KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 28

2 KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 28

3 RINGKASAN AN-AN MUSTIKA. Karakteristik Siklon Sekitar Indonesia dibimbing oleh IMAM SANTOSA DAN EDVIN ALDRIAN Siklon tropis adalah sistem angin pusaran yang biasanya terbentuk di lautan dimana suhu permukaan lautnya melebihi 26.5 C (daerah pusat tekanan rendah di tropis) diantara garis lintang ±5 LU/LS menjauhi ekuator (Trewartha,1995). Di Indonesia sendiri hampir tidak terjadi siklon tropis, tetapi karena letak geografis Indonesia yang dikelilingi lautan, maka Indonesia terkena dampak dari siklon tropis yang terjadi di sekitarnya. Untuk itu, perlu diketahui karakteristik, track dan dampak siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk melihat karakteristik siklon yang terjadi di sekitar Indonesia. Maka dari itu, daerah kajiannya dibatasi yaitu hanya pada siklon tropis yang terjadi di Belahan Bumi bagian Timur (BBT) dan pada letak astronomis 6-18 BT dari bulan Juli 1994 sampai Desember 26. untuk melihat perbedaan karakter antara siklon yang terjadi di Utara dan Selatan Indonesia. Maka, daerah kajian dibagi lagi menjadi dua yaitu siklon yang terjadi di Lintang Utara atau BBU (Belahan Bumi Utara) dan siklon yang terjadi di Lintang Selatan atau BBS (Belahan Bumi selatan). Dari data tahun diketahui bahwa siklon tropis lebih banyak terjadi di BBU dibandingkan di BBS. Dari kurun waktu tersebut di BBU terdapat sekitar 54 kejadian siklon, sedangkan di BBS hanya sekitar 272 kejadian. Dengan puncak kejadian siklon di BBU pada bulan Juli sampai Oktober, dan di BBS pada bulan Januari sampai Maret. Baik di BBU maupun di BBS siklon tropis hampir selalu bergerak ke arah lintang yang lebih tinggi dengan frekuensi kejadian siklon paling sering muncul yaitu pada posisi lintang 9-18 LU/LS. Tetapi, di BBU siklon mulai terbentuk pada lintang 1.5 LU, sedangkan di BBS mulai terbentuk pada lintang 4.5 LS. Di BBU terdapat 6 siklon yang terjadi pada lintang kurang dari 5, sedangkan di BBS hanya terjadi 1 kali. Salah satu kejadian siklon yang muncul pada lintang kurang dari 5 LU yaitu siklon Vameii yang terbentuk di sekitar kepulauan Riau, Indonesia. Siklon tersebut terjadi pada bulan Desember 21. Di BBU wilayah paling subur yaitu sekitar Laut Cina Selatan dan Laut Filipina, sedangkan di BBS kejadian siklon tersebar di sepanjang daerah kajian (6-18 BT). Frekuensi kejadian siklon paling banyak berkecepatan angin maksimum 2-4 knot dan hidup dalam waktu 4-6 hari. Dari data siklon yang dikelompokan menjadi bulanan, dapat disimpulkan bahwa siklon di sekitar Indinesia bersifat keotik. Karena terdapat keteraturan pola siklon dari sejak lahir hingga mati dan juga variasinya masih memiliki batas (pergerakan pada daerah tertentu). Untuk lebih jelasnya lagi, pada tulisan ini dilampirkan gambar jalur (track) siklon bulanan dari tahun

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Karakteristik Siklon Tropis Sekitar Indonesia Nama : An-an Mustika NRP : G24129 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Imam Santosa, M.S Dr. Edvin Aldrian, B.Eng.MSc NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr.Drh.Hasim, DEA NIP Tanggal lulus: 1

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 13 November 1983, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Dadang Rushata dan Lilis Nuryati. Pada Tahun 1996 penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Cimurah 1 Garut. Kemudian, pada Tahun 1999 penulis menamatkan pendidikan di SLTPN 1 Karangpawitan Garut. Selanjutnya, Tahun 22, penulis lulus dari SMUN 1 Garut dan pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) pada program studi Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama jadi mahasiswa penulis pernah menjadi panitia OSPEK sebagai seksi Konsumsi, penulis juga pernah melakukan praktek lapang di BPLHD DKI Jakarta pada tahun 25.

6 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiarat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang-orang yang selama ini selalu setia membantu dan memberikan motivasi-motivasi yang berharga. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Imam Santosa, MS selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dalam kelancaran penyelesaian karya ilmiah ini 2. Bapak Dr. Edvin Aldrian, B.Eng. Msc selaku pembimbing kedua yang telah sabar membimbing, memberikan motivasi dan masukan-masukannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 3. Bapak Dr. Ir. Sobri Effendi M.S selaku dosen penguji yang sudah memberikan perbaikan dan masukannya. 4. Spesial ku persembahan karya ini buat mama dan bapa yang selalu mendo akan, memberikan kasih sayang yang tulus dan bantuannya dalam segala hal. (maafkan ananda yang selalu mesusahkan, ananda tak mungkin dapat membalas kebaikan yang mama dan bapa telah berikan) 5. Suami dan anandaku tersayang yang telah banyak berkorban dan dikorbankan untuk dapat terselesaikannya karya ini (Maafin mama sering ninggalin ia) 6. keluarga besar di Garut terutama adeku isan dan keluarga teteh nenden yang selalu memberikan motifasi dan bantuannya, juga buat uu yang sudah membantu menjaga naila dengan baik. 7. keluarga besar di Kemang, mpo-mpo juga abang-abang yang selalu mendukung juga yuyun (makasih dah mau dititipin naila) 8. Ani, Basyar dan La Ode atas semangat dan bantuannya (maaf, sering ngerepotin), Nida dan anton terimakasih atas Informasinya. 9. Seluruh dosen GFM yang sudah banyak memberikan ilmu dan wawasannya 1. Suluruh staf GFM atas semua bantuannya. Pa Pono (Makasih atas semua pinjaman buku perpustakaannya), Kak Aziz, Pa Jun, Bu Inda (makasih atas bantuan untuk semua urusan administrasi) 11. Seluruh angkatan GFM 39 atas segala kebersamaannya (Qq, Nana, Ani, Iphiet, Yohana, Basyar, Nida, Gian, Aprian, Deni, Anton, Eko, Misna, Sasat, La Ode, Fio, Dwi, Samba, Ridwan, Lina, vivi, Lupi, Ana, zainul, Away, Mian, Joko, Hesti, Linda, Sapta, Dwinita dan Rudi. Serta masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta, April 28 Penulis i

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN i iii iv iv PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan 1 TINJAUAN PUSTAKA Siklon tropis 1 Mekanisme dan Syarat-syarat Pembentukan Siklon Tropis 2 Karakteristik Siklon Tropis 2 Pergerakan dan Jejak Siklon 3 Hubungan El-Nino dengan siklon tropis 3 Dampak Siklon tropis 3 METODOLOGI Waktu dan Tempat 3 Bahan dan Alat 4 Metode 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data Siklon Tropis 7 Siklon Tropis yang Terjadi di Utara Ekuator (Lintang Utara) 7 Siklon Tropis yang Terjadi di Selatan Ekuator (Lintang Selatan) 7 Posisi Siklon Tropis Pada Tahap Pembentukan dan Peredaan 8 Posisi Lintang Minimum dan Maksimum Siklon Tropis Pada Tahap Pembentukan 1 Kecepatan Angin Maksimum Pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia 11 Masa Hidup pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia 11 Nilai Rata-rata Bulanan Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap Pembentukan dan Peredaan 12 Nilai Rata-rata Bulanan Kecepatan Angin Maksimum dan Masa Hidup siklon Tropis 14 Pengaruh El-nino Terhadap Kejadian Siklon Tropis 15 Anomali Kejadian Siklon 16 Dampak Siklon Tropis 17 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 18 Saran 18 DAFTAR PUSTAKA ii

8 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram Alir Metodologi 6 2. Kejadian siklon tropis bulanan di BBU (Belahan Bumi Utara) 7 3. Kejadian siklon tropis bulanan di BBS (Belahan Bumi Selatan) Frekuensi awal kemunculan siklon yang terjadi di utara ekuator berdasarkan posisi lintang Frekuensi awal terbentuk siklon yang terjadi di utara ekuator berdasarkan posisi bujur Frekuensi awal kemunculan siklon yang terjadi di Lintang Selatan berdasarkan posisi lintang 9 7. Frekuensi awal terbentuk siklon yang terjadi di LS berdasarkan posisi bujur 9 8. Frekuensi kejadian siklon tropis di utara ekuator berdasarkan posisi lintang pada tahap peredaan Frekuensi kejadian siklon di utara Indonesia berdasarkan posisi Bujur pada tahap peredaannya 1 1. Frekuensi kejadian siklon tropis di Selatan Ekuator berdasarkan posisi lintang pada tahap peredaan Frekuensi kejadian siklon tropis di Selatan Ekuator berdasarkan posisi Bujur pada tahap peredaan siklon Kejadian siklon di LU dan LS berdasarkan kecepatan angin maksimum Frekuensi masa hidup siklon tropis di LU dan LS Posisi lintang rata-rata bulanan awal terbentuk siklon LU Posisi bujur rata-rata bulanan awal terbentuk siklon di LU Kejadian siklon di LU pada bulan Maret dari tahun Kejadian siklon di LU pada bulan Agustus dari tahun Posisi lintang awal rata-rata bulanan pada awal terbentuk siklon di LS Posisi Bujur rata-rata bulanan awal terbentuk siklon di LS Kejadian siklon tropis di LS pada bulan Januari dari tahun Kejadian siklon tropis di LS pada bulan Juni dari tahun Posisi lintang rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di LU Posisi bujur rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di Utara ekuator Posisi lintang rata-rata bulanan siklon tropis pada tahap peredaan di BBS Posisi bujur rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di Selatan ekuator Rata-rata kecepatan angin maksimum bulanan pada siklon tropis di LU Rata-rata kecepatan angin maksimum bulanan di LS Masa hidup rata-rata bulanan pada siklon tropis di LU Masa hidup rata-rata bulanan pada siklon tropis di LS Masa hidup rata-rata tahunan pada siklon tropis di Utara Ekuator Masa hidup rata-rata tahunan pada siklon tropis di Selatan Ekuator SIklon yang terbentuk di bawah 5 LU/LS Pusaran Borneo 17 iii

9 DAFTAR TABEL 1. Data posisi lintang minimum dan maksimum pada tahap pembentukan siklon 1 2. Data kejadian siklon tropis tahunan di LU dan LS Siklon tropis yang terbentuk pada lintang di bawah 5 LU/LS 16 DAFTAR LAMPIRAN 1. Gambar Kejadian Siklon tropis di LU dan LS dari Tahun Gambar kejadian Siklon Tropis Bulanan di LU dari Tahun Gambar kejadian Siklon Tropis Bulanan di LS dari Tahun Langkah-langkah Membuat Gambar Jejak (Track) Siklon Tropis 25 iv

10 I. PENDAHULUAN 11. Latar belakang Daerah tropika merupakan daerah yang lebih intensif menerima radiasi surya, sedikitnya sekali dalam setahun menerima penyinaran yang tegak lurus. Adanya perbedaan penyinaran radiasi menyebabkan terjadinya suhu permukaan laut menjadi naik sehingga terbentuk pusat tekanan rendah yang dapat memicu terjadinya siklon tropis yang dimulai dengan ganguan tropis seperti, depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Siklon tropis selalu berawal pada wilayah dengan suhu permukaan laut yang tinggi untuk daerah yang luas. Siklon tropis dapat terbentuk apabila suhu permukaan laut lebih dari 27 C tetapi tidak terbentuk di daerah 4 o LU dan 4 o LS dari equator (Neiburger et al 1995). Hal ini dikarenakan gaya coriolis di daerah ini terlalu kecil (mendekati nol). Maka dari itu, siklon tropis tidak melewati Indonesia. Tetapi, efek dari siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia dapat mempengaruhi kondisi cuaca di berbagai tempat di Indonesia. Adapun pengaruhnya terhadap Indonesia yaitu, seperti peluang curah hujan yang tinggi, angin kencang, tingginya gelombang muka laut, kekeringan dan banjir. Selain itu juga, siklon yang terjadi di sekitar Indonesia menimbulkan kerugian seperti, rusaknya sarana dan prasarana sampai mengakibatkan adanya korban jiwa. Siklon tropis memiliki karakter yang berbeda tergantung dari daerah pembentukannya. Misalnya, siklon lebih sering terjadi di belahan bumi utara dibandingkan belahan bumi selatan. Selain itu juga, Siklon tropis lebih sering terjadi di bagian barat samudara Atlantik dan Pasifik. Hal ini disebabkan suhu permukaan laut lebih tinggi disana. Jumlah siklon pada masing-masing samudra sangat bervariasi. Lebih dari 2/3 dari total siklon terjadi di belahan bumi utara, sekitar ½ dari jumlah tersebut terjadi di atas lautan Pasifik Utara bagian barat, sekitar ¼ di atas lautan Pasifik Utara bagian timur, 1/6 di atas lautan Atlantik Utara, dan sekitar 1/8 di atas lautan India Utara. Di antara siklon yang terjadi di Belahan Bumi Selatan, hampir setengahnya terbentuk di atas perairan di sebelah utara Australia, 1/3 di atas lautan Indonesia Selatan dan ¼ di atas lautan Pasifik Selatan (Neiburger et al, 1995). Adapun daerah pembentukan siklon tropis yang dekat dengan Indonesia yaitu Samudera Pasifik Utara bagian Barat, Samudera Hindia Utara dan Selatan, Australia dan Pasifik Selatan. Maka dari itu, perlunya mengatahui karakteristik siklon tropis yang terjadi di sekitar Indoneia untuk memperkirakan siklon-siklon apa saja yang dapat mempengaruhi Indonesia Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui secara kualitattif karakteristik siklon tropis di sekitar Indonesia 2. Mengetahui perbedaan siklon tropis pada tahun normal dan tahun elnino. 3. Mengetahui jalur/track siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia. 4. Mengetahui dampak siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklon tropis Siklon tropis adalah sistem angin pusaran yang biasanya terbentuk di lautan dimana suhu permukaan lautnya melebihi 26,5 o C (daerah pusat tekanan rendah di tropis) diantara garis lintang ±5 o Lintang Utara Selatan (LU/LS) menjauhi ekuator (Trewartha, 1995). Menurut Tjasyono (2), Siklon tropis mula-mula muncul sebagai gangguan tropis, tetapi jika: a. kecepatan angin meningkat menjadi sekitar 2 knot, dan terdapat satu isobar tertututp atau lebih, maka gangguan menjadi depresi tropis. b. kecepatan angin mengingkat antara 34 knot dan 64 knot, dan terdapat beberapa isobar tertutup di sekitar mata, maka depresi menjadi badai tropis. c. Kecepatan angin melebihi 64 knot, maka badai meningkat menjadi siklon tropis. Nama-nama lokal untuk gangguan cuaca jenis ini dapat bermacam-macam. Di perairan Indian barat dikenal dengan Hurricane, di perairan Indian timur dan Jepang disebut typhoon (taifun). Orang Australia menyebutnya Willy-willy dan di Philipina disebut dengan Baguio. Secara tekhnisnya mereka menyebutnya siklon tropika (Donn, 1975). 1

11 Badai dewasa memiliki diameter berkisar dari 1 km sampai 15 km. Biasanya bertekanan kurang dari 97 mb dengan kecepatan meningkat antara 5 sampai 1 m/s pada dekat pusatnya. Pada daerah pusat itu sendiri anginnya lemah yaitu sekitar 5 m/s atau bahkan kurang (Neiburger at al, 1995). pusat siklon terdapat inti panas yang disebut mata siklon. Mata siklon memiliki diameter antara 1 hingga 1 km. Mata siklon merupakan daerah bebas awan (Tyasyono, 1999). Siklon tropis mengalami perkembangan sampai menjadi topan dalam waktu kira-kira beberapa hari. Siklon tropis dapat terus menjadi topan dewasa selama jangka waktu dua minggu atau lebih, sampai siklon tersebut bergerak ke atas daratan atau keluar daerah lintang tropika (Neiburger et al, 1995) Mekanisme dan Syarat-syarat Pembentukan Siklon Tropis Terdapat enam kondisi penting untuk dapat berkembangnya siklon tropis (Gray, 1968, 1979), yaitu : 1. Terdapat air laut yang hangat dengan temperatur sekitar 26,5 C hingga kedalaman tertentu (sekitar 5 meter). Air hangat inilah yang berperan sebagai bahan bakar bagi mesin pembangkit energi panas siklon tropis. 2. Atmosfer yang mengalami pendinginan secara cepat terhadap ketinggian. 3. Adanya lapisan yang relatif basah dekat troposfer bagian tengah (pada ketinggian 5 km). 4. Jarak minimum terhadap ekuator setidaknya 5 km. Hal ini karena dalam pembentukan siklon, diperlukan gaya semu Coriolis untuk mengimbangi gradien tekanan. Tanpa adanya gaya Coriolis, daerah tekanan rendah tidak akan dapat terus dipertahankan. 5. Adanya gangguan dekat permukaan dengan vortisitas dan konvergensi yang mencukupi. Siklon tropis tidak dapat terjadi dengan tiba-tiba, ia memerlukan suatu sistem dengan putaran dan aliran di dekat permukaan yang cukup besar. 6. Shear angin vertikal yang rendah di antara permukaan dan bagian atas troposfer (kurang dari 1 m/detik). Shear angin vertikal adalah besar perubahan angin terhadap ketinggian. Shear angin vertikal yang besar akan mengacaukan atau mengganggu siklon tropis yang baru saja terbentuk atau mencegah terjadinya pembentukan siklon tropis. Jika siklon tropis telah terbentuk, shear angin vertikal akan memperlemah atau menghancurkan siklon tropis tersebut dengan mengganggu konveksi yang terjadi di pusat siklon. Siklon tropis adalah badai sirkuler yang menimbulkan angin dan dapat merusak sampai daerah sekitar 25 mil. Kecepatan angin maksimum terjadi pada jarak 2 sampai 3 mil dari pusat siklon. Hujan dan angin terpusat dalam pita (band) spiral yang berputar. Dinding di sekitar mata siklon dapat menjulang sampai ketinggian antara 12 km dan 15 km. Pada jarak 1 sampai 1 km, udara berputar ke atas membentuk cincin dengan konveksi kuat di sekitar siklon. Cincin atau dinding konveksi ini disebut dinding mata (eyewall). Pada daerah dinding mata terjadi angin kencang dan hujan lebat dengan intensitas lebih dari 5 cm per hari Karakteristik Siklon Tropis Pertumbuhan siklon tropis dibagi menjadi tahap lahir, tahap dewasa dan tahap mati dengan karakteristik sebagai berikut: Tahap lahir, ditandai dengan susunan awan nisbi acak dan garis badai yang berkaitan dengan gangguan gelombang angin timuran. Tekanan permukaan turun sampai sekitar 1 mb. Tahap dewasa, ditandai oleh sirkulasi rotasi yang kuat dengan kondisi simetris dan pola awan teratur disertai mata siklon yang bertekanan rendah. Tekanan permukaan pada pusat siklon turun sampai di bawah 1 mb. Kecepatan angin maksimum akan bertambah besar. Tahap mati, ditandai oleh sirkulasi yang makin melebar sehingga ukuran dan bentuknya menjadi simetris. Distribusi bulanan menunjukan bahwa kebanyakan siklon tropis terjadi pada akhir musim panas dan awal musim gugur, meskipun siklon tropis dapat terjadi pada bulan apa aja di Pasifik Utara bagian Barat (Tjasyono, 2). 2

12 Di Atlantik utara hurricane terjadi mulai bulan Juni sampai November, puncaknya pada bulan Agustus sampai September. Di Samudra Hindia utara badai sering terjadi mulai April sampai Desember dengan puncaknya pada bulan Mei dan November. Di belahan bumi selatan aktivitas siklon tropis mulai terjadi pada akhir bulan Oktober sampai akhir Mei. Puncak aktivitas siklon terjadi pada pertengahan februari sampai Maret. Hampir seluruh kejadian siklon terjadi pada lintang 3 dari ekuator dan 87% terjadi pada lintang 2. Hal ini disebabkan karena efek coriolis sebagai penggerak awal putaran siklon sehingga siklon tidak pernah terjadi pada lintang tengah di sekitar ekuator. Kebanyakan siklon tropis (65%) terbentuk pada daerah antara 1 dan 2 dari ekuator, sedikit sekali (± 13%) yang muncul pada lintang di atas 22, dan siklon tidak muncul pada daerah 4 dari ekuator (Tjasyono, 2) Pergerakan dan Jejak Siklon Siklon tropis merupakan sistem yang digerakkan oleh energi yang sangat besar. Pergerakan siklon dimuka bumi seringkali dibandingkan dengan jejak badai yang terjadi. Angin dalam skala besar responsif untuk pergerakan dan mengendalikan arah siklon tropis. Pergerakan siklon tropis disebut dengan track (jejak) siklon. Apabila siklon tropis bergerak menuju ke lintang yang lebih tinggi secara umum track siklon di sekitar daerah tekanan tinggi dapat dibelokkan secara signifikan oleh pergerakan angin menuju daerah tekanan rendah. Selain angin, Rotasi bumi (gaya coriolis) juga memberikan tenaga penggerak pada kejadian siklon tropis yang disebut dengan efek coriolis. Tenaga ini menyebabkan sistem siklonik untuk menggerakkan ke arah kutub bumi. Siklon tropis di belahan bumi utara dibelokkan kearah kutub utara dan siklon tropis dibelahan bumi selatan dibelokan kearah kutub selatan apabila tidak ada sistem tekanan tinggi yang menetralkan energi coriolis. Waktu hidup siklon tropis dari beberapa jam sampai dapat bertahan 2 mingguan, dengan rata-rata 6 hari sejak badai tersebut mulai terbentuk sampai memasuki daratan atau membelok ke arah subtropis (Tjasyono, 2) Hubungan El-Nino dengan siklon tropis El-nino southern oscillation (ENSO) merupakan suatu fenomena interaksi antara lautan dengan atmosfir yang terjadi di Samudera Pasifik. El nino merupakan suatu fenomena lautan sedangkan southern oscillation merupakan suatu fenomena atmosfer. Kejadian el-nino dan la-nina merupakan fase hangat dan dingin dari fenomena ENSO. Pada saat El nino, SPL di Samudera Pasifik tropis tersebut mengalami kenaikan dari kondisi normalnya, sebaliknya pada saat la-nina SPL-nya mengalami penurunan dari kondisi normalnya (Faqih 23). Adanya kenaikan suhu permukaan laut dapat memicu terjadinya siklon tropis Dampak Siklon tropis Siklon tropis yang terjadi di perairan terbuka dapat menyebabkan ombak besar, hujan lebat, dan angin kencang. Siklon tropis yang melewati daratan dapat menyebabkan kerusakan diantaranya: - Angin kencang pada badai dapat menyebabkan kerusakan sarana umum, angkutan, bangunan, jembatan dan sebagainya. - Siklon tropis menyebabkan kenaikan muka laut dan naiknya gelombang air laut sehingga menyebabkan banjir di daerah pesisir. - Aktivitas badai kilat pada saat terjadi siklon tropis menyebabkan meningkatnya intensitas curah hujan. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 27 di UPT Hujan Buatan, Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: Data kejadian siklon tropis pertiga jam dari tahun 1994 s/d 26 Sumber: edu/tropical/tropical.html 3

13 Data anomali suhu permukaan laut pada tahun 1994 s/d 26. Sumber: gov/data/indicest/ Seperangkat komputer beserta software-nya antara lain: Microsoft office, Arc View 3.3, Global Mapper 8 Gambar Peta dunia GTOPO3, Global 3 Arc Second Elevation Data, U.S. Geological Survey, National Mapping Division. Sumber: s/gtopo3/dem_img.html 3.3 Metode Pengumpulan dan Penyusunan Data Data-data diperoleh dari internet. Kemudian data tersebut disusun dengan menggunakan software Microsoft Excel kecuali gambar peta. Data-data yang diperoleh dari internet yaitu: 1. Data kejadian siklon per 3 jam dari bulan Juli 1994 sampai Desember Data Anomali suhu permukaan laut tahun 1994 sampai dengan Gambar peta dengan letak astronomis 6-18 BT Pengelompokan Data Data kejadian siklon yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kejadian siklon per 3 jam dari bulan Juli 1994 sampai Desember 26 di sebagian Belahan Bumi Bagian Timur, dengan letak astronomis 6-18 BT. Daerah kajian yang dibatasi ini dimaksudkan agar dapat menjelaskan karakteristik dan pengaruh siklon di sekitar Indonesia. Oleh karena itu, dari keseluruhan data kejadian siklon di dunia, hanya diambil data kejadian siklon pada wilayah 6-18 BT karena Indonesia merupakan bagian dari wilayah tersebut dan kejadian siklon pada pada daerah tersebut masih dapat mempengaruhi Indonesia Pengoreksian Data Data kejadian siklon per 3 jam pada tahun , disusun berdasarkan nama siklon dan waktu kejadiannya. Sehingga setiap siklon dapat diketahui urutan tahapan kejadiannya, mulai dari posisi muncul sampai dengan berakhir. Dari urutan data kejadin siklon pertiga jam tersebut terdapat beberapa data kejadian siklon yang posisinya tercatat berubah dari N (Lintang Utara) menjadi S (Lintang Selatan) atau sebaliknya. Dari urutan data per 3 jam itu, hanya tercatat berpindah 1 kali. Hal ini dikarenakan kesalahan pencatatan atau human error. Maka dari itu, urutan posisi setiap siklon dikoreksi terlebih dahulu, apabila siklon hanya berpindah satu kali ke S (Lintang Selatan) maka, siklon tersebut dinyatakan terjadi di N (Lintang Utara) atau sebaliknya Analisis Karakteristik Siklon a. Analisis Frekuensi kejadian siklon Setelah seluruh data kejadian siklon per 3 jam di 6-18 BT setiap tahun di koreksi. Maka, data tersebut dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu siklon yang terjadi di Lintang Utara (N) dan siklon yang terjadi di Lintang Selatan (S) dengan maksud untuk membedakan karakteristik kedua wilayah kajian tersebut. Data kejadian siklon per 3 jam di LU dan di LS dari tahun , kemudian disusun berdasarkan nama dan waktu setiap kejadian siklon. Setiap kejadian siklon memiliki nama yang berbeda sehingga dari nama-nama siklon dan waktu kejadiannya didapat jumlah kejadian siklon di LU maupun di LS. Dari urutan data pergerakan suatu siklon, baik di LU maupun di LS diambil data pertama kali muncul dan data saat siklon berakhir seperti data posisi lintang dan bujur setiap kejadian siklon. Dari seluruh data tersebut diolah sehingga didapat data posisi lintang dan bujur yang paling subur untuk terjadinya siklon baik pada tahap pembentukan maupun pada tahap peredaan, selain itu juga diketahui terdapat beberapa data kejadian siklon yang hidup pada lintang kurang dari 5. Untuk mengetahui berapa nilai angin maksimum yang paling banyak pada seluruh kejadian siklon baik di LU maupun di LS, maka dari data per 3 jam setiap siklon, diambil data saat siklon mengalami kecepatan angin paling tinggi. Sedangkan untuk mengetahui lamanya suatu siklon hidup baik siklon yang terjadi di LU maupun di LS maka, data per 3 jam dari setiap siklon diurutkan berdasarkan waktu kejadiannya. Sehingga didapat masa hidup suatu siklon. Dari seluruh data tersebut diolah sehingga didapat data ratarata masa hidup siklon yang terjadi di LU dan LS. Selain masa hidupnya dicari juga 4

14 kecepatan angin maksimum dari setiap siklon, sehingga didapat data frekuensi kejadian siklon berdasarkan kecepatan angin maksimumnya. b. Analisis Kejadian siklon bulanan Untuk menentukan posisi lintang dan bujur rata-rata bulanan di LU dan LS pada saat siklon mulai muncul, data yang digunakan yaitu data pada waktu siklon mulai muncul atau data pertama tercatat. Jadi, data yang diambil hanya data pertama dari setiap kejadian siklon. Data tahunan tersebut dikelompokan menjadi data bulanan. Sehingga didapat data jumlah siklon bulanan dari tahun , jumlah siklon rata-rata perbulan dan posisi lintang dan bujur rata-rata setiap bulannya pada saat siklon mulai muncul. Sedangkan untuk mendapatkan posisi lintang dan bujur rata-rata bulanan pada saat siklon berakhir, data yang digunakan yaitu data terakhir atau data pada waktu siklon berakhir. Jadi dari data per 3 jam, hanya diambil data terakhirnya saja dari setiap kejadian siklon pada tahun data tersebut dirubah menjadi data bulanan, lalu data diolah sehingga didapat data posisi lintang dan bujur rata-rata bulanan dengan nilai Standar Deviasinya (Stdev) pada waktu siklon berakhir baik di LU maupun LS. Kecepatan angin maksimum pada setiap siklon dari tahun pada kejadian siklon di LU dan di LS, dikelompokan menjadi perbulan. Setelah itu diolah sehingga menjadi data kecepatan angin maksimum rata-rata bulanan. Masa hidup setiap siklon yang sudah didapat sebelumnya, dikelompokan menjadi data bulanan, lalu diolah sehingga di dapat data masa hidup rata-rata bulanan baik pada siklon yang terjadi di LU maupun di LS Menggambarkan Jalur Kejadian siklon tropis Data setiap siklon baik siklon yang terjadi di LU maupun di LS dipisahkan dan bentuknya diganti menjadi bentuk txt, setelah itu data dipanggil di Arc. View 3.3 sehigga jalur/ track setiap siklon dapat digambarkan. Gambar setiap track siklon tersebut dikelompokan menjadi perbulan lalu di overlay dengan gambar peta dunia Analisis Hubungan Fenomena ENSO dengan Siklon Tropis Pada kajian ini menggunakan data anomali suhu permukaan laut tahunan di Nino 3.4; tahun kejadian fenomena El-nino serta data kejadian siklon tropis tahunan. Setelah itu dilihat perbedaan karakteristik siklon tropis seperti jumlah siklon dan masa hidupnya pada tahun normal dan tahun terjadinya El-nino di Lintang Utara dan Lintang Selatan (6-18 BT). 5

15 Diagram Metodologi Data siklon di dunia tahun Data siklon di BBS (6-18 BT) tahun Koreksi Data Di tolak Data siklon di LU Yes Data siklon di LS Jumlah siklon bulanan dan tahunan Posisi muncul dan berakhir siklon Kec. Angin maks, masa hdp siklon Jumlah siklon bulanan dan tahunan Posisi muncul dan berakhir siklon Kec. Angin maks, masa hdp siklon Analisis Statistik kejadian siklon di LU Analisis Statistik kejadian siklon di LS Kesimpulan & Hypothesa Gambar 1 Diagram Alir Metodologi 6

16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data pada bulan Juli tahun 1994 sampai dengan Desember 26 di Belahan Bumi bagian Timur (BBT) dengan letak astronomis 6-18 BT yaitu kejadian siklon tropis yang terjadi di daerah Selatan dan Utara Indonesia. Dari data tersebut terdapat beberapa data kejadian siklon tropis yang berpindah dari lintang Selatan ke lintang Utara atau sebaliknya. Perpindahan tersebut secara tibatiba dengan jarak yang sangat jauh setelah itu berpindah kembali ke lintang selatan atau ke lintang utara. Secara teori siklon tropis tidak mungkin dapat melintasi garis equator. Di lihat dari data gambar track siklon pada lampiran juga tidak terdapat track siklon tersebut. Jadi, keadaan tersebut bisa saja terjadi karena kesalahan tekhnis dari alat penulis data atau karena human error. 4.2 Siklon Tropis yang Terjadi di Utara Ekuator (Lintang Utara) Siklon tropis yang diamati dalam penelitian ini adalah siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia yaitu di lintang Utara dengan asumsi mewakili karakteristik siklon yang terjadi di Utara Indonesia (BBU) dan lintang selatan dengan asumsi mewakili siklon yang terjadi di selatan Indonesia (BBS) pada tahun , dengan letak astronomis 6-18 BT. Di sekitar Indonesia rata-rata setiap bulannya terjadi 5 siklon tropis. Dari data bulan Juli tahun 1994 sampai Desember 26 (6-18 BT) di lintang Utara atau di utara ekuator terdapat sekitar 54 kejadian siklon tropis. Siklon tropis yang terjadi pada daerah tersebut terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Juli sampai Oktober (Maksimum pada bulan Agustus) karena, pada bulan Agustus matahari sedang berada di Lintang Utara. Sedangkan pada bulan maret siklon jarang terbentuk di LU. Kejadian siklon J F M A M J J A S O N D Bulan Gambar 2 Kejadian siklon tropis bulanan di BBU (Belahan Bumi Utara) 4.3 Siklon Tropis yang Terjadi di Selatan Ekuator (Lintang Selatan) Daerah bagian selatan dari ekuator (Lintang Selatan) pada 6-18 BT yang sering mengalami siklon tropis yaitu Samudera Hindia dan Perairan Australia. Samudera Hindia merupakan Samudera yang berbatasan dengan semenanjung Malaka, Indonesia. Sehingga kejadian siklon tropis di Samudera Hindia memberikan pengaruh terhadap keadaan cuaca dan iklim di Indonesia. Dari data bulan Juli 1994 sampai Desember 26 terdapat sekitar 272 kejadian siklon tropis di selatan ekuator (Selatan Indonesia). Siklon tropis lebih banyak terjadi pada bulan Oktober sampai Mei dengan puncaknya pada bulan Januari sampai Maret, dimana pada bulan ini matahari terletak di atas Samudera Hindia sehingga suhu perairan yang hangat meningkatkan aktivitas siklon. Sedangkan pada bulan Juni sampai dengan September hampir tidak pernah terjadi siklon tropis karena matahari sedang berada di Lintang Utara. Kejadian siklon J F M A M J J A S O N D Bulan Gambar 3 Kejadian siklon tropis bulanan di BBS (Belahan Bumi Selatan). 7

17 Sebaliknya dari rata-rata kejadian siklon bulanan di lintang utara (BBU), di lintang selatan ini pada bulan Maret merupakan salah satu puncak kejadian siklon. Selama kurun waktu 12 tahun, pada bulan ini siklon terbentuk sekitar lebih dari 6 kali. Sedangkan pada bulan Juni sampai Agustus hampir tidak pernah terjadi siklon di Lintang Selatan (BBS, 6-18 BT). Siklon tropis rata-rata lebih banyak terjadi di Utara ekuator (Lintang Utara) dibandingkan Selatan ekuator (Lintang Selatan) setiap tahunnya karena adanya perbedaan topografi antara Utara dengan Selatan Ekuator, di lintang utara lebih banyak daratannya dibandingkan di Lintang Selatan sehingga, adanya aliran udara terganggu oleh perubahan ketinggian medan atau oleh aliran dari darat ke laut (Neiburger et al, 1995). 4.4 Posisi Siklon Tropis Pada Tahap Pembentukan dan Peredaan kejadian siklon tropis di LU dan LS memiliki intensitas yang berbeda. Selain jumlah dan waktu, intensitas siklon tropis juga ditentukan oleh posisi lintang dan bujur saat siklon terbentuk. Kebanyakan siklon mulai terbentuk pada daerah antara 1 dan 2 dari ekuator, sedikit sekali yang muncul pada lintang di atas 4 dari ekuator (Tjasyono, 2) Kejadian siklon tropis salah satunya dipengaruhi oleh besarnya gaya coriolis. Besarnya gaya coriolis dipengaruhi oleh posisi lintang sehingga, posisi lintang dan bujur dapat menentukan daerah mana yang subur atau tidak untuk terjadinya siklon tropis Posisi Lintang dan Bujur Awal Kemunculan Siklon a. Lintang Utara (LU) Berdasarkan data kejadian siklon tahun di sepanjang 6-18 BT pada bagian utara ekuator yaitu sekitar Laut Arabia sampai Samudera Pasifik bagian Barat, siklon tropis dapat muncul antara lintang kurang dari 3 LU sampai dengan lintang 36 LU. Siklon tropis yang terbentuk pada lintang kurang dari 3 LU, selama kurun waktu 12 tahun hanya terjadi 1 kali. Hal ini disebabkan, pada lintang tersebut gaya coriolisnya sangat kecil (mendekati nol) sehingga tidak mungkin terjadinya siklon tropis, kejadian siklon tersebut hanya merupakan penyimpangan yang bisa disebabkan adanya faktor alam lainnya selain gaya coriolis. Sekitar 78% siklon mulai terbentuk pada lintang antara 6 sampai 21 LU. Frekuensi munculnya siklon tropis pada wilayah tersebut semakin bertambah pada posisi lintang yang semakin tinggi hingga mencapai titik maksimum pada lintang LU, yang merupakan posisi lintang paling subur pada tahap pembentukan siklon tropis. Pada lintang di atas 15 LU, awal kemunculan siklon mulai berkurang dengan semakin tingginya lintang. Kejadian siklon <=3 3 < 6 Gambar 4 6 < 9 9 < < < < < 24 Derajat LU 24 < < 3 3 < < < 39 >39 Frekuensi awal kemunculan siklon yang terjadi di utara ekuator berdasarkan posisi lintang. Apabila dilihat dari daerah kajian penelitian ini yaitu, daerah sekitar 6-18 BT maka, siklon yang terjadi di lintang utara mulai muncul di sepanjang rentang bujur tersebut. Tetapi, siklon tropis lebih banyak muncul pada posisi bujur BT (73%) atau sekitar Samudera Pasifik Utara bagian Barat, dengan puncaknya pada posisi BT yaitu sekitar Laut Filipina. Karena pada wilayah tersebut merupkan wilayah lautan yang luas. Sedangkan pada wilayah 6-1 BT merupakan laut yang berbatasan dengan daratan (India) dan sebagian Asia Tenggara. Berdasarkan grafik di bawah ini, dapat dilihat bahwa posisi lintang dan bujur yang paling sering untuk mulai terbentuknya siklon tropis yaitu pada lintang antara o LU dan 13 o -14 o BT yaitu sekitar Laut Filipina. 8

18 Kejadian siklon <= 6 6 < 7 7 < 8 8 < 9 9 < 1 1 < < < 13 Derajat BT 13 < < < < < 18 Gambar 5 Frekuensi awal terbentuk siklon yang terjadi di utara ekuator berdasarkan posisi bujur. Dari Gambar 4 dan 5 di atas memperlihatkan bahwa wilayah utara Indonesia (utara ekuator, LU) yang subur untuk terbentuknya siklon yaitu Laut Cina Selatan, laut Filipina (Samudera Pasifik Utara bagian Barat). b. Samudera Hindia dan Perairan Australia Pada siklon tropis yang terjadi di Lintang Utara (Utara Indonesia) terdapat siklon yang mulai muncul pada posisi lintang kurang dari 3 LU. Sedangkan, di Lintang Selatan (Selatan Indonesia) siklon mulai terbentuk di atas lintang 3 LS sampai 25.3 LS. Sekitar lebih dari 8% siklon mulai terbentuk pada lintang 9-18 LS. Intensitas awal terbentuknya siklon memiliki pola lokal yaitu semakin tinggi posisi lintang maka semakin bertambah frekuensi awal kemunculan siklon hingga mencapai puncak maksimum pada lintang LS. Kejadian siklon <=3 3 < 6 6 < 9 9 < < < 18 Derajat LS 18 < < < < 3 3 < 33 Gambar 6 Frekuensi awal kemunculan siklon yang terjadi di Lintang Selatan berdasarkan posisi lintang Di Lintang Selatan atau sekitar Samudera Hindia Selatan dan perairan Australia, siklon tropis mulai terbentuk merata di sepanjang wilayah kajian yaitu 6-18 BT, kecuali pada wilayah 1-11 BT awal kemunculan siklon lebih jarang. Kejadian siklon <= 6 6 < 7 7 < 8 8 < 9 9 < 1 1 < < 12 Derajat BT 12 < < < < < < 18 Gambar 7 Frekuensi awal terbentuk siklon yang terjadi di LS berdasarkan posisi bujur Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap Peredaan Suatu Siklon a. Samudera Pasifik bagian Barat dan Hindia bagian Utara Dari grafik di bawah ini, terlihat bahwa posisi siklon pada tahap peredaan paling banyak berada pada lintang LU, dan tidak ada siklon yang berakhir (mati) di bawah lintang 3 LU. Lain halnya pada tahap pembentukan, siklon paling banyak mulai hidup pada lintang LU dan terdapat siklon yang mulai hidup di bawah lintang 3 LU. Sekitar 9.4% dari data kejadian siklon tahun , siklon tropis berakhir (mati) pada posisi lintang di atas 12 LU. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa siklon bergerak menuju lintang yang lebih tinggi. Kejadian siklon <=3 3 < 6 6 < 9 9 < < < < < 24 Derajat LU 24 < < 3 3 < < < 39 >39 Gambar 8 Frekuensi kejadian siklon tropis di utara ekuator berdasarkan posisi lintang pada tahap peredaan. Frekuensi kejadian siklon di LU lebih banyak berakhir (mati) pada bujur lebih dari 1 BT karena awal kemunculan siklon tropis juga lebih banyak pada posisi bujur BT. dari data kejadian siklon selama 12 tahun ini, dapat dilihat bahwa siklon tropis yang terjadi di utara ekuator dari wilayah 6-18 BT paling banyak 9

19 siklon yang berakhir (mati) pada posisi BT. Kejadian siklon <= 6 6 < 7 7 < 8 8 < 9 9 < 1 1 < < 12 Derajat BT 12 < < < < < < 18 Gambar 9 Frekuensi kejadian siklon di utara Indonesia berdasarkan posisi Bujur pada tahap peredaannya Sedangkan pada tahap pembentukan lebih banyak muncul pada posisi bujur lebih dari 11 o BT dan puncaknya pada bujur 13 o -14 o BT. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa siklon di lintang utara belahan bumi bagian timur, bergerak menuju lintang yang lebih tinggi. b. Samudera Hindia dan Perairan Australia Dari data kejadian siklon tahun di selatan ekuator (selatan Indonesia) yaitu dari sebagian Samudera Hindia sampai Laut Coral (Timur laut Australia) terdapat lebih dari 9% siklon tropis berakhir pada lintang 9-3 LS yang puncaknya pada LS dan tidak ada siklon yang berakhir (mati) pada daerah lintang di bawah 3 LS. Di Lintang Selatan (LS), pada tahap pembentukan siklon lebih intensif pada lintang 6-21 LS. Sedangkan pada tahap peredaannya siklon bergerak pada lintang yang lebih tinggi, sehingga siklon paling intensifnya muncul pada lintang 9-3 LS. Kejadian siklon <=3 3 < 6 6 < 9 9 < < < < < 24 Derajat LS 24 < < 3 3 < < < 39 >39 Gambar 1 Frekuensi kejadian siklon tropis di Selatan Ekuator berdasarkan posisi lintang pada tahap peredaan. Dari data kejadian siklon tahun di selatan ekuator (selatan Indonesia) siklon muncul secara tersebar pada bujur antara 6 o -18 o BT sesuai dengan daerah kajian. Begitu juga posisi bujur pada saat siklon berakhir (mati). Kejadian siklon <= 6 6 < 7 7 < 8 8 < 9 9 < 1 1 < < < 13 Derajat BT 13 < < < < < 18 Gambar 11 Frekuensi kejadian siklon tropis di Selatan Ekuator berdasarkan posisi Bujur pada tahap peredaan siklon. 4.5 Posisi Lintang Minimum dan Maksimum Siklon Tropis Pada Tahap Pembentukan Siklon tropis yang terjadi Lintang Utara pada 6 o -18 o BT dari tahun mulai terbentuk dari 1.5 o LU yang merupakan posisi lintang minimum sampai 36 o LU yang merupakan posisi lintang maksimum awal terbentuknya siklon. Posisi minimum terjadi pada bulan Desember tahun 21 dan maksimum bulan Juli tahun Tabel 1 Data posisi lintang minimum dan maksimum pada tahap pembentukan siklon Tahun LU LS min max min max Secara teori siklon tropis hanya dapat terbentuk di atas lintang 4 o. Tetapi, berdasarkan data kejadian siklon tahun terdapat siklon yang mulai hidup di lintang kurang dari 4. Hal ini merupakan anomali atau penyimpangan kejadian siklon 1

20 karena seharusnya siklon terbentuk pada lintang di atas 5 LU/LS. Di Lintang Selatan siklon tropis mulai terbentuk pada posisi lintang 4.5 LU yang merupkan lintang terendah untuk dapat mulai terbentuknya siklon dan lintang 25.3 LS yang merupakan lintang paling tinggi yang masih dapat mulai terbentuk siklon. Di Lintang Utara siklon tropis masih terbentuk pada lintang 36 LS, sedangkan di Lintang Selatan siklon hanya terbentuk sampai lintang 25.3 LS hal ini terjadi karena pada Lintang Utara terdapat kontras termal antara Samudera dengan daratan. 4.6 Kecepatan Angin Maksimum Pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia Badai siklon terjadi pada daerah angin baratan. Angin baratan lebih berpengaruh dalam pembentukan siklon, walaupun angin siklon dapat berhembus dari segala penjuru. Kecepatan angin pada siklon tropis ini merupakan kecepatan angin maksimum yang terjadi pada suatu badai. Baik di LU maupun di LS, frekuensi siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum paling banyak yaitu 2-4 knot yang merupakan depresi tropis dan badai tropis. Di Lintang Utara, sekitar 48% merupakan siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 6 knot. Sedangkan di LS siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 6 knot yaitu sekitar 52 % karena, di Lintang Selatan lebih banyak siklon tropis yang terbentuk pada lautan yang luas sedangkan di Lintang Utara banyak daratan yang dapat menyebabkan siklon melemah apabila melaluinya. Kejadian siklon tropis dengan kecepatan angin maksimumnya yang semakin besar maka frekuensinya semakin jarang. Kecuali, pada siklon yang memiliki kecapatan angin maksimumnya sekitar knot. Kejadian siklon <4 4<6 6<8 8<1 1<12 12<14 14<16 Kec. angin maks (knot) Gambar 12 Kejadian siklon di LU dan LS berdasarkan kecepatan angin maksimum Pada Gambar 12 terlihat, baik grafik frekuensi kejadian siklon tropis di LU dan LS memiliki pola yang sama. Di LU sekitar 33.4% siklon tropis memiliki kecepatan angin maksimum 2-4 knot. 4.7 Masa Hidup pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia Masa hidup Siklon tropis sangat bervariasi mulai dari beberapa jam sampai dengan mingguan. Baik di utara (LU) maupun di selatan ekuator (LS) pada 6-18 BT, siklon tropis paling banyak hidup selama 4-6 hari. Berdasarkan data kejadian siklon tropis dari tahun di LU masa hidup siklon tropis paling lama yaitu 17 hari. Sedangkan di selatan mencapai 22 hari. Dari grafik masa hidup siklon tropis di bawah ini, frekuensi kejadian siklon tropis di lintng utara maupun lintang selatan hampir memiliki pola yang sama. Lebih dari 8% kejadian siklon tropis di Lintang Utara dan Selatan, hidup dalam waktu hanya beberapa jam sampai dengan 9 hari. Kejadian siklon LU LS 1 <3 4< 6 7 < 9 1 < < <18 19 < 21 >21 Masa hidup (hari) Gambar 13 Frekuensi masa hidup siklon tropis di LU dan LS LU LS 11

21 4.8 Nilai Rata-rata Bulanan Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap Pembentukan dan Peredaan Nilai Rata-rata Bulanan Lintang dan Bujur Pada Tahap Pembentukan a. Lintang Utara (LU) Rata-rata setiap bulannya siklon tropis di LU muncul pada lintang di atas 5 sampai 2 LU. Intensitas kejadian siklon tropis di Lintang Utara (LU) pada bulan Juli sampai Oktober lebih sering dibandingkan pada bulan lainnya. Pada bulan Juli sampai Oktober juga siklon lebih sering mulai terbentuk pada lintang yang lebih tinggi dibandingkan pada bulan yang lainnya yaitu pada kisaran rata-rata lintang di atas 1 26 LU. Sedangkan pada bulan Maret ratarata siklon mulai terbentuk pada lintang 5-9 LU. Pada Bulan Maret variasi lintangnya sangat kecil hal ini dikarenakan pada bulan ini di Lintang Utara (BBU) jumlah kejadian siklon dari tahun hanya terjadi 4 kali. derajat LU J F M A M J J A S O N D Bulan Rata-rata -/+ Stdev Gambar 14 Posisi lintang rata-rata bulanan awal terbentuk siklon LU Posisi bujur awal terbentuk siklon bulanan di Lintang Utara (LU) sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan salah satunya ruang lingkup penelitian yang cukup luas yaitu dari 6-18 BT. Kecuali pada bulan Juli sampai September hampir semua siklon mulai terbentuk pada Bujur di atas 1 BT atau sekitar Samudera Pasifik bagian Barat. Begitu juga pada bulan Maret siklon hanya terjadi di sekitar Laut Filipina. Dari gambar 14 di bawah ini, terlihat bahwa siklon tropis yang terjadi di Lintang Utara rata-rata setiap bulanannya muncul pada posisi bujur di atas 1 sampai 15 BT. Maka dari itu, siklon tropis lebih banyak muncul pada posisi bujur yang lebih besar, karena pada posisi bujur lebih dari 1 BT di utara ekuator merupakan wilayah lautan yang luas. derajat LU J F M A M J J A S O N D Bulan Rata-rata -/+ Stdev Gambar 15 Posisi bujur rata-rata bulanan awal terbentuk siklon di LU Berdasarkan Gambar di bawah ini, dapat dilihat bahwa pada bulan Maret dan Agustus, selain tedapat perbedaan jumlah siklon pada setiap bulannya, posisi lintang rata-rata awal kemunculannya juga berbeda. Gambar 16 Kejadian siklon di LU pada bulan Maret dari tahun Gambar 17 b. Lintang Selatam (LS) Kejadian siklon di LU pada bulan Agustus dari tahun Siklon tropis yang terjadi di Lintang Selatan pada bulan Desember sampai April, posisi mulai munculnya rata-rata pada lintang yang lebih tinggi dibandingkan pada bulan yang lainnya. Pada bulan Juni hampir 12

22 tidak ada variasi (Stdevnya kecil) baik posisi lintang maupun posisi bujurnya. Hal ini disebabkan pada bulan ini dari data tahun di lintang selatan (6-18 BT) jumlah siklon yang terjadi hanya 2 kali. derajat LS J F M A M J J A S O N D Bulan Rata-rata -/+ Stdev Gambar 18 Posisi lintang awal rata-rata bulanan pada awal terbentuk siklon di LS Posisi bujur rata-rata pada bulan Juni lebih dari 17 BT, artinya pada bulan Juni siklon mulai terjadi sekitar wilayah laut Coral atau daerah Timur Laut Australia. Seperti halnya pada bulan Juni, siklon yang terjadi pada bulan Juli sampai September juga dari kurun waktu 13 tahun siklon hanya terjadi 2-3 kali. Maka dari itu variasi bujur pada tahap pembentukan siklon pada bulan tersebut kecil. derajat LS J F M A M J J A S O N D Bulan Rata-rata -/+ Stdev Gambar 19 Posisi Bujur rata-rata bulanan awal terbentuk siklon di LS Dari Gambar 2 dan 21 di bawah ini dapat dilihat bahwa siklon yang terjadi pada bulan Januari jauh lebih banyak dibandingkan pada bulan Juni. Selain itu juga, pada bulan Januari siklon terbentuk merata dari 6-18 BT, sedangkan pada bulan Juni siklon hanya terbentuk di Laut Coral. Gambar 2 Gambar 21 Kejadian siklon tropis di LS pada bulan Januari dari tahun Kejadian siklon tropis di LS pada bulan Juni dari tahun Rata-rata Bulanan Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap peredaan a. Lintang Utara (LU) Dilihat dari posisi lintang dan bujur saat berakhirnya suatu siklon lebih banyak pada daerah sekitar Laut Cina Selatan, Thailand dan Taiwan. Siklon yang terjadi di Belahan Bumi Utara ( BBU, 6-18 BT) setiap bulannya berakhir pada posisi lintang rata-rata bulanan yang berbeda. Pada bulan Juni sampai September siklon berakhir pada lintang rata-rata di atas 25 o LU. Sedangkan pada bulan yang lainnya siklon berakhir pada lintang rata-rata bulanan di bawah 25 o LU. Dari Gambar 13 dan 17 dapat terlihat bahwa rata-rata siklon tropis berakhir pada lintang yang lebih tinggi dibandingkan pada saat kemunculannya 13

23 Derajat LU J F M A M J J A S O N D Bulan Rata-rata -/+ Stdev Gambar 22 Posisi lintang rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di LU. Tahapan dari sebuah siklon tropis sejak terbentuk di Samudera hingga meredanya setelah memasuki daratan meliputi tahap pembentukan, tahap muda, tahap dewasa dan tahap peredaan. Siklon yang terjadi Lintang Utara ini pada tahap peredaannya terjadi pada posisi bujur rataan bulanan di atas 1 sampai 145 BT posisi ini menujukan bahwa pada posisi rataan bujur bulanan tahap pembentukan maupun tahap peredaan tidak terlalu jauh berbeda karena track siklon cenderung bergerak naik pada posisi lintang yang lebih tinggi, sedangkan posisi bujurnya berubah saat siklon berlangsung (tahap muda dan tahap dewasa). Pada saat berakhir siklon bergerak mendekati posisi bujur yang tidak jauh berbeda dengan saat awal kemunculannya. Dengan kata lain perbedaan posisi siklon saat tahap pembentukan dan peredaan hanya pada posisi lintangnya saja. Track siklon dapat dilihat dalam lampiran gambar. Pada posisi bujur pada tahapan peredaan ini tidak terlalu jauh beda dengan pada rataan bujur bulanan saat tahap pembentukan siklon. Derajat BT J F M A M J J A S O N D Bulan Rata-rata -/+ Stdev Gambar 23 Posisi bujur rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di Utara ekuator. b. Lintang Selatan (LS) Posisi lintang rata-rata pada tahap pembentukan siklon tropis di lintang selatan lebih kecil dibandingkan rata-rata lintang pada tahap peredaannya. Pada bulan Desember sampai April siklon berakhir pada rata-rata lintang sekitar 2 o LS. Pada bulan September siklon terbentuk pada lintang yang lebih rendah dibandingkan pada bulan yang lainnya. Derajat LS J F M A M J J A S O N D Bulan Rata-rata -/+ Stdev Gambar 24 Posisi lintang rata-rata bulanan siklon tropis pada tahap peredaan di BBS Posisi bujur rata-rata bulanan pada tahap pembentukan maupun peredaan pada kejadian siklon di lintang selatan (BBS) tidak jauh berbeda, begitu juga dengan pola grafiknya. Perubahan posisi bujur sering terjadi pada saat siklon berlangsung karena rata-rata siklon bergerak pada lintang yang lebih tinggi. Derajat BT 2 Rata-rata 18 -/+ Stdev J F M A M J J A S O N D Bulan Gambar 25 Posisi bujur rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di Selatan ekuator 4.9 Nilai Rata-rata Bulanan Kecepatan Angin Maksimum dan Masa Hidup siklon Tropis Rata-rata Kecepatan Angin Maksimum Bulanan Pada Siklon a. Lintang Utara (LU) Kejadian siklon setiap bulannya memiliki variasi kecepatan angin maksimum yang beraneka ragam, sehingga hasil ratarata kecepatan angin maksimum bulananya belum dapat memperlihatkan keadaan yang sebenarnya. Variasi paling besar terjadi pada 14

KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA

KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Data Siklon Tropis Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian bencana dunia meningkat dan 76% adalah bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, siklon tropis, kekeringan). Sebagian besar terjadi di negara-negara miskin

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total 8 Frekuensi siklon 160 140 120 100 80 60 40 20 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total Gambar 6 Frekuensi siklon tropis di perairan sekitar Indonesia (Pasifik

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang

Lebih terperinci

DEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA

DEPRESI DAN SIKLON PENGARUHI CUACA INDONESIA AKTUALITA DEPRESI DAN SIKLON INDERAJA TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA DEPRESI DAN SIKLON TROPIS PENGARUHI CUACA INDONESIA Davit Putra, M.Rokhis Khomarudin (Pusbangja ) Cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI

STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI STUDI IDENTIFIKASI POLA UTAMA DATA RADIOSONDE MELALUI ANALISIS KOMPONEN UTAMA DAN ANALISIS SPEKTRUM (STUDI KASUS BANDUNG) SATRIYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR

ANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR ANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR Oleh : Umam Syifaul Qolby, S.tr Stasiun Meteorologi Klas III Sultan Muhammad Kaharuddin

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BADAI DAN PENGARUHNYA TERHADAP CUACA BURUK DI INDONESIA. Drs. Achmad Zakir, AhMG Mia Khusnul Khotimah, AhMG

BADAI DAN PENGARUHNYA TERHADAP CUACA BURUK DI INDONESIA. Drs. Achmad Zakir, AhMG Mia Khusnul Khotimah, AhMG BADAI DAN PENGARUHNYA TERHADAP CUACA BURUK DI INDONESIA Drs. Achmad Zakir, AhMG Mia Khusnul Khotimah, AhMG Badai Tropis (disebut juga dengan Typhoon atau Tropical Cyclone) adalah pusaran angin kencang

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN : ANGIN

POKOK BAHASAN : ANGIN POKOK BAHASAN : ANGIN ANGIN ANGIN Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui tentang angin, yaitu

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami proses terjadinya angin dan memahami jenis-jenis angin tetap

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang Abstrak Cuaca akhir-akhir ini sulit diprediksi dan tidak menentu, sering terjadi cuaca ekstrem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA. Rosmiati STKIP Bima

EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA. Rosmiati STKIP Bima ABSTRAK EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA Rosmiati STKIP Bima Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki pulau pulau besar dan kecil berada di daerah tropis, menerima radiasi matahari paling banyak

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Oleh : Irman Sonjaya, Ah.MG

Oleh : Irman Sonjaya, Ah.MG Oleh : Irman Sonjaya, Ah.MG KONSEP DASAR Cuaca adalah kondisi dinamis atmosfer dalam skala ruang, waktu yang sempit. Iklim merupakan rata-rata kumpulan kondisi cuaca pada skala ruang/ tempat yang lebih

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI KEJADIAN

Lebih terperinci

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina ENSO (EL-NINO SOUTERN OSCILLATION) ENSO (El Nino Southern Oscillation) ENSO adalah peristiwa naiknya suhu di Samudra Pasifik yang menyebabkan perubahan pola angin dan curah hujan serta mempengaruhi perubahan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS HUJAN STASIUN SEDANG METEOROLOGI &

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino G181 Iva Ayu Rinjani dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 Desember 2016) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi

SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 Desember 2016) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 ) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi PUSAT METEOROLOGI PUBLIK BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Januari 2017

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA DINAMIKA STASIUN ATMOSFER METEOROLOGI

Lebih terperinci

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *) Musiman dan Non Musiman di Indonesia *) oleh : Bayong Tjasyono HK. Kelompok Keahlian Sains Atmosfer Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung Abstrak Beda pemanasan musiman antara

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN Oleh Nur Fitriyani, S.Tr Iwan Munandar S.Tr Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Aji

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS STASIUN CUACA METEOROLOGI TERKAIT HUJAN

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG KUPANG, 12 JANUARI 2017 OUTLINE ANALISIS DINAMIKA SKALA GLOBAL Gerak

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siklon Tropis dan Tinjauan Fisisnya Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Siklon Tropis dan Tinjauan Fisisnya Hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah tropika merupakan daerah yang lebih intensif menerima radiasi matahari, sedikitnya sekali dalam setahun menerima penyinaran yang tegak lurus. Perbedaan penyinaran

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. II, No. (24), Hal. - 5 ISSN : 2337-824 Kajian Elevasi Muka Air Laut Di Selat Karimata Pada Tahun Kejadian El Nino Dan Dipole Mode Positif Pracellya Antomy ), Muh. Ishak Jumarang ),

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER

GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA-GEJALA YANG TERJADI DI ATMOSFER GEJALA OPTIK GEJALA KLIMATIK Gejala-gejala Optik Pelangi, yaitu spektrum matahari yang dibiaskan oleh air hujan. Oleh karena

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 Provinsi Jawa Barat PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan

Lebih terperinci

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat 1 Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat Diyas Dwi Erdinno NPT. 13.10.2291 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA EKSTRIM ANGIN KENCANG (22 Knot)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018 KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi

Lebih terperinci

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOSFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS I KEDIRI-MATARAM 2016 1 Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA KEJADIAN KELEMBABAN SANGAT RENDAH TANGGAL 31 JANUARI 2018

ANALISIS CUACA KEJADIAN KELEMBABAN SANGAT RENDAH TANGGAL 31 JANUARI 2018 ANALISIS CUACA KEJADIAN KELEMBABAN SANGAT RENDAH TANGGAL 31 JANUARI 2018 I. INFORMASI KEJADIAN KEJADIAN Kelembaban Sangat Rendah LOKASI Kecamatan Rantetayo Kab. Tana Toraja TANGGAL 31 Januari 2018 DAMPAK

Lebih terperinci

MAKALAH KLIMATOLOGI ANGIN

MAKALAH KLIMATOLOGI ANGIN MAKALAH KLIMATOLOGI ANGIN DISUSUN OLEH: 1. A 2. S 3. S 4. S 5. S 6. S 7. S 8. S PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

METEOROLOGI LAUT. Sirkulasi Umum Atmosfer dan Angin. M. Arif Zainul Fuad

METEOROLOGI LAUT. Sirkulasi Umum Atmosfer dan Angin. M. Arif Zainul Fuad METEOROLOGI LAUT Sirkulasi Umum Atmosfer dan Angin M. Arif Zainul Fuad Cuaca berubah oleh gerak udara, gerak udara disebabkan oleh berbagai gaya yang bekerja pada partikel udarayg berasal dari energi matahari

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 IDENTIFIKASI CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

BULETIN METEOROLOGI BMKG STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Agustus Volume V - No.

BULETIN METEOROLOGI BMKG STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Agustus Volume V - No. BULETIN METEOROLOGI Agustus 2017 Volume V - No. 8 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI SYAMSUDIN NOOR BMKG Bandar Udara Syamsudin Noor Banjarbaru - Kalimantan Selatan 70724 Telp

Lebih terperinci

Buletin Meteorologi Penerbangan Edisi XXVII, Maret 2017 I. PENDAHULUAN

Buletin Meteorologi Penerbangan Edisi XXVII, Maret 2017 I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado merupakan salah satu unit pelayanan teknis dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang bertugas memberikan pelayanan dan informasi

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA STASIUN EKSTRIM METEOROLOGI TERKAIT

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI GAMAR MALAMO GALELA

STASIUN METEOROLOGI GAMAR MALAMO GALELA STASIUN METEOROLOGI GAMAR MALAMO GALELA ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI GALELA HALMAHERA UTARA TANGGAL 13 FEBRUARI 2017 OLEH : RUDI BAMBANG HARYONO, A.Md GALELA 2017 ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Analisis Tingkat Kekeringan Menggunakan Parameter Cuaca di Kota Pontianak dan Sekitarnya Susi Susanti 1), Andi Ihwan 1), M. Ishak Jumarangi 1) 1Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017

PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017 PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017 Disusun oleh : Kiki, M. Res. Miming Saepudin, M. Si. PUSAT METEOROLOGI PUBLIK BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI

Lebih terperinci