiantoro dan Setibudy, 2007).

22 12 Sekitar % dosis etambutol yang diberikan secara oral diserap dengan baik dari saluran gastrointestinal. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah obat diminum, sedangkan waktu paruh etambutol adalah 3-4 jam. Tiga perempat dosis etambutol akan dieksresi dalam urin dengan bentuk yang utuh dalam waktu 24 jam (Gilman, 2008). Penurunan ketajaman penglihatan, neuritis optik, dan rusaknya retina merupakan efek samping yang sering terjadi pada pemakaian etambutol. Oleh karena itu, pada pasien yang mendapat terapi etambutol selama beberapa bulan, perlu dilakukan tes tajam penglihatan secara berkala. Efek tersebut bisa membaik jika pemakaian obat dihentikan (Jawetz, 2004). d. Pirazinamid Pirazinamid memiliki efek tuberkulostatik dengan mekanisme hidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam pirazinoat. Efek tuberkulostatik pirazinamid hanya bekerja efektif pada media yang asam (Istiantoro dan Setibudy, 2007). Pirazinamid diabsorbsi dengan baik di saluran gastrointestinal dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Obat ini menembus cairan serebrosipnal dengan baik. Waktu paruh pirazinamid pada orang dengan ginjal normal adalah 9-10 jam. Obat ini dieksresi terutama melalui glomerulus ginjal. Efek samping yang paling sering terjadi pada pemberian pirazinamid

23 13 adalah cedera hepar. Pada pemberian oral mg/kg, sekitar 15 % pasein akan menunjukkan tanda-tanda cedera hepar. Efek lain dari pirazinamid adalah terhambatnya ekskresi garam urat, pirai, mual, muntah, anoreksia, disuria, lesu, dan demam (Gilman, 2008). e. Streptomicin Secara in vitro, streptomicin bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman tuberkulosis. Sedangkan secara in vivo, streptomicin berfungsi sebagai supresi. Hal ini dibuktikan dengan adanya mikroorganisme yang hidup dalam abses dan kelenjar limfe regional serta hilangnya efek obat setelah beberapa bulan pengobatan (Istiantoro dan Setibudy, 2007). Karena telah tersedia obat lain yang lebih efektif, maka streptomicin jarang digunakan untuk terapi tuberkulosis. Streptomicin dikombinasikan dengan obat lain pada pengobatan bentuk-bentuk tuberkulosis yang telah menyebar atau meningitis. Efek samping yang ditimbulkan karena pemakaian streptomicin antara lain ruam, gangguan fungsi pendengaran, dan gangguan fungsi vestibular pada saraf kranial kedelapan (Gilman, 2008). 4. Anatomi dan Fisiologi Hepar Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh dengan berat rata-rata 1,5 kg pada orang dewasa. Unit fungsional dasar hepar adalah lobulus, yang berbentuk silindris. Lobulus terbentuk dari banyak lempeng sel hepar. Hepar

24 14 mengandung sampai lobulus, dimana setiap lobulus dipisahkan oleh septum fibrosa. Lobulus terbentuk mengelilingi vena sentralis, yang mengalirkan darah ke vena hepatica kemudian ke vena cava (Guyton, 2007). Tiap-tiap sel hepar berdekatan dengan beberapa kanalikuli biliaris yang akan bermuara pada duktus biliaris. Kanalikuli biliaris merupakan saluran dimana empedu yang dihasilkan hepatosit diekskresikan. Beberapa duktus biliaris akan bergabung melalui duktus interlobulus untuk membentuk duktus hepatikus kanan dan kiri. Selanjutnya, kedua duktus hepatikus tersebut bergabung di luar hepar membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus menjadi duktus koledokus yang akan bermuara di duodenum. Duktus sistikus bermuara dalam kantung empedu (Ganong, 2003). Fungsi utama dari hepar adalah mengekskresikan empedu. Setiap hari hepar mengekskresi empedu sebanyak satu liter ke dalam usus halus. Selain itu, hepar juga menyimpan hasil metabolisme monosakarida dalam bentuk glikogen. Proses ini disebut dengan glikogenesis. Glikogen yang telah tersimpan dalam hepar, akan diubah menjadi glukosa dan disuplai ke dalam darah secara konstan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Proses ini disebut dengan glikogenolisis. Fungsi hepar yang lain adalah sebagai tempat metabolisme protein dan lemak. Hepar menghasilkan protein plasma berupa albumin, protrombin, fibrinogen dan faktor pembekuan lain. Fungsi hepar

25 15 dalam metabolisme lemak adalah sebagai penghasil lipoprotein, kolesterol, fosfolipid, dan asam asetoasetat (Amirudin, 2006). Selain fungsi metabolisme lemak dan protein, hepar juga merupakan tempat metabolisme obat. Dalam empedu yang dihasilkan hepatosit, terdapat enzim yang berguna dalam metabolisme obat. Beberapa obat bersifat larut lemak dan dipengaruhi oleh garam empedu dalam usus (Fox, 2004). Untuk mengetahui fungsi normal hepar, dapat dilakukan beberapa tes, antara lain adalah : a. Bilirubin total digunakan untuk menilai ikterus. b. Bilirubin tak terkonjugasi digunakan untuk menilai hemolisis. c. Alkalin fosfatase digunakan untuk mendiagnosis kolestasis dan penyakit infiltratif. d. Serum Glutamic Oxaloacetat Transaminase (SGOT) atau Aminotransferase Aspartat (AST) digunakan untuk mengetahui gangguan hepatoseluler. e. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), atau Aminotransferase Alanin (ALT) dibandingkan dengan hasil SGOT untuk menilai fungsi hepar. f. Albumin digunakan untuk menilai tingkat jejas hepar. g. Gamma globulin untuk mengetahui hepatitis autoimun, atau kenaikan yang khas terjadi pada pasien sirosis. h. Prothrombin time after vitamin K digunakan untuk menilai derajat penyakit hepar.

26 16 i. Antimitokondrial antibodi digunakan untuk diagnosis utama sirosis biliaris (Mehta, 2010). 5. Transaminase a. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), atau sering disebut Aminotransferase Alanin (ALT) merupakan enzim yang ditemukan dalam hepar dan spesifik ditemukan pada kasus perlukaan hepar. Selain itu SGPT juga ditemukan dalam jumlah sedikit di jantung, ginjal, dan otot rangka. Pada penentuan diagnosis, hasil SGPT sering dibandingkan dengan hasil SGOT. Peningkatan kadar SGPT khas terjadi pada nekrosis hepar, sedangkan peningkatan SGOT khas terjadi pada nekrosis miokard. Kadar normal SGPT pada orang dewasa adalah sebesar 4-36 U/I (Kee, 2008). b. Serum Glutamic Oxaloacetat Transaminase (SGOT) Serum Glutamic Oxaloacetat Transaminase (SGOT) atau Aminotransferase Aspartat (AST) dapat ditemukan dalam jumlah besar di dalam jantung. Jika terjadi serangan infark miokard kadarnya akan naik dalam waktu 24 jam, kemudian akan turun secara bertahap dalam waktu 4-6 hari jika tidak terjadi infark susulan. Dalam kadar sedang, SGOT juga dapat ditemukan di dalam ginjal, otot rangka, dan pankreas. Nilai normal SGOT adalah 8-38 U/l (Kee, 2008).

27 17 6. Hepatotoksisitas Hepatotoksisitas didefinisikan sebagai perlukaan hepar karena pemakaian obat. Kejadian hepatotoksisitas ini terhintung jarang, yaitu 1 tiap penduduk. Namun demikian, bila tidak terdeteksi secara dini, angka tersebut akan meningkat. Tidak ada pengobatan tertentu yang efektif untuk hepatotoksisitas kecuali menghentikan pengobatan. Berdasarkan konfrensi FDA (Food and Drug Association) tahun 2001, kenaikan transaminase lebih dari 3 kali nilai normal dan kenaikan bilirubin lebih dari 2 kali nilai normal, dapat menjadi acuan adanya abnormalitas fungsi hepar terkait hepatotoksisitas. Gejala dan tanda hepatotoksisitas yang mendukung temuan laboratorium antara lain kelelahan, anoreksia, mual, urin yang berwarna lebih gelap, dan rasa ketidaknyamanan pada perut kuadran kanan atas (Navarro, 2006). Faktor risiko terjadinya hepatotoksisitas antara lain : a. Ras : terkait dengan enzim P-450 yang mengontrol metabolisme, dimana tiap ras dapat mengalami perbedaan b. Umur : pada orang tua risikonya lebih tinggi karena turunnya fungsi hepar dan aliran daran ke hepar, serta interaksi antar obat yang satu dengan yang lain c. Jenis kelamin : dengan sebab belum diketahui, hepatotoksisitas lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria

28 18 d. Alkohol : alkohol menyebabkan seseorang rentan terhadap hepatotoksisitas karena penipisan gluthatione yang bersifat hepatoprotektif e. Penyakit hepar : penyakit kronik hepar meningkatkan risiko terjadinya hepatotoksisitas f. Faktor genetik : dikaitkan dengan gen yang mengkode protein P-450 g. Faktor komorbiditas : misalnya pada penyakit AIDS penyimpanan gluthation sedikit h. Sifat obat : obat dengan sifat long-acting lebih berisiko meyebabkan hepatotoksisitas daripada obat yang bersifat short-acting (Mehta, 2010) Mekanisme hepatotoksisitas imbas obat tidak bisa ditinjau hanya dari satu sisi. Terdapat beberapa mekanisme penyebab hepatotoksisitas, yaitu sebagai berikut : a. Ikatan kovalen antara enzim P-450 dan obat dikenali oleh sistem imun sebagai antigen, sehingga timbul reaksi imun berupa pengaktifan sel T sitolitik. Akibat reaksi tersebut terjadilah kematian sel. b. Karena ikatan kovalen obat dengan protein intraseluler, kadar ATP akan turun dan menyebabkan gagguan pada aktin. Kerusakan pada fibrin aktin mengakibatkan membran sel ruptur. c. Metabolit obat yang toksik akan merusak epitel saluran empedu, sehingga pengeluaran empedu terganggu.

29 19 d. Produksi energi beta-oxidasi dan penghambatan sintesis nicotinamide adenine dinucleotide serta flavin adenine dinukleotide menyebabkan penurunan produksi ATP. Penurunan ATP tersebut dapat menggaggu fungsi mitokondrial. e. Obat yang mempengaruhi transport protein pada kanalikuli dapat menyebabkan terganggunya aliran empedu (Navarro, 2006). Hepatotoksisitas akibat pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terjadi melalui berbagai mekanisme. Di dalam hepar, isoniazid diasetilasi menjadi acetylisoniazid, kemudian dihidrolisis menjadi acetylhydrazine dan dihidrolisis kembali membentuk hydrazine. Diketahui bahwa hydrazine merupakan metabolit toksik isoniazid yang mempunyai efek merusak sel hepar. Hydrazine mengaktivasi sitokrom P450 sehingga terbentuk ikatan kovalen enzim-obat. Ikatan ini dikenal sebagai antigen oleh sel T sitolitik dan berakibat kematian sel (Tostmann et al., 2007). Mekanisme hepatotoksisitas rifampicin belum diketahui secara pasti. Namun beberapa berpendapat bahwa mekanisme hepatotoksisitas terjadi melalui pengaktifan sitokrom P450. Begitu pula mekanisme hepatotoksisitas pirazinamid sampai saat ini belum diketahui. Pirazinamid diketahui menyebabkan iskemik sel hepar (Tostmann et al., 2007).

30 20 7. Hubungan Pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Dengan Peningkatan Enzim Transaminase Hepar merupakan pusat disposisi metabolik dari semua obat dan zat yang masuk ke dalam tubuh. Oleh sebab itu, perlukaan hepar karena obat sangat mungkin terjadi. Tidak terkecuali pada pemakaian obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid, pirazinamid, dan rifampicin (Bayupurnama, 2006). Pemakaian isoniazid untuk terapi tuberkulosis paru dapat menyebabkan kerusakan hepar karena terjadi nekrosis multilobular. Gangguan fungsi hepar diperlihatkan oleh peningkatan enzim transaminase yang terjadi pada 4-8 minggu pengobatan. Peningkatan enzim transaminase hingga 4 kali nilai normal terjadi pada % pasien. Peningkatan kadar enzim ini juga dipengaruhi oleh umur penderita, dimana semakin tua penderita, maka risiko peningkatan ini semakin besar. Kerusakan fungsi hepar jarang terjadi pada usia di bawah 35 tahun (Istiantoro dan Setibudy, 2007). Dari studi kasus baik pada hewan maupun manusia, ditunjukkan bahwa hepatotoksisitas akibat isoniazid bermanifestasi steatosis hepatoseluler dan nekrosis. Metabolit isoniazid berikatan kovalen dengan makromolekul sel. Hydrazine merupakan metabolit toksik dari isoniazid yang dalam penelitian terbukti menyebabkan steatosis, vakuolasi hepatosit dan deplesi glutathione (Tostmann et al., 2007).

31 21 Rifampicin dapat menyebabkan perubahan hepatoseluler, nekrosis sentrilobuler, dan terkait dengan kolestasis (Tostmann et al., 2007). Dengan pemakaian rifampicin intermiten, dapat terjadi kenaikan kadar enzim transaminase, namun kejadian hepatitis karena pemakaian rifampicin jarang ditemukan (Istiantoro dan Setibudy, 2007). Efek samping dari pirazinamid yang paling serius adalah kerusakan hepar. Bila pirazinamid diberikan 3 g/hari, maka kelainan hepar yang muncul adalah sebesar 3 % (Istiantoro dan Setibudy, 2007). Peningkatan kadar transaminase dalam plasma merupakan abnormalitas awal yang diakibatkan oleh pemberian pirazinamid (Gilman, 2008). Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya, dari 339 pasien yang diberi pengobatan dengan antituberkulosis, 67 pasien mengalami kenaikan SGOT dan SGPT. Dari 67 pasien tersebut, 38 pasien mengalami peningkatan kadar SGOT 3-5 kali batas normal, 15 pasien meningkat kali batas normal, dan 14 pasien meningkat lebih dari 10 kali batas normal. Sedangkan pada kadar SGPT sebanyak 38 pasien meningkat 2-5 kali batas normal, 15 pasien meningkat 5-10 kali batas normal, dan 14 pasien meningkat lebih dari 10 kali batas normal (Mahmood et al., 2007)

32 22 B. Kerangka Pemikiran Pasien Tuberkulosis Obat Anti Tuberkulosis Isoniazid Rifampicin Pirazinamid Streptomicin Etambutol asetilase acetylisoniazid Desacetylrifampicin Pyrazinoic acid Tidak hepatotoksik Hidrolisis acetylhydrazine 3-formyl rifampicin 5-hydroxy pirazinoic Hidrolisis Hydrazine Aktivasi sitokrom P450 Iskemik dan hipoksia sel hepar Ikatan kovalen enzym-obat Nekrosis sel hepar Aktivasi sel T sitolitik Kematian sel hepar Tes fungsi hati (SGOT dan SGPT)

33 23 C. Hipotesis Ada hubungan antara pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan kadar enzim transaminase pada pasien tuberkulosis kasus baru di RSUD Temanggung. Hubungan tersebut berupa peningkatan kadar enzim transaminase.

34 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi model one group before and after intervention design atau one group pre and post test design. Dalam penelitian ini digunakan satu kelompok yang akan diamati sebelum dan sesudah pemberian intervensi (Taufiqurrohman, 2004). B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Temanggung C. Subjek Penelitian 1. Populasi target : Pasien tuberkulosis kasus baru di kabupaten Temanggung 2. Populasi aktual : Pasien tuberkulosis kasus baru di RSUD Temanggung 3. Kriteria Inklusi: a. Pasien tuberkulosis kasus baru b. Pasien tuberkulosis berusia dewasa saat pengambilan sampel) c. Pasien direncanakan akan menjalani pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama lebih dari 4 minggu d. Pemeriksaan enzim Transaminase sebelum pemberian obat antituberkulosis dalam batas normal commit 24 to user

35 25 4. Kriteria Eksklusi : a. Pengguna alkohol b. Menderita penyakit Immunocompromise c. Memiliki riwayat penyakit hepar D. Teknik Sampling dan Jumlah Sampel Teknik sampling yang dipakai adalah purposive sampling. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa simpang baku kadar transaminase adalah sebesar 8 U/I. perbedaan > 5 U/I ditetapkan sebagai perbedaan yang bermakna secara klinis. Bila diambil nilai %, maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah sesuai perhitungan berikut: Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 27 sampel.

36 26 E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas : Pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 2. Variabel Terikat : Kadar enzim transaminase 3. Variabel luar a. Variabel luar yang dapat dikendalikan : Umur pasien, jenis kelamin b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : Kadar albumin F. Skala Variabel 1. Pemberian Obat Anti Tuberkulosis : Nominal 2. Kadar enzim transaminase : Rasio G. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas Obat Anti Tuberkulosis (OAT) a. Definisi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) merupakan kombinasi obat yang digunakan untuk penderita tuberkulosis. Obat yang digunakan untuk pengobatan pasien tuberkulosis kasus baru adalah : 1) Isoniazid (H) 2) Rifampicin (R) 3) Pirazinamid (Z) 4) Streptomicin (S)

37 27 5) Etambutol (E) Regimen pengobatan tuberkulosis paru kasus baru adalah sebagai berikut: 1) 2 RHZE/4RH, atau 2) 2RHZE/6HE, atau 3) 2RHZE/4R3H3 Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Tabel 1. Dosis OAT yang Digunakan Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Obat Dosis Dosis yang Dosis (mg/kg dianjurkan maks. BB/hr) Dosis (mg) / BB (kg) Harian Intermiten R H Z E S Sesuai BB (Adhitama, 2006) b. Skala Pengukuran : Nominal c. Metode Pengukuran : Anamnesis dan Rekam medik

38 28 2. Variabel Terikat Enzim transaminase a. Definisi Enzim transaminase merupakan enzim yang dilepaskan di aliran darah karena adanya proses kerusakan hepar, jantung, pankreas, otot, dan ginjal. Enzim transaminase terdiri dari Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxaloacetat Transaminase (SGOT). Nilai normal dari SGPT adalah 4-36 U/I, sedangkan nilai normal SGOT adalah 8-38 U/I. b. Skala Pengukuran : Rasio c. Metode Pengukuran Pemeriksaan enzim transaminase dilakukan dengan cara mengambil darah vena dari pasien kemudian diperiksa dengan spektrofotometer. 3. Variabel Luar a. Pasien tuberkulosis kasus baru 1) Definisi Pasien tuberkulosis kasus baru yaitu pasien yang didiagnosis oleh dokter penyakit dalam RSUD Temanggung sebagai pasien tuberkulosis yang belum pernah mendapat pengobatan tuberkulosis sebelumnya.

39 29 2) Skala Pengukuran : Nominal 3) Metode Pengukuran Penegakan diagnosis tuberkulosis paru kasus baru dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam RSUD Temanggung. b. Usia 1) Definisi : Usia adalah selisih tahun wawancara dengan tahun kelahiran (Mulyono et al., 2003). 2) Skala Pengukuran : Rasio 3) Metode Pengukuran : Anamnesis c. Pengguna alkohol 1) Definisi Seseorang yang mengkonsumsi alkohol selama minimal 6 bulan. Dikatakan bukan pengguna alkohol jika sama sekali belum pernah mengkonsumsi alkohol atau sudah berhenti menggunakan alkohol 1 bulan (Ismail et al., 2008). 2) Skala Pengukuran : Nominal 3) Metode Pengukuran : Anamnesis d. Immunocompromise 1) Definisi Status dimana sistem pertahanan tubuh seseorang melemah, bahkan tidak ada.

40 30 2) Skala Pengukuran : Nominal 3) Metode Pengukuran : Anamnesis dan Rekam Medis H. Rancangan Penelitian One group before and after intervention O 1 X O 2 Bandingkan dengan uji paired sample t test O 1 = Pengamatan sebelum pemberian Obat Anti Tuberkulosis O 2 = Pengamatan setelah nti Tuberkulosis X = Pemberian Obat Anti Tuberkulosis I. Instrumentasi dan Bahan Penelitian Alat yang dipakai untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan laboratorium SGOT dan SGPT pasien tuberkulosis kasus baru di RSUD Temanggung

41 31 J. Teknik Analisis Data Data dianalisis secara statistik dengan uji paired sample t test, yaitu uji t = 0,05. Uji t

42 BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai hubungan antara pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan kadar enzim transaminase pada pasien tuberkulosis kasus baru dilakukan di RSUD Temanggung dengan jumlah sampel sebanyak 27 pasien. Data diambil dari bulan April 2011 sampai Oktober 2011 dengan metode purposive sampling. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Tuberkulosis Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Laki-laki 11 40,74 Perempuan 16 59,26 Jumlah Tabel 2. Distribusi Peningkatan SGOT Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Meningkat Menurun Jumlah Laki-laki 7 (63,64 %) 4 (36,36 %) 11 Perempuan 13 (81,25 %) 3 (18,75 %) 16 commit 32 to user

43 33 Tabel 3. Distribusi Peningkatan SGPT Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Meningkat Menurun Jumlah Laki-laki 9 (81,82 %) 2 (18,18 %) 11 Perempuan 13 (81,25 %) 3 (18,75 %) 16 Tabel 4. Distribusi Usia Pasien Tuberkulosis Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) , , , ,82 Jumlah Tabel 5. Distribusi Peningkatan SGOT Menurut Usia Umur (tahun) Meningkat Menurun Jumlah (orang) (63,64 %) 4 (36,36 %) (83,33 %) 1 (16,67 %) (83,33 %) 1 (16,67 %) (75 %) 1 (25 %) 4 Jumlah

44 34 Tabel 6. Distribusi Peningkatan SGPT Menurut Usia Umur (tahun) Meningkat Menurun Jumlah (orang) (72,73 %) 3 (27,27 %) (83,33 %) 1 (16,67 %) (83,33 %) 1 (16,67 %) (100 %) 0 (0 %) 4 Jumlah Tabel 7. Perbedaan mean SGOT dan SGPT sebelum dan sesudah pemberian OAT Transaminase Sebelum pemberian OAT Setelah pemberian OAT SGOT 24,89 ± 6,1 28,06 ± 6,2 SGPT 19,29 ± 7,08 23,50 ± 6,7 Tampak adanya perbedaan rata-rata kadar enzim transaminase pada pasien sebelum dan sesudah pemberian obat anti tuberkulosis yang ditunjukkan pada tabel 7. Kadar transaminase pasien yang diberi obat anti tuberkulosis mengalami peningkatan yang secara statistik signifikan dibandingkan sebelum diberi obat anti tuberkulosis. Untuk mengetahui kemaknaan perbedaan kadar transaminase tersebut, dilakukan analisis statistik dengan menggunakan SPSS 17.0, dengan metode paired sample t test. Syarat utama untuk menggunakan paired sample t-test sebagai uji hipotesis adalah data yang diolah harus memiliki sebaran normal dan homogen. Untuk mengetahui sebaran data, maka digunkan Normality Test, sedangkan untuk

45 35 mengetahui homogenitas data, digunakan Homogenity Test. Dari kedua uji tersebut, data SGOT dan SGPT baik sebelum maupun sesudah pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) memiliki sebaran data yang normal dan homogen. Sehingga kedua syarat untuk melakukan paired sample t test terpenuhi. Dari uji hipotesis yang dilakukan, didapatkan nilai signifikansi untuk SGOT sebesar p = 0,008 (p < 0,05). Artinya, probabilitas dalam menarik simpulan salah, yaitu tidak ada peningkatan kadar SGOT sebelum dan sesudah pemberian OAT, adalah 8 kesalahan dari 1000 kesempatan. Sedangkan nilai signifikansi untuk SGPT adalah sebesar p = 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian, probabilitas dalam menarik simpulan salah, yaitu tidak ada peningkatan kadar SGPT sebelum dan sesudah pemberian OAT, adalah 0 kesalahan dari 1000 kesempatan. Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak dan H 1 diterima, yaitu ada peningkatan kadar enzim transaminase sebelum dan sesudah pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada pasien tuberkulosis kasus baru di RSUD Temanggung.

46 BAB V PEMBAHASAN Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 27 pasien didapatkan jumlah pasien laki-laki adalah 11 orang yaitu sebesar 40,74 % dan perempuan 16 orang yaitu sebesar 59,26 %. Peningkatan SGOT pada pasien laki-laki adalah 63,64 % dan perempuan 81,25 %, sedangkan untuk peningkatan SGPT pasien laki-laki adalah 81,82 % dan pasien perempuan 81,25 %. Dari penelitian yang dilakukan oleh Anand et al. (2006) dan Niazi et al. (2010), insidensi peningkatan transaminase tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Ditinjau dari usia, dari penelitian ini didapatkan bahwa pasien yang menjalani pengobatan Obat Anti Tuberkulosis paling banyak adalah usia tahun. Walaupun jumlah pasien dalam kelompok umur tahun tidak banyak, namun persentase peningkatan SGOT dan SGPT relatif besar. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Khadka et al. (2009) ditunjukkan bahwa persentase terbesar peningkatan SGOT dan SGPT adalah pada kelompok usia tahun, dengan persentase 45,1 %, sedangkan untuk kelompk tahun sebesar 31,1 %. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Niazi et al. (2010) menunjukkan bahwa peningkatan transaminase lebih besar pada kelompok pasien usia tua yaitu 9,57 % daripada usia muda yaitu 2,56 %. commit 36 to user

47 37 Pada tabel 7 ditunjukkan bahwa rata-rata SGOT dan SGPT mengalami peningkatan. Jumlah pasien yang mengalami peningkatan SGOT sebesar 20 dari 27 orang, dan pasien yang mengalami peningkatan SGPT sebesar 22 dari 27 orang. Peningkatan SGOT dan SGPT pada semua pasien dalam penelitian ini masih dalam batas normal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Khadka et al. (2009), dari 114 pasien, 96 (84 %) pasien mengalami peningkatan SGOT yang masih dalam batas normal dan 18 (16 %) pasien mengalami peningkatan di atas batas normal ( > 35 IU/L). Sedangkan untuk SGPT, 92 (81 %) pasien mengalami peningkatan SGOT yang masih dalam batas normal, dan 22 (19 %) mengalami peningkatan di atas batas normal ( > 40 IU/L). Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Sudarmadi (2009), yaitu didapatkan hasil peningkatan kadar SGOT pada 12 orang dari 30 orang sampel, sedangkan peningkatan SGPT dijumpai pada 15 orang dari 30 orang. Mekanisme naiknya kadar transaminase tersebut belum diketahui secara pasti, namun diduga berasal dari metabolit toksik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang menyebabkan jejas hepatoseluler. Metabolit toksik isoniazid yang telah diketahui dapat menyebabkan kerusakan hati irreversibel adalah Hydrazine. Isoniazid mengalami metabolisme berupa asetilasi menjadi asetilisoniazid, kemudian dihidrolisis menjadi asetilhidrazin dan asam nikotinik. Asetilhidrazin kemudian dihidrolisis menjadi hydrazine dan diasetilasi menjadi diasetilhidrazin. Sedangkan sebagian kecil dari isoniazid langsung mengalami metabolisme menjadi asam nkikotinik dan hydrazine. Hydrazine mempengaruhi aktivitas sitokrom CYP2E1,

48 38 yaitu sitokrom yang diduga mempengaruhi hepatotoksisitas imbas obat. Sehingga dengan terinduksinya sitokrom tersebut, produksi hepatotoksin meningkat. Di samping itu, isoniazid juga menghambat aktivitas dari sitokrom CYP1A2 yang berperan dalam detoksifikasi isoniazid. Mekanisme toksisitas dari isoniazid terjadi akibat salah satu atau kedua proses inhibisi ataupun induksi tersebut (Tostmann et al., 2008). Metabolisme rifampicin dimulai dari deasetilasi rifampicin menjadi deasetilrifampicin, kemudian dihidrolisis menjadi 3-formyl rifampicin. Namun tidak ada bukti bahwa mekanisme hepatotoksik oleh rifampicin berasal dari metabolitnya. Walaupun demikian, pemakaian rifampicin menginduksi aktivitas CYP450. Penggunaan rifampicin bersama isoniazid dapat meningkatkan risiko hepatotoksisitas (Khadka et al, 2009). Mekanisme pirazinamid dalam menyebabkan toksisitas belum diketahui secara jelas. Berdasarkan uji yang dilakukan pada mencit, pirazinamid menghambat CYP450, khususnya CYP2B, CYP2C, CYP2E1, dan CYP3A. Sedangan untuk etambutol dan sterptomicin diketahui tidak menyebabkan hepatotoksisitas (Tostmann et al., 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hepatotoksisitas menurut Tostmann, et al. (2008) adalah ras, umur, penggunaan alkohol, faktor komorbid seperti HIV, penyakit hepar, dan status asetilator obat. Dalam penelitian ini, semua kemungkinan faktor perancu yang mempengaruhi peningkatan SGOT dan SGPT telah dikendalikan dengan kriteria restriksi. Dengan demikian, peningkatan rata-rata

49 39 kadar transaminase pada pasien kemungkinan besar adalah karena terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Berdasarkan uji statistik yang dilakukan, didapatkan hasil peningkatan ratarata SGOT dan SGPT yang signifikan. Nilai signifikansi untuk SGOT sebesar p = 0,008 (p < 0,05). Artinya, probabilitas dalam menarik simpulan salah, yaitu tidak ada peningkatan kadar SGOT sebelum dan sesudah pemberian OAT, adalah 8 kesalahan dari 1000 kesempatan. Sedangkan nilai signifikansi untuk SGPT adalah sebesar p = 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian, probabilitas dalam menarik simpulan salah, yaitu tidak ada peningkatan kadar SGPT sebelum dan sesudah pemberian OAT, adalah 8 kesalahan dari 1000 kesempatan. Dengan hasil uji hipotesis tersebut, maka hipotesis kerja (H 1 ) yang berbunyi ada peningkatan kadar enzim transaminase sebelum dan sesudah pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diterima, dan hipotesis nol (H 0) yang berbunyi tidak ada peningkatan kadar enzim transaminase sebelum dan sesudah pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) ditolak.

50 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata kadar SGOT dan SGPT pada pasien yang diberi terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Peningkatan kadar SGOT dan SGPT telah diuji secara statistik dengan hasil peningkatan kadar SGOT dan SGPT tersebut signifikan, maka ada hubungan antara pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan kadar enzim transaminase pada pasien tuberkulosis kasus baru di RSUD Temanggung. B. SARAN 1. Perlunya pemeriksaan kadar enzim transaminase secara berkala, baik sebelum, saat, maupun sesudah pemberian terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan atau tanpa indikasi, untuk pengobatan yang lebih efektif. 2. Perlunya dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar. commit 40 to user

I. PENDAHULUAN. prevalensi tuberkulosis tertinggi ke-5 di dunia setelah Bangladesh, China,

I. PENDAHULUAN. prevalensi tuberkulosis tertinggi ke-5 di dunia setelah Bangladesh, China, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Price, 2006). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang dan tidak berkapsul.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Penelitian tentang perbedaan kadar SGOT-SGPT sebelum dan sesudah pemberian OAT fase awal di BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru) Ngadinegaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Pada tahun 2012, terdapat 8.6 juta orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia hingga saat ini. TB menjadi penyakit infeksi penyebab kematian terbesar kedua di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan tuberkulosis yang menyerang organ diluar paru-paru disebut

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan tuberkulosis yang menyerang organ diluar paru-paru disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ tubuh terutama paru. Tuberkulosis paru merupakan tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberkulosis di Indonesia merupakan masalah utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mycobacterium tuberculosis. Insidensi TB di Asia Tenggara pada tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mycobacterium tuberculosis. Insidensi TB di Asia Tenggara pada tahun 2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Insidensi TB di Asia Tenggara pada tahun 2008 diperkirakan sekitar 3.17

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Dalam perkembangannya, tuberkulosis telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr.

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam, dengan fokus untuk mengetahui jenis-jenis efek samping pengobatan OAT dan ART di RSUP dr. Kariadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN. V.1. Kesimpulan. anti tuberkulosis akhir fase intensif pada 58 subyek penelitian ini. V.

BAB V. KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN. V.1. Kesimpulan. anti tuberkulosis akhir fase intensif pada 58 subyek penelitian ini. V. 53 BAB V. KESIMPULAN, SARAN & RINGKASAN V.1. Kesimpulan Tidak ada korelasi kadar hidrazin dengan kadar SGPT 2 jam setelah minum obat anti tuberkulosis akhir fase intensif pada 58 subyek penelitian ini.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk terapi anti tuberkulosis (TB), tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ASAM URAT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ASAM URAT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ASAM URAT SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ivan Setiawan G0010105 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang biasanya sering menyerang paru, tetapi juga bisa menyerang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Arti tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis ). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit infeksi menular kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering terjadi di daerah padat penduduk

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

INTISARI. Hubungan Kadar Hidrazin (Metabolit Isoniazid) dengan Kadar SGPT pada Akhir Fase Intensif Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru

INTISARI. Hubungan Kadar Hidrazin (Metabolit Isoniazid) dengan Kadar SGPT pada Akhir Fase Intensif Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru INTISARI Hubungan Kadar Hidrazin (Metabolit Isoniazid) dengan Kadar SGPT pada Akhir Fase Intensif Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru Latar belakang: Pemberian isonizid dalam regimen pengobatan tuberkulosis

Lebih terperinci

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2008 2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kedua setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru,

I. PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah infeksi bakteri melalui udara yang disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, meskipun organ dan jaringan-jaringan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh yang berfungsi sebagai pusat metabolisme, hal ini menjadikan fungsi hepar sebagai organ vital. Sel hepar rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru ( Tb Paru ) masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru ( Tb Paru ) masih menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru ( Tb Paru ) masih menjadi masalah kesehatan yang utama di dunia maupun di Indonesia. Penyakit Tuberkulosis merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,

BAB I PENDAHULUAN. bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru. Penyakit

Lebih terperinci

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ TUBERKULOSIS Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ PENGERTIAN Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang penyebabnya adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan organ yg terinfeksi bakteri TB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru,

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah infeksi bakteri melalui udara yang disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis yang terutama menyerang paru, meskipun organ dan jaringan-jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah penting bagi kesehatan karena merupakan salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN KARAKTERISTIK PASIEN TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANCE DI KOTA SURABAYA TAHUN 2009-2013 SKRIPSI OLEH : Steven Hermantoputra NRP : 1523011019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

Lebih terperinci

Diagnosis danpengobatan TB ParuDewasa

Diagnosis danpengobatan TB ParuDewasa Diagnosis danpengobatan TB ParuDewasa ErlinaBurhan Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia Persahabatan Hospital ISTC edisi 3: StandarDiagnosis Standar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini berupa deskriptif non eksperimental dengan menggunakan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran OLEH : EKA DEWI PRATITISSARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dunia termasuk juga di Indonesia penyakit TBC biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 21 BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian. 2.1 Bahan Sediaan obat uji yang digunakan adalah kapsul yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG World Organization Health (WHO) sejak tahun 1993 mencanangkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global emergency). Hal ini dikarenakan tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian kuman TB menyerang paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis (Kumar dan Clark, 2012). Tuberkulosis (TB) merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan Peran ISTC dalam Pencegahan MDR Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI RSUP Persahabatan TB MDR Man-made phenomenon Akibat pengobatan TB tidak adekuat: Penyedia pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkolusis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam

Lebih terperinci

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3 INTISARI GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DENGAN DIAGNOSIS TB PARU DENGAN ATAU TANPA GEJALA HEMAPTO DI RSUD ULIN BANJARMASIN PADA TAHUN 2013 Ari Aulia Rahman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Depertemen Kesehatan RI (2008) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri basil tahan asam. Dalam perkembangannya, tuberkulosis telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. fosfolipid dan asam asetoasetat (Amirudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. fosfolipid dan asam asetoasetat (Amirudin, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hati adalah organ dari sistem pencernaan terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat komplek. Beberapa fungsi

Lebih terperinci

Meti Kusmiati, Danil Muharom Program Studi DIII Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

Meti Kusmiati, Danil Muharom Program Studi DIII Analis Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya GAMBARAN KADAR SGOT HATI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) YANG SEDANG MENJALANI PENGOBATAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DI PUSKESMAS KAWALU TASIKMALAYA Meti Kusmiati, Danil Muharom Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah kecoklatan yang memiliki berat sekitar 1,4 kg atau sekitar 2,5% dari massa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah kecoklatan yang memiliki berat sekitar 1,4 kg atau sekitar 2,5% dari massa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian hati Hati merupakan kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh, berwarna merah kecoklatan yang memiliki berat sekitar 1,4 kg atau sekitar 2,5% dari massa tubuh.letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS III-1

BAB III ANALISIS III-1 BAB III ANALISIS 3.1 Data Understanding Phase Pada penelitian ini, data kasus yang digunakan adalah data pasien liver. Data ini dikumpulkan dari timur laut bagian Andhra Pradesh, India. Data pasien liver

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI TUBERCULOSIS (TBC) Bagian Farmakologi Fak Kedokteran UNLAM

FARMAKOTERAPI TUBERCULOSIS (TBC) Bagian Farmakologi Fak Kedokteran UNLAM FARMAKOTERAPI TUBERCULOSIS (TBC) H. M. Bakhriansyah,, dr., M.Kes Bagian Farmakologi Fak Kedokteran UNLAM TUBERCULOSIS 1 st line drugs rifampin (R), isoniazid (H) dan pirazinamid (Z). Obat first line supplemental:

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PRAKATA... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PRAKATA... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN PRAKATA... i ii iii iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv INTISARI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat badan, dan sindrom restoran Cina, pada sebagian orang. 2, 3

BAB I PENDAHULUAN. berat badan, dan sindrom restoran Cina, pada sebagian orang. 2, 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survey pada tahun 2007 menyatakan terjadi peningkatan konsumsi MSG, di negara-negara Eropa, rata-rata 0,3-0,5 g/hari sedangkan di Asia dapat mencapai 1,2-1,7 g/hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab kematian utama yang diakibatkan oleh infeksi. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (FK-UI, 2002).

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis (WHO, 2015). Penularan hepatitis virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru selanjutnya disebut TB paru merupakan penyakit menular yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insidensi dislipidemia cenderung terus meningkat di era modernisasi ini seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat yang hidup dengan sedentary lifestyle. Kesibukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana kegagalan penderita TB dalam pengobatan TB yang masih tinggi walau penanggulan TB sudah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang secara klinik terjadi akibat dari keberadaan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama pada beberapa negara dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini Hepatitis Virus Oleh Dedeh Suhartini Fungsi Hati 1. Pembentukan dan ekskresi empedu. 2. Metabolisme pigmen empedu. 3. Metabolisme protein. 4. Metabolisme lemak. 5. Penyimpanan vitamin dan mineral. 6. Metabolisme

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesadaran 2.1.1. Defenisi Kesadaran adalah keinsafan; keadaan mengerti; hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang (Suharso et al., 2005 ; Tim Penyusun Kamus, 2005). Kesadaran

Lebih terperinci