Key words : Response to Selection, Correlated Respond to Selection, Efficiency Relative of Indirect Selection, Bali Cattle

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Key words : Response to Selection, Correlated Respond to Selection, Efficiency Relative of Indirect Selection, Bali Cattle"

Transkripsi

1 Estimasi komponen ragam BL, BS, dan BY menggunakan multivariate maternal genetic effect dan multivariate animal model dalam selesksi sapi Bali di P3B Jembrana, Bali Sri Bandiati Komar Prajoga' dan Chalid Talib 2 'Profesor of Lab. of Animal Breeding & Biometric Faculty of Animal Husbandry - Padjadjaran University 2Senior Researcher of Animal Research Centre, Departement of Agriculture-Bogor Abstract This research was conducted at P3B on November The objectives of this research were to estimate variance componen, response to selection, correlated response to selection and relative efficiency of indirect selection. Research methode used case study. The data comprised 523 BW records, 477 WW records, and 377 YW records as progeny of 23 sires and 203 dams of Bali Cattle. Data were analysed by Restricted Maximum Likelihood (REML) using Multivariate Maternal Genetic Effect and Multivariate Animal Model with the program of VCE 4.2. The fixed effect was sex, parity of dams and year season. The h 2 for BW and WW using Multivariate Maternal Genetic Effect were ±0.042 and ±0.044, as high category. The heritability of WW and YW using Multivariate Animal Model were 0.26 ±0.043 and ± The genetic coretation between BW and WW, WW and YW were ±0.064 and ± The (Jh2 ) of BW, WW and YW were ; and Respon to selection of BW, WW and YW were kg, kg and kg. While selection intensity was 0.52% and 5.65% (The sex ratio was 1 o to 10 o). Either for Coretated Respon between BW- WW and YW-WW were kg and kg for the same selection intensity. The relative efficiency of indirect selection for WW base on BW was 2.56 and for YW base on WW was Key words : Response to Selection, Correlated Respond to Selection, Efficiency Relative of Indirect Selection, Bali Cattle Pendahuluan Sapi Bali merupakan bangsa sapi asli Indonesia yang memiliki potensi besar sebagai penghasil daging, termasuk kedalam Taksonomi Bos sondaicus atau Bos banteng atau sekarang lebih sering disebut sebagai Bibos sondaicus. Bibos sondaicus ini berlainan dengan Bos taurus maupun Bos indicus, sehingga hasil persilangan antara sapi Bali dengan Bos taurus menghasilkan anak sapi jantan yang steril atau infertil (Harjosubroto, 1994). Projek Pembibit dan Pengembangan sapi Bali (P3 Bali) Jembrana Bali sengaja dididirikan untuk menghasilkan bibit sapi Bali yang akan dikembangkanbiakkan dan disilangkan di luar P. Bali, sedangkan di Pulau Bali sendiri dilindungi undang-undang Veterriner untuk Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November

2 melestarikan keanekaragaman hayati sapi asli Indonesia. Penyebaran sapi Bali ditemui di pulau Lombok, Sulawesi Timor dan dalam jumlah kecil ditemukan pula di Malaysia, Philipina dan Semenanjung Cobourg di sebelah utara Australia (Kirby, 1979). Namun sejak berjangkitnya penyakit Jembrana pada tahun 1964 hingga sekarang pulau Bali tidak lagi mengeluarkan sapi bibit, kecuali pejantan untuk sumber semen pada Inseminasi Buatan dilaksanakan oleh NTT, NTB dan Selawesi Selatan. Penampilan atau performance merupakan gabungan dari faktor genetik dan faktor lingkungan (P=G+E), faktor genetik terdiri dari genetik aditif, dominan dan epistasis, sedangkan faktor lngkungan terdiri dari lingkungan permanen dan lingkungan temporer. Demikian halnya dengan ragam phenotipik merupakan total ragam gabungan dari ragam genetik aditif, dominan, interaksi lingkungan temporer dan lingkungan permanen) (VP= VA + VD + VI + VTE + VPE ) Faktor genetik yang dimaksud adalah gen yang berada dalam kromosom dalam inti sel suatu individu, sudah ada sejak terjadi fertilisasi, bersifat baka dan diwariskan kepada keturunannya (Falconer dan Mackay, 1996). Perbaikan mutu genetik ternak dapat dilaksanakan dengan seleksi atau dengan persilangan. Secara sederhana seleksi dapat diartikan sebagai kegiatan yang memperkenankan sekelompok ternak yang dikehendaki untuk terus berkembangbiak menjadi tetua dari generasi berikutnya dan menghilangkan kesempatan bagi kelompok ternak yang tidak dikehendaki. Secara genetika kuantitative seleksi adalah meningkatkan frekuensi gen dari karakter yang dikehendaki dan menekan frekuensi gen dari karakter yang tidak dikehendaki. Biasanya dalam suatu program seleksi selain sasaran yang ditentukan terlebih dahulu, juga menentukan kriteria seleksi sifat kuantitatif yang memiliki nilai ekonomis. Sifat kuantitatif itu memiliki nilai heritabilitas yang tinggi seperti Bobot Lahir (BL), Bobot Sapih (BS) dan Bobot Yearling (BY). Selain metoda seleksi secara langsung terhadap ketiga karakter tersebut di atas, ada berbagai peluang metoda seleksi yang melibatkan dua karakter yang berkorelasi, seperti seleksi Bobot Sapih (BS) berdasar pada Bobot lahir (BL) atau seleksi bobot umur setahun (BY) berdasar dari bobot sapih (BS). Seleksi dapat dilaksanakan bila tersedianya parameter genetik antara lain heritabilitas (h2 ), kecermatan seleksi, dan Korelasi Genetik (r g). Semua parameter genetik tersebut dapat diduga bila data hasil recording tersedia. Untuk alasan inilah bahwa pencatatan pada umur-umur tertentu perlu diselenggarakan. Korelasi antara dua sifat dapat juga digunakan dalam seleksi yang disebut seleksi sifat yang berkorelasi, sifat bobot lahir berkorelasi dengan bobot sapih memiliki korelasi genetik positif tinggi (Warwick et al., 1995). Rata-rata bobot lahir sapi Bali adalah 11,1 ±2,0 kg (Chalijah dkk., 2001). Sedangkan rata-rata bobot sapih sapi Bali jantan dan betina adalah 75,9 ±16,4 kg dan 72,7 ±16,2 kg (Djagra dkk., 1979). Rata-rata bobot umur satu tahun (yearling)adalah 149 ±2,41 kg untuk jantan dan 145,17 ±2,43 kg untuk betina (Ardika, 1995). Parameter genetik dapat diduga dengan merancang pola perkawinannya terlebih dahulu apakah korelasi saudara tiri sebapak (half sib) saudara kandung (full sib) dan regresi anak turunan dengan tetua (offspring parent regression) (Falconer and Mackay, 1995). Namun sekarang telah dikembangkan program komputer untuk model kumulatif (Cumulative Model - CM), model sifat ganda (Multiple Trait Model - MTM), model regresi tetap (Fixed Regression Model - FR" dan model regresi acak (Random Regression Model - RRM) yang 50 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008

3 menggunakan analisis statistik Animal Model dari REML, dalam kasus seperti ini tidak diperlukan merancang pola perkawinan terlebih dahulu yang penting hanya silsilahnya tersedia. Korelasi antara dua sifat akan menarik karena : Pertama, dalam hubungannya dengan alasan genetik bahwa korelasi terjadi karena gen pleitropi. Kedua, dalam hubungan dengan seleksi sifat berkorelasi, dan ketiga dalam hubungannya dengan seleksi alam. Korelasi antara dua sifat dapat dijadikan model seleksi sifat berkorelasi, yaitu seleksi bagi sifat yang satu, dan sifat yang lainnya yang berkorelasi akan memberikan respon. Korelasi tidak hanya berlaku bagi dua sifat saja, tetapi dapat juga pada satu sifat tetapi ada pengulangan pengukuran (repeated measurements) dalam periode produksi yang berbeda. Selain heritabilitas (h2 ) dan korelasi genetik (rg) masih ada vektor lain yang mempengaruhi keberhasilan seleksi yaitu intensitas seleksi. Intensitas seleksi adalah zip, di mana tinggi ordinat dari nilai individu terpilih yang paling rendah pada kurva normal dinyatakan dengan (z) dan proporsi ternak yang terpilih dalam seleksi dinyatakan dengan (p), kemudian nilai ini dapat dilihat pada tabel (Falconer and Mackay, 1996). Pada akhirnya gabungan antara intensitas calon tetua jantan dengan calon tetua betina dan dibagi dua disebut Intensitas Seleksi Total. Pada tingkat intensitas seleksi yang sama dapat dilakukan seleksi tidak langsung yaitu bobot sapih (BS) berdasar pada bobot lahir (BS), maka diperlukan para meter genetik yang lain, yaitu korelasi genetik (rgbs_ BL ) antara bobot lahir (BL) dan bobot sapih (BS) dan kecermatan seleksi (.jhb ) serta simpangan baku fenotific sifat ke dua (apbs ). Untuk melihat bahwa seleksi tidak langsung lebih efektif dibandingkan seleksi secara langsung, maka dicari efisiensinya (Q) yaitu Bila hash kali korelasi genetik dengan kecermatan seleksi (BS) lebih besar dari kecermatan seleksi (BL), maka seleksi tidak langsung lebih efektif dan nilainya lebih besar dari satu. Tujuan Penelitian adalah untuk menduga dan mempelajari respon seleksi Bobot Lahir (BL), Bobot Sapih (BS) dan Bobot Yearling (BY) dan, respon seleksi sifat berkorelasi antara BS dengan BL dan BY dengan BS, serta efisiensi relatif seleksi tidak langsung BS berdasar BL dan BY berdasar BS. Bahan dan Metode Ternak,Sapi Bali yang digunakan sebagai obyek sebanyak 203 ekor induk sapi Bali dan 28 ekor pejantan. Data yang digunakan sebanyak 523 data BL, 477 data BS, dan 370 data BY yang dicatat sebagai keturunanannya. Metoda penelitian yang digunakan adalah study kasus. Komponen ragam, corelasi genetik diduga dengan menggunakan metoda REML dengan pola Animal Model dan Maternal genetics effect, dan perangkat lunak yang digunakan adalah Variance Component Estimation - VCE 4.2 (Groeneveld, 1998). Efek tetap yang dilibatkan adalah jenis kelamin, paritas dan tahun musim. Persamaan Statistik "Multivariate Model Maternal Genetic Effects " : Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November

4 Y l = X 1 B 1 +Z t Ut +W., +e 1 Keterangan : Y, dan Y 2 X, dan X 2 Z, dan Z2 W, dan W2 b, dan b2 u, dan u2 m, dan m2 e l dan e2 dan Y2 = X2 B2 + Z2 U2 + W.2+ e2 = Vektor untuk pengamatan sifat 1 dan sifat 2 = disain matriks berhubungan dengan efek tetap, Sex, Paritas dan tahun musim. = disain matriks berhubungan dengan efek random = disain matriks berhubungan dengan efek Maternal genetik = Vektor untuk efek tetap sifat 1 dan 2 = Vektor untuk efek random sifat l dan 2 = Vektor untuk efek maternal genetik sifat I dan 2 = Vektor residu sifat I dan 2 Model Persamaan Gabungannya : 0 Y, X I 0 b 1 _z1 u 1 [w, 0 m, - e, _Y2-0 X2 b 2 _ 0 Z2 _u2 0 W2 cov(u,, u 1 ) cov(u Var(u) = G = cov(u2,u,) cov(u2,u 2 )_ m 2 A 6g z 11 z A 6 g2l e 2 A 6 z - g12 A6 z g22 =G A Var(e)=R= h2 _ z h2 _ cov(e,, e, ) cov(e 2,e,) cov(u 1,u I ) cov(u,, u,) + cov(e 1, e, cov(u 2,u2 ) cov(u2, u 2 ) + cov(e2, e 2 ) Korelasi Genetik (r g ) = cov(e,, e2 ) cov(e 2, 2,e2)- cov(u 1,u2) I6 ell ll h e z 2l Jcov(u,, u,) + cov(u z, u, ) 2 I~e12 I6 z e22 _ =I R Korelasi fenotipik (r p) = cov(u,, uz) + cov(e 1, ez ) Keterangan : o- g, = cov(u 1, u 1 ) 0g 2 = cov(u 2,u 2 ) (Tel =cov(el,e1 ) Persamaam Statistik "Multivariate Animal Model " : J{cov(u 1, u ) + cov(e e, )} {cov(u 2, u 2 ) + cov(e2,e 2)1 = Variance Genetik untuk sifat ke 1 = Variance Genetik untuk sifat ke 2 = Variance Phenotipik sifat 1 6 e2 = cov(e2, e2 ) Variance Phenotipi sifat Heritabilitas sifat I h 2 z r s r p A I Heritabilitas sifat 2 Korelasi Genetik Korelasi Phenotipik Matrix untuk kekerabatan Matrix untuk identitas Y, = X 1 B 1 + Z 1 U, + W pei + e l dan Y, - X 2 B 2 + Z2 U2 + Wpe2+ e2 Keterangan : Y, dan Y 2 = Vektor untuk pengamatan sifat I dan sifat 2 52 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

5 X, dan X2 = desain matriks berhubungan dengan efek tetap, Sex, Paritas dan tahun musim. Z, dan Z2 = desain matriks berhubungan dengan efek random W, dan W2 = desain matriks berhubungan dengan lingkungan permanen b, dan b2 = Vektor untuk efek tetap sifat I dan 2 u, dan u2 = Vektor untuk efek random sifat I dan 2 pe, dan pe2 = vektor untuk lingkungan permanen sifat I dan 2 e, dan e 2 = vektor residu sifat 1 dan 2 Model Persamaan Gabungannya : Y, X t 0 b, YZ 0 X Z b 2 W, 0 pe, + Z 0 u, + 0 Z2-- u 2 _0 W2 pee e, e 2 Penghitungan intensitas seleksi dengan cara membagi tinggi batas ordinat kurva normal untuk fenotipe dengan proporsi ternak yang terseleksi sebagai calon induk, dan selanjutnya dapat dilihat di Tabel intensitas seleksi. Intensitas seleksi (i = zip, dimana i = seleksi intensitas, z = tinggi ordinate pada kurva normal untuk phenotype, p = proporsi ternak sapi yang terseleksi (Falconer and Mackay, 1996). Respon seleksi untuk bobot lahir (BL) dihitung dengan mengalikan intensitas seleksi total dengan heritabilitas bobot lahir (BL) dikalikan lagi depgan simpangan baku Bobot Lahir (BL) (RBL = i 1,2 O p, di mana : RBL = response seleksi Bobot lahir, h12 = heritabilitas Bobot lahir, i = intensitas seleksi [(i jantan+ i betina)/2], 07 P = simpangan baku untuk bobot lahir (BL). Respon seleksi bobot sapih sama dengan cara mencari respon seleksi pada bobot lahir, hanya saja parameter genetiknya adalah bagi sifat bobot sapih. Respon seleksi sifat berkorelasi antara bobot lahir (BL) dan bobot sapih (BS) dapat dihitung dengan mengalikan intensitas seleksi total (ttotal = I lahir + i sapih)/2 ) dengan kecermatan seleksai bobot lahir (.jh,2 ) dan kecermatan seleksi bobot sapih ( Vh,2 ), kemudian dikalikan dengan hasil perkalian antara korelasi genetik antara bobot lahir dan bobot sapih (rg ( BL-BS) ) dan simpangan baku fenotipe bobot sapih (CR 2 = i h, h2 rg12 ap2 )(Falconer and Mackay, 1996). Efisiensi relatif adalah seleksi tidak langsung bobot sapih berdasar bobot lahir dibagi seleksi langsung bobot lahir, atau dengan mengalikan korelasi genetik (BL-BS) dengan hasil bagi antara kecermatan seleksi bobot lahir oleh kecermatan seleksi bobot sapih adalah : Q= R2 = hl rg12 Rz z (Falconer and Mackay, 1996). Hasil dan Pembahasan Deskripsi data mengenai BL, BS dan BY di Pusat pembibitan dan pengembangan sapi Bali, Pulukan, Jembrana Bali, yang berasal dari 523 data BL, 477 data BS dan 370 data BY yang merupakan keturunan dari 28 pejantan dan 203 induk, tercantum pada Tabel 1. Yang sebelum ditabulasi dan diberikan kode menurut ketentuan dari metode analisis REML. Bobot lahir (BL) diukur saat anak sapi dalam kurun 24 jam setelah dilahirkan, Bobot sapih ditimbang Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November

6 pada saat anak sapi berumur 205 hari dan bobot Yearling ditimbang pada saat umur satu tahun. Tabel 1 Struktur Data BL, BS dan BY di Pusat Pembibitan dan Pengembangan sapi Bali, Jembrana Bali. Betina Jantan Sifat N Rata-rata min. Max. KV N Rata-rata min. Max. KV (ekor) (kg) (kg) (kg) (%) (ekor) (kg) (kg) (kg) (%) BL ,67±1,43 11,00 20,00 9, ,74±1,43 12,00 23,00 8,54 BS ,04 ±21,10 35,00 137,00 25, ,46 ±22,70 50,00 160,00 24,82 BY ,32±23,66 57,00 210,00 19, ,92±23,03 65,00 205,00 20,58 Dimana: KV= Koefisien Variasi; N = total data. Pada Tabel 1 tampak rata-rata BL betina adalah 15,67 ±1,43 kg sedangkan koefisien variasi adalah 9,13%, sementara itu memiliki rentang data dari nilai minimum ke maksimum sebesar 11,00 kg ke 20,00 kg. Rata-rata BL jantan adalah lebih tinggi dibandingkan BL betina 16,74 ±1,43 kg dan koefisien variasinya adalah 8,54%, sementara itu rentang antara minimum dan maximum adalah 12,00 kg ke 23,00 kg. Bobot lahir ini hampir sama bila dibandingkan dengan peneliti terdahulu, Pastika dan Darmaja (1976) menyebutkan bahwa BL jantan sapi Bali adalah 16,57 kg dan BL betina adalah 15,12 kg, namun nilai BL jantan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Siregar dkk (2001) yaitu 18,00 kg, sedangkan BL betina hanya 15,00 kg lebih rendah beberapa ratus gram bila dibandingkan dengan hasil penelitian sekarang. Berdasar atas kedua nilai koefisien variasi maka data BL termasuk kedalam kondisi seragam, dan kurang efektif bila dilakukan seleksi terhadap BL, karena karakter ini lebih banyak dipengaruhi oleh maternal genetik efek. Rata-rata BS betina adalah 82,04 ±21,10 kg sedangkan koefisien variasi adalah 25,72%, rentang data mulai dari nilai minimum ke maximum sebesar 35,00 kg ke 137,00 kg. Rata-rata BS jantan adalah 91,46 ±22,70 kg lebih tinggi dibandingkan BS. Koefisien vareasi sebesar 24,82%, sementara rentang data BS berkisar antara nilai minimum adalah 50,00 kg dan maksimum kg. Kedua nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa data BS masih beragam sehingga bila dilaksanakan seleksi dengan kriteria BS akan efektif. Pada fase umur sapih ini terlihat kondisi data yang beragam, walaupun pada saat bobot lahir data dalam keadaan seragam, hal ini disebabkan karena masing-masing individu memberkan respon yang berbeda pada phase pertumbuhan acceleration. Nilai rata-rata BS in1 lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu yaitu 100,17 kg (Ardika, 1995), Bila dibandingkan dengan hasil penelitian lain (Sukmasari, 2001) tidak berbeda jauh yaitu 92,62 ±15,85 kg. Perbedaan yang tidak jauh ini disebabkan karena adanya pengolahan data dan waktu pengamatan yang berbeda. Rata-rata BY betina adalah 122 ±23,66 kg sedangkan koefisien variasi adalah 19,34%, sementara itu memiliki rentang data dari nilai minimum ke maximum sebesar 57,00 kg ke 210,00 kg. Rata-rata BY jantan adalah lebih tinggi dibandingkan BY betina 111,92 ±23,03 kg dan koefisien variasinya adalah 20,58%, sementara itu rentang antara minimum dan maximum adalah 65,00 kg ke 205,00 kg. Kisaran koefisien variasi antara jantan dan betina menunjukkan kondisi data yang beragam, dan akan efektif bila dilakukan seleksi berdasar Robot Yearling. Rata-rata Bobot Yearling ini lebih rendah bila dibandingkan dengan peneliti terdahulu yaitu 149,74 ±2,41 kg (Ardika, 1995). Penurunan Bobot yearling ini disebabkan karena managemen pemeliharan yang berbeda atau kualitas hijauan yang memerlukan perbaikan, selain itu juga tahun musim yang tidak sama dari tahun ke tahun. Pertumbuhan selanjutnya akan ditentukan oleh bobot umur satu tahun sehingga akan dicapai bobot potong 5 4 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

7 yang optimal bagi ternak jantan, dan sifat reproduksi betina akan akan didukung dengan baik dan menghasilkan bobot lahir yang tinggi bila bobot ternak betina umur satu tahunnya tinggi (Talib, 1991). Bobot badan dari ketiga macam periode ini memperlihatkan bahwa jenis kelamin jantan memberikan data yang lebih besar dari pada betina, hal ini disebabkan karena sistim hormonal. Androgen adalah suatu hormon kelamin yang termasuk hormon pengatur atau stimulan pertumbuhan. Hormon testoteron adalah salah satu dari steroid androgen yang dihasilkan oleh testes. Sekresi testoteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen yang tinggi pula. Hormon kelamin jantan ini dapat juga menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan ternak betina (Soeparno, 1992). Pada Tabel 2 di bawah ini tampak bahwa hasil analisis data BY, memberikan nilai heritabilitas yang paling tinggi (0,313 ±0,047) sehingga masuk kedalam katagori tinggi, dibandingkan dengan BS (0,267 ±0,046) dan BL (0,260 ±0,042), perbedaan ini memberikan arti yang cukup besar, sehingga bila dilakukan seleksi terhadap kriteria BY akan memberikan respon yang tinggi dan seleksi akan berjalan efetif (Dalton's, 1981). Heritabilitas BL dan BS termasuk katagori rendah, karena kedua nilai tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh efek dari genetik induk (maternal genetic effect). Sejalan dengan pendapat Falconer dan Mackay (1996), bahwa dengan memanfaatkan korelasi genetik maka dapat dilakukan seleksi lebih dini sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, dalam kasus ini bila akan menseleksi BY dapat dilakukan berdasar BS, dan seleksi terhadap BS dapat dilakukan berdasar BL. Tabel 2 Heritabilitas, Kecermatan Selection, Simpangan baku dan Korelsi Genetik Parameter Genetik Bobot Lahir (BL) Bobot Sapih (BS) Bobot Yearling (BY) Ragam Genetik 0, , ,775 Ragam Lingkungan Permanen 1, , ,358 Ragam lingkungan Temporer 0, , ,775 Heritabilitas (h2) ±se 0,260 ±0,042 0,267 ± ,313 ±0,074 Kecermatan Seleksi (Vh 2 ) 0,509 0,516 0,559 Maternal Genetik Efek (m')±se 0,480 ±0,042 0,466 ±0,046 Lingkungan Permanen (pe) ±se Korelasi Genetik (BL-BS) 0,260 ±0.064 Korelasi Genetik (BS-BY) 0,622 ±0,045 0,260 ±0,043 0,374 ±0,135 Dalam menentukan model seleksi tidak hanya berdasar dari nilai heritabilitas, tapi juga nilai korelasi' genetik antara dua karakter turut diperhatikan, kalau model seleksi yang akan dilakukan secara tidak langsung (indirect selection). Hal ini sejalan dengan pendapat Falconer and Mackay (1996) bahwa seleksi ini disebut double selection experiment. Pada Tabel 2 tampak,juga bahwa kecermatan seleksi BL dan BS serta BY memberikan nilai berturut- turut 0,509 ; 0,516 dan 0,559. Karena nilai kecermatan seleksi dihitung dari menarik akar dari nilai heritabilitas, maka nilainya akan tergantung dari besar kecilnya nilai heritabilitas. Nilai kecermatan seleksi dibutuhkan untuk menduka respon seleksi sifat berkorelasi, atau sering disebut seleksi tidak langsung. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November

8 Nilai korelasi genetik antara BL dengan BS sebesar 0,260 ±0,064 termasuk katagori sedang, dan antara BS dengan BY adalah 0,622 ±0,045 termasuk katagori tinggi. Pada Tabel 3 dari jumlah populasi data BL sebanyak 273 untuk pedet betina yang dianalisis, bila diambil 10 ekor pedet betina (3,66%) dan proporsi pedet jantan yang dijadikan calon pejantan 1 ekor (0,40%) dari populasi jantan 154 ekor, maka didapatkan sex ratio (1 jantan 10 betina) dengan intensitas seleksi yang paling tinggi, karena semakin sedikit ternak yang dilibatkan dalam seleksi maka intensitas seleksi semakin tinggi. Intensitas seleksi akan berbanding terbalik dengan banyaknya ternak yang diseleksi sebagai calon tetua, hal ini sesuai dengan pendapat Kinghorn (1992). Dalam intensitas seleksi yang tertinggi maka didapatkan respon seleksi yang paling tinggi yaitu 0,963 kg, dalam kenyataannya sulit dilakukan karena terlalu banyak ternak yang diafkir. Respon seleksi BL dihitung dengan mengalikan intensitas seleksi dengan heritabiltas dan simpangan baku BL (R 07P 1 = i hiz ) Tabel 3 Respon Seleksi BL pada Intensitas Seleksi yang berbeda Betina Terseleksi %) 3,66 7,32 10,98 14,65 36,63 n(head) ,64 1 0,963 0,895 0,872 0,836 0,731 1,29 2 0,932 0,865 0,842 0,806 0,701 E 1,94 3 0,902 0, ,776 0,671 2,59 4 0,883 0,815 0,792 0,756 0,651 6, ,809 0,741 0,718 0,682 0,577 Pada Tabel 3 selanjutnya tampak semakin banyak proporsi ternak yang dilibatkan dalam seleksi (10 ekor a dengan 100?) maka respon seleksi yang didapat paling rendah yaitu 0,577 kg. Hal ini harus dipertimbangkan mengingat bila terlalu sedikit jantan yang dilibatkan akan mendatang efek negatif in-breeding. Namun hal ini dapat ditanggulangi dengan mengganti individu jantan dalam kurun waktu yang jangan terlalu panjang. Pendugaan repon seleksi BS tertera pada Tabel 4, nilai yang tertinggi dicapai respon seleksi dicapai pada intensitas seleksi yang paling tinggi yaitu 14,936 kg, dan pencapaian yang terendah ditemui pada intensitas seleksi yang paling rendah yaitu 9,175 kg. Angka ini akan berarti kenaikan bobot sapi pada generasi yang akan datang dicapai 14,936 kg bila dilakukan seleksi pada generasi sekarang. Tabel 4 Respon Seleksi BS pada berbagai tingkat intensitas seleksi... Betina Terseleksi (%) (p/a) 4,04 8,09 12,14 16,19 40,48 n (head) , ,936 14,066 13,499 13,052 11,401 0, ,629 13,759 13,192 12,745 11,095 1, ,107 13,237 12,671 12,224 10,573.~ 1, ,800 12,930 12,364 11,917 10,266 4, ,710 11,840 11,273 10,826 9,175 Pada Tabel 4 terlihat bahwa intensitas seleksi didapat yang paling tinggi (14,936 kg) pada penggunaan 1 ekor jantan (0,43%) dalarn populasi ternak jantan pada saat disapih sebayak 5 6 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

9 230 ekor. Ternak betina yang diseleksi sebanyak 10 ekor (4,04%) dari populasi ternak betina pada saat disapih sebayak 247 ekor. Pada peraihan respon seleksi terendah (9,175kg) dimana intensitas seleksi yang digunakan dengan melibatkan 10 ekor jantan (4,34%) dan betina 100 ekor (40,48%) betina. Seluruh ternak jantan maupun betina yang terseleksi untuk jadi calon tetua memiliki bobot badan diatas rata-rata populasi. Pada kenyataannya sangat sulit menyarankan untuk tidak menggunakan pejantan yang terlalu banyak karena akan menurunkan perolehan kemajuan genetik, tapi karena sistim pemeliharaannya dilepas di lahan penggembalaan, jadi deteksi berahi kadang tidak mudah dilakukan, begitu juga aplikasi dari Al (Artificial Insemination) hanya mungkin bila sapi betina selalu di kandang. Pada berbagai intensitas seleksi pada tabel di atas, menunjukkan bahwa peningkatan bobot sapih pada generasi yang akan datang sebesar 14,936-9,175 kg diatas rata-rata populasi, akibat dilakukannya seleksi pada generasi sekarang. Respon seleksi bobot umur satu tahun (BY) tertera pada Tabel 5 memperlihatkan respon yang paling tinggi adalah 18,334 kg diraih pada j umlah jantan 1 ekor (0,51%) dari jumlah populasi jantan yang ada pada umur satu tahun sebanyak 193 ekor dan ternak betina 10 ekor (5,64%) dari total betina yang ada sebanyak 177 ekor dan terendah pada 12,267 kg pada proporsi jantan 8 ekor (2,07%) dengan betina 80 ekor (45,19%). Tabel 5 Respon S eleksi Bobot umur I Tahun (BY) pada bebagaitingkat Intensitas seleksi a Betina Terseleksi (%) (%) 5,64 11,29 16,94 22,59 45,19 n (ekor) , ' 17, ,749 14,053 1, ,471 16,253 16,197 14,886 13, , ,589 15, ' 14,004 12,308 `' 2 2, ,548 15,330 15,274 13,963 12,267 H 5, ,547 14,329 14,273 12,962 11,266- Pada Tabel 5 juga terlihat bahwa untuk mempertahankan sex ratio (1 a' : 10?) maka peluang peningkatan BY ada 5 peraihan bobot badan pada generasi yang akan datang adalah 18,334 kg ; 16,253 kg ; 15,316 kg, 13,963 dan 11,266 kg di atas rata-rata populasi. Proporsi ternak yang digunakan sebagai calon tetua adalah ternak yang memiliki BY diatas rata-rata populasi. Semakin banyak yang dilibatkan dalam seleksi, maka semakin menurun intensitas seleksinya, yang pada akhirnya peraihan peningkatan bobot badanpun akan berkurang juga. Pendugaan respon seleksi sifat berkorelasi antara bobot lahir dan bobot sapih tercantum pada Tabel 6 di bawah ini, yang dihitung menggunakan rumus perkalian antara intensitas sekesi, kecermatan seksi bobot lahir, kecermatan seleksi bobot sapih, korelasi genetik antara BL dengan BS, dengan simpangan baku BS (CR2 = i h, hz rg12 a p 2 ) (Falconer dan Mackay, 1996) Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November

10 Tabel 6 Respon Seleksi sifat berkorelasi antara BS dengan BL pada Intensitas seleksi yang berbeda Betina Terseleksi (%) (a~o) 4,04 8,09 12,14 ; ; 16,19 40,18 ; n (ekor) ,43 1 3,964 3,734 3,583 3,465 3,026 0,86 2 3,883 3,652 5,502 3,383 2,945 1,30 3 3,745 3,514 3,363 3,245 2,806 1,73 4 3,663 3,432 3,282 3,163 2,725 H 4, ,374 3,143 2,992 2,874 2,435 Tujuan menggunakan model seleksi tidak langsung ini adalah memanfaatkan nilai korelasi genetik antara BL dengan BS yang kemudian dikalikan dengan kecermatan seleksi BL. Bila hasil kali dari kedua variabel diatas lebih besar dari nilai kecermatan BS, maka seleksi tidak langsung BS akan lebih baik dari pada seleksi langsung terhadap BS, selain dari itu seleksi dini akan menghemat biaya dan waktu, karena tidak usah memelihara sapi yang kurang balk kualitas genetiknya Pada Tabel 6 diatas tampak bahwa nilai yang tertinggi pencapaian BS adalah 3,964 kg dalam proporsi 4,04% (10 ekor betina) dengan 0,43% (1 ekor jantan). Pada intensitas seleksi yang sama seleksi langsung terhadap BS Tabel 4 jauh lebih tinggi dibandingkan seleksi tidak langsung, hal ini terjadi karena nilai heritabilitas yang masuk katagori sedang akan memberikan kecermatan seleksi yang sedang juga, sementara korelasi genetik yang didapat antara BL dengan BS juga masuk katagori sedang. Hal ini disebabkan karena kedua karakter tersebut (BL dan BS) lebih besar ditentukan oleh Maternal Genetik Effect. Respon seleksi sifat berkorelasi antara BS dan BY tercantum pada Tabel 7 di bawah ini, sebagaimana juga respon seleksi sifat berkorelasi BL dengan BS menggunakan rumus yang sama, namun karena nilai korelasi genetik yang tinggi antara BS dengan BY (0,622) dan nilai heritabilitas BY juga masuk katagori tinggi (0,313) maka hasilnya lebih baik dibandingkan seleksi tidak langsung antara BL dengan BS. Perhitungan peraihan peningkatan Bobot Badan dengan metoda seleksi tidak langsung BY berdasar BS tercantum pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Respon Seleksi sifat berkorelasi antara BY dengan BS pada Intensitas seleksi yang berbeda. Betina Terseleksi (%) 5,64 11,29 16,94 22,59 45, 9 n (ekor) , ,670 9,961 9,929 9,166 8,179 1, ,168 9,459 9,426 8,663 7,676 ~, 1,55 3 9,655 8,946 8,913 8, ,07 4 9,631 8,922 8,889 8,126 7,139 f~ 4,14 8 9, ,307 7,544 6,559 Pada Tabel 7, peningkatan bobot badan dengan menggunakan seleksi tidak langsung BY berdasar BS yang tertinggi adalah 10,670 kg pada intensitas seleksi yang tertinggi yaitu I ekor jantan (0,51%) dengan 10 ekor ternak betina (5,64%), sedangkan nilai pertambahan bobot badan yang terendah (6,559 kg) dalam simulasi berbagai intensitas seleksi terlihat pada proporsi ternak betina 45,19% (80 ekor betina muda) dan 4,14% (8 ekor ternak jantan). Hasil dari penelitian menujukan bahwa kunci keberhasilan metoda seleksi tidak langsung BS berdasar BL adalah nilai heritabilitas BL harus lebih tinggi dari pada nilai heritabilitas bobot Sapih, sehingga nilai kecermatan seleksi BL akan Iebh tinggi dari nilai kecermatan seleksi BS. 58 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

11 Pada kenyataannya prosedur metoda seleksi tidak langsung memiliki prosedur yang baku yaitu dengan memanfaatkan variasi yang maksimal antara individu yang diseleksi dengan rata-rata populasi, dan memaksimalkan heritabilitas dengan cara menurunkan variance lingkungan sebaik mungkin. Efisiensi relatif dari seleksi tidak langsung BS berdasar dari BL adalah 2,56 dan BY berdasar BS adalah 6,73. Ini berarti bahwa seleksi tidak langsung lebih baik dibandingkan seleksi langsung terhadap karakter yang tersebut di atas. Nilai yang cukup besar untuk membandingkan juga dengan aspek ekonomi, karena dengan memperpendek interval generasi akan dapat menghemat biaya karena terhindar untuk membesarkan dan memberi makan anak sapi yang tidak produktif dan memiliki nilai genetik yang tidak baik. Lebih ditekankan bahwa kecermatan seleksi dan korelasi genetik memberikan indikasi yang baik untuk menetukan model dari seleksi, dengan cara : 1. Memaksimalkan phenotipik variance Sapi Bali yang terseleksi terhadap rata-rata populasi, 2. Memaksimalkan nilai heritabilitas dengan jalan menurunkan variance lingkungan. Pada kesimpulannya seleksi tidak langsung akan digunakan selama seleksi memiliki kendala, dan untuk mempercepat pencapaian kemajuan genetik. langsung banyak Kesimputan dan Saran Respon Seleksi yang tertinggi untuk BL adalah 0,963 kg, untuk BS adalah 14,936 kg dan untuk BY adalah 18,334 diraih dengan sex ratio (1 a' : 10?) direkomendasikan penggunaan pejantan bila sesedikit mungkin dengan menggunakan Inseminasi buatan, dan pada kurun waktu yang tidak terlalu lama diadakan penggantian pejantan untuk menghindari efek inbreeding. Pada penggunaan methoda seleksi tidak langsung hanya memungkinkan bila heritabilitas sifat kedua lebih kecil dibandingkan yang pertama, dan korelasi genetik diantara kedua sifat yang masuk katagori tinggi. Pada penelitian ini didapatkan nilai respon seleksi tidak langsung BS berdasar BL adalah 3,964 kg dan BY berdasar dari BS adalah 10,670 kg pada tingkat intensitas seleksi yang sama. Efisiensi relatif seleksi BS berdasar BL adalah 2,56 dan BY berdasar pada BS adalah 6,73. Ucapan terima kasih Terima kasih kepada Pimpinan Program Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali di Jembrana Bali atas supply data recording. Pulukan Daftar Pustaka Ardika, I. N., Parameter Phenotipik dan Genetik Sifat Produksi dan Sifat Re-produksi Sapi Bali pada Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3Bali) di Bali. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana IPB. Chalijah., A. R. Siregar dan J. Bestari, Meningkatkan Survival Rate Dengan Perbai-kan Pakan Induk Bunting Tua. Proc. Rekayasa Teknologi Peternakan/RMP-11. PUSLITBANGNAK. Bogor. Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November

12 Cameron, N.D., Selection Indices and Prediction of Genetic Merit in Animal Bree-ding. CAB International. Wallingford, United Kingdom Dalton, D.C., 1981 an Introduction to Practical Animal Breeding. Granada Publishing Limited. London. Darmadja, D., Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistim Pertanian di Bali. Disertasi. Fakultas Pasca Saijana UNPAD Bandung. Djagra, I. B., K. Lana dan K. Sulandra, Faktor_faktor yang Berpengaruh Pada Berat Lahir dan Berat sapih Sapi Bali. Proc. Seminar Keahlian di Bidang Peternakan. FKHP-UNUD, Denpasar, Bali. Falconer D.S and Mackay, T.F.C., Introduction to Quantitative Genetic. (Fourth edition) Longman Malaysia Groeneveld, E VCE4.2 User's Manual. Institute of Animal Husbandry and Animal Behavior. Federal Agriculture Research Centre. Germany. Kinghorn, B., Principles of Genetic Progress in Animal Breeding, Animal Breeding the Modem Approach. Post Graduate Foundation in Veterinary Science. University of Sidney. Australia. Kirby, G.W.M., Bali Cattle in Australia. Word Animal. Review 31 : 2-7. FAO. Rome. Legates, J.E. dan Warwick, E.J., Breeding and Improvement of Farm Animal (eighth edition) Mc. Craw-Hill Publishing Company. Singapore. Hal Lynch, M. and B. Walsch, Genetic and Analyses of Quantitative Traits. Sanauer Associetes Inc. Mielenz dan Schiller, Zuchtwertschatzung. Lehrmaterialien zur Nutztiergenetik. Institut fur Tierzucht and Tierhaltung mit Tierklinik, MLU-Halle Wittenberg. Siregar, A.R. K., I.G. Putu, C. Talib, H. Panjaitan, Pola Pengembangan Sapi Potong di Indonesia (pengadaan Pejantan Unggul) Prosiding Hasil Penelitian Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan/rmp-II. Balibangnak. Bogor. Soeparno, Ilmu Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Jogyakarta. Talib, C., S. Sivarajasingam, G. N. Hinch and A. Bamualim, Factor Influensing Prewaning and weaning Weight of Bali Cattle calves (Bds sondaicus). Proc. of the 6 word Conggres on Genetics Applied to Livestock Production. Warwick, E.J., Maria Astuti, Hardjosubroto, Pemuliaan ternak. Gadjah Mada Uni-versity Press. Yogyakarta. Widodo, W. dan L. Hakim, Pemuliaan ternak. Universitas Brawijaya Malang. 60 Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat)

EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat) EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat) THE RELATIVE EFFECIENCY OF SELECTION BETWEEN SINGLE AND

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI THE HERITABILITY ESTIMATION FOR BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND YEARLING

Lebih terperinci

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN Prihandini, P.W. *, L. Hakim ** dan V.M.A. Nurgiartiningsih ** * Loka Penelitian

Lebih terperinci

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION BETWEEN BIRTH WEIGHT AND WEANING WEIGHT ON MADURA CATTLE Karnaen Fakulty of Animal Husbandry Padjadjaran University, Bandung ABSTRACT A research on estimation of genetic

Lebih terperinci

Sri Bandiati Komar Prajoga Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung

Sri Bandiati Komar Prajoga Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7, NO. 2, 170-178 170 Pengaruh Silang Dalam Pada Estimasi Respon Seleksi Bobot Sapih Kambing Peranakan Etawa (PE), Dalam Populasi Terbatas (Effect of In-Breeding

Lebih terperinci

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran ABSTRACT A research on estimation of genetic parameters

Lebih terperinci

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH Lusty Istiqomah Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK)-LIPI Jln. Jogja Wonosari Km. 31, Gading, Playen, Gunungkidul,

Lebih terperinci

Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi Aceh Berdasarkan Berat Badan

Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi Aceh Berdasarkan Berat Badan Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi Aceh Berdasarkan Berat Badan Early Selection for Aceh Candidate Bull Based on Body Weight Widya Pintaka Bayu Putra 1, Sumadi 2, Tety Hartatik 2, dan Hendra Saumar 3 1 Lembaga

Lebih terperinci

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN (Study Breed influence to the Productivity of Beef Cattle Calf from Artificial Insemination) MATHEUS SARIUBANG,

Lebih terperinci

Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Brahman Cross di ladang ternak Bila River Ranch, Sulawesi Selatan

Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Brahman Cross di ladang ternak Bila River Ranch, Sulawesi Selatan Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Brahman Cross di ladang ternak Bila River Ranch, Sulawesi Selatan Yulius Duma dan Mobius Tanari Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako

Lebih terperinci

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle) JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 014, VOL. 1, NO. 3, 1-16 Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle) Widya Pintaka Bayu Putra 1, Sumadi 1, Tety

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO (Genetic Parameter Estimates of Egg Production Characteristics in Alabio Ducks) T. SUSANTI dan L.H. PRASETYO 1 Balai Penelitian Ternak,

Lebih terperinci

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya Tropical Animal Husbandry Vol. (1), Januari 013: 8-33 ISSN 301-991 Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya K. Satriavi, Y. Wulandari, Y.B.P.

Lebih terperinci

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES Nico ferdianto, Bambang Soejosopoetro and Sucik Maylinda Faculty of Animal Husbandry, University

Lebih terperinci

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P.

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P. PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P., Heni Indrijani *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2012

Lebih terperinci

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENDUGAAN KEUNGGULAN PEJANTAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA BERDASARKAN BOBOT LAHIR DAN BOBOT SAPIH CEMPE DI SATKER SUMBEREJO KENDAL (Estimation of

Lebih terperinci

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI THE EFFECT OF ALTITUDES AND CARE SYSTEM ON THE GENETIC CORRELATION BETWEEN BIRTH WEIGHT

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS CATATAN TEST DAY UNTUK EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH

EFEKTIVITAS CATATAN TEST DAY UNTUK EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH EFEKTIVITAS CATATAN TEST DAY UNTUK EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU PADA SAPI PERAH (EFFECTIVITY OF TEST DAY RECORDS ON GENETIC EVALUATION OF DAIRY CATTLE) H. Indrijani 1), A.Anang 1), R.R. Noor ), dan C.

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER NURGIARTININGSIH, V. M. A. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Penelitian tentang potensi genetik galur murni Boer dilaksanakan di Laboratorium Lapang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran

PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM. Universitas Padjadjaran PEMANFAATAN CATATAN TEST DAY (HARI UJI) PADA EVALUASI MUTU GENETIK SAPI PERAH DI PT. TAURUS DAIRY FARM Heni Indrijani (*), Paggi, Moch. Makin, Chalid Talib, Asep Anang Universitas Padjadjaran USED OF TEST

Lebih terperinci

KOMPARASI ESTIMASI PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI BALI BERDASARKAN SELEKSI DIMENSI TUBUHNYA WARMADEWI, D.A DAN IGN BIDURA

KOMPARASI ESTIMASI PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI BALI BERDASARKAN SELEKSI DIMENSI TUBUHNYA WARMADEWI, D.A DAN IGN BIDURA 1 KOMPARASI ESTIMASI PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI BALI BERDASARKAN SELEKSI DIMENSI TUBUHNYA WARMADEWI, D.A DAN IGN BIDURA Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar-Bali e-mail: dewiayuwarmadewi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica) PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica) BREEDING VALUE ESTIMATION OF MALE QUAIL BASED ON BODY WEIGHT OF GENERATED OF QUAIL

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali Sains Peternakan Vol. 6 (1), Maret 2008: 9-17 ISSN 1693-8828 Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali Luqman Hakim, Suyadi, Nuryadi, Trinil Susilawati dan Ani Nurgiartiningsih Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga

Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga Media Peternakan, April 2006, hlm. 7-15 ISSN 0126-0472 Terakreditasi SK Dikti No: 56/DIKTI/Kep/2005 Vol. 29 No. 1 Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga A. Gunawan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Nena Hilmia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2005, VOLUME 5 NOMOR 2, (80 87) Pendugaan Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Fries Holland Berdasarkan Catatan Bulanan Tunggal dan Kumulatif di Taurus Dairy Farm (Estimated

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SELEKSI DIMENSI TUBUH SAPI BALI INDUK WARMADEWI, D.A, IGL OKA DAN I N. ARDIKA

EFEKTIVITAS SELEKSI DIMENSI TUBUH SAPI BALI INDUK WARMADEWI, D.A, IGL OKA DAN I N. ARDIKA 1 EFEKTIVITAS SELEKSI DIMENSI TUBUH SAPI BALI INDUK WARMADEWI, D.A, IGL OKA DAN I N. ARDIKA Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar-Bali e-mail: dewiayuwarmadewi@yahoo.co.id ABSTRAK Seleksi merupakan

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas Pendahuluan: Timbulnya keragaman berbagai sifat kuantitatif Derajat keragaman yang dihitung ( Rataan, varians dan SD) BERAPA BAGIAN DARI PERBEDAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI OPTIMALISASI REPRODUKSI SAPI BETINA LOKAL (un identified bred) DENGAN TIGA SUMBER GENETIK UNGGUL MELALUI INTENSIFIKASI IB Ir. Agus Budiarto, MS NIDN :

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN KAMBING BOERAWA DI KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

ESTIMASI PARAMETER GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN KAMBING BOERAWA DI KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG ESTIMASI PARAMETER GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN KAMBING BOERAWA DI KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG GENETIC PARAMETERS ESTIMATION ON GROWTH TRAITS OF BOERAWA GOAT AT TANGGAMUS REGENCY LAMPUNG PROVINCE

Lebih terperinci

Model Rekording dan Pengolahan Data untuk Program Seleksi Sapi Bali

Model Rekording dan Pengolahan Data untuk Program Seleksi Sapi Bali Sains Peternakan Vol. 5 (2), September 2007: 39-46 ISSN 1693-8828 Model Rekording dan Pengolahan Data untuk Program Seleksi Sapi Bali Hakim, L., Suyadi, V.M.A. Nurgiartiningsih, Nuryadi dan T. Susilawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam dunia peternakan, program seleksi sangat penting sekali fungsinya, yaitu untuk memilih individu mana yang terbaik dan pantas untuk dikawinkan. Selain itu, seleksi

Lebih terperinci

ESTIMASI HERITABILITAS SIFAT PERTUMBUHAN DOMBA EKOR GEMUK DI UNIT HERITABILITY ESTIMATION OF GROWTH TRAITS OF FAT TAILED SHEEP AT UNIT

ESTIMASI HERITABILITAS SIFAT PERTUMBUHAN DOMBA EKOR GEMUK DI UNIT HERITABILITY ESTIMATION OF GROWTH TRAITS OF FAT TAILED SHEEP AT UNIT Buletin Peternakan Vol. 38(3): 15-131, Oktober 014 ISSN 016-4400 ESTIMASI HERITABILITAS SIFAT PERTUMBUHAN DOMBA EKOR GEMUK DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMBIBITAN TERNAK-HIJAUAN MAKANAN TERNAK GARAHAN HERITABILITY

Lebih terperinci

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang

Lebih terperinci

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1 II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1 A. Keberadaan Ayam Kampung di Indonesia Ayam Kampung merupakan hasil domestikasi ayam Hutan Merah (red jungle fowl/gallus gallus) yang telah dipelihara oleh nenek moyang

Lebih terperinci

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi Susu Sapi Perah Nasional Industri persusuan sapi perah nasional mulai berkembang pesat sejak awal tahun 1980. Saat itu, pemerintah mulai melakukan berbagai usaha

Lebih terperinci

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA Nurgiartiningsih, V. M. A Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

Korelasi Genetik Pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh

Korelasi Genetik Pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh Korelasi Genetik Pada ifat Pertumbuhan api Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh (The genetic correlation of growth traits in Aceh cattle at indrapuri district Aceh Province) Widya Pintaka Bayu Putra

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati Sistem perkandangan menggunakan kandang panggung terdiri atas dua sistem, yaitu kandang individu (individual system)

Lebih terperinci

PENDUGAAN HERITABILITAS, KORELASI GENETIK DAN KORELASI FENOTIPIK SIFAT BOBOT BADAN PADA SAPI MADURA

PENDUGAAN HERITABILITAS, KORELASI GENETIK DAN KORELASI FENOTIPIK SIFAT BOBOT BADAN PADA SAPI MADURA PENDUGAAN HERITABILITA, KORELAI GENETIK DAN KORELAI FENOTIPIK IFAT BOBOT BADAN PADA API MADURA [Estimation of Heritability, Genotypic and Phenotypic Correlations of Body Weight Traits in Madura Cattle]

Lebih terperinci

Pengamatan Sifat-sifat yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi pada Sapi Bali di Kota Mataram

Pengamatan Sifat-sifat yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi pada Sapi Bali di Kota Mataram Volume 1 (1) : 53-59; Desember 2015 ISSN : 2460-6669 Pengamatan Sifat-sifat yang Mempunyai Nilai Ekonomi Tinggi pada Sapi Bali di Kota Mataram (Observation on the Traits with High Economic Value on Bali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, Purwokerto, lebih tepatnya di Farm Tegalsari. BBPTU-SP Baturraden

Lebih terperinci

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG) Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG) Program alternatif PT Program Alternatif PT: Inseminasi Buatan, TE, Kloning

Lebih terperinci

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi potensi

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH

ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH Buletin Peternakan Vol. 38(1): 1-7, Februari 014 ISSN 016-4400 ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH THE ESTIMATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science

Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science e-journal FAPET UNUD e-journal Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com email: jurnaltropika@unud.ac.id Universitas Udayana PENGARUH PERBEDAAN PEJANTAN

Lebih terperinci

Perbandingan Hasil Uji Performans Calon Induk (Heifer) Sapi Aceh dengan Metode Indeks Seleksi (IS) dan Nilai Pemuliaan (NP)

Perbandingan Hasil Uji Performans Calon Induk (Heifer) Sapi Aceh dengan Metode Indeks Seleksi (IS) dan Nilai Pemuliaan (NP) Sains Peternakan Vol. 1 (), September 014: 61-68 ISSN 1693-888 Perbandingan Hasil Uji Performans Calon Induk (Heifer) Sapi Aceh dengan Metode Indeks Seleksi (IS) dan Nilai Pemuliaan (NP) W. P. B. Putra

Lebih terperinci

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN Reproduction Potency and Output Population of Some Cattle Breeds In Sriwedari Village,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Priangan Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad dan domba lokal.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas

Lebih terperinci

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008 Standar Nasional Indonesia Bibit sapi Bali ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Persyaratan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI

PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI PENGGUNAAN CATATAN TEST DAY UNTUK MENGEVALUASI MLTTU GENETIK SAP1 PERAH OLEH : HEN1 INDRIJANI PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2001 ABSTRAK HEM INDRIJANI. Penggunaan Catatan Test Day untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak Suhardi, S.Pt.,MP NILAI PEMULIAAN Dalam pemuliaan ternak, pemilihan ternak ternak terbaik berdasarkan keunggulan genetik, karena faktor ini akan diturunkan pada anak anaknya.? Nilai Pemuliaan (NP) merupakan

Lebih terperinci

Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan Gabungannya

Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan Gabungannya Karnaen dan J Arifin/Animal Production 11 () 135 14 Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi, Laktasi 3, dengan Gabungannya (Correlation of Breeding Values

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK (The Relation of Calving Cow Body Weight with Calf Growth of PO Cattle in Foundation Stock) HARTATI dan

Lebih terperinci

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility REPRODUCTION PERFORMANCE OF BEEF CATTLE FILIAL LIMOUSIN AND FILIAL ONGOLE UNDERDISTRICT PALANG DISTRICT TUBAN Suprayitno, M. Nur Ihsan dan Sri Wahyuningsih ¹) Undergraduate Student of Animal Husbandry,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) Irwan Cahyo Utomo 1, Gatot Ciptadi 2 and Moch. Nasich 2 1)

Lebih terperinci

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017 109 DINAMIKA POPULASI TERNAK KERBAU DI LEMBAH NAPU POSO BERDASARKAN PENAMPILAN REPRODUKSI, OUTPUT DANNATURAL INCREASE Marsudi 1), Sulmiyati 1), Taufik Dunialam Khaliq 1), Deka Uli Fahrodi 1), Nur Saidah

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE SKRIPSI Oleh: EKANI PUTRI GURUSINGA 110306027 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : RINALDI

SKRIPSI OLEH : RINALDI PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KAMBING BOERKA (F2) BERDASARKAN BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN BOBOT UMUR 6 BULAN DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RINALDI 100306003 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman

Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman ISSN 088-3609 Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman Volume 4, Nomor 1, April 014 KEBERHASILAN KEBUNTINGAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA YANG DIINSEMINASI DENGAN SEMEN CAIR Muhamad Rizal, Bambang Irawan, Danang Biyatmoko,

Lebih terperinci

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI Buletin Peternakan Vol. 35(1):1-10, Februari 2011 ISSN 0126-4400 ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI GENETIC POTENTIAL ESTIMATION OF FRIESIAN HOLSTEIN

Lebih terperinci

Estimasi Nilai Heritabilitas Sifat Kuantitatif Sapi Aceh

Estimasi Nilai Heritabilitas Sifat Kuantitatif Sapi Aceh Estimasi Nilai Heritabilitas Sifat Kuantitatif Sapi Aceh (Heritability estimation of quantitative traits in Aceh cattle) Eka Meutia Sari 1, Mohd. Agus Nashri 1 dan Cut Hasnani 1 1 Jurusan Peternakan, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

Beberapa Kriteria Analisis Penduga Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 12 Minggu dalam Seleksi Ayam Kampung

Beberapa Kriteria Analisis Penduga Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 12 Minggu dalam Seleksi Ayam Kampung Beberapa Kriteria Analisis Penduga Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 12 Minggu dalam Seleksi Ayam Kampung FITRA AJI PAMUNGKAS Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, PO Box 1 Galang 20585 (Diterima dewan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN PERSENTASE KARKAS DAN TEBAL LEMAK PUNGGUNG DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Fajar Muhamad Habil*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN

DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN KETERKAITAN SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN Seleksi (indv./populasi) (generasi n) Pengaturan Sistem Perkawinan: 1.Inbreeding (berkerabat dekat, moyang bersama) 2.Outbreeding

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA (Reproduction Characteristics of Rex, Satin and Reza Rabbit) B. BRAHMANTIYO 1, Y.C. RAHARJO 1, N.D. SAVITRI 2 dan M. DULDJAMAN 2 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

POTENSI DAN KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO)

POTENSI DAN KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) POTENSI DAN KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) MARIA ASTUTI Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRAK Sapi Peranakan Ongole (PO) pada tahun 1991 populasinya

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Potency Analysis of Feeders Beef Cattle at Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) SUMADI, WARTOMO HARDJOSUBROTO dan NONO NGADIYONO Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION Dwi Wahyu Setyaningsih 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Unsoer Ngawi Abstract Progeny test a study

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sapi Perah di Indonesia Usaha peternakan sapi perah yang diusahakan oleh pribumi diperkirakan berdiri sekitar tahun 1925. Usaha ini berlanjut secara bertahap sampai saat ini.

Lebih terperinci

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG Indria Susanti, M. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG NANIK RAIImAm1, PALLAwARuKKA 1, dan A 4NEKE ANGGRAENI2 Fakultas Peternakan JPB, Jalan Rasamala, Darmaga, Bogor a Balai Penelitian

Lebih terperinci

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA 55 PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA Pendahuluan Kuda pacu Indonesia merupakan ternak hasil silangan antara kuda lokal Indonesia

Lebih terperinci

Prediksi Kemajuan dan Respon Seleksi Bobot Badan dan GenotipGH Induk Sapi PO

Prediksi Kemajuan dan Respon Seleksi Bobot Badan dan GenotipGH Induk Sapi PO BAB 12 Prediksi Kemajuan dan Respon Seleksi Bobot Badan dan GenotipGH Induk Sapi PO A. Hubungan Proporsi Seleksi, Intensitas Seleksi dan Respon Seleksi Proporsi seleksi adalah nilai yang menunjukkan jumlah

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN BOBOT BADAN KAWIN PERTAMA SAPI PERAH FRIES HOLLAND DENGAN PRODUKSI SUSU HARIAN LAKTASI PERTAMA DAN LAKTASI KEDUA DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS) PANGALENGAN JAWA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

Model Kurva Pertumbuhan Sapi Madura Betina dan Jantan Dari Lahir Sampai Umur Enam Bulan. Karnaen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Model Kurva Pertumbuhan Sapi Madura Betina dan Jantan Dari Lahir Sampai Umur Enam Bulan. Karnaen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Model Kurva Pertumbuhan Sapi Madura Betina dan Jantan Dari Lahir Sampai Umur Enam Bulan Karnaen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Kurva pertumbuhan merupakan pencerminan kemampuan suatu

Lebih terperinci

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60 BAB 1 PENDAHULUAN Di wilayah Indonesia, sejauh ini,ditemukan keturunan tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu bangsa sapi Ongole, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Madura serta peranakan beberapa bangsa

Lebih terperinci