BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA A. KASUS POSISI DAN PENANGANAN OLEH MEDIATOR. 1. Perselisihan PHK antara CV. Intan Karya Indah dengan pekerjanya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA A. KASUS POSISI DAN PENANGANAN OLEH MEDIATOR. 1. Perselisihan PHK antara CV. Intan Karya Indah dengan pekerjanya"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA A. KASUS POSISI DAN PENANGANAN OLEH MEDIATOR 1. Perselisihan PHK antara CV. Intan Karya Indah dengan pekerjanya I im Jajeri dan Romi Novianto Perselisihan antara CV. Intan Karya Indah yang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang bernama I im Jajeri dan Romi Novianto yang mulai bekerja sejak 1 Maret 2009 dan ditempatkan di kantor SAMSAT UP3D dengan jabatan sebagai Petugas Kebersihan. Pada tanggal 28 April, pekerja dipanggil oleh pengusaha (Sdr. Bambang Sudarso dan Sdri. Dewi Ratih) yang bertempat dikantor SAMSAT UP3D Pati, dan diberitahu kalau pekerja telah melakukan kesalahan, yaitu pekerja selama 2 (dua) bulan bekerja tidak maksimal (belum waktunya istirahat sudah istirahat dan merokok di area bekerja), dan setelah itu pekerja tidak diperbolehkan bekerja kembali. Pendapat Mediator : (a) Bahwa persoalan ini adalah masalah PHK karena kinerja pekerja dianggap tidak memenuhi syarat (tidak maksimal), yaitu sering istirahat sebelum waktunya istirahat dan merokok di tempat bekerja. (b) PHK yang dilakukan penguaha adalah PHK bukan karena kesalahan pekerja atau dianggap pengusaha melakukan efisiensi. 30

2 (c) Bahwa pekerja bersedia untuk di PHK asal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari kasus perselisihan hubungan industrial antara CV. Intan Karya Indah dengan pekerjanya yang bernama I im Jajeri dan Romi Novianto tersebut di atas, menurut pendapat mediator PHK yang dilakukan adalah karena pengusaha melakukan efisiensi, meskipun demikian menurut penulis dari perbuatan yang dilakukan oleh pekerja terdapat indicator tentang kinerja rendah, yaitu melakukan pelanggaran peraturan disiplin, bahwa pekerja sering istirahat sebelum waktu yang ditentukan oleh perusahaan dan merokok saat dalam lingkungan kerja. 2. Perselisihan PHK antara Pengusaha Hotel Graha Wisata dengan Co. Serikat pekerja/serikat buruh dengan nama Pengurus Cabang Federasi Serikat Pekerja Niaga Bank Jasa dan Asuransi (PCNBA). Perselisihan pemutusan hubungan kerja antara pengusaha Hotel Graha Wisata yang beralamat di jalan Raya Pati Kudus Km. 4, Pati, dengan Co. serikat pekerja/serikat buruh dengan nama Pengurus Cabang Federasi Serikat Pekerja Niaga Bank Jasa dan Asuransi (PCNBA), yang mulai bekerja berkisar antara tahun 1997 s/d tahun 2006, mewakili 15 (lima belas) karyawan yang di PHK. Pekerja di PHK oleh pengusaha dengan alasan para pekerja indisipliner dan tidak terus terang menyetorkan uang sewa kamar terhadap perusahaan selama bertahun-tahun, dan pada tanggal 06 Juni 2009 pekerja diberi sosialisasi oleh perusahaan yang disampaikan oleh Ibu Indah Nur Qomari 31

3 tentang perusahaan yang merugi terus menerus selama dua tahun terakhir dan kinerja pekerja yang tidak disiplin dalam bekerja maupun masalah keuangan terhadap perusahaan, dan pada hari itu juga pekerja ditawari untuk diberi tali asih sebesar RP ,- (dua juta rupiah) per karyawan. Pendapat Mediator (a) Bahwa permasalahan ini adalah masalah PHK karena kinerja pekerja indisipliner dan tidak mampu melakukan pekerjaan yang ditanganinya. (b) PHK yang dilakukan penguaha adalah PHK bukan karena kesalahan pekerja atau dianggap pengusaha melakukan efisiensi. (c) Bahwa pekerja bersedia untuk di PHK asal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sama halnya dengan pendapat mediator dari kasus yang pertama, bahwa PHK yang yang dilakukan hanya karena pengusaha ingin melakukan efisiensi. Akan tetapi dari PHK tersebut mengatakan bahwa karena pekerja tidak berterus terang menyetorkan uang sewa kamar terhadap perusahaan selama bertahun-tahun yang mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian. Dari perbuatan pekerja tersebut sudah termasuk dalam kategori kesalahan berat ( UU no 13/2003 Pasal 158 ayat (1) huruf b). Dan penulis berpendapat bahwa kesalahan berat dikategorikan sebagai kinerja rendah karena tidak dapat melaksanakan kwajibannya dengan baik sebagai pekerja dan melakukan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. 32

4 3. Perselisihan PHK antara PT BPR Juwana Artasurya dengan pekerjanya bernama Anjar Novi Kristyowati, A.Md. Perselisihan pemutusan hubungan kerja antara PT BPR JUWANA ARTASURYA dengan pekerja bernama Anjar Novi Kristiyowati, A.Md yang mulai bekerja di PT BPR JUWANA ARTASURYA sejak 25 November 1994 sebagai Staf Accounting, dan jabatan terakhir adalah sebagai Marketing Dana. Pekerja di PHK dengan alasan karena pekerja tidak mampu memenuhi target perusahaan, yaitu bahwa dalam 3 (tiga) bulan terakhir (Juli, Agustus dan September), pekerja tidak dapat memenuhi target yang dibebankan kepada pekerja, yaitu sebesar Rp ,- (duaratus juta rupiah). Sesuai dengan SK DIR No. 3/BPR-JAS/DIR/VI/2009, tanggal 25 Juni 2009 tentang Mutasi Kerja dinyatakan bahwa target sebesar Rp ,- (duaratus juta rupiah) apabila tidak tercapai selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, maka secara otomatis pekerja wajib mengundurkan diri. Berdasarkan hal tersebut pekerja disarankan untuk mengundurkan diri, tetapi pekerja menolak, oleh karena itu sekitar awal Oktober 2009, pengusaha mengeluarkan surat nomor 242/BPR-JAS/X/2009 tanggal 25 September 2009 tentang Mutasi Kerja, yang pada intinya pekerja diberhentikan dengan hormat per tanggal 25 Spetember 2009, 33

5 Pendapat Mediator : (a) Bahwa persoalan ini adalah masalah perselisahan PHK, yaitu PHK karena pekerja tidak mampu memenuhi target perusahaan yang ditetapkan oleh pengusaha (b) Bahwa selama 3 (bulan) berturut-turut yaitu pada bulan Juli, Agustus, September pekerja tidak mampu memenuhi target yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dan oleh karena itu pekerja dinyatakan mengundurkan diri sesuai dengan SK DIR No. 3/BPR-JAS/DIR/VI/2009, tanggal 25 September 2009 tentang Mutasi Kerja. (c) Bahwa pekerja bisa menerima PHK tersebut asal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada kasus perselisihan hubungan industrial di atas disebutkan bahwa PHK yang dilakukan pengusaha terhadap karyawannya dikarenakan karyawan tersebut tidak mampu memenuhi target perusahaan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut yaitu sebesar Rp ,-. Maka dalam hal ini penulis berpendapat bahwa pekerja tersebut telah melakukan wanprestasi, Karena tidak dapat memenuhi apa yang sudah diperjanjikan sebelumnya, dapat dikatakan juga bahwa kinerja dari karyawan tersebut adalah kinerja rendah. Karena seperti yang sudah disebutkan bahwa suatu kinerja harus memiliki unsur prestasi, dan dalam kasus ini karyawan tersebut tidak memiliki prestasi. 34

6 4. Perselisihan hubungan industrial antara PT. Bank Central Asia Tbk cabang Pekalongan dengan Emma Meliyani. Perselisihan hubungan industrial antara PT. Bank Central Asia Tbk cabang Pekalongan dengan Emma Meliyani. Bahwa sejak tanggal 19 Desember 2007 sampai dengan 4 Januari 2008 pekerja telah mangkir tanpa alasan. Pada tanggal 21,24 dan 27 Desember 2007 pihak perusahaan telah memanggil pihak pekerja untuk masuk kerja, namun pekerja tidak memenuhi panggilan pihak perusahaan. Bahwa pada tanggal 7 Januari 2008 pihak perusahaan mengirimkan surat peringatan ketiga kepada pekerja, namun pekerja tidak dating ke perusahaan. Bahwa pada tanggal 15 Januari 2008 pihak perusahaan memutuskan untuk melakukan PHK terhadap pekerja karena pihak perusahaan sudah tiga kali memanggil dan sudah memberikan surat peringatan ketiga namun pekerja tetap tidak datang. Pendapat Mediator Bahwa berdasarkan Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pekerja yang mangkir selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri. Mangkir selama 5 (lima) hari secara berturut-turut dapat dikatakan melakukan tindakan indisipliner, karena secara sengaja tidak menjalankan 35

7 kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan. Perbuatan karyawan tersebut sudah melanggar ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan melanggar perjanjian kerja bersama. Bahwa perbuatan yang indisipliner dan tidak dapat dipertanggung jawabkan dari karyawan tersebut sudah memenuhi unsur kinerja rendah. Berdasarkan keempat kasus tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja rendah sebagai alasan kinerja adalah : a. tidak memenuhi syarat/tidak disiplin karena belum waktunya istirahat sudah istirahat dan merokok di lingkungan bekerja b. tidak disiplin dan tidak menyetorkan uang sewa kamar selama bertahuntahun c. tidak dapat memenuhi apa yang sudah ditargetkan oleh perusahaan d. pekerja melakukan mengkir selama 5 (lima) hari berturut-turut Dari kasus-kasus yang diproses melalui mediator penulis berkesimpulan, bahwa kinerja rendah adalah sikap kerja yang tidak disiplin dan ketidak mampuan dalam memenuhi apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya dan sudah diperjanjikan. 36

8 B. KASUS POSISI DAN PENANGANAN OLEH MAJELIS HAKIM 1. Perselisihan hubungan industrial antara Sawab sebagai penggugat dengan Direksi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian sebagai tergugat. Perselisihan hubungan industrial antara Sawab sebagai penggugat yang bekerja sebagai Kepala Cabang Perum Pegadaian Blora (Jawa Tengah) melawan Direksi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian sebagai tergugat. Bahwa pada tahun 2001 telah terjadi masalah berkaitan dengan operasional di Cabang Blora, dimana sehubungan dengan hal itu tergugat melakukan PHK terhadap penggugat dengan alasan sebagaimana pada dictum menimbang huruf a SK PHK Surat Keputusan No.R.19/SDM /2003 tanggal 4 April 2003 dimana penggugat telah melakukan pelanggaran disiplin yaitu : 1. Dalam kedudukannya selaku Kepala Cabang lalai atau tidak melaksanakan fungsinya karena telah membuat keputusan diluar kewenangan dalam penetapan penaksiran barang jaminan diserahkan kepada bawahan yang bukan sebagai petugas penaksir, tidak memiliki keahlian dibidang penaksir dan belum mempunyai SK fungsional penaksir, sehingga penetapan taksirannya dapat dikualifikasikan taksiran tinggi. 37

9 2. Bahwa penggugat selaku Kepala Cabang lemah dalam pengawasan, kurang mengetahui harga pasar, sehingga dalam pemberian uang pinjaman selalu ditentukan berdasarkan permintaan nasabah. 3. Bahwa memang benar ketika penggugat masih menjabat sebagai Kepala Cabang Blora dalam kedudukannya sebagai Kuasa Pemutus Kredit (KPK) telah teradi masalah yaitu adanya barang jaminan gadai berupa traktor dan mesin diesel yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dan norma-norma yang telah ditetapkan oleh perusahaan berupa pemberian uang jaminan yang melebihi kriteria/batas toleransi dari taksiran wajar, sehingga barang tersebut tidak ditebus oleh nasabah yang mengakibatkan Kerugian Perusahaan Yang Diperhitungkan (KPYD) Pertimbangan Majelis Bahwa kesalahan berat sebagaimana ketentuan Pasal 158 ayat (1) huruf j dan Pasal 158 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003, yaitu melakukan perbuatan di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih dan telah dibuktikan dengan adanya pengakuan penggugat dan laporan kejadian yang dibuat oleh pihak berwenang di perusahaan serta didukung oleh saksi-saksi. Perbuatan yang dilakukan penggugat telah menimbulkan kerugian Negara, karena perusahaan tergugat yaitu Perum 38

10 Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jo No. 103 tahun Dalam pokok permasalahan perselisihan hubungan industrial di atas, penulis beranggapan, bahwa selain kesalahan berat yang dilakukan pekerja dapat dikatakan pula bahwa kinerja dari pekerja tersebut adalah kinerja rendah, karena tidak memiliki standar prestasi dalam melakukan penaksiran barang jaminan, pengawasan, kurangnya pengetahuan tentang harga pasar, serta kurangnya tanggung jawab karena penaksiran barang jaminan diserahkan kepada bawahan yang jelas-jelas bukan keahliannya. 2. Perselisihan hubungan industrial antara Suyatno sebagai penggugat dengan PT. Sinar Pantja Djaja sebagai tergugat Perselisihan hubungan industrial antara Suyatno sebagai penggugat yang bekerja sebagai Buruh PT. Sinar Pantja Djaja melawan PT. Sinar Pantja Djaja sebagai tergugat. Bahwa perselisihan ini berawal pada tanggal 2 April 2008, dimana penggugat melakukan tugas rutinnya sebagai pekerja pada pihak tergugat yaitu dengan angkat junjung benang ke truk, pada pukul WIB, sehabis angkat junjung benang penggugat bersama dengan rekan-rekan kerjanya beristirahat di ruang logistic, dan tidak lama kemudian penggugat bersama rekan-rekan kerjanya tertidur di tempat tersebut, pada saat yang bersamaan pihak tergugat melihat penggugat yang sedang tertidur. Bahwa sehubungan dengan pelanggaran yang dilakukan penggugat maka pada 39

11 tanggal 2 April 2008 tergugat langsung mengeluarkan surat skorsing kepada pnggugat dengan surat bernomor 605/Per/SPD/IV/2008. Bahwa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut diatas telah dilakukan serangkaian perundingan bipartite namun dan dilakukan mediasi, namun tidak mencapai kata sepakat. Bahwa kemudian dalam perkara ini penggugat mengajukan permohonan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini Pertimbangan Majelis 1. Bahwa tidurnya pada saat jam kerja adalah bentuk kecerobohan dan kelalaian dari penggugat sebagai karyawan/pekerja, yamg tentunya sangat merugikan pihak tergugat dan akan menjadi preseden buruk bagi ribuan pekerja lainnya serta keberlangsungan perusahaan 2. Bahwa kerugian yang timbul dari tidurnya penggugat pada saat jam kerja adalah terjadinya kesalahan dan tidak terkontrolnya muatan 3. Bahwa tidurnya penggugat pada waktu jam kerja didasari adanya niatan untuk melakukan tidur. 4. Bahwa penggugat sering melakukan pelanggaran-pelanggaran Kedisiplinan merupakan salah satu unsur dalam suatu kinerja agar tercipta kinerja yang baik dan optimal. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa perbuatan dari pekerja tersebut dapat dikaatakan kinerja rendah. Karena pada dasarnya perbuatan yang dilakukan oleh karyawan merupakan sebuah pelanggaran terhadap kedisiplinan, yaitu dengan sengaja tidur saat 40

12 masih dalam waktu kerja yang mengakibatkan kerugian terhadap perusahaan. 3. Perselisihan hubungan industrial antara PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) sebagai penggugat dengan Suratman sebagai tergugat Perselisihan hubungan industrial antara PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) sebagai penggugat melawan Suratman yang bekerja sebagai Karyawan BRI Banjarnegara sebagai tergugat. Bahwa pada saat tergugat menjabat sebagai AO Komersial terdapat indikasi dimana yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin berupa : Menggunakan sebagian atau seluruh pinjaman Menggunakan setoran pinjaman sebagian atau seluruhnya Melakukan pungutan tidak resmi atau pembebanan biaya kepada nasabah pada saat pengajuan permohonan dan pada saat realisasi Menerima uang atau yang disetarakan dengan itu, hadiah atau pemberian dari pihak ketiga yang berkaitan dengan pekerjaan Pelanggaran disiplin yang dilakukan tergugat tersebut masuk dalam pelanggaran fundamental, yaitu : a. Pelanggaran Fundamental aspek perkreditan/pembiayaan b. Pelanggaran Fundamental aspek jasa bank lainnya 41

13 Berdasarkan dengan bukti-bukti dan pengakuan dari tergugat maka tergugat telah melakukan pelanggaran fundamental kategori berat, karena pelanggaran disiplin yang dilakukan telah memenuhi 3 (tiga) kriteria, yaitu: a. Dilakukan dengan sengaja b. Dilakukan dengan melanggar kewenangan yang dimiliki c. Menimbulkan kerugian financial yang signifikan Pertimbangan Majelis Bahwa dari semua bukti-bukti yang diajukan penggugat yaitu berupa bukti P-1, P-2, P-3, P-8 s/d P-13, P-25 s/d P-35, Majelis berpendapat bahwa tergugat telah memenuhi kriteria telah melakukan pelanggaran disiplin sesuai PKB dan peraturan disiplin PT. BRI. Dalam kasus ini pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan sudah termasuk kategori kesalahan berat, dimana dalam Undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 158 (1a) menyebutkan bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja dengan alasan pekerja tersebut telah melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan. Berdasarkan ketiga kasus tersebut diatas, yang diproses melalui Pengadilan Hubungan Industrial yang dapat dikaitkan dengan kinerja rendah seperti : 42

14 a. lalai atau tidak melaksanakan fungsinya karena telah membuat keputusan diluar kewenangan dalam penetapan penaksiran barang jaminan diserahkan kepada bawahan yang bukan sebagai petugas penaksir b. lemah dalam pengawasan dan kurang mengetahui harga pasar c. adanya barang jaminan gadai yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dan norma-norma yang telah ditetapkan oleh perusahaan berupa pemberian uang jaminan yang melebihi kriteria/batas toleransi dari taksiran wajar d. tidur saat dalam jam/waktu bekerja e. melakukan kesalahan berat seperti ; Menggunakan sebagian atau seluruh pinjaman Menggunakan setoran pinjaman sebagian atau seluruhnya Melakukan pungutan tidak resmi atau pembebanan biaya kepada nasabah pada saat pengajuan permohonan dan pada saat realisasi Menerima uang atau yang disetarakan dengan itu, hadiah atau pemberian dari pihak ketiga yang berkaitan dengan pekerjaan Dari alasan-alasan PHK yang diproses melalui Pengadilan Hubungan Industrial, penulis berkesimpulan bahwa kinerja rendah adalah sikap kerja yang indispliner yang disertai dengan pelangaran-pelanggaran terhadap peraturan perusahaan maupun perundang-undangan, dimana telah melakukan kesalahan berat. 43

15 Adapun dari ke-7 (tujuh) kasus di atas terdapat indikator-indikator yang dapat dikualifikasikan sebagai kinerja rendah, seperti istirahat sebelum waktunya, merokok dalam lingkungan kantor, tidur saat dalam waktu kerja, mangkir, bahkan melakukan kesalahan-kesalahan berat. Kesalahan berat dapat dikualifikasikan sebagai kinerja rendah karena sudah pasti melakukan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan, perjajian kerja dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan atau dapat dikatakan sudah tidak memenuhi kriteria sebagai pekerja yang baik. Jadi, suatu kinerja pekerja akan dinilai bagus/baik apabila kinerja dari seorang pekerja memiliki prestasi, sikap disiplin, kecakapan dan tanggung jawab dalam bekerja. Dari kesimpulan-kesimpulan mengenai kinerja rendah sebagai alasan PHK, baik yang ditinjau melalui mediator maupun majelis hakim, bahwa kinerja rendah itu memiliki unsur perbuatan yang melanggar peraturan, baik peraturan perundangundangan, peraturan perusahaan, maupun dalam perjanjian kerja, dimana perbuatanperbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Karena dalam sebuah perusahaan menuntut agar karyawannya untuk selalu memberikan prestasi yang tinggi, disiplin dan tanggung jawab serta dapat bekerja sama. C. Alasan-Alasan PHK Menurut UU No. 13 Tahun 2003 PHK yang dilakukan oleh perusahaan pasti mempunyai latar belakang atau alasan kenapa karyawan tersebut diberhentikan. Alasan-alasan PHK yang dilakukan bisa dikarenakan : 1. PHK Karena Undang-Undang 44

16 Berdasarkan UU no 13 tahun 2003 terdapat sejumlah alasan-alasan PHK, antara lain : a. Pekerja tidak memenuhi syarat atau kriteria perusahaan ketika masih dalam masa percobaan (Pasal 154 ayat 2), b. Karena terbukti melakukan tindak pidana dalam hubungan kerja berdasarkan putusan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap, c. Karena setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana bukan dalam hubungan kerja (Pasal 160 ayat 4), d. Karena pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena ditahan berdasarkan Pasal 160 ayat (4) sebelum 6 (enam) bulan ternyata terbukti bersalah melakukan tindak pidana (Pasal 160 ayat 5), e. Karena pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama sesudah pekerja diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut (Pasal 161 ayat 1), f. Karena terjadi perubahan status dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja (Pasal 163 ayat 1), g. Karena penggabungan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja (Pasal 163 ayat 1), h. Karena peleburan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja (Pasal 163 ayat1), 45

17 i. Karena perubahan atau pergantian kepemilikan perusahaan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja (Pasal 163 ayat 1), j. Karena perubahan status dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perushaannya (Pasal 163 ayat 2), k. Karena penggabungan dan pengusaha tdak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya (Pasal 163 ayat 2), l. Karena peleburan dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya (Pasal 163 ayat2), m. Karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun yang dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik (Pasal 164 ayat 1 dan 2), n. Karena perusahaan tutup disebabkan perusahaan melakukan efisiensi (Pasal 164 ayat 3), o. Karena perusahaan mengalami pailit (Pasal 165), p. Karena pekerja/buruh memasuki usia pensiun (Pasal 154c) q. Karena pekerja/buruh mangkir kerja selama 5 (lima) hari kerja atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil pegusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis. Pemutusan kerja dilakukan karena dikualifikasikan mengundurkan diri (Pasal 168 ayat 1), r. Karena berakhirnya masa kerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu (Pasal 61 ayat 1). 46

18 2. PHK Karena Keinginan Perusahaan Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberhentikannya seorang karyawan baik secara terhormat maupun dipecat tergantung status kepegawaian yang bersangkutan. 1 Keinginan perusaahan memberhentikan karyawan disebabkan karena hal-hal berikut : a. Karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya. b. Perilaku dan disiplinnya kurang baik. c. Melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan. d. Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain. e. Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan. 3. PHK Karena Keinginan Karyawan Undang-undang no 13 tahun 2003 juga menentukan sejumlah syarat atau kondisi yang dapat dijadikan alasan bagi pekerja untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pengusaha. Dalam Pasal 169 ayat (1) ditentukan pemutusan hubungan kerja dapat terjadi dalam keadaan dimana pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut: a. Melakukan penganiayaan, menghina secara kasar serta mengancam pekerja/buruh, b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, 1 File. Upi. edu 47

19 c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, d. Tidak melakukan atau memenuhi kewajiban yang telah diperjanjikan kepada pekerja/buruh, e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melakukan/melaksanakan pekerjaan diluar yang telah dijanjikan atau disepakati, atau, f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak pernah dicantumkan dalam perjanjian kerja. Adapun alasan-alasan lain yang menyebabkan karyawan mengundurkan diri, antara lain : 2 a. pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua, b. ikut suami (untuk pegawai wanita) c. kesehatan yang kurang baik d. untuk melanjutkan pendidikan, atau e. berwiraswasta 4. PHK Karena Pensiun (Pasal 154 huruf c UU no 13/2003) Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undangundang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan, dan sebagainya. 2 Ibid 48

20 Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan masa kerja tertentu. Misalnya usia 55 tahun dan minimum masa kerja 15 tahun. Keinginan karyawan adalah pensiun atas permintaan sendiri dengan mengajukan surat permohonan setelah mencapai masa kerja tertentu, dan permohonannya dikabulkan oleh perusahaan. 5. PHK Karena Kontrak kerja/perjanjian kerja berakhir (Pasal 61 ayat 1b UU no 13/2003) Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan apabila kontrak kerjanya berakhir. Pemberhentian berdasarkan berakhirnya kontrak kerja tidak menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu. 6. PHK Karena Kesehatan karyawan Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian karyawan. Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan perusahaan ataupun keinginan karyawan itu sendiri. Meskipun dalam pasal 153 UU no 13 tahun 2003 mengatakan pengusaha dilarang melakukan PHK karena pekerja/buruh berhalangan masuk karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulansecara terus-menerus. Akan tetapi dalam pasal 172 mengatakan pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja.. 49

21 7. PHK Karena Meninggal Dunia (Pasal 154d UU no 13/2003) Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan kerjanya dengan perusahaan. Perusahaan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan peraturan yang ada sesuai pasal 166 UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. 8. PHK Karena Perusahaan dilikuidasi Sesuai dalam pasal 164 ayat (1) UU no 13/2003 yang menyebutkan pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus salama 2 (dua) tahun. Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan hukum yang berlaku, sedang karyawan yang dilepas harus mendapat pesangon sesuai dengan ketentuan pemerintah. (pasal 164 UU no 13/2003) 9. PHK Karena Melakukan Kesalahan Berat Dalam UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 158 mengatakan Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alas an pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut : a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan; b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan; 50

22 c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja; d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan; h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja; i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. D. Kinerja Rendah Sebagai Alasan PHK Dari 9 (Sembilan) alasan-alasan PHK menurut UU No. 13 Tahun 2003 seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat beberapa alasan yang bisa dijadikan indikator sebagai kinerja rendah, diantaranya adalah : 1. pekerja mangkir selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis, 51

23 2. tidak memenuhi syarat atau kriteria perusahaan ketika masih dalam masa percobaan, 3. Perilaku dan disiplinnya kurang baik, 4. Melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan, 5. Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain, 6. karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan, dan sebagainya, 7. melakukan kesalahan berat juga dapat dikatakan/dikategorikan sebagai kinerja rendah, seperti melakukan tindakan amoral dilingkungan perusahaan, minum minuman keras, memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan atau dengan ceroboh/sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Adapun menurut pendapat-pendapat para ahli bahwa suatu kinerja haruslah memiliki unsur sebagai berikut : 1. Kualitas 2. Kuantitas 3. Prestasi/kemampuan kerja 4. Kedisiplinan 5. Kreatifitas 6. Kerja sama 7. Kecakapan dalam bekerja 52

24 8. Tanggung jawab Jadi, apabila suatu kinerja tidak memiliki unsur-unsur tersebut di atas, maka dapat dikatakan sebagai kinerja rendah. Dari pendapat-pendapat para ahli dan UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka penulis mempunyai kesimpulan tentang konsep kinerja rendah, yaitu : 1. Konsep Kinerja Rendah Secara Umum Dalam konsep kinerja, dalam bekerja seorang pekerja dituntut haruslah memiliki prestasi, disiplin kerja dan bertanggung jawab, apabila standar tersebut tidak dimiliki oleh seorang pekerja maka dapat dikatakan kinerja pekerja tersebut rendah. Jadi menurut pendapat penulis, berdasarkan definisi yang telah dikemukakan mengenai konsep kinerja, bahwa kinerja rendah secara umum dapat disimpulkan sejauh mana kemampuan pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan tidak memiliki standar kualitas dan kuantitas dalam hal prestasi/kemampuan kerja, disiplin kerja dan tanggung jawab kerja, sehingga dalam pelaksanaan tugas yang diberikan oleh perusahaan untuk pencapaian suatu tujuan organisasi dan pencapaian hasil kerja dari pekerja tidak dapat memberikan kontribusi terhadap perusahaan atau bisa dikatakan tidak maksimal. 2. Konsep Kinerja Rendah Secara Khusus (menurut hukum) Meskipun di dalam peraturan prundang-undangan khususnya yang mengatur mengenai ketenagakerjaan (UU no 13/2003) tidak tercantum hal mengenai 53

25 konsep/pengertian kinerja rendah. Akan tetapi terdapat istilah yang dapat digunakan sebagai rujukan hukum mengenai kinerja rendah, yaitu Kompetensi (Pasal 1 butir 10 UU no 13 tahun 2003), yang berarti kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja rendah berarti melakukan pekerjaan yang tidak memenuhi kompetensi atau tidak kompeten karena tidak memenuhi standar pengetehuan, ketrampilan, dan sikap kerja yang menjadi kriteria dari perusahaan. Berdasarkan 7 (tujuh) kasus yang sudah disebutkan, yang terdapat dalam UU no. 13 tahun 2003 yaitu : 1. Pasal 158,yaitu melakukan kesalahan berat seperti, adanya barang jaminan gadai yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dan norma-norma yang telah ditetapkan oleh perusahaan berupa pemberian uang jaminan yang melebihi kriteria/batas toleransi dari taksiran wajar, sehingga barang tersebut tidak ditebus oleh nasabah yang mengakibatkan Kerugian Perusahaan Yang Diperhitungkan (KPYD). 2. Pasal 168 ayat (1), yaitu Mangkir selama 5 (lima) hari secara berturut-turut. Selain kinerja rendah itu dikatakan tidak kompeten, penulis juga berpendapat dari beberapa alasan-alasan PHK yang terdapat dalam peraturan perundangundangan (UU no 13/2003), kinerja rendah bisa disimpulkan, bahwa ketidak mampuan untuk memenuhi syarat dan kriteria dalam hal melakukan pekerjaan yang 54

26 sudah diperjanjikan dalam suatu perjanjian kerja bersama, dimana sikap/perilakunya yang tidak disiplin dan tindakan melakukan kesalahan berat telah melanggar ketentuan-ketentuan/peraturan-peraturan dan tata tertib yang berlaku, baik peraturan perusahaan maupun perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian dari 7 (tujuh) kasus yang sudah ada, terdapat beberapa indikator yang dapat dikatakan sebagai kinerja rendah, seperti halnya : 1. Pekerja yang mangkir selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis. Mangkir dapat dikatakan kinerja rendah Karena tidak memiliki kedisiplinan yang menjadi salah satu unsur dari kinerja. 2. Tidak dapat memenuhi target yang sudah ditetapkan perusahaaan, lalai, lemah dalam pengawasan dapat dikatakan kinerja rendah karena tidak memenuhi syarat atau kriteria perusahaan yaitu dalam hal prestasi/kemampuan kerja dan kecakapan kerja 3. Tidur saat jam kerja, merokok dalam lingkungan tempat bekerja dan istirahat sebelum waktunya dapat dikatakan kinerja rendah karena Perilaku dan disiplinnya kurang baik yang melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan 4. Melakukan kesalahan berat juga dapat dikatakan/dikategorikan sebagai kinerja rendah, seperti menggunakan sebagian atau seluruh pinjaman, melakukan pungutan tidak resmi atau pembebanan biaya kepada nasabah 55

27 pada saat pengajuan permohonan dan pada saat realisasi, memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan atau dengan ceroboh/sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Dari indikator-indikator di atas, maka kinerja rendah dapat diartikan sikap kerja yang tidak disiplin dan kurangnya tanggung jawab dalam hal perbuatannya yang telah melanggar peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan, serta kurangnya kemampuan, kecakapan dan sistematika untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga tidak dapat mencapai hasil yang sudah ditetapkan dan menjadi tujuan suatu organisasi/perusahaan. 56

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN) PASAL 159 PASAL 162 2 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 1 SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerja, upah dan perintah.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerja, upah dan perintah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 angka 15 UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengartikan hubungan kerja sebagai hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian

Lebih terperinci

Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

Lebih terperinci

KINERJA RENDAH SEBAGAI ALASAN PHK

KINERJA RENDAH SEBAGAI ALASAN PHK KINERJA RENDAH SEBAGAI ALASAN PHK S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Disusun Oleh

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT SIKLUS MSDM Planning Siklus pengelolaan SDM pada umumnya merupakan tahapan dari: Attaining Developing Maintaining You can take

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja HAK TENAGA KERJA ATAS JAMSOSTEK YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Marlina T. Sangkoy 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah Hak Tenaga Kerja atas Jamsostek yang mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Alasan-alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian/pemutusan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan ekonomi yang sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi yang berhasil

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja.

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja. BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI A. Latar Belakang Pemilihan Kasus Pada dasarnya pekerja dan perusahaan merupakan dua faktor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :...

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :... PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :... Yang bertanda tangan dibawah ini : N a m a :... J a b a t a n :... A l a m a t :............ Dalam Perjanjian kerja ini bertindak untuk dan atas nama perusahaan...,

Lebih terperinci

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh: Maya Jannah, S.H., M.H Dosen tetap STIH LABUHANBATU ABSTRAK Hukum ketenagakerjaan bukan

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI DISUSUN OLEH : 1) Anna Irmina Nahak (135030401111034) 2) Deni Rekawati (145030400111008) 3) Angelina Linda Liber (145030400111040) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Alasan 08/01/2015. Disajikan oleh: Nur Hasanah, SE, MSc. Undangundang. Keinginan karyawan. Keinginan perusahaan. Kontrak kerja berakhir

Alasan 08/01/2015. Disajikan oleh: Nur Hasanah, SE, MSc. Undangundang. Keinginan karyawan. Keinginan perusahaan. Kontrak kerja berakhir Disajikan oleh: Nur Hasanah, SE, MSc Pengertian Pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan. Pemberhentian karyawan berdasarkan kepada UU No. 12

Lebih terperinci

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI KELOMPOK 8 1. Mia Diana Putri S. 135030400111077 2. Faryda Khansa 135030401111012 3. Adlina Hajarani 135030401111104 4. Intan Rahmawati 135030407111012

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG JASA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN SWASTA Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor: PER-03/MEN/1996

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Tujuan Mahasiswa mampu mendefinisikan PHK Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenisjenis PHK Mahasiswa mampu menganalisis hak-hak pekerja yang di PHK Pengertian PHK adalah pengakhiran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SUMBER DAYA MANUSIA SESI: X HR SEPARATION. Pengertian Alasan Proses Undang-undang

PSIKOLOGI SUMBER DAYA MANUSIA SESI: X HR SEPARATION. Pengertian Alasan Proses Undang-undang SESI: X HR SEPARATION Pengertian Alasan Proses Undang-undang SESI: X HR SEPARATION A. Pengertian Pemberhentian Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen SDM. Istilah pemberhentian sama dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I NOMOR 146 TAHUN 2012

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I NOMOR 146 TAHUN 2012 BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 146 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN HARI TUA BAGI PEGAWAI PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD.BPR) GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Tata Tertib setiap pekerja ISH yang berada di layanan mengacu kepada Standard Operationg Procedure (SOP) yang dibuat oleh Div. Operation & ER ISH.

Tata Tertib setiap pekerja ISH yang berada di layanan mengacu kepada Standard Operationg Procedure (SOP) yang dibuat oleh Div. Operation & ER ISH. A. Rujukan 1. Klausul 4.2.3 ISO 9001:2008 Pengendalian Dokumen 2. Klausul 4.2.4 ISO 9001:2008 Pengendalian Rekaman 3. Klausul 6.1 ISO 9001:2008 Pengelolaan Sumber Daya 4. Klausul 6.2 ISO 9001:2008 Sumber

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP- 78/MEN/2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS BEBERAPA PASAL KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR, BUPATI GIANYAR PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI GIANYAR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PENGANGKATAN, PENEMPATAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANJIWANI GIANYAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi. Proses manajemen terdiri

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai

BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI 2.1. Hak dan Kewajiban Buruh dan Majikan Dalam dunia ketenagakerjaan hubungan antara buruh dan majikan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 1 42 ayat 1 Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri/pejabat Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun 42 ayat 2 Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan orang asing Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PERUSAHAAN PT.

PERATURAN PERUSAHAAN PT. PERATURAN PERUSAHAAN PT. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian 1. Perusahaan : Adalah yang bergerak di bidang, yang didirikan berdasarkan akta notaris nomor,

Lebih terperinci

* Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan yang harus ditaati dalam melakukan mogok kerja. (Pasal 139 dan Pasal 140 UUK)

* Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan yang harus ditaati dalam melakukan mogok kerja. (Pasal 139 dan Pasal 140 UUK) * *mogok kerja sebenarnya adalah hak dasar dari pekerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan, (Pasal 137 UUK). * Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 ANALISA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DITINJAU DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh: Garry Henry Adam 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah alasan-alasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 26 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perselisihan hubungan

P U T U S A N No. 26 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perselisihan hubungan P U T U S A N No. 26 K/PHI/2007 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perselisihan hubungan industrial dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN KERJA

SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA No. 168/SPK-01/AMARYAI/I/2017 Pada hari... tanggal... bulan... tahun... telah dibuat dan disepakati perjanjian kerja antara : Nama : PT.... Alamat : Jln.... Kemudian dalam hal ini

Lebih terperinci

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN)

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) PERJANJIAN KERJA KARYAWAN KONTRAK Pada hari ini, tanggal bulan tahun Telah diadakan perjanjian kerja antara: 1. Nama : Alamat : Jabatan : Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) 2.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU ADMINSTRASI PROGRAM STUDI ILMU ADMINSTRASI BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINSTRASI PROGRAM STUDI ILMU ADMINSTRASI BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA PEMBERHENTIAN PEGAWAI Makalah ini Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Bimbingan oleh Bapak Drs. Heru Susilo, MA Disusun oleh: 1. DESI TRI HERNANDHI 135030200111034 2.

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis

STIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 4 Hubungan Bisnis Dengan Tenaga Kerja Setiap usaha/bisnis membutuhkan tenaga kerja sebagai mesin penggerak produksi. Tenaga kerja memegang peran vital

Lebih terperinci

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4 BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi

Lebih terperinci

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA Bab I MAKNA PHK BAGI PEKERJA Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah untuk melindungi pekerja dari segala macam eksploitasi. Hal ini didasarkan pada tinjauan filosofis, bahwa dalam sistem

Lebih terperinci

Bismillahirrohmaanirrohim

Bismillahirrohmaanirrohim SURAT KEPUTUSAN DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : /MUI/VII/2016 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG KEPEGAWAIAN SEKRETARIAT JENDERAL MAJELIS ULAMA INDONESIA Bismillahirrohmaanirrohim Dewan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan Batasan pengertian Hukum Ketenagakerjaan, yang dulu disebut Hukum Perburuan atau arbeidrechts juga sama dengan pengertian

Lebih terperinci

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XI) MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT copyright by Elok Hikmawati 1 Definisi Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh: Ryan A. Turangan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah alasan-alasan

Lebih terperinci

Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK

Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Oleh: Nuardi A. Dito Profil Nuardi A. Dito [nuardi.atidaksa@gmail.com] Pendidikan 1. Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2. Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUBUNGAN INDUSTRIAL DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara semua pihak yang terkait dalam proses produksi suatu barang/jasa di suatu organisasi/perusahaan.

Lebih terperinci

P T G l o b a l T i k e t N e t w o r k Jl. Kawi No. 45, Setiabudi Jakarta Selatan 12980, Indonesia

P T G l o b a l T i k e t N e t w o r k Jl. Kawi No. 45, Setiabudi Jakarta Selatan 12980, Indonesia P T G l o b a l T i k e t N e t w o r k Jl. Kawi No. 45, Setiabudi Jakarta Selatan 12980, Indonesia +622183782121 info@tiket.com http://www.tiket.com SURAT PERJANJIAN KERJA NO. 069/GTN/SPK-III/2013 Surat

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008 Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008 Yang bertanda tangan dibawah ini, masing-masing : I. PT. SURVINDO DWI PUTRA diwakili oleh : Nama : Ricky Wibowo Tjahjadi Jabatan : Direktur Utama Alamat : Wima

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan

Lebih terperinci

Penerapan Disiplin Kerja Karyawan Pada PT. Kusumahadi Santosa Alfinia Palupi Hidayah D

Penerapan Disiplin Kerja Karyawan Pada PT. Kusumahadi Santosa Alfinia Palupi Hidayah D Bab IV Pembahasan Hasil Pengamatan 65 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN A. Disiplin Kerja Karyawan PT. Kusumahadi Santosa merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang industri khususnya dibidang

Lebih terperinci

BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: 2>2> TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: 2>2> TAHUN 2008 TENTANG BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: 2>2> TAHUN 2008 TENTANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, PEMBERHENTIAN DAN PENGADAAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL (NON PNS) BLUD RSUD SEKAYU KABUPATEN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA 31 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: ---------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat sering dihadapi oleh negara-negara seperti halnya Indonesia. Persoalan yang paling mendasar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 9/POJK.05/2014 TENTANG PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

Peraturan Rektor. Nomor : 01 Tahun Tentang. Peraturan Disiplin Mahasiswa

Peraturan Rektor. Nomor : 01 Tahun Tentang. Peraturan Disiplin Mahasiswa Peraturan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Nomor : 01 Tahun 2007 Tentang Peraturan Disiplin Mahasiswa Bismillahirrohmanirrohim Rektor Universitas Muhammadiyah Malang : Menimbang : a. Bahwa Universitas

Lebih terperinci

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DISIPLIN MAHASISWA UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA

PERATURAN DISIPLIN MAHASISWA UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA PERATURAN DISIPLIN MAHASISWA UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA Peraturan Rektor Universitas 17 Agusutus 1945 Samarinda Nomor : 85/SK/2013 Tentang Peraturan Disiplin Mahasiswa Bismillahirahmanirrahim

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia ketenagakerjaan berbagai konflik antara Pengusaha dan Pekerja selalu saja terjadi, selain masalah besaran upah, dan masalah-masalah terkait lainya, Pemutusan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Menimbang Mengingat KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG Nomor : 057/UNIMUS/SK.HK/2009 tentang PERATURAN DISIPLIN MAHASISWA DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2009 REKTOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Hubungan Industrial 2.1.1 Pengertian dan fungsi hubungan industrial Istilah hubungan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta

2 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1435, 2014 KEMENAKERTRANS. Mediator. Mediasi. Pengangkatan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci