BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai"

Transkripsi

1 BAB II KETENTUAN HUKUM MENGENAI 2.1. Hak dan Kewajiban Buruh dan Majikan Dalam dunia ketenagakerjaan hubungan antara buruh dan majikan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Istilah majikan dapat disebut juga sebagai pengusaha. Pengertian pengusaha dalam Pasal 1 angka 5 Undang Undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 1 angka 7 Undang-Undang 21 Tahun 2000 Tentang Serikat buruh adalah : a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia. Di samping itu, masyarakat memandang istilah buruh lebih rendah atau hina dibandingan istilah pekerja. Pandangan masyarakat ini perlu diluruskan. Oleh karena itu, pengertian buruh atau pekerja dalam Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 1 angka 6 Undang-Undang 21 Tahun 2000 Tentang Serikat buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Selain itu, 8

2 9 pengertian istilah buruh diganti dengan istilah pekerja yaitu orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 7 Berdasarkan pengertian tersebut, buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yang dalam pengertian buruh tersebut adalah seseorang yang telah mendapatkan pekerjaan. Selain itu, pada pengertian tersebut memiliki makna yang lebih luas karena dapat mencakup semua golongan baik perseorangan, persekutuan, atua badan hukum dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Dalam hal perseorangan di dalam pengertian tersebut tidak membedakan antara buruh sebagai orang yang melakukan pekerjaan kasar sedangkan pekerja melakukan pekerjaan dengan keahlian khusus di perkantoran. Sehingga pandangan masyarakat mengenai buruh dan pekerja selama ini adalah pandangan sempit semata yang ada sejak zaman penjajahan Belanda. Oleh karena itu masyarakat harusnya dapat lebih luas dan mengerti mengenai makna dari buruh atau pekerja sehingga tidak dipandang sebalah mata. Berdasarkan pengertian tersebut maka antar buruh dan pekerja adalah sama. Hubungan kerja antara buruh dan majikan pada dasarnya adalah hubungan kerja karena adanya suatu perjanjian kerja. Syarat suatu perjanjian kerja sama dengan syarat perjanjian pada umumnya. Mengenai syarat sah perjanjian pada umunya diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 7 Suratman, Hukum Ketenagakerjaan Indoneisa, indeks, Jakarta, 2010, hlm.32.

3 10 Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang lain. 8 Pernyataan Kehendak tidak selalu harus dinyatakan secara tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan pernyataan kehendak para pihak. 9 b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Kecakapan merupakan kemampuan yang menurut hukum untuk membuat suatu perbuatan (perikatan atau perjanjian). Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini: 10 a) Person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaan (meerderjarig); Usia kedewasaan menurut Pasal 1330 KUHPerdata juncto Pasal 330 KUHPerdata adalah menggunakan standar usia 21 tahun atau telah menikah walaupun sebelum genap berusia 21 tahun. Khusus yang bercerai sebelum umur 21 tahun tetap dianggap cakap hukum. Walaupun standar kedewasaan berusia 21 tahun atau telah menikah, tetapi tidak semua yang mencapai usia 21 tahun dianggap cakap karena berada dibawah pengampuan. b) Rechtpersoon (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan (bevoegheid). 8 J.H. Niewenhuis, Pokok-pokok Hukum Perikatan,(terjemahan Djasadin Saragih), Surabaya, 1985, Hlm. 56. (dalam buku.agus Yudha Hernako, yang berjudul Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial hlm. 162) 9 Agus Yudha Hernako, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta:Kencana, 2011, hlm Ibid.hlm.184.

4 11 Kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan yang melekat pada pihak yang mewakilinya. c. Suatu hal tertentu Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. 11 Mengenai hal dan objek tertentu ini dapat dilihat dalam Pasal 1332, 1333, dan 1334 KUHPerdata. Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus terpenuhi hal atau objek tertentu. 12 Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. 13 d. Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang halal dapat dilihat dari substansi pasal 1335 dan pasal 1337 KUH Perdata, adapun sebab yang diperbolehkan maksudnya adalah bahwa apa yang hendak dicapai para pihak dalam perjanjian atau kontrak tersebut harus disertai itikad baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. 14 Selain itu, di dalam KUHPerdata juga mengatur mengenai perjanjianperjanjian untuk melakukan pekerjaan. Dalam Pasal 1601 KUHPerdata menjelaskan bahwa perjanjian untuk melakukan pekerjaan terdapat 2 (dua) macam perjanjian yaitu perjanjian perburuhan dan pemborongan pekerjaan. Perjanjian perburuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 1601 huruf a adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di 11.C.S.T. Kansil, dan Christine S.T. Kansil,., Modul Hukum Perdata (Termasuk Asas-asas Hukum Perdata), Jakarta: Pradnya Paramita, 2000, hlm Agus Yudha Hernako, op.cit., hlm Ibid. 14 Ibid, hlm

5 12 bawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Sedangkan, pemborongan pekerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1601 hurud b adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan suatu harga yang ditentukan. Oleh karena itu, Perjanjian yang terkait dengan pembahasan mengenai hubungan majikan dan buruh adalah perjanjian perburuhan. Dalam KUHPerdata mengenai ketentuan perjanjian perburuhan diatur dalam Pasal 1601 huruf d sampai Pasal 1601 huruf i. Oleh karena itu, terdapat beberapa ketentuan dalam perjanjian perburuhan adalah sebagai berikut: 1. Suatu perjanjian perburuhan yang dibuat secara tertulis maka biaya akta dan biaya tambahan lainnya dibebankan kepada majikan, 2. Apabila pada saat dibuat perjanjian perburuhan diberikan dan diterima uang panjar maka tidak ada satu pihak pun berhak meminta untuk dikembalikan karena meniadakan perjanjian. Tetapi uang panjar hanya dapat dikurangkan dari upah jika hubungan kerja telah berlangsung. 3. Apabila perjanjian perburuhan dibuat oleh seorang perempuan yang sudah bersuami sebagai buruh maka undang-undang menganggap bahwa ia sudah mendapatkan izin dari suaminya. 4. Apabila seseorang belum cakap melakukan perjanjian perburuhan sebagai buruh dianggap cakap jika dikuasakan oleh wakilnya menurut undang-undang baik lisan maupun tertulis. Tetapi, Apabila dia belum cakap melakukan perjanjian perburuhan dan selama enam minggu telah melakukan pekerjaan

6 13 serta tiada perlawanan dari pihak wakilnya menurut undang-undang maka dianggap telah dikuasakan dengan lisan. 5. Suatu perjanjian perburuhan antara suami istri adalah batal. Di samping itu mengenai ketenagakerjaan telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang ini salah satunya mengatur mengenai Perjanjian kerja sebagaimana dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dalam perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Perjanjian yang diadakan secara lisan maupun secara tertulis, biasanya diadakan dengan singkat sekali dan tidak memuat semua hak dan kewajiban kedua belah pihak. 15 Perjanjian kerja menurut Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dibuat atas dasar : a. Kesepakatan kedua belah pihak; b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai isi perjanjian kerja tertulis, diatur dalam Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sekurangkurangnya memuat: 15 Lanny Ramli, Hukum Ketenagakerjaan, Airlangga University Press, Surabaya, 2008, hlm.24.

7 14 a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. Jabatan atau jenis pekerjaan; d. Tempat pekerjaan; e. Besarnya upah dan cara pembayarannya; f. Syarat-Syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusahadan pekerja/buruh; g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Dalam hal perjanjian terdapat beberapa jenis perjanjian kerja. Adapun jenis perjanjian kerja adalah sebagai berikut: 1. Perjanjian kerja secara tertulis. Perjanjian kerja yang harus diadakan secara tertulis seperti dimintakan oleh Aanullende Plantersregelling (Peraturan Perburuhan di Perusahaan Perkebunan), hanya memuat antara lain: 16 a. Macam pekerjaan; b. Lamanya perjanjian itu berlaku; c. Besarnya upah berupa uang sebulanya; d. Lama waktu istirahat (cuti) dan sebesarnya upah selama cuti itu; 16 Ibid, hlm

8 15 e. Jika ada, besarnya bagian dari keuntungan (Tantieme) dan cara menghitung keuntungan; f. Jika ada, cara pemberian pension atau bentuk pemberian untuk hari tua lainnya; g. Bentuk upah lainya; h. Tempat kemana pekerja itu nanti harus dikembalikan atas biaya majikan. Di dalam perjanjian kerja secara tertulis terdapat 2 (dua) jenis perjanjian kerja sebagaimana yang diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu didasarkan pada jangka waktu atau selesainya suatu perjanjian tertentu. Sedangkan untuk waktu tidak tertentu, dalam hubungan kerja yang tidak dibatasi oleh jangka waktu maupun selesaianya suatu perjanjian tertentu. Tetapi dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur mengenai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. 2. Perjanjian kerja secara lisan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan hanya mengatur dan menetapkan syarat mengenai perjanjian secara tertulis. Tetapi dalam Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis maupun lisan. Oleh karena itu, perjanjian yang dibuat secara lisan tetap sah selama tidak bertentangan dengan syarat perjanjian kerja

9 16 dalam ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Adanya hubungan antara buruh dan majikan berakibat timbulnya hak dan kewajiban antara buruh dan majikan. Menurut Darwan Prints, yang dimaksud hak disini adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang harus dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atau statusnya. 17 Mengenai hak hak bagi buruh atau pekerja dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Hak hak untuk mendapatkan upah atau gaji (Pasal 1602 KUHPerdata, Pasal Undang Undang no. 13 tahun 2003; Peratutan Pemerintah Nomor 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Upah); 2) Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak (Pasal 4 Undang Undang no 13 tahun 2003); 3) Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan kemampuan (Pasal 5 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 4) Hak mendapat pembinaan keahlian untuk memperoleh serta menambah keahlian dan keterampilan (Pasal 9 30 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 5) Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia (Pasal Undang Undang no. 17 Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.22-23

10 17 13 tahun 2003, Pasal 3 Undang Undang no. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek); 6) Hak mendirikan dan menjadi anggota perserikatan tenaga kerja (Pasal 104 Undang Undang no. 13 tahun 2003 jo. Undang Undang no. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh); 7) Hak atas istirahat tahunan (Pasal 79 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 8) Hak atas upah penuh selama istirahat tahunan (Pasal Undang Undang no. 13 tahun 2003); 9) Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit dikitnya enam bulan terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir; yaitu dalam hal hubungan kerja diputuskan oleh majikan tanpa alasan alasan mendesak yang diberikan oleh buruh, atau oleh buruh alasan alasan mendesak yang diberikan oleh majikan (Pasal Undang Undang no. 13 tahun 2003); 10) Hak untuk melakukan perundingan atau penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pasal Undang Undang no. 2 tahun 2004). Menurut konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi, terdapat empat macam hak tenaga kerja yaitu hak berserikat, hak berunding kolektif, hak mogok, hak mendapatkan upah. Disamping itu tenaga kerja juga mempunyai kewajiban sebagai berikut: Ibid.

11 18 1) Wajib melakukan prestasi atau pekerjaan bagi majikan; 2) Wajib mematuhi peratutan perusahaan; 3) Wajib mematuhi perjanjian kerja; 4) Wajib mematuhi perjanjian perburuhan; 5) Wajib menjaga rahasia perusahaan; 6) Wajib mematuhi peraturan dari majikan; 7) Wajib memenuhi segala kewajiban selama izin belum diberikan dalam hal ada banding yang belum ada putusanya. Disamping hak dan kewajiban buruh terdapat juga hak dan kewajiban pengushaha. hak pengusaha adalah sesuatu yang harus diberikan pada pengusaha sebagai konsekuensi adanya pekerja yang bekerja padanya atau karena kedudukanya sebagai pengusaha. 19 Adapun hak hak dari pengusaha itu sebagai berikut: 1) Berhak mendapatkan kewajiban buruh yaitu menyelesaiakan pekerjaannya sampai tanggal yang diperjanjikan (Pasal 162 Undang Undang no. 13 tahun 2003) 2) Berhak memberhentikan atau memutuskan hubungan kerja kepada buruh jika terjadi perubahan status kepemilikan perusahaan (Pasal 163 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 3) Berhak memutuskan hubungan kerja jika dalam dua tahun terakhir perusahaan mengalami kerugian atau sedang melakukan efisiensi (Pasal 164 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 19 Suratman, Op.cit, hlm. 44.

12 19 4) Berhak memutuskan hubungan kerja dikarenakan perusahaan pailit dan memberikan uang pesangon sebesar satu kali (Pasal 165 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 5) Berhak meminta ganti rugi kepada buruh, bila terjadi kerusakan dan kerugian baik milik perusahaan maupun milik pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya ( Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981); 6) Berhak menjatuhkan denda atas pelanggaran sesuatu apabila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan (Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981); 7) Berhak memperhitungkan upah dengan: (a) Denda, potongan dan ganti rugi; (b) Sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis; (c) Uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh terhadap pengusaha, dengan ketentuan harus ada tanda bukti tertulis. (Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981) Pengusaha atau majikan juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi. Adapun kewajiban pengusaha atau majikan adalah: 1) Memberikan uang penganti gaji untuk pekerja yang mengundurkan diri apabila ia sudah bekerja lama di perusahaan tersebut ( Pasal 162 Undang Undang no. 13 tahun 2003);

13 20 2) Memberikan uang penggantian hak kepada buruh jika terjadi penggabungan perusahaan dan terjadi perubahaan status dan kepemilikan perusahaan tersebut (Pasal 163 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 3) Memberikan uang penghargaan atas kerja buruh (Pasal 164 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 4) Memberikan tunjangan hari tua dan pembayaran premi pensiun kepada buruh yang sudah tidak bisa bekerja atau pensiun (Pasal 167 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 5) Memjaga atau melindungi keselamatan para buruh yang bekerja di perusahaan tersebut (Pasal 169 Undang Undang no. 13 tahun 2003); 6) Berkewajiban memberikan pelatihan keterampilan bagi para buruh (Pasal 9 30 Undang Undang no. 13 tahun 2003). 2.2 Jenis Jenis Pemutusan Hubungan kerja Dalam aspek hubungan industrial sangat erat kaitannya dengan hubungan antara buruh atau pekerja dengan majikan. Sehingga antara hubungan buruh dengan majikan sering terjadi perselisihan yang mengakibatkan buruknya hubungan antara buruh dan majikan. Perselisihan itu terjadi karena adanya permasalahan atau konflik dalam suatu hubungan kerja yang disebabkan oleh kurang baiknya hubungan antara buruh dan majikan. Pihak buruh seringkali beranggapan bahwa pihak majikanlah yang menyebabkan terjadinya perselisihan atau konflik karena tidak memenuhi perjanjiaan kerja, begitu pula sebaliknya pandangan dari pihak majikan.

14 21 Konflik adalah suatu masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat maupun negara. 20 Pengertian konflik menurut beberapa ahli sebagai berikut: 21 Menurut Robbins, Konflik adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi secara negatif pihak lain. Dan menurut Alabaness, konflik adalah kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuain antara tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain. Dari kedua pengertian konflik yang disampaikan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Konflik adalah proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Dengan demikian jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu juga sebaliknya. Setiap adanya perselisihan maupun konflik dapat menimbulkan pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha. 22 Oleh karena itu pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan suatu peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya, terutama bagi para buruh atau pekerja karena dengan 20 sumber Sopiah, Perilaku Organisasional. Penerbit CV ANDI OFFSET : Yogyakarta. 21 Ibid 22 Dapat dilihat dalam pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

15 22 adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut maka para buruh atau pekerja akan kehilangan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri maupun keluarga. Pada umumnya, makhluk sosial selalu melakukan interaksi dengan manusia lainnya, maka sudah hal yang wajar jika dalam interaksi tersebut terjadi perbedaan pendapat yang mengakibatkan konflik antara satu sama lainnya. Sama halnya denga hubungan kerja antara buruh dan majikan yang terikat dengan perjanjian kerja sehingga terjadinya konflik tidak dapat dihindari. Perselisihan dalam dunia kerja antara para pihak dalam satu perusahan disebut sebagai perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial sebagaimana dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Sehubungan dengan perumusan tersebut maka perselisihan hubungan industrial dibedakan menjadi: a. Perselisihan Hak

16 23 Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena salah satu pihak pada perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan tidak memenuhi isi perjanjian itu atau peraturan majikan ataupun menyalahi ketentuan hukum. 23 b. Perselisihan Kepentingan Perselisihan kepentingan adalah perselisihan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha karena tidak adanya persesuaian paham mengenai syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan. 24 c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Contohnya adalah ketidaksepakatan alasan Pemutusan Hubungan Kerja dan perbedaan hitungan pesangon. 25 d. Perselisihan Antar Serikat Pekerja atau Serikat Buruh Hanya Dalam Satu Perusahaan Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan Lanny Ramli, Op.cit, hlm Lalu Husni, Op.cit,hlm Ibid.

17 24 Berdasarkan uraian diatas, salah satu perselisihan yang akan dibahas secara rinci adalah perselisahan pemutusan hubungan kerja. Perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat mengakibatkan pihak pengusaha atau majikan tidak membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang merupakan kewajiban dari pengusaha atau majikan yang harus diberikan kepada pekerja atau buruh. Akibat dari pengusaha atau majikan yang tidak membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak telah melanggar kemerdekaan buruh yaitu menerima upah sebagai hak yang mendasar dari para buruh. Dalam hal pemutusan hubungan kerja, pengusaha dilarang melakukan dengan alasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: a. Pekerja atau buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; b. Pekerja atau buruh berhalangan melakukan pekerjaannya karena memnuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku; c. Pekerja atau buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; d. Pekerja atau buruh menikah; e. Pekerja atau buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

18 25 f. Pekerja atau buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkwaninan dengan pekerja atau buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; g. Pekerja atau buruh mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja atau serikat buruh, pekerja atau buruh melakukan kegiatan serikat pekerja atau serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama; h. Pekerja atau buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan; i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; j. Pekerja atau buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. Cara cara yang dianut pada pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh majikan itu, merupakan aspek yang sangat penting dalam hubungan kerja. Hal tersebut karena aturan dan praktik yang dilakukan dalam hal pemberhentian atau penghematan mempengaruhi kepentingan vital dari majikan dan tenaga kerja. 27 Ada beberapa jenis pemutusan hubungan kerja yaitu: 1. Pemutusan hubungan kerja oleh majikan atau pengusaha 27 Lanny Ramli, op.cit.hlm.31

19 26 Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja dengan alasan pekerja atau buruh telah melakukan kesalahan yang berat sebagaimana diatur dalam pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan; b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perhusaan; c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainya di lingkungan kerja; d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan; g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugiaan bagi perusahaan; h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja; i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara; atau

20 27 j. Melakukan perbuatan lainya dilingkungan perusahaan yang diancam pidana lima tahun atau lebih. 2. Pemutusan hubungan kerja oleh buruh atau pekerja Pekerja dapat mengakhiri hubungan kerja tanpa pernyataan pengakhiran atau tanpa mengindahkan aturan yang berlaku bagi pernyataan pengakhiran, tetapi pekerja yang berbuat demikian tanpa persetujuan majikan bertindak berlawanan dengan hukum, untuk menghindari segala akibat dari tindakan yang berlawanan dengan hukum itu pekerja harus secepatnya membayar ganti rugi atau pekerja mengkahiri hubungan kerja dengan alasan mendesak yang seketika itu harus diberitahukan kepada majikan. 28 Alasan mendesak tersebut adalah keadaan yang sedemikian rupa sehingga mengakibatkan bahwa dari pihak pekerja adalah tidak layak mengharapkan untuk meneruskan hubungan kerja. 29 Alasan mendesak itu antara lain adalah: Apabila majikan menganiaya, menghina secara kasar, atau melakukan ancaman yang membahayakan pihak pekerja, anggota keluarga atau anggota rumah tangga pekerja, atau membiarkan tindakan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah tangga atau pekerja bawahan majikan; 2. Apabila majikan membujuk atau mencoba membujuk pekerja, anggota keluarga atau anggota rumah tangga pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang undangan atau dengan tata susila 28 Ibid. hlm Ibid. 30 Y.W.Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Masalah Pemutusan Hubungan Kerja dan Mogok, Bina Aksara, Jakarta, 1996, hlm

21 28 atau membiarkan pembujukan atau percobaan pembujukan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah tangga atau pekerja bawahan majika; 3. Apabila majikan tidak membayar upah pada waktunya; 4. Apabila majikan tidak memenuhi secara layak makan dan pemondokan seperti yang dijanjikan; 5. Apabila majikan tidak member cukup pekerjaan kepada pekerja yang upahnya ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang dilakukan; 6. Apabila majikan tidak memberi atau cukup member bantuan yang diperjanjikan kepada pekerja yang upahnya ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang dilakukan; 7. Apabila majikan dengan jalan lain secara keterlaluan melalikan kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh perjanjian; 8. Apabila majikan dalam hal hubungan kerja tidak mencakupnya, menyuruh pekerja meskipun telah ditolak, untuk melakukan pekerjaan di perusahaan seorang majikan yang lain; 9. Apabila terus berlangsungnya hubungan kerja bagi pekerja dapat menimbulkan bahaya besar yang mengancam jiwa, kesehatan, kesusilaan atau nama baiknya yang tidak terlihat pada waktu pembuatan perjanjian kerja; 10. Apabila pekerja karena sakit atau alasan lain dilukar kesalahanya, menjadi tidak mampu melakukan pekerjaan yang diperjanjikan. Jika alasan mendesak yang digunakan pekerja untuk memutuskan hubungan kerja itu diberikan oleh pihak majikan dengan sengaja atau karena

22 29 kesalahanya, maka pihak majikanlah yang harus membayar ganti rugi menurut masa kerja pekerja atau ganti rugi sepenuhnya Hubungan kerja putus demi hukum Hubungan kerja dapat putus demi hukum artinya hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya dan kepada buruh atau pekerja, pengusaha tidak perlu mendapatkan penetapan pemutusan hubungan kerja dari lembaga yang berwenang sebagaimana diatur dalam pasal 154 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: a. Pekerja atau buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya; b. Pekerja atau buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali; c. Pekerja atau buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau perusahaan perundang-undangan; atau d. Pekerja atau buruh meninggal dunia. 4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ialah pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan (majikan 31 Lanny Ramli, Op.cit. hlm. 44.

23 30 atau buruh) berdasarkan alasan penting. 32 Alasan penting adalah disamping alasan mendesak juga karena perubahan keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau perubahaan keadaan dimana pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak untuk memutuskan hubungan kerja. Setiap pemutusan hubungan kerja memiliki konsekuensi bagi para pihak. Konsekuensinya merupakan hak buruh dan kewaiban majikan. Mengenai hak buruh merupakan kewajiban dari pihak majikan dalam pemutusan hubungan kerja. Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja maka pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana yang diatur dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Perhitungan mengenai uang pesangon diatur dalam Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu: a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah; b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah; c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah; d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah; 32 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006,hlm. 188.

24 31 e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah; f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah; g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah; h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah; i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah Selain itu, ada juga perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (3) yaitu: a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah; c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (duabelas) tahun, 4 (empat) bulan upah; d. Masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah; e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah; f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (duapuluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

25 32 g. Masa kerja 21 (duapuluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (duapuluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah; h. Masa kerja 24 (duapuluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah. Di samping itu,terdapat juga uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan meliputi: a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja; c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Selain itu, pemutusan hubungan kerja juga dapat dilakukan dengan pengunduran diri yang dilakukan oleh buruh atau pekerja. Pengunduran diri adalah pemberitahuan sukarela oleh karyawan kepada perusahaan (pemberi kerja) bahwa yang bersangkutan berniat untuk mengakhiri pekerjaan. 33 Pada dasarnya, pekerja/buruh yang mengundurkan diri itu harus memenuhi syarat berdasarkan Pasal 162 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu: 33

26 33 a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri. Bagi buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, hanya memperoleh uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Tetapi bagi buruh yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung berdasarkan Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga berhak diberikan uang pisah yang nilainya dan pelaksanaan pemberiannya, merupakan kewenangan para pihak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya

Lebih terperinci

Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 1 SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG JASA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN SWASTA Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor: PER-03/MEN/1996

Lebih terperinci

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN) PASAL 159 PASAL 162 2 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja HAK TENAGA KERJA ATAS JAMSOSTEK YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Marlina T. Sangkoy 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah Hak Tenaga Kerja atas Jamsostek yang mengalami

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4 BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT SIKLUS MSDM Planning Siklus pengelolaan SDM pada umumnya merupakan tahapan dari: Attaining Developing Maintaining You can take

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA 31 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: ---------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP- 78/MEN/2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS BEBERAPA PASAL KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja.

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja. BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI A. Latar Belakang Pemilihan Kasus Pada dasarnya pekerja dan perusahaan merupakan dua faktor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA Bab I MAKNA PHK BAGI PEKERJA Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah untuk melindungi pekerja dari segala macam eksploitasi. Hal ini didasarkan pada tinjauan filosofis, bahwa dalam sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

STANDARISASI PEMUTUSAN

STANDARISASI PEMUTUSAN STANDARISASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAN Oleh : Ayu, Puput, Vitariai Badai, Habib, Yanuar Rizki Latar Belakang Penciptaan Lapangan Pekerjaan Indikator Ketenagakerjaan Krisis Ekonomi Global Pemutusan

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN KERJA

SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA No. 168/SPK-01/AMARYAI/I/2017 Pada hari... tanggal... bulan... tahun... telah dibuat dan disepakati perjanjian kerja antara : Nama : PT.... Alamat : Jln.... Kemudian dalam hal ini

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN Oleh I Dewa Ayu Trisna Anggita Pratiwi I Ketut Keneng Bagian Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan ekonomi yang sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi yang berhasil

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang

Lebih terperinci

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh: Maya Jannah, S.H., M.H Dosen tetap STIH LABUHANBATU ABSTRAK Hukum ketenagakerjaan bukan

Lebih terperinci

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) * * Pasal 150 UUK *Mencakup pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik swasta, pemerintah,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :...

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :... PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :... Yang bertanda tangan dibawah ini : N a m a :... J a b a t a n :... A l a m a t :............ Dalam Perjanjian kerja ini bertindak untuk dan atas nama perusahaan...,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Tujuan Mahasiswa mampu mendefinisikan PHK Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenisjenis PHK Mahasiswa mampu menganalisis hak-hak pekerja yang di PHK Pengertian PHK adalah pengakhiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat sering dihadapi oleh negara-negara seperti halnya Indonesia. Persoalan yang paling mendasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi. Proses manajemen terdiri

Lebih terperinci

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI KELOMPOK 8 1. Mia Diana Putri S. 135030400111077 2. Faryda Khansa 135030401111012 3. Adlina Hajarani 135030401111104 4. Intan Rahmawati 135030407111012

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Alasan-alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian/pemutusan dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ii. KATA PENGANTAR.i

DAFTAR ISI ii. KATA PENGANTAR.i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.i DAFTAR ISI ii A. Pengertian...1 B. Bentuk Perjanjian Kerja...2 C. Perjanjian Perburuhan.4 D. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 6 a. Pemutusan Hubungan Kelja Oleh Majikan...6

Lebih terperinci

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008 Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008 Yang bertanda tangan dibawah ini, masing-masing : I. PT. SURVINDO DWI PUTRA diwakili oleh : Nama : Ricky Wibowo Tjahjadi Jabatan : Direktur Utama Alamat : Wima

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR, BUPATI GIANYAR PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI GIANYAR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PENGANGKATAN, PENEMPATAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANJIWANI GIANYAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak lagi sesuai

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi ( nama perusahaan ) yang berkedudukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Hukum Ketenagakerjaan

Hukum Ketenagakerjaan Hukum Ketenagakerjaan A. Sejarah Asal mula adanya Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase, ketika itu bangsa Indonesia mulai sudah mengenal adanya sistem gotong royong, antara anggota

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 1 42 ayat 1 Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri/pejabat Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun 42 ayat 2 Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan orang asing Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SP MDF FSPMI Klari ~ Karawang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 171 Barangsiapa : a. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MARWAN ARHAS. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MARWAN ARHAS. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MARWAN ARHAS Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Pengertian. Hubungan kerja, hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN)

Pada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) PERJANJIAN KERJA KARYAWAN KONTRAK Pada hari ini, tanggal bulan tahun Telah diadakan perjanjian kerja antara: 1. Nama : Alamat : Jabatan : Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) 2.

Lebih terperinci

perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia;

perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia; KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-78/]VIEN/2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS BEBERAPA PASAL KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESTA NOMOR KEP-150/]VIEN/2OOO

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TENGAH, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan semangat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA A. Prinsip Perlindungan Kerja Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN

CONTOH SURAT PERJANJIAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN CONTOH SURAT PERJANJIAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Tempat dan tanggal lahir : Pendidikan terakhir : Jenis kelamin : Agama : Alamat : No. KTP / SIM : Telepon :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

(KepMen ini pada 25 Maret 2003 telah dinyatakan tidak berlaku per UU No. 13/2003. Pencantumn dalam pustronik ini untuk maksud studi)

(KepMen ini pada 25 Maret 2003 telah dinyatakan tidak berlaku per UU No. 13/2003. Pencantumn dalam pustronik ini untuk maksud studi) (KepMen ini pada 25 Maret 2003 telah dinyatakan tidak berlaku per UU No. 13/2003. Pencantumn dalam pustronik ini untuk maksud studi) KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-150/MEN/2000

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan Batasan pengertian Hukum Ketenagakerjaan, yang dulu disebut Hukum Perburuan atau arbeidrechts juga sama dengan pengertian

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMBAHASAN. Pemutusan Hubungan Kerja

HUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMBAHASAN. Pemutusan Hubungan Kerja HUBUNGAN INDUSTRIAL PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEMBAHASAN Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak

Lebih terperinci

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Jam Kerja, Cuti dan Upah Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal peraturan yang terkait dengan jam kerja, cuti dan upah Waktu Kerja Watu Istirahat Waktu Kerja

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PEKERJA. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam passal 1 angka (2)

BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PEKERJA. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam passal 1 angka (2) BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA DAN PEKERJA A. Pengertian Pekerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dalam passal 1 angka (2) disebutkan, tenaga kerja adalah : setiap orang yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985 PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci