Upaya Penyeragaman Temperatur pada Peralatan Pengering Bertingkat dengan Menggunakan Panas Hasil Pembakaran Gas Elpiji

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Upaya Penyeragaman Temperatur pada Peralatan Pengering Bertingkat dengan Menggunakan Panas Hasil Pembakaran Gas Elpiji"

Transkripsi

1 LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN PENGEMBANGAN BIDANG ILMU TEKNOLOGI PENGRING BERBAHAN BAKAR TAK TERBARUKAN Judul Penelitian Upaya Penyeragaman Temperatur pada Peralatan Pengering Bertingkat dengan Menggunakan Panas Hasil Pembakaran Gas Elpiji Prof. Dr. Ir. Ahmad Syuhada, M.sc. Ratna Sari ST DIBIAYAI OLEH KEGIATAN PENGEMBANGAN BIDANG ILMU UNIVERSITAS SYIAH KUALA TAHUN 2007 SESUAI DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN HIBAH PENELITIAN No 11/TM-HP/PBI-Unsyiah/2007 TANGGAL 1 September 2007

2 JURUSAN TEKNIK MESIN-FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA DESEMBER 2007 RINGKASAN DAN SUMMARY Pemanfaatan energi panas matahari untuk digunakan pada proses pengeringan masih menghadapi berbagai kendala, yang berupa perubahan cuaca dan musim yang menyebabkan penyerapan energi matahari tidak optimal. Salah satu solusi untuk mengatasi hal ini adalah memanfaatkan energi panas dari hasil pembakaran gas elpiji, sebagai energi panas pengeringan. Agar pemanfaatan energi panas hasil pembakaran secara maksimal pada kapasitas pengeringan yang besar, diperlukan sistim pengeringan yang bertingkat. Untuk pengeringan bertingkat perlu dihindari fluktuasi panas yang tidak seragam di setiap tingkat pengering. Jika ini terjadi akan mengakibatkan menurunnya kualitas hasil pengeringan. Untuk itu, keseragaman temperatur di dalam ruang pengeringan merupakan hal yang mutlah diperlukan. Pada penelitian ini akan dibuat suatu peralatan uji untuk pengeringan/pengasapan hasil pertanian/perikanan. Peralatan ini dilengkapi dengan ruangan pengering bertingkat, saluran udara pemanas dan pengarah aliran udara panas ke ruang pengeringan bertingkat dari pembakaran bahan bakar, dengan udara panas memasuki setiap tingkat saluran pemanas di asumsikan gradien temperatur di ruang pengaring tidak besar. Dari hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran tentang karakteristik distribusi temperatur dan pola aliran udara panas pada peralatan pengeringan, yang dapat digunakan sebagai suatu informasi dasar dalam perencanaan maupun penelitian lanjutan untuk peralatan pengeringan yang bertingkat. Hasil dari kajian ini dapat dasimpulkan : 1. Distribusi temperatur dengan pengarah awal berlobang dan tidak berlobang sangat berbeda, ini disebabkan oleh pola aliran yang terjadi terutama pada sudut atap cerobong yang 15 o 2. Untuk sudut atap cerobong 25 o, pola aliran yang terjadi pada saluran pemanas lebih laminar sehinga distribusi temperature cendrung membentuk garis lurus. Baik untuk pengarah awal berlobang atau tidak berlobangpada sudut atap cerobong 25 o perbedaan kedua jenis pengarah awal hanya pada distribusi temperatur, saluran dengan pengarah awal gradient temperature antara titik 1 ke titik 6 lebih lebar

3 dibandingkan dengan distribusi temperature pada saluran dengan pengarah awal berlobang. 3. Distribusi temperatur pada saluran pemanas dengan sudut atap cerobong 35 o jauh berbeda dengan distribusi temperature dengan sudut atap cerobong 15 o, untuk saluran pemanas dengan sudut atap cerobong 35 o menunjukkan gejala aliran laminar pada saluran kedua pengarah awal.. distribusi temperature pada saluran dengan sudut atap cerobong 35 o tidak terjadi perbedaan yang berarti pada gradient temperatur antara titik 1 dan titik 6 baik untuk pengarah awal berlobang atau tidak berlobang.. 4. Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 15 o bahwa keseragaman tenperaturpada pada posisi 5cm dari dinding antaa rak 1 sampai rak 6 dengan pengarah awal tidak berlobang dicapai setelah pemanasan 90 menit, yang mana pada pemanasan gradient temperature antara rak 1 dan ra 6 mencapai 6-7 o C. Sedangkan keseragaman temperatur dengan pengarah awal berlobang dapat dicapai setelah pemanasan 50 menit. Gradient temperature antara rak 1 dan rak 6 pada pemansan awal sama dengan gradien pada pengarah awal tidak berlobang. 5. pada ruang pengering bersudut atap cerobong 25 o dengan pengarah awal tidak berlobang, yang mana gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 berkisar antara 4-7 derjat C. Keseragaman temperature belum tercapai hingga pemanasan 150 menit, hal ini terjadi.karena pengaruh pemanasan yang dominant terjadi dari bagian saluran pemanas dan pengaruh keluaran cepat akibat sudut cerobong gas buang. dan dengan pengarah awal berlobang, yang mana gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 pada awal pemanasan hanya berkisar 4-5 o C, setelah pemanasan 30 menit gradient temperature mencapai 3 o C dan setelah pemanasan 70 menit keseragaman temperatur hamir tercapai. Dengan demikian pengaruh lobang pada pengarah awal dan sudut atap ccerobong mulai nampak. 6. distribusi temperatur pada ruang pengering bersudut atap cerobong 35 o dengan pengarah awal tidak berlobang, yang mana jelas bahwa gradient temperatur dari rak1 sampai rak 6 sangat besar yang berkisar antara 7-9 o C dan distribusi temperature tidak teratur. Sedangkan distribusi temperature dengan pengarah awal berlobang graddien temperature antara rak 1 sampai rak 6 kecil sekitar 2-3 o C.dan setelah pemanansan menit distribusi temperature cendrung seragam. 7. Posisi titik 25 cm dari dinding saluran dengan sudut atap cerobong 15 o keseragaman tenperatur antata rak 1 sampai rak 6 dengan pengarah awal tidak berlobang dicapai

4 setelah pemanasan 90 menit, yang mana pada pemanasan awal gradient temperature antara rak 1 dan ra 6 mencapai 3-4 o C. Sedangkan keseragaman temperatur dengan pengarah awal berlobang dapat dicapai setelah pemanasan 40 menit. Gradient temperature antara rak 1 dan rak 6 pada pemansan awal sekitar 1-2. o C. 8. Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 25 o dengan pengarah awal tidak berlobang, yang mana keseragaman temperature belum tercapai hingga pemanasan 150 menit, hal ini terjadi.karena pengaruh pemanasan yang dominant terjadi dari bagian saluran pemanas dan pengaruh keluaran cepat akibat sudut cerobong gas buang. Dari pemanasan awal hinga mencapai menit. gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 berkisar antara 4-11 o C. Setelah pemanasan melewati 90 menit gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 berkisar antara 2-4 o C. untuk dengan pengarah awal berlobang, yang mana gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 pada awal pemanasan hanya berkisar 4-5 o C, setelah pemnasan 30 menit gradient temperature mencapai 2-3 o C dan setelah pemanasan 70 menit keseragaman temperatur hamir tercapai. Dengan demikian pengaruh lobang pada pengarah awal dan sudut atap ccerobong nampak nyata. 9. Untuk yang bersudut atap cerobong 35 o dengan pengarah awal tidak berlobang, gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 sangat berkisar antara 7-9 o C hingga pemanasan 90 menit. Sedangkan distribusi temperature dengan pengarah awal berlobang graddien temperature antara rak 1 sampai rak6 lebih besar dari sudut atap cerobang 25 o sekitar 8-11 o C..dan distribusi temperature cendrung tidak seragam seragam serta tidak teratur..

5 BAB I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara penghasil pertanian dan perikanan seperti padi, jangung kakao dan lain-lainnya. Namun permasaalah yang selalu dihadapi para petani atau nelayan tradisional adalah pluktuasinya hasil pertanian/tangkapan ikan yang sulit diprediksi oleh petani/nelayan maupun konsumen, sehingga pada musim panen raya banyak hasil pertanian/perikanan tidak termamfaatkan sehingga harga jual ikan nelayan menurun tajam, Ini akan menyebabkan pendapatan petani dan nelayan tidak pernah meningkat. Mengingat hal inii teknologi pasca panen untuk pengawetan sementara dari hasil pertanian/perikanan sebelum dikonsumsikan oleh konsumen, ataupun di export merupakan hal sangat dibutuhkan. Suatu kajian bahwa, proses pengeringan dan pemanasan merupakan hall yang sesuai untuk proses pengawetan sementara untuk hasil-hasil pertanian/perikanan guna meningkatkan ekonomi petani/nelayan dan menunjang export nasional. Penggunaan energi panas matahari untuk proses pengeringan telah berkembang pesat. Walaupun demikian, pemanfaatan energi panas matahari yang digunakan untuk proses pengeringan hasil-hasil pertanian dan kelautan masih menghadapi berbagai masalah, di antaranya adalah perubahan cuaca dan musim masalah lain yang dijumpai oleh petani untuk kebutuhan pengengering yang kapasitas besar dengan energi mata hari membutuhkan lahan penjemuran yang besar seperti penjemuran padi,tepunh, kopi, kakao atau penjemuran hasil-hasil perikanan. Salah satu solusi untuk mengatasi hal ini adalah memanfaatkan energi panas hasil pembakaran dari bahan bakar. Kebanyakan peralatan pengeringan hasil pertanian atau perikanan bermodul perpindahan panas konvesi paksa dengan mengunakan fan atau blower untuk mensirkulasikan udara panas dari ruang bakar ke ruang pengering. Dengan pemanfaatan alat paksa untuk mensirkulasi udara panas di ruang pengeringan akan terjadi distribusi panas yang tidak merata di ruang pengering dan menjadikan garadien distribusi temperatur di dalam ruang penengering. Jika ini terjadi maka ketidak seragaman panas yang diterima oleh objek pengeringan di ruang pengeringan apa lagi jika pengeringan bertingkat. Apabila terjadinya ketidak seragaman temperatur yang besar maka sebagian objek pengeringan akan menerima panas yang berlebihan sedangkan di bagian lain menerima panas yang sedikit. Inilah yg menyebabkan mutu hasil pengeringan yang sangat buruk. Oleh karena itu, untuk menjaga kwalitas produk pengeringan tetap terjamin, perlu pengkajian lebih lanjut terhadap karakteristik penukar/perpindahan panas dan pola aliran fluida pengengering pada peralatan pengering untuk mendapatkan sistim dan peralatan

6 pengering yang optimal dengan menggunakan energi bahan bakar dan temperatur yang lebih merata di dalam peralatan pengering. Dengan kegiatan penelitian ini kami mencoba, kemampuan yang kami miliki untuk menciptakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat tani/nelayan yaitu peralatang pengering bertingkat yang tepat guna Agar pemanfaatan energi panas hasil pembakaran secara maksimal, diperlukan suatu peralatan penukar panas dan lemari pengering sebagai media (tempat) terjadinya proses pengeringan. Pengunaan pengering bertingkat banyak merupakan upaya memperbesar kapasitas pengering dengan kosumsi energi panas yang mendekati sama dengan pengering bertingkat. Namun, di dalam lemari pengering harus dihindari terjadinya fluktuasi panas yang tidak seragam yang diterima dari proses pembakaran bahan bakar, jika ketidak seragaman penerimaan panas oleh objek pengeringan akan mengakibatkan menurunnya kualitas hasil pengeringan Fluktuasi panas yang tidak seragam terjadi jika perpindahan panas konveksi paksa diandalkan, aliran fluida pada konversi paksa terjadi karena gerakan udara panas akibat gaya paksa fan atau blower. Aliran udara panas ini berpola turbulen, aliran turbulen inilah yang menyebabkan ketidak seragaman temperatur di ruang pengering apa lagi untuk pengeringan bertingkat Untuk mendapatkan distribusi panas yang mendekati seragam di dalam lemari pengering di perlukan saluran samping dari ruang pengering yang mana udara panas ini di salurkan ke ruang penge, maka perlu dilakukan kajian tentang karakteristik perpindahan panas dari hasil pembakaran pada peralatan tersebut. Pada kajian ini dibuat suatu peralatan pemanasan objek pengeringan dengan menggunakan saluran udara pemanas dan pengarah aliran udara panas yang dihasilkan dari pembakaran bakar. Pola aliran panas yang akan di kaji adalah modul perpindahan panas konveksi alamiah (natural convection). Gerakan aliran panas disebabkan oleh gaya apung akibatkan perbedaan densiti partikel udara karena beda temperatur di ruang bakar dan ruang pengering. Kelebihan alat ini hemat tenaga kerja, dapat dioperasikan bebas hambatan cuaca (iklim), dan dapat diatur temperatur pemanasan yang sesuai dan konstan. Untuk mendapatkan suatu peralatan yang efektif maka diperlukan kaji karakteristik perpindahan panas pada sistem peralatan tersebut sehingga dapat diketahui pengaruh penggunaan saluran udara pemanas terhadap distribusi temperatur didalam lemari pengering. Kajian perpindahan panas pada suatu sistem peralatan terutama yang berdimensi lebih dari satu sangat mahal dan rumit untuk dilakukan. Oleh karena itu, pada kajian ini selain melakukan secara experimental juga dengan metode numerik menjadi pilihan untuk menyelesaikan kasus ini, yang menyangkut sistem dengan sifat-sifat fisik yang kompleks

7 dan syarat batas yang tidak seragam. Pemakaian metode ini biasanya memerlukan banyak waktu terutama apabila dilakukan secara manual, tetapi dengan semakin berkembangnya teknologi komputerisasi maka penyelesaian secara numerik sudah sangat mudah dan cepat dilakukan dengan bantuan perangkat lunak (software) komputer. Perpindahan panas yang terjadi didalam lemari pengering dipengaruhi oleh distribusi temperatur pada ruang bakar bagian atas (pengarah aliran awal), saluran udara pemanas dan cerobong asap. Namun, pada penelitian ini analisa perpindahan panas dibatasi pada pengarah awal, saluran udara pemanas dan lemari pengering. Sedanhg pengaruh cerobong asap akan di lakukan pada penelitiasn tahap ke 2. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka pada penelitian ini dilakukan dua tahap proses penelitan yaitu kajian secara eksperimental dan pemodelan distribusi temperatur yang dilakukan secara numerik. Pada kajian eksperimental dilakukan pengukuran temperatur pada peralatan dan pemodelan distribusi temperatur pada peralatan dilakukan dengan menggunakan bantuan software dalam bentuk dua dimensi. Sebagai data awal untuk input data temperatur di dalam pemodelan didapatkan dari hasil pengujian eksperimental. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran distribusi temperatur dan pola aliran udara pemanas pada peralatan pengasapan pisang yang dapat digunakan sebagai suatu informasi dasar dalam perencanaan maupun penelitian selanjutnya pada suatu peralatan pengasapan/pengeringan yang menggunakan saluran udara pemanas. BAB II. STUDI PUSTAKA Prinsip pengeringan adalah upaya pengurangan air yang terkandung pada suatu material dengan cara penguapan kadar air tersebut, hal ini terjadi karena adanya perbedaan kandungan uap air antara media pengering (udara) dan bahan yang dikeringkan. Salah satu faktor yang dapat mempercepat pengeringan adalah angin atau udara kering yang mengalir (A. Syudada, 1992b). Dengan adanya aliran udara, maka udara yang sudah jenuh dapat diganti oleh udara kering sehingga proses pengeringan berlanjut. Pada saat cuaca cerah dimana suhu udara tinggi serta kelembaban nisbi tinggi, akan mengakibatkan udara menjadi kering. Apapun yang dijemur pada saat cuaca seperti ini akan cepat kering. Namun sebaliknya pada saat cuaca sedang mendung/hujan, suhu udara dan derajat kelembaban nisbi menjadi rendah yang mengakibatkan udara mengandung banyak uap air. Pada kondisi semacam ini, proses pengeringan tidak akan berlangsung dengan baik.

8 Selain penjemuran dengan sinar matahari, pengeringan dapat dilakukan dengan bantuan alat pengering mekanis. Pengeringan secara mekanik merupakan penjemuran yang menggunakan peralatan dan sumber energi dengan bantuan energi listrik, minyak, gas atau bahan bakar lainnya (A. Syuhada, 2000b). Alat pengering dengan energi pembakaran ini dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk proses pengeringan. Kelebihan alat ini diantaranya dapat dioperasikan tanpa hambatan iklim, kualitas pengeringan dapat terkontrol, hemat tenaga kerja, dan waktu pengeringan dapat atur. Namun disamping kelebihan alat pengering ini juga mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah dibutuhkan biaya yang lebih besar untuk membuat alatnya. Namun, jika untuk usaha yang kontinyu biaya besar yang dikeluarkan pada saat pembuatan akan cepat tertutupi dengan pengoperasian berkapasitas besar. Atas dasar permasalahan tersebut di atas, maka pengkajian untuk teknologi tepat guna pasca panen pertanian, dengan teknologi murah, mudah dioperasikan dan dapat digunakan untuk berbagai macam bahan pengeringan. Dengan berpedoman syarat-syarat tersebut, maka dikaji suatu alat pengering menggunakan sumber energi panas dihasilkan dari pembakaran bahan bakar seperti kayu bakar, ampas kayu, BBM, BBG ataupun briket batu bara. Dengan mengunakan energi bahan bakar diyakini objek pengeringan yang bersentuhan langsung dengan gas asap pembakaran sering terpolusi bau gas asap, karena bahan bakar yang tidak habis terbakar. (pembakaran kurang sempurna). Jika teknologi ruang bakar, penukar panas, aliran fluida panas pada sistim pengering dipertimbangkan (A. Syuhada, 2000a), hambatan teknis ini dapat dihindari. Selain itu pemamfaatan energi pembakaran juga menghadapi kendala, yaitu energi panas pembakaran tidak efektif jika dimamfaatkan pada ruang terbuka. Panas yang dihasilkan dari pembakaran akan menyebar keluar dari daerah pemanasan yang diinginkan. Hal ini dapat diatasi jika pembuatan suatu peralatan penukar panas (Lemari Pengering) yang dapat menglokalisir energi pembakaran dan mengarahkannya kedaerah objek pengeringan( A. Syuhada, 2000c). Dengan demikian energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran ini akan dimamfaatkan semaksimal mungkin untuk proses pengering. Waktu pengeringan dapat lebih singkat, sehingga produk-produk yang dihasilkan selama musim hujan tidak terbengkalai. Walaupun demikian, penggunaan lemari pengering juga memiliki kelemahan, yaitu temperatur pengering di dalam lemari pengering yang sering tidak seragam. Jika ketidak seragaman temperatur fuida pengering yang mengalir melalui lemari pengering tersebut tidak teratasi, maka hasil pengering akan menurun kualitasnya yang diakibatkan oleh tidak meratanya suhu pengering yang diterima setiap produk yang dikeringkan (A. Syuhada,

9 2000b). Untuk menjaga kwalitas produk pengeringan tetap terjamin, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap karakteristik penukar panas dan pola aliran fluida pengengering pada peralatan pengering untuk mendapatkan sistim dan peralatan pengering yang optimal dengan menggunakan energi bahan bakar dan temperatur yang lebih merata di dalam peralatan pengering. Dengan kegiatan penelitian ini kami mencoba, kemampuan yang kami miliki untuk menciptakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat tani/nelayan kita yaitu peralatang pengering bertingkat yang tepat guna Pada penelitian ini, kajian yang dilakukan adalah karakteristik distribusi temperatur. Hal ini untuk memprediksi perpindahan panas pada peralatan pengeringan bertingkat. Untuk itu diperlukan pengukuran tempertatur pada titik tertentu di dalam peralatan. Peralatan yang digunakan untuk kajian ini berupa unit pengering yang terdiri dari 5 bagian utama, seperti diperlihatkan pada gambar 1. yaitu ruang bakar, ruang pengering, pengarah udara panas, rak pengering dan cerobong pembuang Cerobong Saluran gas panas Rak pengering Ruang Pembakaran Lemari Pengering Gambar 1, Skematik Peralatan penelitian untuk pengering bertingkat Lemari pengeringan adalah tempat untuk meletakkan objek yang akan dikeringkan. Lemari pengasapan ini berukuran 100 x 100 x 100 cm.. Saluran aliran gas panas yang terdapat

10 pada bagian tengah dan tepi lemari (1 pada gambar 2). Pada dinding saluran terdapat lubang untuk laluan aliran masuknya gas panas ke dalam lemari pengering (2). pengarah awal aliran untuk mengarahkan aliran gas asap dari dapur masuk ke saluran aliran pemanas.(3).saluran aliran panas ini berfungsi untuk membagikan aliran fluida panas sebagai penyeragam temperatur udara panas di lemari pengasapan (2). Saluran udara panas terletak pada bagian samping dan tengah lemari pengasapan, sedangkan pengarah awal aliran terletak antara lemari pengasapan dengan ruang pembakaran (3). Pada penelitian yang amati adalah distribusi temperatur di dalam ruang pengering dengan memvariasikan temperatur udara panas ke ruang pengering yang berasal dari ruang bakar. Pengukuran temperatur pada peralatan ini dilakukan selama 8 (delapan) jam untuk 1 variasi pengambilan data. Untk kasus ini data diambil dengan kondisi pemanasan dengan tanpa beban dan dengan kondisi ruang pengeringan dengan beban. Beban pengering dengan sampel padi, jagung, kacang kedelai(kuning) dan ikan teri. Beban ini diambil dengan pertimbangan ukuran besar dan masa mendekati sama Titik-titik pengukuran di dalam peralatan diperlihatkan pada gambar 3. dengan diperolahnya data distribusi di bagian-bagian peralatan pengering bertingkat ini, setelah di olah data tersebut kita bisa membuat karakteristik manual peralatan yang akan di hasilkan ( di patenkan). Keterangan Gambar : 1. Saluran tengah 2. Saluran tepi 3. Pengarah awal Gambar 2 Peralatan uji ( Lemari pengering bertingkat)

11 Gambar 3 Titik pengukuran temperatur di ruang pengering dan ruang bakar Parameter lain yang di ukur adalah kandungan air di udara panas di ruang bakar, ruang pengering dan cerobong asap, ini dilakukan untuk memprediksi kemampuan laju pengering yang bisa di capai oleh peralatan pengering bertingkat. Dan efisiensi peratan juga dapat di tentukan oleh data humidity udara panas tersebut. Dengan demikian dari hasil olah data ini kita juga dapat menghitung biaya pengeringan per kg beban pengering. BAB III. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboraterium Thermal dan Fluida Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, baik perencanaan peralatan uji, pembuatan, instrumentasi pengkuran data, pengambilan data maupun pengolahan data. Sedangkan waktu penelitian ini, dimulai dari rakit peralatan penelitian, rakit instrmentasi pengukran, pengambilan data, pengolahan data, serta sampai seminar dan laporan ahir menghabiskan waktu sekitar 4 bulan terhitung sejak dari persetujuan persetujuan dan tanda tangan kontrak penelitian. Parameter yang di amati pada penelitian yang amati adalah distribusi temperatur di dalam ruang bakar, saluran pemanas, maupun ruang pengering. Dengan memvariasikan temperatur saluran gas panas ke ruang pengering yang berasal dari ruang bakar. Titik ukur yang akan di lakukan seperti di tunjukkan pada gambar 4 Di samping itu dalam penelitian ini diperlukan beberapa peralatan ukur yaitu; Thermocouple Type K serta Display Digital-Multimeter, Thermometer dan Timbangan digital moister meter. Prosedur pengujian penelitian yang dilakukan mencakup cara pengoperasian peralatan pengeringan/pengasapan bahan adalah sebagai berikut:

12 1. Peralatan pengeringan ditempatkan di tempat terbuka, agar udara lembab hasil pengasapan akan langsung keluar ke udara bebas. 2. Pengujian dilakukan dengan melakukan pengeringan terhadap objek peneringan 3. Ruang pengasapan dengan beban sehingga bahan uji disusun memenuhi seluruh rak. 4. Untuk mengukur temperatur didalam ruang pengeringan, Thermocouple Type K serta Display Digital-Multimeter dan termometer diletakkan pada titik pengukuran. Titik-titik pengukuran seperti diperlihatkan pada gambar Bahan uji dimasukkan kedalam ruang pengasapan setelah temperatur di dalam ruang pengeringan/pengasapan benar-benar stabil, dan sebelum dimasukkan bahan uji ditimbang terlebih dahulu. 6. Pembacaan suhu pada Thermocouple dan Thermometer dilakukan setiap 15 menit sekali. 7. Pengukuran berat bahan uji juga dilakukan tiap 30 menit sekali, untuk mengetahui punurunan kadar air dari bahan uji. Gambar 4 Titik Titik Pengukuran Temperatur Pada Lemari Pengering

13 Pendekatan dan strategi yang akan dilakukan untuk memperoleh jawaban pertanyaan riset dan pencapaian tujuan riset. Dibuatlah satu peralatan untuk pengujian seperti diperlihatkan pada gambar 1. Ruang pembakaran, berukuran 120 x 120 x 75 cm, seluruh bagian terbuat dari papan dan kayu ditutupi dengan pelat aluminium dengan tujuan untuk mempertahankan panas didalam sekaligus menghindari terjadinya kecelakaan seperti kebakaran. Ruang pembakaran dibuat dengan ukuran yang lebih besar dari ruang pengeringan/pengasapan ini bertujuan agar proses pembakaran dapat berlangsung dalam ruang yang cukup oksigen. Pada bagian belakang ruang pembakaran dibuat pintu yang dapat dibuka tutup, pintu ini berfungsi untuk memasukkan bahan bakar dan untuk mensuplai udara sebanyak-banyaknya jika sewaktu-waktu temperatur didalam ruang pengeringan terlalu tinggi Saluran udara panas terdiri dari pengarah awal dan pengarah kecepatan aliran. Pengarah awal dibuat berbentuk segitiga, berfungsi untuk meningkatkan keseragaman distribusi panas dan kecepatan alirannya, membuat aliran udara panas menjadi turbulen, serta mengarahkan aliran udara panas dari ruang pembakaran sebelum masuk ke dalam ruang pengering/pengasapan.. Bagian ini di letakan di atas ruang pembakaran, dibuat dari besi siku dan pelat aluminium. Sedangkan Pengarah kecepatan aliran dibuat berbentuk belokan, berfungsi untuk menyeragamkan kecepatan aliran dan meningkatkan turbulensinya udara panas yang akan masuk ke ruang pengering, sehingga didapat distribusi temperatur yang seragam di tiap rak. Bagian ini di pasang pada dinding bagian kanan, tengah dan kiri ruang pengeringan/pengasapan dan dibuat dari plat besi siku dan pelat alumanium. Ruang pengeringan adalah tempat untuk mengeringkan bahan yang hendak dikeringkan/diasapkan, direncanakan berukuran 100 x 100 x 100 cm dengan bahan aluminium 0,5 cm. Untuk mengisolasi perpindahan panas keluar dari ruang pengering pada sisi kanan, kiri, depan dan belakang bagian luarnya dilapisi dengan papan yang memiliki ketebalan 2 cm. Ruang pengeringan/pengasapan dibagi dua bagian, dimana tiap bagiannya terdapat 7 rak yang masing-masing berukuran 92 x 40 x 3 cm dengan jarak 10 cm tiap rak, yang terbuat dari kawat jaring. Pada bagian atas ruang pengering terdapat cerobong, berfungsi sebagai lubang keluaran campuran udara panas dan uap hasil pengeringan yang memiliki dimensi awal sama dengan dimensi ruang pengering/pengasapan 100 x 100 cm dan pada bagian atasnya terdapat lubang yang diperkecil dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm. Bila sudut cerobong dibuat sedemikian rupa dan dimensi bagian atasnya diperkecil, maka panas di dalam lemari

14 pengering tidak terlalu cepat keluar dan aliran udara didalam lemari dapat mengalir dengan baik. Dalam penelitian ini, sudut cerobong divariasikan 15 o, 25 o, dan 35 o. Pengujian di lakukan dengan tanpa bahan uji dan dengan dua jenis bahan uji untuk masing-masing variasi sudut cerobong yaitu 15 o, 25 o, 35 o. Tiap jenis bahan uji dengan variasi sudut tersebut dilakukan dua perlakuan dengan menggunakan pengarah awal tanpa berlubang (pengeringan) dan dengan menggunakan pengarah awal berlubang pengasapan). Pengambilan data meliputi data distribusi temperatur, penurunan berat bahan uji dan humidity udara panas. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Temperatur Pada Saluran Pengarah/Prmanas Distribusi temperatur pada saluran pengarah atau juga disebut dengan saluran pemanas dapat ditunjukkan pada gambar 4.2. Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 15 o dijelaskan pada gambar 4.2a, gambar 4.2a1 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.2a2 menjelaskan pola distribusi temperature untuk pengering dengan pengarah awal berlobang. Distribusi Temperatur Pada Saluran Pengarah dengan Cerobong 15, Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C Temperatur Pengukuran (C) Waktu Pengukuran (menit) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Gambar 4.2a.1. Cerobong bersudut atap 15 o dengan pengarah tidak berlobang Distribusi temperature pada peralatan pengering dengan pengarah awal tidak berlobang tidak teratur, ini terjadi dikarenakan pola aliran gas panas didalam saluran yang kecepatan dan temperature selalu berubah disetiap titik pengukuran. Karena seluruh massa gas panas hasil pembakaran bahan bakar menuju ke ruang pengering melalui saluran pengarah yang berakibatkan turbulensi aliran yang tinggi. Turbulensi aliran yang tinggi ini

15 selain disebabkan kecepatan aliran tinggi di dalam saluran juga oleh gangguan aliran oleh sudu pengarah alirah ke ruang pengering Distribusi Temperatur Pada Saluran Pengarah dengan Cerobong 15, Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C Temperatur pengukuran (C) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Waktu pengukuran (menit) Gambar 4.2a.2. Cerobong bersudut atap15 o dengan pengarah berlobang Pada peralatan dengan pengarah awal berlobang distribusi temperature sangat teratur.dan hampir mendekati seragam pada semua titik, hal ini dapat terjadi karena sebahagian besar massa gas panas hasil pembakaran bahan bakar naik menuju ke pengering melewati lobang-lobang pengarah awal yang dipengaruhi oleh gaya apung. Sehingga massa aliran melalui saluran pemanas sudah sedikit dan menyebabkan aliran menjadi laminar. Karena massa gas panas yang mengalir melalui saluran pengarah kecil dari pada peralatan dengan pengarah awal tidak berlobang dan panas yang di bawa oleh gas panas juga sedikit, maka gradient temperature antara titik 1 dan titik 6 juga tidak begitu besar di bandingkan dengan yang terjadi pada saluran dengan pengarah awal tidak berlubang. Distribusi Temperatur Pada Saluran Pengarah dengan Cerobong 25, Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C. 100 Temperatur Pengukuran (C) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4.2b.1 Cerobong bersudut atap 25 o dengan pengarah tidak berlobang

16 Distribusi Temperatur Pada Saluran Pengarah dengan Cerobong 25, Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C. Temperatur Pengukuran (C) Waktu Pengukuran (menit) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Gambar 4.2b.2. Cerobong bersudut atap25 o dengan pengarah awal berlobang Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 25 o dijelaskan pada gambar 4.2b, gambar 4.2b1 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.2b2 menjelaskan pola distribusi temperature untuk pengering dengan pengarah awal berlobang Distribusi Temperatur Pada Saluran Pengarah dengan Cerobong 35, Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C. 100 Temperatur Pengukuran (C) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4.2c.1 Cerobong bersudut atap 35 o dengan pengarah tidak berlobang Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 25 o diperlihatkan pada gambar 4.2b, gambar 4.2b1 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.2b2 menjelaskan pola distribusi temperature untuk pengering dengan pengarah awal berlobang. Dari gambar 4.2b dapat dilihat bahwa pola aliran yang terjadi pada saluran pemanas dengan sudut atap cerobong 25 o agak laminar sehinga distribusi temperature cendrung membentuk garis lurus. Fenomena ini terjadi pada

17 kedua jenis saluran baik untuk pengarah tidak berlobana ataupun dengan pengarah berlobang. Perbedaan kedua jenis pengarah awal hanya pada distribusi temperatur, saluran dengan pengarah awal gradient temperature anta titik 1 ke titik 6 lebih lebar dibandingkan dengan distribusi temperature pada saluran dengan pengarah awal berlobang. Distribusi Temperatur Pada Saluran Pengarah dengan Cerobong 35, Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C Temperatur Pengukuran 105 (C) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4.2c.2 Cerobong bersudut atap 35 o dengan pengarah berlobang Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 35 o dijelaskan pada gambar 4.2c, gambar 4.2c1 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.2c2 menjelaskan pola distribusi temperature untuk pengering dengan pengarah awal berlobang. Distribusi temperature pada saluran pemanas dengan sudut atap cerobong 35 o jauh berbeda dengan distribusi temperature dengan sudut atap cerobong 15 o yang pola aliran pengarah awal tidak berlobang menunjukkan turbulensi yang tinggi. Tetapi untuk saluran pemanas dengan sudut atap cerobong 35 o menunjukkan gejala aliran laminar pada saluran kedua pengarah awal. Distribusi temperature pada saluran bersudut atap cerobong 35 o sedikit berbeda dengan bersudut ata cerobong 25 o. yang mana gradient temperature titik 1 dan titik6 pada saluran pemanas bersudut atap 25 o dengan pengarah awal tidak benlobang lebih besar dari saluran berperah berlobang. Tetapi pada saluran dengan sudut atap cerobong 35 o tidak terjadi perbedaan yang berarti pada gradient temperatur antara titik 1 dan titik 6 baik untuk pengarah awal berlobang atau tidak berlobang. Hal ini terjadi mungkin di sebabkan hambatan aliran di saluran buang pada cerobong. 4.2.Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering Distribusi temperatur pada ruang pengering di ukur pada 2 posisi di setiap rak, 5 cm dari dinding saluran pemanas dan titik berjarak 25 cm dari dinding saluran pemanas.

18 Distribuís temperatur 5 cm dari dinding pemanas Posisi titik 5 cm dari dinding saluran pemanas dapat ditunjukkan oleh gambar 4.3. Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 15 o dijelaskan pada gambar 4.3a, gambar 4.3a1 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.3a2 menjelaskan pola distribusi temperature untuk pengering dengan pengarah awal berlobang. Dari gambar 4.3a1 menjelaskan bahwa keseragaman tenperatur antata rak 1 sampai rak 6 dengan pengarah awal tidak berlobang dicapai setelah pemanasan 90 menit, yang mana pada pemanasan gradient temperature antara rak 1 dan ra 6 mencapai 6-7 o C. Sedangkan keseragaman temperatur dengan pengarah awal berlobang dapat dicapai setelah pemanasan 50 menit. Gradient temperature antara rak 1 dan rak 6 pada pemansan awal sama dengan gadien pada pengarah awal tidak berlobang. Keseragaman temperatur ini yang diinginkan untuk proses pengringan dan hal ini merupakan pengaruh sudut atap cerobong pembuangan gas buang. Keseragam temperatur antar rak di ruang pengeringan ini merupakan hal yang di tuju pada kakian ini. Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengerin tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 15 dengan Pengarah Awal Tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C Temperatur pengukuran (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengukuran (menit) Gambar 4.3a1 Posisi 5 cm dari dinding saluran pemanas dengan sudut cerobong 15 o dan pengarah awal tidak berlubang Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 15 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C 100 Temperatur Pengukuran (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengukuran (menit) Gambar 4.3a.2 Posisi 5 cm dari dinding saluran pemanas dan pengarah awal berlubang

19 Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 25 o dijelaskan pada gambar 4.3b, gambar 4.3b1 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.3b2 menjelaskan pola distribusi temperatur untuk pengering dengan pengarah awal berlobang Gambar 4.3b1 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering bersudut atap cerobong 25 o dengan pengarah awal tidak berlobang, yang mana gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 berkisar antara 4-7 derjat C. Keseragaman temperature belum tercapai hingga pemanasan 150 menit, hal ini terjadi.karena pengaruh pemanasan yang dominant terjadi dari bagian saluran pemanas dan pengaruh keluaran cepat akibat sudut cerobong gas buang. Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 25 dengan Pengarah Awal Tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C. Temperatur pengukuran (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengukuran (menit) Gambar 4.3.b.1 posisi 5 cm dari dinding saluran pemanas dengan sudut corobong 25 o dan pengarah awal tidak berlubang Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 25 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C. 100 Temperatur (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengkuran (menit). Gambar 4.3b.2 posisi 5 cm dari dinding saluran pemanas dengan sudut cerobong 25 o dan pengarah awal berlubang Gambar 4.3b2 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering bersudut atap cerobong 25 o dengan pengarah awal berlobang, yang mana gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 pada awal pemanasan hanya berkisar 4-5 o C, setelah pemnasan 30 menit gradient temperature mencapai 3 o C dan setelah pemanasan 70 menit

20 keseragaman temperatur hamir tercapai. Dengan demikian pengaruh lobang pada pengarah awal dan sudut atap ccerobong mulai nampak Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengerin tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 35 dengan Pengarah Awal Tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C. Temperatur pengukuran (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengukuran (menit) Gambar 4.3.c1 posisi 5 cm dari dinding pemanas dengan cerobong sudut 35 o dan pengarah awal tidak berlubang Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 35 o dijelaskan pada gambar 4.3c, gambar 4.3c1 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.3c2 menjelaskan pola distribusi temperature untuk pengering dengan pengarah awal Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 35 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C. Temperatur pengukuran (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengukuran (menit). Gambar 4.3c2 posisi 5 cm dari dinding saluran pemanas dengan cerobong bersudut pengarah awal berlubang Gambar 4.3c1 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering bersudut atap cerobong 35 o dengan pengarah awal tidak berlobang, yang mana jelas bahwa gradient temperatur dari rak1 sampai rak 6 sangat besar yang berkisar antara 7-9 o C dan distribusi temperature tidak teratur.. Keseragaman temperature tercapai, hal ini terjadi.karena pengaruh pemanasan yang dominant terjadi dari bagian saluran pemanas dan pengaruh keluaran cepat akibat sudut cerobong gas buang.yang besar.

21 Sedangkan distribusi temperature dengan pengarah awal berlobang seperti terlihat pada gambar 4.3c2 bahwa graddien temperature antara rak 1 sampai rak6 kecil sekitar 2-3 o C.dan setelah pemanansan menit distribusi temperature cendrung seragam. Distribuís temperatur 25 cm dari dinding pemanas Posisi titik 25 cm dari dinding saluran pemanas dapat ditunjukkan oleh gambar 4.4. Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 25 o dijelaskan pada gambar 4.4a, gambar 4.4a1 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.4a2 menjelaskan pola distribusi temperature untuk pengering dengan pengarah awal berlobang. Dari gambar 4.4a1 menjelaskan bahwa keseragaman tenperatur antata rak 1 sampai rak 6 dengan pengarah awal tidak berlobang dicapai setelah pemanasan 90 menit, yang mana pada pemanasan awal gradient temperature antara rak 1 dan ra 6 mencapai 3-4 o C. Sedangkan keseragaman temperatur dengan pengarah awal berlobang dapat dicapai setelah pemanasan 40 menit. Gradient temperature antara rak 1 dan rak 6 pada pemansan awal sekitar 1-2. o C. Untuk distribusi temperatur pada peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 25 o dijelaskan pada gambar 4.4b, gambar 4.4b1 untuk pengering dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.4b2 menjelaskan pola distribusi temperatur untuk pengering dengan pengarah awal berlobang. Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengerin tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 15 dengan Pengarah Awal Tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C 100 Temperatur pengukuran (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengukuran (menit) Gambar 4.4a.1 posisi 25 cm dari dinding saluran pemanas dengan cerobong sudut 15 o dan pengarah tidak awal berlubang Gambar 4.4b1 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering bersudut atap cerobong 25 o dengan pengarah awal tidak berlobang, yang mana keseragaman temperature belum tercapai hingga pemanasan 150 menit, hal ini terjadi.karena pengaruh

22 pemanasan yang dominant terjadi dari bagian saluran pemanas dan pengaruh keluaran cepat akibat sudut cerobong gas buang. Dari pemanasan awal hinga mencapai menit. gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 berkisar antara 4-11 o C. Setelah pemanasan melewati 90 menit gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 berkisar antara 2-4 o C. Gambar 4.4b2 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering bersudut atap cerobong 25 o dengan pengarah awal berlobang, yang mana gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 pada awal pemanasan hanya berkisar 4-5 o C, setelah pemnasan 30 menit gradient temperature mencapai 2-3 o C dan setelah pemanasan 70 menit keseragaman temperatur hamir tercapai. Dengan demikian pengaruh lobang pada pengarah awal dan sudut atap ccerobong nampak nyata. Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengerin tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 15 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C Temperatur pengukuran (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengukuran (menit) Gambar 4.4a.2 posisi 25 cm dari dinding saluran pemanas dengan cerobong sudut 15 o dan pengarah awal berlubang Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 25 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C. Temperatur Pengukuran (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengukuran (menit). Gambar 4.4b1 posisi 25 cm dari dinding saluran pemanas dengan cerobong sudut 25 o dan pengarah tidak awal berlubang

23 Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 25 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C. 100 Temperatur (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6 Waktu pengkuran (menit). Gambar 4.4b2 posisi 25 cm dari dinding saluran pemanas dengan cerobong sudut 25 o dan pengarah awal berlubang Gambar 4.4c1 menunjukkan distribusi temperatur pada ruang pengering bersudut atap cerobong 35 o dengan pengarah awal tidak berlobang, yang mana jelas bahwa gradient temperature antara rak1 sampai rak 6 sangat besar yang berkisar antara 7-9 o C hingga pemanasan 90 menit. Ini pun distribusi temperature tidak teratur.. Keseragaman temperature tidak tercapai, hal ini terjadi.karena pengaruh pemanasan yang dominant terjadi dari bagian saluran pemanas dan pengaruh keluaran cepat akibat sudut cerobong gas buang.yang besar. Setelah pemanasan 100 menit gradient temperature lebih kecil dari sebelum pemanasan 90 menit yaity sekitar 2-3 o C Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 35 dengan Pengarah Awal Tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C. Temperatur pengukuran (C) Rak Rak 4 Rak 6 Waktu pengukuran (menit). Gambar 4.4c1 posisi 25 cm dari dinding saluran pemanas dengan cerobong sudut 35 o dan pengarah tidak awal berlubang Sedangkan distribusi temperature dengan pengarah awal berlobang seperti terlihat pada gambar 4.4c2 bahwa graddien temperature antara rak 1 sampai rak6 lebih besar dari sudut atap cerobang 25 o sekitar 8-11 o C..dan distribusi temperature cendrung tidak seragam seragam serta tidak teratur

24 Distribusi Temperatur Pada Ruang Pengering tengah (25 cm dari Saluran Pengarah) Cerobong 35 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C.. Temperatur pengukuran (C) Rak 1 Rak 4 Rak 6.. Waktu pengukuran (menit). Gambar 4.4c2 posisi 25 cm dari dinding saluran pemanas dengan cerobong sudut 35 o dan pengarah tidak awal berlubang. 4.3.Distribuís Temperatur pada Corobong Distribuís temperatu pada cerobong gas buang udara panas dari ruang pengering diperlihatkan pada gambar 4.5. Untuk distribusi temperatur pada cerobong pembuan gas pana dari peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 15 o dijelaskan pada gambar 4.5a Gambar 4.5a1 memperlihatkan distribusi untuk cerobong dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.5a2 menjelaskan pola distribusi temperature untuk pengering dengan pengarah awal berlobang. Dari gambar 4.4a1 nampak bahwa gradien tenperatur antata rak 1 sampai rak 6 dengan pengarah awal tidak berlobang mencapai capai o C. Distribusi Temperatur Pada Cerobong 15 dengan Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C Temperatur Pengukuran (C) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4.5a.1 Ddistribusi temperature di cerobong dengan sudut 15 o dan pengarah awal tidak berlubang Gambar 4.5a2 menunjukkan distribusi temperature pada peralatan dengan pengarah awal berlobang yang mana distribusi temperature aga teratur dengan temperatr titik 1 dan 4 agak sama, sedang dengan temperature di titik 6 jauh di bawah temperature titik di titik 1 dan 4. Gradient temperature antara titik 1 dan titik 6 mencapai o C.

25 Untuk distribusi temperatur pada cerobong pembuan gas panas dari peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 25 o dijelaskan pada gambar 4.5b Gambar 4.5b1 memperlihatkan distribusi untuk cerobong dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.5b2 menjelaskan pola distribusi temperature untuk pengering dengan pengarah awal berlobang. Dari gambar 4.4b1 nampak bahwa gradien tenperatur antata rak 1 sampai rak 6 dengan pengarah awal tidak berlobang mencapai capai o C. Distribusi Temperatur Pada Cerobong 15 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C 100 Temperatur Pengukuran (C) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4.5a.2 Distribusi temperature di cerobong dengan sudut 15 o dan pengarah awal berlubang Distribusi Temperatur Pada Cerobong 25 dengan Pengarah Awal berlubang dan Temperatur referensi 85 C. 100 Temperatur Pengukuran (C) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4,5b1 Distribusi temperature di cerobong dengan sudut 25 o dan pengarah awal tidak berlubang Gambar 4.5b2 menunjukkan distribusi temperature pada peralatan dengan pengarah awal berlobang yang mana distribusi temperature agak teratur dengan temperatr titik 1 dan 4 mendekati sama, sedang dengan temperature di titik 6 berbeda dengan titik 1 dan 4. Gradient temperature antara titik 1 dan titik 6 mencapai 7-9 o C.

26 Distribusi Temperatur Pada Ruang Cerobong 25 dengan Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C. Temperatur Pengukuran (C) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4,5b.2 Distribusi temperature di cerobong dengan sudut 25 o dan pengarah awal berlubang Distribusi Temperatur Pada Cerobong 35 dengan Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C Temperatur Pengukuran (C) Titik 1 Titik 4 Titik Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4,5c1 Distribusi temperature di cerobong dengan sudut 35 o dan pengarah awal tidak berlubang Untuk distribusi temperatur pada cerobong pembuan gas panas dari peralatan pengering dengan sudut atap cerobong 35 o dijelaskan pada gambar 4.5c Gambar 4.5c1 memperlihatkan distribusi untuk cerobong dengan pengarah awal tidak berlobang dan gambar 4.5c2 menjelaskan pola distribusi temperature pada cerobong untuk pengering dengan pengarah awal berlobang. Dari gambar 4.4c1 nampak bahwa gradien tenperatur antata rak 1 sampai rak 6 dengan pengarah awal tidak berlobang mencapai capai o C. distribusi temratur pada titik 1 dan titik 4 cendrung seragam. Distribusi Temperatur Pada Cerobong 35 dengan Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C Temperatur Pengukuran (C) Titik 1 Titik 4 Titik 6 Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4,5c.2 Distribusi temperature di cerobong dengan sudut 35 o dan pengarah awal berlubang

27 Gambar 4.5c2 menunjukkan distribusi temperature pada cerobong peralatan dengan pengarah awal berlobang, yang mana distribusi temperature mendekati sama dengan distribusi temperatur pada peralatan pengering berpengarah berlobang. 4.4 Pengaruh Sudut Cerobang Terhadap Distribusi Temperatur Pengaruh sudut atap cerobong gas panas sudah dijelas pada pembahasan sebelumnya. Yang mana sudut atap cerobong ini sangat menentukan pola aliran dan distribuís temperatur baik di dalam saluran pengarah/pemenas, di dalam ruang pengering maupun di cerobong gas panas buang. Disamping mempengaruhi pola aliran gas panas, besarnya sudut atap cerobong ini juga menentukan besarnya gradien temperatur antara titik yang berbeda letaknya secara vertical di dalam saluran pemanas, di ruang pengering maupun di dalam cerobong gas panas sisa. Gambar 4.6a memperlihatkan distribusi temperatur titik 4 di dalam saluran pemanas dengan sudut atap cerobong buang gas panas yang berbeda. Distribusi temperatur dengan sudut atap 15 o agak teratur dan pola alran laminar. Akan tetapi berbeda dengan sudut atap 25 o dan 35 o dimana distribusi temperatur tidak teratur dan pola aliran pun agak turbulensi. Ditribusi Temperatur pada Titik 4 di Saluran Pengarah dengan Pengarah Awal tidak berlubang dan Temperatur referensi 85 C. Temperatur pengukuran (C) Cerobong 15 Cerobong 25 Cerobong 35 Waktu pengukuran (menit) Gambar 4,6a. Distribusi temperatur pada saluran pengarah(pemanas)

28 Distribusi Temperatur pada Rak 4 di Ruang Pengering Tepi (5 cm dari Saluran Pengarah) dengan Pengarah Awal tidak berlubang dan Tempertur referensi 85 C. Temperatur Pengukuran (C) Cerobong 15 Cerobong 25 Cerobong 35 Waktu Pengukuran (menit) Gambar 4,6b. Distribusi temperature pada pengering di posisi 5 cm dari dinding saluran pengarah Gambar 4.6b menunjukkan distribusi temperature pada ruang pengering dengan posisi pengukuran 5 cm dari dinding pemanas dengan variasi sudut atap cerobong. Pada awal pemanasan distribusi temperature agak berbeda diantara besaran sudut atap, akan tetapi setelah pemanasan mencapai 100 menit distribusi temperature pada ketiga variasi besaran sudut cendrung menuju sama. Kecendrungan kesamaan distribusi temperatur ini setelah sekian lama pemanasan karena pemanasan ini telah mencapai keadaan stedi. Dengan demikian sebelum keadaan stedi pengaruh besaran sudut atap cerobong mempengaruhi distribusi temperature pada titik ukur 5 cm dari dinding pemanas, Gambar 4.6c memperlihatkan distribusi temperature pada rak 4 yang jarak 25 cm dari dinding saluran pemanas, untuk ketiga rak pengeringan.gradien temperature di ketiga tipe cerobong lebih kecil dari posisi pengukuran 5 cm dari dinding saluran pemanas, ini terjadi karena gerakan gas panas di posisi ini lebih stabil akibat posisi pengukuran jauh dari lobang masuk pada dinding saluran pemanas. Dan keseragaman temperatue dari ketiga cerong jaga lebih cepat yaitu 75 menit dari awl pemanasan. Distribusi Temperatur pada Rak 4 di Ruang Pengering Tengah (25 cm dari Saluran Pengah) dengan Pengarah Aw al tidak berlubang dan temperatur referensi 85 C. Temperatur pengukuran (C) Cerobong 15 Cerobong 25 Cerobong 35 Waktu pengukuran (menit) Gambar 4,6c. Distribusi temperatur pada pengering di posisi 25 cm dari dinding saluran pengarah

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS

PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PENGARUH SUDUT ATAP CEROBONG TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA RUANG PENGERING BERTINGKAT DAN KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS Nawawi Juhan 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe *Email:

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA Faisal Amir 1, Jumadi 2 Prodi Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Malikussaleh

Lebih terperinci

SISTEM PENYALEAN PISANG BERTINGKAT DENGAN MENGUNAKAN ENERGI BAHAN BIO-MASSA

SISTEM PENYALEAN PISANG BERTINGKAT DENGAN MENGUNAKAN ENERGI BAHAN BIO-MASSA SISTEM PENYALEAN PISANG BERTINGKAT DENGAN MENGUNAKAN ENERGI BAHAN BIO-MASSA Ahmad Syuhada,* Melinda** dan Darma Dawood* *Jurusan Teknik Mesin Fak Teknik Unsyiah, Banda Aceh Email: Syuhada_mech@yahoo.com

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK 112 MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK Dalam bidang pertanian dan perkebunan selain persiapan lahan dan

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENGERINGAN

JENIS-JENIS PENGERINGAN JENIS-JENIS PENGERINGAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat membedakan jenis-jenis pengeringan Sub Pokok Bahasan pengeringan mengunakan sinar matahari pengeringan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN KAJIAN KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI ALAMIAH PADA SALURAN PERSEGI EMPAT BERBELOKAN TAJAM OLEH Prof. DR. Ir. Ahmad Syuhada, M.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN

KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN ISSN 2302-0245 pp. 1-7 KAJI EKSPERIMENTAL SISTEM PENGERING HIBRID ENERGI SURYA-BIOMASSA UNTUK PENGERING IKAN Muhammad Zulfri 1, Ahmad Syuhada 2, Hamdani 3 1) Magister Teknik Mesin Pascasarjana Universyitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) Pemanfaatan energi surya memakai teknologi kolektor adalah usaha yang paling banyak dilakukan. Kolektor berfungsi sebagai pengkonversi energi surya untuk menaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada III. METODOLOGI PENELITIAN Alat pengering ini menggunakan sistem hibrida yang mempunyai dua sumber panas yaitu kolektor surya dan radiator. Saat cuaca cerah pengeringan menggunakan sumber panas dari kolektor

Lebih terperinci

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT

ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT ALAT PENGERING HASIL - HASIL PERTANIAN UNTUK DAERAH PEDESAAN DI SUMATERA BARAT Oleh : M. Yahya Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Padang Abstrak Provinsi Sumatera Barat memiliki luas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik AHMAD QURTHUBI ASHSHIDDIEQY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN SISTEM PENGERING IKAN MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI PANAS BUMI IE-SUUM KABUPATEN ACEH BESAR

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN SISTEM PENGERING IKAN MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI PANAS BUMI IE-SUUM KABUPATEN ACEH BESAR PERANCANGAN DAN PENGUJIAN SISTEM PENGERING IKAN MEMANFAATKAN SUMBER ENERGI PANAS BUMI IE-SUUM KABUPATEN ACEH BESAR Ahmad Syuhada 1a), Ratna Sary 1b), Rasta Purba 2c) 1) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM PENGERING KELOM GEULIS BERBASIS MIKROKONTROLER DENGAN DUA SISI BERPEMANAS PIPA

PENGEMBANGAN SISTEM PENGERING KELOM GEULIS BERBASIS MIKROKONTROLER DENGAN DUA SISI BERPEMANAS PIPA PENGEMBANGAN SISTEM PENGERING KELOM GEULIS BERBASIS MIKROKONTROLER DENGAN DUA SISI BERPEMANAS PIPA Edvin Priatna 1, Ade Maftuh 2, Sujudi 3 1 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Siliwangi

Lebih terperinci

PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION

PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION PENGUJIAN THERMAL ALAT PENGERING PADI DENGAN KONSEP NATURAL CONVECTION IGNB. Catrawedarma Program Studi Teknik Mesin, Politeknik Negeri Banyuwangi Email: ngurahcatra@yahoo.com Jefri A Program Studi Teknik

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO

DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO DESAIN SISTEM PENGATURAN UDARA ALAT PENGERING IKAN TERI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI IKAN TERI NELAYAN HERYONO HENDHI SAPUTRO 4205 100 009 TUJUAN PENELITIAN Membuat desain alat penukar panas yang optimal

Lebih terperinci

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP

Lingga Ruhmanto Asmoro NRP Dosen Pembimbing: Dedy Zulhidayat Noor, ST. MT. Ph.D NIP RANCANG BANGUN ALAT PENGERING IKAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR SURYA PLAT GELOMBANG DENGAN PENAMBAHAN CYCLONE UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS ALIRAN UDARA PENGERINGAN Lingga Ruhmanto Asmoro NRP. 2109030047 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan pascapanen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ELWINSYAH SITOMPUL

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN Oleh : FARIZ HIDAYAT 2107 030 011 Pembimbing : Ir. Joko Sarsetyanto, MT.

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon)

ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) ANALISIS PENYEBARAN PANAS PADA ALAT PENGERING JAGUNG MENGGUNAKAN CFD (Studi Kasus UPTD Balai Benih Palawija Cirebon) Engkos Koswara Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Majalengka Email : ekoswara.ek@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah besar (Capsicum Annum L.) merupakan komoditas yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Buahnya dapat digolongkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG DIAN HIDAYATI NRP 2110 030 037 Dosen Pembimbing Ir. Joko Sarsetyanto, MT PROGRAM STUDI DIPLOMA III

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dalam penelitian pengeringan kerupuk dengan menggunakan alat pengering tipe tray dengan media udara panas. Udara panas berasal dari air keluaran ketel uap yang sudah

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR Ahmad MH Winata (L2C605113) dan Rachmat Prasetiyo (L2C605167) Jurusan Teknik Kimia, Fak.

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH

SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH SIMULASI NUMERIK UJI EKSPERIMENTAL PROFIL ALIRAN SALURAN MULTI BELOKAN DENGAN VARIASI SUDU PENGARAH Syukran 1* dan Muh. Haiyum 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor 2 2016 ISSN 1412-7350 INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN PK Purwadi*, Wibowo Kusbandono** Teknik Mesin Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

PASCA PANEN BAWANG MERAH

PASCA PANEN BAWANG MERAH PASCA PANEN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali pelayuan dan pengeringan bawang merah

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN A. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Pemberitahuan Pelaksanaan IbM kepada Mitra Pelaksanaan kegiatan ipteks IbM Kelompok Tani Kopi Pemanfaatan Energi Surya dan Limbah Biomassa untuk Pengeringan dimulai setelah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

BAB IV METODE PENELITIAN. Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang akan digunakan selama melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Udayana kampus

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR

ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR TUGAS AKHIR ANALISIS THERMAL KOLEKTOR SURYA PEMANAS AIR JENIS PLAT DATAR DENGAN PIPA SEJAJAR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan sumber energi utama di dunia (sekitar 80% dari penggunaan total lebih dari 400 EJ per tahun).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya konsumsi bahan bakar khususnya bahan bakar fosil sangat mempengaruhi peningkatan harga jual bahan bakar tersebut. Sehingga pemerintah berupaya mencari

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI INOVASI TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN VARIASI KETINGGIAN CEROBONG

NASKAH PUBLIKASI INOVASI TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN VARIASI KETINGGIAN CEROBONG NASKAH PUBLIKASI INOVASI TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN VARIASI KETINGGIAN CEROBONG Ringkasan Tugas Akhir ini disusun Untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh derajat sarjana S1 Pada Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 140 IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA Muh. Anshar 1) Abstrak: Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas jagung yang dihasilkan agar sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Energi merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan sehari-hari, misalnya dalam bidang industri, dan rumah tangga. Saat ini di Indonesia pada umumnya masih menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan

SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN. Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan SISTEM PEMANFAATAN ENERGI SURYA UNTUK PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNGAN Fatmawati, Maksi Ginting, Walfred Tambunan Mahasiswa Program S1 Fisika Bidang Fisika Energi Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PHPT, Muara Angke, Jakarta Utara. Waktu penelitian berlangsung dari bulan April sampai September 2007. B. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG Oleh: ANANTA KURNIA PUTRA 107.030.047 Dosen Pembimbing: Ir. JOKO SASETYANTO, MT D III TEKNIK MESIN FTI-ITS

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengeringan pakaian dengan menjemur secara langsung di luar ruangan dengan menggunakan panas sinar matahari dan tambahan bantuan angin sudah terjadi selama beratus-ratus

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pengabdian kali ini, difokuskan pada pengrajin gerabah yang ada di desa Kesilir Kcamatan wuluhan Kabupaten Jember. K egiatan yang telah dilakukan tim pelaksana dimulai

Lebih terperinci

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data 4.1 Data Percobaan Parameter yang selalu tetap pada tiap percobaan dilakukan adalah: P O = 1 atm Panci tertutup penuh Bukaan gas terbuka penuh Massa air pada panci

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB

PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB No. 31 Vol. Thn. XVI April 9 ISSN: 854-8471 PENGHITUNGAN EFISIENSI KOLEKTOR SURYA PADA PENGERING SURYA TIPE AKTIF TIDAK LANGSUNG PADA LABORATORIUM SURYA ITB Endri Yani Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

RINGKASAN BAKING AND ROASTING RINGKASAN BAKING AND ROASTING Bab I. Pendahuluan Baking dan Roasting pada pokoknya merupakan unit operasi yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah eating quality dari bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi udara oleh exhaust dan blower serta sistem pengadukan yang benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masih banyak petani di Indonesia terutama petani padi masih menggunakan cara konvensional dalam memanfaatkan hasil paska panen. Hal ini dapat

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA KMT-3 RANCANG BANGUN ALAT PENGERING UBI KAYU TIPE RAK DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI SURYA Ismail Thamrin, Anton Kharisandi Jurusan Teknik Mesin Universitas Sriwijaya Jl.Raya Palembang-Prabumulih KM.32. Kec.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 99-104 PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) 1 Ari Rahayuningtyas, 2 Seri Intan Kuala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau Arecaceae dan anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini

BAB I PENDAHULUAN. atau Arecaceae dan anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera) merupakan satu jenis tumbuhan dari suku arenarenan atau Arecaceae dan anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan vital manusia karena dengan adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat ini energi yang banyak

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah

Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah Unjuk kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan Kerupuk Kulit Mentah Adjar Pratoto*, Endri Yani, Nural Fajri, Dendi A. Saputra M. Jurusan Teknik Mesin, Universitas Andalas Kampus Limau Manis, Padang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat

METODE PENELITIAN. Penentuan parameter. perancangan. Perancangan fungsional dan struktural. Pembuatan Alat. pengujian. Pengujian unjuk kerja alat III. METODE PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Pada penelitian kali ini akan dilakukan perancangan dengan sistem tetap (batch). Kemudian akan dialukan perancangan fungsional dan struktural sebelum dibuat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN

ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN PANAS DAN PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING BERBAHAN BAKAR GAS DENGAN VARIABEL TEMPERATUR LINGKUNGAN Flywheel: Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. IV, No., April 208, hal. 34-38 FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepagejurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISA TERMODINAMIKA LAJU PERPINDAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sebagaian besar bekerja sebagai petani, Oleh karena itu, banyak usaha kecil menengah yang bergerak

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sebagaian besar bekerja sebagai petani, Oleh karena itu, banyak usaha kecil menengah yang bergerak BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat Indonesia sebagaian besar bekerja sebagai petani, mulai dari menanam padi, jagung, bahkan palawija atau emponempon. Oleh karena itu, banyak usaha kecil menengah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Desain Termal 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses

I. PENDAHULUAN. tersedia di pasaran umum (Mujumdar dan Devhastin, 2001) Berbagai sektor industri mengkonsumsi jumlah energi berbeda dalam proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peralatan pengering berlangsung seiring dengan tuntutan tingkat performansi alat yang tinggi dengan berbagai faktor pembatas seperti ketersediaan sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kunyit adalah salah satu tanaman rempah yang sering kita jumpai hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kunyit adalah salah satu tanaman rempah yang sering kita jumpai hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kunyit adalah salah satu tanaman rempah yang sering kita jumpai hampir di seluruh Indonesia khususnya daerah Ponorogo terutama pada daerah dataran tinggi. Tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama.

I. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, ketergantungan manusia terhadap energi sangat tinggi. Sementara itu, ketersediaan sumber energi tak terbaharui (bahan bakar fosil) semakin menipis

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Renewable Energy Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen

I. PENDAHULUAN. dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen salah satunya adalah Indonesia.

Lebih terperinci