ANALISIS BUDGET MAPPING PENDIDIKAN di KABUPATEN BANDUNG LAPORAN AKHIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS BUDGET MAPPING PENDIDIKAN di KABUPATEN BANDUNG LAPORAN AKHIR"

Transkripsi

1 ANALISIS BUDGET MAPPING PENDIDIKAN di KABUPATEN BANDUNG LAPORAN AKHIR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

2 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung PENGANTAR Bismillaahirrohmaanirrohiim..., kami memulai pekerjaan analisis BUDGET MAPPING PENDIDIKAN DI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG ini, dengan harapan semoga Allah SWT memberikan kemudahan dan kelancaran dalam setiap proses yang dilakukan. Studi tentang Analisis Budget Mapping ini dilatarbelakangi oleh fakta penyelenggaraan pendidikan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung yang begitu memilukan, baik dari aspek substansi, proses, dan konteks penyelengaraan maupun keterlibatan unsur pemerintah dan masyarakat dalam pembiayaannya. Sudah tentu, kedua aspek tersebut begitu berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang dihasilkan sekolah. Keterlibatan pemerintah dalam pembiayaan pendidikan di sekolah, berkaitan dengan realisasi pelaksanaan kehendak perundang-undangan pendidikan sering dituding masih relatif kecil. Padahal dilihat dari aspek fungsi, tugas dan peranan kelembagaan satuan pendidikan sekolah memikul tanggung jawab yang sama dengan satuan pendidikan lainnya. Salah satu kelemahan mendasar dalam sistem pembiayaan pendidikan di sekolah ialah alokasi biaya penyelenggaraan tidak didasarkan pada analisis komponen-komponen dan aktifitas-aktifitas manajemen yang harus dibiayai secara riil. Dan ketika menghitung kebutuhan biaya per siswa masih didasarkan pada asumsi-asumsi yang dianggap keliru. Sehingga, pada saat menentukan besaran anggaran untuk satu satuan pendidikan pun kurang dapat dipertanggungjawabkan secara riil. Studi tentang ini lahir sebagai hasil pemikiran tentang perlunya ditemukan besaran biaya penyelenggaraan pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, dengan harapan bahwa siapa pun atau pihak mana pun yang akan menyelenggarakan pendidikan, baik pemerintah maupun masyarakat mempunyai formula-formula pembiayaan yang sama. Dokumen ini merupakan gambaran keseluruhan rencana studi yang akan dilakukan, yang dibagi ke dalam tiga bab, yaitu: (1) pendahuluan, (2) kajian akademik, dan (3) metodologi studi, termasuk lampiran tentang instrumen studi. Dengan segala kerendahan hati, kami akan melaksanakan studi ini dengan sebaik mungkin sesuai dengan kapasitas maing-masing dan semoga memperoleh hasil sesuai dengan harapan kita bersama. Bandung, Oktober TIM PELAKSANA STUDI i

3 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung DAFTAR ISI PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Fokus Kajian dan Pertanyaan Studi Fokus Kajian Pertanyaan Studi C. Kerangka Analisis D. Tujuan dan Produk Studi Tujuan Studi Produk Studi BAB II. KAJIAN AKADEMIK A. Teori Pembiayaan Pendidikan Konsep, Jenis dan Tingkatan Biaya Pendidikan Komponen Biaya Satuan Pendidikan di Sekolah Aktivitas Biaya Satuan Pendidikan di Sekolah Model Perhitungan Biaya Satuan Pendidikan B. Operasional Variabel Studi BAB III. METODOLOGI STUDI A. Ruang Lingkup dan Sampel Ruang Lingkup Studi Analisis Sampel B. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Tahap-tahap kegiatan Waktu dan Tempat Studi Metode Teknik Pengumpulan Data C. Alat Pengumpul Data D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ii

4 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung E. Tahapan Pelaksanaan Studi BAB IV PROFIL SATUAN BIAYA PENDIDIKAN A. Komponen-Komponen yang Harus Dibiayai B. Aktivitas-Aktivitas yang Harus Dibiayai C. Satuan Biaya Pendidikan Pra Sekolah Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal D. Satuan Biaya Pendidikan Dasar Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal E. Satuan Biaya Pendidikan Menengah Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal F. Satuan Biaya Pendidikan Luar Biasa BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan B. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN 115 iii

5 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya menanggulangi beban pendidikan dalam konteks desentralisasi manajemen pendidikan, akan senantiasa berkaitan dengan memadai-tidaknya sistem pembiayaan pembangunan. Akan tetapi, dengan reformasi manajemen pembangunan pendidikan tersebut belum menjamin didukung oleh sarana dan prasarana serta pembiayaan yang cukup memadai. Sekalipun sudah ada UU.No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, melalui dana perimbangan, alokasi umum, dan alokasi khusus, masih tetap memerlukan komitmen politik dan komitmen moral, baik pada tingkat pemerintah pusat maupun tingkat pemerintah daerah. Komitmen politik dari elit-elit politik dan jajaran birokrat pada tingkat pusat maupun daerah menjadi sangat krusial karena sudah menjadi rahasia umum, bahwa program-program yang berupa fisik lebih menguntungkan dan dapat cepat dilihat hasilnya. Dalam aspek ini, khususnya yang berkaitan dengan anggaran pembiayaan pendidikan, wakil-wakil rakyat kita di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) "berani" menetapkan 20 persen dari APBN dan APBD masing-masing untuk anggaran sektor pendidikan. Keberanian ini merupakan keputusan politik yang sangat monumental, dan diharapkan dapat mengubah nasib bangsa ini di masa depan ke arah yang lebih baik. Keputusan politik tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa, selama ini anggaran dana pemerintah untuk sektor pendidikan relatif masih kecil, termasuk terkecil di antara berbagai negara di dunia, baik sebagai persentasenya dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) secara keseluruhan yang berkisar antara 6% sampai 8% maupun dari produk domestik bruto (PDB) yang berkisar antara 1,2% sampai 1,4%. Di pihak lain kemampuan masyarakat untuk membiayai pendidikan bagi anak-anaknya juga masih rendah karena tingkat pendapatan mereka masih rendah. Dengan terjadinya krisis ekonomi sejak tahun 1998 yang berkepanjangan hingga sekarang, kemampuan ekonomi baik pemerintah maupun masyarakat menurun, dan kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk membiayai pendidikan juga menurun 1

6 akibat setiap tahun tingkat Inflasi yang selalu berfluktuasi. Seiring dengan itu, mutu pendidikan disinyalir lebih menurun dan menjadi lebih rendah dari negara-negara lain pada umumnya. Mutu pendidikan memang dipengaruhi, salah satunya, oleh ketersediaan dana karena penyelenggaran pendidikan membutuhkan dana. Di samping itu, sejak Indonesia ditimpa krisis ekonomi tahun 1998 hingga sekarang, kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam membiayai pendidikan menurun. Studi yang dilakukan oleh kalangan akademisi menunjukkan hal itu. Pemerintah terpaksa harus mengurangi porsi dana rutin dan pembangunan, termasuk bidang pendidikan dari APBN karena harus dialihkan untuk membayar hutang baik dalam maupun luar negeri. Kemampuan masyarakat untuk membiayai pendidikan pun berkurang karena daya beli mereka menurun. Keputusan politik tersebut, memiliki orientasi yang sangat jelas, yaitu kemandirian dalam penyediaan SDM. Namun, keputusan politik ini tidak serta-merta berwujud realitas karena sebagian besar komponen dana dalam struktur APBN tidak dapat dialokasikan (unallocated), yaitu 34 persen untuk pembayaran utang dan 25 persen untuk dana perimbangan. Di samping itu, keputusan politik tersebut masih mendapat keberatan-keberatan dari departemen lainnya yang merasa dikurangi jatah dalam APBN dengan alasan pada ekonomi Indonesia yang masih "morat-marit" belum memerlukan prioritas pada sektor pendidikan, tetapi pada sektor-sektor ekonomi untuk dapat memacu produktivitas dunia usaha. Anggapan tersebut sangat beralasan karena sampai saat ini pendidikan dituding belum dapat menghasilkan pelaku ekonomi atau pengusaha yang jangankan memiliki kemampuan bersaing di era global, untuk survive saja mereka amat boros subsidi bantuan likuiditas Bank Indonesia yang nyaris meluluhlantahkan ekonomi sejak masa krisis sampai sekarang. Penangguhan realisasi keputusan politik tersebut mendapat tanggapan dari MK, yang mengabulkan judicial review terhadap pasal 49 UU.No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai penganggaran pendidikan yang dilakukan secara bertahap, melalui putusan perkara No.011/PUU-II/2005 tanggal 5 Oktober 2005 yang menegaskan bahwa pada hakekatnya pelaksanaan konstitusi tidak boleh ditundatunda. Dengan demikian, pasal 49 UU.No.20/2003 yang menyatakan dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 persen 2

7 dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD, harus segera direalisasikan. Melalui putusan perkara tersebut, sekali lagi MK mengabulkan judicial review atas UU.No.13/2006 tentang pemenuhan 20 persen Biaya Pendidikan pada APBN dan APBD. Akan tetapi, sebagaimana diketahui, sekarang ini penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di dalamnya bidang pendidikan, telah didesentralisasikan ke tingkat kabupaten/kota. Dalam pelaksanaannya, desentralisasi mempengaruhi pola pembiayaan pendidikan. Sejak otonomi daerah dilaksanakan, terdapat tiga model penyaluran dana, yaitu dana dekonsentrasi, dana yang langsung ke kabupaten/kota, dan dana yang langsung ke sekolah. Dana dekonsentrasi diberikan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Dana yang langsung ke kabupaten/kota disebut Dana Alokasi Umum (DAU), meskipun demikian ada pula DAU yang diberikan ke provinsi. DAU merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah) dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Proses penyaluran bantuan pembiayaan tersebut, melalui tiga model penyaluran dana, yaitu: (1) dana dekonsentrasi, (2) dana yang langsung ke kabupaten/kota, dan (3) dana yang langsung ke sekolah. Dana dekonsentrasi diberikan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Dana yang langsung ke kabupaten/kota disebut Dana Alokasi Umum (DAU), meskipun demikian ada pula DAU yang diberikan ke provinsi. DAU merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah) dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Model pendanaan seperti Block- Grant lebih mendewasakan daerah kabupaten/kota ditingkatkan diimbangi dengan kualitas pengawasan, dan Model Imbal Swadaya menjadi alternatif pilihan karena mendorong lembaga-lembaga satuan pendidikan untuk mandiri. Tugas pemerintah pusat adalah penyusunan kebijakan dan standar pendidikan, penyelenggaraan pendidikan karakter bangsa, serta pengendalian mutu pendidikan. Program-program peningkatan mutu pendidikan, masih harus tetap dikendali pemerintah. Pemerintah bertugas melakukan pengembangan kemampuan daerah-daerah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di daerahnya. Karena itu, "Tugas 3

8 Pembantuan" akan menjadi komponen anggaran yang sangat penting untuk membiayai program-program untuk memacu peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah juga bertugas untuk meningkatkan kemampuan daerah baik dalam melaksanakan analisis, inovasi, maupun penyusunan program pembangunan pendidikan sesuai keadaan serta permasalahan daerahnya masing-masing. Berbagai studi yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan telah banyak dilakukan, baik oleh para akademisi maupun oleh kalangan instansi teknis sendiri. Dan studi-studi tersebut biasanya menghitung biaya satuan. Namun, studi yang mengkaji pembiayaan pendidikan secara komprehensif masih belum ditemukan. Sebagai contoh, terdapat studi pembiayaan pendidikan yang hanya menghitung biaya PBM. Contoh lain lagi, terdapat analisis biaya pendidikan yang hanya mengkaji pembiayaan pendidikan yang dikeluarkan oleh orang tua saja. Berbagai studi tentang pembiayaan pendidikan sudah dilakukan, studi-studi pembiayaan pendidikan menyampaikan temuan pembiayaan pendidikan dan sumber pendanaannya dengan pendekatan dan fokus yang berbeda-beda, tergantung dari tujuan masing-masing studi tersebut. Berikut ini disampaikan temuan berbagai studi tersebut. Studi yang dilakukan oleh Nanang Fattah (2002: ) memberikan temuan tentang korelasi dan kontribusi biaya pendidikan terhadap mutu pendidikan di tingkat kecamatan secara keseluruhan dan di tingkat kecamatan yang dikategorikan ke dalam wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan. Temuan-temuan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, korelasi dan kontribusi biaya pendidikan terhadap mutu PBM. Secara umum rata-rata mutu proses belajar mengajar (PBM) tergolong rendah, yaitu 2,69. Hasil uji signifikansi dengan teknik regresi ganda (multiple regression) memperlihatkan bahwa setiap komponen biaya berpengaruh secara signifikan terhadap mutu PBM. Dengan demikian, rendahnya mutu PBM tersebut disebabkan, terutama, oleh: (1) ketersediaan dana yang ada masih jauh dari memadai, (2) pemanfaatan dana yang tidak efisien, (3) pemanfaatan sumber-sumber belajar yang belum optimal, (4) kemampuan profesional guru yang masih rendah, (5) sikap dan harapan guru terhadap kemajuan siswa yang belum menggembirakan, dan (6) kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah yang belum terfokus pada PBM. Selain itu, komponen biaya pengelolaan 4

9 sekolah, gaji/kesejahteraan pegawai dan pengadaan bahan pelajaran merupakan biaya yang mempunyai kontribusi sangat signifikan dibandingkan dengan komponen lainnya. Artinya, besarnya biaya pendidikan yang dipergunakan untuk kedua komponen tersebut memiliki tingkat efektivitas yang cukup tinggi terhadap peningkatan mutu PBM di sebagian besar kecamatan. Kedua, korelasi dan kontribusi biaya terhadap mutu hasil belajar. Secara umum, rata-rata nilai hasil belajar mencapai 6,34. Hasil penelitian memperlihatkan tidak setiap komponen biaya memberikan dampak signifikan terhadap hasil belajar siswa. Lebih lanjut, hal-hal yang menyebabkan rendahnya nilai hasil belajar tersebut, terutama, adalah: (1) motivasi belajar siswa masih rendah, terutama motif berprestasi; (2) kondisi ekonomi keluarga siswa yang belum menunjang terhadap penciptaan iklim belajar yang lebih baik, sehingga ketidakhadiran siswa masih tinggi; (3) fasilitas belajar yang ada di sekolah belum dimanfaatkan secara optimal oleh siswa untuk meningkatkan prestasi belajar. Rendahnya mutu hasil belajar siswa dipengaruhi oleh ketidaktepatan dalam mengalokasikan anggaran pendidikan dengan tidak memberikan prioritas terhadap faktor-faktor yang benar-benar dapat memacu peningkatan prestasi belajar. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata besarnya alokasi biaya untuk pengadaan bahan pelajaran, pengadaan sarana tingkat, dan pembinaan siswa kecenderungan umum menunjukkan alokasi yang sangat rendah. Komponen biaya yang paling signifikan berkontribusi terhadap mutu hasil belajar adalah gaji/kesejahteraan pegawai dan pembinaan guru, di sebagian besar kecamatan. Besarnya biaya untuk kedua komponen tersebut telah memberikan tingkat efektivitas yang cukup tinggi terhadap pencapaian mutu hasil belajar. Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa komponen biaya yang dominan memberikan efek positif dan signifikan terhadap mutu proses dan hasil belajar siswa adalah (1) gaji/kesejahteraan pegawai, (2) pembinaan guru, (3) pengelolaan sekolah, dan (4) pengadaan bahan pelajaran. Komponen biaya lainnya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mutu proses dan hasil belajar siswa. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa secara umum biaya pendidikan berkontribusi signifikan pada kecamatan-kecamatan yang memperoleh biaya pendidikan tergolong cukup besar dari pemerintah. 5

10 Ketiga, korelasi dan kontribusi biaya pendidikan terhadap mutu pendidikan di wilayah perkotaan. (1) Deskripsi Penerimaan dan Pengeluaran Biaya Pendidikan. Alokasi pengeluaran biaya pendidikan di SD tetap didominasi oleh gaji pegawai (guru dan non guru), yaitu 81,46%nya. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar dana yang dialokasikan bersumber dari pemerintah pusat yang sebagian besarnya digunakan untuk gaji guru dan tenaga kependidikan serta tunjangan lainnya. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pendidikan di SD wilayah perkotaan adalah Rp per sekolah per tahun dan rata-rata gaji guru adalah Rp per bulan; (2) Korelasi dan Kontribusi Biaya Pendidikan terhadap Mutu Pendidikan dan Mutu PBM. Rata-rata tingkat mutu PBM di wilayah perkotaan adalah 3,27, yang tergolong tinggi. Komponen biaya yang memberikan kontribusi secara signifikan, meskipun kecil tingkat signifikansinya, adalah: (a) gaji/kesejahteraan pegawai, (b) pembinaan guru, (c) pengadaan alat pelajaran, (d) pengelolaan sekolah. Komponen biaya lainnya tidak memberikan kontribusi yang signifikan; (3) Korelasi dan Kontribusi Biaya terhadap Mutu Hasil Belajar. Rata-rata nilai hasil belajar siswa di wilayah perkotaan adalah 6,86, yang tergolong tinggi sekali. Komponen-komponen biaya satuan yang mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap nilai hasil belajar siswa adalah gaji/kesejahteraan pegawai, pembinaan pegawai, sarana sekolah, pengadaan alat pelajaran, pengadaan buku pelajaran, dan perawatan ruang belajar. Sedangkan, komponen-komponen biaya satuan lainnya yaitu pengadaan buku dan perawatan ruangan, pembinaan siswa, dan pengelolaan sekolah tidak mempunyai dampak yang signifikan. Studi ini menemukan bahwa kondisi alat pelajaran, buku pelajaran, sarana tingkat, dan ruang belajar yang ada masih jauh dari memenuhi kebutuhan, baik dalam jumlah atau rasio alat pelajaran dan buku pelajaran dengan jumlah siswa, kualitas, dan kelengkapan alat. Selain itu, alat-alat pelajaran juga belum dimanfaatkan secara optimal dalam pelaksanaan PBM di tingkat sehingga keberadaannya tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap mutu PBM. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang dipergunakan untuk pengadaan fasilitas belajar belum efektif dalam meningkatkan mutu PBM SD di perkotaan. Keempat, korelasi dan kontribusi biaya pendidikan terhadap mutu pendidikan di wilayah pedesaan: (1) Deskripsi Penerimaan dan Pengeluaran Pendidikan. Rata-rata 6

11 besarnya dana yang diterima untuk biaya personel pendidikan (di luar gaji guru) adalah Rp dan dari BP3 adalah sebesar Rp Besarnya biaya satuan per sekolah adalah Rp per tahun, rata-rata gaji guru adalah Rp per guru per bulan. Rata-rata besarnya iuran BP3 per murid adalah Rp892 per bulan. Kecukupan jumlah iuran BP3 di SD pedesaan, jumlah murid, dan kemampuan ekonomi orang tua murid adalah rendah; (2) Korelasi dan Kontribusi Biaya Pendidikan terhadap Mutu PBM. Rata-rata tingkat mutu PBM di wilayah pedesaan adalah 2,25, yang artinya tergolong rendah sekali. Komponen biaya satuan yang memiliki kontribusi secara signifikan terhadap mutu PBM, meskipun tingkat signifikansinya adalah sangat rendah, adalah: (1) gaji/kesejahteraan pegawai, (2) pembinaan guru, (3) pengadaan alat pengajaran, (4) pengadaan buku pelajaran, (5) pengadaan sarana sekolah, dan (6) pengelolaan sekolah. Komponen biaya yang tidak mempunyai kontribusi secara signifikan adalah: (1) perawatan ruang belajar, (2) pengadaan sarana sekolah, dan (3) pembinaan kesiswaan. Hal ini berarti bahwa biaya operasional pendidikan SD di pedesaan yang dipergunakan untuk ketiga komponen tersebut jauh tidak memadai dibandingkan dengan kebutuhan. Biaya satuan pendidikan per komponen/ siswa SD di pedesaan adalah relatif sangat kecil sehingga tidak memberikan dampak terhadap PBM. Komponen-komponen biaya tersebut beserta besarannya adalah: (1) pembinaan guru sebesar Rp68.074, (2) pengadaan alat pelajaran sebesar Rp3.351, (3) pengadaan buku pelajaran/buku ajar sebesar Rp3.847, (4) perawatan ruang belajar sebesar Rp3.482, (5) pengadaan sarana tingkat sebesar Rp3.564, (6) pengadaan sarana sekolah, (7) pembinaan kesiswaan sebesar Rp2.099, dan (8) pengelolaan sekolah sebesar Rp Kelima, faktor lain yang menyebabkan rendahnya biaya satuan pendidikan adalah kecilnya dukungan dana yang bersumber dari BP3. Sumbangan BP3 dalam penyelenggaraan pendidikan di SD pedesaan relatif sangat kecil, yaitu Rp 891 per murid per bulan. Dana yang bersumber dari pemerintah pusat juga untuk seluruh komponen biaya adalah rata-rata Rp485 per murid per bulan; (3) Korelasi dan Kontribusi Biaya Pendidikan terhadap Mutu Hasil Belajar. Rata-rata prestasi belajar siswa di pedesaan adalah 5,95, yang artinya tergolong rendah. Keenam, komponen biaya satuan yang tidak memberikan kontribusi terhadap prestasi belajar siswa adalah: (1) perawatan ruang belajar, (2) pengadaan sarana tingkat, 7

12 dan (3) pembinaan kesiswaan. Komponen biaya satuan yang memberikan kontribusi yang sangat signifikan adalah kesejahteraan pegawai/gaji. Ada kemungkinan gaji/ kesejahteraan pegawai tidak terlalu besar, namun dirasakan manfaatnya oleh guru SD di pedesaan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan. Pencapaian prestasi belajar siswa SD pedesaan secara signifikan dipengaruhi oleh mutu PBM. Kontribusi PBM terhadap prestasi belajar siswa pada taraf yang sedang, artinya terdapat faktor lain di samping PBM yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa. Selain gaji, komponen biaya untuk pengelolaan sekolah di pedesaan ternyata memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap pencapaian prestasi belajar. Hal ini menunjukkan biaya untuk pengelolaan sekolah telah cukup efektif dimanfaatkan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Biaya pembinaan guru meskipun relatif kecil tetapi memberikan kontribusi yang berarti terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Hal ini mengandung makna bahwa biaya pembinaan guru cukup efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Secara keseluruhan biaya memberi pengaruh yang berarti terhadap hasil belajar. Hasil-hasil studi sebagaimana dipaparkan di atas memperlihatkan bahwa ada korelasi antara biaya yang dikeluarkan dengan mutu pendidikan. Menghitung biaya satuan di lingkungan persekolahan erat kaitannya dengan alokasi dana yang tersedia. Namun, untuk dapat mengalokasikan biaya untuk setiap satuan tersebut memerlukan rumus-rumus tertentu, baik untuk satuan aktivitas biaya maupun untuk satuan komponen biaya. Di samping itu, diperlukan pula rumus-rumus untuk setiap jenjang pendidikan pada sekolah. Rumus-rumus tersebut harus dapat menghitung kebutuhan biaya keseluruhan, yang berguna bagi perencanaan pembangunan persekolahan. Dengan demikian, kesulitan-kesulitan berkenaan informasi mengenai jumlah biaya keseluruhan dalam perencanaan pendirian persekolahan dapat diatasi dengan hasil studi ini. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka studi tentang analisis kebutuhan biaya satuan bagi penyelenggaraan pendidikan yang dapat meningkatkan mutu pendidikan sekolah sangat diperlukan. 8

13 B. FOKUS KAJIAN DAN PERTANYAAN STUDI 1. Fokus Kajian Sebagaimana diketahui, bahwa biaya pendidikan sangat berbeda antar jenjang, jenis, dan jalur pendidikan yang dikelola oleh Pemerintah dan Masyarakat (Swasta). Idealnya, perhitungan biaya satuan pendidikan tersebut harus pula berdasarkan pada kualifikasi, tingkat penghasilan orangtua, lokasi (perkotaan, semi perkotaan, dan pedesaan), wilayah topografi (pegunungan, pantai, dan dataran rendah bukan pantai), kabupaten/kota, dan provinsi, maka biaya satuan pendidikan sebetulnya perlu dihitung menurut jenjang pendidikan, jenis pendidikan, mutu sekolah, tingkat penghasilan orangtua, lokasi sekolah, kabupaten/kota, dan provinsi. Demikian pula, seyogyanya perlu pula dihitung biaya satuan pendidikan menurut jenis klasifikasi: jenis input (biaya satuan operasional dan biaya satuan modal), sifat penggunaan (biaya satuan langsung dan biaya satuan tidak langsung), jenis penggunaan (biaya satuan personel dan biaya satuan bukan personel), pihak yang menanggung (biaya satuan pribadi, biaya satuan publik, dan biaya satuan sosial), dan tempat penggunaan (orangtua/siswa, sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat). Akan tetapi, persoalan yang paling krusial ialah perhitungan biaya pendidikan yang sesungguhnya mengenai besaran jumlah biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan satuan pendidikan di sekolah yang memiliki kualitas dan daya saing dengan jenis-jenis pendidikan persekolahan lainnya. Karena itu fokus kajian studi ini dirumuskan: Berapa kebutuhan biaya pendidikan per siswa di tingkat sekolah yang faktual berdasarkan Jalur, Jenjang dan Jenis pendidikan sekolah berdasarkan komponen masukan (biaya satuan operasional dan investasi), sifat penggunaan biaya (biaya satuan langsung dan tidak langsung) dan jenis penggunaannya (biaya satuan personel dan biaya satuan bukan personel), dan Berapa besar kontribusi dana pendidikan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat atau Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung? 9

14 2. Pertanyaan Studi Perumusan masalah tersebut di atas dapat dirinci ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut. a. Komponen-komponen apa yang seharusnya dibiayai dalam penyelenggaraan satuan pendidikan di masing-masing jalur, jenjang dan jenis pendidikan agar memiliki kualitas dan daya saing? b. Aktivitas-aktivitas apa dari setiap komponen tersebut yang seharusnya dibiayai dalam penyelenggaraan satuan pendidikan di masing-masing jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar memiliki kualitas dan daya saing? c. Berapa biaya satuan pendidikan berdasarkan Jalur, Jenjang dan Jenis pendidikan yang faktual (yang selama ini terjadi) menurut jenis biaya (operasional dan investasi) sifat penggunaan biaya (biaya satuan langsung dan tidak langsung) dan jenis penggunaannya (biaya satuan personel dan biaya satuan bukan personel)? C. KERANGKA ANALISIS Studi ini beranjak dari permasalahan, karakteristik kelembagaan sekolah, karakteristik murid, infrastruktur dan kekuatan/kelemahan serta tantangan pendidikan yang dihadapi sekolah. Kemudian berlanjut pada analisis faktor-faktor dan aktivitas yang secara faktual memicu biaya dalam penyelenggaraan satuan pendidikan di sekolah, yang mencakup satuan pendidikan TK, RA, PAUD, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, Pendidikan Berkelanjutan, Pendidikan Kepemudaan, Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Pemberdayaan Perempuan, dan Keaksaraan Fungsional. Merujuk pada gambaran tersebut, proses analisis selanjutnya difokuskan pada disain model ideal tentang biaya penyelenggaraan satuan pendidikan di sekolah. 10

15 Mutu pendidikan merupakan sebuah acuan yang senantiasa harus dapat memuaskan tuntutan masyarakat. Dengan demikian mutu pendidikan dituntut pula untuk memberikan peningkatan mutu yang berarti bagi perkembangan dunia pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan biaya pendidikan sebagai faktor penting yang ikut menentukan keberhasilan dan meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan juga dipengaruhi oleh banyak faktor lain, diantaranya seperti; kurikulum, ketenagaan, sarana, infrastruktur dan sosial ekonomi masyarakat. Karakteristik kelembagaan sekolah sangat beraneka ragam. Pada dasarnya keanekargaman tersebut lebih banyak diakibatkan oleh faktor perbedaan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, kejelian pihak penyelenggara dalam mengusahakan dana, potensi sosial ekonomi masyarakat, letak geografis sekolah serta jumlah bantuan pemerintah yang diterima pihak sekolah. Sekolah yang berada di lingkungan masyarakat yang berkemampuan ekonomi tinggi cenderung memiliki biaya yang tinggi dibandingkan dengan sekolah yang terletak di lingkungan masyarakat ekonomi lemah. Demikian pula secara geografis, dengan cakupan wilayah indonesia yang sangat luas, akan berimbas pada karakteristik sekolah dari tiap-tiap daerah. Secara umum karakteristik kelembagaan sekolah lebih menitikberatkan pada kurikulum sekolah yang menggunakan mata pelajaran unggulan sebagai ciri khas. Setelah mengetahui karakteristik serta kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, sebagai acuan standarisasi sekolah, maka penelitian ini mencoba menganalisis biaya satuan pendidikan sekolah dengan menggunakan analisis SWOT. Dilihat dari kekuatannya (Strength) sekolah memiliki kekuatan spiritual yang kuat terutama dari nilai-nilai religius yang telah mengakar sebagai kekuatan ideologi bangsa. Sisi kelemahan (Weakness) sekolah yaitu terletak pada sistem manajemen pendidikan sekolah yang masih sentralistik dan pengaturan biaya yang belum maksimal dan merata pada setiap Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan. Persaingan dengan sekolah umum plus merupakan tantangan nyata bagi sekolah untuk menghadapi kemajuan sekolah umum, dengan demikian fenomena tersebut menjadi tantangan (Treath) bagi sekolah agar mampu bersaing kompetitif dalam meraih minat masyarakat. Dalam posisi politis sekolah merupakan salah satu bagian dari sistem pendidikan nasional, yang dalam 11

16 penyelenggaraannya mengacu kepada kurikulum nasional. Dengan demikian sekolah memiliki peluang (Opportunities) politis yang kuat. Setelah diketahui dan dianalisis dengan analisis SWOT, kemudian hasil analisis tersebut didiskusikan dengan para ahli untuk mendengarkan dan meminta masukan yang sesuai dengan analisa keilmuan, sehingga diharapkan hasil temuan penelitian dapat sesuai dengan prosedur penelitian. Dalam diskusi dengan para ahli diberikan alasan-alasan dan argumentasi mengenai data kelembagaan persekolahan secara komprehensif dan mencari jalan keluar (problem solving) dari permasalahan yang timbul dari diskusi tersebut. Perbedaan biaya pendidikan yang signifikan antara sekolah yang terletak di kota dengan sekolah yang terletak di desa menimbulkan perbandingan kira-kira 2:1 yang artinya, biaya yang dikeluarkan oleh sekolah di kota besarnya dua kali lebih mahal dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh sekolah di pedesaan. Komponenkomponen pembiayaan yang dirancang dalam RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) hampir sama dengan sekolah-sekolah swasta yang unggul. Yang menarik untuk diungkap dalam penelitian ini bukan jenis komponennya melainkan besaran dan proporsi biaya dari setiap komponen pembiayaan yang berlaku di sekolah. Untuk memperjelas jumlah dan proporsi pembiayaan sekolah yang diperlukan suatu pengkajian secara rinci dan seksama tentang setiap komponen pembiayaan yang dilibatkan. Dengan demikian, maka dalam penelitian ini digunakanlah analisis faktual yang merupakan faktor pemicu kebutuhan biaya penyelenggaraan pendidikan sekolah yang secara nyata berjalan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Faktor pemicu tersebut diantaranya seperti; komponen satuan biaya sekolah, aktivitas yang harus dibiayai dan satuan biaya modal dan penunjang. Setelah ditemukan biaya satuan pendidikan sekolah yang faktual, kemudian menganalisis biaya satuan pendidikan (BSP) yang seharusnya, baik TK, RA, PAUD, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, Pendidikan Berkelanjutan, Pendidikan Kepemudaan, Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Pemberdayaan Perempuan, dan Keaksaraan Fungsional. Sehingga, implikasinya dapat membuat rekomendasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung apakah akan 12

17 menggunakan standarisasi Biaya Satuan Pendidikan (BSP) faktual atau Biaya Satuan Pendidikan (BSP) yang seharusnya dikeluarkan. Sehingga rekomendasi ini seyogyanya akan diarahkan pada model Biaya Satuan Pendidikan Keseluruhan (BSPK) sekolah. Bagan 1 pada halaman berikut memperlihatkan bahwa proses analisis menggunakan pendekatan CIPP (Context, Input, Proses & Product), dengan tiga jenis produk yang diharapkan, yaitu: (1) Potret faktual tipologi biaya satuan pendidikan pada masing-masing Jalur, Jenjang dan Jenis pendidikan; (2) Komponen-komponen dan aktivitas-aktivitas biaya satuan pendidikan yang seyogyanya dibiayai dalam penyelenggaraan masing-masing Jalur, Jenjang, dan Jenis pendidikan; dan (3) Model alokasi biaya satuan pendidikan untuk masing-masing Jalur, Jenjang, dan Jenis pendidikan yang patut direkomendasikan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dalam perencanaan pembiayaan pada Jalur, Jenjang, dan Jenis pendidikan. Rekomendasi tentang model ini sebetulnya, bisa cukup dengan hanya beranjak dari tipologi ideal (yang seharusnya) mengenai biaya satuan pendidikan pada masing-masing jalur, jenjang dan jenis pendidikan, atau bisa juga tipologi ideal (yang seharusnya) ini dijadikan standarisasi biaya satuan pendidikan untuk masing-masing jalur, jenjang dan jenis satuan pendidikan sekolah. 13

18 Bagan 1 KERANGKA ANALISIS Tuntutan Peningkatan Mutu Pendidikan Kurikulum, Ketenagaan, Sarana Infrastruktur sosek Masyarakat Karakteristik Kelembagan Sekolah Kebijakan Diknas: Standarisasi, Spesifikasi, Model / SPM Aspek Legal Formal Manajemen Sistem Satuan Pendidikan Masalah, kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang yang dihadapi Sekolah FGD (Forum Group Diskussion) Potret Tipologi Kelembagaan Sekolah (Faktual) Analisis Faktual: Faktor pemicu kebutuhan biaya penyelenggaraan berdasarkan Jalur, Jenjang dan Jenis pendidikan Komponen Satuan Biaya Sekolah Aktivitas yang Harus Dibiayai Satuan Biaya Modal, Operasional & Penunjang Analisis dan Strategi Peningkatan Biaya Satuan Pendidikan Ideal (yang seharusnya) Standarisasi Biaya Satuan Pendidikan (BSP) Ideal (yang seharusnya) Rekomendasi Model Ideal (yang seharusnya) Biaya Satuan Pendidikan per siswa Di Sekolah CONTECT INPUT PROCESS PRODUCT D. TUJUAN DAN PRODUK STUDI 1. Tujuan Studi Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, studi ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pembiayaan pendidikan yang telah dikeluarkan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dan Masyarakat dengan cara menghitung biaya satuan pendidikan pada masing-masing jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Berdasarkan tujuan umum tersebut, maka tujuan khusus studi ini ialah untuk mendapatkan informasi tentang: 14

19 a. Komponen-komponen yang harus dibiayai dalam penyelenggaraan satuan pendidikan pada masing-masing jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung b. Besaran jumlah biaya satuan pendidikan pada masing-masing jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang faktual (yang selama ini terjadi) menurut jenis biaya (operasional dan investasi) sifat penggunaan biaya (biaya satuan langsung dan tidak langsung) dan jenis penggunaannya (biaya satuan personel dan biaya satuan bukan personel); c. Besaran jumlah biaya satuan pendidikan pada masing-masing jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang seharusnya agar dapat menyelenggarakan pendidikan yang memiliki kualitas dan daya saing dengan jenis pendidikan persekolahan lainnya menurut jenis biaya (operasional dan investasi) sifat penggunaan biaya (biaya satuan langsung dan tidak langsung) dan jenis penggunaannya (biaya satuan personel dan biaya satuan bukan personel); 2. Produk Studi Produk yang diharapkan diperoleh dari studi ini ialah: a. Rumusan tentang komponen-komponen yang seharusnya dibiayai dalam penyelenggaraan pendidikan pada masing-masing jalur, jenjang dan jenis pendidikan. b. Gambaran hitungan biaya faktual dan biaya yang seharusnya yang berkenaan dengan pembiayaan untuk satuan penyelenggaraan pendidikan pada masing-masing jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang di berikan dana oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. c. Model atau strategi alokasi biaya satuan pendidikan untuk masing-masing jenjang pendidikan sekolah yang patut direkomendasikan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dalam perencanaan pengalokasian pembiayaan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan. 15

20 BAB II KAJIAN AKADEMIK A. TEORI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN 1. Konsep, Jenis dan Tingkatan Biaya Pendidikan Salah satu persoalan dalam menerapkan pendekatan ekonomi dalam pendidikan adalah apakah investasi yang dilakukan dalam bidang tersebut memberikan keuntungan ekonomi? Dalam menjawab pertanyaan ini telah terjadi silang pendapat yang dinyatakan dalam beberapa pendekatan perencanaan pendidikan seperti pendekatan investasi sumber daya manusia, pendekatan social demand dan pendekatan rate of return. Walaupun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan disamping mempunyai manfaat ekonomi juga mempunyai manfaat sosial-psikologis yang sulit dianalisis secara ekonomi. Namun pendekatan ekonomi dalam menganalisis pendidikan memberikan konstribusi sekurang-kurangnya terhadap dua hal yaitu (1) Analisis efektivitas dalam arti analisis penggunaan biaya yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan; (2) Analisis efesiensi penyelenggaraan pendidikan dalam arti perbandingan hasil dengan sejumlah pengorbanan yang diberikan. Manfaat biaya pendidikan oleh para ahli pendidikan sering disebut dengan Cost Benefit Analysis, yaitu rasio antara keuntungan financial sebagai hasil pendidikan (biasanya diukur dengan penghasilan) dengan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan. Mark Blaugh (1970:121) mengemukakan bahwa: Cost benefit analysis as a technique for evaluating public investment projects that compete actually or potentially with similar projects in the private sector: that is, the market mechandism generates prices for the activity in question which can be used to translate the benefits of the public project into term directly comparable to its costs. 16

21 Senada dengan Blaugh, Psacharopoulos (1987:397) menyebutkan bahwa Cost benefit analysis is to compare the opportunity cost of a project with the expected benefit, measured in the terms of the additions to income that will accrue in the future as a result of the investment. Sebetulnya, dalam mengukur manfaat biaya pendidikan sering didasarkan kepada konsep biaya pendidikan yang sifatnya lebih kompleks dari keuntungan, karena komponen-komponen biaya terdiri dari lembaga jenis dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya berbentuk uang atau rupiah, tetapi juga dalam bentuk biaya kesempatan. Biaya kesempatan (income forgone) yaitu potensi pendapatan bagi seorang siswa selama ia mengikuti pelajaran atau menyelesaikan studi. Dengan demikian, biaya keseluruhan (C) selama di tingkat persekolahan terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung (K). Dalam rumusannya digambarkan: C = L + K. Biaya pendidikan merupakan dasar empiris untuk memberikan gambaran karakteristik keuangan sekolah. Nanang Fattah (2002:28) mengemukakan bahwa keuntungan pendidikan tidak selalu dapat diukur dengan standar nilai ekonomi dan uang. Hal ini disebabkan manfaat pendidikan, di samping memiliki nilai ekonomi, juga memiliki nilai sosial. Dalam pengukuran dampak pendidikan terhadap keuntungan ekonomi atau pendapatan seseorang dari produktivitas yang dimilikinya, memerlukan asumsi-asumsi. Asumsi bahwa produktivitas seseorang dianggap merupakan fungsi dari keahlian dan keterampilan yang diperoleh dari pendidikan. Ada empat kategori yang dapat dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pendidikan yaitu: (1) Dapat tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. (2) Dapat tidaknya seseorang memperoleh pekerjaan. (3) Besarnya penghasilan/gaji yang diterima. (4) Sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya dan politik. Sedangkan menurut Cohn (1979:36), dalam mengukur manfaat dari pendidikan terdiri dari 3 (tiga) pendekatan, yaitu: 1) The simple corelation approach, 2) The residual approach, and 3). The returns to education approach. Dalam aspek efisiensi, istilah efisiensi pendidikan menggambarkan hubungan antara input (masukan) dan output (keluaran) dari suatu pelaksanaan proses pendidikan. Coombs dan Hallak (1972:255), berpendapat bahwa : 17

22 cost effectiveness as the relationship between the inputs and corresponding immediate educational outputs of any educational process. It is to measure of internal efisiensi. Efisiensi pendidikan menurut Nanang Fattah (2002:35) artinya memiliki kaitan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi. Dalam biaya pendidikan, efesiensi hanya akan ditentukan oleh ketepatan di dalam mendayagunakan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang dapat memacu prestasi belajar siswa. Untuk mengetahui efesiensi biaya pendidikan biasanya digunakan metode analisis keefektifan biaya (cost effectiveness analysis) yang memperhitungkan besarnya kontribusi setiap masukan pendidikan terhadap efektivitas pencapaian tujuan pendidikan atau prestasi belajar. Upaya efisiensi dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Kedua konsep tersebut satu sama lain erat kaitannya. Efisiensi internal dapat dinilai melalui suatu sistem pendidikan yang menghasilkan output yang diharapkan dengan biaya minimum. Dapat pula dinyatakan bahwa dengan input yang tertentu dapat memaksimalkan output yang diharapkan. Output acapkali diukur dengan indikator-indikator seperti angka kohort, yaitu proporsi siswa yang dapat bertahan sampai akhir putaran pendidikan, pengetahuan keilmuan, keterampilan, ketaatan kepada norma-norma perilaku sosial. Karena dengan alasan inilah persoalan-persoalan mutu pendidikan biasanya dibahas dengan memperhatikan efisiensi internal dari sistem pendidikan. Untuk menilai efisiensi internal dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara seleksi di dalam putaran-putaran pendidikan dan seleksi diantara putaran pendidikan. Tingginya angka retensi di dalam putaran-putaran pendidikan merupakan indikator yang diperlukan untuk mengetahui efisiensi internal. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur efisiensi internal adalah sebagai berikut: (1) Rata-rata lama belajar (Average study time). Metode ini digunakan untuk mengetahui berapa lama seorang lulusan menggunakan waktu belajarnya dengan cara menggunakan statistik kohort (kelompok belajar). Cara penghitungannya adalah 18

23 jumlah waktu yang dihabiskan lulusan dalam suatu kohort dibagi dengan jumlah lulusan dalam kohort tersebut. (2) Rasio Input Output (Input-Output Ratio (IOR)). Merupakan perbandingan antara jumlah murid yang lulus dengan murid yang masuk awal dengan memperhatikan waktu yang seharusnya ditentukan untuk lulus. Artinya, membandingkan antara tingkat masukan dengan tingkat keluaran. Sedangkan efesiensi eksternal, sering dihubungkan dengan metode cost benefit analysis. Efisiensi eksternal dihubungkan dengan situasi makro yaitu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial sebagai dampak dari hasil pendidikan. Pada tingkat makro bahwa individu yang berpendidikan cenderung lebih baik memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dan kesehatan yang baik. Analisis efisiensi eksternal berguna untuk menentukan kebijakan dalam pengalokasian biaya atau distribusi anggaran kepada seluruh sub-sub sektor pendidikan. Efisiensi eksternal juga merupakan pengakuan sosial terhadap lulusan atau hasil pendidikan. Dalam menganalisis efisiensi eksternal, dalam bidang pendidikan dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu: (1) Keuntungan perorangan (private rate of return), yaitu perbandingan keuntungan pendidikan kepada individu dengan biaya pendidikan dari individu yang bersangkutan; (2) Keuntungan masyarakat (social rate of return), yaitu perbandingan keuntungan pendidikan kepada masyarakat dengan biaya pendidikan masyarakat. Jadi, efisiensi eksternal pendidikan meliputi tingkat balik ekonomi dan investasi pendidikan pada umumnya, alokasi pembiayaan bagi jenis dan jenjang pendidikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa efisiensi internal dan efisiensi eksternal mempunyai kaitan yang sangat erat. Kedua aspek tersebut saling melengkapi satu sama lain dalam menentukan efisiensi system pendidikan secara keseluruhan. Dengan demikian, secara konseptual efisiensi pendidikan meliputi costefectiveness dan cost benefit. Cost effectiveness dikaitkan dengan perbandingan biaya input pendidikan dan efektivitasnya dalam mendukung hasil-hasil belajar. Efisiensi internal atau cost effectiveness sangat bergantung pada dua faktor utama yaitu: (1) Faktor institusional, (2) Faktor manajerial. Sedangkan cost benefit dikaitkan dengan analisis keuntungan atas investasi pendidikan dari pembentukan kemampuan, sikap, keterampilan. Terdapat dua hal penting dalam hal investasi tersebut, yaitu: (1) Investasi 19

24 hendaknya menghasilkan kemampuan yang memiliki nilai ekonomi di luar intrinsiknya; (2) Nilai guna dari kemampuan. Setiap lembaga pendidikan perlu diberi peluang dan kemampuan untuk mengelola anggaran penerimaan dan pengeluaran biaya pendidikan di lingkungan sistemnya masing-masing. Dengan asumsi bahwa upaya dan hasil pemerataan pendidikan adalah merupakan hak dan kewajiban bersama, partisipasi masyarakat, pemerintah, orang tua dan dunia usaha dalam pembiayaan pendidikan harus dipandang sebagai asset yang harus digali, sehingga tidak sepenuhnya menjadi beban pemerintah. Upaya-upaya dalam meningkatkan efisiensi pembiayaan pendidikan perlu diarahkan pada hal-hal pokok berikut ini: (1) Pemerataan kesempatan memasuki sekolah (equality of access); (2) Pemerataan untuk bertahan di sekolah (equality of survival); (3) Pemerataan kesempatan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar (equality of output); (4) Pemerataan kesempatan menikmati manfaat pendidikan dalam kehidupan masyarakat (equality of outcome). Konsep peningkatan efisiensi pembiayaan pendidikan akan mempunyai makna jika dihubungkan dengan konsep efisiensi, baik secara internal maupun secara eksternal. Berkenaan dengan jenis dan tingkatan biaya pendidikan, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (2000:4-7) memberi kategori terhadap biaya pendidikan ke dalam enam kategori, yaitu biaya langsung (direct cost), biaya tidak langsung (indirect cost), biaya pribadi (private cost), biaya sosial (social cost), biaya moneter (monetary cost), dan biaya bukan moneter (non monetary cost). Biaya langsung adalah biaya yang langsung menyentuh aspek dan proses pendidikan, misalnya gaji guru dan pegawai, pengadaan fasilitas belajar (ruang tingkat, kantor, WC, sarana ibadah, gudang, laboratorium), ATK, buku rujukan guru dan buku pegangan siswa. Biaya tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan oleh siswa, orangtua atau masyarakat untuk menunjang keperluan yang tidak langsung, seperti: biaya hidup, pakaian, kesehatan, gizi, transportasi, pemondokan, dan biaya kesempatan yang hilang selama pendidikan. Biaya tidak langsung ini memiliki sifat kepentingan dan tempat pengeluaran yang berbeda serta dikeluarkan dalam waktu yang tidak terbatas dan jenis pengeluaran yang tidak pasti, seperti hilangnya pendapatan peserta didik karena sedang mengikuti pendidikan 20

25 atau forgone earning. Di samping itu, biaya tidak langsung dapat pula tercermin dari bebasnya pajak bagi sekolah karena sifat sekolah yang tidak mencari laba. Biaya pribadi adalah biaya yang dikeluarkan oleh keluarga untuk membiayai sekolah anaknya, di dalamnya termasuk biaya kesempatan yang hilang (forgone opportunities). Biaya ini meliputi: uang sekolah, ongkos, dan pengeluaran lainnya yang dibayar secara pribadi. Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membiayai sekolah, termasuk di dalamnya biaya yang dikeluarkan oleh keluarga secara perorangan (biaya pribadi). Namun, tidak semua biaya sosial dapat dimasukkan ke dalam biaya pribadi. Menurut Jones, biaya sosial dapat dikatakan sebagai biaya publik, yaitu sejumlah biaya sekolah yang ditanggung masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, Cohn dan Geske (1990:71) mengelompokkan biaya pendidikan sebagai, (1) biaya langsung (direct cost) yaitu biaya yang dikeluarkan oleh sekolah, siswa dan keluarga siswa, (2) biaya tidak langsung (indirect cost) seperti forgone earning. Pengertian lain biaya pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (indirect cost). (Cohn, 1979; Jones, 1985; Thomas, 1976). Selain itu, Hallak (1999:25-27) mengelompokkan biaya berdasarkan, (1) jenis pendidikan (umum dan swasta), dalam hal ini pengeluaran dibandingkan dengan jumlah pendaftaran, (2) tingkat pendidikan dan jurusan, (3) tujuan yaitu biaya langsung (pengeluaran berulang untuk gaji dan bahan) dan biaya tak langsung (untuk manajemen umum) serta biaya untuk menganjurkan kehadiran di sekolah (biaya intervensi; menjelaskan perbedaan antara biaya rata-rata antar negara/tingkat pendidikan), biaya sosial serta biaya pemindahan atau transfer cost (kantin, asrama, transpor dan beasiswa), dan (4) sifat pengeluaran (penggajian). Berkenaan dengan tingkatannya, pembiayaan pendidikan terjadi di beberapa tempat atau tingkatan, yang meliputi lembaga satuan pendidikan yaitu sekolah, pengguna jasa pendidikan yaitu orangtua atau siswa, dan administratur pendidikan dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, sampai tingkat pusat. Selain itu di masingmasing tingkatan, biaya pendidikan mencakup bebeberapa atau banyak komponen biaya. Dengan demikian, analisis biaya pendidikan akan lebih bermanfaat bila menggunakan pendekatan tingkatan dan komponen biaya pendidikan. Oleh karena itu kajian teoritik perlu membahas mengenai tingkatan dan komponen biaya pendidikan. 21

26 2. Komponen Biaya Satuan Pendidikan di Sekolah Dalam menganalisis penyelenggaraan biaya satuan pendidikan diperlukan suatu konsep analisis biaya. Untuk keperluan itu dikaji pertanyaan yang berkaitan dengan: (1) Faktor-faktor apa saja yang memicu biaya; (2) Apakah faktor tersebut dapat ditelusuri dari sejak awal hingga menghasilkan suatu output? (3) Apakah dengan mengetahui pembebanan biaya dalam penyelenggaraan satuan program pendidikan dapat menjamin sekurang-kurangnya efektivitas internal suatu penyelenggaraan pendidikan? Di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan, pada umumnya sekolah menyusun rencana pendapatan dan belanja sekolah untuk jangka waktu satu tahun. Dalam rencana pendapatan terdapat komponen sumber dana (pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat). Sedangkan dalam rencana belanja secara garis besar dibagi ke dalam komponen gaji dan non gaji. Komponen gaji digunakan untuk membayar gaji dan kesejahteraan guru. Komponen ini merupakan komponen yang paling dominan dalam pengeluaran biaya pendidikan sekolah. Sedangkan komponen non gaji meliputi: sub komponen pengadaan alat pelajaran, bahan pelajaran, perawatan, sarana tingkat, sarana sekolah, pembinaan siswa, dan pengelolaan sekolah. Komponen biaya non gaji yang tidak terdapat dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) meliputi: pembelian buku, alat tulis, tas, sepatu, pakaian seragam, biaya kursus, karyawisata, sumbangan insidental, dan uang jajan yang langsung dikeluarkan oleh orangtua siswa tanpa melalui sekolah, serta biaya pembangunan fisik, perlengkapan alat belajar, beasiswa, dan lainnya yang tidak tercatat dalam RAPBS. Komponen-komponen tersebut akan dikaji melalui konsep Cost Driver. Cost Driver merupakan faktor-faktor yang mempunyai efek terhadap perubahan level biaya total untuk suatu obyek biaya (cost object). Perubahan-perubahan biaya tersebut sering disebut cost pool. Karena itu, cost driver sebenarnya merupakan cost pool dan cost object. Cost object adalah jasa tempat biaya dibebankan untuk mencapai tujuan-tujuan penyelenggaraan program. Sedangkan cost pool merupakan pengelompokan biaya-biaya individual ke dalam kelompok tertentu (Blocher et.al., 1999:123). Karena itu, dapat dikemukakan bahwa semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penyelenggaraan satuan program Pendidikan di madrasah merupakan cost driver. 22

27 Berdasarkan uraian di atas maka tujuan mendasar dari cost driver dalam penyelenggaraan satuan pendidikan adalah untuk meningkatkan efektivitas manajemen pendidikan secara ekonomik. Atas dasar tujuan tersebut maka konsep ini bermanfaat dalam mengembangkan sistem manajemen pendidikan berbasis informasi biaya yang lebih akurat dan relevan untuk pengambilan keputusan dan sebagai sistem informasi strategic yang dibangun secara build-in dan integral dari suatu sistem penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian pengetahuan mengenai informasi biaya tidak lagi berfungsi hanya sebagai sistem pelaporan internal maupun eksternal suatu manajemen pendidikan. Karena itu, cost driver merupakan suatu pendekatan dalam menganalisis biaya penyelenggaran pendidikan sehingga memberikan informasi mengenai tingkat efektivitas yang berguna untuk pengambilan keputusan dalam mengembangkan modelmodel pendidikan. 3. Aktivitas Biaya Satuan Pendidikan di Sekolah Penyelenggaraan satuan pendidikan merupakan upaya-upaya yang dilakukan dalam pembelajaran sumber daya manusia untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ditinjau dari pandangan proses, ini merupakan serangkaian kegiatan yang satu sama lain saling berkaitan sehingga membentuk keterpaduan (wholeness). Dalam proses tersebut ada serangkaian aktivitas yang dapat memicu timbulnya biaya. Aktivitas tersebut dikelompokkan dalam suatu kategori (pool) yang sering disebut sebagai unit. Atas dasar unit tersebut muncul analisis satuan biaya (unit cost analysis), sehingga muncul istilah yang sering dikenal dalam pendidikan yaitu unit cost siswa (warga belajar). Unit cost tersebut merupakan kumpulan dari aktivitas yang memicu timbulnya biaya. Unit cost tersebut sering dijadikan bahan komparasi baik secara eksternal (dengan unit cost institusi lain) dan internal (dalam institusi itu sendiri) untuk memberikan pertimbangan mengenai tingkat efektivitas atau efesiensi suatu penyelenggaraan pendidikan. Thomas (1988:48), memberikan katagori unit-unit tersebut diatas menjadi beberapa hal, seperti: (1) Gaji Guru, (2) Gaji Pesonil Lainnya, (3) Tempat Belajar, (4) Perlengkapan (equipment), dan (5) Material (alat belajar). Berdasarkan unit-unit cost tersebut maka diperoleh unit cost per siswa. Kategorisasi tersebut bukanlah hal yang mutlak, boleh jadi dalam penyelenggaraan pendidikan berbeda dengan pendidikan persekolah seperti di atas. 23

28 Analisis cost driver akan memberikan gambaran faktor-faktor pemicu biaya terkait dengan jasa suatu penyelenggaraan pendidikan. Untuk keperluan tersebut maka perlu didisain keterkaitan antara biaya, cost pool dan cost object. Model analisis ini dapat mengidentifikasi proses pembebanan biaya ke dalam cost pool atau dari cost pool ke cost object. Terdapat dua kategori biaya yang perlu dicermati dalam melakukan perhitungan biaya yaitu biaya langsung dan tak langsung. Biaya langsung dapat ditelusuri secara langsung ke cost pool atau ke cost object. Secara mudah dan dapat dengan segera dihubungan secara ekonomi. Misalnya biaya alat belajar dapat dengan mudah ditentukan secara ekonomi. Demikian pula dengan biaya perlengkapan. Sebaliknya dalam biaya tak langsung, tidak dapat ditelusuri secara mudah, misalnya biaya supervisi terhadap kegiatan perencanaan KBM. Hal ini disebabkan karena biasanya biaya tak langsung merupakan gabungan dari beberapa aktivitas yang terdapat dalam beberapa cost pool atau cost object. Jika biaya tak langsung sulit ditelusuri maka harus dilakukan dasar alokasi sebagai cara pembebanannya, misalnya biaya guru dalam merencanakan KBM dengan dasar alokasi berapa kali kegiatan perencanaan tersebut dilakukan sehingga dapat diihitung berapa kali perencanaan perlu dirupiahkan. Cara pembebanan biaya seperti itu pembebanan dana dengan cost driver. 4. Model Perhitungan Biaya Satuan Pendidikan Analisis efisiensi keuangan sekolah dalam pemanfaatan sumber-sumber keuangan sekolah dan hasil sekolah dapat dilakukan dengan cara menganalisis biaya satuan per siswa. Biaya satuan per siswa adalah biaya rata-rata per siswa yang dihitung dari total pengeluaran sekolah dibagi seluruh siswa yang ada di sekolah dalam kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui besarnya biaya satuan per siswa menurut jenjang dan jenis pendidikan berguna untuk menilai berbagai alternatif kebijakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Sedangkan untuk menghitung biaya per siswa, menurut Bowen (1981:12), menyatakan bahwa: The cost per student unit results from three societal decisions that reflect the combined influence of the many persons and public authorities who control the flow of funds to higher education. These theree decisionspertain to: the total amount 24

29 to be spent on higher education, the number of units of service to be provided, and the level of quality. Dalam menentukan biaya satuan, menurut Nanang Fattah (2002:26) terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan makro dan pendekatan mikro. Pendekatan makro mendasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah pengeluaran pendidikan yang diterima dari berbagai sumber dana kemudian dibagi jumlah murid. Pendekatan mikro mendasarkan perhitungan biaya berdasarkan alokasi pengeluaran per komponen pendidikan yang digunakan oleh murid atau menganalisis biaya pendidikan berdasarkan pengeluaran total (total cost) dan jumlah biaya satuan (unit cost) menurut jenis dan tingkat pendidikannya. Dalam pendekatan makro, terdapat karakteristik pendidikan yang mempengaruhi biaya, yaitu: (1) Skala gaji guru dan jam terbang mengajar; (2) Penataran dan latihan pra jabatan; (3) Pengelompokan siswa di sekolah dan di dalam kelas; (4) Sistem evaluasi; (5) Supervisi pendidikan. Dalam pendekatan mikro, perhitungan satuan biaya pendidikan menurut Nanang Fattah (2002:28) dapat menggunakan formula sebagai berikut: Sb (s,t) =f [K (s,t) dibagi M (s,t)] Dimana : Sb : Satuan biaya per murid per tahun K : Jumlah seluruh pengeluaran M : Jumlah murid s : Sekolah tertentu t : Tahun tertentu Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (2002:47-48) menghitung biaya satuan pendidikan di madrasah. Penghitungan dilakukan dengan menjumlahkan komponen-komponen pengeluaran dalam anggaran pendapatan dan belanja madrasah (APBM) dan di luar APBM. Komponen-komponen pengeluaran dalam APBM meliputi gaji dan bukan gaji. Komponen bukan gaji mencakup pengeluaran untuk pemeliharaan, pengadaan, dan sarana penunjang belajar. Pengeluaran yang berasal dari bukan APBM 25

30 terutama digunakan untuk pembangunan fisik madrasah. Seluruh pengeluaran di madrasah ini kemudian dibagi jumlah siswa dalam madrasah tersebut. Studi yang dilakukan IPB dan Dikdasmen (2002:45-80) menghitung biaya satuan dengan pendekatan kategori kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan biaya pendidikan tingkat sekolah (per tingkat); (2) kebutuhan biaya pendidikan untuk jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA, dan SMK), dan (3) kebutuhan biaya per siswa. Biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat sekolah, secara umum dibedakan menjadi: (a) biaya yang terkait langsung dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) dan, (b) biaya yang tidak terkait langsung dengan KBM. Biaya yang terkait langsung dengan KBM untuk SD sampai SMA terdiri dari tiga komponen utama, yaitu: (i) persiapan guru, (ii) penyelenggaran teori di tingkat, dan (iii) praktek. KBM di SD dilakukan untuk 10 mata pelajaran, di SMP 16 mata pelajaran, dan di SMA 20 mata pelajaran. Biaya yang terkait langsung dengan KBM di SMK terdiri dari biaya teori dan praktek. Biaya yang terkait tidak langsung dengan KBM terdiri dari biaya rumah tangga dan biaya ATK. Penghitungan biaya satuan tersebut menunjukkan secara rinci biaya penyelenggaraan pendidikan riil dan biaya penyelenggaraan pendidikan ideal di SD, SMP, SMA dan SMK baik per mata pelajaran maupun untuk seluruh mata pelajaran dalam satu tahun baik per sekolah, jenjang pendidikan maupun per siswa. Penetapan biaya ideal didasarkan pada asumsi jumlah rombongan belajar yang ideal, yaitu satu tingkat hanya dipakai oleh satu rombongan belajar yang terdiri dari murid/tingkat dan jumlah tingkat minimum mengacu pada ketetapan dan peraturan pemerintah yang berlaku. B. OPERASIONAL VARIABEL STUDI Biaya Pendidikan diartikan sebagai nilai rupiah dari seluruh sumber daya (input) baik dalam bentuk natura (barang), pengorbanan peluang, maupun uang, yang dikeluarkan untuk seluruh kegiatan pendidikan. Biaya pendidikan dalam penelitian ini meliputi biaya pendidikan pada jenjang madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), dan madrasah aliyah (MA). Biaya pendidikan yang akan dianalisis adalah biaya pendidikan keseluruhan, yang meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan pada semua tingkat dari tingkat orangtua/siswa, madrasah, dan semua pengelola pendidikan dari 26

31 tingkat kecamatan sampai tingkat pusat, yang menangani pendidikan pada jenjang MI, MTs, dan MA. Untuk kepentingan analisis, biaya pendidikan diukur sebagai biaya satuan (unit cost), yaitu biaya pendidikan per tahun per siswa dan biaya siklus (cycle cost), yaitu biaya yang dibutuhkan oleh setiap siswa untuk menyelesaikan suatu jenjang pendidikan. Cycle cost adalah unit cost dikalikan dengan waktu (dalam tahun) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu jenjang pendidikan. Selain itu, biaya satuan pendidikan perlu pula diklasifikasikan berdasarkan: (1) jenis input, (2) sifat penggunaan, (3) jenis penggunaan, dan (4) pihak yang menanggung, serta (5) sifat keberadaannya. Berdasarkan jenis inputnya, biaya satuan pendidikan dapat diklasifikasikan ke dalam biaya satuan pendidikan operasional/lancar (operational /recurrent costs) dan biaya satuan pendidikan investasi/modal/ pembangunan (investment/ capital/ development costs). Untuk kepentingan studi, beberapa batasan perlu ditegaskan seperti di bawah ini. 1. Biaya satuan pendidikan operasional. Biaya satuan pendidikan operasional adalah biaya input pendidikan yang habis pakai dalam satu tahun atau kurang, atau biaya yang dikeluarkan berulang-ulang setiap tahunnya per siswa per tahun. Biaya satuan pendidikan operasional ini mencakup, antara lain, pengeluaran-pengeluaran untuk: gaji dan tunjangan, buku-buku wajib, barang-barang yang harus sering diganti dengan yang baru, beasiswa, pelayanan kesejahteraan, seperti kantin, transport, penginapan dan olahraga, pemeliharaan gedung dan peralatan, serta pengoperasian gedung, seperti listrik, air, dan telepon. 2. Biaya satuan pendidikan investasi. Biaya satuan pendidikan investasi adalah biaya input pendidikan yang penggunaannya lebih dari satu tahun per siswa per tahun. Biaya satuan pendidikan investasi ini meliputi, antara lain, pengeluaranpengeluaran untuk: pembelian tanah, pengembangan gedung madrasah, kelas, laboratorium, peralatan tetap, perlengkapan pelajaran lain yang tahan lama, tempat tinggal dan sebagainya. Berdasarkan sifat penggunaannya, biaya satuan pendidikan dapat dibedakan antara biaya satuan pendidikan langsung (direct costs) dan biaya satuan pendidikan tidak langsung (indirect costs). 27

32 3. Biaya satuan pendidikan langsung. Biaya satuan pendidikan langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan input yang langsung terkait dengan proses belajar mengajar. Biaya satuan pendidikan langsung ini mencakup pengeluaranpengeluaran, antara lain untuk: gaji guru dan tenaga kependidikan lainnya; pembelian bahan, peralatan dan perlengkapan belajar; dan pembangunan gedung untuk belajar. 4. Biaya satuan pendidikan tidak langsung. Biaya satuan pendidikan tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar tetapi menunjang proses belajar mengajar tersebut. Biaya satuan pendidikan tidak langsung ini, antara lain adalah: overhead madrasah, pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, dan pendapatan yang tidak jadi diterima oleh siswa karena bermasalah dan tidak bekerja (forgone earning). Biaya tidak langsung selain yang ditanggung oleh orangtua/siswa dapat disebut juga biaya overhead atau institusional (overhead/institutional costs). Berdasarkan jenis penggunaannya, khususnya di madrasah, biaya satuan pendidikan operasional dapat dikelompokkan ke dalam biaya satuan pendidikan operasional personel dan biaya satuan pendidikan operasional bukan personel. 5. Biaya satuan pendidikan operasional personel. Biaya satuan pendidikan operasional personel adalah biaya yang dikeluarkan untuk kesejahteraan dan pengembangan personel. Personel di madrasah meliputi guru dan tenaga kependidikan lain (laboran, pustakawan, dan lainnya), administrator (kepala madrasah dan pegawai administrasi lain), dan pegawai lain (seperti penjaga madrasah, tukang kebun, dan lainnya) yang melaksanakan atau menunjang PBM. 6. Biaya satuan pendidikan operasional bukan personel. Biaya satuan pendidikan operasional bukan personel adalah biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan segala bahan, peralatan, perlengkapan, serta sarana dan prasarana yang digunakan untuk proses pembelajaran, seperti buku, alat tulis madrasah, gedung, daya dan jasa, dan lainnya. Menurut sifat keberadaannya biaya satuan pendidikan ini dapat dibedakan ke dalam biaya satuan pendidikan faktual dan biaya satuan pendidikan ideal. 28

33 7. Biaya satuan pendidikan faktual. Biaya satuan pendidikan faktual adalah biayabiaya yang senyatanya dikeluarkan dalam penyelenggaraan pendidikan. 8. Biaya satuan pendidikan ideal. Biaya satuan pendidikan ideal adalah biaya-biaya satuan pendidikan yang semestinya dikeluarkan agar penyelenggaraan pendidikan dapat menghasilkan mutu pendidikan yang diinginkan. Antar keempat klasifikasi biaya yang pertama tersebut dapat terjadi tumpang tindih. Contohnya adalah tumpang tindih antara klasifikasi biaya menurut jenis input dan sifat penggunaan. Menurut jenis input, biaya dibedakan antara biaya satuan pendidikan operasional dan biaya satuan pendidikan investasi; sedangkan, berdasarkan sifat penggunaannya, biaya satuan pendidikan dikelompokkan menjadi biaya satuan pendidikan langsung dan biaya satuan pendidikan tidak langsung. Tumpang tindihnya adalah bahwa dalam biaya satuan pendidikan operasional ada biaya satuan pendidikan langsung dan ada pula biaya satuan pendidikan tidak langsung. Biaya gaji guru, misalnya, yang adalah biaya operasional, juga merupakan biaya langsung, karena gaji guru dikeluarkan setiap tahun atau kurang, guru juga merupakan input yang digunakan langsung untuk proses pembelajaran; sedangkan biaya gaji pegawai administrasi, misalnya, yang adalah juga biaya operasional, tapi tidak termasuk dalam biaya langsung, melainkan biaya tidak langsung, karena sementara gaji pegawai administrasi dibayarkan setiap bulan, pegawai administrasi tidak secara langsung berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, melainkan kaitannya tidak langsung atau sebagai pendukung. Namun demikian, untuk kepentingan studi ini, variabel-variabel yang dikaji dapat dilihat pada tabel berikut. 29

34 Tabel 1 OPERASIONAL VARIABEL STUDI Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan TK/RA/TKLB 1 Operasional/Lancar Dan TPA Personel A. Kesejahteraan Kepala Sekolah/madrasah Wakil kepala sekolah/madrasah Guru: (GT/GTT) Staf tata usaha Pesuruh sekolah/madrasah Satpam Pengurus komite sekolah/ madrasah B. Pengembangan Kepala Sekolah/madrasah Wakil kepala sekolah/madrasah Guru: (GT/GTT) Staf tata usaha Pesuruh sekolah/madrasah Satpam Pengurus komite sekolah/madrasah 2 Bukan Personel ATK/ATM Daya dan jasa Perbaikan/pemeliharaan Pembinaan siswa Rapat-rapat pengurus sekolah/madrasah Kegiatan Komite Sekolah/Madrasah 3 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 4 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK/ATM Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan sek Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus/les Iuran sekolah /madrasah 30

35 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Pengawasan dan Jamuan Pembinaan Pembinaan sekolah/madrasah oleh Kandiknas/Kandepag tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan sekolah/madrasah oleh Kandiknas/Kandepag Tingkat Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan sekolah/madrasah oleh kanwil Diknas/Depag Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan Sekolah/ Madrasah oleh Diknas/Depag Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. (L ) Lainnya... SD/MI/SDLB 1 Operasional/Lancar dan MDA Personel A. Kesejahteraan Kepala Sekolah/madrasah Wakil kepala sekolah/madrasah Guru: (GT/GTT) Staf tata usaha Pesuruh sekolah/madrasah Satpam Pegawai perpustakaan Pengurus komite sekolah/ madrasah B. Pengembangan Kepala Sekolah/madrasah Wakil kepala sekolah/madrasah Guru: (GT/GTT) Staf tata usaha Pesuruh sekolah/madrasah Satpam Pegawai perpustakaan Pengurus komite sekolah/madrasah Peningkatan Mutu Pendidikan 2 Bukan Personel ATK/ATM Daya dan jasa Perbaikan/pemeliharaan Pembinaan siswa Rapat-rapat pengurus sekolah/madrasah Kegiatan Komite Sekolah/Madrasah 3 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas 31

36 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 4 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK/ATM Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan sek Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus/les Iuran sekolah /madrasah Pengawasan dan Jamuan Pembinaan Pembinaan sekolah/madrasah oleh Kandiknas/Kandepag tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan sekolah/madrasah oleh Kandiknas/Kandepag Tingkat Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan sekolah/madrasah oleh kanwil Diknas/Depag Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan Sekolah/ Madrasah oleh Diknas/Depag Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. (L ) Lainnya... SMP/MTs/ 1 Operasional/Lancar SMPLB Personel dan MDU A. Kesejahteraan Kepala sekolah/madrasah Wakil kepala sekolah/madrasah Guru: (GT/GTT) Staf tata usaha Pesuruh sekolah/madrasah Satpam Tenaga Laboratorium Pegawai perpustakaan Pengurus komite sekolah/madrasah B. Pengembangan Kepala sekolah/madrasah Wakil kepala sekolah/madrasah Guru: (GT/GTT) Staf tata usaha Pesuruh sekolah/madrasah Satpam 32

37 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Tenaga Laboratorium Pegawai perpustakaan Pengurus komite sekolah/madrasah Peningkatan Mutu Pendidikan 3 Bukan Personel ATK/ATM Daya dan jasa Perbaikan/pemeliharaan Pembinaan siswa Rapat-rapat pengurus sekolah/madrasah Kegiatan Komite Sekolah/Madrasah 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK/ATM Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan sekolah/madrasah Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran sekolah/madrasah Pengawasan dan Jamuan Pembinaan Pembinaan sekolah/madrasah oleh Kandiknas/Kandepag tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan sekolah/madrasah oleh Kandiknas/Kandepag Tingkat Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan sekolah/madrasah oleh kanwil Diknas/Depag Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan Sekolah/Madrasah oleh Diknas/Depag Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. 33

38 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Laporan-laporan.. Lainnya... SMA/SMK/ 1 Operasional/Lancar MA/SMALB Personel dan MDW A. Kesejahteraan Kepala Sekolah/madrasah Wakil kepala sekolah/madrasah Guru: (GT/GTT) Staf tata usaha Pesuruh sekolah/madrasah Satpam Tenaga Laboratorium Tenaga Kesehatan Pegawai perpustakaan Pengurus komite sekolah/madrasah B. Pengembangan Kepala Sekolah/madrasah Wakil kepala sekolah/madrasah Guru: (GT/GTT) Staf tata usaha Pesuruh sekolah/madrasah Satpam Tenaga Laboratorium Tenaga Kesehatan Pegawai perpustakaan Pengurus komite sekolah/madrasah Peningkatan Mutu Pendidikan 3 Bukan Personel ATK/ATM Daya dan jasa Perbaikan/pemeliharaan Pembinaan siswa Rapat-rapat pengurus sekolah/madrasah Kegiatan Komite Sekolah/Madrasah 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK/ATM Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan sek Akomodasi Transportasi 34

39 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran sekolah/madrasah Pengawasan dan Jamuan Pembinaan Pembinaan sekolah/madrasah oleh Kandiknas/Kandepag tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan sekolah/madrasah oleh Kandiknas/Kandepag Tingkat Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan sekolah/madrasah oleh kanwil Diknas/Depag Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan Sekolah/ Madrasah oleh Diknas/Depag Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... PAUD 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat 35

40 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... Bimbingan 1 Operasional/Lancar Belajar Personel (Bimbel) A. Kesejahteraan Ketua/Direktur Wakil Ketua.Direktur Tenaga Pengajar Tetap Tenaga Pengajar Honorer Guru Diperbantukan (DPK) Staf Tata Usaha Pesuruh Satpam Tenaga Laboratorium Pegawai Perpustakaan Pengurus Yayasan 36

41 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan B. Pengembangan Ketua/Direktur Wakil Ketua.Direktur Tenaga Pengajar Tetap Tenaga Pengajar Honorer Guru Diperbantukan (DPK) Staf Tata Usaha Pesuruh Satpam Tenaga Laboratorium Pegawai Perpustakaan Pengurus Yayasan 3 Bukan Personel ATK/ATM Daya dan jasa Perbaikan/pemeliharaan Pembinaan siswa Rapat-rapat pengurus Yayasan Kegiatan Yayasan 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Siswa/Orang Tua Siswa Pengawasan dan Pembinaan Lain-lain Buku dan ATK Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Iuran Jamuan Pembinaan Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... KBU 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program 37

42 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat 38

43 Jenjang Pendidikan KEAKSARAAN FUNGSIONAL No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku 39

44 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... KEPEMUDAAN 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK 40

45 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Pengawasan dan Pembinaan Iuran Jamuan Pembinaan program oleh tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... KEWANITAAN 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler 41

46 Jenjang Pendidikan KELOMPOK BERMAIN No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... Pengawasan dan Jamuan Pembinaan sekolah oleh Pembinaan Kandiknas tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan sekolah oleh Kandiknas Tingkat Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan sekolah oleh kanwil Diknas Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan Sekolah oleh Diknas Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis 42

47 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. 43

48 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Laporan-laporan.. Lainnya... KURSUS 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh 44

49 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... KUP 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Siswa/Orang Tua Siswa Lain-lain Buku dan ATK Pakaian dan perlengkapan 45

50 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... MAGANG 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas 46

51 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... PAKET A 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat 47

52 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... PAKET B 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis 48

53 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... PAKET C 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program 49

54 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga Lain-lain 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Buku dan ATK Siswa/Orang Tua Siswa Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat 50

55 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... PUG 1 Operasional/Lancar Personel A. Kesejahteraan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi B. Pengembangan Ketua Program Wakil Ketua Program Fasilitator/Tutor Narasumber Teknis Staf Tata Usaha Satpam Pengurus Yayasan/Organisasi 3 Bukan Personel Alat Tulis Daya dan Jasa Perbaikan Ringan dan Pemeliharaan Biaya Pembinaan Siswa Rapat-rapat Biaya Operasional Yayasan/Organisasi 4 Investasi/Modal Tanah Bangunan Peralatan dan Perlengkapan Perabot dan mebeler Buku teks, sumber, dan bacaan Jaringan listrik, telepon, air, dan gas Taman Fasilitas Ibadah Fasilitas olah raga 5 Biaya Penunjang Kebutuhan Siswa/Orang Tua Siswa Lain-lain Buku dan ATK Pakaian dan perlengkapan Akomodasi Transportasi Konsumsi Kesehatan Karyawisata Uang saku Kursus 51

56 Jenjang Pendidikan No Komponen Aktivitas Sifat Penggunaan Iuran Pengawasan dan Jamuan Pembinaan program oleh Pembinaan tingkat Kecamatan Jamuan Pembinaan program oleh Kabupaten/Kota Jamuan Pembinaan program oleh Tingkat Provinsi Jamuan Pembinaan program oleh Pusat Jamuan tamu lainnya, seperti wartawan, LSM, dll. Laporan-laporan.. Lainnya... Dalam kolom (1) terdapat tanda huruf L dan TL dalam kurung, = biaya langsung = biaya tidak langsung 52

57 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung BAB III METODOLOGI STUDI A. RUANG LINGKUP DAN SAMPEL 1. Ruang Lingkup Studi Sebagaimana dijelaskan pada bab ke-2 di muka, komponen-komponen dan aktivitas yang harus dibiayai, dikelompokkan dalam suatu kategori (pool) yang sering disebut sebagai unit. Atas dasar analisis satuan biaya (unit cost analysis), maka analisis satuan biaya sekolah dapat dikategorisasikan ke dalam beberapa unit analisis. Objeknya adalah komponen-komponen yang seyogyanya tertuang dalam rencana anggaran belanja. Secara garis besar rencana belanja dibagi ke dalam komponen gaji dan non gaji. Komponen gaji digunakan untuk membayar kesejahteraan dan pengembangan kemampuan profesional guru. Komponen ini merupakan komponen yang paling dominan dalam pengeluaran biaya pendidikan sekolah. Sedangkan komponen non gaji kadang-kadang tidak terdapat dalam RAPBS meliputi: pembelian buku, alat tulis, tas, sepatu, pakaian seragam, biaya kursus, karyawisata, sumbangan insidental, dan uang jajan yang langsung dikeluarkan oleh orangtua siswa tanpa melalui sekolah, serta biaya pembangunan fisik, perlengkapan alat belajar, beasiswa, dan lainnya yang tidak tercatat dalam RAPBS. Ruang lingkup studi ini adalah pembiayaan pendidikan sekolah di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang dikelola pemerintah dan masyarakat (negeri dan swasta atau lembaga lain) di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Analisis Sampel Objek yang akan dianalisis meliputi TK, RA, PAUD, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, Pendidikan Berkelanjutan, Pendidikan Kepemudaan, Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Pemberdayaan Perempuan, dan Keaksaraan Fungsional, yang tersebar di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dengan jumlah dan sebaran sekolah tergambar sebagai berikut: 53

58 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung 1. Pendidikan Pra Sekolah : a. Jumlah TK di Kabupaten Bandung adalah 391 (negeri : 1; swasta :390) b. Jumlah RA di Kabupaten Bandung adalah 327 (Swasta) c. Jumlah Lembaga PAUD di Kabupaten Bandung adalah 427 (Kober :305; TPA:5; PAUD Posyandu:55; SPS:62) 2. Pendidikan Dasar a. Jumlah Sekolah Dasar di Kabupaten Bandung adalah 2174 (negeri:2132; swasta:42) b. Jumlah MI di Kabupaten Bandung adalah 259 (negri:3; swasta: 256) c. Jumlah Lembaga Paket A di Kabupaten Bandung ada 7 kecamatan d. Jumlah Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Bandung adalah 311 (negeri:84; swasta:227) e. Jumlah MTs di Kabupaten Bandung adalah 186 (negri:8 ; swasta:178) f. Jumlah Lembaga Paket B di Kabupaten Bandung adalah 38 (negeri:3 ; swasta:28; lain-lain:7) 3. Sekolah Menengah a. Jumlah Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bandung adalah 139 (negeri:32 ; swasta:107) b. Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Bandung adalah 66 (negeri:7; swasta: 59) c. Jumlah MA di Kabupaten Bandung adalah 85 (negeri:3; swasta:82) d. Jumlah Lembaga Paket C di Kabupaten Bandung adalah 13 (negeri:1 ; swasta:10; lain-lain:2) 4. Sekolah Luar Biasa Pada jenis sekolah ini, di wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung terdapat sejumlah 41, diantaranya 2 yang dikelola pemerintah/negeri dan 39 yang dikelola oleh swasta. 54

59 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung 5. Pendidikan Berkelanjutan a. Jumlah Kelompok belajar usaha di Kabupaten Bandung adalah 7 (swasta:3 ; lainlain:4) b. Jumlah kelompok magang tidak ada c. Jumlah Lembaga Kursus di Kabupaten Bandung sebanyak 24 (swasta:18 ; lainlain:6) d. Jumlah Lembaga Bimbel di Kabupaten Bandung adalah 5 (swasta) 6. Pendidikan Kepemudaan a. Jumlah Lembaga Kelompok Pemuda Usaha Produktif di Kabupaten Bandung adalah 2 (swasta) b. Jumlah Lembaga Kelompok Pemuda Sebaya, SP3 dan Pertukaran Pemuda di Kabupaten Bandung tidak ada. 7. Jumlah Lembaga Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Pemberdayaan Perempuan di Kabupaten Bandung adalah 1 (swasta) 8. Jumlah Lembaga Keaksaraan Fungsional di Kabupaten Bandung adalah 14 (negeri:1; swasta:7; lain-lain:7) Pada umumnya, pemilihan sampel menggunakan metode gugus bertahap (multistage sampling) dengan mencari keterwakilan dari setiap kelompok wilayah. Dasar pengelompokan bervariasi tergantung pada tujuan studi. Ditjen Dikdasmen dan IPB mengelompokkan sampel berdasarkan tingkat kemajuan wilayah, angka partisipasi kasar, dan indeks kemiskinan. (Ditjen Dikdasmen dan IPB, 2002: 24). Biro Keuangan menentukan sampel sekolah berdasarkan tingkat status sosial ekonomi masyarakat di sekitar lokasi sekolah. (Biro Keuangan, 2001:17). Standarisasi pembiayaan sekolah memilih sampel dari status sosial ekonomi (SSE) masyarakat sekitarnya yang terdiri atas SSE tinggi, sedang, dan rendah yang mendapat bantuan dana dari Pemerintah Kota Bandung. Studi McMahon mengambil sampel dengan menggunakan stratified random cluster sampling. Cluster dimaksud adalah MBS dan Non MBS. (McMahon, 2002: 20). Pemilihan sampel dalam studi ini, digunakan metode pengambilan sampel Purposive Multy Stages Sampling yang diambil berdasarkan kriteria: 1) Lokasi meliputi sekolah yang berada di perkotaan atau di pedesaan; 2) Status meliputi sekolah 55

60 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung negeri atau swasta; Dan 3) Tipe meliputi sekolah tipe A, B, atau C. Selanjutnya, prosedur pemilihan sampel dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Menentukan area sampel yang akan dijadikan kasus, ke dalam wilayah Kabutapen Bandung. Pembagian ini didasarkan pada sampel kriteria (purposif sampling) dan konfirmasi dari BAPPEDA Kabupaten Bandung. b. Menganalisis karakteristik kota sampai ke tingkat kecamatan berdasarkan kriteria sebagaimana disebutkan, yakni: lokasi, status dan tipe sekolah, maka ditentukan alternatif jumlah sampel setiap kota. 1) Sampel ideal, yakni berdasarkan status (negeri dan swasta), lokasi (perkotaan), tipe sekolah (Tipe A, B dan C). Namun demikian, untuk studi menghitung biaya satuan, kriteria status sekolah negeri dan swasta tidak bisa dijadikan kriteria, karena kebutuhan biaya untuk setiap komponen manajemen tidak berbeda; Hanya faktor penanggung biaya saja yang membedakannya. Untuk kriteria tipe sekolah, secara teoritis memang ada tiga tipe, yaitu tipe A, B dan C. Tetapi, pada kenyataannya di lapangan hanya dapat dibedakan dengan dua tipe, yaitu sekolah yang sudah memenuhi standar dan ada sekolah yang masih di bawah standar. Karena itu, kriteria sampel dalam studi ini, cukup dengan kriteria sekolah tipe A dan C yang ada di wilayah perkotaan. Dengan demikian, untuk setiap perkotaan dibutuhkan jumlah sampel sebanyak 80 lembaga pendidikan Formal dan Non Formal, yang terdiri dari: (1) 3 sekolah untuk jenjang TK; (2) 2 sekolah untuk jenjang RA; (3) 4 sekolah untuk jenjang TKLB; (4) 4 sekolah untuk jenjang SD; (5) 4 sekolah untuk jenjang MI; (6) 4 sekolah untuk jenjang SDLB; (7) 4 sekolah untuk jenjang SMP; (8) 4 sekolah untuk jenjang MTs; (9) 4 sekolah untuk jenjang SMPLB; (10) 4 sekolah untuk jenjang SMA; (11) 4 sekolah untuk jenjang SMK; (12) 4 sekolah untuk jenjang MA; (13) 4 sekolah untuk jenjang SMALB; (14) 4 lembaga pendidikan PAUD; (15) 4 lembaga pendidikan PAKET A; (16) 4 lembaga pendidikan PAKET B; (17) 4 lembaga pendidikan PAKET C; (18) 4 lembaga pendidikan KBU; (19) 0 lembaga pendidikan MAGANG; (20) 2 lembaga pendidikan KURSUS; (21) 2 lembaga pendidikan BIMBEL; (22) 2 lembaga 56

61 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung pendidikan KPUP; (23) 0 lembaga pendidikan KPS,SP3,PP; (23) 2 lembaga PUD; dan (24) 3 lembaga keaksaraan fungsional. Tabel 2 SAMPEL IDEAL BERDASARKAN KRITERIA STATUS, LOKASI DAN TIPE SEKOLAH NEGERI SWASTA LAIN-LAIN JALUR, JENJANG, JENIS PEND. JUMLAH A C A C A C TK RA PRA SEKOLAH TKLB PAUD PENDIDIKAN DASAR PENDIDIKAN MENENGAH PENDIDIKAN BEREKELANJUTAN SD MI SDLB SMP MTs SMPLB PAKET A PAKET B SMA SMK MA SMALB PAKET C KBU MAGANG 0 KURSUS BIMBEL PENDIDIKAN KEPEMUDAAN KPUP KPS,SP3,PP 0 PUG KEAKSARAAN FUNGSIONAL TOTAL SAMPEL

62 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung B. METODE DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA Prosedur mencakup berbagai kegiatan yang dijalankan dalam studi ini termasuk waktu dan tempat penelitian. 1. Tahap-tahap Kegiatan Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui empat tahap, yaitu tahap perumusan, eksplorasi dan konfirmasi, pengolahan dan analisis data, serta pelaporan. Tahap Perumusan, dilakukan untuk mengenal sosialisasi permasalahan, fokus studi, penentuan karakteristik sumber data (kasus), dan validasi instrumen pendukungj. Tahap eksplorasi dan Konfirmasi, merupakan tahap proses pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan keseluruhan alat pengumpul data yang langsung dikonfirmasikan ke sumber datanya. Tahap Pengolahan dan Analisis Data, merupakan proses mereduksi, mengelompokkan, menganalisis dan menafsirkan setiap perolehan data baik melalui hasil wawancara maupun hasil pengamatan. Tahap Pelaporan, merupakan proses penyusunan hasil-hasil penelitian yang dikemas ke dalam format yang sesuai dengan kehendak pihak-pihak terkait, dan menginformasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Waktu dan Tempat Studi Studi ini direncanakan dalam kurun waktu 4 (empat) bulan, mulai bulan Juni sampai dengan Oktober. Dengan tempat yang dijadikan objek studi berada di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bandung. 3. Metode Tujuan utama penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan objek yang diteliti melalui proses pengekplorasian fakta dan objek di lapangan sebagaimana adanya. Karena masalah penganggaran untuk biaya satuan pendidikan merupakan realitas sosial yang bersifat kontekstual, maka pendekatan yang paling dianggap relevan dengan konteks studi ini menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif, dengan teknik studi kasus. 58

63 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung 4. Teknik Pengumpulan Data Sesuai tujuan dan metode penelitian yang dipilih, maka teknik pengumpul data difokuskan pada telaah dokumen, observasi partisipasi aktif, dan wawancara langsung secara terbuka. a. Telaah Dokumen. Teknik ini digunakan untuk memperoleh sejumlah informasi berkenaan rumusan kebijakan tentang penyelenggaraan sekolah, alasan-alasan dokumen dibuat, dan bagaimana peran dokumen itu di lapangan. b. Teknik Observasi. Teknik ini digunakan untuk memperoleh sejumlah data tentang konteks nyata proses pelaksanaan sekolah. c. Teknik Wawancara Terbuka. Teknik Wawancara Terbuka menggunakan sejumlah daftar pertanyaan/isian yang perlu dijawab secara tertulis maupun lisan. Teknik ini untuk memperoleh sejumlah informasi dari pikiran, perasaan, pengetahuan dari setiap orang yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan pengelolaan sekolah. C. ALAT PENGUMPUL DATA Alat pengumpul data, ditentukan berdasarkan data yang diperlukan dari sejumlah sumber data dan teknik-teknik yang digunakan. Untuk melengkapi teknik yang dipilih, perlu disiapkan format-format pelengkap pengumpul data, antara lain: (1) Pedoman Observasi dan Studi Dokumen; (2) Pedoman Wawancara dan Daftar Isian; (3) Format Analisis Data; dan (4) Lembar Rangkuman Data. Merujuk fokus studi dan kerangka pikir di muka, studi ini diarahkan pada penjaringan data untuk menggambarkan profil kebutuhan biaya satuan pendidikan secara komprehensif. Penjaringan data tersebut, dikembangkan berdasarkan model analisis biaya langsung dan tidak langsung yang memerlukan pembiayaan dalam penyelenggaraan program pendidikan. Kemudian dikembangkan ke dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan studi yang lebih spesifik seperti tertuang dalam lampiran disain ini. Validasinya dibahas melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan Tim Ahli. 59

64 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung D. TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Pada sub ke-2 di atas dijelaskan bahwa untuk kepentingan analisis, biaya pendidikan diukur sebagai biaya satuan, yang kemudian dapat dikembangkan menjadi biaya siklus. Selanjutnya, untuk mempermudah perhitungan dan juga untuk kepentingan analisis, perhitungan biaya ini difokuskan pada perhitungan tingkat sekolah. Namun demikian, untuk kepentingan analisis, dihitung pula keterkaitan dengan biaya-biaya yang terkait dengan kebutuhan biaya sebagai pendukung komponen dan aktivitas penyelenggaraan satuan pendidikan sekolah. Rincian aktivitas biaya biaya satuan pada masing-masing komponen biaya tingkat penggunaan dapat dilihat pada Tabel 1 pada Bab II di muka. Dengan demikian, dapat dikembangkan menjadi biaya siklus dengan mengalikan biaya satuan tersebut dengan waktu (dalam tahun) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu jenjang pendidikan. Kemudian dihitung biaya satuan pendidikan menurut jenis klasifikasi: jenis input (biaya satuan pendidikan operasional dan biaya satuan pendidikan investasi); sifat penggunaan (biaya satuan pendidikan langsung dan biaya satuan pendidikan tidak langsung); jenis penggunaan (biaya satuan pendidikan operasional personel dan biaya satuan pendidikan operasional bukan personel). Berikut ini akan disampaikan cara perhitungan biaya satuan pendidikan menurut komponen dan aktivitasnya. 1. Menghitung Biaya Satuan Operasional Personel Perhitungan biaya personel mencakup perhitungan biaya kesejahteraan personel dan biaya pengembangan personel. Metode perhitungan masing-masing biaya tersebut dijelaskan sebagai berikut. Biaya satuan personel dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh biaya pendidikan yang dikeluarkan untuk keperluan personel dalam setahun. Caranya adalah dengan merinci ke dalam sub-sub komponen dari personel. Satuan waktu biaya atau pengeluaran untuk setiap sub komponen atau aktivitas dapat berbeda, mungkin per hari, per minggu, per bulan, per semester, atau per tahun. Demikian juga, frekuensi pengeluaran biaya itu dapat berbeda, mungkin satu kali, dua kali, dua belas kali atau 60

65 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung lebih dalam satu tahun. Penghitungan biaya personel per tahun untuk masing-masing sub komponen atau aktivitas dilakukan dengan mengalikan nilai satuan rupiah dengan frekuensi. Kemudian, biaya masing-masing sub komponen dalam satu tahun itu dijumlahkan menjadi total faktual biaya personel dalam satu tahun. Lalu, catatkan angka tersebut ke dalam sel total faktual biaya per tahun untuk biaya masing-masing personel. Penghitungan total ideal untuk masing-masing personel dapat dilakukan dengan memperkirakan biaya yang seharusnya dikeluarkan sesuai kebutuhan untuk PBM yang bermutu. 2. Menghitung Biaya Satuan Operasional Bukan Personel Penghitungan biaya satuan pendidikan operasional bukan personel dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran operasional sekolah, selain yang dimanfaatkan untuk keperluan kesejahteran dan pengembangan personel sekolah, yang meliputi alat tulis sekolah, daya dan jasa (langganan telepon, listrik, air, dan gas), perbaikan ringan dan pemeliharaan, biaya pembinaan siswa, praktek pendidikan (vocasional), pembinaan, pemantauan, pengawasan, dan pelaporan, rapat, biaya operasional komite sekolah, dan lainnya. Caranya dapat dilakukan dengan merinci per komponen menjadi sub-sub komponen atau aktivitas terlebih dahulu, misalnya komponen alat tulis sekolah dirinci menjadi sub komponen pensil, pulpen, tinta, tinta stensil, tinta stempel, penghapus pensil, penghapus tinta, buku tulis, buku administrasi (seperti buku induk guru, buku induk siswa, buku inventaris, buku rapor, kartu iuran bulanan sekolah), kertas HVS, kertas stensil, kertas karbon, penggaris, amplop, stepler, buku satuan pelajaran, buku rencana pembelajaran, buku absen, buku nilai, buku gambar, kertas manila, kapur tulis, spidol, tinta spidol, penghapus papan tulis, dan penggaris papan tulis dan lainnya. Cara menghitung biaya masing-masing sub komponen tersebut per tahun adalah sama dengan cara perhitungan sebelumnya. Setelah semua sub komponen dihitung, jumlahkan seluruh biaya total faktual maupun total ideal per tahun. Selanjutnya, pindahkan nilai jumlah total faktual atau ideal per tahun. Untuk menghitung sub komponen berikutnya, yaitu: daya dan jasa (langganan telepon, listrik, air, dan gas), perbaikan ringan dan pemeliharaan, biaya pembinaan siswa, pendidikan sistem ganda, 61

66 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung pembinaan, pemantauan, pengawasan, dan pelaporan, rapat, serta biaya operasional komite sekolah, caranya sama dengan menghitung alat tulis sekolah. 3. Menghitung Biaya Satuan Investasi Biaya satuan pendidikan operasional investasi adalah biaya yang ditimbulkan dari pengadaan barang dan jasa yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan yang dimanfaatkan dalam waktu lebih dari satu tahun per siswa per tahun. Biaya bangunan dihitung dengan menaksir nilai total depresiasi tahunan atau biaya pengembalian modal yang dirumuskan dengan: D = P S N Dimana: D = depresiasi tahunan; P = nilai investasi (biaya pembangunan); S = nilai sisa pada akhir umur pakai bangunan; N = umur pakai bangunan. Jika diasumsikan bahwa umur pakai bangunan akan mencapai 30 tahun, dan nilai sisa pada saat itu tinggal 10 % saja (10% P) maka rumusan depresiasi tahunan menjadi: (P 0,1 P) 0,9 P D = = = 0,03 P Dimana: nilai P adalah luas lantai bangunan dikalikan dengan standar harga bangunan. Total biaya bangunan per tahun ini kemudian dibagi jumlah siswa, sehingga dihasilkan biaya bangunan per siswa per tahun. dengan rumus: Biaya taman dihitung seperti menghitung biaya bangunan tersebut diatas, yaitu (P 0,1 P) 0,9 P D = = = 0,03 P Dimana: P adalah nilai total yang dikeluarkan untuk membangun taman. 62

67 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung Biaya fasilitas olahraga (lapangan sepak bola, lapangan voli, lapangan basket, lapangan badminton, dan lainnya) dihitung seperti menghitung biaya bangunan yaitu: (P 0,1 P) 0,9 P D = = = 0,03 P Dimana: P adalah nilai total yang dikeluarkan untuk membangun fasilitas olahraga. Biaya pagar dihitung seperti menghitung biaya bangunan tersebut diatas, yaitu: (P 0,1 P) 0,9 P D = = = 0,03 P dimana P adalah nilai total yang dikeluarkan untuk membangun pagar. Biaya peralatan/perlengkapan, biaya perabot dan mebeler, serta biaya buku dihitung dengan menaksir biaya depresiasi berdasarkan metoda garis lurus atau straight line depreciation method, dimana umur pakai alat adalah 7 tahun dengan nilai sisa 20 % (20% P). Sehingga dapat dirumuskan : P S (P 0,2 P) 0,8 P D = = = = 0,114 P N 7 7 Dimana: P adalah nilai total yang dikeluarkan untuk menyediakan peralatan/perlengkapan atau perabot/mebeler atau buku. 4. Menghitung Biaya Satuan Penunjang Biaya satuan penunjang berkaitan dengan: (1) Biaya satuan pendidikan yang dikeluarkan orangtua untuk keperluan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, dan (2) Biaya yang terkait dengan pembinaan dan pengawasan dari pihak pemerintah atau lembaga lain baik individu maupun kelompok. 63

68 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung Biaya satuan pendidikan penunjang ini dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh biaya untuk keperluan satuan kebutuhan dalam setahun. Caranya dengan menghitung biaya kebutuhan per tahun ialah dengan merinci per komponen menjadi sub-sub komponen atau aktivitas terlebih dahulu. Kemudian menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk keperluan masing-masing sub-sub komponen tersebut selama setahun. Satuan waktu biaya/pengeluaran untuk setiap sub komponen bisa berbeda, mungkin per hari, per minggu, per bulan, per semester, atau per tahun. Demikian pula, frekuensi pengeluaran biaya dapat berbeda, mungkin satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali, atau dua belas kali dalam setahun. Dengan demikian, perhitungan biaya faktual per tahun untuk masing-masing sub komponen dapat dilakukan dengan mengalikan nilai rupiah dengan frekuensinya. Sedangkan, untuk menghitung biaya ideal dilakukan dengan memperkirakan biaya yang yang seharusnya dikeluarkan untuk keperluan masing-masing sub komponen. 5. Menghitung Biaya Satuan Per Siswa Untuk sampai pada analisis biaya satuan per siswa, kemudian dikembangkan peta satuan-satuan analisis. Atas dasar kelengkapan peta satuan-satuan analisis tersebut maka dapat ditentukan unit cost per siswa untuk penyelenggaraan satuan pendidikan. Bahwa setiap pekerjaan senantiasa menpunyai batas waktu penyelesaian tertentu, anggaran tertentu dan tujuan tertentu. Anggaran biayanya ditentukan berdasarkan kesepakatan tertentu. Waktu penyelesaian biasanya ditentukan berdasarkan analisisis kebutuhan yang dilakukan sebelumnya. Penting digarisbawahi bahwa waktu penyelesaian merupakan variabel lain yang sangat mempengaruhi analisis biaya. Dengan demikian, satuan biaya per siswa dapat dihitung dengan formula: UNIT COST PER SISWA = x 1 + x 2 + x n n Dimana: x = jumlah biaya setiap komponen biaya, kali batas waktu penyelenggaraan program pendidikan, kali jumlah siswa; n = jumlah keseluruhan siswa. 64

69 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung E. TAHAPAN PELAKSANAAN STUDI Pelaksanaan studi akan dilakukan secara sistematis, dengan target memperoleh data dan hasil yang maksimal. Tim Teknis mengelompokan pekerjaan ini menjadi 4 (empat) tahap kegiatan, untuk lebih jelasnya dapat lihat pada Bagan 2. Secara rinci uraian mengenai tahapan pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut: 1. Tahap Pendahuluan a. Persiapan dan mobilisasi Tenaga Ahli, kegiatan ini meliputi: (1) Pengurusan administrasi dan persiapan surat-surat ijin survey; (2) Koordinasi antar pihak Tenaga Ahli dan Kontributor dalam rangka menyamakan persepsi tentang substansi pekerjaan ini; (3) Identifikasi alat dan bahan studi serta rancangan instrumen penelitian; (4) Penyusunan jadwal kerja secara efektif. b. Pengumpulan Data Sekunder, meliputi: data kebijakan, hasil studi/penelitian yang berkaitan dengan sekolah, statistik persekolahan, jenis, status dan tipologi sekolah, standar pelayanan minimal (SPM). c. Penyusunan Laporan Kemajuan Tahap I. Berisi tentang: (1) Latar belakang permasalahan, fokus kajian dan pertanyaan studi, kerangka analisis, tujuan dan produk yang dihasilkan; (2) Kajian akademik, berupa konsep dan teori biaya pendidikan, operasional variabel studi, dan litelatur rujukan; (3) Metodologi studi; (4) Tim pelaksana dan jadwal pelaksanaan studi selama 3 (tiga) bulan; (5) Lampiran-lampiran seperti: Pedoman observasi dan studi dokumentasi, pedoman wawancara, format analisis data, lembar rangkuman, lembar konfirmasi data. 2. Tahap Survey Lapangan Pada tahap survey lapangan akan dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan substansi kegiatan studi. Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini ialah: (1) Survey dilakukan oleh tim lengkap di lokasi berdasarkan objek studi, yaitu MI, M.Ts dan MA; (2) Tim survey yang terdiri dari Ketua Tim dan anggotanya akan bekerja profesional dalam pengumpulan data, pengamatan lapangan dan wawancara di lokasi kajian. 65

70 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung 3. Tahap Analisa dan Evaluasi Pada tahap ini dilakukan kegiatan analisa dan evaluasi data primer dan data sekunder, yang terdiri dari: (1) Kompilasi dan komputasi data. Semua data dan informasi yang didapat, disusun dan dianalisis oleh Ketua Tim yang dibantu oleh tenaga ahli, dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari para kontributor; (2) Penyusunan model faktual dan model ideal; (3) Penyusunan rekomendasi. 4. Tahap Penyusunan laporan Penyususnan laporan akan dilakukan sesuai dengan kemajuan pekerjaan studi yang dilaksanakan. Laporan yang akan disusun adalah sebagai berikut: (a) Laporan Kemajuan Tahap I: Laporan kemajuan tahap I dibuat sebanyak 10 (sepuluh) buku/copy, yang berisi rencana kerja secara rinci dibuat dalam bahasa Indonesia. Laporan ini diserahkan paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah ditetapkannya jadwal pelaksanaan pekerjaan. (b) Laporan Kemajuan Tahap II: Laporan kemajuan tahap II dibuat sebanyak 10 (sepuluh) copy, yang berisi hasil analisis lapangan, dibuat dalam bahasa Indonesia. Laporan ini diserahkan paling lambat pada hari ke-45. (c) Laporan Kemajuan Tahap III/Seminar Terbatas: Laporan kemajuan tahap III dibuat sebanyak 10 (sepuluh) copy, yang berisi konsep awal laporan akhir studi, dibuat dalam bahasa Indonesia. Laporan ini diserahkan paling lambat hari ke-75. (d) Laporan Akhir: Laporan Akhir dibuat sebanyak 10 (duapuluh) copy, yang berisi hasil rekomendasi dan model biaya pengembangan sekolah, dibuat dalam Bahasa Indonesia dan yang dilengkapi dengan Ringkasan Eksekutif. Laporan ini diserahkan paling lambat hari ke

71 Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung Bagan 2 TAHAPAN PELAKSANAAN STUDI WAKTU TAHAPAN PELAKSANAAN STUDI OUTPUT Penetapan Jadwal MOBILISASI TIM STUDI PUSTAKA/ DATA SEKUNDER PENYUSUNAN PRA DISAIN Mg Ke-2 DISKUSI DISAIN TEKNIS FINALISASI DISAIN TEKNIS LAPORAN TAHAP I PENGUMPULAN DATA/ SURVEY LAPANGAN DATA PRIMER : WAWANCARA/OBSERVASI DATA SEKUNDER : Bappeda dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Mg Ke-6 KONFIRMASI, VALIDASI DAN KLARIFIKASI DATA LAPORAN TAHAP II PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Mg Ke- 8 INTERPRETASI DATA LAPORAN TAHAP III SEMINAR TERBATAS LINGKUP PEMKAB BANDUNG PENYUSUNAN MODEL DAN REKOMENDASI STUDI Mg Ke-12 SEMINAR DI LINGKUNGAN PEMKAB & REVISI LAPORAN AKHIR LAPORAN AHIR 67

72 Laopran Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan Kabupaten Bandung BAB IV PROFIL SATUAN BIAYA PENDIDIKAN A. Komponen-Komponen yang Harus Dibiayai Komponen-komponen yang perlu dibiayai dalam penyelenggaraan pendidikan mengacu kepada peraturan-peraturan pemerintah berkenaan standarisasi pengelolaan yang tertuang dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan PP No. 48 tahun tentang Pendanaan Pendidikan, dimana komponen-komponen tersebut terdiri dari : 1. Biaya Investasi : a. Investasi Lahan Pendidikan b. Investasi Non Lahan Pendidikan 2. Biaya Operasional a. Biaya Personalia b. Biaya Non Personal Tak Langsung 3. Biaya Personal (Pribadi Peserta Didik) a. Biaya Langsung PBM b. Biaya Tidak Langsung Terhadap PBM B. Aktivitas-Aktivitas yang Harus Dibiayai Selain komponen-komponen biaya yang perlu dibiayai, di dalam komponen tersebut pada kajian ini, aktivitas-aktivitas yang perlu di biayai dalam penyelenggaraan pendidikan di Wilayah Pemerintahan Kabupaten Bandung terdiri dari : Biaya Investasi terdiri dari komponen Investasi Lahan Pendidikan dimana aktivitas yang harus dibiayai adalah Sarana dan Prasarana (Bukan Personel); Sedangkan Komponen Investasi Non Lahan Pendidikan dimana aktivitas yang harus dibiayai adalah : 1) Pengembangan SDM (Pengembangan Personel); 2) Modal Kerja 68

ANALISIS BUDGET MAPPING PENDIDIKAN di KABUPATEN BANDUNG LAPORAN AKHIR

ANALISIS BUDGET MAPPING PENDIDIKAN di KABUPATEN BANDUNG LAPORAN AKHIR ANALISIS BUDGET MAPPING PENDIDIKAN di KABUPATEN BANDUNG LAPORAN AKHIR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN Laporan Akhir Pemetaan Alokasi Pembiayaan Satuan Pendidikan

Lebih terperinci

BADAN HUKUM PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI PENDIDIKAN. Oleh: Mimin Maryati

BADAN HUKUM PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI PENDIDIKAN. Oleh: Mimin Maryati BADAN HUKUM PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI PENDIDIKAN Oleh: Mimin Maryati ABSTRAK Dalam menanggapi setiap kebijakan pemerintah khususnya masalah pemberlakuan UU BHP, kita sebagai masyarakat pendidikan

Lebih terperinci

HAND OUT : MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN KODE MATA KULIAH : AP 408 : PEMBIAYAAN DALAM PENDIDIKAN

HAND OUT : MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN KODE MATA KULIAH : AP 408 : PEMBIAYAAN DALAM PENDIDIKAN HAND OUT MATA KULIAH : MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN KODE MATA KULIAH : AP 408 BOBOT SKS : 3 (TIGA) SEMESTER : IV (EMPAT) PERTEMUAN : 1 dan 2 MATERI : PEMBIAYAAN DALAM PENDIDIKAN A. Konsep Pembiayaan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN AKADEMIK

BAB II KAJIAN AKADEMIK BAB II KAJIAN AKADEMIK A. TEORI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN 1. Konsep, Jenis dan Tingkatan Biaya Pendidikan Salah satu persoalan dalam menerapkan pendekatan ekonomi dalam pendidikan adalah apakah investasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

Analisis Hubungan Pembiayaan Pendidikan Sekolah Dasar dengan Mutu Proses dan Hasil Belajar

Analisis Hubungan Pembiayaan Pendidikan Sekolah Dasar dengan Mutu Proses dan Hasil Belajar No. 3/XVIII/1999 Nanag Fatah, Pembiayaan Pendidikan Analisis Hubungan Pembiayaan Pendidikan Sekolah Dasar dengan Mutu Proses dan Hasil Belajar Dr. Nanang Fatah, M.Pd. FIP IKIP Bandung P enelitian ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam Bab IV, maka secara umum berikut ini disajikan kesimpulan-kesimpulan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor utama yang merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue

BAB II KAJIAN TEORI. dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Pembiayaan Pendidikan 1. Pengertian Biaya Menurut Supriyono (2000:16), biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memenuhi amanat Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memenuhi amanat Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka memenuhi amanat Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), maka pemerintah bersama DPR telah memenuhi tanggung jawabnya

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belaksang Masalah Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang baru, sebab sebelumnya legitimasi legal formal peran serta masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap orang. Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dalam sebuah hadist juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah faktor penting untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan sarana strategis guna peningkatan mutu sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu semangat reformasi keuangan daerah adalah dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah otonomi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak besar bagi semua aspek kehidupan, yakni era reformasi. Reformasi yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang- Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH

PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH ( Studi pada SD Negeri Sobokerto 1 dan MI Al-Islam Ngesrep 1 ) TESIS Oleh : Nama : Retnaning Winastuti NIM : Q.100030109 Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang- BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Istilah Otonomi Daerah atau Autonomy berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting dan universal. Setiap pemerintahan harus menjalankan fungsi penganggaran dalam melakukan aktivitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. menuju pemerintahan daerah yang demokratis dan pembangunan yang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi desentralisasi Indonesia yang dimulai pada tahun 2001 sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri

Lebih terperinci

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) 1. Memiliki Landasan dan Wawasan Pendidikan a. Memahami landasan pendidikan: filosofi, disiplin ilmu (ekonomi, psikologi, sosiologi, budaya, politik), dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan untuk mengelola dan mengembangkan sendiri urusan rumah tangga suatu daerah dengan harapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah Manajemen Berbasis Sekolah Afid Burhanuddin, M.Pd. Apa yang hendak di capai? Kompetensi dasar: Memahami konsep manajemen berbasis sekolah Indikator Memahami konsep MBS Melaksanakan analisa SWOT (Strength,

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan tuntutan reformasi di Indonesia, otonomi daerah mulai diberlakukan. Hal ini salah satunya ditandai dengan adanya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara

Lebih terperinci

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Oleh: Hamid Abstrak: Sejak tahun 1998 sampai sekarang, era reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia semakin pesat dan banyak membawa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang- undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa nuansa pembaharuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal, merupakan salah satu pengeluaran investasi jangka panjang dalam kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Pengelolaan Pendapatan Daerah Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara bahwa Keuangan Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Sekolah sebagai salah satu unit operasional pendidikan memerlukan dana untuk membiayai kegiatan operasionalnya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

ISU-ISU PENDIDIKAN DIY Oleh Dr. Rochmat Wahab, MA

ISU-ISU PENDIDIKAN DIY Oleh Dr. Rochmat Wahab, MA ISU-ISU PENDIDIKAN DIY Oleh Dr. Rochmat Wahab, MA Pengantar Keberadaan bangsa Indonesia dewasa ini dihadapkan persoalan-persoalan yang sangat kompleks. Secara eksternal, Globalisasi dengan segala konsekuensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi yang terjadi pada sektor publik di Indonesia juga diikuti dengan adanya tuntutan demokratisasi, tentunya dapat menjadi suatu fenomena global bagi bangsa

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Menimbang PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi tiga prioritas pembangunan pendidikan nasional, meliputi 1. pemerataan dan perluasan akses pendidikan, 2. peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya sangat ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Secara umum, pendidikan ayah dan pendidikan ibu berpengaruh positif terhadap probabilitas bersekolah bagi anaknya, baik untuk jenjang SMP maupun SMA. Jika dibandingkan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan melakukan perubahan kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan penyelenggaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian pesat dengan berbagai aspek permasalahannya. Pendidikan tidak hanya bersinggungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dimanapun dan kapanpun didunia ini pasti akan mengalami proses pendidikan, di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA LANGSUNG

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA LANGSUNG PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP BELANJA LANGSUNG (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tasikmalaya) SITI HOTIMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12

DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 JUKNIS PENYUSUNAN RENCANA KERJA SMA DAFTAR ISI A. LATAR BELAKANG 11 B. TUJUAN 11 C. RUANG LINGKUP KEGIATAN 11 D. UNSUR YANG TERLIBAT 12 E. REFERENSI 12 F. PENGERTIAN DAN KONSEP 12 G. URAIAN PROSEDUR KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian yang bermakna sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian yang bermakna sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berlangsung cepat dan masif menuntut kemampuan sumber daya pendidikan melakukan penyesuaian yang bermakna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Pendidikan juga merupakan sarana paling strategis

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Pendidikan juga merupakan sarana paling strategis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan juga merupakan sarana paling strategis untuk meningkatkan kualitas

Lebih terperinci