REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN"

Transkripsi

1 REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TIM PENGKAJIAN SPKN 2002

2 SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Pada era demokrasi dan transparansi dewasa ini, aparatur negara tetap menjadi tumpuan harapan untuk menjadi salah satu dinamisator ke arah pemulihan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan setelah krisis multi dimensi yang melanda bangsa dan negara sejak tahun Dalam pada itu, berbagai penilaian yang mengindikasikan merajalelanya KKN di negeri kita, termasuk pada lingkup birokrasi pemerintahan merupakan tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh seluruh aparatur negara. Apabila kita tidak dapat membersihkan diri kita sendiri secara sungguh-sungguh akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara semakin rendah, yang pada gilirannya kepercayaan rakyat kepada pemerintah akan sirna. Upaya yang terencana dan transparan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk menjadikan pemerintahan yang bersih (clean government) menuju ke arah kepemerintahan yang baik (good governance) tidak bisa ditunda lagi. Sehubungan hal tersebut saya menghargai hasil karya BPKP yang merespons surat Men.PAN Nomor: 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Pebruari 2002 tentang Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan KKN dengan menerbitkan 5 (lima) Buku Pedoman Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi yaitu di bidang Pengelolaan APBN/APBD, BUMN/BUMD, Perbankan, Kepegawaian, Sumber Daya Alam dan Pelayanan Masyarakat. Saya berharap agar seluruh aparat baik yang bertugas di Instansi Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/BUMD maupun Perbankan dapat menggunakan Buku Pedoman ini dan mengembangkannya sesuai kondisi lingkungan tugas masing-masing sehingga dapat mencegah dan menanggulangi kasus-kasus KKN secara efektif dan efisien. Hendaknya selalu diingat bahwa masyarakat sesungguhnya sangat menghendaki munculnya jiwa kepeloporan dan sifat keteladanan aparatur negara sebagai panutan mereka dengan tindakan nyata mencegah dan memberantas KKN. Dimulai langkah yang terpuji serta kesadaran tinggi dalam menjalankan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, kiranya tingkat kepercayaan masyarakat yang saat ini mengalami degradasi dapat diperbaiki dan ditingkatkan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan menuju kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dapat sukses. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridloi upaya kita bersama. Jakarta, 31 Juli 2002 MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA FEISAL TAMIN

3 REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) KATA PENGANTAR KEPALA BPKP Korupsi sudah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada kecenderungan semakin berkembang dengan penyebab multifaktor. Oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis, dengan menerapkan strategi yang komprehensif - secara preventif, detektif, represif, simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua unsur terkait, baik unsur-unsur Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, maupun masyarakat luas. Dalam rangka memenuhi RENSTRA BPKP Tahun , serta sebagai hasil koordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai intensifikasi dan percepatan pemberantasan KKN, BPKP telah menerbitkan Buku Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi Pada Pengelolaan Pelayanan Masyarakat. Meskipun Buku ini telah disusun dengan upaya yang maksimal, namun dengan segala keterbatasan dan kendala yang dihadapi Tim Penyusun, disadari bahwa di dalamnya masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan baik dari materi yang disajikan maupun cara penyajiannya, sehingga memerlukan penyempurnaan secara terus-menerus. Untuk itu masukan yang positif dan konstruktif dari para pembaca dan pemakai buku ini sangat diharapkan. Buku ini diharapkan dapat menjadi petunjuk praktis bagi Instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah serta BUMN/BUMD untuk menanggulangi kasus-kasus korupsi dalam pengelolaan pelayanan masyarakat, bukan saja bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah(APIP)/Satuan Pengawas Intern (SPI) masing-masing, tetapi juga bagi para pimpinan instansi/bumn/bumd yang bersangkutan. Hal ini disebabkan pemberantasan korupsi bukan semata-mata tanggung jawab APIP/SPI, karena sifat tugasnya lebih pada penanggulangan korupsi secara detektif dan represif. Penanggulangan korupsi yang lebih efektif dan efisien adalah secara preventif yang merupakan tanggung jawab manajemen. Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan korupsi yang disajikan dalam buku ini merupakan upaya minimal, yang perlu dilaksanakan secara maksimal dan dikembangkan oleh setiap institusi tersebut di atas secara terus menerus sesuai dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Keberhasilan buku ini sangat tergantung pada upaya pihakpihak yang kompeten untuk menjalankannya dengan tindakan yang nyata, konsisten disertai dengan komitmen yang kuat untuk mencegah dan menanggulangi korupsi secara berkesinambungan. Kepada semua pihak yang telah mencurahkan segenap tenaga, pikirannya dan membantu baik secara moril maupun materiil dalam penyusunan buku ini, termasuk APIP/SPI yang telah menyampaikan masukan-masukan kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

4 Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing kita dalam melaksanakan tugas-tugas Pemerintahan dan Pembangunan, serta upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Jakarta, 31 Juli 2002 KEPALA ARIE SOELENDRO

5 DAFTAR ISI Halaman SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA 2 KATA PENGANTAR KEPALA BPKP 3 DAFTAR ISI 5 Bab I Bab II UMUM A. Dasar Pemikiran 6 B. Pengertian Umum 8 C. Tujuan dan Sasaran 9 D. Ruang Lingkup 10 E. Sistim Pengendalian Manajemen 10 F. Metode Penyajian 11 UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN A. Pengadaan Pegawai Perencanaan Pengumuman Pelamaran Penyaringan Pengangkatan Pegawai 18 B. Pembinaan Penempatan Penggajian Kepangkatan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Mutasi / Promosi Penegakan Disiplin / Penegakan Hukum 27 C. Pemberhentian / Pensiun 35 Bab III UPAYA PENANGGULANGAN SECARA REPRESIF A. Penyelesaian oleh Unit Kerja Terkait 37 B. Penyelesaian melalui Penyerahan Kasus ke Instansi Penyidik 38 Lampiran : Daftar Kasus/Penyimpangan Tim Penyusun

6 BAB I U M U M A. Dasar Pemikiran Korupsi telah sejak lama terjadi di Indonesia. Praktik-praktik seperti penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, oleh masyarakat diartikan sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal yang lazim terjadi di negara ini. Ironisnya, walaupun usaha-usaha pemberantasannya sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi tersebut tetap berlangsung, bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya. Pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) yang diterbitkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 1999, telah diidentifikasikan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia terdiri atas 4 (empat) aspek, yaitu: 1. Aspek perilaku individu, yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar ; 2. Aspek organisasi, yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, manajemen cenderung menutupi perbuatan korupsi yang terjadi dalam organisasi ; 3. Aspek masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat di mana individu dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut berperan aktif. Selain itu adanya penyalahartian pengertianpengertian dalam budaya bangsa Indonesia. 4. Aspek peraturan perundang-undangan, yaitu terbitnya peraturan perundangundangan yang bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau kroni penguasa negara, kualitas peraturan perundang-undangan yang kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan. Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara konkrit, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara. Komitmen tersebut telah diwujudkan dalam berbagai bentuk ketetapan dan peraturan perundang-undangan di antaranya sebagai berikut: 1. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 2. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

7 3. Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 5. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara. Disamping itu Pemerintah dan DPR sedang memproses penyelesaian Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif, yang dilaksanakan secara intensif dan terus menerus. BPKP dalam buku SPKN yang telah disebut di muka, telah menyusun strategi preventif, detektif dan represif yang perlu dilakukan, sebagai berikut : 1. Strategi Preventif Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat dilakukan dengan: 1) Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat ; 2) Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya ; 3) Membangun kode etik di sektor publik ; 4) Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis. 5) Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan. 6) Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri ; 7) Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah; 8) Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen; 9) Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN) ; 10) Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ; 11) Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional; 2. Strategi Detektif Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan : 1) Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat ; 2) Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu ; 3) Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;

8 4) Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di masyarakat internasional ; 5) Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ; 6) Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi. 3. Strategi Represif Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan : (1) Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi ; (2) Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor besar (Catch some big fishes); (3) Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang diprioritaskan untuk diberantas ; (4) Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ; (5) Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus ; (6) Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak pidana korupsi secara terpadu ; (7) Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya ; (8) Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas penyidik tindak pidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan penuntut umum. Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan memakan waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif. Sambil terus berupaya mewujudkan startegi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera. Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan legislatif (wasleg). Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan pengawasan internal dan fungsional tersebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditugaskan menyusun petunjuk teknis operasional pemberantasan KKN sesuai surat Menteri PAN Nomor : 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Februari Petunjuk teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai petunjuk praktis bagi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP)/ Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN/D dan Perbankan dalam upaya mencegah dan menanggulangi korupsi di lingkungan kerja masing-masing. B. Pengertian Umum Dalam buku ini yang dimaksud dengan: 1. Upaya preventif adalah usaha yang diarahkan untuk meminimalkan penyebab dan peluang terjadinya korupsi;

9 2. Upaya detektif adalah usaha yang diarahkan agar perbuatan korupsi yang telah terjadi dapat ditemukan dan diungkapkan dengan cepat, tepat dengan biaya murah, sehingga dapat segera ditindaklanjuti; 3. Upaya represif adalah usaha yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang telah ditemukan dan diungkapkan dapat diproses secara cepat, tepat, dengan biaya murah, sehingga pelakunya dapat diberikan sanksi dan atau rekomendasi perbaikan yang tepat sesuai ketentuan yang berlaku; 4. Kepegawaian adalah pegawai negeri yang memiliki syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan serta digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5. Instansi Pemerintah adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretariat Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, dan Instansi Pemerintah lainnya; 6. Suap adalah barangsiapa menerima sesuatu atau janji sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum; 7. Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul, karena : a. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah; b. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. C. Tujuan dan Sasaran Tujuan penyusunan buku ini adalah sebagai upaya-upaya praktis yang dapat dilakukan untuk mencegah, mendeteksi dan menindaklanjuti secara represif perbuatan korupsi di bidang pengelolaan Kepegawaian. Dengan mengenali masalah yang rawan dan berpotensi terjadi Korupsi, dan langkah-langkah untuk mencegah, mendeteksi, dan menindaklanjuti penyimpangan tersebut diharapkan manajemen (instansi pemerintah, BUMN/BUMD) maupun APFP/SPI dapat mencegah dan menanggulangi korupsi di lingkungan kerja masing-masing. Sasarannya adalah: 1. Menurunnya tingkat penyimpangan dan atau perbuatan Korupsi dalam pengelolaan Kepegawaian; 2. Tegaknya disiplin sebagai pegawai negeri, pola hidup sederhana sehingga menjadi teladan yang baik bagi masyarakat; 3. Meningkatnya efektifitas sistem pengendalian manajemen instansi pemerintah dalam pengelolaan Kepegawaian; 4. Meningkatnya daya tangkal sistem kelembagaan instansi pemerintah terhadap praktik-praktik korupsi sehingga lebih efisien dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya;

10 5. Meningkatnya penyelesaian tindak lanjut kasus-kasus yang berindikasi korupsi dalam pengelolaan Kepegawaian. D. Ruang Lingkup Buku ini dapat digunakan untuk seluruh instansi pemerintah dan BUMN/D dalam pengelolaan Kepegawaian, meliputi pengadaan, pembinaan, dan pemberhentian pegawai. E. Sistem Pengendalian Manajemen Secara umum, salah satu upaya pencegahan terjadinya korupsi dapat dilakukan dengan melakukan penataan sistem pengendalian manajemen, yaitu : 1. Penataan kembali organisasi dengan memperjelas visi, misi, upaya-upaya, kebijakan, indikator keberhasilan, tujuan, sasaran dan aktivitas-aktivitas kerja yang harus dilakukan dalam rangka pemenuhan akuntanbilitas publik; 2. Penyederhanaan dan penyusunan kebijakan; 3. Penataan berbagai macam aspek sumber daya manusia (termasuk reward and punishment) agar memenuhi tuntutan kebutuhan dan beban kerja; 4. Penyempurnaan sistem dan prosedur; 5. Perbaikan metode, prasarana dan sarana kerja; 6. Penataan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi agar dapat dimanfaatkan sebagai alat pengendalian dan pertanggungjawaban; 7. Peningkatan efektivitas pengawasan internal. Sistem pengendalian manajemen kepegawaian secara umum terdapat karakteristik yang harus dimiliki, antara lain adanya struktur organisasi yang mempunyai pemisahan fungsi, uraian tugas masing-masing fungsi secara jelas, ditetapkan prosedur kerja yang jelas dan praktik-praktik yang sehat diantara petugas secara bertanggung jawab. Pengendalian terhadap pengelolaan kepegawaian secara garis besar pada pengadaan, pembinaan dan pemberhentian pegawai sebagai berikut : 1. Pengendalian pada pengadaan pegawai : 1) Penetapan formasi didasarkan pada jumlah dan susunan pangkat yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan prakiraan beban kerja dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan jenis pekerjaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan dan hal-hal lain yang mempengaruhi jumlah dan pegawai yang diperlukan; 2) Pengadaan pegawai disesuaikan dengan kebijakan Pemerintah, formasi yang ada, antara lain penentuan jumlah personil, jenis jabatan, dan spesifikasi keahlian yang diperlukan; 3) Lowongan formasi pegawai diumumkan seluas-luasnya melalui media massa dan atau bentuk lain dengan memperhatikan tenggang waktu yang dibutuhkan yaitu paling lambat 15 hari sebelum tanggal penerimaan lamaran; 4) Pelaksanaan penyaringan/seleksi pegawai melalui pengujian/test secara berjenjang sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan (peraturan perundang-undangan yang berlaku); 5) Pelaksanaan penyaringan/seleksi calon pegawai melalui panitia tersendiri yang terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan dalam bilangan ganjil serta menghindari adanya duplikasi tugas/ fungsi yang harus dipisahkan; 6) Pelaksanaan ujian penyaringan penerimaan calon pegawai diselenggarakan dengan tertib, jujur, dan transparan ; 7) Naskah ujian dibuat oleh Panitia dan dijaga kerahasiaannya serta disampaikan tepat waktu ; 8) Pemeriksaan hasil ujian dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang

11 pemeriksa dan harus dijaga sedemikian rupa agar hasil ujian yang diperiksa dijamin obyektif dan tepat waktu. 9) Pelaksanaan kegiatan pengadaan dilaporkan secara tertulis kepada penanggung jawab. 2. Pengendalian pada pembinaan Kepegawaian : 1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai dalam jabatan tertentu harus dilaksanakan seusai dengan ketentuan yang berlaku diterapkan secara obyektif ; 2) Peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan pegawai melalui pemberian gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawabnya; 3) Pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan pegawai bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan dan keterampilan; 4) Penilaian pelaksanaan pekerjaan harus dibuat seobyektif dan seteliti mungkin berdasarkan data tersedia; 5) Promosi pegawai/pejabat struktural/fungsional didasarkan atas kriteria yang telah ditetapkan secara jelas ; 6) Pelaksanaan mutasi pegawai secara berkala dengan pola mutasi yang jelas (misalnya : jangka waktu mutasi) untuk memperluas pengalaman, wawasan, kemampuan serta motivasi pegawai; 7) Penegakan disiplin pegawai melalui pemeriksaan pengaduan yang menyangkut perilaku pegawai, penetapan dan pengenaan/ penjatuhan sanksi berdasarkan penilaian yang adil dan obyektif dari tim independen. 3. Pengendalian pada pemberhentian/ pensiun pegawai : 1) Pemberhentian pegawai yang memasuki usia pensiun didasarkan atas penilaian yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku ; 2) Pemberhentian pegawai dengan tidak hormat dilakukan melalui proses yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku ; 3) Pemberhentian pegawai atas permintaan sendiri didasarkan pada kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan. 4) Segera melakukan penarikan kembali seluruh fasilitas negara yang dikuasai oleh pegawai yang diberhentikan/ pensiun. F. Metode Penyajian Penyajian buku ini diawali dengan terlebih dahulu menguraikan kasus penyimpangan, kemudian diikuti dengan cara-cara penanggulangan yang perlu dilakukan, yang meliputi upaya preventif untuk mencegah terjadinya kasus tersebut dan upaya detektif untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kasus dimaksud. Upaya penindakan secara represif, disajikan secara umum untuk semua kasus penyimpangan secara keseluruhan di Bab III. Kasus penyimpangan di bidang pengelolaan kepegawaian dikelompokan sebagai berikut : 1. Pengadaan Pegawai Pada proses pengadaan pegawai meliputi tahapan penentuan formasi /Perencanaan, Pengumuman, Pelamaran, Penyaringan, dan Pengangkatan Pegawai. 2. Pembinaan Pegawai Pembinaan pegawai dikelompokkan pada tahap Penempatan pegawai, Penggajian, Kepangkatan, Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, Mutasi/Promosi dan Penegakan Disiplin/ketaatan hukum. 3. Pemberhentian/Pensiun Pemberhentian dan pensiun dapat diberikan kepada pegawai yang memenuhi

12 syarat. Pegawai dapat pula diberhentikan dengan tidak hormat atau dengan hormat. Penyajian kasus penyimpangan dan upaya pencegahan dan penanggulangan dalam buku ini dikelompokkan berdasarkan tahap pengadaan, pembinaan dan pemberhentian/ pensiun pegawai. Pada masing-masing tahap tersebut dikelompokan lagi dalam tahapan yang lebih rinci agar lebih memudahkan penggunaannya.

13 BAB II UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN KEPEGAWAIAN Penyimpangan dalam pengelolaan kepegawaian pada umumnya mencakup penyalahgunaan wewenang, manipulasi terhadap harta perusahaan, suap/pungutan liar dan tindakan indisipliner atau kejahatan lain sejak proses penerimaan sampai pemberhentian pegawai. Kasus-kasus penyimpangan yang disajikan pada bab ini mencakup beberapa kasus berdasarkan temuan hasil pemeriksaan yang dilaporkan oleh APFP termasuk SPI. Dengan demikian, kasus-kasus yang disajikan belum mencakup seluruh kasus penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan kepegawaian. Upaya pencegahan (preventif) penyimpangan/korupsi dalam pengelolaan kepegawaian meliputi penyusunan dan peningkatan kualitas sistem pengendalian dan penerapannya, diarahkan sebagai langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Upaya-upaya Preventif yang disajikan belum merupakan sesuatu hal yang mutlak, tetapi hanya merupakan pengendalian minimum yang perlu dilaksanakan secara maksimum. Oleh karena itu, pimpinan instansi perlu mengembangkan sendiri upaya-upaya lain yang dianggap perlu, sesuai dengan kompleksitas titik rawan yang berpotensi penyimpangan yang dihadapi dan kesesuaiannya dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perusahaan. Sistem pengendalian manajemen ini terus menerus ditingkatkan keandalannya berdasarkan umpan balik (feed back) dari hasil upaya detektif dan represif. Upaya detektif merupakan rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan kepegawaian. Upaya detektif ini dimaksudkan untuk memperoleh alat bukti yang relevan, cukup dan kompeten untuk mendukung simpulan hasil pemeriksaan sebagai dasar pengambilan tindak lanjut (upaya represif), dengan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah (presumption of innosence). Upaya detektif dalam petunjuk teknis ini hanya mencakup upaya yang dianggap penting dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi sehingga perlu dikembangkan sesuai kondisi yang dihadapi di lapangan, yang secara rinci dituangkan dalam program pemeriksaan (audit program). Pengembangan upaya preventif dan detektif tersebut sangat perlu dilakukan karena penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada pengelolaan kepegawaian pada umumnya disebabkan adanya kolusi baik antar petugas di dalam instansi/perusahaan, maupun dengan pihak luar yang terkait dengan instansi/perusahaan. Kasus penyimpangan dan Upaya-upaya Preventif dan Detektif dalam pengelolaan Kepegawaian antara lain dapat terjadi sebagai berikut: A. Pengadaan Pegawai Kondisi yang ingin dicapai dalam pengadaan pegawai adalah agar satuan-satuan organisasi dapat mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawab pada masing-masing satuan organisasinya, sehingga menjamin kualitas dan obyektifitas serta terwujudnya pegawai yang profesional. Kondisi tersebut dapat dicapai melalui perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan calon pegawai negeri sipil s/d pengangkatan menjadi pegawai negeri sipil yang obyektif, terbuka dan adil, kasus-kasus penyimpangan yang umumnya terjadi antara lain :

14 1. Perencanaan 1) Menciptakan formasi/jabatan yang seharusnya tidak perlu untuk mendapat imbalan atau untuk menempatkan familinya, sehingga membuka peluang diterimanya pegawai yang tidak tepat dan menambah anggaran belanja pegawai. (1) Melakukan analisis kebutuhan pegawai untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta beban pekerjaan yang ada ; (2) Memperhatikan kebijakan yang ada dalam bidang Kepegawaian ; (3) Dilakukan evaluasi terhadap usulan pengadaan formasi/jabatan oleh pejabat/lembaga pembina Kepegawaian. (1) Meneliti apakah struktur organisasi dan Job Description sudah dibuat dan disahkan oleh pejabat yang berwenang ; (2) Meneliti apakah Job Description sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi ; (3) Melakukan konfirmasi kepada pejabat /pegawai tentang kegiatan yang dilaksanakan dan waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaiannya ; (4) Membandingkan kegiatan yang dilakukan oleh pegawai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi dan waktu yang dibutuhkan dengan waktu yang tersedia sesuai jam kerja. 2) Tetap mempertahankan unit kerja/jabatan lama dalam rangka reorganisasi untuk mendapatkan imbalan uang, sehingga menimbulkan pula duplikasi tugas dan menambah beban anggaran belanja pegawai. (1) Melakukan perubahan/penyesuaian struktur organisasi sesuai dengan perubahan/kebutuhan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi ; (2) Dilakukan evaluasi beban kerja pekerjaan oleh pejabat/lembaga pembina Kepegawaian. (1) Melakukan konfirmasi kepada pejabat berwenang tentang belum dilakukannya perubahan struktur organisasi ; (2) Melakukan penelitian apakah perubahan tugas pokok dan fungsi telah diikuti dengan perubahan struktur organisasi. 3) Persyaratan penerimaan pegawai disusun dengan menggunakan kriteria-kriteria yang mengarah pada pihak-pihak tertentu untuk memudahkan proses penerimaan seseorang menjadi pegawai untuk memperoleh imbalan. (1) Melaksanakan/menetapkan ketentuan suatu standarisasi persyaratan umum penerimaan pegawai khususnya yang menyangkut kompetensi/ kemampuan calon pegawai, misalnya standar indeks prestasi minimal yang harus dipenuhi ; (2) Melaksanakan/menetapkan suatu ketentuan yang mengharuskan adanya prosedur analisis jabatan dalam mengajukan permohonan pengadaan/ penerimaan pegawai ; (3) Adanya pemisahan fungsi antara bagian yang membutuhkan pegawai, dengan bagian pengadaan pegawai.

15 (1) Melakukan penelitian atas kesesuaian persyaratan yang ditetapkan dengan ketentuan yang berlaku ; (2) Melakukan penilaian apakah persyaratan yang disusun sesuai dengan tingkat kompetensi pegawai yang dibutuhkan ; (3) Melakukan penelitian adanya kriteria/standard persyaratan yang diturunkan, untuk memungkinkan seseorang/keluarga pejabat/kroni setempat, diterima menjadi calon pegawai. 2. Pengumuman Pengumuman pendaftaran dilakukan secara tertutup atau dalam waktu yang sangat singkat sehingga informasi hanya diketahui oleh orang-orang tertentu dengan maksud menerima pegawai dari keluarga pejabat/kroni untuk mendapatkan imbalan. (1) Adanya ketentuan yang mengharuskan penyampaian informasi penerimaan pegawai melalui minimal dua media massa dan papan pengumuman di lingkungan kantor secara terbuka ; (2) Menentukan pemberitahuan penerimaan pegawai diumumkan dalam waktu yang cukup agar masyarakat mengetahui informasi tersebut ; (3) Menyediakan waktu yang cukup antara pengumuman di media massa dengan penutupan pendaftaran. (1) Melakukan pengujian apakah pengumuman penerimaan pegawai dilakukan melalui media massa ; (2) Melakukan pengujian apakah pengumuman pada media massa dimaksud dapat menjaring penyampaian informasi secara luas kepada calon peserta yang diharapkan ; (3) Melakukan penelitian apakah jangka waktu pengumuman di media massa sampai dengan penutupan pendaftaran cukup memadai. 3. Pelamaran 1) Panitia penyaringan meluluskan calon pegawai yang tidak memenuhi persyaratan (menggunakan ijazah palsu) untuk memperoleh imbalan. (1) Menetapkan persyaratan pendaftaran yang jelas dan rinci serta diinformasikan secara terbuka ; (2) Pemisahan petugas yang melaksanakan fungsi penerimaan berkas dengan petugas yang melakukan penyaringan administratif ; (3) Mewajibkan setiap pelamar untuk melegalisir setiap dokumen fotocopy dan menunjukan dokumen aslinya ; (4) Penetapan kebijakan untuk menyertakan surat pernyataan yang memberikan jaminan keaslian dokumen/legalisasi. (1) Melakukan penelitian apakah terdapat mekanisme standar yang harus dilakukan dalam kegiatan penyaringan administratif serta telah dilaksanakan dengan benar ; (2) Melakukan uji keabsahan (cross check) dokumen Kepegawaian kepada instansi terkait guna memastikan keabsahan dokumen ;

16 (3) Melakukan konfirmasi kepada pegawai yang bersangkutan dan petugas yang meluluskannya dalam penyaringan administratif perihal imbalan yang diberikan. 2) Pejabat/ petugas masih menerima berkas pendaftaran yang telah melewati batas waktu penyampaian atau di luar prosedur dengan menerima imbalan. (1) Panitia/petugas yang ditunjuk membuat buku agenda penerimaan berkas pendaftaran secara tertib ; (2) Melaksanakan/menetapkan kebijakan untuk melakukan pengawasan khususnya menyangkut ketaatan terhadap tenggang waktu yang telah ditetapkan ; (3) Membuat berita acara serah terima berkas secara keseluruhan dari petugas penerima berkas kepada petugas penyeleksi administratif setelah penutupan akhir pendaftaran. (1) Meneliti buku agenda penerimaan buku pendaftaran, membandingkan dengan tanggal-tanggal penyelesaian berkas yang tertera dalam berkas pendaftaran ; (2) Membandingkan jumlah peserta yang mengikuti ujian dengan jumlah yang tertera dalam berita acara serah terima pendaftaran ; (3) Melakukan wawancara kepada petugas yang menerima berkas berkaitan dengan adanya penerimaan berkas setelah tanggal penutupan. 4. Penyaringan 1) Petugas penerimaan pegawai membocorkan soal-soal dan atau jawaban ujian yang akan diselenggarakan untuk mendapatkan imbalan. Upaya-Upaya Preventif (1) Penetapan sistem prosedur penyusunan soal ujian dengan memperhatikan aspek pengamanan naskah ujian ; (2) Penetapan sistem penyusunan soal secara acak (random) dan atau menggunakan lebih dari satu model soal yang disajikan kepada peserta ; (3) Penetapan sistem prosedur penyimpanan penggandaan dan pendistribusian naskah ujian yang memadai guna mencegah akses pemanfaatan naskah oleh pihak selain yang ditugaskan. Upaya-Upaya Detektif (1) Melakukan penelitian apakah terdapat naskah ujian yang hilang; (2) Melakukan penelitian apakah terdapat penggandaan naskah ujian yang melebihi kebutuhan. (3) Melakukan penelitian terhadap hasil-hasil ujian yang menonjol; (4) Melakukan wawancara kepada petugas yang bertanggungjawab terhadap penyusunan, penggandaan, penyimpanan dan pendistribusian naskah ujian; (5) Melakukan wawancara kepada petugas yang bertanggungjawab atas penilaian hasil ujian; (6) Melakukan wawancara kepada peserta ujian yang memperoleh hasil penilaian menonjol.

17 2) Petugas penilai melakukan penukaran/ penggantian atau pengubahan lembar jawaban guna memudahkan proses kelulusan peserta tertentu untuk memperoleh imbalan. (1) Penetapan pemisahan fungsi penyiapan bahan ujian, penyusunan pedoman pemeriksaan dan penilaian, penyelenggaraan ujian dan pemeriksa dan penentuan hasil ujian ; (2) Menetapkan sistem penyaringan dilakukan secara bertahap dan hasil ujian dilakukan pengamanan yang cukup ; (3) Penerapan sistem penomoran awal (prenumbered) pada lembar soal dan jawaban guna memudahkan pengendalian distribusi soal dan jawaban ujian. (1) Melakukan penelitian apakah penetapan kelulusan peserta ujian berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan ; (2) Melakukan pengujian secara acak keabsahan dasar penetapan kelulusan dengan dokumen lainnya (bentuk tulisan dan tandatangan pada daftar hadir) pada peserta yang dinyatakan lulus; (3) Melakukan penelitian apakah penomoran tercetak pada lembar jawaban yang diserahkan sesuai dengan nomor lembar jawaban yang menjadi dasar penilaian ; (4) Melakukan pengujian terhadap jumlah/nama-nama peserta yang mengikuti ujian penyaringan pada tahap berikutnya tetapi tidak lulus pada tahap sebelumnya. 3) Terdapat oknum dari instansi yang menyelenggarakan penerimaan pegawai bertindak sebagai calo untuk menjamin kelulusan calon pegawai dengan memperoleh imbalan. (1) Melaksanakan/menetapkan persyaratan agar proses pengajuan permohonan lamaran dilakukan langsung oleh calon peserta yang bersangkutan ; (2) Pemantauan langsung dan tidak langsung oleh pejabat yang ditunjuk untuk mengamati kemungkinan adanya pegawai yang atau orang lain yang bertindak sebagai calo ; (3) Menetapkan kebijakan pengenaan sanksi yang tegas kepada pihak yang bertindak sebagai calo dalam penerimaan pegawai. (1) Melakukan penelitian apakah terdapat calon peserta yang mendapat perlakuan istimewa ; (2) Melakukan penelitian apakah terdapat calon peserta lulus tanpa mengikuti ujian atau persyaratan yang tidak lengkap ; (3) Melakukan penelitian apakah terdapat naskah ujian yang hilang dan peserta yang lulus dengan nilai yang sangat menonjol ; (4) Melakukan penelitian terhadap peserta ujian, apakah terdapat jocki dalam pelaksanaan ujian ; (5) Mengkaji kembali hasil ujian peserta yang memiliki nilai yang sangat menonjol untuk mendeteksi kemungkinan adanya kejanggalan dalam lembar jawaban ; (6) Melakukan konfirmasi secara sampling dengan peserta yang tidak lulus untuk mendeteksi adanya indikasi pelaksanaan ujian yang tidak wajar

18 5. Pengangkatan Pegawai 1) Proses penerbitan surat keputusan pengangkatan pegawai dipengaruhi oleh adanya insentif/ imbalan jasa kepada petugas. (1) Penerapan sistem monitoring kepangkatan yang memadai untuk menghindari keterlambatan penetapan pengangkatan pegawai ; (2) Penetapan kebijakan prosedur dan jangka waktu penyelesaian tugas penerbitan surat keputusan yang diinformasikan ke instansi-instansi terkait ; (3) Penyediaan sarana pengaduan masalah Kepegawaian. (1) Melakukan penelitian atas tenggang waktu penyelesaian proses pengajuan usulan pengangkatan pegawai dengan memperhatikan jatuh tempo pengangkatan yang seharusnya ; (2) Teliti pegawai yang seharusnya sudah diangkat tetapi belum diterbitkan surat pengangkatannya ; (3) Melakukan wawancara kepada pegawai berkaitan dengan proses pengangkatan pegawai ; (4) Melakukan konfirmasi kepada instansi yang berwenang melakukan pengangkatan pegawai berkaitan dengan keterlambatan pemrosesan penerbitan surat keputusan pengangkatan pegawai. 2) Dokter/tim penguji kesehatan calon pegawai memberikan hasil pengujian kesehatan yang tidak benar (tidak memenuhi persyaratan) untuk mendapat imbalan. (1) Menunjuk dokter/tim penguji kesehatan yang berdedikasi serta obyektifitas tinggi dan dipercaya ; (2) Melaksanakan/menetapkan prosedur pengujian kesehatan bagi calon pegawai ; (3) Penyampaian hasil pengujian kesehatan disampaikan langsung kepada pejabat yang berwenang ( bukan kepada calon pegawai yang bersangkutan) (1) Melakukan penelitian terhadap pegawai yang sering tidak masuk kantor dengan alasan sakit ; (2) Melakukan penelitian apakah penyakit yang diderita pegawai tersebut telah diderita sebelum pengangkatan ; (3) Melakukan konfirmasi kepada dokter/tim penguji kesehatan yang mengeluarkan surat keterangan kesehatan. B. Pembinaan Kondisi yang ingin dicapai dalam pembinaan pegawai adalah terciptanya obyektivitas dan keadilan dalam pembinaan pegawai dan diterapkannya nilai-nilai impersonal, keterbukaan dan penetapan persyaratan yang terukur, sehingga dapat menimbulkan kegairahan bekerja dan rasa tanggungjawab yang besar dari seluruh pegawai/pejabat. Kondisi tersebut dapat tercapai melalui penempatan, penggajian, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan (Diklat), penilaian pelaksanaan pekerjaan, mutasi dan promosi, dan penegakan disiplin yang obyektif, terbuka dan adil, kasus-kasus penyimpangan yang umumnya terjadi antara lain :

19 1. Penempatan 1) Terdapat pungutan liar dalam rangka penempatan calon pegawai ke unit/ bagian/ instansi daerah tertentu. (1) Membuat aturan yang jelas mengenai prosedur penempatan pegawai baru dan analisisi kebutuhan (spesifikasi) pegawai untuk setiap daerah dan atau unit kerja ; (2) Mempertegas larangan adanya pungutan liar dalam bentuk apapun dalam setiap proses penempatan pegawai dan pengenaan sanksi secara tegas. (1) Melakukan penelitian apakah terdapat aturan yang jelas tentang prosedur penempatan pegawai baru dan analisis kebutuhan (spesifikasi) pegawai untuk setiap daerah dan atau unit kerja ; (2) Melakukan penelitian apakah aturan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ; (3) Melakukan konfirmasi kepada pegawai baru apakah terdapat pungutan dalam proses penempatan ; (4) Melakukan wawancara kepada petugas penempatan perihal adanya pungutan liar ; (5) Melakukan penelitian lebih lanjut atas hasil pungutan yang tidak sesuai ketentuan. 2) Penyuapan atau ada surat sakti daripejabat tertentu yang dilakukan oleh pegawai baru kepada pejabat yang berwenang memutuskan penempatan, agar yang bersangkutan ditempatkan ke instansi / unit kerja yang diinginkan. (1) Membuat aturan dan sanksi yang jelas mengenai larangan untuk menerima suap dalam bentuk apapun ; (2) Membuat aturan prosedur penerbitan surat keputusan penempatan pegawai yang didasarkan pada hasil analisis / spesifikasi kebutuhan pegawai ; (3) Menyediakan dan mensosialisasikan sarana pengaduan tentang adanya praktek penyuapan sehubungan dengan penempatan pegawai ; (4) Membuat aturan yang jelas mengenai perpindahan pegawai; (5) Agar dihindarkan adanya surat sakti/kata belece sehubungan penempatan pegawai. (1) Membandingkan antara hasil analisis / spesifikasi kebutuhan pegawai dengan surat keputusan penempatan yang dikeluarkan; (2) Melakukan konfirmasi kepada pejabat yang berwenang tentang penyimpangan yang terjadi penerbitan surat keputusan dengan analisis kebutuhan yang telah ditetapkan ; (3) Melakukan wawancara/ konfirmasi kepada pegawai yang memenuhi dan tidak memenuhi kriteria penempatan pada daerah/ unit kerja tertentu; (4) Pelaksanaan tindak lanjut atas surat pengaduan yang diterima berkaitan dengan masalah penempatan pegawai. 2. Penggajian 1) Rekayasa data pendukung dengan cara memberikan informasi yang tidak benar (palsu) yang dapat mempengaruhi besarnya gaji yang diterimanya.

20 (1) Membuat aturan yang jelas tentang kewajiban menunjukkan dokumen asli pada saat pengajuan perubahan gaji ; (2) Melaksanakan perubahan jumlah gaji berdasarkan data pendukung yang sudah diuji kebenarannya ; (3) Pemisahan fungsi pembuat daftar gaji dengan pejabat yang berwenang mengesahkan perubahan daftar gaji ; (4) Bendaharawan gaji menerima tembusan SK/dokumen gaji sebagai bahan perubahan daftar gaji pegawai yang bersangkutan. (1) Melakukan konfirmasi kepada instansi terkait yang mengeluarkan data/dokumen yang menjadi dasar perubahan jumlah gaji ; (2) Melakukan penelitian kesesuaian antara data pendukung daftar gaji dengan kartu keluarga ; (3) Melakukan penelitian untuk mengetahui adanya informasi yang disembunyikan/tidak dilaporkan yang dapat mempengaruhi besarnya gaji/penghasilan pegawai. 2) Pemotongan gaji/rapel gaji oleh Bendaharawan / Juru bayar gaji yang bertujuan untuk kepentingan pribadi. (1) Membuat aturan yang jelas tentang larangan melakukan pemotongan gaji serta sanksi yang jelas dan tegas ; (2) Membuat kotak pengaduan tentang adanya pemotongan gaji ; (3) Mengenakan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran sebagai efek jera kemungkinan timbulnya pelanggaran serupa. (1) Melakukan pengamatan pada saat pembayaran di loket / tempat pembayaran gaji dilaksanakan mengenai ada tidaknya pemotongan yang dilakukan juru bayar gaji ; (2) Melakukan konfirmasi kepada juru bayar gaji dan Departemen / Lembaga terkait dalam penyediaan dana ; (3) Melakukan konfirmasi kepada pegawai terhadap indikasi pemotongan gaji atau sumbangan sukarela ; (4) Melaksanakan tindak lanjut atas informasi / pengaduan yang diterima melalui kotak pengaduan. 3) Tidak memproses penyesuaian gaji pegawai yang seharusnya berhak atas kenaikan gaji dengan harapan memperoleh imbalan (1) Membuat aturan yang jelas mengenai tenggang waktu penyesuaian daftar gaji serta sanksi yang jelas dan tegas atas penyimpangan yang mungkin terjadi ; (2) Menyediakan kotak pengaduan bagi pegawai yang penyesuaian gajinya terlambat diproses ; (3) Membuat daftar pegawai sebagai alat monitoring pegawai yang akan naik pangkat. (1) Melakukan pengujian atas tenggang waktu pemrosesan penyesuaian gaji sejak dokumen diterima sampai dengan penyesuaian gaji ;

21 (2) Melakukan konfirmasi kepada pegawai yang penyesuaian gajinya terlambat dan kepada petugas yang bertanggung jawab atas proses penyesuaian yang dimaksud ; (3) Melakukan penanganan yang memadai atas setiap pengaduan yang diterima melalui kotak pengaduan ; (4) Meneliti daftar pegawai yang sudah saatnya disesuaikan/dinaikkan gajinya tetapi belum mendapat surat keputusan penyesuaian/ kenaikan gajinya. 3. Kepangkatan 1) Melakukan pungutan liar terhadap pegawai yang akan naik pangkat agar dapat segera diproses kenaikan pangkatnya dengan alasan pemupukan dana untuk pembiayaan yang tidak tersedia anggarannya. (1) Membuat peraturan yang melarang adanya pungutan liar dalam proses pengurusan kenaikan pangkat dengan alasan apapun ; (2) Mengenakan sanksi yang tegas atas pelanggaran larangan adanya pungutan liar ; (3) Menyediakan dan mensosialisasikan sarana pengaduan dalam proses kenaikan pangkat ; (4) Membuat batasan/ tenggang waktu yang harus dipatuhi berkaitan dengan proses kenaikan pangkat ; (5) Memiliki sistem pencatatan pegawai yang akan naik pangkat dan diinformasikan ke masing-masing unit kerja secara periodik. (1) Meneliti daftar pegawai yang sudah saatnya naik pangkat/ golongan tetapi belum mendapat surat keputusan kenaikan pangkat/ golongannya ; (2) Melakukan penelitian apakah terdapat ketentuan disiplin pegawai antara lain memuat mengenai larangan melakukan pungutan dan diberlakukan secara tegas ; (3) Menindaklanjuti pengaduan atas terjadinya pungutan liar melalui konfirmasi terhadap pegawai terkait maupun pungutan pegawai lainnya ; (4) Melakukan konfirmasi kepada pegawai atas indikasi adanya pungutan terhadap proses pengurusan kenaikan pangkat. 2) Melakukan penyuapan kepada pejabat terkait untuk mendapatkan kenaikan pangkat lebih cepat dari seharusnya serta dapat diproses dengan segera. (1) Memiliki sistem pencatatan rencana kenaikan pangkat pegawai periode berikutnya yang diperbarui (Up Date) secara berkala dan berkesinambungan ; (2) Menetapkan pegawai pegawai yang akan segera naik pangkat sesuai jadwal waktunya berdasarkan sistem pencatatan yang telah dilakukan ; (3) Menolak pegawai yang diusulkan naik pangkat bila tidak tertera dalam daftar yang akan naik pangkat dalam periode berikutnya kecuali karena adanya kenaikan jabatan ; (4) Membuat aturan pengenaan sanksi yang jelas, pasti dan keras bagi penyuap serta penerima suap. (1) Melakukan penelitian apakah terdapat pencatatan arsip Kepegawaian perihal antara lain nama pegawai, lama waktu dalam kepangkatan akhir, rencana kenaikan pangkat periode berikutnya ;

22 (2) Melakukan penelitian apakah usulan / penetapan pegawai yang akan naik pangkat telah sesuai dengan catatan rencana kenaikan pangkat pegawai periode berikutnya ; (3) Melakukan konfirmasi kepada pegawai yang baru naik pangkat apakah telah memberikan imbalan kepada pegawai yang memproses kenaikan pangkat tersebut dan kepada pegawai yang seharusnya naik pangkat tetapi tidak diusulkan / diproses kenaikan pangkatnya pernah dimintakan imbalan agar proses kenaikan pangkat dilakukan segera. 4. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) 1) Melakukan penyuapan agar dapat diikutsertakan sebagai peserta diklat penjenjangan karir dan atau diklat ke Luar Negeri walaupun tidak memenuhi syarat. (1) Membuat aturan yang jelas dan pasti mengenai persyaratan pegawai yang dapat mengikuti diklat penjenjangan karir dan atau diklat ke Luar Negeri ; (2) Menyusun catatan administrasi pegawai yang meliputi antara lain catatan memenuhi persyaratan mengikuti diklat penjenjangan karir dan atau diklat ke Luar Negeri ; (3) Membuat daftar usulan pegawai yang akan mengikuti diklat dengan informasi yang mencakup antara lain persyaratan persyaratan yang telah dipenuhi pegawai dimaksud ; (4) Menetapkan pegawai yang akan mengikuti diklat bila termasuk dalam daftar usulan yang ditetapkan, kecuali adanya kenaikan jabatan lebih dahulu. (1) Melakukan penelitian apakah pegawai yang ditetapkan mengikuti diklat sesuai dengan daftar usulan serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan; (2) Melakukan penelitian kemungkinan adanya sebab sebab lain terjadinya penyimpangan ; (3) Melakukan konfirmasi kepada pegawai yang berhak untuk diikutkan dalam diklat atas indikasi pemberian imbalan dan atau pernah dimintakan imbalan bila ingin mengikuti diklat dimaksud. 2) Melakukan penyuapan kepada penyelenggara diklat agar mendapatkan kelulusan dan atau mendapatkan nilai terbaik dalam diklat penjenjangan karir. (1) Menyusun ketentuan yang jelas mengenai kriteria penilaian meliputi jenis ujian, pembobotan serta unsur penilaian lain dan disosialisasikan pada peserta diklat ; (2) Menyusun prosedur yang jelas agar penilaian hasil diklat dilakukan melalui pengendalian yang baik dengan adanya pemisahan fungsi antara pembuat soal, pemberi nilai serta yang melakukan kontrol atas pemberian nilai tersebut ; (3) Mengenakan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran atas prosedur dan pengamanan yang telah ditetapkan serta terhadap usaha usaha penyuapan. (1) Melakukan penelitian apakah prosedur pengendalian dalam pembuatan soal, pengamanan soal, pengamanan hasil jawaban pemberian nilai serta

23 penelitian kembali apakah pemberian nilai telah dilaksanakan sesuai ketentuan ; (2) Melakukan penelitian secara acak (sampling) terhadap pemberian nilai yang tinggi dan nilai terendah telah dilakukan sebagaimana hasil jawaban asli peserta diklat ; (3) Melakukan konfirmasi terhadap pegawai yang mengikuti diklat apakah terdapat pemberian imbalan kepada penyelenggara atau adanya penawaran penawaran untuk kelulusan, mendapat nilai terbaik dengan cara memberikan imbalan. 3) Pungutan liar secara langsung atau melalui penjualan souvenir kepada peserta diklat dengan alasan untuk membiayai kegiatan kegiatan yang tidak tersedia anggarannya. (1) Membuat rencana kegiatan diklat dan anggaran biaya serta sumber pembiayaannya ; (2) Membuat aturan yang melarang adanya pungutan liar kepada peserta diklat dengan alasan apapun disertai adanya sanksi yang jelas ; (3) Menyediakan sarana pengaduan atas keluhan penyelenggaraan diklat. (1) Melakukan penelitian bahwa kegiatan yang direncanakan untuk diklat telah disediakan anggarannya ; (2) Melakukan penelitian apakah terdapat ketentuan yang pasti dan jelas mengenai adanya tindakan pungutan liar. (3) Meneliti adanya pengaduan atas pungutan liar melalui konfirmasi kepada peserta diklat ; (4) Melakukan penelitian lebih lanjut atas adanya pemupukan dana taktis dari hasil pelaksanaan diklat. 5. Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan 1) Penghilangan data catatan pelanggaran disiplin pegawai yang akan dipromosikan untuk mendapatkan imbalan. (1) Membuat back-up data catatan pelanggaran disiplin pegawai ; (2) Menerapkan pemisahan fungsi pegawai yang menyimpan data utama dan yang menyimpan data back-up ; (3) Membuat daftar pegawai yang pernah melakukan pelanggaran disiplin pegawai berdasarkan kategori pelanggarannya ; (4) Pejabat yang menandatangani Surat Keputusan Promosi sebelumnya harus melakukan penilaian pernah / tidaknya pegawai tersebut melakukan pelanggaran disiplin pegawai dengan melihat daftar catatan pelanggaran disiplin pegawai serta data pendukungnya, dengan cara minta klarifikasi dari instansi asal atau instansi yang mencatat kondite yang bersangkutan ; (5) Melaporkan secara berkala ( bulanan) kepada pimpinan lembaga/instansi atau unit kerja/pejabat yang ditunjuk tentang catatan pelanggaran disiplin pegawai. (1) Melakukan penelitian apakah terdapat daftar pelanggaran disiplin pegawai;

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1198, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pengaduan Masyarakayt. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI

Lebih terperinci

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1189, 2014 LPSK. Dugaan Pelanggaran. System Whistleblowing. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG WHISTLEBLOWING SYSTEM ATAS DUGAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday

2017, No Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 tentang Kementerian Penday BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.404, 2017 KEMENPAN-RB. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.248, 2016 BPKP. Pengaduan. Penanganan. Mekanisme. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISME

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.584, 2015 OMBUDSMAN. Whistleblowing System. Pelanggaran. Penanganan. Pelaporan. Sistem. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN II: Draft VIII Tgl.17-02-2005 Tgl.25-1-2005 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb No.1572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Piagam Pengawasan Intern. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN SISTEM PENANGANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia Arsip Nasional Republik Indonesia LEMBAR PERSETUJUAN setujui. Substansi Prosedur Tetap tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat telah saya Disetujui di Jakarta pada tanggal Februari 2011 SEKRETARIS UTAMA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PERSONIL UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pedoman. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. No.16, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.263, 2015 LIPI. Pegawai. Kode Etik. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N No.87,2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengaduan Publik. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PUBLIK DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1105, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Good Public Governance. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1382, 2016 PERPUSNAS. Pengaduan Masyarakat. Penanganan. Pedoman. PERATURAN KEPALA PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.233, 2015 BSN. Pengaduan Masyarakat. Penanganan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR Menimbang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA.

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) 201168 PANDEGLANG 42212 PIAGAM AUDIT INTERN 1. Audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; - v a Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PARIWISATA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 504 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP

Lebih terperinci

8. Peraturan.../2 ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/APRIL

8. Peraturan.../2 ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/APRIL PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.861, 2017 KEMEN-KP. Kode Etik PPNS Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK AUDITOR DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT DAN WHISTLEBLOWING DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.576, 2015 BKPM. Benturan Kepentingan. Pengendalian. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 125/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 125/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 125/DJ-PSDKP/2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTUR

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR:.. TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 51 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT - 1 - GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI

ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI INSPEKTORAT JENDERAL ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI INTEGRITAS, PROFESIONAL, SEJAHTERA Budaya Kerja Pola

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 07PRT/M/2017 TENTANG KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI KEMENTERIAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2006-2010 Sambutan Ketua BPK Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara No.1352, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAKAMLA. Kode Etik Pegawai. PERATURAN KEPALA BADAN KEAMANAN LAUT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN KEAMANAN LAUT DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG PA Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1123, 2014 KEMEN KP. Pengawasan. Intern. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PERMEN-KP/2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1507, 2017 KEMENKUMHAM. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG KODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.763, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Pokok-Pokok. Pengawasan. BNN. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung pelaksanaan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran No.809, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BMKG. Whistleblowing. Sistem. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN DAN PENANGANAN PELANGGARAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pengawasan Melekat terhadap Kedisiplinan PNS di Dinas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pengawasan Melekat terhadap Kedisiplinan PNS di Dinas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pengawasan Melekat terhadap Kedisiplinan PNS di Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung Penyelenggaraan pemerintahan lebih ditunjukkan dalam meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYAMPAIAN LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DAN LAPORAN HARTA KEKAYAAN APARATUR

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) NO. 1. Judul Undang-undang tentang Pokok- Pokok kepegawaian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH.

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH. KATA PENGANTAR Penyusunan Renstra (Rencana Strategis) Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Tahun 200 204, dimaksudkan guna mencapai tujuan dan sasaran strategis dalam rangka pencapaian visi dan pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No profesi harus berlandaskan pada prinsip yang salah satunya merupakan kode etik dan kode perilaku; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

2017, No profesi harus berlandaskan pada prinsip yang salah satunya merupakan kode etik dan kode perilaku; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se No.547, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 07/PRT/M/2017 TENTANG KODE ETIK DAN KODE

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN WAY KANAN

Lebih terperinci

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD DAN PERBANKAN

REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD DAN PERBANKAN REPUBLIK INDONESIA UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI PADA PENGELOLAAN BUMN/BUMD DAN PERBANKAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN TIM PENGKAJIAN SPKN 2002 SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PELAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1041, 2014 KEMENKOPOLHUKAM. Kode Etik. Auditor. Aparat Pengawas Intern Pemerintah. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci