REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD DAN PERBANKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD DAN PERBANKAN"

Transkripsi

1 REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD DAN PERBANKAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TIM PENGKAJIAN SPKN 2002

2 SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Pada era demokrasi dan transparansi dewasa ini, aparatur negara tetap menjadi tumpuan harapan untuk menjadi salah satu dinamisator ke arah pemulihan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan setelah krisis multi dimensi yang melanda bangsa dan negara sejak tahun Dalam pada itu, berbagai penilaian yang mengindikasikan merajalelanya KKN di negeri kita, termasuk pada lingkup birokrasi pemerintahan merupakan tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh seluruh aparatur negara. Apabila kita tidak dapat membersihkan diri kita sendiri secara sungguh-sungguh akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara semakin rendah, yang pada gilirannya kepercayaan rakyat kepada pemerintah akan sirna. Upaya yang terencana dan transparan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk menjadikan pemerintahan yang bersih (clean government) menuju ke arah kepemerintahan yang baik (good governance) tidak bisa ditunda lagi. Sehubungan hal tersebut saya menghargai hasil karya BPKP yang merespons surat Men.PAN Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Pebruari 2002 tentang Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan KKN dengan menerbitkan 5 (lima) Buku Pedoman Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi yaitu di bidang Pengelolaan APBN/APBD, BUMN/BUMD, Perbankan, Kepegawaian, Sumber Daya Alam dan Pelayanan Masyarakat. Saya berharap agar seluruh aparat baik yang bertugas di Instansi Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/BUMD maupun Perbankan dapat menggunakan Buku Pedoman ini dan mengembangkannya sesuai kondisi lingkungan tugas masing-masing sehingga dapat mencegah dan menanggulangi kasus-kasus KKN secara efektif dan efisien. Hendaknya selalu diingat bahwa masyarakat sesungguhnya sangat menghendaki munculnya jiwa kepeloporan dan sifat keteladanan aparatur negara sebagai panutan mereka dengan tindakan nyata mencegah dan memberantas KKN. Dimulai langkah yang terpuji serta kesadaran tinggi dalam menjalankan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, kiranya tingkat kepercayaan masyarakat yang saat ini mengalami degradasi dapat diperbaiki dan ditingkatkan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dapat sukses. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridloi upaya kita bersama. Jakarta, 31 Juli 2002 MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA FEISAL TAMIN

3 REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) KATA PENGANTAR KEPALA BPKP Korupsi sudah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada kecenderungan semakin berkembang dengan penyebab multifaktor. Oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis, dengan menerapkan strategi yang komprehensif - secara preventif, detektif, represif, simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua unsur terkait, baik unsur-unsur Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, maupun masyarakat luas. Dalam rangka memenuhi RENSTRA BPKP Tahun , serta sebagai hasil koordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai intensifikasi dan percepatan pemberantasan KKN, BPKP telah menerbitkan Buku Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi Pada Pengelolaan Pelayanan Masyarakat. Meskipun Buku ini telah disusun dengan upaya yang maksimal, namun dengan segala keterbatasan dan kendala yang dihadapi Tim Penyusun, disadari bahwa di dalamnya masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan baik dari materi yang disajikan maupun cara penyajiannya, sehingga memerlukan penyempurnaan secara terus-menerus. Untuk itu masukan yang positif dan konstruktif dari para pembaca dan pemakai buku ini sangat diharapkan. Buku ini diharapkan dapat menjadi petunjuk praktis bagi Instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah serta BUMN/BUMD untuk menanggulangi kasus-kasus korupsi dalam pengelolaan pelayanan masyarakat, bukan saja bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah(APIP)/Satuan Pengawas Intern (SPI) masing-masing, tetapi juga bagi para pimpinan instansi/bumn/bumd yang bersangkutan. Hal ini disebabkan pemberantasan korupsi bukan semata-mata tanggung jawab APIP/SPI, karena sifat tugasnya lebih pada penanggulangan korupsi secara detektif dan represif. Penanggulangan korupsi yang lebih efektif dan efisien adalah secara preventif yang merupakan tanggung jawab manajemen. Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan korupsi yang disajikan dalam buku ini merupakan upaya minimal, yang perlu dilaksanakan secara maksimal dan dikembangkan oleh setiap institusi tersebut di atas secara terus menerus sesuai dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Keberhasilan buku ini sangat tergantung pada upaya pihakpihak yang kompeten untuk menjalankannya dengan tindakan yang nyata, konsisten disertai dengan komitmen yang kuat untuk mencegah dan menanggulangi korupsi secara berkesinambungan. Kepada semua pihak yang telah mencurahkan segenap tenaga, pikirannya dan membantu baik secara moril maupun materiil dalam penyusunan buku ini, termasuk APIP/SPI yang telah menyampaikan masukan-masukan kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

4 Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing kita dalam melaksanakan tugas-tugas Pemerintahan dan Pembangunan, serta upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Jakarta, 31 Juli 2002 KEPALA ARIE SOELENDRO

5 DAFTAR ISI Halaman SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA 2 KATA PENGANTAR KEPALA BPKP 3 DAFTAR ISI 5 Bab I Bab II UMUM A. Dasar Pemikiran 6 B. Pengertian Umum 8 C. Tujuan dan Sasaran 9 D. Ruang Lingkup 9 E. Sistim Pengendalian Manajemen 10 F. Metode Penyajian 12 UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN A. Pengelolaan BUMN/BUMD 1. Siklus Penjualan dan Penerimaan Barang Siklus Pengadaan barang dan jasa serta pembayarannya Siklus Penggajian dan kepegawaian Siklus Persediaan dan penyimpangan Siklus Perolehan Modal dan Pembayaran Kembali Kecurangan keuangan lainnya 45 B. Pengelolaan Perbankan 1. Pengelolaan dana pihak ketiga Penempatan dana Perbankan Pemberian Kredit Pengelolaan Transaksi Derivatif Kecurangan Perbankan Lainnya 70 Bab III UPAYA PENANGGULANGAN SECARA REPRESIF A. Penyelesaian oleh Unit Kerja 74 B. Penyelesaian melalui Penyerahan Kasus ke Instansi Penyidik 75 Lampiran : Daftar Kasus/Penyimpangan Tim Penyusun

6 BAB I U M U M A. DASAR PEMIKIRAN Korupsi telah sejak lama terjadi di Indonesia. Praktik-praktik seperti penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, oleh masyarakat diartikan sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal yang lazim terjadi di negara ini. Ironisnya, walaupun usaha-usaha pemberantasannya sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi tersebut tetap berlangsung, bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya. Pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) yang diterbitkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 1999, telah diidentifikasikan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia terdiri atas 4 (empat) aspek, yaitu: 1. Aspek perilaku individu, yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar. 2. Aspek organisasi, yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, dan kecenderungan manajemen menutupi perbuatan korupsi yang terjadi dalam organisasinya. 3. Aspek masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat di mana individu dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut berperan aktif. Selain itu adanya penyalahartian pengertianpengertian dalam budaya bangsa Indonesia. 4. Aspek peraturan perundang-undangan, yaitu terbitnya peraturan perundangundangan yang bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau kroni penguasa negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan. Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara konkrit, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan di antaranya sebagai berikut:

7 1. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 2. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 3. Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 5. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara. Disamping itu, Pemerintah dan DPR RI sedang memproses penyelesaian Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen, karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif, yang dilaksanakan secara terus menerus. BPKP dalam buku SPKN yang telah tersebut telah menyusun strategi preventif, detektif dan represif yang perlu dilakukan, sebagai berikut: 1. Strategi Preventif. Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan: a. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat; b. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya; c. Membangun kode etik di sektor publik., d. Membangun kode etik Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis; e. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan ; f. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri; g. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah; h. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen; i. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN) ; j. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat; dan k. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional. 2. Strategi Detektif Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan: a. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat; b. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu;

8 c. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik; d. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional; e. Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional; f. Peningkatan kemampuan SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi. 3. Strategi Represif. Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan: a. Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi; b. Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big fishes); c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas; d. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik; e. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus; f. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu; g. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya; h. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum. Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan startegi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg). Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan pengawasan internal dan fungsional tersebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditugaskan menyusun petunjuk teknis operasional pemberantasan KKN sesuai surat Menteri PAN Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Februari Petunjuk teknis ini disajikan sedemikian rupa agar dapat digunakan sebagai pedoman praktis bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN/BUMD dan Perbankan dalam upaya mencegah dan menanggulangi korupsi di lingkungan kerja masing-masing. B. PENGERTIAN UMUM Dalam buku ini yang dimaksud dengan: 1. Upaya-upaya Preventif adalah upaya-upaya yang diarahkan untuk meminimalkan penyebab terjadinya korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan.

9 2. Upaya-upaya Detektif adalah upaya-upaya yang diarahkan agar perbuatan korupsi yang telah terjadi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dapat dideteksi dengan cepat, tepat dengan biaya murah, sehingga dapat segera ditindaklanjuti. 3. Upaya-upaya Represif adalah upaya-upaya yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang telah diidentifikasi dapat diproses secara cepat, tepat dengan biaya murah sehingga pelakunya dapat diberikan sanski yang tepat sesuai peraturan perundang-undangan. 4. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 5. Badan Usaha Milik Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 6. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 7. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 8. Laporan Keuangan adalah laporan yang disusun oleh manajemen Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Bank sesuai Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 9. Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena; (1) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat Pusat maupun di Daerah; dan (2) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, Yayasan, Badan Hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. C. TUJUAN DAN SASARAN Gerakan pencegahan dan penanggulangan korupsi tidak hanya melibatkan pejabat yang bertanggungjawab dalam pengelolaan keuangan, melainkan termasuk semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan perusahaan dan perbankan. Tujuan pencegahan dan penanggulangan korupsi di lingkungan BUMN/BUMD dan Perbankan adalah untuk menghapus segala bentuk korupsi dalam rangka menunjang terwujudnya Good Corporate Governance dengan sasaran sebagai berikut: 1. Menurunnya perbuatan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. 2. Menurunnya jumlah kerugian keuangan negara sebagai akibat perbuatan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. 3. Meningkatnya penyelesaian tindak lanjut kasus-kasus yang berindikasi korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menginformasikan perbuatan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. 5. Terwujudnya sistem pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan yang memiliki daya tangkal terhadap praktek-praktek korupsi serta lebih efisien dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya. 6. Meningkatkan efektivitas struktur pengendalian manajemen dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. D. RUANG LINGKUP Ruang lingkup upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam buku ini meliputi

10 bidang-bidang kegiatan yang potensial dan rawan penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. Pembagian bidang kegiatan pada BUMN/BUMD dilakukan berdasarkan pendekatan siklus akuntansi (accounting system cycles), sedangkan pada Perbankan dilakukan berdasarkan operasi perbankan (banking business). Kasus-kasus penyimpangan yang disajikan pada buku ini baru mencakup beberapa kasus berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh aparat pengawasan fungsional termasuk SPI. Dengan demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup seluruh penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. Upaya-upaya preventif yang disajikan dalam buku ini baru merupakan upaya minimal, yang perlu dilaksanakan secara maksimal. Oleh karena itu, pimpinan BUMN/BUMD dan Perbankan diharapkan dapat mengembangkan sesuai dengan kompleksitas penyimpangan yang dihadapi dan kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan. Demikian juga dengan upaya-upaya detektif, baru mencakup upaya-upaya yang dianggap penting dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi. Sebagaimana dengan upaya-upaya preventif, upaya-upaya detektif yang disajikan masih perlu dikembangkan sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang secara rinci dituangkan dalam program pemeriksaan (audit program). Upaya-upaya detektif yang dilakukan juga harus didukung dengan bukti-bukti yang relevan dan cukup. Bukti-bukti dimaksud perlu dikumpulkan sebagai pendukung dalam memformulasikan temuan hasil pemeriksaan. Selanjutnya, temuan hasil pemeriksaan, khususnya yang disebabkan oleh kelemahan pengendalian manajemen, dapat dipergunakan sebagai masukan (feed back) untuk memperbaiki sistem pengendalian manajemen dimaksud. E. SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN Upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dalam buku ini lebih banyak ditekankan pada upaya-upaya Preventif dan upaya-upaya Detektif. Penyusunan upaya-upaya Preventif dapat dilakukan dengan penataan kembali sistem pengendalian manajemen, yang dapat dilakukan dengan cara: 1. Memperjelas visi, misi, upaya-upaya, kebijakan, indikator keberhasilan, tujuan, sasaran dan aktivitas-aktivitas kerja organisasi dalam rangka pemenuhan akuntabilitas publik; 2. Penyederhanaan dan penyusunan kebijakan; 3. Penataan sumber daya manusia (termasuk reward dan punishment) agar memenuhi tuntutan kebutuhan dan beban kerja; 4. Penyempurnaan sistem dan prosedur pelayanan; 5. Perbaikan metode, prasarana dan sarana kerja; 6. Penataan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi agar dapat dimanfaatkan sebagai alat pengendalian dan pertanggungjawaban; 7. Peningkatan efektivitas pengawasan internal. Untuk mendapatkan pengendalian manajemen yang handal pada pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan sebaiknya diperhatikan 5 (lima) komponen yang saling berhubungan, yaitu: 1. Lingkungan Pengendalian. Lingkungan pengendalian mengatur irama suatu perusahaan, mendorong kesadaran akan pengendalian diantara orang-orang atau anggota dalam perusahaan tersebut.

11 Lingkungan pengendalian merupakan fondasi untuk semua komponen pengendalian manajemen, sebagai dasar meletakkan disiplin dan struktur. Faktor lingkungan pengendalian mencakup juga integritas, nilai-nilai etika, dan kompetensi orang-orang dalam perusahaan. Selain itu, faktor ini juga meliputi filosofi manajemen dan gaya operasi, cara-cara manajemen mengatur/membagi wewenang dan tanggungjawab, mengorganisasikan dan mengembangkan orang-orangnya, termasuk perhatian dan arahan yang diberikan oleh Dewan Komisaris. 2. Penaksiran Risiko. Setiap perusahaan menghadapi berbagai risiko baik dari dalam maupun dari luar perusahaan yang harus dinilai. Suatu prekondisi dari penaksiran risiko adalah penetapan tujuan-tujuan dihubungkan dengan berbagai tingkat yang berbeda dan secara internal konsisten (taat asas). Penaksiran risiko adalah identifikasi dan analisis dari risiko yang relevan untuk pencapaian tujuan, pembentukan suatu basis untuk penentuan bagaimana risiko harus dikelola. Hal ini terutama disebabkan kondisi ekonomi, industri, peraturan-peraturan dan metode operasi perusahaan yang terus mengalami perubahan, sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengidentifikasi dan menghadapi risiko tertentu berkaitan dengan perubahan tersebut. 3. Aktivitas Pengendalian. Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang meyakinkan bahwa arahan-arahan manajemen ditaati. Aktivitas-aktivitas pengendalian ini membantu meyakinkan bahwa tindakan-tindakan yang perlu telah diambil untuk menghadapi risiko untuk pencapaian tujuan perusahaan. Aktivitas-aktivitas pengendalian terjadi pada berbagai tingkatan dan di semua fungsi dalam perusahaan. Aktivitas pengendalian ini termasuk suatu arah dari aktivitas-aktivitas yang beragam dari persetujuan dan otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, review dari kinerja operasi, keamanan aset dan pemisahan tugas. 4. Informasi dan komunikasi. Informasi tertentu harus diidentifikasi, dicatat dan dikomunikasikan dalam suatu bentuk dan rentang waktu yang memungkinkan para personil untuk melaksanakan tanggungjawabnya. Sistem informasi menghasilkan laporan-laporan, berisikan informasi-informasi mengenai operasi, keuangan dan ketaatan terhadap peraturan yang memungkinkan untuk menjalankan dan mengendalikan bisnis. Informasi dan komunikasi ini tidak hanya berkaitan dengan produksi data internal, tetapi juga informasi tentang kejadian-kejadian eksternal, aktivitas-aktivitas dan kondisi-kondisi yang perlu untuk diinformasikan bagi pengambilan keputusan bisnis dan pelaporan eksternal. Komunikasi yang efektif juga harus terjadi di dalam suatu lingkup yang luas, mengalir ke bawah, melintas naik di seluruh organisasi perusahaan. Semua personil harus menerima pesan yang jelas dari manajemen puncak bahwa tanggungjawab pengendalian harus diambil secara serius. Mereka harus mengerti peran mereka sendiri dalam sistem pengendalian manajemen, seperti halnya bagaimana aktivitas individual berhubungan dengan pekerja dari yang lainnya. Mereka harus mempunyai suatu alat komunikasi informasi yang penting. Mereka juga perlu berkomunikasi secara efektif dengan pihak luar seperti pelanggan, pemasok dan pemegang saham. 5. Pemantauan

12 Sistem pengendalian manajemen perlu dipantau. Hal ini dapat dicapai dengan adanya aktivitas pemantauan yang berkelanjutan, evaluasi yang terpisah, berdiri sendiri atau kombinasi keduanya. Pemantauan yang berkesinambungan terjadi pada saat operasi. Hal itu mencakup aktivitas reguler manajemen dan supervisi, dan tindakan-tindakan personil lainnya yang dapat diambil dalam menjalankan tugas mereka. Lingkup dan frekuensi dari evaluasi yang tersendiri akan tergantung terutama pada penilaian suatu risiko dan efektivitas prosedur pemantauan yang sedang berjalan. Penyimpangan pengendalian manajemen harus dilaporkan ke atas dengan hal-hal yang serius dilaporkan kepada manajemen puncak dan kepada Dewan Komisaris. Sistem pengendalian manajemen mengandung sinergi dan keterkaitan diantara komponen-komponen, membentuk suatu sistem yang terpadu yang bereaksi secara dinamis terhadap kondisi yang berubah-ubah. Sistem pengendalian manajemen berada di dalam aktivitas operasi perusahaan dan ada karena alasan-alasan bisnis yang fundamental. Pengendalian manajemen paling efektif manakala pengendalian dibangun kedalam infrastruktur perusahaan dan sebagai suatu bagian yang penting dari perusahaan. Built in Control mendukung kualitas dan pemberdayaan inisiatif, menghindarkan biaya yang tidak perlu dan memungkinkan respon yang cepat terhadap kondisi yang berubah. Penyusunan upaya-upaya Detektif, yaitu upaya-upaya yang diarahkan agar perbuatan korupsi yang telah terjadi dapat dideteksi, mengacu pada pendekatan audit dengan penekanan pada pengujian-pengujian ketaatan (compliance test). Pengujian-pengujian ketaatan lebih menekankan pada apakah suatu transaksi telah disetujui pejabat yang berwenang, telah dinilai dengan benar, dicatat dengan tepat, dan dilaporkan tepat waktu. Pelaksanaan suatu transaksi yang tidak mengikuti hal-hal dimaksud pada umumnya mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pengelolaan transaksi tersebut. Dalam hal manajemen menemukan adanya kasus penyimpangan yang ditemukan, manajemen harus menindaklanjuti dengan upaya-upaya Represif. Upaya-upaya Represif, yaitu upaya-upaya yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi dapat diproses secara hukum dikelompokkan atas kasus-kasus korupsi yang berindikasi Non Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Korupsi. F. METODE PENYAJIAN Metode penyajian upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi pada buku ini dilakukan dengan 2 (dua) cara. Pada BUMN/BUMD dilakukan berdasarkan pendekatan siklus akuntansi (accounting system cycles), sedangkan pada Perbankan dilakukan berdasarkan pendekatan operasi Perbankan (banking business). Pada bagian awal terlebih dahulu diuraikan secara singkat fakta dan proses kejadian penyimpangan yang terjadi, diikuti dengan upaya pencegahan dan penanggulangan secara preventif dan detektif, sedangkan khusus mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan secara represif disajikan tersendiri pada bab lain (bab III). Pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam penyajian upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Berdasarkan Siklus Akuntansi. Pendekatan berdasarkan siklus akuntansi pada BUMN/BUMD disajikan berdasarkan transaksi yang berhubungan erat satu dengan yang lainnya, yaitu:

13 a. Siklus penjualan dan penerimaan uang. Siklus penjualan dan penerimaan uang hasil penjualan meliputi kegiatan-kegiatan sejak pesanan dari pelanggan sampai dengan diterimanya uang hasil penjualan pada kas perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi gudang, fungsi pengiriman barang dan fungsi akuntansi. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini pada umumnya mencakup pencurian uang perusahaan yang dilakukan dengan cara tidak membukukan penjualan, melaporkan penjualan lebih kecil dari sebenarnya, meninggalkan faktur tagihan ke pelanggan, lapping, serta mencatat penerimaan sebagai piutang tak tertagih. Selain dari perusahaan, penyimpangan juga terjadi dengan perolehan uang (imbalan) dari pelanggan dengan menurunkan harga penjualan. b. Siklus perolehan barang/jasa dan pembayaran. Siklus perolehan barang/jasa dan pembayarannya meliputi kegiatan sejak perencanaan kebutuhan barang/jasa, proses pengadaan sampai pada pembayaran atas barang/jasa yang diperoleh perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi pemrosesan order pembelian, fungsi penerimaan dan pencatatan barang/jasa, fungsi akuntansi, dan fungsi pengeluaran uang. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada siklus ini mencakup meninggikan (mark up) harga barang/jasa yang dibeli, pengadaan barang/jasa tidak sesuai spesifikasi kebutuhan, pengadaan barang/jasa fiktif. c. Siklus penggajian dan kepegawaian. Siklus penggajian dan kepegawaian meliputi kegiatan perekrutan, penggajian sampai pada pemberhentian karyawan. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi kepegawaian, fungsi pencatatan waktu, fungsi penyusunan daftar gaji/upah, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpanganpenyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini mencakup pembayaran gaji upah lebih tinggi, pembayaran biaya asuransi dan tunjangan pegawai yang tidak berhak, biaya lembur fiktif, sampai pada pemalsuan tiket perjalanan dinas. d. Siklus persediaan dan pergudangan. Siklus persediaan dan pergudangan meliputi kegiatan sejak perencanaan kebutuhan persediaan (bahan baku), penerimaan bahan baku dan barang jadi hasil produksi, penyimpanan sampai pada pengiriman barang-barang kepada pembeli. Fungsi-fungsi yang terkait dengan siklus ini adalah fungsi perencanaan, fungsi pemesanan, fungsi penyimpanan, fungsi pengiriman barang, fungsi akuntansi dan fungsi keuangan. Penyimpangan-penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini mencakup permintaan pengadaan persediaan yang tidak dibutuhkan, pencurian persediaan dengan memperkecil isi kemasan, pencurian persediaan dengan menunda pencatatan penerimaan barang, sampai pada pemalsuan bukti-bukti pengeluaran barang dari gudang perusahaan. e. Siklus perolehan modal dan pembayaran kembali. Siklus perolehan modal dan pembayaran kembali meliputi kegiatan perolehan pinjaman modal usaha dan kerja, pemanfaatan modal usaha dan kerja, pembayaran deviden dan bunga sampai pada pengembalian kepada pemegang saham (pemberi pinjaman). Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada

14 siklus ini antara lain meliputi penerbitan kertas berharga dan penggunaan hasilnya yang tidak tepat karena kepentingan pribadi, penerimaan hasil penempatan dana tidak disetor ke kas badan usaha, dan pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih dengan imbalan tertentu yang diterima pegawai /pejabat perusahaan penerbit. f. Kecurangan keuangan lainnya. Kecurangan keuangan lainnya adalah penyimpangan keuangan yang terjadi pada BUMN/BUMD yang tidak termasuk dalam siklus di atas, meliputi pajak yang tidak disetorkan ke Kas Negara, penerimaan bunga hasil penempatan dana yang tidak disetorkan ke kas perusahaan, pembelian promes yang berpotensi tidak tertagih pada saat jatuh tempo dilakukan oleh oknum perusahaan dengan imbalan tertentu dari penerbit promes, pemanfaatan tanah milik perusahaan untuk kepentingan pribadi oknum perusahaan, penjualan aset perusahaan tanpa melalui prosedur yang berlaku, pelaksanaan tukar guling (Ruislaag) dengan merendahkan nilai asset perusahaan dan menaikkan nilai asset pengganti, sampai kepada pendaftaran orang yang telah meninggal sebagai peserta asuransi jiwa untuk memperoleh klaim akibat kecelakaan yang diajukan oleh oknum perusahaan. 2. Pendekatan Berdasarkan Operasi Perbankan. Pendekatan Perbankan disajikan berdasarkan operasi perbankan (banking business) meliputi kegiatan-kegiatan mencakup: a. Pengelolaan dana pihak ketiga. Pengelolaan dana pihak ketiga meliputi pengelolaan dana pihak lain pada Bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito yang penarikannya dapat dilakukan menurut ketentuan yang disetujui bersama dengan pemilik dana. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pemberian kredit pada perusahaan terkait Bank dengan bunga yang lebih rendah dari bunga deposito yang ditempatkan, pemberian suku bunga deposito diatas suku bunga yang tertera dalam bilyet deposito, yang pada saat jatuh tempo kelebihan bunga tersebut dibukukan pada biaya lain-lain sehingga mengurangi PPh untuk Negara, pencairan dua kali deposito milik pihak terkait pada Bank dengan cara memanfaatkan rekening suspen-non tunai, pengambilan tabungan nasabah tidak aktif dengan cara memalsukan tandatangan nasabah dan memindahkan ke rekening pegawai Bank, dan pemanfaatan rekening giro nasabah yang telah tutup untuk menarik dana. b. Penempatan dana Bank. Penempatan dana Bank adalah penanaman dana pada Bank lain baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam bentuk interbank call money, tabungan, deposito berjangka, dan lain-lain yang sejenis dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan. Penempatan dana bank termasuk dalam bentuk wesel, surat pengakuan hutang, saham, obligasi dan sekuritas kredit. Penyimpanganpenyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain penempatan dana pada Bank di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa dengan Bank, yang pada saat jatuh tempo dana tersebut sengaja tidak dapat dicairkan sehingga harus ditalangi dengan dana BLBI, penempatan dana pada Bank lain dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dari tingkat bunga pada dokumen yang selisih bunga ditransfer ke rekening pejabat Bank, penempatan dana pada cabang Bank

15 di luar negeri yang dipinjamkan kepada perusahaan milik keluarga pemilik Bank di luar negeri, penempatan dana pada perusahaan reksadana yang belum mendapatkan ijin dari Bapepam, yang pada saat jatuh tempo tidak dapat ditarik karena perusahaan ditutup, peminjaman Uang Antar Bank dengan suku bunga melebihi suku bunga penjaminan pemerintah, yang selanjutnya di rekayasa menjadi deposito atas nama salah satu direktur Bank Kreditor, serta pelarian dana ke luar negeri dan menyalurkannya ke perusahan group yang dilakukan dengan cara membuat perjanjian dibawah tangan dengan Fund Manager di luar negeri. c. Pemberian kredit. Pemberian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Termasuk dalam pemberian kredit adalah kredit dalam rangka pembiayaan bersama dan kredit dalam proses penyelamatan. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pemberian kredit kepada nasabah yang tidak disertai dengan pengikatan jaminan yang memadai, pemberian fasilitas kredit konstruksi kepada nasabah dengan jaminan kontrak pekerjaan fiktif, pemberian fasilitas kredit kepada keluarga pejabat Bank dengan jaminan pejabat Bank yang bersangkutan, pemberian fasilitas overdraft kepada nasabah bermasalah tanpa melalui analisa dan pertimbangan yang matang, pemberian kredit untuk menutupi kekurangan pembayaran untuk spekulasi jual beli valas yang nilainya melebihi margin deposit nasabah, sehingga kredit menjadi macet, penghindaran pelanggaran BMPK dengan merekayasa pencairan KUK fiktif untuk kepentingan group terkait Bank, serta penerimaan cicilan pinjaman yang telah dihapus buku tidak disetorkan pada bank namun digunakan untuk kepentingan pribadi petugas Bank. d. Pengelolaan transaksi derivatif. Pengelolaan transaksi derivatif adalah transaksi dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Penyimpanganpenyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain pembuatan transaksi valas (SWAP) dengan pihak terkait Bank, dimana Bank menjual valas secara forward dengan kurs yang lebih rendah dari pada kurs spot sehingga Bank mengalami kerugian transaksi valas, pememberian fasilitas Forex Line kepada nasabah fiktif, menutupi kerugian akibat transaksi derivatif yang telah jatuh tempo dengan cara menangguhkannya didalam rekening Defferred Account di Neraca, serta pembuatan transaksi valas dengan perusahaan fiktif untuk membayar kewajiban rediskonto wesel ekspor fiktif kepada Bank Indonesia yang dilakukan dengan cara mengirim hasil transaksi valas ke rekening Bank Penerbit L/C di luar negeri, mentransfer kembali ke rekening eksportir pada Bank, dan selanjutnya digunakan untuk melunasi rediskonto wesel ekspor fiktif tersebut ke Bank Indonesia. e. Kecurangan Perbankan lainnya. Kecurangan Perbankan lainnya adalah kecurangan dalam aktivitas Perbankan di luar aktivitas yang disebutkan di atas termasuk transaksi yang belum

16 mengubah posisi aktiva dan pasiva bank pada tanggal laporan tetapi harus dilaksanakan oleh bank apabila persyaratan yang disepakati dengan nasabah terpenuhi, yang disajikan dalam laporan komitmen dan kontinjensi. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada kegiatan ini antara lain melaporkan pendapatan bunga kredit lebih besar dari jumlah sebenarnya dengan tujuan untuk menaikkan laba dan memperbesar jasa produksi, pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga tabungan, deposito, dan giro nasabah yang tidak dilaporkan dan atau hanya sebagian disetorkan ke Kantor Kas Negara, pengalihan kepemilikan saham Bank yang sedang digadaikan kepada Bank Indonesia (untuk jaminan dana BLBI) kepada pihak lain, pengeluaran biaya tenaga kerja asing yang tidak bekerja untuk Bank tetapi untuk kepentingan perusahaan group terkait Bank, penerbitan Bank Garansi oleh Bank tidak diikuti dengan pembayaran provisi dan setoran jaminan dengan imbalan tertentu dari nasabah kepada petugas Bank, serta pencairan Bank Garansi oleh perusahaan pemberi kerja yang dilakukan dengan membuat pekerjaan seolah-olah tidak memenuhi klausul kontrak berdasarkan kerjasama antara pemberi kerja, kontrakor dan pegawai Bank penerbit Garansi.

17 BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD dan PERBANKAN Penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan pada umumnya mencakup penyalahgunaan wewenang, manipulasi terhadap harta perusahaan dan penyimpangan pengelolaan sumber daya berupa harta, sarana, fasilitas serta sumber daya manusia. Kasuskasus penyimpangan yang disajikan pada bab ini baru mencakup beberapa kasus berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh APIP dan SPI. Dengan demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup seluruh kasus penyimpangan yang terjadi pada BUMN/BUMD dan Perbankan. Upaya pencegahan (preventif) korupsi dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan perbankan meliputi penyusunan dan peningkatan kualitas sistem pengendalian dan penerapannya, diarahkan sebagai langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Upaya-upaya Preventif yang disajikan belum merupakan sesuatu hal yang mutlak, tetapi hanya merupakan pengendalian minimum yang perlu dilaksanakan secara maksimum. Oleh karena itu, Direksi perlu mengembangkan sendiri upaya-upaya lain yang dianggap perlu, sesuai dengan kompleksitas titik rawan yang berpotensi penyimpangan yang dihadapi dan kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan. Sistem pengendalian manajemen ini terus menerus ditingkatkan keandalannya berdasarkan umpan balik (feed back) dari hasil upaya detektif dan represif. Upaya detektif merupakan rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan. Upaya detektif ini dimaksudkan untuk memperoleh alat bukti yang relevan, cukup dan kompeten untuk mendukung simpulan hasil pemeriksaan sebagai dasar pengambilan tindak lanjut (upaya represif), dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah (presumption of innosence). Upaya detektif dalam petunjuk teknis ini hanya mencakup upaya yang dianggap penting dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi sehingga perlu dikembangkan sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang secara rinci dituangkan dalam program pemeriksaan (audit program). Pengembangan upaya preventif dan detektif tersebut sangat perlu dilakukan karena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada perusahaan pada umumnya disebabkan adanya kolusi baik antar petugas di dalam perusahaan, maupun dengan pihak luar yang terkait dengan perusahaan. Kasus penyimpangan dan upaya-upaya penanggulangan secara Preventif dan Detektif dalam pengelolaan BUMN/BUMD dan Perbankan dapat diuraikan sebagai berikut: A. Pengelolaan BUMN/BUMD 1. Siklus Penjualan dan Penerimaan Uang. Siklus penjualan dan penerimaan uang hasil penjualan meliputi kegiatan-kegiatan sejak masuknya pesanan dari pelanggan sampai dengan diterimanya uang hasil penjualan pada perusahaan. Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus ini meliputi fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi gudang, fungsi pengiriman barang dan fungsi akuntansi. Penyimpangan yang pada umumnya terjadi pada siklus ini adalah:

18 1) Penjualan dilakukan di bawah harga pasar dan metode penyerahan barang/jasa tidak sesuai dengan kontrak penjualan yang dilakukan dengan memperoleh imbalan tertentu dari pembeli. a. Direksi harus menetapkan bahwa penetapan harga jual berdasarkan data harga pasar bersumber dari lembaga resmi yang terpercaya. b. Penetapan harga jual di bawah harga pasar harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang. c. Penjualan dalam partai besar harus dituangkan dalam kontrak penjualan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. a. Melakukan penelitian atas kontrak penjualan apakah telah memuat syarat penyerahan, jangka waktu, volume dan harga yang disetujui. b. Melakukan penelitian terhadap kebenaran harga yang disetujui dalam kontrak dengan cara membandingkannya dengan data harga pasar dunia yang diperoleh dari lembaga yang terpercaya. c. Melakukan penelitian atas ketepatan pengiriman barang apakah telah sesuai dengan jadwal dan metode penyerahan yang ditetapkan dalam kontrak. 2) Kontrak penjualan komoditi secara forward tidak direalisasi pembeli dengan cara memberi imbalan kepada oknum perusahaan penjual, karena harga komoditas tersebut turun pada saat kontrak jatuh tempo. a. Direksi harus menetapkan prosedur penjualan forward b. Direksi harus menetapkan sanksi denda dan sanksi administrasi jika kontrak yang telah jatuh tempo tidak direalisasi oleh Pembeli. c. Direksi harus menetapkan pejabat yang berwenang untuk menandatangani kontrak penjualan forward. d. Kontrak penjualan forward harus diregister (dicatat) dan di file terpisah dari kontrak penjualan yang telah direalisasi/spot. a. Melakukan penelitian terhadap Register kontrak penjualan forward untuk mengetahui apakah ada kontrak yang telah jatuh tempo namun belum direalisasi b. Melakukan penelitian terhadap pengenaan sanksi atas kontrak penjualan yang telah jatuh tempo namun tidak direalisasi. c. Melakukan penelitian apakah kontrak penjualan forward ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. d. Melakukan kontrol hubungan antara kontrak penjualan forward yang telah jatuh tempo dengan posisi persediaan barang. e. Melakukan konfirmasi kepada pembeli untuk meyakinkan kebenaran pemberian imbalan. 3) Uang hasil penjualan dipergunakan untuk kepentingan pribadi yang dilakukan dengan cara menunda pencatatan penerimaan kas.

19 a. Direksi harus menetapkan struktur organisasi yang memisahkan fungsi pencatatan piutang dengan fungsi penerimaan kas. b. Direksi harus menetapkan jumlah penerimaan maksimal yang dapat dilakukan oleh kasir secara tunai. c. Direksi harus menetapkan ketentuan agar Kasir menyetor seluruh penerimaan uang ke Bank selambat-lambatnya sehari setelah penerimaan uang tersebut. d. Penanggungjawab keuangan (Kepala Divisi Keuangan) harus melakukan rekonsiliasi antara Buku Kas dengan jumlah uang kas yang diterima setiap hari pada akhir jam kerja. a. Melakukan verifikasi kesesuaian pencatatan penerimaan kas dengan cara membandingkan setiap transaksi penerimaan uang menurut Buku Besar Kas dengan bukti yang dicatat pada Buku Pembantu Kas. b. Melakukan pengujian terhadap kemungkinan terjadinya penundaan pencatatan penerimaan kas dengan cara membandingkan tanggal pencatatan pada Buku Pembantu Kas dengan tanggal pada bukti penerimaan kas. c. Melakukan penghitungan jumlah penerimaan kas yang belum disetor sesuai dengan bukti-bukti yang belum dicatat dalam Buku Pembantu Kas untuk mengetahui kemungkinan terjadinya uang yang ditunda pencatatannya dan diambil oleh Kasir. 4) Premi asuransi tidak disetorkan oleh agen yang ditunjuk perusahaan, tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi oleh agen yang bersangkutan. a. Melakukan evaluasi terhadap kinerja agen asuransi secara periodik. b. Agen asuransi harus menyetorkan hasil penagihannya setiap hari kepada kantor cabang/kantor pusat. c. Bukti penyetoran premi dibuat secara prenumbered dan agen harus mempertanggung-jawabkan penggunaan bukti tersebut. d. Membuka outlet/tempat penerimaan setoran premi di Bank atau tempattempat strategis lainnya. e. Menyusun sistem penyetoran melalui ATM, Bank atau internet yang sifatnya memudahkan nasabah menyetor premi secara langsung. f. Memberikan laporan keuangan/data setoran nasabah secara periodik kepada nasabah agar yang bersangkutan dapat mengetahui status setorannya. a. Melakukan penelitian atas keluhan nasabah yang setoran preminya tidak masuk dalam laporan keuangan. b. Melakukan penelitian terhadap kinerja agen asuransi untuk mengetahui apakah yang bersangkutan selama ini pernah melakukan penggelapan setoran premi. c. Melakukan penelitian terhadap pertanggungjawaban penggunaan formulir bukti setor premi. d. Menghitung besarnya nilai setoran yang tidak dilaporkan dan tidak disetorkan oleh agen asuransi.

20 e. Melakukan identifikasi pihak-pihak yang diduga terlibat beserta peranannya masing-masing. 5) Petugas gudang melakukan penjualan barang persediaan dan tidak menyetorkan hasil penjualan ke kas perusahaan yang dilakukan dengan cara memperbanyak kemasan dan atau menunda pencatatan penerimaan persediaan barang. a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa setiap penerimaan persediaan harus dicatat di kartu persediaan sesuai kuantitas fisik sebenarnya. b. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pengemasan persediaan harus mendapat persetujuan dari Kepala Bagian Persediaan. c. Petugas gudang harus mempertanggung jawabkan setiap penggantian kemasan dan penggunaan kemasan baru. d. Petugas gudang harus mencatat setiap penerimaan persediaan secara tepat waktu dan secara berkala harus dilakukan rekonsiliasi antara kartu persediaan dengan kartu dan fisik barang. a. Melakukan pengujian berat setiap kemasan dengan cara melakukan penimbangan secara uji petik. b. Melakukan pembandingan penerimaan persediaan dengan masing-masing Berita Acara Bongkar kapal dan surat jalan dari pihak ekspedisi. c. Melakukan perbandingan mutasi penerimaan persediaan menurut kartu gudang dengan kartu persediaan akuntansi. d. Melakukan penelitian apakah susunan stafel persediaan telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Melakukan kontrol hubungan antara penggantian kemasan yang rusak dengan jumlah pemakaian kemasan. 6) Hasil penjualan produksi scrap yang masih mempunyai nilai ekonomis tidak disetor ke kas perusahaan dimana hasil produksi scrap ini sengaja tidak dibukukan sebelumnya. a. Direksi harus menetapkan jenis scrap produksi yang masih mempunyai nilai ekonomis dan mewajibkan petugas produksi membuat laporan atas scrap yang dihasilkan. b. Prosedur pengendalian scrap harus menetapkan petugas yang bertanggungjawab atas scrap yang dihasilkan, c. Petugas produksi wajib menyerahkan scrap yang dihasilkan kepada petugas yang bertanggungjawab atas scrap. d. Fungsi gudang harus membuat kartu persediaan scrap yang mencatat setiap mutasi scrap baik yang dijual maupun yang dikeluarkan untuk keperluan lain. e. Setiap bahan baku yang digunakan maupun hasil produksi atas penggunaan bahan baku harus ditimbang untuk mengetahui ada tidaknya hasil scrap. f. Bahan baku yang digunakan dengan hasil produksi harus dianalisa untuk mengetahui kuantitas scrap yang dihasilkan.

21 a. Melakukan verifikasi kebenaran scrap yang masuk ke gudang dengan cara membandingkan laporan produksi scrap dengan jumlah scrap yang diserahkan kepada gudang. b. Melakukan pengujian scrap yang masuk ke gudang dengan cara membandingkan jumlah scrap yang diserahkan dengan mutasi pada kartu persediaan scrap. c. Melakukan pengujian kewajaran scrap dengan membanding-kan antara jumlah produksi dengan penggunaan bahan baku. 7) Penjualan barang dilaporkan sebagai penjualan kepada koperasi dengan subsidi harga, dengan imbalan tertentu dari pembeli. a. Setiap penyaluran barang harus sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. b. Setiap koperasi harus memperoleh rekomendasi sebagai penyalur dari Departemen Koperasi. c. Setiap pengeluaran barang harus berdasarkan bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluran barang dan bukti pengambilan barang dari gudang. d. Penerima barang harus menanda tangani surat jalan, membubuhi cap Koperasi dan mencantumkan nama jelas penerima barang. a. Melakukan penelitian atas kelayakan pemesanan oleh koperasi dengan cara membandingkannya dengan alokasi penjualan kepada koperasi yang telah ditetapkan. b. Melakukan pengujian kebenaran pengambilan barang oleh koperasi dengan cara meneliti kelengkapan data dalam bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluaran barang, bukti pengambilan barang dan surat jalan. c. Melakukan pengujian kesesuaian nama pengambil barang dengan pembayar tagihan berdasarkan bukti pemesanan, faktur, surat perintah pengeluaran barang, bukti pengambilan dan surat jalan. 8) Hasil penjualan dengan kredit ditagih oleh petugas yang tidak berwenang dan tidak disetorkan ke kas perusahaan. a. Direksi harus menetapkan ketentuan bahwa pembayaran setiap tagihan harus dilakukan melalui Kasir atau Bank yang ditunjuk. b. Struktur organisasi harus memisahkan dengan jelas petugas penjualan kredit dan petugas penagih ke pelanggan. a. Melakukan penelitian atas penjualan kredit baru dengan cara membandingkan daftar penjualan kredit periode berjalan dengan daftar penjualan kredit periode sebelumnya. b. Melakukan verifikasi kebenaran jumlah penjualan kredit baru yang dibuat petugas penjualan kredit. c. Melakukan kontrol hubungan atas jumlah penjualan kredit baru dengan penerimaan dari penjualan kredit.

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Kas Pada umumnya kas dikenal juga dengan uang tunai yang didalam neraca kas masuk dalam golongan aktiva lancar yang sering mengalami perubahan akibat transaksi keuangan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Sebuah perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya harus memiliki

BAB 4 PEMBAHASAN. Sebuah perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya harus memiliki BAB 4 PEMBAHASAN Sebuah perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya harus memiliki pengendalian internal yang memadai, terutama pada siklus pendapatannya. Siklus pendapatan terdiri dari kegiatan

Lebih terperinci

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 2 - PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memudahkan pengelolaan perusahaan. besar dan buku pembantu, serta laporan.

BAB II LANDASAN TEORI. memudahkan pengelolaan perusahaan. besar dan buku pembantu, serta laporan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Akuntansi Pengertian sistem akuntansi (Mulyadi:2010) adalah organisasi formulir, catatan dan laporan yang dikoordinasi sedemikian rupa untuk menyediakan informasi

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009)

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Piutang 2.1.1 Definisi Piutang Definisi piutang menurut Standar Akuntansi Keuangan No.9 (revisi 2009) adalah: Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua kategori

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG No.283,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-03/1.02.1/PPATK/03/12 TENTANG PELAKSANAAN PENGHENTIAN SEMENTARA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PPATK. Penghentian Sementara. Penundaan. Transaksi. Perbankan. Pasar Modal. Asuransi. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang 134 Struktur Organisasi PT. Akari Indonesia Pusat dan Cabang Dewan Komisaris Direktur Internal Audit General Manager Manajer Pemasaran Manajer Operasi Manajer Keuangan Manajer Sumber Daya Manusia Kepala

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN

REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TIM PENGKAJIAN SPKN 2002 SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa penyelenggara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Akuntansi Sistem akuntansi merupakan suatu alat yang sangat penting bagi manajemen dalam merencanakan dan mengendalikan kegiatan-kegiatan organisasi perusahaan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Perencanaan Kegiatan Evaluasi Pengendalian Internal

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Perencanaan Kegiatan Evaluasi Pengendalian Internal BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Perencanaan Kegiatan Evaluasi Pengendalian Internal Evaluasi pengendalian internal adalah suatu kegiatan untuk menilai dan mengevaluasi pengendalian internal perusahaan dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN SISTEM PENANGANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] BAB VIII KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 46 (1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA.

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Mengevaluasi lima komponen pengendalian internal berdasarkan COSO, komunikasi, aktivitas pengendalian, dan pemantauan.

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Mengevaluasi lima komponen pengendalian internal berdasarkan COSO, komunikasi, aktivitas pengendalian, dan pemantauan. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perencanaan Evaluasi IV.1.1. Ruang Lingkup Evaluasi Ruang lingkup pengendalian internal atas siklus pendapatan adalah : 1. Mengevaluasi lima komponen pengendalian internal berdasarkan

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb No.1572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Piagam Pengawasan Intern. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Dicabut dengan PBI No. 2/23/PBI/2000 tanggal 6 November 2000 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/1/PBI/2000 TENTANG

Dicabut dengan PBI No. 2/23/PBI/2000 tanggal 6 November 2000 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/1/PBI/2000 TENTANG Dicabut dengan PBI No. 2/23/PBI/2000 tanggal 6 November 2000 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/1/PBI/2000 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim No.1872, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PPATK. Penyedia Jasa Keuangan. Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi. Pencabutan. PERATURAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) 201168 PANDEGLANG 42212 PIAGAM AUDIT INTERN 1. Audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam

Lebih terperinci

Pengantar Akuntansi 2 PENGENDALIAN INTERNAL DAN AKUNTANSI KAS

Pengantar Akuntansi 2 PENGENDALIAN INTERNAL DAN AKUNTANSI KAS Pengantar Akuntansi 2 PENGENDALIAN INTERNAL DAN AKUNTANSI KAS Tahap/Proses Akuntansi: Transaksi Jurnal Buku Besar Neraca Saldo * Jurnal Penyesuaian Neraca N. Saldo Penutup Lajur N. Saldo Stlh Disesuaikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1996 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1996 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1996 TENTANG PENGELOLAAN DAN INVESTASI DANA PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin pemenuhan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN APBN/APBD

REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN APBN/APBD REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN APBN/APBD BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TIM PENGKAJIAN SPKN 2002 SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. penjualan di CV Mitra Grafika serta berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. penjualan di CV Mitra Grafika serta berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab V Simpulan dan Saran 116 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan terhadap pengendalian intern siklus penjualan di CV Mitra Grafika serta berdasarkan pembahasan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 504 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern Menurut Coso dalam Hartadi (1999: 92) pengendalian intern merupakan suatu proses yang dijalankan oleh dewan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/ 23 /PBI/2000 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/ 23 /PBI/2000 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/ 23 /PBI/2000 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan lembaga perbankan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dan berfungsi dengan tujuan yang sama. saling berintegritas satu sama lain.

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dan berfungsi dengan tujuan yang sama. saling berintegritas satu sama lain. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Pengertian Sistem menurut Hall (2009:6), Sistem adalah kelompok dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berhubungan dan berfungsi dengan tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI mencakup: A. Komposisi, Kriteria, dan Independensi Direksi B. Masa Jabatan Direksi C. Rangkap Jabatan Direksi D. Kewajiban, Tugas, Tanggung Jawab

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tujuan Evaluasi. Tujuan dilakukan evaluasi yaitu untuk mengetahui pengendalian internal

BAB IV PEMBAHASAN. Tujuan Evaluasi. Tujuan dilakukan evaluasi yaitu untuk mengetahui pengendalian internal BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Tujuan Evaluasi Tujuan dilakukan evaluasi yaitu untuk mengetahui pengendalian internal atas siklus pendapatan pada PT Kartina Tri Satria sudah baik atau belum, dan mengetahui kelemahan-kelemahannya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Analisis Data 1. Unsur-Unsur Pengendalian Internal Persediaan Barang Dagang a. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian internal pada PT.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011 NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG : PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan cara. Istilah sistem dari bahasa Yunani yaitu Systema yang berarti

BAB II LANDASAN TEORI. dengan cara. Istilah sistem dari bahasa Yunani yaitu Systema yang berarti BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Sistem Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyamankan makna istilah sistem dengan cara. Istilah sistem dari bahasa Yunani yaitu Systema yang berarti penempatan atau mengatur.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan, seorang auditor seharusnya menyususun perencanaan pemeriksaan.

BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan, seorang auditor seharusnya menyususun perencanaan pemeriksaan. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perencanaan Kegiatan Audit Operasional Sebelum memulai pemeriksaan operasional terhadap salah satu fungsi dalam perusahaan, seorang auditor seharusnya menyususun perencanaan pemeriksaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendalian Intern 1. Pengertian Pengendalian Intern SA Seksi 319 Paragraf 06 mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dilakukan manajemen dan personel lain

Lebih terperinci

Menimbang. Mengingat. Menetapkan

Menimbang. Mengingat. Menetapkan PENGADILAN NEGERI SIBOLGA KELAS II Jin. Padangsidempuan Nomor 06 Kota Sibolga,Telp/Fax. 0631-21572 Website: www.pengadilan Negeri-sibolga.go.id Email: Pengadilan Negerisibolga@gmail.com KEPUTUSAN KETUA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI ANALISIS

BAB III METODOLOGI ANALISIS 59 BAB III METODOLOGI ANALISIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembahasan tesis ini, didasarkan pada langkah-langkah pemikiran sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi objek pajak perusahaan dan menganalisis proses

Lebih terperinci

2012, No.51 2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Peme

2012, No.51 2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Peme No.51, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Sistem. Pengendalian. Intern. Pemerintah. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5932 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 194). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan atau organisasi.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 99/PMK.010/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya konkrit yang dilakukan pemerintah sebagai wujud dari semangat reformasi birokrasi adalah dengan melakukan penataan ulang terhadap sistem penyelenggaraan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem dan Prosedur Pengertian system dan prosedur menurut Mulyadi (2001 : 5) adalah sebagai berikut: Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.925, 2013 KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Pengawasan Intern. Perwakilan Republik Indonesia. Pedoman. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar No.924, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS

PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS JAKARTA 2017 PEDOMAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PELAKSANA SEKRETARIAT TETAP BAPERTARUM-PNS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1198, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pengaduan Masyarakayt. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI

Lebih terperinci

No.13/ 8 /DPNP Jakarta, 28 Maret 2011 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No.13/ 8 /DPNP Jakarta, 28 Maret 2011 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No.13/ 8 /DPNP Jakarta, 28 Maret 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA

PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA KAB. SUMBAWA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu faktor pendorong terjadinya tindak pidana korupsi adalah perilaku benturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan upaya penyelesaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK AUDITOR DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Pengendalian Intern Penerimaan Kas. Pengertian Penendalian Intern

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Pengendalian Intern Penerimaan Kas. Pengertian Penendalian Intern BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pengendalian Intern Penerimaan Kas 2.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern Sistem pengendalian inter adalah sesuatu yang memiliki bagian-bagian yang saling berkaitan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bank sebagai badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan

Lebih terperinci

KUESIONER. Saya bernama Natalia Elisabeth (mahasiswi fakultas ekonomi Universitas

KUESIONER. Saya bernama Natalia Elisabeth (mahasiswi fakultas ekonomi Universitas LAMPIRAN I KUESIONER Responden yang terhormat, Saya bernama Natalia Elisabeth (mahasiswi fakultas ekonomi Universitas Kristen Maranatha) mohon bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner mengenai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

SISTEM PENGENDALIAN KECURANGAN (FRAUD CONTROL SYSTEM) KEP DIREKSI NO: KEP/04/012015

SISTEM PENGENDALIAN KECURANGAN (FRAUD CONTROL SYSTEM) KEP DIREKSI NO: KEP/04/012015 SISTEM PENGENDALIAN KECURANGAN (FRAUD CONTROL SYSTEM) KEP DIREKSI NO: KEP/04/012015 DASAR Peraturan Perundangan: 1. UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/ TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PIALANG ASURANSI, PERUSAHAAN PIALANG REASURANSI, DAN PERUSAHAAN PENILAI KERUGIAN ASURANSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci