ANALISIS DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) PADA PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA PULO BRAYAN TAHUN 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) PADA PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA PULO BRAYAN TAHUN 2012"

Transkripsi

1 ANALISIS DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) PADA PENDERITA TB PARU RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA PULO BRAYAN TAHUN 2012 (The Analyze Diet High Calories High Protein (HCHP) on the Patiens Lung Tuberculosis Sufferer in Hospital Martha Friska Pulo Brayan Year 2012) Hermi Nainggolan 1, Evawany Y Aritonang 2, Mhd Arifin Siregar 2 1 Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat 2 Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ABSTRACT Diet given to patient lung tuberculosis is diet high calories high protein (HCHP). Diet high calories high protein given after diagnosis patient upheld. Diet high calories high protein was that contain energy and protein above the needs of the normal. Component nutrition of the major diet is energy, proteins, fat and carbohydrates. Component nutrition diet is very important to buttress healing process on the patient lung tuberculosis. The purpose of this study is food in the form diet High Calories High Protein (HCHP) patients treated in the Lung Tuberculosis Hospital Martha Friska Pulo Brayan. This research design is descriptive research account with design cross sectional of dietary by the department of nutrition Hospital Martha Friska Pulo Brayan. There was a 15 sample diet by the criteria High Calories High Protein I (HCHP I) diet. The research results showed that avaibility of nutritive substance, diet the content of energy, protein, fat and carbohydrates are not meet the standards on diet high colories high protein (HCHP). It is caused by the absence of standards, the portion standards recipes and standards of tool used. Energy requirement of 39%- 67%, protein requirement of 39%-68%, fat requirement of 51%-80% and carbohydrate requirement of 25%-71% of standards. Keywords: Lung Tuberculosis, diet High Calories High Protein (HCHP) PENDAHULUAN Tuberculosis masih merupakan penyakit yang sangat luas didapatkan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, baik pada anak maupun pada orang dewasa yang juga dapat menjadi sumber infeksi. Menurut WHO dan UNICEF di daerah Jogyakarta 0,6% penduduk menderita tuberkulosis dengan basil tuberculosis positif dalam dahaknya, dengan perbedaan prevalensi di kota dan di desa masing-masing 0,5-0,8% dan 0,3-0,4% (Alsagaff, 2002). Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan tahun 2008 jumlah penderita TB Paru di Indonesia oarang/tahun atau 500 orang/hari dan angka kematian karena penyakit TB Paru orang/tahun atau 240 orang/hari. Dari data yang diperoleh penderita TB Paru di Sumatra Utara merupakan urutan ke tujuh di Indonesia dimana pada tahun 2010 tercatat 73,8% atau sebesar orang (Depkes, 2012). Adapun data penderita TB Paru enam bulan terakhir yang diperoleh pada saat dilakukan survei awal di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan yaitu dari bulan Februari sampai Juli adalah sebagai berikut bulan Februari (14 orang), Maret (14 orang), April (11 orang), Mei (18 orang), Juni (11 orang), Juli (13 orang). Penyakit TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan merupakan 10 besar penyakit secara morbilitas di dinas kesehatan (Dyspepsia, Gastro Enteritis, DM, DHF, Hipertensi, Appendisitis, TB Paru, ISK, PJK, Stroke). Penyakit TB Paru terdapat pada urutan ke tujuh. Penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit yang ditemukan pada laki-laki dewasa, perempuan dan anak-anak, dimana penderita yang lebih banyak adalah pada lakilaki dewasa dengan riwayat perokok kuat dan

2 batuk yang lama. Gambaran dari penderita TB Paru adalah badan kurus, batuk malam hari, sesak nafas, nyeri dada, sering keringat dingin, nafsu makan menurun, berat badan menurun, pada kasus yang sudah kronis mengalami demam yang terus menerus. Terapi gizi menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan, tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak kekurangan ataupun melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi metabolisme (Departemen Kesehatan RI, 2005). Harus disadari bahwa gizi mempunyai peran yang tidak kecil terhadap tingkat kesembuhan dan lama perawatan pasien di rumah sakit yang akan berdampak pada biaya perawatan (Usman, 2008). Penentuan diet TKTP I dilakukan setelah hasil pemeriksaan klinis positif TB Paru, diet awal yang diberikan adalah diet biasa sama seperti pada penderita pasien lainnya. Dari survei awal pada diet TKTP di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan diet yang diberikan pada penderita TB Paru hanya diekstrakan satu butir telur dan tempe (potongan kecil) dalam satu hari dan mendapat makanan selingan dua kali dalam satu hari. Pagi hari yaitu jam WIB dan sore hari yaitu jam WIB yang diperuntukkan pada pasien yang dirawat di kelas I dan kelas II, sedangkan pada pasien yang dirawat di kelas III hanya penambahan satu butir telur saja. Pentingnya perhatian terhadap makanan yang diperuntukkan bagi penderita penyakit infeksi khususnya penderita TB Paru, ini memberikan konsekuensi perlunya dilakukan analisis terhadap diet bagi pasien penderita TB Paru meliputi ketersediaan zat gizi energi, protein, lemak dan karbohidrat yang diberikan oleh pihak rumah sakit. Praktek pemberian diet TKTP pada pasien TB Paru dinilai belum memuaskan dimana berdasarkan survei awal belum dilakukan penimbangan makanan, belum ada standar porsi ditetapkan oleh rumah sakit untuk semua bahan makanan dalam setiap diet. Sehingga ketersedian zat gizi makro seperti energi, protein, lemak dan karbohidrat masih kurang atau tidak sesuai dengan diet TKTP I atau diet TKTP II yang seharusnya diperuntukkan bagi pasien penderita TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dan diet TKTP yang disediakan hanya diet TKTP I. Hal ini menjadi latar belakang peneliti untuk melakukan analisis terhadap pemberian diet TKTP pada penderita TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulau Brayan. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk melihat gambaran kandungan gizi pada diet tinggi kalori tinggi protein I (TKTP I) yang diberikan kepada pasien penderita TB Paru oleh pihak instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan. Desain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian yang mengamati objek (observasi) langsung dan dilakukan analisis diet tinggi kalori tinggi protein I (TKTP I). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Desember Tahun Objek dalam penelitian ini adalah porsi makanan dalam bentuk diet tinggi kalori tinggi protein I (TKTP I) yang disajikan oleh petugas instalasi gizi untuk pasien penderita TB Paru yang dirawat inap di ruangan kelas I,II dan III. Penelitian ini dilakukan 1 kali dalam seminggu. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun diet TKTP I yang diobservasi dari 15 orang pasien penderita TB Paru di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dalam 1 bulan adalah 4 orang pasien di kelas I, 5 orang pasien di kelas II dan 6 orang pasien di kelas III. Jumlah pasien penderita TB Paru 1 bulan penelitian sebanyak 15 orang. penderita TB Paru diatas terdapat 2 orang perempuan dan 13 orang laki-laki dengan perbandingan 13% perempuan dan 87% lakilaki. Hasil observasi diet TKTP I sesuai bila kandungan zat gizi 90%-110%, tidak sesuai bila kandungan zat gizi dibawah 90% dan diatas 110%. Rata-rata kandungan zat gizi dalam diet TKTP pada penderita TB Paru setiap kelas rawat inap Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 1.

3 Tabel 1. Rata-Rata Zat Gizi Dalam Diet TKTP Pada Penderita TB Paru Setiap Kelas Rawat Inap Di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan Energi Protein Lemak (gr) Karbohi (kkal) (gr) drat (gr) Diet Ket Diet Ket Diet Ket Diet Ket RS RS RS RS Kls I 1753,8 TS 52,7 TS 80,7 TS 230,6 TS Kls II 2304 TS 59,1 TS 123,8 TS 245 TS Kls III 1149,4 TS 47,6 TS 47 TS 111,6 TS Keterangan : TS = Tidak Sesuai Dari tabel 1 menunjukkan rata-rata kandungan zat gizi dalam setiap diet pasien TB Paru di kelas rawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan semua tidak ada yang sesuai dengan standar, dimana sebagian besar berada dibawah standar dan lemak pada kelas I dan II berada diatas standar yaitu 80,7 gram dan 123,8 gram. ketersediaan energi dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas I Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi Ketersediaan Energi Dalam Diet TKTP I Pada TB Paru Di Ruangan Kelas I Berdasarkan Energi I 1742,5 Kkal 67% II 2374,3 Kkal 91,% III 1455,5 Kkal 56 % IV 1443 Kkal 56 % Dari Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kandungan zat gizi energi yang sesuai dengan standar terdapat pada diet pasien II yaitu 91% dari standar diet TKTP I, sedangkan 3 diet dari 3 pasien lainnya tidak mengandung energi yaitu dibawah 90% dari 2600 kkal energi. Rata-rata kandungan zat energi dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru diruangan kelas I adalah 1753,8 kkal atau 67% dari standar 2600 kkal energi. energi dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas II Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Ketersediaan Energi Dalam Diet TKTP I Pada TB Paru Di Ruangan Kelas II Berdasarkan Energi I 2524,1 Kkal 97% II 2538 Kkal 98% III 2457,9 Kkal 95% IV 2447,2 Kkal 94% V 1553,9 Kkal 59% Dari Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari 5 diet TKTP, dijumpai 4 diet pasien dengan kandungan zat gizi energi sesuai yaitu 94%-98% dari standar. Sedangkan 1 diet pasien lainnya kandungan energi tidak mencukupi yaitu 59%, dari standar energi diet TKTP I. Rata-rata kandungan energi dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru diruangan kelas II adalah 2304 kkal atau 89% dari standar diet TKTP I. energi dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas III Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Distribusi Ketersediaan Energi Dalam Diet TKTP Pada TB Paru Ruangan Kelas III Berdasarkan Energi I 1092,I Kkal 42% II 1021,5 Kkal 39% III 1074,1 Kkal 41% IV 1220,7 Kkal 47% V 1117,8 Kkal 43% VI 1370,4 Kkal 53% Dari Tabel 4 di atas menunjukkan semua diet mengandung energi yang tidak sesuai dengan standar diet TKTP I, rata-rata mengandung energi 1149,4 kkal atau 44% dari standar diet TKTP I. Berdasarkan hasil penelitian kandungan energi dalam diet TKTP I untuk ruangan kelas I dapat dilihat bahwa dari empat diet yang diobservasi, terdapat 1 diet yang mengandung energi (91%) sesuai dengan standar diet TKTP I yaitu pada diet pasien II, sedangkan 3 diet lainnya tidak mengandung energi sesuai dengan standar diet TKTP I. Rata-rata kandungan energi pada diet pasien TB Paru yang dirawat diruangan kelas I adalah 1753,8 gram atau 67% dari standar 2600 kkal energi.

4 Pada diet di ruangan kelas II dari 5 dieit yang diobservasi terdapat 1 diet dengan kandungan energi yang sesuai dengan standar diet TKTP I dijumpai pada diet 1 sampai dengan IV, sedangkan 1 diet lainnya kandungan energi berada dibawah standar yaitu 1553,9 gram. Rata-rata kandungan energi dalam diet TKTP pada pasien TB Paru diruangan kelas II Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan adalah 2304 gram atau 89% dari standar diet TKTP I. Berbeda halnya dengan diet yang diberikan untuk pasien di ruangan kelas III diet TKTP I tidak ada yang sesuai dengan standar diet TKTP I, semua berada sangat jauh dibawah standar diet TKTP I. Rata-rata kandungan zat energi dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru adalah 1149,4 gram atau 44% dari standar diet TKTP I. Mustamin (2010) asupan energi pada diet TKTP untuk pasien kusta rata-rata sebesar 2.205,12 kkal per hari. protein dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas I Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi Ketersediaan Protein Dalam Diet TKTP Pada TB Paru Di Ruangan Kelas I Berdasarkan Protein I 52,3 gram 52% II 57,5 gram 58% III 48,4 gram 48% IV 52,9 gram 53% Dari Tabel 5 menunjukkan semua mengandung protein yang tidak sesuai dengan standar, rata-rata 52,7 gram atau 53% dari standar diet TKTP I. protein dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas II Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Distribusi Ketersediaan Protein Dalam Diet TKTP I Pada TB Paru Di Ruangan Kelas II Berdasarkan Protein I 67,7 gram 68% II 56,5 gram 57% III 61,1 gram 61 % IV 60,1 gram 60% V 50,4 gram 50% Standar DietTKTP I Dari Tabel 6 dapat menunjukkan dari 5 diet mengandung protein yang tidak sesuai dengan standar, rata-rata kandunngan protein diruangan kelas II yaitu 59,1 gram protein atau 59% dari standar diet TKTP I. protein dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas III Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi Ketersediaan Protein Dalam Diet TKTP Pada TB Paru Di Ruangan Kelas III Berdasarkan Protein I 63,4 gram 63% II 52,5 gram 53% III 42,1 gram 42% IV 39,6 gram 40% V 38,8 gram 39% VI 49,1 gram 49% Dari Tabel 7 diatas dapat menunjukkan dari 6 diet mengandung protein yang tidak sesuai dengan standar. Rata-rata kandungan protein dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru diruangan kelas III Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan yaitu 47,6 gram atau 48% dari standar diet TKTP I. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 4 diet TKTP I pada pasien TB Paru diruangan kelas I, 5 diet di kelas II dan 6 diet di kelas III dijumpai bahwa kandungan zat protein tidak ada yang sesuai dengan standar, dimana rata-rata kandungan protein dalam diet TKTP I diruangan kelas I adalah 52,7 gram, di kelas II 59,1 gram dan dikelas III 47,6 gram dari standar diet TKTP I. Budi (2009) asupan protein radi 3 orang pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP rata-rata sebesar 89,40% dari angka kecukupan protein. lemak dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas I Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Distribusi Ketersediaan Lemak Dalam Diet TKTP Pada TB Paru Di Ruangan Kelas I Berdasarkan Lemak I 72,7 gram 101% II 131,1 gram 182% III 65,2 gram 91% IV 53,8 gram 75% Standar Diat TKTP I

5 Dari Tabel 8 diatas dapat menunjukkan ada 2 diet yang mengandungan zat lemak sesuai dengan standar diet TKTP I yaitu diet pasien I dan III (101% dan 91%) dari 72 gram lemak. Sedangkan diet lainnya mengandung lemak tidak sesuai dengan standar diet TKTP I yaitu 1 diet mengandung lemak lebih yaitu 182% dan 1 diet mengandung lemak kurang yaitu 75%. Rata-rata kandungan zat lemak dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru adalah 80,7 gram atau 112% dari standar diet TKTP I. ketersediaan lemak dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas II Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Distribusi Ketersediaan Lemak Dalam Diet TKTP I Pada TB Paru Di Ruangan Kelas II Berdasarkan Lemak I 143,6 gram 199% II 137,1 gram 190% III 132,5 gram 184% IV 148,4 gram 206% V 57,3 gram 80% Dari Tabel 9 diatas menunjukkan semua diet mengandung lemak tidak sesuai, 4 diet pasien mengandung zat lemak lebih dan 1 diet mengandung zat lemak kurang dari standar. Rata-rata kandungan zat lemak dalam diet pasien diruangan kelas II adalah 123,8 gram atau 172% dari standar diet pasien. lemak dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas III Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Distribusi Ketersediaan Lemak Dalam Diet TKTP I Pada TB Paru Di Ruangan Kelas III Berdasarkan Lemak I 54,5 gram 76% II 46,1 gram 64% III 31 gram 51% IV 37,8 gram 52,5% V 36,8 gram 51% VI 75,8 gram 105% Dari Tabel 10 diatas menunjukkan 1 diet yang mengandung lemak sesuai dengan standar diet pasien yaitu diet pada pasien VI yang mengandung lemak 105% dari 72 gram lemak, sedangkan 5 diet pasien lainnya mengandung zat lemak kurang dari standar. Rata-rata kandungan zat lemak dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru diruangan kelas III RS Martha Friska Pulo Brayan adalah 47 gram lemak atau 65% dari standar diet pasien. Dari hasil penelitian menunjukkan dari 4 diet yang diobservasi di kelas I, dijumpai diet I dengan kandungan lemak sesuai dengan standar diet TKTP yaitu (72,5 gram) dan 3 diet lainnya dijumpai kandungan zat lemak tidak sesuai dengan standar yaitu 2 diet yaitu diet pasien III dan IV dengan kandungan zat lemak <64,8 dan 1 diet yaitu diet pasien II dengan kandungan zat lemak >79,2 gram. Rata-rata kandungan zat lemak dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru diruangan kelas I adalah 80,7 gram atau 112% dari standar diet TKTP I. Observasi 5 diet di kelas II dengan kandungan zat lemak tidak ada yang sesuai dengan standar diet TKTP yaitu 4 diet yaitu diet pasien I sampai dengan IV dijumpai kandungan zat lemak diatas standar (>79,2 gram), 1 diet yaitu diet pasien V kandungan zat lemaknya di bawah standar (42,2 gram) yaitu < 90% dari 72 gram lemak. Rata-rata kandungan zat lemak dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru diruangan kelas II adalah 123,8 gram atau 172% dari standar diet TKTP I. Perbedaan ketersediaan lemak disebabkan oleh tidak ada pedoman diet dan standar porsi yang digunakan oleh petugas instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan. Sedangkan 6 diet yang diobservasi di kelas III, 1 diet dengan kandungan zat lemak sesuai dengan standar yaitu diet pasien VI yaitu 76,6 gram. 5 diet lainnya dijumpai kandungan zat lemak <66,8 gram yaitu kurang dari standar diet TKTP I. Perbedaan ketersediaan lemak disebabkan oleh tidak ada pedoman diet dan standar porsi yang digunakan oleh petugas instalasi gizi Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan. Rata-rata kandungan zat lemak dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru diruangan kelas III adalah 47 gram atau 65%. Mustamin (2010), bahwa asupan lemak pada pasien penderita kusta sebesar 55,54 gram dari angka kecukupan diet TKTP. Lemak selain berfungsi untuk menghasilkan energi, juga berfungsi sebagai alat transportasi zat gizi lain dan merupakan bagian dari sel tubuh.

6 ketersediaan karbohidrat dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas I Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Distribusi Ketersediaan Karbohidrat Dalam Diet TKTP I Pada TB Paru Di Ruangan Kelas I Berdasarkan Standar Diet TKTP I Karbohidrat I 276 gram 71% II 264,1 gram 68% III 206,7 gram 53% IV 175,6 gram 45% Dari Tabel 11 diatas menunjukkan semua mengandung karbohidrat yang tidak sesuai, yaitu rata-rata 230,6 gram atau 59% dari standar diet pasien. ketersediaan karbohidrat dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas II Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12. Distribusi Ketersediaan Karbohidrat Dalam Diet TKTP I Pada TB Paru Di Ruangan Kelas II Berdasarkan Standar Diet TKTP I Karbohidrat I 257,7 gram 66% II 261,3 gram 67% III 252 gram 65% IV 240,8 gram 62% V 213,2 gram 55% Dari Tabel 12 menunjukkan 5 diet mengandung karbohidrat yang tidak sesuai, dengan rata-rata 245 gram atau 63% dari standar diet pasien. ketersediaan karbohidrat dalam diet TKTP I pada penderita TB Paru di ruang kelas III Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. TKTP I Karbohidrat Distribusi Ketersediaan Karbohidrat Dalam Diet TKTP I Pada TB Paru Di Ruangan Kelas III Berdasarkan Standar Diet Standar Diet TKTP I I 108,7 gram 28% II 121,7 gram 31% III 94,7 gram 26% IV 97,4 gram 26% V 96,4 gram 25% VI 117,2 gram 36,8% Dari Tabel 13 diatas menunjukkan 6 diet yang disajikan di ruang kelas III mengandung zat gizi karbohidrat yang tidak sesuai, dengan rata-rata kandungan karbohidrat dalam diet pasien 111,6 gram atau 29% dari standar TKTP I. Berdasarkan hasil penelitian kandungan zat karbohidrat dari empat diet yang diobservasi diruangan kelas I dengan rata-rata 230,6 gram atau 59% dari standar, 5 diet yang diobservasi diruangan kelas II dengan rata-ratakandungan zat karbohidrat 245 gram atau 63% dari standar dan 6 diet yang diobservasi diruangan kelas III dengan rata-rata kandungan zat karbohidrat 111,6 gram atau 29% dari standar diet TKTP I, dimana kandungan zat karbohidrat dari semua diet kurang dari standar yaitu <351 gram dari 390 gram karbohidrat. Kurangnya kandungan karbohidrat ini disebabkan kurangnya penyediaan jenis makanan yang mengandung zat karbohidrat tinggi dalam setiap jenis dan porsi makanan yang diberikan. Keadaan tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit. Seiring terjadi, kondisi pasien semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan gizinya, guna perbaikan organ tubuh. Fungsi organ yang terganggu akan lebih terganggu lagi dengan adanya penyakit kekurangan gizi dan memerlukan terapi gizi (Depkes RI, 2005). Asupan makanan dari Rumah Sakit merupakan salah satu faktor pendukung perubahan status gizi yang terjadi pada pasien rawat inap di Rumah Sakit, dimana semakin baik asupan gizi dari makanan Rumah Sakit maka semakin baik perubahan status gizinya (Retnani, 2007), Sebaliknya dengan pemberian makanan dengan jumlah yang tidak sesuai dengan kebutuhan dapat memperlambat penyembuhan serta biaya pengobatan akan

7 meningkat, bahkan akibatnya akan lebih fatal terhadap pasien (Ferry, 2006). KESIMPULAN 1. energi dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru di ruangan kelas I sebesar 56%-67%, diruangan kelas II sebesar 59% dan di ruangan kelas III sebesar 39%-53%. 2. protein dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru di ruangan kelas I sebesar 48%-58%, di ruangan kelas II sebesar 50%-68% dan di ruangan kelas III sebesar 39%-63% semua berada dalam kategori dibawah standar. 3. lemak dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru di ruangan kelas I sebesar 75% dibawah standar dan 182% diatas standar, di ruangan kelas II sebesar 80% dibawah standar dan 184%-206% diatas standar, di ruangan kelas III sebesar 51%- 76% dibawah standar. 4. karbohidrat dalam diet TKTP I pada pasien TB Paru di ruangan kelas I sebesar 45%-71%, di ruangan kelas II sebesar 55%-67% dan di ruangan kelas III sebesar 25%-36,8% semua berada dalam kategori dibawah standar. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita Penuntun Diet Edisi Baru Instalasi Gizi Perjan Rs Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Alsagaff, Mukty Dasar-Dasar ILmu Penyakit Paru. Penerbit Air Langga University Press, Surabaya. Ardan Diet Pada TB Paru. /diet-pada-tbcparu.html. Diakses pada tanggal 16 Oktober Budi Handayani, Vynna Gambaran Asupan Zat Gizi Makro dan Status Gizi Pada Penderita Tuberkulosis Paru Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Karya Tulis IlmiahL: Program Studi Diploma III Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Univesitas Muhammadiyah Surakarta. Departemen Kesehatan Repudlik Indonesia Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Jakarta diakses pada tanggal 14 juni Ferry Tanggung Jawab Rumah Sakit Menyangkut Pemberian Diet Terhadap Rawat Inap Menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Suatu Penelitian Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh). Skripsi Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah kuala Darussalam-Banda Aceh. John E. Stark dkk, Manual Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Bina rupa Aksara, Jakarta. Mayasari Sianturi, Veronika Skripsi. Analisis Diet Pada Pascabedah Sectio caesarea di RSUD Sidikalang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Mustamin, dkk. Asupan Diet TKTP Dan Status Gizi Kusta Di RS. DR. Tadjuddin Chalid Makassar Media Pangan Gizi Volume IX Edisi I. Profil Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan Retnani, Anandi Hubungan Asupan Makanan Dari Rumah Sakit Dengan Perubahan Status Gizi Pada Demam Tifoid Di Rumah Sakit. Undergraduate thesis, Program Studi Ilmu Gizi universitas Diponegoro.

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap pasien yang berobat ke rumah sakit memiliki status gizi berbeda-beda, ada yang sangat kurus, kurus, normal hingga pasien yang berbadan gemuk. Pada umumnya,

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN

PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN Diza Fathamira Hamzah Staff Pengajar Program Studi Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya metode sectio caesarea, bukan hanya ibu yang akan menjadi aman

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya metode sectio caesarea, bukan hanya ibu yang akan menjadi aman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sectio caesarea akhir-akhir ini banyak diminati karena dianggap lebih praktis dan tidak menyakitkan, sehingga tidak heran jika tindakan bedah ini menjadi tindakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3 INTISARI GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DENGAN DIAGNOSIS TB PARU DENGAN ATAU TANPA GEJALA HEMAPTO DI RSUD ULIN BANJARMASIN PADA TAHUN 2013 Ari Aulia Rahman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berbagai macam jenis penyakit yang diderita oleh pasien yang dirawat di rumah sakit membutuhkan makanan dengan diet khusus. Diet khusus adalah pengaturan makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci

Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perdarahan

Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perdarahan Maida Pardosi Analisis FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Perdarahan EFEKTIVITAS PENGOBATAN STRATEGI DOTS DAN PEMBERIAN TELUR TERHADAP PENYEMBUHAN DAN PENINGKATAN STATUS GIZI PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN

Lebih terperinci

GAMBARAN PENATALAKSANAAN DIET HIV/AIDS DAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI.

GAMBARAN PENATALAKSANAAN DIET HIV/AIDS DAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI. GAMBARAN PENATALAKSANAAN DIET HIV/AIDS DAN STATUS GIZI PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2014 SKRIPSI Oleh : BERTHA RISTANI NABABAN NIM. 101000069 FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengetahuan diet dan perilaku membaca informasi nilai gizi makanan kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS Nadimin 1, Sri Dara Ayu 1, Sadariah 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan, Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek terus berkembang meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara epidemiologi, pada tahun 2030 diperkirakan prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

PERILAKU PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK STADIUM V DALAM MEMPERTAHANKAN KADAR NORMAL BUN DAN KREATININ. Abstrak

PERILAKU PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK STADIUM V DALAM MEMPERTAHANKAN KADAR NORMAL BUN DAN KREATININ. Abstrak PERILAKU PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK STADIUM V DALAM MEMPERTAHANKAN KADAR NORMAL BUN DAN KREATININ 1).Laras Setio Anggraini, 2). Anita Istiningtyas 3). Meri Oktariani Program Studi S-1 Keperawatan Stikes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian

Lebih terperinci

Artikel Ilmu Kesehatan, 8(1); Januari 2016

Artikel Ilmu Kesehatan, 8(1); Januari 2016 ASUPAN ZAT GIZI, PELAKSANAAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT), SERTA PERUBAHAN BERAT BADAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KECAMATAN MAKASSAR JAKARTA TIMUR TAHUN 2014. (STUDI KASUS) Anastasya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan berfungsi kuratif dan rehabilitatif yang menyelaraskan tindakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan berfungsi kuratif dan rehabilitatif yang menyelaraskan tindakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sebuah institusi penyelenggara pelayanan kesehatan berfungsi kuratif dan rehabilitatif yang menyelaraskan tindakan dengan perkembangan penyakit.

Lebih terperinci

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh Pengaruh Konsultasi Gizi Terhadap Asupan Karbohidrat dan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Effect of Nutrition

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh banyak orang khususnya masyarakat Medan. Hipertensi merupakan akibat dari pola hidup yang salah dan beban

Lebih terperinci

Agreement Analysis of Energy and Protein Contents during Medical Nutrition Therapy at Sanglah Hospital Denpasar

Agreement Analysis of Energy and Protein Contents during Medical Nutrition Therapy at Sanglah Hospital Denpasar Laporan hasil penelitian Analisis Kesesuaian Kandungan Energi dan Protein pada Terapi Gizi Medik di RSUP Sanglah Denpasar P. Ayu Laksmini 1,2, N.M. Sri Nopiyani 2,3, I.W.Weta 2,4 1 Puskesmas I Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Primer 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang biasa menyerang paru tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ

Lebih terperinci

Kata Kunci : Variasi Makanan, Cara Penyajian Makanan, Ketepatan Waktu Penyajian Makanan, Kepuasan Pasien

Kata Kunci : Variasi Makanan, Cara Penyajian Makanan, Ketepatan Waktu Penyajian Makanan, Kepuasan Pasien FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN PADA PENYELENGGARAAN MAKANAN DI BLU IRINA C. RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO R. B Purba*, Grace Kandou*, Alfa C. Laode*

Lebih terperinci

ABSTRACT. Objective: To find out association between timelines in food distribution and food intake of patients on rice diet at Atambua Hospital.

ABSTRACT. Objective: To find out association between timelines in food distribution and food intake of patients on rice diet at Atambua Hospital. 1 KETEPATAN JAM DISTRIBUSI DAN ASUPAN MAKAN PADA PASIEN DENGAN DIET NASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ATAMBUA TIMELINESS IN FOOD DISTRIBUTION AND FOOD INTAKE OF PATIENTS ON RICE DIET AT ATAMBUA HOSPITAL

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella thypi. Demam Thypoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang

Lebih terperinci

Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia

Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia Perbedaan Tingkat Kecukupan Karbohidrat dan Status Gizi (BB/TB) dengan Kejadian Bronkopneumonia Pada Balita Usia 1-5 Tahun di Puskesmas Marim Hartati Ginting 1, Ali Rosidi 2, Yuliana Noor S.U 3 1, 2, 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kesehatan dipengaruhi oleh pola hidup, pola makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan meningkatnya

Lebih terperinci

: asupan energi, protein, tingkat depresi dan status gizi, pasien, Prop Kalbar

: asupan energi, protein, tingkat depresi dan status gizi, pasien, Prop Kalbar HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI, ASUPAN PROTEIN DAN TINGKAT DEPRESI DENGAN STATUS GIZI PASIEN GANGGUAN JIWA (Studi di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Kalimantan Barat) Sri Mariati 1, Marlenywati 2, Indah Budiastutik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup, peningkatan konsumsi kalori, lemak dan garam, peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN MUTU HIDANGAN DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN MAKRONUTRIEN PADA REMAJA DI BPSAA PAGADEN SUBANG Correlation Of Satisfaction Level Of Food Quality With Energy And Macronutrient

Lebih terperinci

ASUPAN GIZI MAKRO, PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS PERTUMBUHAN ANAK USIA 6-7 TAHUN DI KAWASAN PEMBUANGAN AKHIR MAKASSAR

ASUPAN GIZI MAKRO, PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS PERTUMBUHAN ANAK USIA 6-7 TAHUN DI KAWASAN PEMBUANGAN AKHIR MAKASSAR Artikel Penelitian ASUPAN GIZI MAKRO, PENYAKIT INFEKSI DAN STATUS PERTUMBUHAN ANAK USIA 6-7 TAHUN DI KAWASAN PEMBUANGAN AKHIR MAKASSAR MACRO NUTRITIONAL INTAKE, INFECTIOUS DISEASE AND THE GROWTH STATUS

Lebih terperinci

STATUS GIZI PASIEN RAWAT INAP YANG MENDAPAT DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) DI RSU SWADANA DAERAH TARUTUNG TAHUN 2012 SKRIPSI.

STATUS GIZI PASIEN RAWAT INAP YANG MENDAPAT DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) DI RSU SWADANA DAERAH TARUTUNG TAHUN 2012 SKRIPSI. STATUS GIZI PASIEN RAWAT INAP YANG MENDAPAT DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN (TKTP) DI RSU SWADANA DAERAH TARUTUNG TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh : RIAMA L.I. RAJAGUKGUK NIM. 081000113 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberculosis Paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker serviks semakin hari menjadi salah satu penyakit yang semakin meresahkan manusia. Kanker diperkirakan menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam abdomen yang mengalami

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. seseorang saat ini. Menurut Depkes untuk memudahkan penyelenggaraan terapi diet

BAB V PEMBAHASAN. seseorang saat ini. Menurut Depkes untuk memudahkan penyelenggaraan terapi diet BAB V PEMBAHASAN A. Perubahan Berat Badan Pasien Berat badan dalam adalah salah satu parameter yang memberikan status gizi seseorang saat ini. Menurut Depkes untuk memudahkan penyelenggaraan terapi diet

Lebih terperinci

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi

Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi (Body Mass Index And Hemoglobin Level Related To Wound Healing Of Patients Undergoing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit infeksi menular kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering terjadi di daerah padat penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis dapat menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH

DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.banyak hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.banyak hal yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal terpenting yang diinginkan oleh semua orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma adalah penyakit paru kronik yang sering terjadi di dunia. Data mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir (Mchpee

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pelayanan gizi Rumah Sakit sebagai salah satu dari pelayanan penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan kesehatan paripurna Rumah Sakit

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Penilaian Mata Kuliah Nursing Practice 6.2 di STIK Immanuel Bandung Tahun Akademik 2014

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gejala, yang akan berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak),

BAB I PENDAHULUAN. gejala, yang akan berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala, yang akan berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU dr. SLAMET GARUT PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2011 Novina

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT DI PUSKESMAS CURUG TANGERANG Pengantar : Dengan hormat, nama saya Ade Atik, mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010) Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 21) Mulyadi * ** ** ABSTRACT Keyword: PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan kaitannya dengan kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit akibat infeksi dan sisi yang lain banyak ditemukan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diet Pasca-Bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok masa yang dianggap kritis sekaligus masa keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila ditinjau dari kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3 INTISARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DAN PNEUMONIA SERTA TB PARU STUDI DESKRIPTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Lisa Ariani 1 ; Erna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh invasi organisme mikroskopik yang disebut patogen. Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus, atau parasit

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN DIETETIKA BG 300

SATUAN ACARA PERKULIAHAN DIETETIKA BG 300 DIETETIKA BG 300 Disusun Oleh: Rita Patriasih,S.Pd., M.S.i. NIP : 197008111998022002 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

Lebih terperinci

Pengaruh pelatihan asuhan gizi dalam meningkatkan kinerja ahli gizi ruang rawat inap di RSUD DR. Soetomo Surabaya

Pengaruh pelatihan asuhan gizi dalam meningkatkan kinerja ahli gizi ruang rawat inap di RSUD DR. Soetomo Surabaya JURNAL GIZI KLINIK INDONESIA Vol., No. 2, November 06: 86-9 Pengaruh pelatihan asuhan gizi dalam meningkatkan kinerja ahli gizi ruang rawat inap di RSUD DR. Soetomo Surabaya Indrawati Nurlela, Tjahjono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan gizi di Rumah Sakit (RS) dilakukan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh pasien. Kegiatan pelayanan gizi di RS tersebut dibagi

Lebih terperinci

asuhan gizi, penyelenggaraan makanan, kegiatan penelitian dan pengembangan gizi (Depkes, 2006). Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap

asuhan gizi, penyelenggaraan makanan, kegiatan penelitian dan pengembangan gizi (Depkes, 2006). Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan hak setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi rumah sakit dalam upaya penyembuhan pasien adalah kejadian kurang gizi. Prevalensi kurang gizi di rumah sakit masih cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan yang dihadapi di bidang jasa kesehatan selalu berkembang, seperti meningkatnya jumlah penderita penyakit degeneratif termasuk didalamnya penyakit kanker.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai siklus menu 10 hari

BAB V PEMBAHASAN. Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai siklus menu 10 hari 43 BAB V PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Data Dari hasil penelitian, pada tabel 4.1 diketahui bahwa menu yang ada di Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai siklus menu 10 hari ditambah menu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang belum dapat diselesaikan sampai saat ini, salah satu penyakit menular tersebut adalah Tuberkulosis. Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan gizi ruang rawat inap adalah rangkaian kegiatan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan gizi ruang rawat inap adalah rangkaian kegiatan mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan gizi ruang rawat inap adalah rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data sampai evaluasi penyelenggaraan makanan, yang dilakukan dengan tujuan untuk menyediakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang TBC merupakan penyakit yang sangat membahayakan, karena di dalam paru-paru kita terdapat kuman mycrobacterium tuberculosis, yang apabila di biarkan, kuman tersebut akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun orang yang menginginkan dirinya mengalami sakit, apalagi ketika orang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN 2003 Zulhaida Lubis Posted: 7 November 2003 STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN Oleh :Zulhaida Lubis A561030051/GMK e-mail: zulhaida@.telkom.net Pendahuluan Status gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien. Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU

LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien. Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU LatihanPenemuanKasusTB dan MenentukanKlasifikasiSerta TipePasien Kuliah EPPIT 13 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Kasus 1 IbuMariam, berumur37 tahun, datangkers H Adam Malik dengan keluhan batuk-batuk.

Lebih terperinci

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Erlina Burhan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Apakah Penyakit Tuberkulosis atau TB itu? Penyakit menular Kuman penyebab: Mycobacterium tuberculosis Bukan penyakit keturunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang optimal (Sarwono, 2002). Sejak awal pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang optimal (Sarwono, 2002). Sejak awal pembangunan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 )

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 ) METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu yang tidak berkelanjutan. Penelitian

Lebih terperinci

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal HUBUNGAN PENYAJIAN MAKANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ANUNTALOKO PARIGI KABUPATEN PARIGI MOUTONG 1) Megawati 1) Bagian Gizi FKM Unismuh Palu ABSTRAK Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari sama dengan 90mmHg untuk diastolik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang sampai saat ini menjadi masalah kesehatan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Kelompok usia yang mengalami penyakit degeneratif juga mengalami pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang ingin dicapai bangsa Indonesia adalah tercapainya bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah mempunyai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan

Lebih terperinci