HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Hadi Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 55 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kota Bogor Geografi, Kependudukan, dan Ekonomi Secara geografis wilayah administrasi Kota Bogor terletak pada koordinat ` bujur timur dan 6 36` lintang selatan dengan jarak ± 56 km dari Kota Jakarta. Terdiri dari 6 Kecamatan dan 68 Kelurahan, yang sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja; sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor; sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor; serta sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor (BPS 2009). Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2009 menurut perhitungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebanyak jiwa yang terdiri dari laki-laki jiwa dan perempuan jiwa, dengan kepadatan penduduk jiwa per hektar. Berdasarkan kepadatan penduduknya, wilayah terpadat berada di Kecamatan Bogor Tengah yang mencapai jiwa/ha, sedangkan 5 kecamatan lainnya kepadatan penduduk merata yaitu berturut-turut di Kecamatan Bogor Timur jiwa/ha, Kecamatan Bogor Utara jiwa/ha, Kecamatan Tanah Sareal jiwa/ha, Kecamatan Bogor Barat jiwa/ha, dan Kecamatan Bogor Selatan jiwa/ha (BPS 2011a). Laju pertumbuhan penduduk (LPP) Kota Bogor tahun 2008 sebesar 5,06% relatif meningkat dari tahun 2007 yaitu 2,9%. Laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor tersebut ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan pendduduk Indonesia periode dan menurut BPS (2011a) yakni 0,9%. Berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa lebih dari 98% penduduk usia 10 tahun ke atas di seluruh Kecamatan Kota Bogor sudah dapat membaca dan menulis. Kecamatan Bogor Tengah tercatat memiliki persentase tertinggi yaitu 99,2% dan Kecamatan Bogor Selatan memiliki persentase terendah yaitu 98,4%. Angka melek huruf yang cukup tinggi tersebut merupakan faktor yang sangat menguntungkan bagi program-program kesehatan meskipun masih di bawah target Millenium Development Goals yakni 100%.
2 56 Penduduk usia produktif memiliki persentasi mata pencaharian tertinggi pada sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi (34,8%) serta jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (26,6%). Jumlah angkatan kerja tahun 2007 meningkat 2,5% dari menjadi orang. Sedangkan persentasi orang yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 2,5% dan persentase orang yang mencari kerja menurun sebesar 2,5%. Apabila jumlah pencari kerja pada tahun 2007 dihubungkan dengan lowongan pekerjaan yang masih tersisa di tahun 2008 maka hanya 67.0% (2701 orang) saja jumlah pencari kerja yang dapat tertampung sehingga diketahui bahwa lowongan pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah pencari kerja. Minimnya lowongan pekerjaan mengakibatkan angka pengangguran tidak mengalami penurunan dari tahun 2007 yakni 3,6%, besarnya angka pengangguran tersebut berpengaruh pada tingkat daya beli masyarakat dan berakibat pada jumlah penduduk miskin (Dinas Kesehatan Kota Bogor 2010). Keluarga miskin (Gakin) di Kota Bogor tersebar di tiap kecamatan dengan proporsi 21,3% dibandingkan dengan KK seluruhnya ( KK), begitupun dengan penduduk miskin (Penkin) tersebar pada tiap kecamatan dengan proporsi 16,7% dibandingkan dengan penduduk seluruhnya ( jiwa). Jumlah Gakin dan Penkin tertinggi terdapat di Kecamatan Bogor Barat dengan proporsi 26,3% dan 23,2%. Persentasi penduduk miskin di Kota Bogor masih cukup tinggi mengingat angka penduduk miskin di Indonesia tahun 2010 menurut wilayah kota adalah 9,9%, wilayah desa adalah 16,7%, dan wilayah kota+desa adalah 13,3% (BPS 2011b). Berdasarkan tingginya angka penduduk miskin tersebut maka program penanggulangan kemiskinan harus lebih ditingkatkan misalnya dengan pengadaan sarana kesehatan. Situasi Derajat Kesehatan Keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat pada beberapa indikator yang digunakan untuk memantau perkembangan derajat kesehatan seperti Angka Kematian Bayi dan Usia Harapan Hidup dan status gizi masyarakat serta indikator lain yang mencerminkan derajat kesehatan masyarakat suatu wilayah. Berdasarkan analisis situasi derajat kesehatan masyarakat (Dinas Kesehatan Kota Bogor 2010) diketahui bahwa Kota Bogor telah menunjukan situasi yang relatif baik dan berada di atas rata-rata Kota/Kabupaten lain di Jawa Barat. Usia Harapan Hidup masyarakat Kota Bogor
3 57 mencapai 68,9 (Jawa barat = 67,4), Angka Kematian Bayi 26,3/1000 kelahiran hidup (Jawa Barat = 39,0/1000 KLH), Angka Kematian Ibu wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) 296,2/ kelahiran hidup (Jawa barat = 321,0/ KLH). Meskipun demikian, masalah kematian bayi dan kematian ibu harus tetap menjadi perhatian tolak ukur dari derajat kesehatan karena berdasarkan data hasil pencatatan dan pelaporan tahun 2008 dilaporkan bayi yang meninggal di Kota Bogor sebanyak 95 bayi. Sementara itu, ibu yang meninggal karena sebabsebab yang terkait dengan kehamilan, kelahiran, dan masa nifas dilaporkan sebanyak 8 orang. Kematian ibu mengalami kenaikan dari tahun 2008 yaitu 11 orang dengan 3 penyebab utama yaitu eklamsia (27,3%), infeksi (27,3%), dan perdarahan (18,2%). Sementara itu, kematian bayi mengalami penurunan menjadi 57 bayi pada tahun 2009 (Dinas Kesehatan Kota Bogor 2010). Kematian bayi kedua terbesar terjadi karena BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), hal ini menunjukan bermasalahnya bayi sejak dalam kandungan ibu yang kurang gizi (KEK/Kurang Energi Kronis), oleh karena itu Pemeriksaan Kehamilan atau Antenatal Care sangat penting dalam penangulangan masalah tersebut. Selain itu, terdapat pula 10 kasus bayi lahir mati atau Intra Uterine Fetal Distress (IUFD). Hal ini menunjukan bahwa pemeriksaan kehamilan atau Antenatal Care belum dilaksanakan secara optimal sehingga memerlukan kegiatan untuk meningkatkan kualitas persalinan dan kualitas pemeriksaan ibu hamil serta penyuluhan oleh para petugas kesehatan mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan. Cakupan pemeriksaan kehamilan dan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kota Bogor belum mencapai target SPM, dimana cakupan K1-K4 yakni 87,9%, sedangkan target yang harus dicapai unti pelaksanaan K1- K4 adalah 90%. Tingkat derajat kesehatan masyarakat juga didukung oleh fasilitas kesehatan yang tersedia. Berdasarkan Laporan Dinas kesehatan Tahun 2009 diketahui bahwa jumlah sarana pelayanan kesehatan di Kota Bogor cukup banyak antara lain Rumah Sakit sebanyak 9 buah, Balai Pengobatan Swasta 84 buah, Rumah Bersalin 5 buah, Laboratorium 16 buah, Apotek 85 Buah, dan 30 buah Toko Obat (Dinas Kesehatan Kota Bogor 2010).
4 58 Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Karakteristik sosial ekonomi keluarga dalam penelitian ini yakni meliputi pendidikan, pekerjaan, besar keluarga, dan pendapatan. Distrbusi karakteristik sosial ekonomi keluarga disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa lebih dari separuh ibu hamil (62,2%) memiliki pendidikan tamat SMP, begitu pula dengan sebagian besar (75,6%) pendidikan suami yakni tamat SMP. Persentasi tersebut sudah cukup baik mengingat pencapaian angka partisipasi murni di tingkat SMP menurut Bappenas 2010 yakni 66,5% meskipun masih lebih rendah dari target pendidikan untuk semua dalam Millenium Development Goals yakni 100%. Pendidikan berkaitan dengan pekerjaan karena semakin tinggi pendidikan, semakin baik pekerjaan yang diperoleh. Berdasarkan data paada Tabel 5, diketahui hampir seluruh ibu hamil (91,1%) tidak bekerja atau ibu rumah tangga, sedangkan seluruh suami ibu hamil bekerja dengan persentasi tertinggi yakni bekerja sebagai karyawan (44,4%) dan buruh (28,9%). Meskipun angka partisipasi murni di tingkat SMP masih jauh dari target MDGs, namun pada tingkat pendidikan tersebut angka partisipasi kerja sudah melebihi angka partisipasi kerja di Indonesia. Berdasarkan BPS 2011a, angka partisipasi kerja di Indonesia berdasarkan tingkat pendidikan SMP tahun 2005 hanya 19,1%. Pekerjaan yang baik akan menjamin pemenuhan terhadap akses pangan dan kesehatan serta proses keputusan pada konsumsi karena mempengaruhi pendapatan yang diperoleh. Disamping itu, besar keluarga juga mempengaruhi konsumsi pangan sebab jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan tidak merata. Berdasarkan besar keluarga (Tabel 5), diketahui bahwa lebih dari separuh ibu hamil memiliki besar keluarga 4 orang (68,9%) atau keluarga kecil dan sisanya (31,1%) memiliki keluarga > 4 orang atau keluarga besar. Dalam hubungan antara besar keluarga dan konsumsi pangan, diketahui bahwa keluarga dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya dibandingkan dengan keluarga dengan jumlah anak yang lebih sedikit (Sanjur 1982). Pada Tabel 5 juga diketahui bahwa persentase pendapatan per kapita keluarga tertinggi berada di atas garis kemiskinan Kota Bogor (BPS 2010) yakni Rp sebesar 93,3%. Rata-rata pendapatan keluarga per kapita yakni
5 59 Rp dengan pendapatan tertinggi Rp dan terendah Rp Meskipun jika dibandingkan garis kemiskinan menunjukan rata-rata pendapatan (Rp/kap/bln) di atas garis kemiskinan, tetapi apabila dibandingkan dengan Upah Minimum Regional/UMR (Rp/kap/bln) Kota Bogor yakni Rp maka sebanyak 24,4% ibu hamil memiliki pendapatan di bawah UMR (< Rp ). Artinya, hampir seluruh ibu hamil tidak miskin tetapi masih terdapat keluarga yang memiliki pendapatan rendah yakni sebesar 24,4%. No Tabel 5. Distribusi karakteristik sosial ekonomi keluarga Karakteristik Keluarga 1 Pendidikan ibu hamil a. Tidak tamat SMP b. Tamat SMP Jumlah n % ,8 62,2 Total 45 2 Pendidikan suami a. Tidak tamat SMP b. Tamat SMP ,4 75,6 Total 45 3 Pekerjaan ibu hamil a. Tidak bekerja b. Bekerja 41 91,1 4 8,9 Total 45 4 Pekerjaan suami a. Buruh b. Sopir c. Karyawan d. Wiswasta ,9 6,7 44,4 20,0 Total 45 6 Besar keluarga a. 4 orang b. > 4 orang ,9 31,1 Total 45 5 Pendapatan keluarga (Rp/kap/bln) a. < Rp * b. Rp ,7 93,3 Total 45 Ket: *Garis kemiskinan Kota Bogor menurut BPS 2010 Karakteristik Ibu Hamil Karakteristik ibu hamil dalam penelitian ini meliputi usia ibu hamil, paritas (jumlah anak yang pernah dilahirkan) dan jarak kehamilan (jarak dengan kelahiran sebelumnya), riwayat kesehatan (penyakit yang diderita sebelum kehamilan), serta riwayat persalinan (pengalaman persalinan terdahulu). Ibu hamil dalam penelitian ini merupakan ibu hamil yang sebagian besar (80,0%)
6 60 memiliki usia berkisar tahun, sedangkan sebanyak 20,0% ibu hamil memiliki usia 35 tahun. Menurut Kusumawati (2006), usia 35 tahun merupakan usia yang berisiko terhadap kehamilan karena wanita dalam periode usia tersebut memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah-masalah seperti tekanan darah tinggi, gestasional diabetes (diabetes yang berkembang selama kehamilan), dan komplikasi selama persalinan. Risiko persalinan sulit untuk ibu yang belum pernah melahirkan pada usia 35 tahun adalah tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun). Hasil penelitian Turcot, Marcoux, dan Eraser (1997) pada wanita di Canada menyimpulkan bahwa umur ibu 35 tahun berhubungan positif terhadap persalinan dengan tindakan. Selain itu, Supriyati, Doeljachman, dan Susilowati (2000) mendapatkan temuan mengenai umur ibu hamil yang merupakan faktor risiko distorsia (penyulit persalinan) yang memerlukan tindakan, dimana ibu hamil yang berusia < 20 tahun atau 35 tahun memiliki risiko 4 kali lebih tinggi mengalami distorsia dibandingkan dengan ibu yang berusia tahun. Distribusi karakteristik ibu hamil ditunjukan pada Tabel 6. No Tabel 6. Distribusi karakteristik ibu hamil Karakteristtik Ibu Hamil 1 Usia ibu a. Tidak berisiko (20-34 tahun) b. Berisiko ( 35 tahun) Jumlah n % ,0 20,0 Total Paritas a. Belum pernah hamil b. Rendah (1-3 kali) c. Tinggi (> 3 kali) ,6 66,7 6,7 Total 45 3 Jarak kehamilan a. Belum pernah hamil b. Tidak aman (< 24 bulan) c. Aman ( 24 bulan) ,6 13,3 60,0 Total 45 Pada Tabel 6, sebanyak 26,6% ibu hamil belum pernah mengalami kehamilan, sehingga persentase tertinggi dari seluruh ibu hamil memiliki paritas rendah (66,7%) dan jarak kehamilan yang aman (60,0%). Menurut Kusumawati (2006), ibu hamil berusia 35 tahun, memiliki paritas 4 kali dan jarak kehamilan < 24 bulan memiliki risiko kehamilan yang berbahaya bagi ibu dan
7 61 janin karena berisiko distorsia, sedangkan ibu dengan jarak kehamilan < 24 bulan belum memiliki bentuk dan fungsi organ reproduksi yang sempurna. Selain paritas dan jarak kehamilan, terdapat faktor lain yang menentukan kesehatan kehamilan seseorang. Salah satu dari faktor tersebut adalah riwayat kehamilan. Menurut Rachmawati (2004), kehamilan yang pernah dilalui oleh seseorang sangat menentukan kualitas kehamilan berikutnya. Disamping itu, kebutuhan gizi antara orang sehat dan orang sakit terutama yang baru sembuh dari sakit berat tidak sama sehingga orang yang pernah menderita sakit memerlukan zat gizi yang lebih besar dibandingkan kebutuhan gizi normal. Riwayat kehamilan yang diteliti pada penelitian ini meliputi keadaan kesehatan sebelum kehamilan, riwayat kehamilan terdahulu, komplikasi pada kehamilan sebelumnya, dan riwayat keguguran. Distribusi ibu hamil berdasarkan riwayat kesehatan disajikan pada Tabel 7. Pada tabel tersebut diketahui bahwa hampir seluruh ibu hamil (97,8%) memiliki riwayat kesehatan yang baik karena tidak pernah menderita penyakit sebelum kehamilan, namun 2,2% ibu hamil mengaku menderita hemorrhoid sebelum kehamilan. No Tabel 7. Distribusi ibu hamil berdasarkan riwayat kehamilan Riwayat Kehamilan 1 Keadaan kesehatan sebelum hamil a. Sakit (hemorrhoid) b. Tidak sakit Jumlah n % ,2 97,8 Total Kehamilan sebelumnya a. Pernah b. Tidak pernah ,2 77,8 Total 45 3 Komplikasi kehamilan a. Belum pernah hamil 10 22,2 b. Tidak mengalami komplikasi 35 77,8 Total 45 4 Keguguran a. Pernah b. Tidak pernah ,6 84,4 Total 45 5 Jumlah (kali) keguguran* a. Tidak pernah b. 1 kali c. 2 kali Total ,4 11,1 4,5 Ket: *usia kehamilan yang paling banyak menderita keguguran adalah 2 bulan
8 62 Thompson (2004) menyatakan bahwa penyakit-penyakit yang umum diderita saat kehamilan adalah anemia, hipertensi, diabetes, dan ambeien (hemorrhoid). Ibu hamil sangat rentan menderita ambeien karena meningkatnya kadar hormon kehamilan yang melemahkan dinding vena di bagian anus. Umumnya, ibu hamil menderita ambeien setelah 6 bulan usia kehamilan karena adanya peningkatan tekanan vena dalam area panggul. Beberapa ibu hamil juga mengalami ambeien selama proses persalinan akibat tekanan bayi yang kuat. Selain itu, komplikasi setelah melahirkan juga dapat memicu terjadinya ambeien. Sebanyak 77,8% ibu hamil diketahui sudah pernah mengalami kehamilan dan tidak menderita komplikasi kehamilan. Berdasarkan riwayat keguguran, terdapat 15,6% ibu hamil yang pernah mengalami keguguran. Diantaranya menderita keguguran satu kali (11,1%) dan dua kali (4,5%). Rata-rata usia kehamilan, dimana mengalami keguguran adalah usia dua bulan. Berbagai penyebab keguguran pada ibu hamil disajikan pada Gambar 2, dimana diketahui bahwa lebih dari separuh ibu hamil yang keguguran (57%) disebabkan oleh kecapekan. Sedangkan, sisanya tersebar dalam berbagai sebab seperti jatuh, pendarahan, dan hamil anggur (tumor akibat kegagalan pembentukan janin). Rose-Neil (2007) menyatakan bahwa keguguran merupakan keluarnya janin atau persalinan prematur sebelum janin mampu untuk hidup. Risiko keguguran pada ibu hamil adalah 15-40% dan 60-75% keguguran terjadi pada usia kehamilan kurang dari tiga bulan. Keguguran merupakan interaksi dari berbagai faktor diantaranya, kelainan janin yang disebabkan oleh kelainan kromosom, kelainan pada ibu (infeksi dan penyakit), kelainan rahim, dan gaya hidup (merokok, aktifitas berat, obesitas, dan berat badan kurang) Hamil anggur Pendarahan Kecapekan Kecapean Jatuh Jatuh dari tangga 0,0 20,0 40,0 60,0 % Gambar 2. Berbagai penyebab keguguran pada ibu hamil
9 63 Riwayat persalinan merupakan hal yang perlu diperhatikan karena terkait dengan masalah kesehatan ibu dan bayi lahir serta mempengaruhi proses kehamilan dan persalinan berikutnya. Riwayat persalinan meliputi penolong persalinan, tempat persalinan, jenis persalinan, dan komplikasi persalinan. Distribusi ibu hamil berdasarkan riwayat persalinan dapat dilihat pada Tabel 8. No Tabel 8. Distribusi ibu hamil berdasarkan riwayat persalinan Persalinan Terdahulu* 1 Penolong persalinan a. Dokter b. Bidan c. Dukun bayi d. Sendiri 2 Tempat persalinan a. RS/RB b. Bidan c. Puskesmas d. Rumah Jumlah Jumlah Persalinan Saat Ini** n % n % Penolong persalinan 2 6,1 a. Dokter 5 11, ,7 b. Bidan 31 72,1 9 27,2 c. Dukun bayi 6 13,9 0 0,0 d. Sendiri 1 2,4 Total Total 43 Tempat persalinan 3 9,1 a. RS/RB 9 20, ,4 b. Bidan 17 39,5 3 9,1 c. Puskesmas 8 18, ,4 d. Rumah 9 20,9 Total 33 Total 43 Jenis persalinan 31 93,9 a. Normal 39 90,7 2 6,1 b. Caesar 4 9,3 Total 33 Total 43 3 Jenis persalinan a. Normal b. Caesar 4 Komplikasi a. Ada (Ketuban pecah dini) b. Tidak ada 1 3,0 Komplikasi a. Ada (pendarahan) b. Tidak ada 32 97, ,7 Total 33 Total 43 Ket: * pada persalinan terdahulu, 12 orang ibu hamil belum pernah mengalami proses persalinan ** pada persalinan saat ini, 2 orang tidak mengalami proses persalinan karena keguguran 1 2,3 Data pada Tabel 8 menunjukan perbandingan riwayat persalinan terdahulu dengan persalinan saat ini. Hampir seluruh ibu hamil (97,0%) memiliki riwayat persalinan yang baik karena tidak mengalami komplikasi pada saat persalinan. Persentase tertinggi penolong persalinan, baik persalinan sebelumnya maupun persalinan saat ini adalah bidan (66,7% dan 72,1%). Senada dengan hal itu, persentase tertinggi tempat persalinan yakni bidan (45,5% dan 39,5%). Banyaknya ibu hamil yang memilih bidan sebagai tenaga penolong persalinan karena pemeriksaan kesehatan selama kehamilan dilakukan pada bidan yang sama, baik bidan di puskesmas maupun bidan swasta (membuka praktek sendiri) dan harga persalinan lebih terjangkau di bandingkan
10 64 melahirkan di rumah sakit. Biaya untuk melahirkan di bidan biasanya mencapai 1-2 juta rupiah, sedangkan di rumah sakit untuk kelahiran normal mencapai 6-7 juta rupiah, sedangkan kelahiran Caesar > 7 juta rupiah. Meskipun demikian. persentase ibu yang melahirkan dengan bantuan dokter sebagai tenaga penolong persalinan justru mengalami peningkatan karena peningkatan yang serupa terjdi pada kelahiran caesar (kelahiran yang sulit) sehingga memang harus dilakukan di rumah sakit dengan bantuan dokter. Sementara tu, masih terdapat pula ibu hamil yang melakukan kelahiran sendiri tanpa bantuan tenaga penolong persalinan karena keterbatasan ekonomi dan ibu yang melahirkan di rumah dengan bantuan dukun bayi sebgai tenaga penolong persalinan, walaupun persentase ibu hamill yang menggunakan dukun bayi sudah berkurang yakni 36,4% pada kelahiran terdahulu dan 20,9% pada kelahiran saat ini karena adanya peningkatan akses menuju tempat persalinan yang lebih baik. Menurut jenis persalinannya, hampir seluruh ibu hamil pada persalinan terdahulu melakukan persalinan normal (93,9%), begitupun pada persalinan saat ini (90,7%). Sedangkan menurut komplikasi persalinan, terdapat 3% (1 orang) ibu hamil pada persalinan terdahulu menderita komplikasi berupa ketuban pecah dini dan 2,3% (1 orang) ibu hamil pada persalinan saat ini menderita komplikasi persalinan berupa perdarahan. Ketuban pecah dini merupakan pengeluaran cairan amnion melalui serviks uteri sebelum dimulainya persalinan, yang tidak menggambarkan maturitas janin tetapi hanya menunjukan pecahnya kulit ketuban berkenaan dengan dimulainya persalinan. Hal tersebut dapat terjadi ketika usia kehamilan genap bulan ataupun sebelum genap bulan (sebelum 37 minggu). Ketuban pecah dini biasanya terjadi pada usia minggu dan dapat mengakibatkan komplikasi persalinan prematur serta sering disertai dengan komplikasi infeksi perinatal dan gawat janin. Faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini yaitu riwayat kehamilan dengan ketuban pecah dini dan merokok (Atmono 2000). Bahkan, penelitian yang dilakukan Ritawati (2009) memperoleh hasil bahwa anemia yang terjadi pada ibu hamil trimester II dapat meningkatkan kejadian ketuban pecah dini. Selain ketuban pecah dini, komplikasi yang dialami saat persalinan adalah perdarahan. Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan postpartum adalah hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir, yang dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada
11 65 kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan. Faktor-faktor penyebab perdarahan postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, dan kelainan pembekuan darah (Brown 2007). Gaya hidup Merokok selama kehamilan dapat membahayakan janin karena rokok mengandung tiga komponen zat yaitu karbon monoksida, sianida, dan nikotin yang dapat menyebabkan kecacatan, BBLR, kematian prenatal, kelahiran premature, keguguran, dan Sudden Infant Death Syndrome (SIDS). Karbon monoksida dan nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen untuk janin, sedangkan sianida dapat mengurangi asupan zat gizi bagi janin (Rose-neil 2007). No 1 Merokok a. Ya* b. Tidak Tabel 9. Distribusi ibu hamil berdasarkan gaya hidup Gaya Hidup Jumlah n % 2 4, ,6 Total Konsumsi alkohol a. Ya b. Tidak 0 0,0 45 Total 45 Ket: * ibu hamil memiliki kebiasaan merokok 1 batang/hari dengan jenis filter Sama seperti merokok, konsumsi alkohol juga dapat memberikan pengaruh buruk pada janin seperti BBLR dan keterlambatan mental anak. Rose- Neil (2007) mengungkapkan mekanisme pengaruh alkohol terhadap janin yaitu alkohol yang dikonsumsi akan menuju ke hati, kemudian alkohol yang tidak dapat diuraikan dihati akan mengalir mengikuti aliran darah dan terbawa ke setiap sel tubuh termasuk plasenta, yang akan langsung menuju janin. Konsumsi alkohol yang berlebihan selama kehamilan dapat memutuskan sirkulasi darah janin dalam waktu singkat. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa terdapat 4,4% ibu hamil yang merokok 1 batang/hari dengan jenis rokok filter, namun tidak ada ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.
12 66 Keluhan Kesehatan Ibu Hamil Selama kehamilan sering terjadi keluhan-keluhan seperti nyeri atau sakit, dimana semakin tua usia kehamilan maka keluhan akan semakin berkurang, kecuali varises dan kaki bengkak yang akan semakin meningkat. Keluhankeluhan tersebut merupakan keluhan ringan yang tidak akan membahayakan ibu dan bayi, namun akan menimbulkan rasa tidak nyaman yang kemudian akan berdampak pada kondisi kesehatan ibu. Berkaitan dengan keluhan yang dirasakan, seluruh ibu hamil dalam penelitian (100%) merasakan keluhan saat kehamilan dengan rata-rata ibu hamil mengalami sembilan keluhan saat kehamilan. Berbagai keluhan yang sering dirasakan selama kehamilan tersaji pada Tabel 10. Tabel 10. Distribusi ibu hamil berdasarkan keluhan selama kehamilan No Keluhan Jumlah n % 1 Mual 39 86,7 2 Sering buang air kecil 36 80,0 3 Lelah 30 66,7 4 Pusing 28 62,2 5 Lesu 25 55,6 6 Nafsu makan berkurang 23 51,1 7 Kram betis 21 46,7 8 Sakit punggung 21 46,7 9 Keputihan 19 42,2 10 Kurang tidur 16 35,6 11 Kesemutan 15 33,3 12 Sembelit 13 28,9 13 Guratan putih 12 26,7 14 Kaki bengkak 11 24,4 15 Kulit kering 6 13,3 16 Flek 6 13,3 17 Varises 3 6,7 18 Hipersalivasi 1 2,2 20 Mimisan 1 2,2 Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa lima keluhan yang paling banyak dirasakan oleh ibu hamil adalah mual (86,7%), sering buang air kecil (80,0%), lelah (66,7%), pusing (62,2%), dan lesu (55,6%). Rose-Neil (2007) menyatakan bahwa lebih dari 70% ibu hamil mengalami mual dan pusing di pagi hari saja, sepanjang hari, atau disertai muntah. Penyebab mual diakibatkan adanya kekacauan pada kegiatan normal tubuh dan bisa diperburuk oleh adanya stres mental. Sedangkan, ibu hamil akan merasa lebih sering ingin buang air kecil karena adanya pertumbuhan rahim yang menekan kandung kemih dan
13 67 perubahan hormonal. Keluhan-keluhan pada saat kehamilan tidak terlepas dari gaya hidup yang tidak baik seperti kurang makan, pola makan yang buruk, dan kurang tidur atau istirahat. Menurut Bandiyah (2009), keluhan ringan dapat diatasi dengan obat-obatan tertentu yang tidak membahayakan ibu dan janin. Sedangkan Rose-Neil (2007) menyarankan untuk menjaga pola makan, cukup gerak, dan cukup istirahat agar keluhan-keluhan dapat dihindari atau diatasi. Konsumsi Pangan Ibu Hamil Konsumsi pangan ibu selama kehamilan hendaknya mengandung jumlah dan mutu gizi yang baik. Ibu hamil yang mengkonsumsi makanan rendah jumlah dan mutu gizinya akan menyebabkan kemunduran kesehatan janin. Kusharisupeni (2008) menyatakan bahwa perubahan fisiologis pada ibu hamil memiliki dampak besar terhadap asupan ibu dan kebutuhan gizi karena ibu harus memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin yang sangat pesat selama kehamilan dan agar proses kelahiran dapat berjalan dengan baik. Perhitungan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seluruh ibu hamil didasarkan atas 12 kelompok bahan makanan (serealia, umbi-umbian, sayuran, buah, daging/ayam, telur, ikan dan hasil laut, kacang-kacangan dan olahannya, susu dan olahannya, minyak, gula/madu, serta lain-lain). Hasil perhitungan menunjukan bahwa rata-rata konsumsi serealia adalah 410,8±148 g. Jenis serealia yang banyak dikonsumsi yaitu beras (316,8±200,8 g) dan mie (25,8±42,0 g). Rata-rata konsumsi umbi-umbian adalah 17,0±34,0 g dengan jenis umbi-umbian yang banyak dikonsumsi yaitu kentang (2,2±6,2 g), ubi (5,5±21,6 g), dan singkong (8,4±23,3 g). Sementara itu, rata-rata konsumsi sayuran dan buah adalah 152,2±104,0 dan 58,0±83,5 g. Jenis sayuran yang paling banyak dikonsumsi yaitu bayam (35,5±64,4 g), sawi (12,5±31,0 g), kangkung (10,0±25,0 g), daun singkong (8,0±24,0 g), dan kacang panjang (4,7±11,5 g). Jenis buah yang sering dikonsumsi yaitu pisang (25,6±43,5 g), alpukat (7,0±47,4 g), apel (6,3±24,0 g), pir (5,5±21,0 g), dan jeruk (5,0±23,0 g). Kelompok pangan daging/ayam memiliki rata-rata konsumsi yaitu 55,3±75,3 g dengan rata-rata konsumsi daging sapi adalah 38,0±72,0 g dan ayam 20,0±28,0 g. Rata-rata konsumsi kelompok pangan telur yaitu sebesar 17,0±19,6 g. Sementara itu, kelompok ikan dan hasil laut memiliki rata-rata konsumsi 52,3±77,0 g dengan jenis ikan dan hasil laut yang paling banyak
14 68 dikonsumsi yaitu udang (6,7±44,7 g), kembung (4,0±13,0 g), teri (4,4±9,2 g), mujair (3,3±14,6 g), tongkol (4,0±9,8 g), dan mas (2,3±9,0 g). Kelompok kacang-kacangan dan olahannya serta susu dan olahannya memiliki rata-rata konsumsi 106,0±121,0 g dan 30,0±34,3 g. Jenis kacangkacangan dan olahannya yang paling banyak dikonsumsi yaitu tempe (48,0±52,0 g), tahu (32,0±68,0 g), dan kacang tanah (2,7±5,0 g). Tiga kelompok pangan terakhir adalah minyak, gula/madu, dan lain-lain, rata-rata konsumsinya adalah 5,0±12,0; 5,0±9,0; dan 19,0±39,0 g. Kelompok pangan lain-lain terdiri atas kecap (2,4±5,7 g) dan teh (14,7±38,8 g). Keragaman pangan perlu diperhatikan dalam konsumsi pangan, baik dari segi jenis maupun kesesuaian jumlahnya. Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil (84,4%) memiliki keragaman jenis sedang, sedangkan 95,6% ibu hamil mengkonsumsi pangan dengan kesesuaian jumlah yang rendah. Keragaman konsumsi pangan diperoleh melalui hasil penjumlahan antara skor keragaman jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi ibu hamil, dimana diketahui bahwa sebanyak 77,8% ibu hamil memiliki keragaman konsumsi pangan yang rendah. No Tabel 11. Distribusi ibu hamil berdasarkan keragaman konsumsi pangan Keragaman Konsumsi Pangan 1 Keragaman jenis a. Rendah b. Sedang c. Tinggi Jumlah n % ,9 84,4 6,7 Total Kesesuian jumlah a. Rendah b. Sedang c. Tinggi ,6 4,4 0,0 Total 45 3 Keragaman pangan a. Rendah b. Sedang c. Tinggi ,8 22,2 0,0 Total 45 Pada Tabel 12, hampir seluruh ibu hamil (94,7%) yang mengkonsumsi pangan dengan keragaman jenis sedang, memiliki kesesuaian jumlah yang rendah. Hanya sebagian kecil dari seluruh ibu hamil yang mengkonsumsi pangan
15 69 dengan keragaman jenis rendah dan memiliki kesesuaian jumlah yang rendah, serta mengkonsumsi pangan dengan keragaman jenis tinggi dan kesesuaian jumlah rendah atau sedang. Hal tersebut berarti konsumsi pangan ibu sudah cukup baik ditinjau dari keragaman jenis, tetapi hampir seluruh ibu hamil mengkonsumsi pangan tidak sesuai dengan jumlah yang dianjurkan. Hasil uji Chi-Square (X²) untuk melihat hubungan keragaman pangan dengan tingkat konsumsi gizi dan densitas zat gizi menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara keragaman pangan dengan tingkat konsumsi energi (p= 0,000) dan protein (p = 0,003) sehingga diketahui bahwa semakin tidak beragam maka konsumsi energi dan protein cenderung semakin rendah. Tabel 12. Hubungan keragaman jenis dan kesesuaian jumlah pangan Keragaman Jenis Rendah Sedang Tinggi Total Kesesuaian Jumlah Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n % 4 0 0,0 0 0, ,7 2 5,3 0 0, ,0 0 0, ,5 2 4,5 0 0,0 45 Pada penelitian ini, keragaman konsumsi pangan hanya berhubungan dengan zat gizi makro (energi dan protein), padahal menurut Ruel (2002) defisiensi zat gizi terutama zat gizi mikro berhubungan dengan rendahnya keragaman konsumsi pangan yang biasa terjadi pada masyarakat miskin. Tidak adanya hubungan antara keragaman konsumsi pangan dengan zat gizi mikro diduga disebabkan oleh kurangnya variasi data dalam penelitian. Rata-rata asupan zat gizi mikro, khususnya vitamin A dan vitamin C sudah memenuhi angka kecukupan gizi meskipun konsumsi ibu hamil tidak beragam. Selain itu, rendahnya asupan zat besi pada pangan ibu hamil ternyata sudah dapat terpenuhi dari konsumsi TTD. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disarankan bagi ibu hamil untuk mengkonsumsi pangan dengan memperhatikan jumlah atau porsi yang dianjurkan, serta peningkatan penganekaragaman pangan, misalnya mengkonsumsi aneka sayuran dan buah-buahan. Selain itu, ada baiknya ibu hamil tetap mengkonsumsi suplemen zat gizi seperti zat besi dan vitamin C karena adanya peningkatan kebutuhan selama kehamilan yang tidak hanya dapat terpenuhi dari konsumsi pangan sehari-hari.
16 70 Konsumsi pangan sebaiknya mempertimbangkan densitas zat gizi. Drenowski (2005) menyatakan bahwa densitas zat gizi adalah rasio antara kandungan zat gizi terhadap kandungan energi total bahan makanan tersebut (per 1000 kkal). Jika suatu bahan makanan memiliki kandungan beberapa zat gizi yang tinggi densitas gizi dan cukup rendah kandungan energinya maka bahan makanan tersebut disebut padat gizi. Rata-rata densitas zat gizi yang diperoleh dari rata-rata pengeluaran pangan ibu hamil yakni Rp kap/hari adalah protein (31,0±7,0 g), zat besi (13,0±6,0 mg), vitamin A (417,0±327,0 RE), dan vitamin C (67,0±87,0 mg). Hal tersebut berarti bahwa untuk mendapatkan densitas zat gizi tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dari konsumsi pangan ibu hamil, misalnya untuk zat besi yaitu 35 mg maka pendapatan ibu hamil yang diperlukan adalah tiga kali lipat yaitu Rp kap/hari. Berdasarkan perhitungan asupan zat gizi (Tabel 13), diketahui bahwa rata-rata konsumsi energi yaitu 1486±594 kkal. Rata-rata konsumsi protein (47,4±25,6 g), zat besi (20,5±14,5 mg), vitamin A (590,3±458,0 RE), dan vitamin C (87,4±85,6 mg). Rata-rata asupan energi, protein, dan zat besi belum dapat memenuhi kebutuhan ibu hamil, tetapi rata-rata konsumsi vitamin A dan vitamin C sudah dapat memenuhi kebutuhan ibu hamil. Energi (kkal) Protein (g) Zat besi (mg) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg) Tabel 13. Rata-rata asupan zat gizi ibu hamil Zat Gizi Rata-rata Konsumsi AKG 1486±594 47,4±25,6 20,5±14,5 590,3±458,0 87,4±85, ,0 35, ,0 Masalah yang sering terjadi dalam konsumsi pangan ibu hamil, antara lain ibu hamil tidak menyadari adanya peningkatan kebutuhan gizi selama masa kehamilan sehingga menimbulkan perilaku gizi salah. Dampaknya adalah ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dibandingkan dengan kebutuhan. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004), peningkatan energi untuk ibu hamil adalah 180 kkal (trimester I) serta 300 kkal (Trimester II dan III), sedangkan peningkatan protein yaitu 17,0 g untuk kehamilan trimester I-III. Distribusi ibu hamil berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein disajikan pada Tabel 14, dimana diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil (75,6%) memiliki tingkat konsumsi energi buruk, dengan rata-rata tingkat konsumsi energi
17 71 yaitu 58,6±23,4 %. Serupa dengan konsumsi energi, lebih dari separuh ibu hamil (57,8%) memiliki tingkat konsumsi protein yaitu buruk, dengan rata-rata tingkat konsumsi protein yaitu 78,9±42,5 %. Persentase tersebut ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan data Survei Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010 yaitu untuk perempuan usia tahun yang mengkonsumsi energi < 70% AKG adalah 40,7% dan protein < 80% AKG adalah 37,4%. Rendahnya tingkat konsumsi energi dan protein disebabkan karena jumlah konsumsi makanan yang mengandung energi (serealia dan olahannya, umbi-umbian, gula/madu) dan protein (daging/ayam, ikan, susu, kacang-kacangan) sangat rendah dari porsi yang dianjurkan. No Tabel 14. Distribusi ibu hamil menurut tingkat konsumsi energi dan protein Konsumsi 1 Energi Baik ( 90% AKG) Cukup (80-89% AKG) Kurang (70-79% AKG) Buruk (< 70% AKG) Jumlah n % ,9 4,4 11,1 75,6 Total Protein Baik ( 90% AKG) Cukup (80-89% AKG) Kurang (70-79% AKG) Buruk (< 70% AKG) ,1 4,4 6,7 57,8 Total 45 Peningkatan kebutuhan gizi ibu hamil tidak hanya terbatas pada energi dan protein saja tetapi juga zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral. Terkait dengan risiko anemia pada ibu hamil maka zat gizi yang perlu mendapat perhatian adalah zat besi serta vitamin A (berperan dalam pembentukan sel darah merah) dan vitamin C (mempengaruhi absorpsi besi). Berdasarkan tingkat konsumsinya maka dapat diketahui bahwa 88,9% ibu hamil memiliki tingkat konsumsi zat besi yang buruk, dengan rata-rata tingkat konsumsi zat besi yaitu 36,6±26,0 %. Hal serupa juga terjadi pada tingkat konsumsi vitamin A yakni lebih dari separuh ibu hamil (53,3%) memiliki tingkat konsumsi yang buruk, dengan rata-rata tingkat konsumsi vitamin A yaitu 78,7±61,0 %. Namun berbeda dengan tingkat konsumsi vitamin C, sebanyak 62,2% ibu hamil sudah memiliki tingkat konsumsi yang baik, dengan rata-rata tingkat konsumsi vitamin C yaitu 174,7±171,5 % (Tabel 15). Rendahnya konsumsi gizi ibu hamil, biasanya
18 72 disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan gizi yang tidak disadari sedangkan konsumsinya tidak berubah atau adanya perubahan fisiologis sehingga ibu tidak bisa mengkonsumsi makanan seperti mual, muntah, dan sebagainya. Oleh karena itu, ibu hamil tetap disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah, dan susu, tetapi harus diperhatikan penambahan gizi yang diperlukan, yait penambahan porsi untuk ibu hamil. Apabila ibu hamil tidak dapat mengkonsumsi karena hal yang terkait dengan fungsi pencernaan maka dapat mengkonsumsi makanan dengan porsi kecil tetapi sering. Tabel 15. Distribusi ibu hamil menurut tingkat konsumsi zat besi, vitamin A, dan vitamin C No Konsumsi 1 Zat Besi Baik ( 90% AKG) Cukup (80-89% AKG) Kurang (70-79% AKG) Buruk (< 70% AKG) Jumlah n % ,2 2,2 6,7 88,9 Total Vitamin A Baik ( 90% AKG) Cukup (80-89% AKG) Kurang (70-79% AKG) Buruk (< 70% AKG) ,8 4,4 4,4 53,3 Total 45 3 Vitamin C Baik ( 90% AKG) Cukup (80-89% AKG) ,7 2,2 Kurang (70-79% AKG) 5 11,1 9 20,0 Buruk (< 70% AKG) Total Pada penelitian ini, sebanyak 82,2% ibu hamil (37 orang) mengkonsumsi TTD dari pemerintah, sedangkan empat orang lainnya (8,8%) mengkonsumsi suplemen zat besi komersial. Berdasarkan perhitungan asupan zat besi, diketahui bahwa rata-rata konsumsi zat besi dari pangan adalah 20,5±14,5 mg. Namun, setelah ditambah dengan suplemen besi, baik itu TTD maupun suplemen zat besi komersial maka rata-rata konsumsi zat besi menjadi 78,2±20,3 mg (kebutuhan zat besi ibu hamil 35 mg). Hal tersebut berarti bahwa suplemen besi, baik TTD maupun suplemen besi komersial mampu menambah asupan dan memenuhi kebutuhan zat besi ibu selama kehamilan.
19 73 Fasilitas Kesehatan Pada penelitian ini, lokasi pemeriksaan kesehatan ibu hamil tersebar pada beberapa unit pelayanan kesehatan seperti rumah sakit/rumah bersalin, dinas kesehatan kota, bidan, puskesmas, dan posyandu. Gambaran mengenai distribusi menurut lokasi pemeriksaan kesehatan dapat dilihat pada Gambar 3. RS/RB Puskesmas Posyandu Puskesmas Tn. Sareal DKK Bidan org Gambar 3. Distribusi ibu hamil menurut lokasi pemeriksaan kesehatan Pada Gambar tersebut diketahui bahwa sebanyak 53,0% ibu hamil melakukan pemeriksaan kesehatan di puskesmas dan 34,0% ibu hamil melakukan pemeriksaan kesehatan di posyandu. Puskesmas menjadi lokasi paling banyak dikunjungi oleh ibu hamil dengan alasan lokasi yang tidak terlalu jauh/dekat, fasilitas pemeriksaan dasar lengkap, dan biayanya terjangkau. Berbagai fasilitas pemeriksaan kesehatan di berbagai unit pelayanan dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16, terlihat bahwa seluruh unit pelayanan kesehatan sudah dapat dikatakan memiliki fasilitas kesehatan yang baik karena menyediakan fasilitas pelayanan dasar (5T), kecuali pemberian TTD. Hal tersebut dikarenakan TTD merupakan program dinas kesehatan untuk mengatasi anemia pada ibu hamil, meskipun demikian unit pelayanan kesehatan yang tidak di bawah naungan dinas kesehatan (RS/RB dan Bidan) biasanya tetap memberikan obat tambah darah komersial yang biasanya dapat diperoleh di apotek berdasarkan resep. Selain itu, data tersebut menginformasikan bahwa pemeriksaan USG hanya terdapat pada unit pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut dan tenaga ahli yang mendukung seperti rumah sakit dan puskesmas tanah sareal. Begitupun dengan pemeriksaan Hb yang hanya terdapat pada rumah sakit atau rumah bersalin, dan seluruh puskesmas
20 74 sehingga ibu hamil yang melakukan pemeriksaan di posyandu akan dirujuk pada puskesmas yang menaungi posyandu tersebut jika akan melalukan pemeriksaan Hb atau tes laboratorium lainnya. Tabel 16. Jenis pemeriksaan kesehatan pada berbagai unit pelayanan kesehatan No Jenis Pemeriksaan RS/RB Bidan Puskesmas Tanah Sareal Puskesmas Lain Posyandu 1 Pengukuran BB* 2 Pengukuran TB 3 Pengukuran tekanan darah* 4 Pengukuran tinggi fundus* 5 Pengukuran LILA 6 Pemberian TTD* Imunisasi TT* 8 Pengukuran Hb Pemeriksaan USG Konsultasi pra persalinan 11 Konsultasi pascapersalinan Ket: *jenis pemeriksaan dasar (5T) Berdasarkan wawancara diketahui pula bahwa untuk pemeriksaan dasar seperti pengukuran tinggi badan dan LILA tidak dilakukan secara rutin setiap kunjungan pemeriksaan kesehatan. Pengukuran tinggi badan dan LILA biasa dilakukan pada awal pemeriksaan untuk mengetahui kondisi awal ibu hamil sebelum ada perkembangan yang disebabkan oleh janin. Selanjutnya, pengukuran akan dilanjutan tergantung kasus yang dialami oleh ibu hamil, jika ibu hamil sehat pengukuran tersebut tidak akan dilakukan lagi. Meskipun tinggi badan ibu hamil tidak akan bertambah karena kehamilan, tetapi pengukuran LILA sebaiknya perlu tetap dilakukan untuk monitoring status gizi ibu hamil terutama terkait dengan KEK. Menurut Depkes (2007), prevalensi KEK yang masih tinggi dan kebutuhan gizi ibu hamil yang semakin meningkat selama kehamilan hendaknya dapat dijadikan dasar mengapa pengukuran LILA selama kehamilan menjadi begitu penting. Selai itu, konsultasi kesehatan ibu hamil baik persalinan maupun pasca persalinan sudah diterapkan pada berbagai unit pelayanan kesehatan, hanya saja masih berorientasi pada kasus per kasus yang dialami oleh ibu hamil selama kunjungan. Jika ibu hamil dinyatakan sehat maka konsultasi kesehatan,
21 75 khususnya mengenai konsumsi pangan masih jarang dilakukan. Pada umumnya, konsultasi pra persalinan yang diberikan yakni seputar kondisi kesehatan janin dan perencanaan persalinan. Sedangkan, sebagian besar ibu hamil (71,1%) justru mengaku tidak pernah melakukan konsultasi pasca persalinan, padahal konsultasi tersebut dirasa penting terkait dengan asuhan pada bayi lahir dan perencanaan KB. Disamping itu, Depkes (2009) menyatakan bahwa konsultasi kesehatan (pra persalinan dan pasca persalinan) merupakan bagian kegiatan pemeriksaan kesehatan 10T bagi ibu hamil. Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa seluruh unit pelayanan kesehatan sudah dapat memenuhi pelayanan dasar 5T. Namun untuk kegiatan pelayanan 10 T, unit pelayanan yang mampu melaksanakannya yaitu Puskesmas Tanah Sareal. Puskesmas tersebut mampu melaksanakan kegiatan pemeriksaan kehamilan 10T karena termasuk jenis Rumah Sakit Mmum Tipe C. Menurut Sanjoyo (2009) Rumah Sakit Umum Tipe C, yaitu rumah sakit yang memberikan layanan medis spesialistik yang terbatas, seperti penyakit dalam, bedah, serta kebidanan dan anak. Tenaga pelayanan dan fasilitas kesehatan merupakan komponen baku penyelenggaraan pelayanan kesehatan, tetapi hingga saat ini diilai belum siap dan layak untuk memberikan standar pelayanan yang ditetapkan sehingga untuk menyiapkan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan diperlukan ketersediaan tenaga kesehatan terampil dan kualitas infrastruktur pada fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas dan pustu, dan posyandu), koordinasi dengan unsur terkait (Depkes, Organisasi Jaringan Pelatihan Klinik) untuk mengetahui kompetensi petugas kesehatan dan teknis fasilitas kesehatan, pembiayaan mutu pelayanan kesehatan, standar operasi fasilitas pelayanan kesehatan, serta jaminan kesehatan masyarakat dan kualitas pelayanan bagi masyarakat miskin (Depkes 2008). Sebuah penelitian yang mengkaji kualitas pelayanan kesehatan, dimana pengukuran dilakukan terhadap fasilitas kesehatan yang meliputi 7T (penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pengukuran LILA, pengukuran tekanan darah, memiksa tinggi fundus uteri, pemberian TTD, dan imunisasi TT) melaporkan hasil bahwa ibu yang memiliki kualitas pelayanan kesehatan yang kurang baik akan memiliki peluang melahirkan bayi BBLR sebesar 5,85 kali (OR = 5,85; 95% CI: 1,91-17,80) (Sistiarani 2008).
22 76 Pemeriksaan Kesehatan Ibu Hamil Pemeriksaan Kesehatan di Unit Pelayanan Kesehatan Pemeriksaan kesehatan meliputi frekuensi kunjungan dan kelengkapan pemeriksaan kesehatan (Tabel 17). Berdasarkan tabel, sebagian besar ibu hamil (86,7%) melakukan pemeriksaan kesehatan 4 kali. Hal tersebut berarti sebagian besar ibu hamil memiliki frekuensi pemeriksaan lengkap yang meliputi K1-K4. Presentasi ibu hamil yang melakukan pemeriksakan kesehatan pertama kali pada trimester I yaitu 88,9%, sisanya (11,1%) melakukan pemeriksaan kesehatan pertama kali pada trimester II. Disamping itu, diketahui pula bahwa terdapat 2,2% ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan pada trimester III. Kelengkapan pemeriksaan kesehatan dikatakan lengkap apabila setidaknya telah melakukan 5 jenis pemeriksaan dasar seperti pengukuran BB, tekanan darah, dan tinggi fundus, serta pemberian TTD dan imunisasi TT. Berdasarkan kelengkapannya maka dapat diketahui bahwa sebanyak 95,6% ibu hamil telah melakukan pemeriksaan kesehatan dengan lengkap (Tabel 17). Kualitas pemeriksaan kesehatan ibu hamil merupakan penjumlahan dari skor frekuensi dan kelengkapan pemeriksaan kesehatan yang dinyatakan dalam kategori kualitas pemeriksaan baik dan tidak baik. Persentase ibu hamil yang mendapatkan kualitas pemeriksaan kesehatan baik yaitu 95,6%. Tabel 17. Distibusi ibu hamil menurut frekuensi dan kelengkapan pemeriksaan kesehatan No Pemeriksaan Kesehatan 1 Frekuensi pemeriksaan a. 1-3 kali b. 4 kali Jumlah n % ,3 86,7 Total Kelengkapan pemeriksaan a. Tidak lengkap b. Lengkap ,4 95,6 Total 45 3 Kualitas pemeriksan a. Tidak baik b. Baik ,4 95,6 Total 45
23 77 Distribusi ibu hamil menurut jenis pemeriksaan kesehatan yang diperoleh ibu hamil berdasarkan 10 T disajikan pada Tabel 18. Data pada tabel tersebut menunjukan bahwa jenis pemeriksaan dasar yang mencakup 5T telah diperoleh sebagian besar ibu hamil dengan frekuensi 4 kali, dengan persentasi yaitu pengukuran BB (97,8%), tekanan darah (97,8%), tinggi fundus (91,1%), pemberian TTD (93,3%); dan imunisasi TT (84,4%). Namun, dapat diketahui pula bahwa untuk jenis pemeriksaan lainnya seperti pengukuran tinggi badan (53,3%), LILA (75,6%), dan konsultasi persalinan (31,1%), lebih banyak ibu hamil yang melakukan pemeriksaan tersebut 1-3 kali. Bahkan, untuk jenis pemeriksaan Hb (51,1%), USG (64,4%), dan konsultasi pasca persalinan (71,1%), lebih banyak ibu hamil tidak pernah mendapatkan pemeriksaan tersebut. Fasilitas untuk pengukuran tinggi badan dan LILA terdapat di seluruh unit pelayanan kesehatan, tetapi pelaksanaanya biasanya hanya di lakukan di awal pemeriksaan untuk mengetahui status KEK pada ibu hamil. Hal tersebut yang mengakibatkan ibu hamil hanya memperoleh pemeriksaan tinggi badan dan LILA 1 kali selama kehamilan. Sedangkan untuk pemeriksaan USG dan Hb hanya bisa dilukan pada unit-unit pelayanan tertentu, dimana terdapat fasilitas tersebut. Pemeriksaan USG hanya dapat dilakukan di rumah sakit/rumah bersalin dan dinas kesehatan kota. Sedangkan, pemeriksaan Hb hanya bisa dilakukan di rumah sakit/rumah bersalin, dinas kesehatan kota, dan puskesmas. Konsultasi kesehatan, baik itu konsultasi persalinan maupun pasca persalinan juga masih rendah karena biasanya konsultasi dilakukan jika memang ada kasus-kasus tertentu berkaitan dengan hasil pemeriksaan kesehatan seperti anemia, hipertensi, dan sebagainya. Konsultasi persalinan yang dilakukan meliputi tanda-tanda persalinan, kondisi kesehatan ibu dan janin, letak janin, tenaga penolong persalinan, serta lokasi yang akan dipilih untuk bersalin, Konsultasi pasca persalinan juga bisa dilakukan pada saat kehamilan, biasanya pada kehamilan trimester 3 atau menjelang persalinan. Namun, konsultasi persalinan yang meliputi ASI eksklusif, KB, dan perawatan bayi biasanya dilakukan setelah proses persalinan.
24 78 No Tabel 18. Distribusi ibu hamil menurut jenis pemeriksaan kesehatan Jenis Pemeriksaan Kesehatan 1 Pengukuran BB* a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali Jumlah n % ,0 2,2 97,8 Total Pengukuran TB a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali ,3 53,3 4,4 Total 45 3 Pengukuran tekanan darah* a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali ,0 2,2 97,8 Total Pengukuran tinggi fundus* a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali ,2 6,7 91,1 Total Pengukuran LILA a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali ,7 75,6 6,7 Total 45 6 Pemberian TTD* a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali ,0 6,7 93,3 Total 45 7 Imunisasi TT* a. Tidak pernah b. 1 kali c. 2 kali ,7 8,9 84,4 Total 45 8 Pengukuran Hb a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali ,1 48,9 0,0 Total 45 9 Pemeriksaan USG a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali ,4 35,6 0,0 Total 45
25 79 Tabel 18. (Lanjutan) No Jenis Pemeriksaan Kesehatan 10 Konsultasi persalinan a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali Jumlah n % ,7 31,1 42,2 Total Konsultasi pascapersalinan a. Tidak pernah b. 1-3 kali c. 4 kali ,1 26,7 2,2 Total 45 Ket: *jenis pemeriksaan dasar (5T) Tablet Tambah Darah atau TTD merupakan salah satu strategi untuk penanggulangan masalah anemia yang telah dilaksanakan oleh pemerintah melalui pelaksanaan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care. Fatmah (2008) mengungkapkan banyak faktor yang mendukung kepatuhan konsumsi TTD, diantaranya sulit mengingat aturan minum setiap hari (lupa) dan efek samping yang tidak nyaman dari konsumsi TTD seperti sembelit dan gangguan lambung. Distribusi ibu hamil menurut kepatuhan konsumsi disajikan pada Tabel 19. No 1 Mendapatkan TTD a. Tidak b. Ya Tabel 19. Distribusi ibu hamil menurut konsumsi TTD Konsumsi TTD Jumlah n % 4 8, ,1 Total Konsumsi TTD a. Tidak baik b. Baik ,0 80,0 Total 45 2 Alasan tidak konsumsi a. Konsumsi bukan TTD b. Mual c. Tidak dapat menelan ,0 37,5 12,5 Total 8* Ket: *total ibu hamil yang tidak mengkonsumsi TTD Pada tabel tersebut, diketahui bahwa hampir seluruh ibu hamil mendapatkan TTD (91,1%), namun hanya 80% ibu hamil mengkonsumsi TTD dengan lama 90 hari, dengan frekuensi 1 kali/hari. Sedangkan, dari seluruh ibu hamil yang tidak mengkonsumsi TTD (8 orang) memiliki berbagai alasan untuk tidak mengkonsumsi seperti 50,0% menyatakan bahwa tidak menerima TTD
26 80 melainkan suplemen tambah darah komersial (sakatonik, famabion, ferro-plex, dan multivitamin), sebanyak 37,5% menyatakan mual setelah konsumsi TTD, dan 12,5% menyatakan tidak dapat menelan TTD. Menurut Mather (2006), persepsi merupakan gambaran penilaian konsumen terhadap atribut produk (atribut fisik dan konsumsi produk). Tingkat persepsi terbagi menjadi dua kategori yaitu baik (45 < skor 75) dan tidak baik (15 skor 45). Lebih dari separuh ibu hamil (55,6%) memiliki persepsi yang baik terhadap TTD. Rata-rata skor yang diperoleh adalah 51,6±3,71, dengan skor maksimum adalah 60 dan skor minimum adalah 44. Hal tersebut berarti bahwa TTD dapat diterima oleh ibu hamil, baik dari segi atribut fisik maupun atribut konsumsinya. Skor persepsi ibu hamil terhadap masing-masing atribut fisik TTD seperti kemasan, bentuk, ukuran, aroma, dan rasa disajikan pada Tabel 20, dimana diketahui bahwa skor tertinggi atribut fisik yang disukai adalah ukuran. Ukuran TTD yang kecil menjadikan TTD lebih mudah dikonsumsi dan lebih mudah ditelan. Berdasarkan nilai median dapat diketahui bahwa rata-rata ibu hamil memberikan persepsi cukup suka terhadap kemasan, bentuk, ukuran, dan rasa TTD. Namun, rata-rata ibu hamil memberikan persepsi tidak suka terhadap aroma TTD. Menurut hasil wawancara, dikatahui bahwa rata-ata ibu hamil kurang menyukai aroma dan rasa TTD, meskipun hasil persepsi menunjukan bahwa ibu hamil cukup menyukai rasa TTD, tetapi biasanya mereka langsung menelan TTD tanpa mempedulikan rasa besi yang terlalu kuat. Tabel 20. Distribusi persepsi ibu hamil menurut atribut fisik TTD No Atribut Fisik Skor Total Median 1. Kemasan ,0 2. Bentuk ,0 3. Ukuran ,0 4. Aroma ,0 5. Rasa ,0 Ket: 1. Sangat tidak suka 3. Cukup suka 5. Sangat suka 2. Tidak suka 4. Suka Skor persepsi ibu hamil terhadap atribut konsumsi TTD dapat dilihat pada Tabel 21, dimana skor tertinggi menunjukan bahwa ibu hamil percaya bahwa TTD akan memberikan efek yang baik, jika dikonsumsi secara teratur. Berdasarkan nilai median maka dapat diketahui bahwa rata-rata ibu hamil memberikan persepsi setuju terhadap seluruh atribut konsumsi TTD. Hal tersebut
Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013
Kehamilan Resiko Tinggi Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013 Kehamilan adalah masa di mana seorang wanita membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya.
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
41 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengamatan terhadap paparan dan outcome dilakukan dalam satu periode
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kehamilan Risiko Tinggi Kehamilan berisiko adalah kehamilan yang akan menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar, baik terhadap ibu maupun terhadap janin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia pada kehamilan merupakan masalah yang umum karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdadap Kabupaten Pekalongan, ada beberapa hal yang ingin penulis uraikan, dan membahas asuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki
Lebih terperinciSTATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN
2003 Zulhaida Lubis Posted: 7 November 2003 STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN Oleh :Zulhaida Lubis A561030051/GMK e-mail: zulhaida@.telkom.net Pendahuluan Status gizi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut World Health Organization (WHO) (2008), angka prevalensi anemia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciKehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.
Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh
Lebih terperincikekurangan energi kronik (pada remaja puteri)
kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asupan Gizi Ibu Hamil 1. Kebutuhan Gizi Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya proses kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas dan Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu kejadian yang fisiologis/alamiah, namun dalam prosesnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Menurut Depkes RI (2005), menyatakan salah satu faktor baik sebelum dan saat hamil yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi dilahirkan setelah dikandung kurang lebih 40 minggu dalam rahim ibu. Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar 3 Kg dan panjang badan 50 cm (Pudjiadi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anemia gizi besi pada ibu hamil masih merupakan salah satu masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia gizi besi pada ibu hamil masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi. Penyebab utama anemia ini adalah kekurangan
Lebih terperinciGIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1
GIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1 OLEH : KELOMPOK 15 D-IV BIDAN PENDIDIK FK USU Pengertian Gizi ibu hamil Zat gizi adalah : Ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena tanpa kesehatan yang optimal manusia tidak dapat melakukan semua aktifitas kesehariannnya dengan sempurna.perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia pada kehamilan merupakan salah satu masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia yakni suatu kondisi dimana jumlah dan ukuran sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat mengganggu kapasitas darah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) tahun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) tahun 2005-2025 kesehatan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai untuk mewujudkan bangsa yang
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENDIDIKAN KESEHATAN TANDA BAHAYA KEHAMILAN DAN PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENDIDIKAN KESEHATAN TANDA BAHAYA KEHAMILAN DAN PEMANTAUAN KESEJAHTERAAN JANIN Disusun Oleh : MUHAMMAD JAMAL MISHBAH 6143027 STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS S1 Keperawatan 3A Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Defenisi motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yakni movere yang berarti menggerakan (Winardi, 2007). Swanburg 2002 mendefenisikan motivasi sebagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kabupaten Bonebolango dengan batas-batas sebagai berikut:
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum RS Toto Kabila RS Toto Kabila Kabupaten Bonebolango terletak di desa permata kecamatan tilongkabila memiliki luas tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan salah satu masa penting di dalam kehidupan. seorang wanita, selama kehamilan akan terjadi proses alamiah berupa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehamilan merupakan salah satu masa penting di dalam kehidupan seorang wanita, selama kehamilan akan terjadi proses alamiah berupa perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyara kat yang setinggitingginya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan dari Pembangunan Kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development Goal s (MDG s) Sesuai target Nasional menurut MDGs yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan kehamilan yang dapat menyebabkan kematian (Dinana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu hal yang menjadi dambaan setiap pasangan suami istri. Kehamilan sebagai hal yang fisiologis akan dapat menjadi patologis jika terdapat kelainankelainan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan pendarahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka kematian ibu dapat menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat kesehatan suatu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kehamilan a. Pengertian Kehamilan merupakan fertilisasi atau penyatuan spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan normal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, hlm. 215).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Suami 1. Pengertian Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, hlm. 215). Peran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap saat yang dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi (Marmi, 2011:11).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyusunan LTA Pada dasarnya proses kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas dan Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu kejadian yang fisiologis/alamiah, namun
Lebih terperinciKARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN ANEMIA DI PUSKESMAS PANARUNG KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2015
KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN ANEMIA DI PUSKESMAS PANARUNG KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2015 Resa Valentri*, Dessy Hertati, Nobella Kristia Angelina Akademi Kebidanan Betang Asi Raya, Jln.Ir.Soekarno No.7
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang lebih modern. Dimana saat ini telah berkembang berbagai teknologi canggih yang dapat membantu
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB I. sel darah normal pada kehamilan. (Varney,2007,p.623) sampai 89% dengan menetapkan kadar Hb 11gr% sebagai dasarnya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah. Perubahan fisiologis alami yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi perlu perawatan diri yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang normal
Lebih terperinciBAB Ι PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada setiap
BAB Ι PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada setiap wanita, menurut Depkes RI kehamilan merupakan masa kehidupan yang penting. Pada masa ini ibu harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu
Lebih terperinciFaktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD)
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death (IUFD) Elvi Nola Gerungan 1, Meildy Pascoal 2, Anita Lontaan 3 1. RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado 2. Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 KUESIONER
A. Identitas Sampel LAMPIRAN 1 KUESIONER KARAKTERISTIK SAMPEL Nama : Umur : BB : TB : Pendidikan terakhir : Lama Bekerja : Unit Kerja : Jabatan : No HP : B. Menstruasi 1. Usia awal menstruasi : 2. Lama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisik maupun mental, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan. perkembangan janin dalam kandungannya (Pinem, 2009).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesehatan Reproduksi Ibu Hamil Kesehatan ibu hamil yang dimulai dari konsepsi hingga melahirkan, ibu dan anak merupakan satu kesatuan yang erat dan tak terpisahkan.kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. nutrisi yang cukup untuk dirinya sendiri maupun bagi janinnya. Maka bagi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibu hamil memiliki kebutuhan makanan yang berbeda dengan ibu yang tidak hamil, karena ada janin yang tumbuh dirahimnya. Kebutuhan makanan dilihat bukan hanya dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan bukanlah suatu nilai akhir melainkan lebih merupakan nilai instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari tercapainya tujuan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan sasaran pembangunan milenium yang telah disepakati oleh 189 negara yang tergabung dalam PBB pada tahun 2000. Konsep pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kriteria riset partisipan adalah ibu hamil primigravida dengan usia
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Riset Kriteria riset partisipan adalah ibu hamil primigravida dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mampu berkomunikasi dengan baik, tinggal di wilayah
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan.
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Sedangkan anemia
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), anemia, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin (KVA) dan obesitas
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB). AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan bidang kesehatan dapat dinilai dari indikator derajat kesehatan masyarakat, salah satunya melalui Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Lebih terperinci2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi
2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil risiko tinggi dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada proses laktasi. Dalam prosesnya kemungkinan keadaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di mulai dari kehamilan, persalinan bayi baru lahir dan nifas yaang secara berurutan berlangsung secara fisisologis dan diharapkan ibu pasca melahirkan menggunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya peningkatan berat badan yang sesuai dalam masa kehamilan sangat penting untuk mengetahui berat badan janin yang dilahirkan. Peningkatan berat badan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kondisi berbahaya yang sering dialami ibu hamil adalah anemia. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang asupan zat besi,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, disamping faktor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1. Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Menurut Saifuddin (2001), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Nifas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Nifas berlangsung selama 6 minggu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diselenggarakan dalam upaya mencapai visi Indonesia Sehat 2010. Tujuan pembangunan kesehatan 2005 2009 diarahkan untuk mencapai tujuan
Lebih terperinciPenting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui
Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai berat saat lahir kurang dari 2500 gram. 1 Berdasarkan data dari WHO dan United
Lebih terperinciGIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7
GIZI WANITA HAMIL SEMESTER VI - 6 DAN 7 METABOLISME MINERAL PADA WANITA HAMIL : KALSIUM DAN FOSFOR Selama kehamilan metabolisme kalsium dan fosfor mengalami perubahan. ABSORBSI kalsium dalam darah menurun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) hingga dimulainya persalinan sejati, yang menandai awal masa sebelum menjelang persalinan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) tertinggi di ASEAN. Menurut data SDKI tahun 2007 didapatkan
Lebih terperinciMasa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003). Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat dengan melihat indikator yang tercantum dalam Milenium
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan melihat indikator yang tercantum dalam Milenium Development Goals (MDGs) salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehamilan persalinan dan nifas setiap tahunnya, sebanyak 99% ditentukan dalam tujuan yaitu meningkatkan kesehatan ibu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di dunia ini sekitar 500.000 ibu meninggal karena proses kehamilan persalinan dan nifas setiap tahunnya, sebanyak 99% diantaranya di negara yang sedang berkembang, karena
Lebih terperinciMETODE. Zα 2 x p x (1-p)
16 METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Pemilihan tempat dilakukan secara purposif dengan pertimbangan kemudahan akses dan perolehan izin. Penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN. Pukesmas Induk yang ada di kota semarang salah satunya yaitu
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pukesmas Induk yang ada di kota semarang salah satunya yaitu Pukesmas Tlogosari Kulon yang mempunyai fasiltas rawat inap. Pukesmas Tlogosari Kulon
Lebih terperinciTANDA-TANDA AWAL KEHAMILAN. Ditulis oleh Rabu, 02 May :10 -
Ada banyak pertanda yang menyertai kehamilan, berdasarkan pengalaman para wanita yang telah hamil, tanda dan gejala kehamilan biasanya muncul pada minggu-minggu awal kehamilan. Berikut ini 9 tanda-tanda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia lebih dari 20 juta setiap tahunnya dilahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Di negara berkembang kejadian BBLR 16,5%, 2 kali lebih tinggi dibandingkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mereduksi AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia
Lebih terperinciKEBUTUHAN NUTRISI PADA MASA KEHAMILAN
KEBUTUHAN NUTRISI PADA MASA KEHAMILAN Pendahuluan Masa hamil: masa sangat penting Keadaan ibu dan janin terkait satu dengan yang lain Keadaan kesehatan ibu sebelum dan sesudah hamil sangat menentukan Ibu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu sangat mendambakan kesehatan karena hal itu merupakan modal utama dalam kehidupan, setiap orang pasti membutuhkan badan yang sehat, baik jasmani maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru dalam periode pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam porsi yang dimakan tetapi harus ditentukan pada mutu zat-zat gizi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil. Gizi ibu hamil merupakan nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang kesehatan terutama kesehatan perinatal. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan/lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang masih sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia (Rasmaliah,2004). Anemia dapat didefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akibat dari berbagai perubahan anatomik serta fisiologik yang terjadi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan merupakan suatu penyakit tetapi sering kali menyebabkan komplikasi akibat dari berbagai perubahan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA BIDAN DESA TENTANG PELAYANAN ANTENATAL DI KABUPATEN PIDIE TAHUN 2014
77 KUESIONER PENELITIAN SETELAH UJI VALIDITAS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA BIDAN DESA TENTANG PELAYANAN ANTENATAL DI KABUPATEN PIDIE TAHUN 2014. Responden :... (Diisi peneliti) Petunjuk pengisian
Lebih terperinciPrinsip Umum Kegawadaruratan Maternal Neonatal. Sendy Firza Novilia T, S.S.T.Keb
Prinsip Umum Kegawadaruratan Maternal Neonatal Sendy Firza Novilia T, S.S.T.Keb ANGKA KEMATIAN IBU DI KAB. WONOSOBO ANGKA KEMATIAN BAYI Th. 2012 (12.98/1.000 KH) 15.35 15.84 13.47 13.67 12.98 13.1 TARGET
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komitmen Indonesia untuk mencapai MDG s (Millennium Development Goals) mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan kontribusi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari
Lebih terperinci