darah, gula darah, kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida rata-rata lebih tinggi, serta kolesterol HDL dan adiponektin lebih rendah.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "darah, gula darah, kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida rata-rata lebih tinggi, serta kolesterol HDL dan adiponektin lebih rendah."

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Obesitas Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif (WHO 2000). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indeks pengukuran sederhana untuk kekurangan berat (underweight), kelebihan berat (overweight), dan kegemukan/obesitas dengan membandingkan berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Cut off point dalam pengklasifikasian obesitas adalah IMT Berdasarkan IMT, obesitas dibagi menjadi tiga kategori, yakni: obesitas tingkat I dengan IMT ; obesitas tingkat II dengan IMT ; dan obesitas tingkat III dengan IMT Cut off point obesitas di Asia Pasifik memiliki kriteria lebih rendah daripada kriteria WHO pada umumnya. Cut off point obesitas pada penduduk Asia Pasifik adalah IMT Berdasarkan cut off point obesitas pada penduduk Asia Pasifik, obesitas dibagi menjadi dua kategori, yaitu: obesitas tingkat I dengan IMT dan obesitas tingkat II dengan IMT Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibedakan menjadi dua jenis, yakni obesitas sentral dan obesitas umum (WHO 2000). Obesitas Sentral Obesitas sentral merupakan kondisi kelebihan lemak yang terpusat pada daerah perut (intra-abdominal fat). Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa peningkatan risiko kesehatan lebih berhubungan dengan obesitas sentral dibandingkan dengan obesitas umum. Wildman et al. (2004) menemukan, lakilaki dan perempuan yang mengalami obesitas sentral mempunyai tekanan darah sistol dan diastol, kolesterol total, kolesterol LDL, dan triasilgliserol rata-rata tinggi, serta kolesterol HDL rendah. Lofgren et al. (2004) menemukan bahwa ukuran lingkar perut (waist circumference) berhubungan dengan kadar insulin, leptin, tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-c. Perempuan dengan lingkar perut > 88 cm memiliki konsentrasi leptin, tekanan darah diastol, trigliserida plasma, dan apolipoprotein-c lebih tinggi. Adapun Gotera et al. (2006) menemukan, orang lansia berpenyakit jantung koroner dengan obesitas sentral mempunyai tekanan

2 darah, gula darah, kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida rata-rata lebih tinggi, serta kolesterol HDL dan adiponektin lebih rendah. Menurut WHO (2000), jaringan lemak visceral (intra-abdominal fat) memiliki sel per unit massa lebih banyak, aliran darah lebih tinggi, reseptor glucocorticoid (kortisol) dan androgen (testosterone) lebih banyak dan katecholamine lebih besar dibandingkan dengan jaringan lemak bawah kulit (subcutaneous adipose). Von-Eyben et al. (2003) menemukan bahwa jaringan lemak intra-abdominal berhubungan linier dengan enam faktor risiko metabolik, seperti tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, glukosa darah, kolesterol HDL, trigliserida serum, dan plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) plasma. Jaringan adiposa disadari sebagai organ endokrin penting yang menghasilkan beberapa hormon protein. Namun, tingginya akumulasi lemak, terutama pada daerah perut (intra-abdominal fat) memicu jaringan adiposa menghasilkan hormon dalam jumlah yang tidak normal, seperti tingginya sekresi insulin, tingginya level testoteron dan androstenedion bebas, rendahnya level progesteron pada perempuan dan testoteron pada laki-laki, tingginya produksi kortisol, dan rendahnya level hormon pertumbuhan. Ketidaknormalan produksi hormon ini diduga meningkatkan risiko kesehatan (WHO 2000). Lemak visceral adalah komponen lemak tubuh penting sebagai faktor risiko metabolik (Wildman et al. 2004). Review yang dilakukan Klein et al. (2007) memperlihatkan hubungan obesitas sentral dengan kardiometabolik. Klein et al. (2007) menyatakan, mekanisme biologi hubungan antara obesitas sentral dengan kardiometabolik belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat beberapa hipotesis yang dapat ditegakkan. Pertama, keterbatasan kemampuan jaringan lemak subcutaneous dalam menyimpan kelebihan energi menyebabkan akumulasi lemak yang berakibat pada disfungsi metabolik pada beberapa organ. Kedua, terjadinya lipolisis pada jaringan adiposa omental dan mesenteric yang melepaskan asam lemak bebas. Hal ini dapat menginduksi resistensi insulin dan menyediakan substrat untuk sintesis lipoprotein dan simpanan lipid. Jaringan adiposa omental dan mesenteric juga memproduksi protein dan hormon spesifik, seperti adipokin inflamatori, angiotensinogen, dan kortisol (dibangkitkan oleh aktivitas lokal 11-hydroxysteroid dehydrogenase). Ketiga, predisposisi gen yang secara bebas menyebabkan penyakit kardiometabolik.

3 Dampak Obesitas Sentral Dampak obesitas sentral lebih tinggi risikonya terhadap kesehatan dibandingkan dengan obesitas umum (de Pablos-Velasco et al. 2002). Beberapa penelitian sebelumnya menemukan tingginya dampak obesitas sentral terhadap risiko kesehatan. Obesitas sentral berdampak terhadap peningkatan risiko kematian (Zhang et al. 2007; Pischon et al. 2008; Bigaard et al. 2003). Wildman et al. (2005) menemukan, obesitas sentral meningkatkan risiko hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan sindrom metabolik pada laki-laki dan perempuan. Obesitas sentral juga berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler dan penyakit jantung koroner (Baik et al. 2000; Sonmez et al. 2004; Wildman et al. 2005). Gotera et al. (2006) menyatakan, dampak obesitas sentral terhadap penyakit jantung koroner berkaitan dengan dua mekanisme, yaitu mekanisme langsung melalui efek metabolik protein yang disekresikan oleh jaringan lemak seperti interleukin (IL) 1, IL 6, TNF- adiponektin dan masih banyak protein lainnya terhadap endotel pembuluh darah, dan efek tidak langsung akibat faktorfaktor lain yang muncul sebagai risiko penyakit kardiovaskuler akibat dari obesitas sentral tersebut. Obesitas sentral lebih berhubungan dengan sindrom metabolik (Shen et al. 2006; Griesemer 2008). Obesitas sentral dapat digunakan sebagai prediktor risiko diabetes tipe dua (Wang et al. 2005; Krisnan et al. 2007) dan batu empedu (Tsai et al. 2004). WHO (2000) menyatakan, obesitas meningkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, sindrom metabolik, gangguan toleransi glukosa, diabetes tipe 2, hipertensi, batu empedu, dislipidemia, susah napas, sleep apnoea, hyperuricaemia, gout, ketidaknormalan produksi hormon, polysistic ovary syndrome, ketidaksuburan, masalah psikososial, dan beberapa tipe kanker. Pengukuran Obesitas Sentral Pengukuran sederhana yang dapat digunakan untuk mendeteksi obesitas sentral, yaitu: lingkar perut, rasio pinggang panggul (waist hip ratio), WCR (waist chest ratio), dan WHtR (waist to-height-ratio). Pengukuran lingkar perut merupakan suatu parameter yang menyediakan perkiraan ukuran lemak tubuh yang mengumpul di perut. Pengukuran lingkar perut menyediakan pengukuran distribusi lemak yang tidak dapat menggunakan pengukuran IMT (Klein et al. 2007). IMT tidak dapat membedakan antara berat yang berhubungan dengan

4 otot dan lemak (WHO 2000). Lingkar perut lebih akurat untuk mencerminkan obesitas sentral (Sonmez et al. 2003). Lingkar perut dapat digunakan sebagai indikator pelengkap untuk mendeteksi risiko kesehatan pada berat normal dan kelebihan berat (Wannamethee et al. 2005). Diagnosis menggunakan IMT lebih lemah jika dibandingkan dengan lingkar perut dan WHtR. Lingkar perut merupakan pengukuran yang lebih mudah daripada WHtR (Sonmez et al. 2003). Wang et al. (2005) menemukan bahwa lingkar perut lebih baik dalam mengukur obesitas sentral daripada WHtR sebagai prediksi risiko diabetes tipe 2. Pengukuran menggunakan lingkar perut lebih cocok sebagai prediktor kematian pada usia lebih dari 65 tahun dibandingkan dengan IMT (Baik et al. 2000). Visscher et al. (2001) menemukan bahwa pengukuran lingkar perut pada laki-laki yang tidak pernah merokok dapat mendeteksi lebih akurat individu yang berisiko tinggi terhadap kematian daripada pengukuran IMT. Lingkar perut lebih kuat sebagai prediktor CHD (Lofgren et al. 2004) dan hipoadiponektinemia (Gotera et al. 2006) daripada IMT. Kriteria obesitas sentral adalah lingkar perut 102 cm pada laki-laki dan 88 cm pada perempuan. Adapun kriteria obesitas sentral di wilayah Asia Pasifik adalah lingkar perut 90 cm pada laki-laki dan 80 cm pada perempuan (WHO 2000). Ko dan Tang (2007) menemukan cut off point pre-obesitas sentral untuk penduduk China adalah lingkar perut cm pada laki-laki dan cm pada perempuan. Cut off point pre-obesitas sentral setara dengan IMT (23-25) dan berdampak pada peningkatan risiko kesakitan. Penelitian sebelumnya di China, menemukan bahwa cut off point lingkar perut dan IMT yang rendah dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingginya risiko CVD di China, yakni dengan lingkar perut 80 cm dan IMT 24 (Wildman et al. 2004). Cut off point lingkar perut untuk mendiagnosis sindrom metabolik populasi perkotaan di Irak adalah 99 cm pada laki-laki dan 97 cm pada perempuan (Mansour et al. 2007). Faktor Risiko Obesitas sentral Penyebab utama masalah obesitas adalah lingkungan dan perubahan perilaku. Peningkatan proporsi lemak dan peningkatan densitas energi dalam diet, penurunan level aktivitas fisik dan peningkatan perilaku sedentary, merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan berat badan pada populasi. Genetik, faktor biologi dan faktor individu lain seperti penghentian merokok, jenis

5 kelamin, dan umur saling berinteraksi memengaruhi peningkatan berat badan (WHO 2000). Faktor risiko yang diduga berhubungan dengan obesitas sentral dalam penelitian ini adalah karakteristik demografi dan sosial-ekonomi (umur, jenis kelamin, status kawin, besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran per kapita, dan tipe wilayah) dan gaya-hidup (kebiasaan merokok, aktivitas fisik, perilaku konsumsi makanan/minuman, dan stres). Karakteristik Demografi dan Sosial-Ekonomi Umur Umur merupakan faktor risiko obesitas sentral yang tidak dapat diubah. Seiring dengan bertambahnya umur, prevalensi obesitas sentral mengalami peningkatan (Martins&Marinho 2003; Erem et al 2004). Peningkatan umur akan meningkatkan kandungan lemak tubuh total, terutama distribusi lemak pusat (Chang et al. 2000; Demerath et al. 2007). Aekplakorn et al. (2007) menemukan bahwa prevalensi obesitas sentral meningkat sampai dengan umur 44 tahun dan menurun kembali pada umur tahun. Prevalensi obesitas sentral ditemukan lebih tinggi pada sampel dengan umur lebih tua (Janghorbani et al. 2007). Pada umur lebih tua terjadi penurunan massa otot dan perubahan beberapa jenis hormon yang memicu penumpukan lemak perut. Kantachuvessiri et al. (2005) menyatakan bahwa pada umur tahun seseorang cenderung obesitas dibandingkan dengan umur yang lebih muda. Hal ini diduga karena lambatnya metabolisme, kurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering. Selain itu, orang tua biasanya tidak begitu memperhatikan ukuran tubuhnya. Jenis Kelamin Prevalensi obesitas umum dan obesitas sentral lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki (Al-Riyami&Afifi 2003; Martins&Marinho 2003; Gutierrez-Fisac et al. 2004; Yoon et al. 2006). Obesitas sentral lebih umum dijumpai pada perempuan (Sonmez et al. 2003; Pablos- Velasco et al. 2002). Tingginya prevalensi obesitas pada perempuan menunjukkan bahwa kelebihan lemak pusat lebih banyak terdapat pada perempuan (Misra et al. 2001). Janghorbani et al. (2007) menyatakan bahwa tingginya prevalensi obesitas sentral pada perempuan dibandingkan dengan laki-

6 laki karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada lakilaki dan perempuan. Demerath et al. (2007) menemukan, lemak perut lebih tinggi pada perempuan yang lebih tua daripada laki-laki muda. Jaringan adiposa meningkat dengan bertambahnya umur, perempuan cenderung lebih berisiko obesitas sentral, terutama setelah menopause. Perempuan postmenopause memiliki persentase lemak perut, kolesterol total, dan trigliserida yang tinggi. Seiring dengan bertambahnya umur dan efek menopause, pada perempuan akan terjadi peningkatan kandungan lemak tubuh, terutama distribusi lemak tubuh pusat (Chang et al. 2000). Perempuan mengontrol kelebihan energi sebagai lemak simpanan, sedangkan laki-laki menggunakan kelebihan energinya untuk mensintesis protein. Pada perempuan, pola penggunaan energi untuk keseimbangan energi positif dan deposit lemak disebabkan oleh dua alasan. Pertama, penyimpanan lemak jauh lebih efisien daripada protein. Kedua, penyimpanan energi sebagai lemak akan berperan pada rendahnya rasio jaringan bebas lemak dengan jaringan lemak dengan hasil tidak meningkatnya RMR (Resting Metabolite Rate) pada kecepatan yang sama sebagai massa tubuh (WHO 2000). Status Kawin Obesitas berhubungan nyata positif dengan status kawin (Erem et al. 2004; Janghorbani et al. 2007). Prevalensi obesitas tertinggi pada orang yang memiliki status cerai dan terendah pada orang yang belum menikah (Erem et al. 2004). Janghorbani et al. (2007) menyatakan bahwa prevalensi obesitas lebih tinggi pada sampel yang telah menikah. Hal ini karena kurangnya aktivitas fisik setelah menikah dan perubahan pola makan yang menyesuaikan pasangannya. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Panagiotakos et al. (2004) terhadap orang dewasa berumur tahun di Yunani menemukan bahwa tidak terdapat hubungan obesitas dengan status kawin. Besar Keluarga Besar keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Adiningrum (2008) menemukan bahwa jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan kegemukan. Namun, lebih lanjut Adiningrum (2008) menyatakan bahwa besarnya jumlah anggota keluarga akan memengaruhi distribusi pangan yang akan diterima masing-masing individu. Terlalu banyaknya individu dalam sebuah keluarga selain dapat mengurangi distribusi pangan juga

7 mengurangi kenyamanan dalam hidup berkeluarga. Dengan banyaknya anggota keluarga, akan memperkecil kemungkinan seseorang menjadi gemuk. Setiap penambahan anak, risiko obesitas meningkat sebesar 4% pada lakilaki dan 7% pada perempuan (Weng et al. 2004). Kantachuvessiri et al. (2005) menemukan bahwa besar keluarga tidak berhubungan dengan obesitas sentral di Thailand. Demikian halnya penelitian yang dilakukan oleh Al-Riyami dan Afifi (2003) yang menemukan tidak terdapatnya hubungan antara besar keluarga dengan obesitas sentral. Pendidikan Beberapa hasil penelitian sebelumnya menemukan bahwa prevalensi obesitas sentral lebih tinggi pada orang berpendidikan rendah (Gutierrez-Fisac et al. 2004; Panagiotakos et al. 2004). Wolff et al. (2006) menemukan bahwa prevalensi obesitas sentral meningkat pada laki-laki berpendidikan tengah (10-12 tahun) dan atas (>12 tahun) serta sedikit berubah pada pendidikan rendah (9 tahun), sedangkan pada perempuan, prevalensi obesitas sentral meningkat pada semua tingkatan pendidikan, khususnya pada pendidikan rendah. Pendidikan berhubungan dengan kepercayaan dan tingkat pengetahuan (Yoon et al. 2006). Aekplakorn et al. (2007) menemukan bahwa terdapat hubungan negatif pada perempuan dan hubungan positif pada laki-laki antara pendidikan dengan obesitas sentral. Tingginya level pendidikan juga meningkatkan berat badan dan lingkar perut (Zhang et al. 2008). Namun, Rosmond dan Bjorntorp (2000) menemukan bahwa rendahnya status sosial ekonomi (pekerjaan dan pendidikan) berhubungan dengan obesitas sentral dan tingginya nilai kortisol. Pekerjaan Perubahan pada struktur sosial berhubungan dengan peningkatan obesitas. Hubungan ini terletak pada peningkatan proporsi populasi pekerjaan dalam bidang pelayanan, perkantoran, dan profesi lain yang kurang aktivitas fisik jika dibandingkan dengan pekerjaan manual yang membutuhkan banyak aktivitas fisik pada masyarakat tradisional (WHO 2000). Dekkers et al. (2004) menyatakan bahwa kecepatan perkembangan jaringan adiposa dari anak sampai dewasa muda dipengaruhi oleh status sosial ekonomi. Lahmann et al (2000) menyatakan bahwa status sosial ekonomi orang tua (pekerjaan ayah) merupakan prediktor kuat peningkatan jaringan adiposa pusat dan peningkatan berat badan, terutama sosial ekonomi lemah. Interaksi

8 antara pekerjaan ayah dan pekerjaaan sendiri berhubungan dengan perubahan berat badan dan lingkar perut. Pengeluaran per Kapita Pengeluaran per kapita merupakan salah satu indikator status ekonomi seseorang. Pengeluaran per kapita paralel dengan pendapatan per kapita seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Reynolds et al (2007) menemukan bahwa pendapatan berhubungan dengan obesitas sentral pada laki-laki. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga semakin berisiko obesitas (Erem et al. 2004). Peningkatan pendapatan berpengaruh pada peningkatan konsumsi rumah tangga seperti makanan tinggi lemak dan konsumsi daging (WHO 2000). Pendapatan berhubungan positif dengan kejadian obesitas sentral pada laki-laki di Korea. Pendapatan tinggi meningkatkan obesitas sentral 1.37 kali dibandingkan dengan pendapatan terendah pada laki-laki di Korea. Pada perempuan, pendapatan tidak menunjukkan hubungan nyata dengan kejadian obesitas sentral. Pengaruh pendapatan terhadap obesitas terletak pada ketersediaan dalam membeli makanan dan aktivitas fisik (Yoon et al. 2006). Tipe Wilayah Tipe wilayah perkotaan berhubungan positif dengan obesitas. Wilayah perkotaan berhubungan dengan obesitas karena peningkatan jumlah orang yang tinggal di perkotaan. Wilayah perkotaan berhubungan dengan berbagai faktor yang memengaruhi diet, aktivitas fisik, dan komposisi tubuh. Hal ini melibatkan perubahan transportasi, kemudahan akses dan penggunaan fasilitas kesehatan dan pendidikan modern, komunikasi, pemasaran dan ketersediaan pangan, dan perbedaan profil pekerjaan dengan yang lainnya (WHO 2000). Reynolds et al. (2007) menemukan bahwa prevalensi obesitas sentral lebih tinggi pada sampel yang tinggal di perkotaan. Tingginya prevalensi obesitas sentral di perkotaan diakibatkan oleh urbanisasi yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup dan perubahan perilaku seperti rendahnya aktivitas fisik dan tingginya konsumsi makanan berlemak. Janghorbani et al. (2007) menyatakan bahwa seseorang yang tinggal di perkotaan cenderung mengikuti makanan ala barat yang rendah serat dan kurang aktivitas fisik.

9 Gaya Hidup Kebiasaan Merokok Chiolero et al. (2008) menyatakan bahwa merokok dapat meningkatkan resisten insulin dan berhubungan dengan akumulasi lemak pusat. Xu et al. (2007) menyatakan bahwa merokok berhubungan negatif dengan peningkatan berat badan (IMT) tetapi positif berhubungan dengan lingkar perut pada laki-laki. Merokok dalam jangka waktu lama berpengaruh pada obesitas sentral daripada obesitas umum. Erem et al (2004) menemukan hubungan negatif merokok dengan obesitas sentral. Mantan perokok berhubungan positif dengan obesitas sentral (Erem et al. 2004; Janghorbani et al. 2007). Perokok menurunkan 0.68 cm lingkar perut, sedangkan mantan merokok berhubungan dengan peningkatan 1.98 cm lingkar perut (Koh-Banerjee et al. 2003). Mekanisme biologi antara merokok dengan pola distribusi lemak tidak jelas. Meskipun perokok memiliki nilai rata-rata IMT yang lebih rendah daripada bukan perokok, perokok memiliki profil distribusi lemak yang mencerminkan konsekuensi metabolik merokok dengan lebih tingginya lemak pusat (Canoy et al. 2005). Mantan perokok berpeluang mengalami obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan perokok dan bukan perokok. Hal ini disebabkan oleh efek ganda merokok yaitu merokok meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan nafsu makan, dan kedua efek akan hilang pada mantan perokok (Chiolero et al. 2007). Review yang dilakukan oleh Chiolero et al. (2008) mengenai hubungan merokok pada berat tubuh, distribusi lemak tubuh dan resistensi insulin memperlihatkan bahwa di satu sisi, nikotin meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan nafsu makan pada perokok, sedangkan di sisi yang lain, perokok berat memiliki berat badan lebih tinggi daripada perokok ringan atau tidak merokok, jika merokok diimbangi dengan gaya hidup yang tidak baik seperti rendahnya tingkat aktivitas fisik, dan diet yang buruk. Pada perempuan, setelah 30 hari penghentian merokok, RMR 16% lebih rendah daripada ketika masih merokok sehingga dapat menyebabkan peningkatan berat badan sebagai efek menurunnnya RMR dan peningkatan asupan energi. Sejumlah studi menunjukkan bahwa seseorang yang menghentikan kebiasaan merokoknya kelihatan meningkat berat badannya. Hal ini diduga karena peningkatan asupan energi dan penurunan pengeluaran energi, penurunan aktivitas fisik, perubahan oksidasi lemak, dan metabolisme jaringan adiposa (seperti aktivitas lipoprotein).

10 Lemak visceral dipengaruhi oleh konsentrasi kortisol. Sedangkan perokok memiliki lebih tinggi konsentrasi kortisol plasma daripada orang yang tidak merokok. Tingginya konsentrasi kortisol adalah konsekuensi aktivitas sympathetic nervous system yang diinduksi oleh merokok. Massa lemak visceral meningkat ketika konsentrasi estrogen menurun dan konsentrasi testosteron meningkat. Rendahnya estrogen, kelebihan androgen, dan peningkatan testosteron pada perempuan berhubungan dengan akumulasi lemak visceral. Pada laki-laki lemak visceral meningkat dengan penurunan testosteron. Sementara testosteron pada laki-laki menurun dengan merokok. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan upaya pencegahan peningkatan berat badan dan secara signifikan berkontribusi untuk menurunkan berat badan dalam jangka panjang dan mengurangi risiko kesehatan yang berhubungan dengan penyakit kronis (Jakicic&Otto 2005). Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa penurunan aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan lingkar perut (Erem et al. 2004; Slentz et al. 2004; Zhang et al. 2008; Besson et al. 2009). Rendahnya aktivitas fisik berhubungan positif dengan obesitas pada perempuan tetapi tidak pada laki-laki (Janghorbani et al. 2007). Aktivitas fisik dapat berpengaruh terhadap perubahan jaringan lemak pusat, bahkan pada anak-anak (Barbeau et al. 2007). Mustelin et al. (2009) menemukan bahwa terdapat hubungan kuat antara aktivitas fisik dan lingkar perut. Aktivitas fisik secara nyata memodifikasi efek dari faktor genetik seseorang. Peningkatan aktivitas fisik lebih berhubungan secara nyata dengan lingkar perut daripada IMT. Williams dan Satariano (2005) menemukan bahwa lingkar perut menurun secara signifikan dengan lari pada semua umur, namun penurunan lebih nyata pada perempuan yang lebih tua daripada yang lebih muda, khususnya pelari jarak pendek. Latihan tingkat berat dapat menghindarkan penumpukan lemak yang bertambah seiring dengan umur. Intervensi latihan (exercise) intensif tingkat moderat selama 12 bulan secara nyata merubah berat tubuh, lemak tubuh total, dan lemak perut. Exercise berperan pada penurunan lemak tubuh khususnya lemak perut (Irwin et al. 2003). Latihan sedang sampai berat selama 12 bulan menurunkan berat tubuh rata-rata pada perempuan 1.4 kg dan kontrol 0.7 kg, pada laki-laki 1.8 kg dan 0.1 kg pada kontrol. Exercise dapat menurunkan obesitas sentral dengan durasi 370 menit/minggu pada laki-laki dan 295 menit/minggu pada perempuan. Aktivitas

11 fisik berat atau sedang minimal 60 menit/hari disarankan untuk menurunkan obesitas (McTiernan et al. 2007). Menurut Koh-Banerjee et al. (2003), aktivitas fisik berat lebih dari 0.5 jam/hari menurunkan 0.91 cm lingkar perut. Aktivitas fisik menurunkan obesitas sentral melalui penggunaan lemak dari daerah perut, sebagai hasil redistribusi jaringan adiposa. Jumlah energi yang dikeluarkan pada waktu melakukan aktivitas fisik tergantung dari durasi, waktu, dan frekuensi (WHO 2000). WHO (2003) menyarankan untuk melakukan aktivitas fisik sedang per hari selama 30 menit. Perilaku Konsumsi Makanan/minuman Perilaku konsumsi makanan/minuman adalah kebiasaan seseorang dalam mengonsumsi makanan/minuman. Dalam penelitian ini perilaku konsumsi meliputi konsumsi minuman beralkohol, konsumsi sayuran dan buah, konsumsi makanan/minuman manis, dan konsumsi makanan berlemak. Konsumsi minuman beralkohol Penelitian yang dilakukan oleh Dorn et al. (2003) terhadap 2343 orang dewasa berumur tahun di New York menemukan hubungan antara konsumsi minuman beralkohol dengan distribusi lemak tubuh sentral. Lebih lanjut Dorn et al (2003) menyatakan bahwa konsumsi minuman beralkohol secara berlanjut dapat meningkatkan lemak abdominal (lemak perut) sebagai risiko untuk penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya. Demikian halnya dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menemukan hubungan positif antara konsumsi minuman beralkohol dengan obesitas sentral (Erem et al. 2004; Panagiotakos et al. 2004). Sebaliknya, Tolstrup et al. (2008) menemukan hubungan negatif antara frekuensi minuman beralkohol dengan 5 tahun peningkatan lingkar perut pada perempuan, sedangkan pada laki-laki tidak berhubungan. Koh-Banerjee et al. (2003) menemukan bahwa konsumsi minuman beralkohol tidak berhubungan dengan peningkatan lingkar perut setelah 9 tahun. Penelitian kohort terhadap laki-laki berumur 70 tahun menunjukkan bahwa asupan minuman beralkohol berhubungan positif dengan lingkar perut. Berdasarkan hubungan antara jumlah minum/minggu dengan lingkar perut, setiap tambahan minum/minggu meningkatkan lingkar perut 0.12 cm. Berdasarkan diet tujuh hari, asupan minuman beralkohol berhubungan positif dengan lingkar perut. Tingginya asupan liquor berhubungan dengan peningkatan

12 lingkar perut, sebaliknya pada beer dan wine tidak berhubungan (Riserus&Ingelsson 2007). Laki-laki dan perempuan yang mengonsumsi sejumlah minuman beralkohol memiliki lingkar perut yang lebih besar setelah 10 tahun. Terdapat perbedaan hubungan antara tipe minuman beralkohol dengan lingkar perut. Konsumsi beer meningkatkan lingkar perut pada laki-laki dan perempuan setelah 10 tahun. Adapun konsumsi wine pada laki-laki berfluktuasi, sedangkan pada perempuan tidak berhubungan. Namun, terdapat kecenderungan rendahnya lingkar perut pada laki-laki dan perempuan yang mengonsumsi sejumlah besar wine setelah 10 tahun. Spirit meningkatkan risiko obesitas pada laki-laki dan perempuan (Vadstrup et al. 2003). Bobak et al. (2003) menemukan bahwa asupan beer berhubungan positif dengan obesitas sentral pada laki-laki dan negatif pada perempuan. Efek beer kuat pada laki-laki yang bukan perokok daripada laki-laki perokok. Mekanisme hubungan antara tingginya asupan minuman beralkohol dengan simpanan lemak perut tidak begitu jelas, kemungkinan karena minuman beralkohol menyediakan sejumlah energi (6-10% asupan energi). Jika tingginya asupan minuman beralkohol berhubungan dengan tingginya asupan energi, asupan minuman beralkohol juga berhubungan dengan IMT (Riserus&Ingelsson 2007). WHO (2000) menyatakan bahwa satu gram minuman beralkohol dapat menyumbangkan energi sebesar 7 kilokalori. Sumbangan energi ini lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Tingginya asupan minuman beralkohol, tidak konsisten berhubungan dengan IMT. Mungkin, minuman beralkohol berhubungan dengan obesitas sentral melalui mekanisme non energi, seperti pengaruhnya terhadap hormon steroid yang meningkatkan simpanan lemak perut. Tingginya asupan minuman beralkohol, menyebabkan penurunan konsenstrasi darah testoteron pada lakilaki, dan rendahnya sekresi lipid hormon steroid yang menyebabkan akumulasi lemak visceral (Riserus&Ingelsson 2007). Konsumsi Sayuran dan Buah Konsumsi tinggi sayuran, buah, dan biji-bijian berhubungan dengan penambahan kecil pada IMT dan lingkar perut (Newby et al. 2003). Demikian halnya yang dinyatakan oleh Drapeau et al. (2004) bahwa konsumsi sayuran dan buah dapat menurunkan lingkar perut dan berat tubuh. Penelitian kohort menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara asupan sayuran atau buah

13 dengan risiko obesitas. Perempuan yang mengonsumsi buah lebih tinggi dapat menurunkan 25% risiko obesitas dibandingkan yang lebih rendah (OR=0.75). Perempuan dengan asupan sayuran lebih tinggi menurunkan 16% risiko obesitas dibandingkan dengan yang lebih rendah (OR=0.84). Penurunan asupan sayuran atau buah berhubungan dengan tingginya risiko peningkatan berat badan selama 12 tahun. Peningkatan asupan sayuran dan buah berhubungan nyata dengan rendahnya risiko obesitas pada perempuan. Konsumsi sayuran dan buah adalah bagian dari strategi diet dalam mengontrol kegemukan dan obesitas (He et al. 2004). Epstein et al. (2001) menyatakan bahwa peningkatan intervensi sayuran dan buah menurunkan asupan tinggi lemak dan gula, sedangkan intervensi penurunan lemak dan gula tidak berpengaruh pada perubahan asupan sayuran dan buah. Peningkatan konsumsi karbohidrat dan serat dapat meningkatkan rasa kenyang, menurunkan asupan energi, dan asupan lemak. Kontribusi utama dalam mengontrol berat badan adalah menurunkan asupan energi dan pembatasan diet. Peningkatan asupan serat 12 gram/hari berhubungan dengan penurunan 0.63 cm lingkar perut dalam waktu 9 tahun (Koh-Banerjee et al. 2003). Serat dapat membatasi asupan energi dengan cara rendahnya densitas energi, dan efek mempercepat rasa kenyang (WHO 2000). Peningkatan konsumsi sayuran dan buah dapat menggantikan kelebihan densitas energi dari diet dan mengurangi asupan lemak. Peningkatan konsumsi buah lebih baik untuk mengontrol berat badan daripada sayuran. Buah lebih mudah dimakan sebagai snack atau dessert, sedangkan sayuran sering dikombinasikan dengan bahan lain yang mengandung energi seperti mentega, saus, minyak, dan keju. Buah lebih berperan dalam pengaturan berat badan dibandingkan dengan jus buah. Buah mengandung serat yang menimbulkan efek mempercepat rasa kenyang (Drapeau et al. 2004). Konsumsi Makanan/minuman Manis Makanan manis meningkatkan berat tubuh dan lingkar perut. Hubungan ini diduga karena kombinasi antara makanan berlemak dengan makanan manis. Makanan manis seringkali kaya lemak (Drapeau et al. 2004). Diet fruktosa berkontribusi pada peningkatan asupan energi dan berat badan. Minuman manis berenergi meningkatkan asupan energi yang berlebihan. Peningkatan konsumsi HFCS (high fructosa corn syrup) berhubungan dengan epidemi obesitas. HFCS biasa digunakan pada makanan produk bakeri, minuman kaleng, jam dan jelly.

14 HFCS dan peningkatan asupan soft drink dan minuman manis lain berperan pada peningkatan total energi dan konsumsi fruktosa yang berkontribusi pada epidemi obesitas (Bray et al. 2004). Review yang dilakukan oleh Drewnowski (2007) memperlihatkan bahwa urbanisasi pada negara berkembang kuat hubungannya dengan peningkatan konsumsi makanan manis. Mekanisme fisiologi mengapa konsumsi makanan manis meningkatkan lemak tubuh melibatkan tingginya densitas energi dan efek rasa lezat makanan manis dan efek lemahnya rasa kenyang. Beberapa penelitian cross sectional menemukan bahwa tingginya asupan makanan manis berhubungan negatif dengan asupan makanan berlemak, sehingga dapat memproteksi obesitas. Hal ini diduga karena terdapatnya counfounding seperti umur dan aktivitas fisik. Review yang dilakukan oleh Malik et al. (2006) menunjukkan bahwa pada beberapa penelitian cross sectional terdapat hubungan positif, negatif atau tidak berhubungan antara asupan minuman manis dan kelebihan berat badan atau obesitas. Demikian halnya pada penelitian kohort, juga ditemukan hubungan positif, negatif atau tidak berhubungan antara asupan minuman manis dengan obesitas. Terdapatnya hubungan antara konsumsi makanan manis dengan obesitas diduga karena kontribusinya terhadap total energi. Minuman manis berenergi menghasilkan asupan energi lebih tinggi daripada minuman manis dengan pemanis buatan. Penggantian minuman manis berenergi dengan minuman manis dengan gula buatan tidak memengaruhi total asupan energi. Konsumsi makanan berlemak Penelitian yang dilakukan oleh Guallar-Castillon et al. (2007) terhadap orang Spanyol berumur tahun menunjukkan bahwa makanan gorengan (food fried) berhubungan positif dengan obesitas umum dan obesitas sentral karena dapat menghasilkan asupan energi yang tinggi. Huot et al. (2004) menyatakan bahwa konsumsi makanan berlemak berhubungan dengan obesitas pada laki-laki, namun tidak pada perempuan. Konsumsi makanan berlemak dapat meningkatkan lingkar perut dan berat tubuh (Drapeau et al 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Garaulet et al (2001) terhadap 85 sampel obesitas tingkat 1 dan tingkat 2 berumur tahun menunjukkan bahwa konsumsi makanan berlemak merupakan faktor yang berhubungan dengan obesitas sentral.

15 Asupan lemak memiliki densitas energi lebih tinggi dibandingkan zat gizi makro lain. Satu gram lemak menyumbang 9 kilokalori. Efek stimulasi makanan berlemak pada asupan energi karena rasa enak di mulut ketika mengonsumsi makanan berlemak. Makanan berlemak mengatur sinyal yang mengontrol rasa kenyang dengan cara melemahkan, menunda, dan mencegah pada waktu seseorang mengonsumsi makanan berlemak (WHO 2000). Review yang dilakukan oleh Drewnowski (2007) menunjukkan bahwa perubahan pola diet berhubungan dengan transisi zat gizi yang secara langsung berhubungan dengan obesitas. Di China, terdapat hubungan paralel antara perkembangan ekonomi, peningkatan konsumsi lemak, dan obesitas. Mekanisme fisiologi yang menjelaskan mengapa konsumsi makanan lemak berperan dalam peningkatan lemak tubuh adalah densitas energi yang tinggi, rasa lezat makanan berlemak, tingginya efisiensi metabolik, lemahnya kekuatan rasa kenyang, dan lemahnya regulasi fisiologi asupan lemak terhadap asupan karbohidrat. Stres Lee et al. (2005) menemukan bahwa depresi berhubungan dengan lemak pusat (visceral fat) pada perempuan premenopause yang mengalami kegemukan. Depresi berhubungan pada peningkatan jangka panjang BWV (Body Weight Variability) dan tidak berhubungan dengan level IMT atau trend IMT. Terdapat hubungan positif yang kuat antara jenis kelamin perempuan dengan BWV. Hal ini menjelaskan hubungan nyata antara perempuan dengan depresi (Hasler et al. 2005). Roberts et al. (2003) menemukan bahwa obesitas berhubungan dengan peningkatan depresi setelah 5 tahun. Depresi dapat menyebabkan peningkatan IMT dan sekresi kortisol (Roberts et al. 2007). Roemmich et al. (2007) menemukan bahwa reaktivitas stres mengawali penyakit kardiovaskuler sebelum remaja oleh peningkatan total dan obesitas sentral pada anak. Anak dengan peningkatan reaktivitas heart rate pada waktu stres memilki peningkatan lemak tubuh, IMT, dan lemak pusat. Katz et al. (2000) menemukan bahwa depresi konsisten berhubungan dengan obesitas dan obesitas sentral. Level metabolit kortisol meningkat pada laki-laki depresi, tetapi tidak berhubungan dengan adiposa. Obesitas sentral pada laki-laki berhubungan dengan peningkatan respon pituitari-adrenal ke CRH (Corticotrophin-Releasing Hormone) dan hal ini berhubungan dengan depresi. Namun, pada perempuan postmenopause tidak berhubungan.

16 KERANGKA PEMIKIRAN Obesitas sentral adalah salah satu jenis obesitas yang banyak dialami orang dewasa, baik di negara maju maupun negara berkembang. Obesitas sentral terjadi akibat kelebihan akumulasi lemak pada daerah perut. Peningkatan kejadian obesitas sentral berimplikasi pada peningkatan berbagai macam penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, dislipidemia, diabetes tipe 2, batu empedu, dan beberapa jenis kanker (WHO 2000). Terdapat banyak faktor risiko yang menyebabkan terjadinya obesitas sentral, antara lain karakteristik demografi dan sosial-ekonomi serta gaya-hidup. Karakteristik demografi dan sosial-ekonomi meliputi umur, jenis kelamin, status kawin, besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran per kapita, dan tipe wilayah. Kejadian obesitas sentral meningkat seiring dengan bertambahnya umur seseorang; makin bertambah umur, semakin meningkat kandungan lemak tubuh total seseorang, terutama distribusi lemak pusatnya. Peningkatan umur pun menyebabkan penurunan massa otot dan perubahan beberapa jenis hormon sehingga dapat memicu penumpukan lemak perut. Jenis kelamin juga berhubungan dengan kejadian obesitas sentral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obesitas sentral lebih banyak dialami perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini karena kelebihan lemak pusat lebih banyak terdapat pada perempuan. Status kawin berhubungan pula dengan kejadian obesitas sentral. Beberapa penelitian menunjukkan, hubungan nyata positif antara status kawin dengan kejadian obesitas sentral. Seseorang yang menikah akan cenderung menyesuaikan diri dengan pasangannya. Penyesuaian diri dapat memengaruhi gaya hidup dan pola makannya. Besar keluarga pun berpengaruh terhadap kejadian obesitas sentral. Seseorang yang memiliki anggota keluarga kecil cenderung lebih berisiko mengalami obesitas sentral dibandingkan dengan yang memiliki anggota keluarga besar. Seseorang dengan anggota keluarga kecil cenderung memiliki ketersediaan pangan lebih banyak daripada seseorang dengan anggota keluarga besar. Pendidikan juga berhubungan dengan kejadian obesitas sentral. Pendidikan yang rendah dapat meningkatkan risiko obesitas sentral. Pendidikan dapat memengaruhi kepercayaan seseorang mengenai kebiasaan makan. Di samping itu, pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan dan keahlian berpikir

17 seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi lebih mudah menyerap informasi mengenai pesan kesehatan daripada seseorang yang berpendidikan lebih rendah. Perubahan dan peningkatan proporsi pekerjaan berhubungan pula dengan terjadinya obesitas sentral. Hal tersebut karena pada beberapa jenis pekerjaan tertentu tidak membutuhkan aktivitas fisik yang cukup sehingga terjadi penumpukan kelebihan energi dalam tubuh. Begitu pun dengan peningkatan pengeluaran per kapita, ini juga berhubungan dengan peningkatan kejadian obesitas sentral. Hal itu terkait dengan kemudahan dalam memanfaatkan akses dan penggunaan fasilitas modern yang membuat rendahnya aktivitas fisik seseorang. Seseorang yang berpendapatan tinggi sering membelanjakan pendapatannya tersebut untuk mengonsumsi pangan berenergi tinggi. Tipe wilayah pun berhubungan dengan kejadian obesitas sentral. Beberapa penelitian menemukan bahwa obesitas sentral lebih banyak dialami orang yang tinggal di perkotaan dibandingkan dengan di perdesaan. Arus urbanisasi menyebabkan gaya hidup seseorang berubah tidak baik, seperti kebiasaan merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, mengonsumsi sedikit sayuran dan buah, serta mengonsumsi banyak makanan/minuman manis dan berlemak. Kemudahan akses di perkotaan menyebabkan seseorang cenderung kurang melakukan aktivitas fisik. Selain berhubungan dengan terjadinya obesitas sentral, karakteristik demografi dan sosial-ekonomi juga berhubungan dengan perubahan gaya hidup yang tidak baik, seperti kebiasaan merokok; rendahnya aktivitas fisik; tingginya konsumsi minuman beralkohol, makanan/minuman manis, makanan berlemak; rendahnya konsumsi sayuran dan buah; serta kondisi mental emosional. Namun, dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis hubungan antara karakteristik demografi dan sosial-ekonomi dengan gaya-hidup. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan terjadinya obesitas sentral. Beberapa penelitian menemukan bahwa orang yang berhenti merokok cenderung mengalami obesitas sentral daripada yang merokok dan tidak merokok. Hal itu diduga karena meningkatnya asupan energi disertai dengan menurunnya pengeluaran energi dan aktivitas fisik, perubahan oksidasi lemak, dan metabolisme jaringan adiposa (seperti aktivitas lipoprotein). Beberapa penelitian menemukan, penurunan aktivitas fisik berhubungan langsung dengan

18 peningkatan kejadian obesitas sentral. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya penimbunan lemak akibat kelebihan asupan energi. Konsumsi makanan/minuman berhubungan dengan terjadinya obesitas sentral. Konsumsi banyak minuman beralkohol berhubungan pula dengan peningkatan terjadinya obesitas sentral. Di samping memiliki kontribusi energi yang tinggi, konsumsi minuman beralkohol dapat mengubah hormon yang dapat menyebabkan penumpukan lemak pada daerah perut. Rendahnya konsumsi sayuran dan buah serta tingginya konsumsi makanan/minuman manis dan berlemak pun berhubungan dengan kejadian obesitas sentral. Beberapa penelitian menemukan, rendahnya konsumsi sayuran dan buah dapat mengakibatkan risiko obesitas sentral. Demikian halnya dengan konsumsi makanan/minuman manis dan makanan berlemak yang berlebihan, juga dapat memberikan kontribusi energi yang dapat disimpan sebagai lemak dalam tubuh sehingga meningkatkan risiko obesitas sentral. Tekanan hidup dapat menyebabkan kondisi mental emosional terganggu. Hal ini berdampak pada peningkatan kejadian obesitas sentral. Beberapa penelitian menemukan bahwa orang yang mengalami depresi dapat menyebabkan lingkar perutnya meningkat. Selain itu, seseorang yang depresi cenderung memiliki pola hidup yang tidak baik, seperti mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dan mengonsumsi makanan berlemak tinggi yang dapat meningkatkan terjadinya obesitas sentral.

19 Karakteristik Demografi dan Sosial-Ekonomi - Umur - Jenis kelamin - Status kawin - Besar keluarga - Pendidikan - Pekerjaan - Pengeluaran per kapita - Tipe wilayah Obesitas Sentral Pria, LP >90 cm Wanita, LP >80 cm Gaya Hidup - Kebiasaan merokok - Aktivitas fisik - Perilaku konsumsi (minuman beralkohol, sayuran dan buah, makanan/minuman manis dan makanan berlemak) - Kondisi mental emosional Keterangan: : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas sentral

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan sosial. Semua aspek tersebut akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan menuju Indonesia sehat. fisik, mental dan sosial. Semua aspek tersebut akan mempengaruhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sehat jiwa raga sepanjang kehidupan adalah impian dari setiap orang. Sejak kemerdekaan Indonesia berkembang menjadi negara yang mempunyai visi menjadi Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Sulawesi Utara Sulawesi Utara terletak di jazirah Pulau Sulawesi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota, 100 kecamatan, dan 1196 kelurahan/desa. Dilihat dari kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO OBESITAS SENTRAL PADA ORANG DEWASA DI SULAWESI UTARA, GORONTALO DAN DKI JAKARTA ELYA SUGIANTI

FAKTOR RISIKO OBESITAS SENTRAL PADA ORANG DEWASA DI SULAWESI UTARA, GORONTALO DAN DKI JAKARTA ELYA SUGIANTI FAKTOR RISIKO OBESITAS SENTRAL PADA ORANG DEWASA DI SULAWESI UTARA, GORONTALO DAN DKI JAKARTA ELYA SUGIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRACT

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HIBAH INTERNAL

LAPORAN AKHIR HIBAH INTERNAL BIDANG ILMU*: KESEHATAN LAPORAN AKHIR HIBAH INTERNAL ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI LEMAK VISCERAL WANITA PESERTA MAJLIS TA LIM NURUL HIDAYAH CIPULIR KEBAYORAN LAMA. PENGUSUL Rachmanida Nuzrina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen tersebut akan sangat mempengaruhi kinerja kerja seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. komponen tersebut akan sangat mempengaruhi kinerja kerja seseorang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan impian setiap orang sepanjang kehidupannya. Kesehatan juga salah satu pilar utama dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Segala aktifitas

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi muncul masalah gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini menjaga penampilan merupakan sebuah hal yang sangat penting bagi seorang wanita. Penampilan bagi seorang wanita dapat menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index (BMI), pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul pinggang, skinfold measurement, waist stature rasio,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumsi diet tinggi lemak dan fruktosa di masyarakat saat ini mulai meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya konsumsi junk food dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak dalam tubuh. 1 Menurut WHO tahun 2005 terdapat 1,6 milyar penduduk dunia mengalami kelebihan berat badan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas atau kegemukan adalah keadaan yang terjadi apabila kuantitas jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar daripada normal. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah metode sederhana yang digunakan untuk menilai status gizi seorang individu. IMT merupakan metode yang murah dan mudah dalam mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perubahan pola kesakitan dan kematian dari penyakit infeksi dan malnutrisi ke penyakit tidak menular menunjukan telah terjadinya transisi epidemiologi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. (1) Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara 1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol merupakan konstituen utama membrane plasma dan lipoprotein plasma. Senyawa ini sering ditemukan sebagai ester kolesteril, dengan gugus hidroksil di posisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lemak adalah substansi yang tidak larut dalam air dan secara kimia mengandung satu atau lebih asam lemak. Tubuh manusia menggunakan lemak sebagai sumber energi, pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, Indonesia masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), penyakit sistem sirkulasi darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati urutan teratas pada tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu faktor utama penyebab pencapaian kesehatan umum pada populasi dunia, jauh dari target yang diharapkan di tahun 2020 (Balaban, 2011). Sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-penyakit infeksi, maka masalah gizi lebih dianggap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, satu dari sepuluh anak di dunia ini mengalami obesitas dan peningkatan obesitas pada anak dan remaja saat ini

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami perubahan, yaitu dari deposisi lemak subkutan menjadi lemak abdominal dan viseral yang menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan dan obesitas menjadi masalah kesehatan yang serius di berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh obesitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan menjadi salah satu hal penting dalam penentu kesehatan dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang sehat masih rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transformasi luar biasa dibidang ekonomi dan urbanisasi telah mengubah struktur demografi sosial di Indonesia sehingga menyebabkan pergeseran besar dalam pola makan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus (DM). Permasalahan obesitas sekarang ini semakin banyak begitu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah suatu keadaan dimana terdapat akumulasi lemak secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor risiko dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi, sindrom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

Mitos dan Fakta Kolesterol

Mitos dan Fakta Kolesterol Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Secara fisiologis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan bangsa yang sehat, di tahun 2011 dicanangkan peningkatan derajat kesehatan sebagai salah satu fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi dan era globalisasi yang mulai memasuki sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan beberapa kemajuan kepada masyarakat dalam hal standar kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya prevalensi obesitas merupakan masalah kesehatan utama diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sekolah merupakan sumber daya manusia di masa depan sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat Sindrom metabolik, juga dikenal sebagai sindrom resistensi insulin atau sindrom X, merupakan istilah yang biasa digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fruktosa merupakan gula yang umumnya terdapat dalam sayur dan buah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa fruktosa sepenuhnya aman untuk dikonsumsi.

Lebih terperinci

Analisis Hubungan Kadar Kolesterol Total dan Ukuran Lingkar Perut dengan Kejadian Hipertensi pada Pegawai UIN Alauddin Makassar Tahun 2014

Analisis Hubungan Kadar Kolesterol Total dan Ukuran Lingkar Perut dengan Kejadian Hipertensi pada Pegawai UIN Alauddin Makassar Tahun 2014 Al-Sihah : Public Health Science Journal 99-105 Analisis Hubungan Kadar Kolesterol Total dan Ukuran Lingkar Perut dengan pada Pegawai UIN Alauddin Makassar Tahun 2014 Rauly Rahmadhani 1 1 Bagian Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang. relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang. relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh manusia terkomposis atas jaringan lemak yang relatif sama, namun perbedaan lokasi deposisi jaringan cadangan lemak menimbulkan perbedaan besar dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plasma trigliserida merupakan salah satu bentuk lemak yang bersirkulasi dalam darah dengan bantuan lipoprotein juga merupakan hasil konvert kelebihan kalori dari makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai laporan terkini mengindikasikan bahwa prevalensi obesitas diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang berkembang telah meningkat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekanan darah merupakan ukuran tekanan yang digunakan oleh aliran darah melalui arteri berdasarkan dua hal yaitu ketika jantung berkontraksi dan ketika jantung beristirahat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan. Salah satu hal yang mengalami perubahan yang menonjol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyempitan atau penyumbatan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS SENTRAL DI POLIKLINIK PABRIK GULA CAMMING PTP NUSANTARA X (PERSERO) KAB.BONE

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS SENTRAL DI POLIKLINIK PABRIK GULA CAMMING PTP NUSANTARA X (PERSERO) KAB.BONE FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS SENTRAL DI POLIKLINIK PABRIK GULA CAMMING PTP NUSANTARA X (PERSERO) KAB.BONE Hasriana 1, Sukriyadi 2, H.Muhammad Yusuf 3 1 STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 53 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Faktor-faktor risiko hipertensi pada pria berdasarkan nilai odds ratio (OR) tertinggi ke terendah adalah: 1.1. Konsumsi minuman alkohol jenis tradisional berisiko

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 68 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kurang gizi, terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo. 102 KERANGKA PEMIKIRAN Orang dewasa 15 tahun seiring dengan bertambahnya umur rentan menjadi gemuk. Kerja hormon menurun seiring dengan bertambahnya umur, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi obesitas dewasa (>18 tahun) di Indonesia mencapai 19,7% untuk laki-laki

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4. 1 Pelaksanaan Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21-31 Mei 2008 untuk wawancara dengan kuesioner dan tanggal 26 Mei 3 Juni 2008 untuk pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya

Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya Tingkat Cholesterol Apa artinya, Diet dan Pengobatannya Apakah Kolesterol Kita dapat mengaitkan kolesterol dengan makanan berlemak, tetapi sebagian besar zat lilin dibuat oleh tubuh kita sendiri. Hati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Obesitas atau kegemukan merupakan kondisi kelebihan bobot badan akibat penimbunan lemak yang melebihi 20% pada pria dan 25% pada wanita dari bobot badan normal. Kondisi tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran yaitu pada fisik, biologi, maupun mentalnya. Menurunnya fungsi berbagai organ tubuh pada lansia maka akan membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan masyarakat Indonesia merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa dapat berhasil dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan akan mengalami proses fisiologis dalam hidupnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan akan mengalami proses fisiologis dalam hidupnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan akan mengalami proses fisiologis dalam hidupnya, proses-proses tersebut diantaranya adalah premenopause, menopause dan pascamenopause. Masa premenopause

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa dekade, terutama 10 tahun terakhir, prevalensi obesitas terus meningkat di seluruh dunia yang menjadikan obesitas sebagai suatu epidemi global. Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, yaitu adanya

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, yaitu adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, yaitu adanya perkembangan teknologi dan globalisasi budaya memberikan dampak bagi masyarakat, baik itu dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit metabolik dan obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius. Pada penyakit metabolik dapat ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan energi antara kalori yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular salah satunya adalah Diabetes Mellitus (DM). DM dikenali sekitar 1500 tahun sebelum Masehi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, setelah menjadi masalah pada negara berpenghasilan tinggi, obesitas mulai meningkat di negara-negara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu masalah gizi yang paling umum di Amerika merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam populasi dunia saat ini, kelebihan berat badan dan obesitas sudah mulai menggeser kedudukan kekurangan gizi dan penyakit menular sebagai penyebab kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti

Lebih terperinci

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DI POLIKLINIK JANTUNG RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas fisik yang teratur mempunyai banyak manfaat kesehatan dan merupakan salah satu bagian penting dari gaya hidup sehat. Karakteristik individu, lingkungan sosial,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja tentunya ingin menampilkan tampilan fisik yang menarik. Banyak remaja putra berkeinginan membuat

Lebih terperinci