PERANAN PENYULUH PETERNAKAN DALAM MEMPERTAHANKAN KEBERLANJUTAN USAHA KOPERASI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN PENYULUH PETERNAKAN DALAM MEMPERTAHANKAN KEBERLANJUTAN USAHA KOPERASI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU"

Transkripsi

1 PERANAN PENYULUH PETERNAKAN DALAM MEMPERTAHANKAN KEBERLANJUTAN USAHA KOPERASI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (Kasus Koperasi Cemula di Kecamatan Pengandonan) Oleh : Komala Sari Dosen PNSD dpk Fak. Pertanian UIBA Palembang. Abstrak Tulisan ini mengamati masih kurangnya Koperasi Unit Desa (KUD) yang ada di Kabupaten OKU yang menitikberatkan bidang peternakan sebagai usaha pokoknya. Meskipun pemerintah telah banyak memberikan bantuan ternak baik berupa ternak besar seperti sapi potong dan ternak unggas seperti itik, akan tetapi KUD yang telah diberikan bantuan tidak mampu mempertahankan keberlanjutan usahanya, sesuai dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan peternak anggota koperasi. Mencermati hal ini, maka diperlukan peranan penyuluh peternakan dalam upaya meningkatkan kemampuan peternak, memfasilitasi peternak untuk dapat memperoleh kesempatan berusaha yang merata melalui organisasi koperasi sehingga diperoleh para peternak yang mandiri yang senantiasa berorientasi pada pasar, disiplin, bekerja keras, mampu menghadapi resiko usaha, mampu bekerjasama bahkan berkompetisi, serta percaya pada kemampuan sendiri. Belum adanya pelaksanaan kepemimpinan penyuluh peternakan, kemampuan anggota koperasi untuk mempertahankan keberlanjutan usaha, dan peranan kepemimpinan penyuluhan peternakan adalah salah satu faktor penghambat anggota koperasi mempertahankan keberlanjutan usaha anggota koperasi. Kata Kunci: Peranan penyuluh, kepemimpinan, keberlanjutan usaha dan koperasi ternak PENDAHULUAN Usaha ternak yang dikelola secara profesional diyakini mampu memberikan keuntungan bagi peternak, koperasi dan pemerintah. Perkembangan usaha ternak terutama sapi potong dan itik di Kabupaten OKU belum mampu memberikan kontribusi yang baik bagi perkembangan peternakan didaerah ini. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya produksi dan populasi ternak tersebut, untuk populasi ternak sapi tahun 2009 sebesar ekor merupakan populasi sapi bibit. Sehingga untuk kebutuhan daging sapi di kabupaten OKU masih diimpor dari Provinsi Lampung. Sedangkan populasi itik tahun 2009 hanya ekor atau hanya sekitar 11,99% dari total populasi Unggas di Kabupaten OKU (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten OKU, 2009). Upaya pemerintah untuk mengembangkan usaha peternakan sapi potong dan unggas telah dilaksanakan melalui pengadaan bantuan ternak kepada beberapa koperasi unit desa yang ada di beberapa kecamatan yang berpotensi untuk pengembangan usahanya melalui Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kabupaten OKU. Permasalahan yang dihadapi peternak khususnya di Kabupaten OKU secara internal menyangkut masalah teknis, masih rendahnya sumber daya peternak, sedangkan variabel eksternal 49

2 berupa kebijakan pemerintah dan organisasi institusional yang belum menjamin hasil produksi dan ketersediaan pasar. Masalah teknis ancaman penyakit ternak yang tinggi, kualitas genetik ternak dan pakan masih rendah, tata laksana pemeliharaan masih bersifat tradisional, rataan pemilikan rendah (2 ekor per peternak), dan sarana ternak masih kurang seperti kandang, padang pengembalaan dan pasar hewan. Usaha peternakan rakyat secara absolut telah memberikan perbaikan pendapatan kepada peternak namun kurang berarti, karena laju peningkatan pendapatan yang bukan peternak jauh lebih cepat dari laju pertumbuhan pendapatan peternak rakyat sehingga sampai saat ini peternak rakyat berada pada golongan yang masih rendah pendapatannya Saragih, (2001) dalam Nurlina (2005). Relatif rendahnya laju pertumbuhan pendapatan ini disebabkan karena dari dahulu hingga sekarang hanya menguasai kegiatan ekonomi yang memberikan nilai tambah (added value) terendah. Dalam suatu sistem agribisnis peternakan, nilai tambah yang terbesar berada pada sistem agribisnis hulu (industri pakan dan perdagangannya) dan industri hilir (industri pengolahan hasil ternak dan perdagangannya). Dalam upaya mengantar para peternak rakyat untuk tetap eksis dan mampu bersaing pada era pasar bebas diperlukan strategi pengembangan yang mencerminkan perubahan keunggulan komparatif ke kompetitif berdasarkan kaidah kaidah efisiensi usaha. Untuk mencapai keunggulan komparatif, pengembangan peternakan sapi potong dan itik harus digerakkan oleh inovasi (innovation driven) dengan sumber daya manusia yang terdidik terutama di tingkat koperasi melalui kegiatan penyuluhan peternakan. Pelayanan kegiatan penyuluhan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan peternak dan menunjang perbaikan usaha ternak melalui upayanya untuk mengubah perilaku peternak ke arah usaha beternak yang lebih baik (better farming), berusaha ternak lebih baik (better business), kesejahteraan hidup yang lebih baik (better living), dapat menjaga lingkungan hidup dengan lebih baik (better environtment), mencapai kehidupan masyarakat yang lebih baik (better community). Kondisi tersebut dapat dicapai apabila penyuluh peternakan difasilitasi oleh pengurus koperasi untuk mengidentifikasi kebutuhan peternak, melakukan percontohan, mendorong kerja sama di antara peternak, mendorong minat peternak untuk memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia (tenaga kerja) secara optimal serta menuntut peternak untuk mencapai produksi dan kualitas produksi yang dapat mencapai tujuan organisasi koperasi dan lembaga penyuluhan yaitu kesejahteraan peternak. Kepemimpinan penyuluh peternakan terletak pada kemampuannya untuk mempengaruhi peternak agar dapat mengadopsi berbagai inovasi sapi potong dan unggas. Bagi peternak anggota koperasi sapi potong dan ataupun itik, keberlanjutan usaha berhubungan dengan kemampuan peternak dalam hal pengambilan keputusan (sebagai manajer), kemampuan sebagai pekerja/teknis beternak, sikap inovatif, mampu bekerja sama dan menghadapi resiko, melakukan evaluasi usaha, dan adanya kemampuan untuk meningkatkan 50

3 skala pemilikan sebagai salah satu upaya pencapaian tingkat produksi yang menguntungkan. Demikian pula dengan peran koperasi dalam memberikan pelayanan sesuai kebutuhan anggota serta adanya kesempatan usaha yang sama (merata) bagi setiap peternak baik untuk peternak anggota pria maupun peternak anggota wanita (aspek gender). Oleh sebab itu dalam upaya mempertahankan keberlanjutan usaha anggota, maka penting kiranya untuk mengetahui seperti apa peranan kepemimpinan penyuluh peternakan yang diperlukan oleh koperasi yang telah mendapatkan bantuan ternak di Kabupaten OKU. Hal ini mengingat koperasi sangat susah berkembang sehingga permasalahan keberlanjutan usaha anggota merupakan hal yang dapat mengancam keberlangsungan usaha koperasi beserta anggotanya. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi peranan kepemimpinan penyuluh peternakan dalam keberlanjutan usaha koperasi peternak. Tulisan ini merupakan review literatur berbagai bahan tulisan yang berkenaan dengan kegiatan kepemimpinan penyuluh peternakan. ` KERANGKA PEMIKIRAN Penyuluhan pada dasarnya adalah pendidikan dimana target/sasarannya yaitu para petani/peternak harus mengalami perubahan perilaku, dari mulai aspek yang bersifat kognitif, afektif dan akhirnya psikomotorik. Tentang hal ini, diakui bahwa, penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku melalui pendidikan akan memakan waktu lebih lama, tetapi perubahan perilaku yang terjadi akan berlangsung lebih kekal (Alim, 2010). Sedangkan Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang (pemimpin/leader) untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kelsey and Hearne (1955), Singh (1961) dalam Mardikanto (1993), menyatakan bahwa peran kepemimpinan penyuluh terletak pada kemampuan mendorong dan melatih petani-peternak sasaran. Selain itu berusaha untuk mengetahui apa yang dibutuhkan dan apa yang memuaskan sasaran dari pelayanan yang diberikannya. Untuk itu seorang penyuluh perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat diandalkan serta motivasi yang tinggi. Menurut Soewardi (1996) dalam Nurlina (2005), keperilakuan seorang penyuluh dalam upaya meningkatkan pembangunan pertanian adalah : pelaksanaan kewajiban yang lurus, daya juang (Achievement motivation), dan keterampilan harus tinggi. Selanjutnya dikatakan bahwa kompetensi standar penyuluh pertanian di masa sekarang dan yang akan datang seyogyanya meliputi empat ranah sebagai berikut : 1) kemampuan kognisi yakni kemampuan mengetahui, menjelaskan, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi konsep pemberdayaan masyarakat dan pendekatan partisipatif sesuai dengan content dan conteks pembangunan pertanian; 2) kemampuan afeksi, yakni kemampuan menerima, meminati, menyukai, mencintai, berpartisipasi, berintegrasi, mengorganisasikan nilai 51

4 dan berkarakter dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh pertanian yang partisipatif 3) kemampuan psikomotorik, yakni kemampuan/keterampilan untuk menerapkan teknik-teknik kepemanduan partisipasif secara terampil dan taat azas. 4) kemampuan konasi dan spiritual, yakni kemampuan untuk memiliki semangat, etos kerja, keyakinan, jiwa kejuangan, keimanan, ketawakalan dan pengabdian yang tulus terhadap pekerjaan, tugas dan fungsinya. Koperasi sapi potong maupun koperasi unggas sebagai suatu sistem agribisnis membutuhkan sistem dan usaha yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, berkeadilan, dan terdesentralisasi, karena koperasi tersebut memiliki nilai-nilai yang beriorientasi pada kepentingan anggota, dan dihadapkan pada persaingan yang ketat dalam segi kualitas untuk merebut pasar. Atas dasar pemikiran tersebut, pemberdayaan kepada peternak perlu mendasarkan pada bagaimana peternak anggota koperasi dapat berinovasi, bekerja sama, berintegrasi, dan berprestasi di dalam wadah kelompok dan koperasi, sehingga pada akhirnya memiliki kompetensi baik secara teknis, ekonomis, maupun sosial. Dengan demikian keberlanjutan usaha ternak tersebut dapat terus dikembangkan. Hal ini sependapat dengan Rogers (1983), yang menekankan pada sifat keinovatifan individu maupun kelompok (organisasi) dalam upaya mengadaptasikan diri terhadap perubahan, sehingga seseorang dapat menjadi agen perubah bagi orang lain maupun dirinya sendiri. Keberlanjutan usaha sebagai terjemahan dari sustainable livelihood dapat didefinisikan sebagai upaya seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keberlanjutan hidupnya dengan memanfaatkan segala kemampuan, pengetahuan, akses, dan tuntutan serta kekayaan yang dimiliki secara lokal maupun global dan terus meningkatkan kemampuan dirinya dengan bekerja sama dengan orang lain, berinovasi, berkompetisi, agar dapat bertahan dalam kondisi berbagai perubahan dan tercapai suatu pemerataan (Chambers dan Conway, 1992). Konsep di atas sejalan dengan konsep Ndraha (1990) dalam Nurlina (2005), bahwa pembangunan sebagai peningkatan kemampuan untuk mengendalikan masa depan, mengandung beberapa implikasi, yaitu : (1) kemampuan (capacity) baik secara fisik, mental, spiritual harus mengalami perubahan; (2) pemerataan (equity) ; (3) kekuasaan (empowerment/ pemberdayaan), berarti pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk secara bebas memilih berbagai alternatif sesuai dengan tingkat kesadaran, kemampuan, dan keinginan mereka, dan memberi kesempatan untuk belajar, baik dari keberhasilan maupun dari kegagalan mereka dalam memberi respon terhadap perubahan; (4) ketahanan/ kemandirian/sustainability, berarti kemampuan untuk mengelola sumber daya hayati yang ada sehingga mampu berkembang secara mandiri dan sanggup merebut kesuksesan pada periode berikutnya; dan (5) kesalingtergantungan (interdependence) diantara berbagai pihak yang secara terpadu menghasilkan suatu produk atau jasa layanan. 52

5 Tabel 1. Daftar Koperasi Unit Desa yang telah mendapatkan bantuan ternak di Kabupaten OKU selama No. Nama KUD Desa Jenis ternak KUD Cemula KUD Sinar Kepayang KUD Mupakat KUD Usaha Bersama KUD Gotong Royong KUD Marga Mulya 7. KUD Cinta Mulya Sumber: Laporan Tahunan Dinas Perindustrian Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten OKU 2009 Memasuki era globalisasi berbagai kemudahan seperti subsidi, proteksi dan berbagai bentuk kemudahan lainnya makin dikurangi dan pada akhirnya ditiadakan. Pada saat itu organisasi ekonomi petani-peternak yakni koperasi dituntut untuk melakukan perubahan baik dari aspek kepemimpinan maupun penerapan aturan koperasi yang bersifat adaptif terhadap perubahan. Untuk itu, kemampuan petani (peternak) dalam mengakomodasikan sifat-sifat baik manusia, yang ditampilkan dalam sikap dan perilakunya perlu dilaksanakan dengan tepat berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapinya, yaitu dalam rangka menuju kemandirian petani (peternak). Hanya petani yang memiliki kemampuan untuk meraih berbagai peluang dan kesempatan berusaha secara mandirilah yang mampu bersaing dan bertahan dalam mengusahakan pertaniannya secara menguntungkan. Rogers (1983), menyatakan bahwa keinovatifan pengorganisasian ditentukan oleh variabel karakteristik kepemimpinan, karakteristik internal struktur pengorganisasian, dan karakteristik eksternal dari organisasi tersebut. Desa Tangsi Lontar Desa Kepayang Desa Lubuk Batang Desa Ulak Pandan Desa Tubohan Unit XV Batumarta Unit VIII Batumarta 53 Itik Itik Itik Itik Sapi Potong Sapi Potong Sapi Potong Jumlah (ekor) HASIL DAN PEMBAHASAN Tahun 2005 A. Keadaan dan Kondisi Koperasi Dari tujuh koperasi/kud yang telah mendapatkan bantuan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, seperti tercantum pada Tabel 1, tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Peninjauan, Lubuk Batang, Semidang Aji dan Pengandonan. KUD yang mendapatkan bantuan ternak itik berada di Kecamatan Peninjauan yaitu KUD Sinar Kepayang di Desa Kepayang jumlah anggota 20 orang, dengan jumlah ternak itik 3540 ekor. Di Kecamatan Lubuk Batang yaitu KUD Mupakat di desa Lubuk Batang Baru 40 orang dengan jumlah ternak itik 8000 ekor, di Kecamatan Semidang Aji yaitu KUD Usaha Bersama di Desa Ulak Pandan jumlah anggota 20 orang dengan jumlah ternak itik 4000 ekor. Bantuan ternak itik sebanyak 2000 ekor pada tahun 2005 juga diberikan oleh pemerintah Kabupaten OKU melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi dan UKM kepada KUD Cempaka Muara Laham (CEMULA) di Kecamatan Pengandonan yang meliputi lima desa yaitu Tangsi Lontar, Lontar, Kemala Jaya,

6 Belambangan dan Desa Tanjung Sari, dengan anggota sebanyak 20 orang.sedangkan untuk sapi potong tersebar pada tiga KUD di dua kecamatan yaitu Kecamatan Peninjauan KUD Cinta Mulya. di Unit VIII Batumarta, KUD Marga Mulya di Unit XV Batumarta dan KUD Gotong Royong Kecamatan Semidang Aji masing-masing KUD ini mendapat bantuan sapi potong sebanyak 100 ekor. Kondisi dari masing-masing KUD ini memang sangat memprihatinkan. Untuk KUD yang mendapat bantuan ternak itik dan sapi potong pada tahun semuanya sudah tidak dapat melanjutkan usahanya dan bangkrut. Sementara untuk KUD Cemula usahanya masih berjalan, meskipun dalam kondisi yang sulit. Dalam pembahasan ini, penekanan dititikberatkan kepada KUD Cemula yang masih mampu mempertahankan keberlanjutan usahanya. 1. Struktur Kelembagaan dan Bidang Usaha Koperasi Secara kelembagaan KUD Cemula memiliki subsistem interaksi sosial dalam bentuk kerjasama diantara anggotanya. Struktur formalnya merupakan koperasi primer, sedangkan struktur informalnya adalah kelompokkelompok peternak dan petani. Pada dasarnya KUD Cemula memiliki unsurunsur perangkat organisasi berupa : (1) unsur alat-alat kelengkapan organisasi koperasi yang terdiri dari Rapat Anggota, Pengurus, Badan Pengawas; (2) Badan Pembina; dan (3) Pelaksana seperti Sekretariat, Humas dan penyuluhan, Administrasi dan Keuangan. Kriteria keanggotaan di KUD Cemula menurut statusnya, yaitu anggota penuh dan calon anggota. Anggota penuh adalah mereka yang secara resmi menjadi anggota koperasi dan telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh koperasi, yakni telah membayar simpanan pokok, simpanan wajib, dan aktif sebagai pemilik maupun sebagai pelanggan lebih dari tiga bulan. Sedangkan calon anggota adalah mereka yang baru mendaftarkan menjadi anggota koperasi dengan membayar simpanan pokok, simpanan wajib dengan masa percobaan selama tiga bulan, artinya calon anggota menjadi anggota penuh, jika aktif membayar simpanan wajib dan simpanan sukarela, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan pihak KUD. Unit-unit usaha yang ada di KUD Cemula meliputi : unit usaha peternakan Itik, unit simpan pinjam, unit listrik, unit waserda (warung serba ada) dan unit usaha meuble. Unit peternakan itik terdiri dari sub unit pembinaan kelembagaan dan penyuluhan, sub unit produksi telur, dan sub unit penyaluran sarana produksi. Struktur organisasi pada KUD Cemula seperti terlihat pada Gambar Permasalahan KUD CEMULA 2.1. Secara Internal Secara internal menyangkut masalah teknis. Seperti dikemukakan terdahulu, bahwa rendahnya kualitas pakan, pemeliharaan ternak itik yang masih bersifat tradisional, kualitas genetik itik yang rendah, penyakit yang sulit diatasi dan sarana perkandangan yang kurang, serta rendahnya sumber daya peternak menjadi masalah yang mendasar pada KUD Cemula. Kondisi yang semacam ini membuat ternak itik yang dipelihara hanya mampu untuk 54

7 bertahan hidup dan belum dapat berproduksi untuk menutupi biaya pengeluaran peternak. Gambar.1. Struktur Organisasi KUD Cemula RAPAT ANGGOTA PENGURUS PENGAWAS MANAGER TU/SEKRETARIS PENGURUS UNIT USAHA SIMPAN PINJAM UNIT USAHA TERNAK ITIK UNIT USAHA WASERDA UNIT USAHA MEUBLE SUB UNIT PEMBINAAN KELEMBAGAAN DAN PENYULUHAN SUB UNIT PRODUKSI TELUR SUB UNIT PENYALURANSAPRODI Keterangan : Garis Perintah Garis pertanggung jawaban keatas 2.2. Secara External Kebijakan pemeritah berupa pemberian bantuan ternak lebih banyak bersifat keproyekan yang tidak berkesinambungan. Sehingga bantuan yang telah diberikan sudah dianggap selesai apabila sudah sampai kepada sasaran yaitu penerima bantuan. Tidak adanya monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan proyek ini menyebabkan tidak terkemukanya permasalahan yang dihadapi peternak. Minimnya pembinaan oleh penyuluh karena kurang tegasnya pemerintah daerah dalam mengapresiasi kegiatan penyuluhan sebagai akibat dari kebijakan otonomi daerah yang kurang memperhatikan aspek penyuluhan yang tidak secara langsung memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah. 55

8 B. Pelaksanaan Kepemimpinan Penyuluh Peternakan Peran penyuluh sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh peternak karena penyuluh akan menjadi pemimpin bagi peternak dalam mengembangkan usaha ternaknya. Pelaksanaan kepemimpinan penyuluh peternakan didasarkan pada pendapat Singh (1961) dalam Mardikanto (1993). Ia menyatakan bahwa kepemimpinan penyuluh harus memenuhi persyaratan : memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat diandalkan, serta memiliki kemauan untuk menyebarluaskan pengetahuan dan keterampilannya itu kepada semua warga masyarakat sasarannya. Menurut Nurlina (2005), dalam melaksanakan kepemimpinanya penyuluh peternakan harus melaksanakan aspek-aspek sebagai berikut: 1. Identifikasi kebutuhan peternak 2. Melakukan percontohan 3. Kerjasama kelompok 4. Pemanfaatan sumber daya lokal 5. Menuntut peternak berprestasi Kepemimpinan penyuluh pada KUD dinilai tinggi dalam hal mendorong peternak untuk memanfaatkan sumber daya lokal terutama pakan. Peran kepemimpinan penyuluh peternakan dalam mengidentifikasi masalah lebih fokus pada aspek teknis beternak. Peran penyuluh peternakan dari Dinas Peternakan yang ditempatkan diwilayah koperasi bersifat ganda, yaitu sebagai penyuluh, inseminator dan petugas kesehatan hewan. Multiperan inilah yang dipercaya peternak, mengingat mereka lebih percaya pada sesuatu yang bersifat keterampilan dibanding hanya berbicara saja. Pelaksanaan kepemimpinan penyuluh berdasarkan indikatornya secara rinci diuraikan sebagai berikut : 1. Membantu mengidentifikasi kebutuhan dan masalah peternak Kapasitas penyuluh mampu memenuhi kebutuhan peternak akan alternatif pembuatan konsentrat yang memenuhi kebutuhan ternak dengan harga terjangkau. Apabila bantuan pakan dari pemerintah telah habis, sementara koperasi tidak mampu menyediakanya karena keterbatasan modal. Penyuluh dapat memfasilitasi kerjasama koperasi dengan pihak luar atau stakeholder serta membantu KUD dalam penyebaran ternak jika sudah berkembang, karena memang tujuan bantuan ternak ini bersifat revolving. 2. Melakukan percontohan Pada kenyataannya, penyuluh peternakan yang diperbantukan di KUD harus mampu melakukan percontohan mengenai pengawetan hijauan, proses pengawetan telur serta pentingnya menjaga kebersihan peralatan kandang. 3. Menggerakkan kerjasama kelompok Penyuluh mempunyai peran dalam menggerakkan kerjasama kelompok, hal ini dapat dilakukan oleh penyuluh dalam hal gerakan masal pengobatan ternak. Juga Bekerjasama dalam hal pemasaran hasil produksi dan pengadaan sarana produksi dengan pihak ketiga. 56

9 4. Pemanfaatan sumberdaya lokal Sifat ketergantungan peternak pada bahan baku pabrik terutama pakan, akan membuat peningkatan biaya produksi. Pemanfaatan bahan baku pakan lokal yang ada disekitar lokasi usaha, akan menurunkan biaya produksi. Inisiatif semacam ini dapat dilakukan oleh penyuluh yang dapat memanfaatkan peluang yang belum tergali oleh peternak. 5. Menuntut peternak berprestasi Dalam usaha peternakan mempertahan puncak produksi selama mungkin adalah prestasi bagi peternak. Hal ini dapat dicapai apabila mempunyai kemampuan teknis yang tinggi. Pendampingan yang dilakukan secara intensif oleh penyuluh peternakan merupakan kesempatan bagi peternak untuk meraih kemampuan tersebut. C. Keberlanjutan Usaha Anggota Koperasi Keberlanjutan usaha merupakan upaya seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan segala kemampuan, pengetahuan, akses, dan tuntutan serta kekayaan yang dimiliki secara lokal maupun global dan terus meningkatkan kemampuan dirinya dengan bekerja sama dengan orang lain, berinovasi, berkompetisi agar dapat bertahan dalam kondisi berbagai perubahan (Chambers dan Conway,1992). Tingkat keberlanjutan usaha anggota tidak hanya ditentukan oleh tingkat pembinaan, pengarahan dan pelayanan koperasi tetapi oleh kemampuan permodalan dan kelayakan usaha anggota, ketersediaan tenaga kerja untuk mengurus ternak, serta motivasi peternak dalam mengembangkan usahanya, apakah cenderung berorientasi pada produksi atau konsumsi terlebih dahulu, sehingga menentukan skala pemilikan ternak yang dapat dicapai (Nurlina,2005). Untuk koperasi yang baru berkembang, kemampuan anggota koperasi/kud dalam mencapai keberlanjutan usaha baru dalam taraf mempertahankan belum mampu mengembangkan usahanya secara profesional. Pelaksanaan kepemimpinan berhubungan positif dengan keberlanjutan usaha anggota Koperasi/KUD. KESIMPULAN 1. Untuk mengembangkan koperasi/ KUD ternak agar tetap dapat menjalankan usahanya, diperlukan penyuluhan oleh petugas penyuluh peternakan. 2. Dalam melaksanakan kepemimpinanya penyuluh peternakan harus melaksanakan aspek-aspek sebagai berikut: identifikasi kebutuhan peternak, melakukan percontohan, kerjasama kelompok, pemanfaatan sumber daya lokal dan menuntut peternak berprestasi 3. Tingkat keberlanjutan usaha anggota tidak hanya ditentukan oleh tingkat pembinaan, pengarahan dan pelayanan koperasi tetapi oleh kemampuan permodalan dan kelayakan usaha anggota, ketersediaan tenaga kerja untuk mengurus ternak, serta motivasi peternak dalam mengembangkan usahanya 57

10 DAFTAR PUSTAKA Alim, Syahirul Bahan Ajar Penyuluhan Pertanian (Peternakan). Laboratorium Sosiologi dan Penyuluhan. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung. Chambers, R. & G.R., Conway. (1992). Sustainable Livelihood : Practical Concept for the 21 St Century. Institute of Development Studies (Discussion Paper, 296 At The University of Sussex). England. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten OKU Laporan Tahunan. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten OKU. Nurlina, Lilis. (2005) Laporan Penelitian Peranan Kepemimpinan Penyuluh Peternakan Dalam Upaya Mempertahankan Keberlanjutan Usaha Anggota Koperasi (Kasus Di Koperasi Unit Desa Sapi Perah Cipta Sari Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung). Jurusan Sosek Fakultas Peternakan, Jatinangor 45363, Sumedang Rogers, E.M. (1983). Diffusion of Innovation. New York : The Free Press. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten OKU Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten OKU. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten OKU. Mardikanto, T. (1993). Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta : Sebelas Maret University Press. 58

LAPORAN PENELITIAN PERANAN KEPEMIMPINAN PENYULUH PETERNAKAN DALAM UPAYA MEMPERTAHANKAN KEBERLANJUTAN USAHA ANGGOTA KOPERASI

LAPORAN PENELITIAN PERANAN KEPEMIMPINAN PENYULUH PETERNAKAN DALAM UPAYA MEMPERTAHANKAN KEBERLANJUTAN USAHA ANGGOTA KOPERASI LAPORAN PENELITIAN PERANAN KEPEMIMPINAN PENYULUH PETERNAKAN DALAM UPAYA MEMPERTAHANKAN KEBERLANJUTAN USAHA ANGGOTA KOPERASI (Kasus Di Koperasi Unit Desa Sapi Perah Cipta Sari Kecamatan Arjasari Kabupaten

Lebih terperinci

Lilis Nurlina Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Lilis Nurlina Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Hubungan Antara Tingkat Pelayanan Sarana Produksi dan Kegiatan Penyuluhan dengan Keberlanjutan Usaha Anggota Koperasi Relation Between Input Service Level and Extension Activity with Cooperative s Member

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dwiguna yang dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging dan susu.

I PENDAHULUAN. dwiguna yang dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging dan susu. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang membantu dalam pemenuhan gizi masyarakat di Indonesia. Produk peternakan berupa daging, susu, telur serta bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu,

I. PENDAHULUAN. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi hulu sampai hilir yaitu, usahatani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan

PENGANTAR. Latar Belakang. merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan PENGANTAR Latar Belakang Pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang berkelanjutan merupakan keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku industri; memperluas lapangan kerja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sumberdaya manusia berkualitas yang dicirikan oleh keragaan antara lain: produktif, inovatif dan kompetitif adalah tercukupinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produk produk peternakan akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu masalah global yang dihadapi oleh sebagian besar negara-negara dunia ketiga pada saat ini adalah krisis pangan. Terkait dengan hal tersebut strategi ketahanan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas maupun kualitasnya. Keberhasilan pembangunan sub sektor

BAB I PENDAHULUAN. kuantitas maupun kualitasnya. Keberhasilan pembangunan sub sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian integral bidang pertanian, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat petani pada umumnya dengan melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari sektor pertanian dan subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem pembangunannya berjalan baik ketika pembangunan sektor-sektor

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting

I. PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi swasta. Dalam organisasi pemerintah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani. Peternakan merupakan salah satu sub sektor terpenting berdasarkan pertimbangan potensi sumber

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

KETEPATAN ADOPSI INOVASI PETERNAK TERHADAP TEKNOLOGI FERMENTASI JERAMI PADI DI KABUPATEN BULUKUMBA. Agustina Abdullah ABSTRAK

KETEPATAN ADOPSI INOVASI PETERNAK TERHADAP TEKNOLOGI FERMENTASI JERAMI PADI DI KABUPATEN BULUKUMBA. Agustina Abdullah ABSTRAK KETEPATAN ADOPSI INOVASI PETERNAK TERHADAP TEKNOLOGI FERMENTASI JERAMI PADI DI KABUPATEN BULUKUMBA Agustina Abdullah Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Abdullah_ina@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu

I PENDAHULUAN. sektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani baik yang berupa daging maupun susu dan berbagai keperluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM ORGANISASI

BAB IV GAMBARAN UMUM ORGANISASI 53 BAB IV GAMBARAN UMUM ORGANISASI 4.1 Sejarah Perkembangan KPSBU Jabar Bangsa Belanda mulai memperkenalkan sapi perah kepada masyarakat Lembang sekitar tahun 1800-an. Seiring dengan berjalannya waktu,

Lebih terperinci

Lilis Nurlina Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor 45363, Sumedang liswan yahoo.com

Lilis Nurlina Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor 45363, Sumedang   liswan yahoo.com Hubungan Tingkat Partisipasi Peternak dengan Keberlanjutan Usaha Anggota Koperasi The Relation of Farmer Participation Level with Sustainable Business Cooperative s Member Lilis Nurlina Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP TINGKAT ADOPSI INOVASI PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO DALAM PAKAN TERNAK SAPI POTONG ( Studi Kasus Pada Kelompok Tani Karya Abadi Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman ) SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang

TINJAUAN PUSTAKA. Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang TINJAUAN PUSTAKA Koperasi Unit Desa (KUD) Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencangkup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendukung berkembangnya sektor pertanian dan peternakan.

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendukung berkembangnya sektor pertanian dan peternakan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Dimana sebagai negara agraris, memiliki letak geografis serta iklim yang sangat mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

Sutrisno Hadi Purnomo*, Zaini Rohmad**

Sutrisno Hadi Purnomo*, Zaini Rohmad** IbM AYAM KAMPUNG DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI BERBASIS PERKANDANGAN SEMI INTENSIF DAN PAKAN KONSENTRAT BERBAHAN BAKU LOKAL DI DESA PANDEYAN, KECAMATAN TASIKMADU, KABUPATEN KARANGANYAR Sutrisno Hadi Purnomo*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

7.2. PENDEKATAN MASALAH

7.2. PENDEKATAN MASALAH kebijakan untuk mendukung ketersediaan susu tersebut. Diharapkan hasil kajian ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan arah perencanaan dan pelaksanaan penyediaan susu serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk, I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan di Indonesia secara umum akan berhasil jika didukung oleh keberhasilan pembangunan berbagai sektor. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Peternakan sapi potong merupakan salah satu sektor penyedia bahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Peternakan sapi potong merupakan salah satu sektor penyedia bahan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan sapi potong merupakan salah satu sektor penyedia bahan pangan protein hewani bagi manusia. Akan tetapi jika tidak didukung dengan produktivitas ternak akan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD Negeri Wirosari sekolah yang unggul, kreatif, inovatif, kompetitif dan religius. Sedangkan misinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan harus memiliki kemampuan untuk membedakan dirinya dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan harus memiliki kemampuan untuk membedakan dirinya dalam 21 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan harus memiliki kemampuan untuk membedakan dirinya dalam persaingan agar dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi 2.1.1 Pengertian partisipasi Menurut Rodliyah (2013) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi dalam situasi kelompok sehingga dapat dimanfaatkan sebagai motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik adalah Program

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian yang memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi Indonesia. Salah satu tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun waktu yang cukup panjang yakni hampir

Lebih terperinci

PENGERTIAN PENYULUHAN

PENGERTIAN PENYULUHAN PENGERTIAN PENYULUHAN Istilah penyuluhan (extension) pertama-tama digunakan pada pertengahan abad ke-19 untuk menggambarkan program pendidikan bagi orang dewasa di Negara Inggris (Cambridge University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi yang sedang berjalan atau bahkan sudah memasuki pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, politik, moneter, pertahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan mempunyai peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia agar dapat hidup sehat, karena manusia memerlukan protein. Pemenuhan kebutuhan protein dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sub sektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Pembangunan ekonomi nasional dalam abad ke-21 (paling tidak dalam beberapa

Lebih terperinci

PERSEPSI PETANI TERHADAP PERAN KELEMBAGAAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG SISTEM INTEGRASI DI KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN

PERSEPSI PETANI TERHADAP PERAN KELEMBAGAAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG SISTEM INTEGRASI DI KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN PERSEPSI PETANI TERHADAP PERAN KELEMBAGAAN PENYULUHAN DALAM MENDUKUNG SISTEM INTEGRASI DI KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN Susy Edwina, Evy Maharani, Yusmini, Joko Saputra Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS AIR DI INDONESIA (POLICY ON WATERFOWL DEVELOPMENT IN INDONESIA) Drh.H. Sofyan Sudrajat, D. MS. Direktur Jendral Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki keleluasaan untuk mengelola daerah dan sumberdaya alam yang ada di daerahnya. Dengan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan Pendidikan Nasional, dapat dilihat berdasarkan faktor

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan Pendidikan Nasional, dapat dilihat berdasarkan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan Pendidikan Nasional, dapat dilihat berdasarkan faktor ketersediaan jaminan mutu oleh penyelenggara pendidikan. Peran pendidikan dalam membangun terciptanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

1.1. TUGAS POKOK DAN FUNGSI

1.1. TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan kemampuan nasional Dalam pelaksanaan pembanunan

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 i ii KATA PENGANTAR Pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA

TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA TINJAUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRASARANA DAN SARANA DESA POLA IMBAL SWADAYA Deskripsi Kegiatan. Menurut Pemerintah Kabupaten Bogor pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju ke arah yang lebih

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan I. PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Kabupaten Bima disusun dengan maksud dan tujuan sebagai berikut : 1) Untuk merencanakan berbagai kebijaksanaan dan strategi percepatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beternak merupakan usaha yang dikembangkan untuk mendapat keuntungan.

I. PENDAHULUAN. Beternak merupakan usaha yang dikembangkan untuk mendapat keuntungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beternak merupakan usaha yang dikembangkan untuk mendapat keuntungan. Selain diambil telurnya itik juga merupakan unggas penghasil daging. Sekarang kebutuhan akan telur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelompok Wanita Tani Kelompok tani adalah kumpulan petani yang terikat secara non formal dan dibentuk atas dasar kesamaan, kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial,

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini istilah wirausaha (entrepreneur) dan kewirausahaan (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan, program pemberdayaan sampai

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara 6 II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Teori dan Tujuan Koperasi di Indonesia Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara bahasa berarti bekerja bersama dengan

Lebih terperinci

VISI MISI BAKAL CALON REKTOR UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO MASA JABATAN TEMA MERETAS KESETARAAN DAN KEBERSAMAAN UNTUK MENGEMBANGKAN UNG

VISI MISI BAKAL CALON REKTOR UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO MASA JABATAN TEMA MERETAS KESETARAAN DAN KEBERSAMAAN UNTUK MENGEMBANGKAN UNG VISI MISI BAKAL CALON REKTOR UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO MASA JABATAN 2014 2018 TEMA MERETAS KESETARAAN DAN KEBERSAMAAN UNTUK MENGEMBANGKAN UNG A. PENDAHULUAN Dalam UURI No. 12/2012 tentang Perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan pasar bebas, perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat, perlu diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang tangguh,

Lebih terperinci