BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap orang. Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dalam sebuah hadist juga telah diterangkan bahwa seseorang itu menuntut ilmu mulai dari buaian hingga liang kubur. Seperti halnya juga yang dikatakan Ki Hajar Dewantoro bahwa pendidikan itu seumur hidup. Lembaga pendidikan merupakan suatu lembaga yang bergerak dalam pemberi pelayanan jasa kepada masyarakat. Lembaga pendidikan umumnya berbentuk sekolah. Sekolah tersebut bisa sekolah formal atau nonformal, negeri atau swasta, umum atau khusus, pra-sekolah, dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Sekolah selain memberikan pelayanan pendidikan, lembaga pendidikan juga mempunyai tugas sosial, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan tidak berorientasi pada keuntungan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan termasuk organisasi non profit. Saat ini kebanyakan lembaga pendidikan saling berlomba untuk memberikan fasilitas dan pelayanan yang terbaik. Dengan meningkatnya fasilitasfasilitas dan pelayanan diharapkan juga akan meningkatkan kualitas lulusannya. Lembaga-lembaga pendidikan seperti PAUD, SD, SMP, SMA, bahkan PT semakin terlihat jelas upayanya untuk memberikan pelayanan yang memuaskan. Dengan peningkatan fasilitas dan kualitas pelayanan akan berpengaruh pada biaya pendidikan yang dibebankan kepada setiap anak didiknya. Penetapan biaya pendidikan merupakan salah satu kebijakan yang diambil oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. Lembaga pendidikan berhak mengambil kebijakan-kebijakan dalam mengelola dan mengatur instansinya untuk keberlangsungannya dimasa depan. Terutama untuk sekolah-sekolah swasta yang dapat lebih leluasa mengambil kebijakan untuk meningkatkan biaya pendidikan agar kualitas pelayanan dan fasilitas memuaskan masyarakat. 1

2 2 Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional, biaya pendidikan terdiri dari 3 komponen: 1. Biaya operasional merupakan biaya guna menunjang kegiatan sekolah 2. Biaya personalia merupakan biaya untuk kelengkapan sekolah seperti, seragam, transportasi, dan lain sebagainya. Biaya ini juga merupakan biaya bantuan yang ditujukan untuk membantu siswa dari keluarga yang kurang mampu dan siswa yang bersekolah pada sekolah khusus 3. Biaya investasi merupakan biaya jangka panjang, biaya ini diwujudkan untuk sumbangan pengembangan sekolah seperti biaya pengembangan bangunan sekolah Pemerintah dalam hal biaya sebenarnya tidak pernah menganaktirikan sekolah swasta adanya anggapan bahwa biaya sekolah swasta mahal karena pemerintah memberikan kucuran dana yang lebih pada sekolah negeri. Pada kenyataannya biaya sekolah swasta lebih mahal dikarenakan sekolah swasta menanggung gaji pegawai dari kantongnya sendiri (Rakhmat, 2012) SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta merupakan salah satu sekolah menengah atas swasta yang ada di Kota Surakarta. Sekolah ini masuk dalam naungan Yayasan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA). Yayasan ini telah berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan lengkap yang mencakup Kelompok Bermain (KB), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School salah satu sekolah milik badan swasta yang kebijakan di dalamnya diatur oleh sie pendidikan MTA. Sie Pendidikan MTA bertanggungjawab atas sekolah dan juga atas asramanya. Sekolah yang memiliki visi BERAKHLAQ, BERILMU, DAN BERPRESTASI ini mengembangkan kualitas para siswanya dengan membubuhkan nilai-nilai islam disetiap kegiatan yang dijalani di sekolah maupun di asrama. Kegiatan-kegiatan di sekolah meliputi kegiatan belajar mengajar seperti sekolah negeri pada umumnya. Pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan kurikulum dari Kemendiknas, hanya saja kurikulum yang diterapkan di SMA

3 3 MTA IBS di tambah dengan pelajaran-pelajaran yang memberikan nilai tambah keagamaan. Adanya mata pelajaran Fiqih, Bahasa Arab, BTA (Baca Tulis Al- Qur an), Qur an Hadist dan lain-lain yang masih dalam lingkup keagamaan menjadi ciri khas untuk membedakan SMA MTA IBS dengan SMA Negeri pada umumnya. Selain ada penambahan mata pelajaran yang berbau islam di kurikulum sekolah, bagi siswa yang tinggal di asrama juga ditambah dengan kegiatankegiatan di asrama yang tujuannya untuk meningkatkan nilai keagamaan. Kegiatan di asrama yang diikuti para santri yaitu: Tahsin, Tahfidzul Qur an, Bahasa Arab dan masih banyak kegiatan diniyah lain yang bertujuan mengembangkan nilai akhlak para santri. SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School dalam pengelolaan keuangan juga diatur sendiri, baik keuangan sekolah maupun keuangan asrama. Sesuai dengan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pendidikan untuk setiap lembaga pendidikan harus dikelola oleh masing-masing sekolah, meskipun masih terdapat peran serta pemerintah pusat. Salah satu komponen yang dikelola oleh sekolah adalah biaya pendidikan. Biaya pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan. SPP (Sumbangan Pengembangan Pendidikan) merupakan salah satu pendapatan sekolah yang menunjang kegiatan belajar-mengajar. Untuk biaya sekolah di SMA MTA IBS ukuran mahal atau murah dilihat dari kemampuan masing-masing pribadi, untuk kalangan menengah keatas biaya di SMA MTA IBS tergolong murah sedang untuk kalangan menengah kebawah tergolong cukup mahal. Ukuran mahal atau tidaknya biaya SPP di SMA MTA (IBS) tergantung pada fasilitas yang diberikan. Karena SMA MTA (IBS) berada dibawah naungan MTA dan merupakan sekolah swasta yang berasaskan kemandirian, maka seluruh dana untuk sekolah bersumber dari SPP dan Pemerintah yang besarnya tidak tentu. Maka dari itu, yayasan menghitung biaya sekolah berdasarkan fasilitas untuk anak.

4 4 Perhitungan tarif SPP di SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta menggunakan metode yang mengalokasikan biaya tetap dan biaya tidak tetap. Setiap tahunnya tarif SPP di SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta mengalami kenaikan sesuai dengan keputusan manajemen untuk mengikuti kebutuhan yang semakin meningkat. Kenaikan untuk tiap tahunnya hampir mencapai 10%-20%. Kenaikan tarif yang terus menerus tersebut yang menimbulkan kekhawatiran bagi sekolah bila tarif SPP terus meningkat, risiko yang akan dihadapi adalah berkurangnya konsumen. Perhitungan ABC system tidak sepenuhnya akan bisa memperkecil tarif SPP ataupun akan menghambat kenaikan tarif SPP. Akan tetapi, dengan perhitungan ABC system diharapkan akan menyediakan informasi biaya yang lebih akurat. Sekolah bertanggung jawab untuk menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran. Dengan metode ABC, hal tersebut dapat teratasi, sehingga pendapatan dan pengeluaran yang terjadi setiap tahun di masing-masing unit dapat diketahui secara pasti sesuai dengan aktivitas yang dilakukan sekolah. Menurut Fattah (2000), satuan biaya dapat dianalisis berdasarkan unit analisis lembaga pendidikan. Dengan cara ini faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap pembiayaan di lembaga pendidikan dapat diungkap secara rinci. Satuan biaya per lembaga pendidikan diperoleh dengan cara membagi jumlah seluruh biaya yang telah dialokasikan untuk penyelenggaraan suatu lembaga pendidikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang menerima biaya tersebut. Sama halnya dengan perhitungan satuan biaya tiap siswa, sumber-sumber biaya yang dapat dimanfaatkan dalam analisis satuan biaya per lembaga dapat dihitung berdasarkan subsidi pemerintah, wali murid, masyarakat dan kontribusi lainnya (Juanda & Lestari, 2012). Juanda, (2004) mengungkapkan bahwa analisis biaya studi setiap siswa (Unit cost analysis) merupakan variabel diterminan dalam mewujudkan akuntabilitas keuangan lembaga pendidikan. Analisis unit kos memberi dasar formula lembaga dalam mengkalkulasi biaya pendidikan seorang siswa selama mengikuti studi di lembaga tersebut. Kalkulasi unit kos harus mencakup seluruh

5 5 aktivitas studi baik yang berhubungan langsung maupun tidak dengan mahasiswa. Unit kos akan menggambarkan secara rinci dan menyeluruh atas beban siswa selama studi di lembaga pendidikan. Beban unit kos setiap siswa tersebut, akan ditandingkan (matching) dengan subsidi pendidikan pemerintah, sumbangan (partisipasi) masyarakat, dan pendapatan lain-lain lembaga, sehingga dapat diketahui beban yang harus ditanggung oleh siswa selama studi. Dengan demikian, unit kos akan menjadi landasan akuntabilitas keuangan lembaga kepada publik dan menjadi dasar pengambilan keputusan untuk menciptakan aktivitas penambah nilai (Juanda dan Lestari, 2012). Metode Activity Based Costing (ABC) merupakan salah satu metode untuk mengelola biaya agar dapat diketahui aktivitas-aktivitas mana yang menimbulkan biaya. Hongren, Sundem & Stratton mendefinisikan ABC sistem sebagai berikut, ABC System merupakan sistem kalkulasi biaya dengan mengidentifikasi aktivitas individual sebagai objek biaya pokok. Sistem ABC menghitung biaya setiap aktivitas serta membebankan ke objek biaya seperti produk dan jasa berdasarkan aktivitas untuk menghasilkan produk atau jasa (2006: 167). ABC system mengendalikan biaya melalui penyajian informasi aktivitasaktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya. Aktivitas dan biaya tersebut merupakan sumber daya untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa. Untuk organisasi publik seperti sekolah aktivitas-aktivitas yang terjadi juga bisa menimbulkan biaya. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas di lembaga publik seperti sekolah harus diidentifikasi dan disajikan secara detail. Dengan penyajian informasi aktivitas maka aktivitas yang memengaruhi timbulnya biaya bisa di analisis juga. Biaya yang diperhitungkan dari identifikasi aktivitas yang terjadi akan menghasilkan informasi biaya yang lebih akurat. Mengenai proses pengelolaan data dalam ABC system Mulyadi membagi menjadi dua tahap: (1) activity based process costing, yaitu pembebanan sumber daya (employee resource dan expense resource) ke aktivitas dan (2) activity based object costing yaitu pembebanan activity cost ke cost object (2003: 53). Pada

6 6 tahap Activity Based Process Costing biaya digolongkan dalam dua kelompok besar, yaitu biaya langsung produk/jasa dan biaya tidak langsung produk/jasa. Untuk biaya tidak langsung produk/jasa karena tidak bisa langsung dibebankan pada produk/jasa maka biaya ini dikelompokkan menjadi 2 golongan. Golongan (1) biaya langsung aktvitas yang dibebankan dengan direct tracing dan golongan (2) biaya tidak langsung aktivitas yang dibebankan dengan driver tracing atau allocation. Untuk selanjutnya Activity Based Object Costing, tahap kedua ini berisi tiga rangkaian kegiatan penting: (1) penentuan activity cost (2) pembebanan biaya antar aktivitas (3) pembebanan biaya result-producing activities ke cost object. ABC system dianggap dapat memberikan informasi dan kinerja yang lebih unggul dibandingkan sistem akuntansi biaya konvensional. Akan tetapi, bukti bahwa ABC System dapat menghasilkan informasi biaya yang akurat tidak menjamin bahwa sistem ini merupakan sistem yang sempurna karena ternyata sistem ini masih memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain: pengalokasian biaya yang tidak tepat karena sulitnya identifikasi aktivitas biaya tersebut, ada biaya tertentu yang diabaikan dari analisis, dan memerlukan biaya yang mahal juga memerlukan waktu yang cukup lama. Femala (2007) menyatakan bahwa perbedaan utama penghitungan tarif SPP (Sumbangan Pengembangan Pendidikan) dengan metode akuntansi biaya konvensional dan metode ABC adalah jumlah cost driver (pemicu biaya) yang digunakan. Metode ABC, menganggap bahwa timbulnya biaya disebabkan oleh adanya aktivitas yang dihasilkan produk. Pendekatan ini menggunakan cost driver yang berdasar pada aktivitas yang menimbulkan biaya (Putri, 2011). Hasil penelitian dari Dhania (2011) menunjukkan bahwa tarif SPP dengan perhitungan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) yang diberlakukan untuk murid baru unit SMP kelas VII sebesar Rp ,00 dan pada unit SMA kelas X sebesar Rp ,00. Sedangkan tarif yang berlaku tahun 2010 untuk unit SMP dan SMA sebesar Rp ,00. Berdasarkan hasil tersebut, harga tidak terpaut jauh dengan metode yang telah diterapkan Sekolah

7 7 Nasima yang berarti bahwa walaupun selama ini Sekolah Nasima menggunakan metodenya sendiri dalam menentukan tarif SPP, namun hal tersebut mencakup keseluruhan kebutuhan biaya pendidikan. Hanya saja, dengan menggunakan metode ABC Sekolah Nasima dapat merencanakan anggaran secara lebih tepat, terperinci, dan terprogram sehingga dapat memudahkan pihak manajemen dalam menyetarakan pendapatan dan pengeluaran. Perhitungan biaya SPP di SMA MTA (IBS) yang lebih berdasarkan pada fasilitas dan sarana yang diberikan kepada siswa menjadi salah satu permasalahan dalam penentuan tarif SPP. Biaya-biaya yang dibebankan pada SPP setiap siswa ada yang tidak sesuai dengan apa yang didapatkan siswa dari fasilitas yang tersedia. Biaya-biaya yang dibebankan juga ada yang tidak diperhitungkan dalam penentuan tarif SPP bahkan sebaliknya ada biaya-biaya yang tidak seharusnya dibebankan justru dibebankan. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan alternatif pilihan kepada SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta mengenai penentuan tarif SPP berdasarkan metode ABC. Penelitian ini untuk mengetahui perhitungan tarif SPP menggunakan metode ABC System. Berdasarkan latar belakang di atas, oleh karena itu akan dilakukan penelitian dengan mengambil judul ANALISIS PENGHITUNGAN TARIF SPP TAHUN 2012 DI SMA MTA (IBS) ISLAMIC BOARDING SCHOOL SURAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana cara menghitung tarif SPP di SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta dengan metode yang saat ini digunakan? 2. Bagaimana cara menghitung tarif SPP di SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta dengan menggunakan metode Activity Based Costing?

8 8 3. Adakah perbedaan antara perhitungan tarif SPP dengan menggunakan metode yang selama ini digunakan SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta dengan metode Activity Based Costing? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis bagaimana cara menghitung tarif SPP di SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta dengan metode yang saat ini digunakan. 2. Untuk menganalisis bagaimana cara menghitung tarif SPP SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta dengan menggunakan metode Activity Based Costing. 3. Untuk menganalisis adakah perbedaan antara penghitungan tarif SPP dengan menggunakan metode yang selama ini digunakan SMA MTA (IBS) Islamic Boarding School Surakarta dengan metode Activity Based Costing. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan penelitian mengenai penghitungan tarif SPP dengan metode Activity Based Costing. b. Sebagai bahan referensi, sehingga dapat digunakan untuk mendapat gambaran mengenai penghitungan tarif SPP yang lebih akurat dengan metode Activity Based Costing. c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain yang dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut tentang analisis penghitungan biaya pendidikan. 2. Manfaat Praktis Manfaat secara praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan, pedoman, dan pilihan dalam melakukan penghitungan tarif SPP

9 bagi instansi terkait serta sebagai salah satu sarana pembelajaran bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan wawasan. 9