MERANCANG MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM PENDIDIKAN JASMANI
|
|
- Yuliana Halim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MERANCANG MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM PENDIDIKAN JASMANI Oleh: Agus Kristiyanto Lektor Kepala/Dosen pada Jurusan POK FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Tugas kita bukanlah untuk menyelesaikan masalah-masalah besar, tetapi untuk menyelesaikan masalah- masalah kecil dengan kesungguhan yang besar (Mario Teguh) A. Pendahuluan Apakah sebenarnya tugas guru penjas yang memerlukan kesungguhan besar tersebut? Jawabannya adalah : guru penjas bertugas menjadi fasilitator agar para siswanya dapat menjadi insan terdidik penjas. Kharakteristik insan yang terdidik dalam penjas, telah diformulasikan oleh Physical Education Outcome Commitee of The National Association of Physical Education and Sport (NASPE), meliputi: (1) telah mempelajari berbagai macam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas jasmani, (2) segar atau bugar secara jasmaniah, (3) berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani, (4) mengetahui implikasi dan manfaat dari keterlibatannya dalam aktivitas jasmani, dan (5) menghargai aktivitas jasmani dan sumbangannya kepada gaya hidup yang sehat. Renungan kecil kiranya perlu dilakukan sebelum kita mencoba untuk melakukan sebuah rencana perubahan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Renungan kecil merupakan refleksi untuk mengupayakan sebuah pembelajaran yang bermakna dan menarik bagi siswa, guru, dan pencapaian tujuan pendidikan secara umum. Menyajikan sebuah pembelajaran yang bermakna dan menarik merupakan tuntutan moral dari tugas-tugas profesional guru penjas. Kemenarikan dan kebermaknaan suatu matapelajaran sebenarnya bergantung pada dua persoalan commit sederhana, to user yaitu (1) kharakteristik mata pelajaran, dan (2) cara mengajar guru. Ditinjau dari persoalan kharakteristik 1
2 mata pelajaran, penjas memiliki indikator yang jelas sebagai matapelajaran yang menarik. Penjas merupakan matapelajaran unik yang mengembangkan potensi lengkap individu melalui medium aktivitas fisik yang sangat menarik. Dengan demikian, jika matapelajaran penjas menjadi sesuatu yang sama sekali tidak menarik, maka dapat kita vonis bahwa penyebabnya terletak pada persoalan cara mengajar guru penjas. Kemampuan untuk memahami dan menerapkan metode yang diperlukan untuk mengajar Pendidikan Jasmani, merupakan kemampuan integrasi dari berbagai pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu setiap Guru Penjas dituntut secara intensif terlibat dalam pengalaman-pengalaman belajar dan berlatih secara terus menerus. Artinya, setiap Guru Penjas memiliki kewajiban untuk selalu belajar dari pengalaman-pengalaman pribadi maupun orang lain yang ditunjang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pembelajaran. Itulah hakikat orientasi pengembangan kompetensi guru penjas. Kompetensi utama Guru Pendidikan Jasmani dapat dikelompokkan ke dalam kompetensi umum dan kompetensi yang bersifat khusus. Salah satu kompetensi khusus yang sangat vital untuk dibentuk dan ditingkatkan adalah berupa kemampuan guru dalam memahami dan menerapkan berbagai metode yang diperlukan untuk mengajar Pendidikan Jasmani (Pola Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Program Studi Pendidikan Jasmani Jenjang S1, 2003). Para Guru Pendidikan Jasmani pada umumnya memiliki kecenderungan menggunakan cara yang sama untuk mengajar Pendidikan Jasmani. Hal tersebut bukan sekadar menjadikan kesan mengajar Pendidikan Jasmani sebagai aktivitas rutin yang membosankan, tetapi juga menjauhkan dari praktek pembelajaran yang bersifat kreatif dan inovatif. Oleh karena itu, inovasi dan pengembangan kreativitas dalam pembelajaran pendidikan jasmani merupakan sebuah tantangan besar bagi setiap guru Pendidikan Jasmani. Inovasi dan kreativitas tersebut merupakan kata kunci untuk menjadikan praktek pembelajaran sebagai sesuatu yang menarik dan memiliki manfaat dalam pencapaian tujuan pendidikan dalam arti yang sebenarnya. Apa 2
3 sebenarnya maksud inovasi dan kreativitas dalam pembelajaran Penjas tersebut? Inovasi memang biasanya selalu terpaut dengan aspek kreativitas. Namun dalam konteks pembelajaran Pendidikan Jasmani, kreativitas lebih mengarah pada persoalan ide-ide original guru dalam mengembangkan solusi menghadapi keterbatasan dan kendala di lapangan. Guru yang kreatif adalah guru yang mampu mengelola pembelajaran, walau dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Kreativitas guru juga tampak dari kemampuannya dalam melakukan modifikasi peralatan, lapangan, atau aturanaturan permainan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan para siswanya. B. Elaborasi Joyful Learning (PAIKEM) Pendidikan Jasmani Dewasa ini, para praktisi pendidikan banyak yang berkonsentrasi mengupayakan proses pembelajaran yang berpihak pada kebutuhan siswa. Terdapat banyak model pembelajaran yang mungkin bisa diadopsi oleh para guru penjas agar pembelajaran yang dikelola lebih menarik dan bermakna bagi siswa. Salah satu bentuk pembelajaran tersebut berkonsep pada Joyful Learning atau belajar yang menyenangkan. Disain atau rancangan pembelajaran tersebut kemudian dielaborasi konsepnya menjadi konsep PAIKEM ( Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Konsep PAIKEM dalam pembelajaran penjas sebenarnya merupakan pemaknaan tiap guru dalam mengembangkan suatu pembelajaran yang inovatif. Setiap guru memiliki semacam hak prerogratif agar pembelajaran yang dikelolanya menjadi sebuah pengalaman yang menarik dan bermakna bagi siswa-siswanya. Artinya, bahwa PAIKEM dalam pembelajaran penjas bukan merupakan persoalan mengatur bentuk pembelajaran, melainkan sebuah ruh atau nafas pembelajaran penjas. Bentuknya boleh bervariasi yang bergantung pada daya kreasi guru, yang penting ruh pembelajaran hasil kreasi guru tersebut mengandung unsur Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. 3
4 Unsur Aktif terkait dengan rancangan pembelajaran yang lebih mengedepankan pada proporsi aktivitas yang lebih banyak kepada siswa. Pemahaman tentang sebuah makna dan pengalaman belajar ditempuh oleh siswa melalui aktivitas dengan waktu berpartisipasi secara optimal. Unsur Inovatif sebenarnya bukan berkonotasi sebagai sesuatu yang luar biasa, tetapi dipahami sebagai: sesuatu pekerjaan yang biasa, tetapi dilakukan dengan cara yang tidak biasa. Guru melakukan sesuatu yang biasa dilakukan, namun dengan cara yang tidak biasa dilakukan. Inovasi pembelajaran Penjas bukan merupakan sesuatu yang revolusioner, tetapi pembelajaran yang selalu terbuka secara fleksibel untuk menerima perubahanperubahan pada komponen-komponen inti pembelajaran, seperti: komponen siswa, guru, serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Unsur Kreatif lebih mengarah pada persoalan ide-ide original guru dalam mengembangkan solusi menghadapi keterbatasan dan kendala di lapangan. Guru yang kreatif adalah guru yang mampu mengelola pembelajaran, walau dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada. Kreativitas guru juga tampak dari kemampuannya dalam melakukan modifikasi peralatan, lapangan, atau aturan-aturan permainan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan para siswanya. Unsur Efektif terkait dengan persoalan kemampuan rancangan proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran apa pun bukan merupakan sesuatu yang berguna jika tidak efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran penjas yang efektif mengandung aktivitas yang bermakna untuk mengantarkan seluruh siswa menjadi insan yang terdidik secara penjas. Unsur Menyenangkan sebagaimana telah dijelaskan di depan, lebih tergantung pada merancang cara mengajar guru. Guru adalah manager, leader, dan decision maker atau pengambil keputusan. Guru yang bijaksana akan mengambil keputusan untuk mengembangkan cara mengajar yang menyenangkan bagi para siswanya. Iklim atau suasana pembelajaran yang menyenangkan akan meningkatkan partisipasi dan hasil pembelajaran penjas. 4
5 Selanjutnya, PAIKEM dalam pembelajaran penjas tersebut harus juga mensertakan berbagai komponen yang bervariasi yang meliputi : (1) multimedia, (2) multimetode, (3) praktik dan bekerja dalam tim, (4) memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar, (5) kombinasi di dalam dan di luar kelas, dan (6) pengembangan multiaspek dalam belajar yang meliputi: logika, etika, dan sebagainya. C. Inovasi Pembelajaran dan Pencapaian Tujuan Penjas Inovasi pembelajaran Pendidikan Jasmani kendatipun merupakan sebuah keharusan, namun dalam aplikasinya harus tetap mengarah pada upaya pencapaian tujuan Pendidikan Jasmani. Jika inovasi merupakan sebuah cara, maka cara tersebut tetap berorientasi pada pencapaian tujuan Pendidikan Jasmani. Antara upaya inovatif dan pencapaian tujuan terjadi sebuah ikatan yang kuat dan jelas. Inovasi dalam pembelajaran Penjas justru diharapkan mempertegas dan memperkuat arah menuju pencapaian tujuan Pendidikan Jasmani tersebut. Formulasi dan tujuan Pendidikan Jasmani yang relevan perlu lebih digali dan dipahami oleh guru, untuk mempertegas pengembangan inovasi pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Berbagai definisi dan tujuan Pendidikan Jasmani yang masih relevan dengan situasi kekinian, dapat disajikan sebagai berikut. Nixon dan Jewett (1980) berpendapat bahwa Pendidikan Jasmani adalah satu fase dari proses pendidikan keseluruhan yang menggunakan kemampuan gerak individu secara sukarela, tetapi bermakna langsung terhadap perkembangan mental, emosional, dan sosial. Konsekwensinya, pendidikan jasmani harus dirancang secara khusus untuk memberikan pengaruh yang baik terhadap jasmani, emosi, sosial, dan intelektual. Frost (1975) berpendapat bahwa Pendidikan Jasmani adalah bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan yang memberikan sumbangan terhadap perkembangan individu melalui media aktivitas jasmani dan gerak siswa. Semua urutan pengalaman belajarnya dirancang dengan hati-hati untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan, perkembangan, dan perilaku setiap siswa. 5
6 Masih banyak ahli memberikan definisi dan formulasi tujuan Pendidikan Jasmani, namun semuanya mengarah pada sebuah pengertian bahwa perilaku fisik dan gerak yang ditunjukkan dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani sebenarnya sekadar merupakan alat untuk mengembangkan potensi siswa secara keseluruhan yang meliputi fisik, mental-kognitif, dan sosial. Sudahkah pembelajaran Penjas yang selama ini kita rancang telah mengarah pada pencapaian tujuan tersebut? Jika jawabnya belum, maka inovasi pembelajaran merupakan pilihan untuk lebih memperbaiki keadaan, yakni memfasilitasi para siswa agar menjadi seorang yang terdidik dalam Pendidikan Jasmani. Karakteristik seseorang yang terdidik dalam Pendidikan Jasmani diuraikan oleh Physical Education Outcomes Committee of The National Association of Physical Education and Sport (NASPE) sebagaimana telah dikutip Arma Abdullah dalam Harsuki (2003), memiliki ciri-ciri: (1) Telah mempelajari berbagai macam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas jasmani, (2) segar atau bugar secara jasmaniah, (3) berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasmani, (4) mengetahui implikasi dan manfaat dari keterlibatannya dalam aktivitas jasmani, dan (5) menghargai aktivitas jasmani dan sumbangannya kepada gaya hidup yang sehat. Struktur belajar dalam pendidikan jasmani berkaitan dengan bagaimana siswa belajar mencapai tujuan pendidikan melalui medium aktivitas fisik. Perilaku unit terbentuk karena proses belajar mengakomodasikan respons psikologis dan fisiologis. Terdapatnya segi-segi keunikan tersebut memberi konsekuensi pemilihan alternatif gaya mengajar (teaching style). Terkait dengan gaya mengajar tersebut, Mosston (1991) beranggapan bahwa mengajar pendidikan jasmani adalah serangkaian usaha yang berhubungan dan berkesinambungan antara peran yang dimainkan oleh guru maupun siswa. Untuk menjembatani pokok bahasan dan belajar, diperlukan spektrum gaya mengajar, yakni suatu rancangan operasional tentang alternatif gaya mengajar pendidikan jasmani. Pilihan spektrum gaya mengajar sebagaimana desain dalam Model Mosston, menyangkut kemampuan mahasiswa dalam merancang peran guru dan siswa yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. 6
7 Hal ini akan berimplikasi bagi kualitas pembelajaran pendidikan jasmani yang dikelola. Melalui kemampuan memilih spektrum gaya mengajar yang sesuai, proses pembelajaran pendidikan jasmani akan menjadi suatu aktivitas yang bermakna bagi guru maupun siswa. D. Keunikan Proses Pembelajaran Pendidikan Jasmani Mosston (1991) beranggapan bahwa mengajar pendidikan jasmani merupakan serangkaian hubungan yang berkesinambungan antara guru dan siswa. Untuk menjembatani pokok bahasan dan belajar, diperlukan adanya spektrum gaya pembelajaran. Spektrum ini merupakan rancangan operasional tentang alternatif gaya mengajar pendidikan jasmani. Selanjutnya, setiap gaya mengajar (teaching style) memiliki anatomi tertentu yang menggambarkan : (1) peran guru, (2) peran siswa, serta (3) identifikasi tujuan yang dapat dicapai jika gaya mengajar tersebut digunakan. Setiap gaya mengajar berisi keputusankeputusan (Decisions) yang dibuat oleh guru dan juga oleh siswa didalam episode belajar. a. Pengambilan Keputusan (Decision Making) Mengajar merupakan suatu rangkaian pembuatan keputusan. Serangkaian perangkat keputusan diorganisasikan kedalam episode-episode pembelajaran, yang meliputi : (1) pra pertemuan, (2) saat pertemuan, dan (3) pasca pertemuan (Mosston, 1991). Keputusan pra pertemuan merupakan keputusan yang harus dibuat sebelum guru-siswa berhadapan dan berinteraksi secara langsung. Episode ini meliputi : (1) penentuan sasaran pembelajaran, (2) pemilihan gaya mengajar, (3) gaya belajar siswa yang diharapkan, (4) siapa yang akan diajar, (5) pokok bahasan, (6) lokasi pembelajaran, (7) waktu yang dibutuhkan untuk mengajar, termasuk didalamnya adalah kecepatan pembelajaran dan waktu tenggang antar tugas, (8) organisasi pelaksanaan, dan (9) materi dan prosedur evaluasi. Keputusan saat pertemuan (impact) merupakan keputusan-keputusan yang harus dibuat selama penampilan atau pelaksanaan tugas. Episode ini 7
8 berisi tentang pelaksanaan keputusan pada pra pertemuan, dan penyesuaian keputusan-keputusan. Keputusan pasca pertemuan (past impact) merupakan keputusan yang dibuat berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan, termasuk tentang pemberian umpan balik. Episode ini meliputi : (1) pengumpulan informasi tentang pelaksanaan, (2) penilaian informasi yang diperoleh dengan memanfaatkan kriteria yang telah ditentukan, (3) pernyataan-pernyataan umpan balik yang dapat berupa pernyatan korektif, pernyataan penilaian atau sekedar pernyataan netral, (4) penilaian gaya mengajar, dan (5) penilaian belajar siswa. b. Gaya Mengajar (Teaching Style) Sebagai suatu pedoman khusus, gaya mengajar diaplikasikan sekaligus dikembangkan karena adanya permasalahan disekitar pembelajaran pendidikan jasmani. Oleh karena itu penerapan suatu gaya mengajar dimaksudkan untuk hal-hal sebagai berikut : (1) Mencapai keserasian antara apa yang diniatkan dengan apa yang seharusnya terjadi; (2) Memberi solusi terhadap adanya pertentangan dalam memilih metode mengajar dengan tetap memfokuskan pilihan pada: (a) kebutuhan siswa, (b) besarnya kelas, (c) fasilitas yang tersedia, (d) perlengkapan yang dimiliki, (e) tujuan yang ingin dicapai, dan (f) pokok bahasan; (3) Mengatasi segi-segi keunikan guru yang mempengaruhi arah perilaku belajar siswa; (4) Mengoptimalisasikan interaksi pembelajaran dengan pencapaian tujuan. Interaksi ini merupakan perpaduan unit pedagogis. Rancangan gaya mengajar didasarkan dari adanya interaksi perilaku guru, perilaku siswa, dan tujuan; (5) Menggunakan perilaku guru sebagai ide pengatur, karena bagaimanapun juga guru adalah pengambil keputusan (Agus Kristiyanto, 1997). Setiap gaya mengajar memiliki anatomi tertentu yang menggambarkan : (1) peran guru, (2) peran siswa, serta (3) identifikasi tujuan yang dapat dicapai 8
9 jika gaya mengajar tersebut digunakan. Setiap gaya mengajar berisi keputusankeputusan yang dibuat oleh guru dan juga oleh siswa di dalam episode belajar. E. Susunan Spektrum Gaya Mengajar Spektrum gaya mengajar adalah suatu konsepsi teoritis, sekaligus suatu rancangan operasional mengenai alternatif atau kemungkinan dari suatu gaya mengajar. Spektrum tersebut menggambarkan adanya suatu pergeseran atau penyebaran peran guru dan siswa kaitannya dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Pada gaya mengajar yang paling minimal, peran siswa juga minimal, sebaliknya peran yang diberikan guru maksimal. Pada gaya mengajar yang berspektrum tinggi, peran siswa maksimal, sedangkan peran guru minimal. Ilustrasi spektrum adalah sebagai berikut : Theoretical limits Minimum Maksimum The target : An independent individual A B C D E F G H Style Gambar 1 : Spektrum gaya mengajar dan pergeseran peran guru-siswa (Mosston, 1991) Spektrum gaya mengajar model Mosston tersusun menjadi dua kelompok gaya mengajar, yaitu : (1) gaya A E, dan (2) gaya F H. Kedua kelompok tersebut berbeda dalam commit perilaku to user guru, perilaku siswa, dan sasaran. Gaya A E berhubungan dengan penampilan kegiatan-kegiatan yang telah 9
10 dikenal, sedangkan gaya F H lebih menekankan pada eksplorasi aktivitasaktivitas baru. Termasuk dalam kelompok gaya mengajar A E adalah : (1) gaya A atau komando, (2) gaya B atau latihan, (3) gaya C atau resiprokal, (4) gaya D atau self-check, dan (5) gaya E atau gaya cakupan/inklusi. Termasuk dalam kelompok gaya mengajar F H adalah : (1) gaya F atau penemuan terpimpin, (2) gaya G atau divergen, dan (3) gaya H atau going beyond. F. Anatomi Gaya Mengajar Pendidikan Jasmani Terjadinya spektrum berimplikasi antara gaya mengajar satu dengan yang lainnya berbeda secara anatomis. Guru dan siswa memiliki peran yang berbeda pada setiap episodenya tergantung pada gaya mengajar yang dipilih. Episode tersebut meliputi : pra pertemuan, saat pertemuan, dan pasca pertemuan. Berikut ini merupakan peta ringkasan pergeseran peran guru dan siswa untuk tiap-tiap episode berdasarkan gaya mengajar yang dipilih : Tabel 1. Episode Pembelajaran dan Spektrum Gaya Mengajar EPISODE GAYA MENGAJAR (Teaching Style) A B C D E F G H PRA G G G G G G G S SAAT G S S S S S G S S G PASCA G G SP S S G S S G S G Keterangan : G = peran guru; S = peran commit siswa; to SP user = peran siswa pengamat. 10
11 Komponen kunci tiap-tiap gaya mengajar dapat diuraikan sebagai berikut: a. Gaya A (Gaya Komando) : 1) Semua keputusan diambil oleh guru pada setiap episode pembelajaran. 2) Sasaran dan target tercapai dengan mengandalkan kepatuhan siswa, meliputi : keseragaman penampilan, pencocokan penampilan, dan menirukan contoh yang diberikan. 3) Urutan kegiatan : peragaan, penjelasan, pelaksanaan, dan penilaian. 4) Gaya ini akan menghasilkan tingkat kegiatan yang tinggi dan penguatan disiplin, karena pemberlakuan komando atau perintah yang memaksa. b. Gaya B (Gaya Latihan) : 1) Pada episode saat pertemuan terjadi pergeseran peran guru ke siswa. Pergeseran ini mengakibatkan pengalihan tanggung jawab yang baru kepada siswa. 2) Peran guru : memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri, umpan balik secara pribadi, memberi peran baru kepada siswa. 3) Urutan kegiatan : penyampaian tugas oleh guru melalui peragaan dan penjelasan; siswa membuat keputusan sambil menjalankan tugas; guru melakukan pengamatan dan memberi umpan balik. 4) Menggunakan lembaran tugas, atau kartu tugas yang sudah diputuskan guru pada episode pra pertemuan. c. Gaya C (Gaya Resiprokal) : 1) Tanggung jawab pemberian umpan balik bergeser dari guru (G) ke siswa pengamat (SP). pergeseran tersebut memungkinkan : peningkatan interaksi sosial antar teman sebanya, serta umpan balik langsung dari teman. 2) Guru membuat keputusan pra pertemuan dalam bentuk lembaran kriteria yang akan digunakan oleh siswa pengamat (SP) lembaran kriteria meliputi 11
12 : uraian tugas khusus, sketsa ilustrasi tugas, dan contoh perilaku verbal untuk dipakai sebagai umpan balik. 3) Peranan siswa (S) sebagai pelaku sama dengan gaya latihan, peran siswa pengamat (SP) memberikan umpan balik kepada siswa pelaku (S); guru mengamati siswa (S) dan siswa pengamat (SP) namun hanya berkomunikasi dengan siswa pengamat (SP). d. Gaya D (Gaya Self-Check) : 1) Keputusan pasca pertemuan bergeser dari peranan siswa pengamat (SP) ke siswa pelaku (S). artinya, siswa diberi peran untuk menilai penampilannya sendiri dengan kriteria yang telah ditetapkan guru. 2) Siswa memberi penilaian sendiri pada pasca pertemuan terutama mengenai : penampilannya sendiri, belajar menerima keterbatasannya, dan belajar bersikap obyektif atas penampilannya. e. Gaya E (Gaya Cakupan/Inklusi) : 1) Tugas yang diberikan kepada siswa berbeda-beda, karena pada hakikatnya tiap individu memiliki perbedaan kemampuan dalam melaksanakan tugas. Gaya ini memberikan kesempatan individu untuk memulai dari tingkat kemampuannya sendiri. 2) Guru diharuskan merancang tugas dalam berbagai tingkat kesulitan yang disesuaikan dengan perbedaan individu. Rancangan tugas juga harus memungkinkan siswa bergerak dari tugas yang mudah ke tugas yang sulit. f. Gaya F (Gaya Konvergen) : 1) Gaya penemuan terpimpin ini sudah memasuki spektrum yang memberi penekanan pada sasaran kognitif. 2) Guru menyusun serangkaian pertanyaan yang jawabannya sudah ditentukan. Jawaban bersifat konvergen dengan satu kemungkinan jawaban benar. Respon siswa mengarah pada penemuan terpimpin mengenai suatu konsep, prinsip, commit serta to user gagasan. 12
13 g. Gaya G (Gaya Divergen) : Siswa diarahkan untuk mengembangkan alternatif pemecahan masalah secara individu. h. Gaya H (Gaya Going Beyond) : 1) Siswa merancang permasalahan pada pra pertemuan, sedangkan pada episode saat pertemuan siswa diarahkan untuk menemukan solusi dari masalah yang dirumuskan sendiri. 2) Siklus kegiatan mencakup : a) Pada episode pra pertemuan, siswa menyusun semua keputusan yang berupa rancangan permasalahan. b) Pada episode saat pertemuan, siswa berupaya menemukan solusi dan menampilkan gerakan dengan mengacu pada rancangan masalah yang sudah diputuskan sebelumnya. c) Pada episode pasca pertemuan, siswa melakukan evaluasi dengan memanfaatkan pengalaman dari gaya-gaya sebelumnya, yaitu gaya A sampai G. 13
14 DAFTAR PUSTAKA Agus Kristiyanto, (1997). Spektrum Gaya Mengajar Pendidikan Jasmani. Jurnal Dwijawarta. Edisi April-Juni: hal , dkk, (1998). Akuntabilitas PPL Pendidikan Jasmani. Penelitian Kelompok Surakarta: FKIP UNS., (2000). Kompetensi Umpan Balik Mahasiswa Praktikan PPL Pendidikan Jasmani. Penelitian Kelompok. Surakarta: FKIP UNS. Frost, R.B. (1975). Physical Education: Foundations, Practices and Principles. Reading: Addison Wesley Publishing Company. Harsuki, (2003). Perkembangan Olahraga Terkini: Kajian Para Pakar. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Mappasoro, (1998), Tahun II. Peningkatan Keterampilan Bertanya Guru dalam Mengelola PBM Mata Pelajaran IPS. Jurnal Penelitian Pendidikan Dasar. No. 5 : Mosston, Muska, (1991). Teaching Physical Education. Columbus L Bell and Howell Companies. Nixon, J.E. & Jewett, A.E., (1980). An Introduction to Physical Education. Philadelphia: Saunders College Publishers. Siedentop, D., (1990). Physical Education: Introductory Analysis. Dubuque: W.Mc. Brown. 14
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan rekonstruksi aneka pengalaman dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan rekonstruksi aneka pengalaman dan peristiwa yang dialami individu agar segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan filosofi yang mendasari pendidikan jasmani. Pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani adalah bagian penting dari sistem pendidikan. Sebab secara esensi pendidikan jasmani membantu kelancaran proses pembelajaran. Hal ini sejalan
Lebih terperinciHAKIKAT PENDIDIKAN JASMANI: Kolaborasi Aspek Belajar, Bermain, Dan Olahraga Untuk Pengembangan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
HAKIKAT PENDIDIKAN JASMANI: Kolaborasi Aspek Belajar, Bermain, Dan Olahraga Untuk Pengembangan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) Oleh: Agus Kristiyanto Dosen Pada Jurusan Pendidikan Olahraga
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI
1 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI Pendahuluan Guru-guru pendidikan jasmani (penjas) sudah mengetahui dan menyadari sepenuhnya bahwa aktivitas jasmani di samping mengembangkan aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,
Lebih terperinciMEMBANGUN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGUASAAN IPTEK OLAHRAGA
Makalah/Paper MEMBANGUN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGUASAAN IPTEK OLAHRAGA Oleh: Drs. Agus Kristiyanto, M.Pd Dosen pada Jurusan POK FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Ditulis dalam Rangka Lomba
Lebih terperinciJURNAL SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PASSING BOLAVOLI MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X TKB 1 SMK NEGERI 2 SRAGEN
JURNAL SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PASSING BOLAVOLI MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X TKB 1 SMK NEGERI 2 SRAGEN TAHUN AJARAN 2015 / 2016 SKRIPSI Oleh : VENSA LUKITA
Lebih terperinciUPAYA MENINGKATAN HASIL BELAJAR SERVIS ATAS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DALAM PERMAINAN BOLAVOLI
UPAYA MENINGKATAN HASIL BELAJAR SERVIS ATAS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DALAM PERMAINAN BOLAVOLI NUR AHMAD MUHARRAM DOSEN PENJASKESREK UNP KEDIRI ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah
Lebih terperinciGAYA MENGAJAR INKLUSI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI. Oleh; Aris Fajar Pambudi* (dosen POR FIK UNY)
GAYA MENGAJAR INKLUSI DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI Oleh; Aris Fajar Pambudi* (dosen POR FIK UNY) Abstrak Physical education is a learning process designed to improve physical fitness, develop
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara umum. Pendidikan jasmani merupakan salah satu dari subsistem-subsistem pendidikan. Pendidikan jasmani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan pada umumnya proses pembelajarannya melalui aktivitas jasmani. Pendidikan Jasmani merupakan alat pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam hidup, karena pendidikan mempunyai peranan penting guna kelangsungan hidup manusia. Dengan
Lebih terperinciDIAGNOSIS KESULITAN KOMPONEN UTAMA KETERAMPILAN MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI PADA MAHASISWA STKIP DARUSSALAM CILACAP
Jurnal Pembelajaran Olahraga http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pjk/index Volume 3 Nomor 1 Tahun 2017 DIAGNOSIS KESULITAN KOMPONEN UTAMA KETERAMPILAN MENGAJAR PENDIDIKAN JASMANI PADA MAHASISWA STKIP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dengan kehidupan manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dengan kehidupan manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan sarana untuk memperoleh kelangsungan
Lebih terperinci2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan nasional adalah suatu proses belajar dan pembelajaran yang terencana sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, maka mereka memiliki fondasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan mempunyai peran terhadap keberhasilan pendidikan. Disamping itu Pendidikan jasmani dapat pula mengembangkan aspek individu
Lebih terperinciTINGKAT PENGETAHUAN GURU PENJAS SEKOLAH DASAR NEGERI SE- KECAMATAN KOTAGEDE YOGYAKARTA TERHADAP GAYA MENGAJAR LATIHAN
Tingkat Pengetahuan Guru Penjas (Dewi Meilani) 1 TINGKAT PENGETAHUAN GURU PENJAS SEKOLAH DASAR NEGERI SE- KECAMATAN KOTAGEDE YOGYAKARTA TERHADAP GAYA MENGAJAR LATIHAN LEVEL OF KNOWLEDGE OF PHYSICAL EDUCATION
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Donny Suhartono, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program pendidikan jasmani (penjas) dan olahraga di sekolah diarahkan pada potensi aspek-aspek pembangunan utuh peserta didik. Prosesnya lebih mengutamakan pada
Lebih terperinciKeterampilan tertutup merupakan motorik yang terjadi dalam lingkungan yang relatif stabil dan penggerak biasanya menguasai pelaksanaan gerakan.
METODE MENGAJAR Pengantar Untuk membahas berbagai pendekatan mengajar dan kegunaannya, pertama harus dipikirkan proses-proses apa yang terlibat dalam belajar. Dalam pelajaran pertama, kita akan meneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan insan manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan sarana untuk memperoleh kelangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Lebih terperinciUniversitasSyiah Kuala Vol. 3 No.3, April 2015, hal ISSN:
15 UniversitasSyiah Kuala Vol. 3 No.3, April 2016, hal 15 20 PELAKSANAAN PENDIDIKAN JASMANI DI SEKOLAH DASAR FAVORITDI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2009 Bachtiar, M. Nasir Yusuf (Dosen Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting bagi manusia untuk menunjang dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting bagi manusia untuk menunjang dalam kehidupannya. Dimana pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kompetensi berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Upaya untuk meningkatkan efektifitas
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, SARAN, DAN DALIL
196 A. Simpulan BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN DALIL Penelitian yang telah dilakukan menghasilkan model Pembelajaran Matematika Berbasis Kemampuan Pemecahan Masalah (PMBKPM). Model PMBKPM dapat meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan satu kesatuan dari sistem pendidikan secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taufik Akbar Firdaus, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui aktifitas fisik. Hal ini sejalan dengan
Lebih terperinciJURNAL SKRIPSI PENGARUH PENDEKATAN KETEPATAN DAN PENDEKATAN KECEPATAN TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN
JURNAL SKRIPSI PENGARUH PENDEKATAN KETEPATAN DAN PENDEKATAN KECEPATAN TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BULUTANGKIS PADA MAHASISWA PUTRA SEMESTER IV PROGRAM STUDI PENKEPOR JPOK FKIP UNS TAHUN
Lebih terperinciPENERAPAN PENGGUNAAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN
PENERAPAN PENGGUNAAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SENAM LANTAI GULING DEPAN PADA SISWA KELAS V A SD PANGUDI LUHUR ST. TIMOTIUS SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 JURNAL Oleh:
Lebih terperinciIsu Kurikulum Pendidikan Jasmani SMU
Bab 2 Isu Kurikulum Pendidikan Jasmani SMU Peningkatan keterampilan gerak, kesegaran jasmani, pengetahuan, dan sikap positif terhadap pendidikan jasmani sangat ditentukan oleh sebuah kurikulum yang baik.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. belakang dan wawasan setiap individu berbeda-beda, sehingga. mengandung 3 komponen yang membentuk sikap, yaitu:
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Pandangan Proses pengamatan individu terhadap objek akan melibatkan pengalaman dan perasaannya dalam memberikan pandangan. Latar belakang dan wawasan
Lebih terperinciBab 4 Bagaimana Melaksanakan Lesson Study?
Bab 4 Bagaimana Melaksanakan Lesson Study? A. Siapa yang Melakukan Lesson Study? Lesson study adalah sebuah kegiatan kolaborasi dengan inisiatif pelaksanaan idealnya datang dari Kepala Sekolah bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. IPS merupakan mata pelajaran di Sekolah Dasar (SD) yang tidak hanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPS merupakan mata pelajaran di Sekolah Dasar (SD) yang tidak hanya menekankan pada sejumlah konsep yang bersifat hafalan saja, namun juga menekankan pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru merupakan sebagai komponen penting dari tenaga kependidikan, memiliki tugas untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
Lebih terperinci2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Umum Program Pembelajaran di TK kota Bandung
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Kondisi Umum Program Pembelajaran di TK kota Bandung Pada TK penelitian terdapat beberapa kondisi umum yang menunjang pelaksanaan program pembelajaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mampu berkompetensi baik secara akademik maupun non akademik. Memenuhi kebutuhan pendidikan yang mampu mengembangkan akademik
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di zaman globalisasi sekarang ini membutuhkan manusia yang mampu berkompetensi baik secara akademik maupun non akademik. Memenuhi kebutuhan pendidikan yang
Lebih terperinciBAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.
BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis
Lebih terperinciPENERAPAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYING MELALUI PENDEKATAN BERBASIS PROBLEM (PROBLEMS BASED APPROACH) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X2 SMA AL ISLAM I SURAKARTA TAHUN PELAJARAN
Lebih terperinciMETODE MENGAJAR. Pengantar
METODE MENGAJAR Pengantar Untuk membahas berbagai pendekatan mengajar dan kegunaannya, pertama harus dipikirkan proses-proses apa yang terlibat dalam belajar. Dalam pelajaran pertama, kita akan meneliti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang A Wahid Hasyim, 2014 Pengaruh Pendekatan Bermain Terhadap Motivasi Siswa Dalam Aktivitas Pembelajaran Renang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan agar menghasilkan lulusan yang berkualitas, mampu beradaftasi dan bersaing secara global serta dapat tercapainya tujuan pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,
Lebih terperinciMODEL-MODEL PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI. Oleh: Udin S. Sa ud, Ph.D. Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk membantu
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Oleh: Udin S. Sa ud, Ph.D A. Pendahuluan Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada
BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Implementasi Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan proses yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan diselenggarakan dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan proses yang sangat kompleks sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bermakna. Menurut Morse (1964) dalam Suherman (2000: 5) membedakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan rekonstruksi aneka pengalaman dan peristiwa yang dialami individu agar segala sesuatu yang baru menjadi lebih terarah dan bermakna.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan. Nasional, yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran yang sangat penting
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran yang sangat penting dalam mengintensifkan penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang
Lebih terperinciDiajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A
-USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)
Lebih terperinciWawan S. Suherman, M.Ed. FIK UNY Kaligesing, 24 Maret 2007
Strategi Penbelajaran Penjas Orkes Wawan S. Suherman, M.Ed. FIK UNY Kaligesing, 24 Maret 2007 Menu Sajian Pendahuluan Hakikat Strategi Pembelajaran Metode Pembelajaran Pola Organisasi Bentuk Komunikasi
Lebih terperinci2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PEER TEACHING DANMODEL INKUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM PADA SISWI DI SMP NEGERI 5 BANDUNG
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistic dalam kualitas individu, baik dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fisik melalui mata pelajaran pendidikan jasmani. Hal tersebut bisa dipahami karena mengarahkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebagai wadah pendidikan formal mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pembinaan mental-spritual, intelektual dan khususnya pembinaan kualitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peran penting di era globalisasi ini, yakni bagaimana
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting di era globalisasi ini, yakni bagaimana suatu bangsa dapat bersaing di kancah internasional. Hal ini berkaitan dengan sumber
Lebih terperinciPENERAPAN METODE QUANTUM LEARNING TEKNIK PETA PIKIRAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X IPS 5 SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA
PENERAPAN METODE QUANTUM LEARNING TEKNIK PETA PIKIRAN UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X IPS 5 SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016 JURNAL Oleh : MARYUNINGSIH K8411045
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam mengelola, mencetak dan meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan berwawasan yang diharapkan mampu untuk menjawab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat. Penggunaan bahasa yang baik menunjukkan jati diri masyarakat yang baik. Agar dapat menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dianggap belum memenuhi tujuan utama pembelajaran. Tujuan utama pembelajaran dalam pendidikan jasmani tidak hanya untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melihat perkembangan pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan dalam menumbuhkembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, maka pembelajaran
Lebih terperinciSKRIPSI. DiajukanUntukMemenuhiSebagaiSyaratGuna. MemperolehGelarSarjanaPendidikan (S. Pd.) ProgamStudiPedidikanJasmani,KesehatandanRekreasi
UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SERVIS ATAS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DALAM PERMAINAN BOLAVOLI PADA SISWA KELAS X SMK PGRI 3 KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI DiajukanUntukMemenuhiSebagaiSyaratGuna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut UU No. 20 Tahun 2003
Lebih terperinciMENINGKATKAN KREATIVITAS MEMODIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN MICRO TEACHING PENJAS DENGAN METODE PROBLEM SOLVING MAHASISWA IKIP PGRI PONTIANAK
MENINGKATKAN KREATIVITAS MEMODIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN MICRO TEACHING PENJAS DENGAN METODE PROBLEM SOLVING MAHASISWA IKIP PGRI PONTIANAK Iskandar 1, Ashadi Cahyadi 2 1,2 Program Studi Pendidikan Jasmani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu aktivitas yang bertujuan mengarahkan siswa pada perubahan tingkah laku yang diinginkan. Pengertian ini cukup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan untuk menghasilkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam dunia pendidikan di Indonesia, bukan mustahil pendidikan di Indonesia akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan perwujudan manusia yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan UUD 1945. Pendidikan merupakan suatu hal
Lebih terperinciPEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) MELALUI MEDIA CD INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIIIB SMP NEGERI 1 JATEN TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Lebih terperinciPENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PARADIGMA BARU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH. Oleh :
PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PARADIGMA BARU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH Oleh : Neneng Aminah Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon ABSTRAK Sebagian besar suasana pengajaran di sekolah yang
Lebih terperinciBAB III PENILAIAN A. Benar-Salah. Petunjuk:
BAB III PENILAIAN Untuk membantu pemahaman para guru dalam mempelajari bahan pelatihan, maka dalam bab ini akan diberikan contoh-contoh soal yang dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh pemahaman guru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar yang dipelajari di Sekolah Dasar. Sesuai dengan tingkatan pendidikan yang ada, pembelajaran
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Mulyono (2001: 26) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran sejarah di tingkat sekolah menengah atas pada dasarnya memberikan ruang yang luas kepada siswa untuk dapat mengoptimalkan berbagai potensi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkembang di Indonesia dilaksanakan oleh dua lembaga pendidikan yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama. Lembaga pendidikan tersebut adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu tidak akan berkarya jika karya itu tidak bermanfaat bagi dirinya ataupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkarya seni, setiap individu selalu ingin mengkomunikasikan karyanya kepada orang lain dan sekaligus memuaskan orang lain tersebut. Individu tidak akan
Lebih terperinciAsas dan Falsafah Pendidikan Jasmani
Asas dan Falsafah Pendidikan Jasmani Disajikan pada: Diklat PLPG Penjas Bandung - Desember 2008 1 Presented by Agus Mahendra Kedudukan dan Pentingnya Penjas Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Empiris Perkuliahan Strategi Pembelajaran Selama ini
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN Berdasarkan temuan dan analisis data yang diperoleh dari kegiatan studi pendahuluan, uji coba model, dan uji validasi model, serta pembahasan penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dapat ditempuh melalui tiga jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Salah satu satuan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pendidikan untuk mewujudkan tujuannya. Guru
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan komponen pendidikan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan untuk mewujudkan tujuannya. Guru adalah aktor utama yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan jasmani telah menjadi bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan maksud untuk mengubah perilaku peserta didik. Dalam hal ini sebagaimana dikemukakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Niat pemerintah untuk perbaikan system pendidikan yaitu dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niat pemerintah untuk perbaikan system pendidikan yaitu dengan melaksanakan perubahan kurikulum. Meskipun pada kenyataannya setiap kurikulum pastilah memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran
Lebih terperinciSTUDI TENTANG PENERAPAN KURIKULUM
STUDI TENTANG PENERAPAN KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SMA/MA/SMK SASARAN SE KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016 JURNAL Oleh: DITA ASTRI MARTINA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan yang diselenggarakan dengan baik dan bermutu akan menghasilkan sumber daya
Lebih terperinciSkripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K
PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih kondusif. Proses pembelajaran dikatakan efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat. daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi setiap permasalahan jaman, baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat menuntut sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi setiap permasalahan jaman, baik permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lompat jauh gaya jongkok merupakan salah satu nomor yang tergabung dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lompat jauh gaya jongkok merupakan salah satu nomor yang tergabung dalam cabang olahraga atletik yang memiliki unsur kecepatan, kekuatan, kelentukan dan keseimbangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta masyarakat belajar (learning community). Desain kelas dengan metode dan
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Sekolah sebagai sistem pendidikan formal tersusun atas beberapa unsur, diantaranya guru selaku tenaga pendidik dan siswa selaku peserta didik yang berjalan dengan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN. Pendidikan di alam bebas memberikan pengaruh yang besar kepada para siswa
212 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN A. Kesimpulan Pendidikan di alam bebas memberikan pengaruh yang besar kepada para siswa untuk mendapatkan pengalaman, dan merenungkannya. Kegiatan-kegiatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat penting dalam
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat penting dalam mengintensifkan penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar memfokuskan kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu pengembangan kemampuan dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Based Learning (PBL) Model Problem Based Learning atau PBL merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Definisi Pendidikan Jasmani (Penjas) menurut Harold M. Barrow dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi Pendidikan Jasmani (Penjas) menurut Harold M. Barrow dalam Freeman yang dikutip (Bambang Abduljabar, 2009:6) menyatakan bahwa, Pendidikan jasmani dapat didefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membawa nama bangsa ke dunia internasional menjadi baik. Mempertahankan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran jasmani, pembinaan gerakan dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas kesegaran dan penampilan puncak atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question
1 BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran PKn (Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai salah satu komponen pendidikan yang wajib diajarkan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu komponen pendidikan yang wajib diajarkan di sekolah, pendidikan jasmani memiliki peran yang sangat strategis dalam pembentukan manusia seutuhnya.
Lebih terperinci