PARTISIPASI IBU DALAM PEMASANGAN LIVE TRAPP TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN TIKUS DAN PINJAL DI DESA SUKABUMI KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARTISIPASI IBU DALAM PEMASANGAN LIVE TRAPP TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN TIKUS DAN PINJAL DI DESA SUKABUMI KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI"

Transkripsi

1 PARTISIPASI IBU DALAM PEMASANGAN LIVE TRAPP TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN TIKUS DAN PINJAL DI DESA SUKABUMI KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI (Studi Eksperimen Sebagai Upaya Pengendalian Penyakit Pes) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat oleh Emy Rahmawati JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN 2013 i

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah digunakan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian manapun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam daftar pustaka. Semarang, Desember 2012 Peneliti ii

3 PENGESAHAN Telah dipertahankan di hadapan Panitia Sidang Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, skripsi atas nama Emy Rahmawati, NIM : , dengan judul Partisipasi Ibu dalam Pemasangan Live Trap Terhadap Jumlah Tangkapan Tikus dan Pinjal di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Pada hari : Rabu Tanggal : 6 Februari 2013 Panitia Ujian Ketua Panitia Sekretaris Drs. H. Harry Pramono, M.Si Irwan Budiono, S.KM, M.Kes NIP NIP Dewan Penguji, Tanggal Persetujuan Ketua Penguji 1. Drs. Bambang W, M.Kes NIP Anggota Penguji 2. Sofwan Indarjo, S.KM, M.Kes (Pembimbing Utama) NIP Anggota Penguji 3. Mardiana, S.KM., M.Si (Pembimbing Pendamping) NIP iii

4 MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO: Cinta adalah motifasi dalam hidup & Perjuangan adalah kesuksessan dimasa depan PERSEMBAHAN Karya kecil ini kupersembahkan untuk: Ibu dan Ayahku tercinta Kakak dan Adikku tercinta Almamaterku, Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi yang berjudul Pemberdayaan Ibu Terhadap Angka Sukses Trapping di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Tahun Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang atas ijin penelitian. 2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang atas persetujuan penelitian. 3. Bapak Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes dan Ibu Widya Harry C, S.KM., M.Kes. selaku Dosen Pembimbing I atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis. 4. Ibu Mardiana, S.KM., M.Si dan ibu drh. Diah Mahendrasari Sukendra. selaku Dosen Pembimbing II atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis. 5. Bapak Ngatno dan seluruh staf Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang sudah membantu dalam pembuatan surat izin penelitian.. 6. Kepala Puskesmas Cepogo yang telah membantu dan memberikan ijin penelitian. v

6 7. Ibu Dewi, Bapak Marno, dan Bapak Terto selaku Staf Pengendalian Penyakit Menular Puskesmas Cepogo yang telah membantu dan memberikan saran dalam penelitian. 8. Seluruh masyarakat Desa Sukabumi khususnya Dukuh Surjo dan Sidosari yang sudah membantu peneliti. 9. Ibu Rindhowati, Ayah Rahmat, Kakakku Prihandono, Adikku Mita Rahmawati, dan seluruh keluargaku tercinta yang telah memberi dukungan baik materi maupun do a hingga selesainya skripsi ini dengan baik. 10. Meri, Erwin, Yunita, Mita, Ma`rifatul, Rizki, Vera, dan seluruh teman-teman IKM 08 yang telah membantu penelitian, memberi dukungan, diskusi, dan perhatian kepada penulis. 11. Silva, dewi dan teman-teman Kos Cantik yang sudah membantu dan memberi semangat kepada penulis. 12. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk penelitian selanjutnya di masa mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semarang, 5 Desember 2012 Penulis Emy Rahmawati vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN... ii PENGESAHAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv ABSTRAK... xvi ABSTRACT... xvii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Keaslian Penelitian Ruang Lingkup Penenlitian Ruang Lingkup Tempat Ruang Lingkup Waktu Ruang Lingkup Materi... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8 vii

8 2.1 Landasan Teori Pes Definisi Penularan Gejala Diagnosa Pencegahan Program Pemberantasan Tikus Klasifikasi dan Jenis Tikus Kebiasaan Hidup Tanda Keberadaan Pinjal Klasifikasi Pinjal Morfologi Pinjal Siklus Hidup Pengamatan Pinjal Yersenia Pestis Morfologi Identifikasi dan Isolasi Kebersihan Rumah Suhu dan Kelembaban Cahaya viii

9 2.1.8 Parasit Predator Partisipasi Masyarakat Definisi Nilai-nilai Partisipasi Masyarakat Faktor yang Menumbuhkan Partisipasi Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Prilaku Kerangka Teori BAB III METODE Kerangka Konsep Variabel Penelitian Hipotesis Penelitian Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Jenis dan Rancangan Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Sampel Teknik Pengambilan Sampel Sumber Data Penelitian Data Primer Data Sekunder Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ix

10 3.8.1 Instrumen Penelitian Tabel Laporan Penangkapan tikus Live Trapp Teknik Pengambilan Data Metode Dokumentasi Observasi Prosedur Penelitian Pra Penelitian Penelitian Kelompok Eksperimen Kelompok Pembanding Paska Penelitian Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik Pengolahan Data Analisis Data Analisis Data Univariat Analisis Data Bivariat BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Gambaran Umum Masyarakat Penelitian Hasil Penelitian Karakteristik Sampel Penelitian Umur Responden x

11 Pendidikan Responden Pekerjaan Responden Keberadaan Ventilasi Rumah Responden Luas Ventilasi Rumah Responden Pencahayaan Rumah Responden Keberadaan Tempat Sampah Rumah Responden Keberadaan Saluran Limbah Rumah Responden Kondisi Lantai Rumah Responden Analisis Univariat Status Tikus Kelompok Eksperimen Status Tikus Kelompok Pembanding Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Eksperimen Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Pembanding Analisis Bivariat Uji Normalitas Data Perbedaan Jumlah Tikus Perbedaan Jumlah Pinjal BAB V PEMBAHASAN Pembahasan Perbedaan Jumlah Tikus yang didapat Perbedaan Jumlah Pinjal yang didapat Hambatan dan Kelemahan Penelitian BAB VI SIMPULAN DAN SARAN xi

12 6.1 Simpulan Saran Bagi Puskesmas Cepogo dan Dinas Kesehatan Bagi Pihak Pemerintahan Kelurahan Sukabumi Bagi Peneliti Selanjutnya DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Penelitian-penelitian yang Relevan dengan Penilitian ini... 5 Tabel 3.1 Definisi Operasional Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pendidikan Responden Tabel 4.3 Distribusi Status Pekerjaan Responden Tabel 4.4 Distribusi Keberadaan Ventilasi Rumah Responden Tabel 4.5 Distribusi Luas Ventilasi Rumah Responden Tabel 4.6 Distribusi Kondisi Pencahayaan Rumah Responden Tabel 4.7 Distribusi Keberadaan Tempat Sampah Rumah Responden Tabel 4.8 Distribusi Keberadaan Saluran Limbah Tabel 4.9 Distribusi Kondisi Lantai Rumah Responden Tabel 4.10 Status Tikus yang didapat kelompok eksperimen Tabel 4.11 Status Tikus yang didapat kelompok pembanding Tabel 4.12 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Eksperimen Tabel 4.13 Status Keberadaan Pinjal pada Kelompok Pembanding Tabel 4.14 Uji Normalitas Data Tabel 4.15 Perbandingan Jumlah Tikus Tabel 4.16 Uji Statistik Perbandingan Jumlah Tikus Tabel 4.17 Perbandingan Jumlah Pinjal Tabel 4.18 Uji Statistik Perbandingan Jumlah Pinjal xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Penderita Pes... 9 Gambar 2.3 Tikus Gambar 2.3 Bentuk Yersenia Pestis Gambar 2.4 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa Lampiran 4 Tabel Laporan Hasil Trapping Lampiran 5 Kuesioner Lampiran 6 Surat Permohonan sebagai Partisipasi Penelitian Lampiran 7 Surat Permohohan menjadi Partisipasi Penelitian Lampiran 8 Status Sosial Responden Lampiran 9 Data Jumlah Tikus dan Pinjal Lampiran 10 Tabel Hasil Pemeriksaan Kondisi Rumah Responden Lampiran 11 Surat Keterangan Melakukan Penelitian Lampiran 12 Hasil Uji Statistik Lampiran 13 Dokumentasi Kegiatan xv

16 ABSTRAK Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang Desember 2012 Emy Rahmawati Partisipasi Ibu dalam Pemasangan Live Trap Terhadap Jumlah Tangkapan Tikus dan Pinjal di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Tahun 2012 VI + 63 halaman + 19 tabel + 5 gambar + 18 lampiran Penyakit pes disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis yang dibawa oleh pinjal sebagai vector dan tikus sebagai reservoir. Pencegahan pes dilakukan melalui survailens pada daerah fokus dengan menangkap tikus menggunakan live trap. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan partisipasi Ibu dalam penangkapan tikus menggunakan live trap jumlah pinjal penyisiran tikus di Sukabumi Cepogo Kabupaten Boyolali Tahun Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen, menggunkan metode survei rancangan posttest only control group. Populasi dalam penelitian ini warga Sukabumi Cepogo Boyolali Tahun Sampel berjumlah 64 responden. Instrumen yang digunakan adalah tabel hasil penangkapan tikus, pinjal dan live trap. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat (menggunakan uji Wilxocon dengan α = 0,05). Kesimpulan penelitian ini ada beda jumlah tikus yang tertangkap (p = 0,029), dan tidak ada beda jumlah pinjal yang tertangkap (p = 0,617) melalui partisipasi ibu dalam memasang live trap. Saran yang diberikan untuk Dinas Kesehatan Kebupaten Boyolali dan Puskesmas Cepogo yaitu bekerjasama dengan Ibu dalam memasang live trap dan memberi penyuluhan tentang penyakit pes. Misalnya memberi penjelasan pencegahan penyakit pes dan peletakan live trap melalui perkumpulan rutin warga. Untuk kelurahan Sukabumi agar memberi motivasi Ibu agar terlepas dari daerah fokus pes. Kata Kunci: Penyakit pes, Trappping, Angka Sukses Trapping. Kepustakaan: 23 ( ) xvi

17 Public Health Department Sport Science Faculty Semarang State University December 2012 ABSTRACT Emy Rahmawati Mother Participation in the Installation of Live Trap to Catch Mice and the Number of Flea in the Sukabumi Village Sub District Cepogo Boyolali VI + 63 pages + 19 tables + 5 pictures + 18 attachments Bubonic plague is caused by Yersinia pestis bacterial infection carried by fleas as vectors and rodents as reservoirs. Prevention of plague through survailens on an area of focus by using a live trap to catch mice. The purpose of the study was to determine differences Mother's participation in the capture of mice using a live trap in Sukabumi Cepogo Boyolali This research is a quasi experimental study, use the survey method posttest only control group design. The population in this study Cepogo Boyolali residents Sukabumi The sample amounted to 64 respondents. The instrument used is a table of the results of catching mice, fleas and live trap. Data analysis was performed by univariate and bivariate (using Wilxocon test with α = 0.05). The conclusion of this study was different from the number of mice caught (p = 0.029), and no different from the number of fleas caught (p = 0.617) and Mother s participation.. The advice given to the Department of Health and the Health Center Cepogo Boyolali regencies to work with the mother in putting up a live trap and providing information about the bubonic plague. For example, to explain the plague prevention and laying live trap through regular gatherings of citizens. For the village in order to motivate Sukabumi mother that apart from the plague focus Keywords: Bubonic plague, Trappping, Trapping success rate. Bibliography: 23 ( ) xvii

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit pes merupakan penyakit yang menular dan dapat mengakibatkan kematian. Tikus merupakan reservoir dan pinjal merupakan vector penularnya, sehingga penularan ke manusia dapat terjadi melalui gigitan pinjal atau kontak langsung dengan tikus yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis (Jawetz dkk, 2005:409). Pemerintah Indonesia dan dunia sepakat untuk memasukkan penyakit pes sebagai penyakit karantina dan penyakit re-emergensi disease. Penyakit re-emergensi disease yaitu penyakit yang sewaktu-waktu menular dan menimbulkan kejadian luar biasa. Indikator Kejadian Luar Biasa (KLB) pes yaitu apabila terjadi peningkatan empat kali lipat pemerikasaan spesimen secara serokonversi, Flea Indek (FI) umum lebih besar atau sama dengan 2 dan Flea Indek (FI) khusus lebih besar atau sama dengan 1, ditemukan bakteri Yersenia pestis dari pinjal, tikus, tanah, sarang tikus, bahan organik lain, dan manusia hidup maupun mati. Untuk mengendalikan KLB pes ini, maka perlu dilakukan survailens pada daerah epizootic pes (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:12). Kegiatan survailens pes pada daerah epizootic pes bertujuan untuk mengendalikan penyakit pes, yaitu untuk mempertahankan kasusnya agar selalu nol, mencegah penularan dari daerah fokus ke daerah sekitar, memantau agar tidak terjadi 1

19 relaps, dan mencegah masuknya pes dari luar negeri (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:9). Di Indonesia sendiri terdapat empat propinsi yang menjadi daerah pengawasan pes, yaitu di Ciwidey Kabupaten Bandung (Jawa Barat), Cangkringan Kabupaten Sleman (Yogyakarta), di Kecamatan Tutur, Tosari, Puspo, dan Pasrepan Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), dan di Kabupaten Boyolali di Kecamatan Selo dan Cepogo, (Jawa Tengah) (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:1). Kecamatan Cepogo adalah salah satu daerah pengamatan pes yang jumlah tangkapan tikusnya masih sedikit. Jumlah tikus dan pinjal yang didapat pada tahun 2012 di Kecamatan Cepogo pada bulan maret sebanyak 17 tikus dengan 51 pinjal, pada bulan april sebanyak 40 tikus dengan 79 pinjal, dan pada bulan juni tertangkap 20 tikus dengan 57 pinjal. Sedikitnya jumlah tikus yang didapat dengan jumlah pinjal yang banyak menjadikan kewaspadaan terulangnya Kejadian Luar Biasa (KLB), maka perlu dilakukan pengendalian agar angka kejadian pes selalu nol dan tidak terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) pes. Pencegahan KLB pes dilakukan dengan memasang live trap setiap lima hari berturut-turut dalam satu bulan sesuai ketentuan pedoman penanggulangan pes pada daerah fokus. Dalam survailens ini partisipasi warga sangat dibutuhkan, dengan partisipasi ini masyarakat diharapkan mampu berperan aktif dalam kegiatan survailens. Menurut Depkes (2006) Partisipasi adalah keadaan dimana individu, keluarga, maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga, maupun kesehatan lingkungan. 2

20 Partisipasi masyarakat dalam keikutsertaan bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri sudah berhasil dibuktikan Sitti chodijah dkk (2011). Dalam penelitian sitti chodijah dkk (2011), melalui partisipasi masyarakat Angka Bebas Jentik (ABJ) di dua Kelurahan di Kota Palu meningkat dari ABJ 68% menjadi 89% dengan Countener Indek (CI) awal 20,81% menjadi 3,6%, House Indek (HI) awal 11% menjadi 32%, dan Bretau Indek (BI) awal 46 menjadi 1 di Kelurahan Palupi dan di Kelurahan Siranindi ABJ awal 78% menjadi 85% dengan CI awal 19,64% menjadi 8,4%, HI awal 22% menjadi 15%, dan BI awal 33 menjadi 21. Dari penelitian tersebut membuktikan tanggung jawab kesehatan adalah tanggung jawab bersama tidak hanya tanggung jawab Dinas Kesehatan, tanpa adanya partisipasi masyarakat derajat kesehatan masyarakat tidak dapat ditingkatkan. Berdasarkan keberhasilan penelitian Sitti chodijah dkk, melalui partisipasi masyarakat diharapkan juga dapat meningkatkan jumlah tikus yang tertangkap. Dalam pemasangan alat trapping (live trap) Ibu merupakan anggota keluarga yang dianggap mengerti kondisi rumah, karena ibu yang biasa membersihkan rumah, sehingga mengetahui tanda keberadaan tikus (jejak tikus, kotoran tikus, jalan tikus, bekas gigitan tikus, dan bau khas tikus) dan dapat meletakkan trap sesuai tempatnya. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti ingin meneliti Partisipasi Ibu dalam Pemasangan Live Trapp Terhadap Jumlah Tangkapan Tikus dan Pinjal Di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. 3

21 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah ada perbedaan jumlah tikus yang tertangkap dalam live trapp antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi? 2. Apakah ada perbedaan jumlah pinjal yang didapat dari tubuh tikus antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan jumlah tikus yang tertangkap antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi. 2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan jumlah pinjal yang didapat dari tubuh tikus antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi. 1.4 Manfaat Hasil Penelitian Adapun manfaat hasil penelitian ini, yaitu: Bagi Peneliti Dapat meningkatkan dan memperdalam ilmu tentang Pencegahan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) yaitu penyakit pes dan diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian lebih lanjut. 4

22 1.4.2 Bagi Puskesmas Cepogo dan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Sebagai bahan pertimbangan dalam Pencegahan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) yaitu penyakit pes dan sebagai acuan pengendalian dengan melibatkan Ibu untuk berpartisipasi sehingga terbentuk masyarakat yang mandiri Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Sebagai bahan referensi untuk penelitian mendatang tentang kesehatan masyarakat khususnya pada bidang pencegahan penyakit pes dengan menggunakan alat penangkap tikus live trap. 1.5 Keaslian Penelitian Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain dapat dilihat pada tabel1.1 Tabel 1.1 No Judul/Peneliti Rancangan Penelitian 1 Studi Kepadatan Penelitian Tikus dan Pinjal survei di Pelabuhan analitik Semarang/Soni dengan Purwanto pendekatan cross sectional Variabel Penelitian Variabel bebas: kondisi kepadatan tikus dan pinjal. Variabel Terikat: pemberantasan dan pengendalian penyakit pes. Hasil Penelitian Indeks pinjal di daerah perimet/gudang lebih tinggi dibanding daerah buffer secara umum masih di atas 1 yaitu 1,02. Indikator sistem kewaspadaan penularan penyakit pes yaitu indeks pinjal khusus X.cheopis > 1 dan infestasi pinjal > 30% 5

23 2 Perbedaan Keberhasilan Penangkapan Tikus Dengan Single Live Trap dan Snap Trap/A. Syarifatun Pra eksperimen dengan rancangan post test only desaign Variabel bebas: jenis perangkap single live dan snap trap Variabel terikat: keberhasilan penangkapan. Tikus yang tertangkap dengan live trap sebesar 6,67% dan yang tertangkap dengan snap trap 0,42%, sedangkan jenis tikus yang tertangkap, yaitu Rattus tanezumi 70,59% dan Suncus murinus 29,41%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dilakukan oleh Soni Purwanto dan A. Syarifatun adalah: 1. Variabel bebas dalam penelitian terdahulu adalah kondisi kepadatan tikus, pinjal, jenis perangkap single live, dan snap trap, sedangkan pada penelitian sekarang variabel bebas adalah partisipasi ibu dalam pemasangan live trap. 2. Variabel terikat dalam penelitian terdahulu adalah pemberantasan penyakit pes, pengendalian penyakit pes, dan keberhasilan penangkapan, sedangkan penelitian sekarang variabel terikat adalah jumlah tangkapan tikus dan pinjal. 3. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian terlebih dahulu adalah penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional, dan pra eksperimen, sedangkan penelitian sekarang menggunakan desain eksperimen semu (quasi experiment) dengan pendekatan postes only control group desain. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup Tempat 6

24 Penelitian dilakukan di Desa Sukabumi Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Ruang Lingkup Waktu Penelitian dilakukan pada tanggal 8 14 November Ruang Lingkup Materi Materi penelitian menyangkut materi dalam bidang pencegahan dan pembersantasan penyakit menular, khususnya penyakit pes.. 7

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pes Definisi Penyakit pes adalalah penyakit zoonosis yang melibatkan rodent (tikus) sebagai reservoir dan pinjal sebagai vektor. Agen penyebab utamanya adalah bakteri Yersinia pestis (Pasteurella pestis) (T.Sembel Dantje, 2009:171). Penyakit pes dicirikan oleh ledakan tikus dan banyaknya pinjal yang ditemukan pada rambut tikus. Apabila terdapat tikus yang mati mendadak dan jumlah pinjal yang semakin banyak dari tahun sebelumnya, maka perlu ditingkatkan kewaspadaan terhadap penularan penyakit pes (Hannang S, 2005:11). Pemerintah Indonesia maupun dunia sudah menetapkan penyakit pes menjadi salah satu penyakit karatina dan tercatat dalam Internasional Health Regulation. Penyakit ini juga termasuk dalam Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau Kedaruratan Kesehatan yang Meresahkan Dunia. Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) adalah KLB yang dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain dan kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam penanggulangannya (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:1). 8

26 Gambar: 2.1. Penderita Pes Penularan Secara garis besar penularan pes terjadi bila manusia memasuki daerah enzootic di daerah sylvatic zone. Adanya tikus hutan yang masuk ke dalam pemukiman menyebabkan pinjal yang ada pada tikus hutan menyerang tikus (rodent) domestik atau manusia. Adanya kontak antara rodent dan pinjal dengan sumber pes menimbulkan epizootik dan endemik pada manusia (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:4). Beberapa kemungkinan cara penularan penyakit pes, yaitu penularan secara eksidental. Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja di hutan atau orang-orang yang sedang mengadakan camping di hutan. Orang yang berada di hutan digigit oleh pinjal yang dibawa oleh tikus atau secara langsung digigit oleh tikus hutan yang infektif penyakit pes. Penularan penyakit pes yang kedua terjadi pada pekerja yang berhubungan erat dengan tikus, misalnya para biolog yang sedang mengadakan penelitian di hutan. 9

27 Biolog yang sedang meneliti tikus memiliki luka dan luka tersebut terkena darah atau organ tikus yang mengandung penyakit pes. Penularan penyakit pes tidak hanya terjadi pada orang-orang yang berada di hutan atau orang yang berhubungan erat dengan tikus, penularan penyakit pes juga dapat menular pada orang yang berada dirumah. Penularan penyakit pes pada orang rumah ditularkan melalui pinjal. Pinjal menggigit tikus hutan yang mengandung kuman pes, kemudian pinjal menggigit tikus rumah, tikus rumah digigit lagi oleh pinjal lain dan kemudian pinjal tersebut menggigit manusia. Manusia yang infektif ini bila memiliki kutu (Culex irritans) dapat menularkan ke manusia lain lagi melalui kutunya. Penularan yang umum terjadi pada manusia yaitu pinjal menggigit tikus yang mengandung kuman pes, kemudian pinjal menjadi infektif pes dan menggigit manusia. Penularan penyakit pes tersebut dapat mengakibatkan penyakit pes tipe bubo, masa inkubasi pes tipe bubo antara 2 sampai 6 hari. Pes tipe bubo dapat berlanjut menjadi penyakit pes tipe paru-paru sekunder. Penyakit pes dengan tipe paru-paru sekunder sangat mudah menularkan penyakitnya kepada orang lain. Selain mudah menular tipe pes paru-paru memiliki masa inkubasi lebih cepat yaitu 2 sampai 4 hari. Pes paru-paru sekunder atau yang biasa disebut dengan pes pneumonik dapat menular melalui droplet, yaitu manusia yang terkena pes paru-paru batuk dan mengeluarkan percikan droplet ke manusia lain (Dewi Susanna, 2011:39). 10

28 Gejala Penyakit pes dapat terdiri pes bubo dan pes pneumonik. Penyakit pes bubo memiliki gejala demam tinggi, tubuh menggigil, perasaan tidak enak, dan malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjar lipat paha, ketiak, dan leher (bubo sebesar buah duku bentuk oval dan lunak, serta nyeri), pembengkakan kelenjar limpa, dan serangan tiba-tiba. Sedangkan gejala penyakit pes pneumonik adalah batuk hebat, air liur berbuih, berdarah, susah bernafas, dan sesak nafas (I Nyoman Kandun, 2000:498) Diagnosis Untuk mendiagnosa penyakit pes diperlukan beberapa diagnosis. Diagnosis yang dilakukan diantaranya adalah diagnosis lapangan, diagnosis klinis, dan diagnosis laboratorium. Diagnosis lapangan ditegakkan untuk mengetahui ada tidaknya tikus yang mati tanpa sebab yang jelas (rat fall) di daerah fokus pes atau bekas fokus pes. Diagnosis selanjutnya yang dilakukan adalah diagnosis klinis. Diagnosis klinis yaitu adanya demam tanpa sebab-sebab yang jelas (FUO = Fever Unknown Origin), timbul bubo atau mringkil atau sekelan (pembengkakan kelenjar) sebesar buah duku diantara leher, ketiak, selangkangan, dan batuk darah mendadak tanpa gejala yang jelas sebelumnya. Diagnosis terakhir yaitu diagnosis laboratorium. Ada dua pemeriksaan laboratorium untuk surveilans penyakit pes. Pemeriksaan yang pertama yaitu pemeriksaan serologi pada manusia, tikus, dan spesies pengerat lain. Pemeriksaan yang kedua yaitu pemeriksaan bakteriologi yang dilakukan pada manusia, tikus, dan pinjal. Pada manusia bagian yang diperiksa yaitu darah, bubo, 11

29 dan sputum. Sedangkan pada organ tikus yang diperiksa yaitu limpa, paru, dan hati. Pada pinjal, dilakukan kultur ke mencit untuk mengetahui apa benar pinjal infektif pes (Kenneth L.Gage, 2010: ) Pencegahan Pencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus dan pinjal. Cara mencegah terjadinya kontak antara manusia dengan tikus dan pinjal dapat dilakukan cara seperti berikut: 1. Penempatan kandang ternak di luar rumah. 2. Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-gedung, sehingga mengurangi kesempatan bagi tikus untuk bersarang (rat proof). 3. Membuka beberapa buah genting pada siang hari atau memasang genting kaca sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah sebanyak-banyaknya. 4. Lantai semen. 5. Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat yang tidak mungkin dicapai atau mengundang tikus. 6. Melaporkan kepada petugas puskesmas bilamana menjumpai adanya tikus mati tanpa sebab yang jelas (rat fall). 7. Tinggi tempat tidur lebih dari 20 cm dari tanah (Sub Direktorat Zoonosi, 2000:5). 12

30 Program Pemberantasan Salah satu program pemberantasan penyakit pes yang dapat dilakukan yaitu surveilans terhadap tikus dan pinjal. Kegiatan surveilans terhadap tikus dan pinjal meliputi : 1. Daerah fokus, merupakan daerah yang diamati sepanjang tahun yaitu satu bulan sekali selama lima hari berturut-turut. 2. Daerah terancam, merupakan daerah yang diamati secara periodik, yaitu empat kali dalam satu tahun dengan kurun waktu tiga bulan sekali selama lima hari berturut-turut. 3. Daerah bekas fokus, merupakan daerah yang diamati selama satu tahun sekali atau dua tahun sekali selama lima hari berturut-turut (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:8) Tikus (Reservoir) Klasifikasi dan Jenis Tikus Tikus dan mencit termasuk famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoologi sepakat menggolongkan ke dalam ordo rodentia (hewan pengerat) untuk lebih jelas tikus dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Dunia Filum Sub Filum Kelas : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia 13

31 Subklas Ordo Sub ordo Famili Sub famili : Theria : Rodentia : Myomorpha : Muridae : Murinae Genus : Bandicota, Rattus dan Mus (Swastiko Priyambodo, 2003:5). Menurut tempat hidupnya tikus dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu tikus rumah (Rattus diardi, Mus musculus, Suncus murinus), tikus ladang (Rattus exulans), tikus kebun (Rattus timanicus), tikus sawah (Rattus argentiventer), dan tikus bukit (Niviventer) (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31). Tikus-tikus ini merupakan jenis tikus yang dapat membawa penyakit pes. Gambar 2.2 Tikus Rattus diardi memiliki ciri dengan panjang keseluruhan mm, tinggi mm, panjang telapak kaki belakang mm, telinga mm, dengan warna tubuh cokelat tua kelabu. Sedangkan Mus musculus memiliki ciri panjang 14

32 keseluruhan 175 mm, tinggi mm, panjang telapak kaki belakang mm, telinga 8-12 mm dengan warna tubuh cokelat abu-abu. Suncus murinus atau yang sering disebut cerurut memiliki ciri panjang keseluruhan mm, tinggi 62-75,5 mm, panjang telapak kaki belakang mm, telinga mm (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31). Rattus exulans atau tikus rumah memiliki bentuk tubuh dengan panjang keseluruhan mm, tinggi mm, panjang telapak kaki belakang mm, telinga mm. R. exulans memiliki warna tubuh sama dengan R. timanicus yaitu warna tubuh bagian atas cokelat kelabu dan bagian bawah putih kelabu. Selain warna tubuh kedua tikus ini juga memiliki tinggi sama, tetapi panjang keseluruhan tubuhnya lebih panjang R. timanicus yaitu mm (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31). Berbeda dengan R. exulans dan R. timanicus, R. argentiventer memiliki tubuh yang panjang rata-rata 270 mm dengan panjang ekor mm, panjang telapak kaki 42-47, dan panjang telinga mm (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31). Vektor pes yang lain yaitu tikus bukit (R. niviventer), tikus jenis ini memiliki panjang keseluruhan mm dan memiliki warna tubuh yang berbeda-beda, ada yang kuning, cokelat, dan merah pada bagian atas, dan putih berbulu keras pada bagian bawah. Panjang ekor mm dengan warna ekor atas cokelat dan ekor bawah putih. Panjang telapak kaki mm dan panjang telinga mm (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:31). 15

33 Kebiasaan Hidup Tikus merupakan hewan pengerat yang mempunyai indra penglihatan sangat buruk tetapi tikus tetap bisa melakukan aktifitas dimalam hari dengan baik, karena tikus mempunyai indra penciuman, indra peraba, dan indra pendengaran yang sangat tajam. Pada malam hari tikus bergerak dipandu oleh bulu tubuh, rambut kumis yang panjang, dan peka terhadap sentuhan. Tikus juga merupakan hewan yang menyukai bau harum khususnya adalah bau makanan dari manusia (Swastiko Priyambodo, 2003:17). Kebiasaan tikus yang lain adalah pada malam hari tikus tidak suka di tempat yang ramai. Tikus lebih suka di tempat yang sepi dan banyak makanan manusia, sehingga pada malam hari tikus selalu mencari makan di tempat sampah, lemari, selokan, dan dapur. Umur hidup tikus dapat mencapai 1 tahun dan tikus cepat berkembang biak pada saat musim penghujan, apabila terdapat banyak makanan, dan tempat untuk berlindung (Swastiko Priyambodo, 2003:17). Selain itu tikus memiliki kebiasaan melalui jalan yang sama dalam aktivitasnya dan akan melakukan gigitan baik untuk makan maupun membuat jalan, misalnya membuat lubang pada dinding (Hannang.S, 2005:55) Tanda Keberadaan Tanda dan keberadaan adanya tikus dapat dilihat melalui jejak yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan seperti dropping atau kotoran tikus. Kotoran tikus mudah dikenal dari bentuk dan warna khasnya. Kotoran tikus yang masih baru lebih terang dan mengkilap serta lebih lembut (agak lunak), semakin lama kotoran 16

34 akan menjadi lebih keras. Selain itu tanda keberadaan tikus juga dapat dilihat dari bekas gigitan tikus, karena tikus memiliki kebiasaan menggigit dan membuat lubang (Hannang.S, 2005:55) Pinjal Klasifikasi Pinjal Pinjal atau kutu termasuk dalam class Insecta dan family Pulicoidae. Untuk lebih jelasnya, pinjal dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Order Family Genus :Animalia : Arthropoda : Insecta : Siphonaptera : Pulicoidea : Xenopsylla Species : Cheopis (Departemen Parasitologi FKUI 2008:249). Jenis pinjal penyebab penyakit pes yaitu Xenopsylla cheopis, Pulex iritans, Nleopsylla sondaica, dan Stivalius cognatus. Di antara beberapa jenis pinjal tersebut, vektor utama penyakit pes yaitu Xenopsylla cheopis (Dantje T.Sembel 2009:174) Morfologi Pinjal Pinjal adalah jenis serangga yang mempunyai metamorfosis sempurna, bentuk imago dan larvanya berbeda. Larva pinjal memiliki bentuk seperti larva lalat hanya pada larva pinjal terdapat rambut-rambut yang digunakan untuk melenting. 17

35 Sedangkan bentuk imago dorsal-lateral dan pembagian kepala, toraks, dan abdomen sudah terlihat (Dewi Susanna, 2011:36). Ukuran tubuh pinjal antara 1,5-4 mm, kira-kira lebih sedikit kecil dari biji wijen dan berbentuk pipih di bagian samping (dorsal lateral) (Dantje T. Sembels, 2009:22). Kepala, dada, dan perut terpisah secara jelas dan terdapat tiga pasang kaki pada dada dan satu pasang terakhir sangat besar, sehingga menjadikan mereka mampu untuk melompat. Pinjal tidak memiliki sayap. Pinjal memiliki mata dan antena, yang mendeteksi panas, getaran, karbon dioksida, bayangan, dan perubahan arus udara, yang semuanya menunjukkan makan yang mungkin ada di dekatnya (Departemen Parasitologi FKUI, 2008:245). Serangga ini berwarna coklat seperti biji mahoni, ditemukan hampir di seluruh tubuh inang yang ditumbuhi rambut. Pinjal dewasa parasitik, sedang pradewasanya hidup di sarang, tempat berlindung, atau tempat-tempat yang sering dikunjungi tikus (Dantje T. Sembels, 2009:22) Siklus Hidup Telur pinjal dalam 2-12 hari akan berubah menjadi larva. Dalam 9-15 hari larva akan berubah menjadi pupa. Perubahan pupa menjadi dewasa memerlukan waktu selama 7 hari sampai 1 tahun tergantung kondisi lingkungannya. Telur pinjal berwarna putih dan kecil-kecil (+ 0,5 mm, berbentuk oval dan mengkilat), larva adalah vermiform yang setiap segmennya terdapat setae-setae (rambut) dengan panjang mm dan larva memakan darah. Larva pinjal mengalami 3 instar dan tanpa antena sedangkan pupa berbentuk eksarat (seperti larva yang tidak memiliki selubung). 18

36 Pengamatan Pinjal Pinjal dapat diperoleh dari penyisiran tikus tangkapan yang diperoleh dari trapping. Cara penyisiran tikus dilakukan searah pertumbuhan rambut dan ditampung pada baskom berwarna putih berukuran 30x30 cm. Pinjal yang jatuh di dalam baskom diambil dengan aspirator khusus pinjal dan ditampung dalam botol yang berisi NaCL fisiologi, dalam satu botol maksimal menampung 25 ekor pinjal. Selanjutnya pinjal diidentifikasi, dipisahkan menurut taksonnya dan diberi label. (Kenneth L.Gage 2010:155) Yersinia Pestis Morfologi Yersinia pestis adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang dengan ukuran 1,5x0,5-0,7 mikron. Bakteri ini bersifat bipolar, non motil, dan non sporing (Sub Direktorat Zoonosis, 2008:3). Pertumbuhan Yersinia pestis akan lebih cepat pada media yang mengandung darah atau cairan jaringan dan paling cepat bila berada pada suhu 30 C. Pada kultur agar darah dengan suhu 37 C, koloni-koloninya akan semakin kecil dan dalam waktu 24 jam akan mati. Inokulum virulen yang diturunkan dari jaringan yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis akan menghasilkan koloni berwarna abu-abu dan kental, namun setelah dipindahkan ke laboratorium koloni tersebut menjadi berubah dan kasar (Jawetz, Melnick, dan Adelberg`s, Melnick, dan Adelberg`s, 2005:409). 19

37 Gambar: 2.2. Bentuk Yersinia pestis Identifikasi dan Isolasi Yersinia pestis Untuk menentukan ada tidaknya bakteri Yersinia pestis pada vektor dan reservoir perlu dilakukan identifikasi pada vektor dan reservoir. Identifikasi pada reservoir dilakukan pada tikus yang masih hidup atau tikus yang ditemukan mati tanpa sebab (rat fall), sedangkan pada vektor dilakukan pada pinjal yang ada pada tikus. Untuk mengidentifikasi ada tidaknya bakteri Yersinia pestis pada tikus yang masih hidup diambil sampel darah dari jantung atau dari daerah sekitar mata, sedangkan pada tikus yang sudah mati dapat diambil dari jantung apabila darah masih ada, jika darah sudah habis bisa diambil dari sumsum tulang panjang seperti femur. Untuk mengidentifikasi sampel bakteri Yerseni pestis dapat dilakukan dengan metode tes immunofluorescence langsung, aglutinasi, tes enzyme-linked munosorbent, atau dengan mengisolasi organisme dalam kultur murni. Dari semua metode ini, metode paling efektif yaitu tes immunofluorescence langsung, tes ini dapat diketahui dalam waktu 2 jam (Kenneth L.Gage, 2010:143). 20

38 Berbeda dengan identifikasi Yersinia pestis pada tikus, identifikasi Yersinia pestis pada pinjal memerlukan waktu yang lama. Identifikasi Yersinia pestis pada pinjal dilakukan dengan menanam hasil gerusan pinjal pada hewan coba selama 25 hari. Apabila selama 25 hari tikus mati, maka perlu dilakukan pemeriksaan lanjut. Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil darah pada tikus dan kemudian dideteksi dengan teknik imunologi dan PCR (Kenneth L.Gage, 2010:156) Kebersihan Rumah Rumah merupakan tempat perlindungan terhadap penyakit menular (satistaction against communicable disease) yang berarti rumah harus mempunyai sanitasi yang optimal. Rumah sehat bukanlah rumah yang mewah, namun rumah yang dapat memenuhi syarat-syarat kesehatan diantaranya adalah memenuhi sistem kesehatan lingkungan lainnya, seperti halnya cukup air bersih, tersedia tempat sampah yang layak, saluran limbah dapur, kamar mandi dan cucian yang sehat, dan penerangan yang cukup. Ruangan dalam rumah yang gelap dan lembab dapat menimbulkan banyak serangga, hewan pengerat, dan mikrobakteri lain yang menimbulkan penyakit (Ircham Machtoedz, 2008: ) Suhu dan Kelembaban Perubahan periodik kondisi cuaca atau iklim biasanya diikuti fluktuasi suhu dan kelembaban udara. Perkembangan setiap jenis pinjal mempunyai variasi yang berbeda-beda. Udara yang kering mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan 21

39 bagi kelangsungan hidup pinjal. Suhu dalam dan luar sarang memperlihatkan bahwa suhu di dalam sarang cenderung berbalik dengan suhu luar (Mukono, 2000:155) Cahaya Beberapa jenis pinjal menghindari cahaya (fototaksis negatif). Pinjal jenis ini biasanya tidak mempunyai mata, sebaliknya pinjal yang bersifat fototaksis positif memiliki mata. Pada sarang tikus yang kedalamannya dangkal populasi tidak akan ditemukan karena sinar matahari mampu menembus sampai dasar liang. Sedangkan pada sarang tikus yang kedalamanya lebih dalam dan mempunyai jalan yang berkelok, sinar matahari tidak dapat menembus sampai dasar liang, sehingga pada sarang tikus banyak ditemukan pinjal (Mukono, 2000:156). Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999, pencahayaan yang baik adalah pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata Parasit Bakteri Yersinia pestis di dalam tubuh pinjal merupakan parasit pinjal yang mempengaruhi umur pinjal. Pinjal yang mengandung bakteri pes pada suhu C hanya bertahan hidup selama 50 hari, sedangkan pada suhu 27 C bertahan hidup selama 23 hari. Pada kondisi normal, bakteri pes akan berkembang cepat, kemudian akan menyumbat alat mulut pinjal, sehingga pinjal tidak bisa menghisap darah dan akhirnya mati (Dewi Susana, 2011:24). 22

40 2.1.9 Predator Predator pinjal alami merupakan faktor penting dalam menekan populasi pinjal di sarang tikus. Beberapa predator seperti semut dan kumbang kecil telah diketahui memakan pinjal pradewasa dan pinjal dewasa Partisispasi Masyarakat Definisi Partisipasi adalah bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (AP Hadi, 2009:6). Dilihat dari konteks pembangunan kesehatan, partisipasi adalah keterlibatan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk menjalin kemitraan diantara berbagai aktivitas program kesehatan, mulai dari pendidikan kesehatan, kemadirian dalam kesehatan, sampai dengan mengontrol perilaku masyarakat dalam menanggapi perkembangan jaman (Notoatmodjo, 2007: 124). Sedangkan menurut Depkes (2006) Partisipasi adalah keadaan dimana individu, keluarga, maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga ataupun kesehatan lingkungannya Nilai-nilai Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat adalah suatu pendekatan atau jalan yang terbaik untuk pemecahan masalah-masalah kesehatan dinegara-negara yang sedang berkembang, karena hal-hal berikut (Notoatmodjo, 2007): 23

41 1. Partisipasi masyarakat adalah cara paling murah. Dengan ikut berpartisipasi masyarakat dalam program-program kesehatan, itu berarti diperoleh sumber daya dan dana dengan mudah untuk melengkapi fasilitas kesehatan mereka sendiri. 2. Bila partisipasi itu berhasil, bukan hanya salah satu bidang saja yang dapat dipecahkan, tetapi dapat menghimpun dana dan daya. 3. Partisipasi masyarakat membuat semua orang bertanggung jawab untuk kesehatannya sendiri. 4. Partisipasi masyarakat didalam pelayanan kesehatan adalah rangsangan dan bimbingan dari atas, bukan sesuatu yang dipaksakan dari atas. Ini adalah suatu pertumbuhan yang alamiah, bukan yang semu. 5. Partisipasi masyarakat akan menjamin suatu perkembangan yang langsung, karena dasarnya adalah kebutuhan dan kesadaran masyarakat. 6. Melalui partisipasi, setiap anggota masyarakat dirangsang untuk belajar berorganisasi, mengambil peran yang sesuai dengan kemampuan masingmasing Faktor Faktor yang Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat Menurut Cary dalam Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga kondisi berikut terpenuhi: a. Merdeka untuk berpartisipasi, berarti ada kondisi yang memungkinkan anggota masyarakat untuk berpartisipasi. 24

42 b. Mampu untuk berpatisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat sehingga mampu untuk memerikan sumbangan saran yang kontruksif untuk program. c. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk berpatisipasi dalam program. Ketiga kondisi ini harus hadir secara bersama-sama, apabila orang mau dan mampu tetapi tidak merdeka untuk partisipasi, maka orang tidak akan berpatisipasi. Menurut Ross dalam Notoatmodjo (2005), terdapat tiga prakondisi tumbuhnya partisipasi, yaitu : a. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga dapat mengidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat permasalahan secara komprehensif. b. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar mengambil keputusan. c. Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif. Batasan diatas sebenarnya menuntut persyaratan bahwa orang-orang yang akan berpartisipasi akan harus memenuhi persyaratan tertentu Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisisipasi Masyarakat Mikkelsen (2003) mengemukanan bahwa faktor-faktor yang memegaruhi patisipasi masyarakat itu yaitu: 1. Faktor sosial yaitu dilihat adanya ketimpangan sosial masyarakat untuk berpartisipasi 25

43 2. Faktor budaya yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang bersifat tradisional statis dan tertutup terhadap pembaharuan 3. Faktor politik yaitu apabila prosespembangunanyang dilaksanakan kurang melibatkan masyarakat pada awal dan akhir proses pembangunan sehingga terkendala untuk berpatisipasi dan pengambilan keputusan Perilaku Perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat, sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehatsakit seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:46). Menurut Bloom terdapat tiga ranah tingkatan yang mempengaruhi perilaku, yaitu: 1. Pengetahuan, adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Secara garis besar dibagi 6 tingkat pengetahuan, yaitu: a. Tahu (know) b. Memahami (comprehension) c. Aplikasi (application) d. Analisis (analysis) e. Sintesis (synthesis) f. Evaluasi (evaluation) 26

44 2. Sikap, adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Menurut Allport dalam (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:53) sikap dibagi menjadi 3 komponen pokok yang bersama-sama membetuk sikap yang utuh. Komponen sikap tersebut yaitu kepercayaan atau keyakinan, kehidupan atau evaluasi orang terhadap objek, dan kecendrungan untuk bertindak. 3. Tindakan atau praktik adalah kecenderungan untuk bertindak. Sikap tidak akan terwujud dalam tindakan, apabila tidak ada faktor lain yang menunjang seperti sarana, prasarana, dan fasilitas lannnya. Menurut tingkatannya, praktik dan tindakan dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Praktik terpimpin (guided response), adalah seseorang atau subjek dalam menjalankan sesuatu masih memerlukan tuntunan atau bantuan. 2. Praktik secara mekanisme (mechanism), adalah seseorang atau objek yang melakukan tindakan secara spontan atau otomatis. 3. Adopsi (adoption), adalah praktik atau tindakan yang sudah berkembang tidak hanya sebagai rutinitas saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, tindakan atau perilaku yang berkualitas (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:55-56). 27

45 Kerangka Konsep Faktor Lingkungan Kebersihan Rumah Partisipasi Tikus Pengetahuan Sikap Tindakan atau Praktik Faktor Fisik Suhu Kelembaban Cahaya Pinjal Faktor Biologi Parasit Predator Yersinia pestis Pes Gambar : 2.4. Kerangka Teori Sumber : Soekidjo Notoatmodjo (2005), Kenneth L.Gage (2010), Dirjen PM dan PL (2008), dan Mukono (2000) 28

46 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Partisipasi Ibu dalam pemasangan live trap Jumlah tikus dan pinjal Variabel Perancu Kebersihan rumah Pengetahuan Gambar 3.1. Kerangka Konsep 3.2 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Partisipasi Ibu dalam pemasangan live trap. b. Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah pinjal dan tikus. 29

47 c. Variabel pengganggu Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah kebersihan rumah dan pengetahuan. Kebersihan rumah dikendalikan dengan mencocokkan kebersihan rumah kelompok eksperimen dan pembanding. Aspek yang dilihat yaitu ventilasi, keberadaan tempat sampah, cahaya, dan kondisi lantai sesuai kondisi yang mempengaruhi keberadaan tikus. Sedangkan pengetahuan disamakan dengan memberi penyuluhan pada ibu agar pengetahuan peletakan live trap sama dengan petugas. 3.3 Hipotesis Penelitian a. Ada perbedaan jumlah tikus yang tertangkap antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi. b. Ada perbedaan jumlah pinjal yang ada pada tubuh tikus antara kelompok eksperimen dan pembanding di Desa Sukabumi. 30

48 3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 Tabel 3.1: Definisi Operasional Variabel Definisi Kategori Cara Pengukuran Partisipasi ibu dalam pemasangan live trap Jumlah tertangkap tikus Proses dimana ibuibu berpartisipasi dalam penangkap tikus secara aktif Total jumlah pinjal yang tertangkap dalam live trap Nominal 1. Ibu melakukan trapping 2. Ibu tidak melakukan trapping (menggunakan petugas trapping) Rasio Menghitung jumlah tikus yang tertangkap dalam live trapp Jumlah tertangkap pinjal Jumlah pinjal hasil penyisiran tikus yang tertangkap Rasio Menghitung jumlah pinjal yang hasil penyisiran tikus yang tertangkap 3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Penelitian ini menggunakan pendekatan rancangan posttest only control group dan merupakan penelitian yang bersifat analitik. 31

49 Rancangan eksperimen ini menggunakan rancangan sesudah intervensi menggunakan kelompok pembanding eksternal. Dalam penelitian ini digunakan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen (E) dan kelompok pembanding (C). Kelompok kelompok eksperimen diberi penyuluhan (X) tentang penyakit pes dan cara peletakkan live trapp yang sesuai dengan jalur tikus. Setelah itu dilakukan posttest (02) untuk mengetahui hasil yang dicapai masing-masing kelompok. Adapun bentuk rancangan sebagai berikut: E C Perlakuan X Postest O2 O2 Keterangan: E O2 X = kelompok yang mendapat intervensi = pengamatan hasil intervensi = intervensi C = kelompok pembanding (Bhisma Murti, 2003: ). 3.6 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu, berupa manusia, hewan coba, data laboratorium, dan lain-lain sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2008:78). 32

Jurnal Kesehatan Masyarakat

Jurnal Kesehatan Masyarakat KEMAS 8 (1) (2012) 94-98 Jurnal Kesehatan Masyarakat http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas PARTISIPASI IBU DALAM PEMASANGAN LIVE TRAP TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN TIKUS DAN PINJAL Emy Rahmawati Apotik

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 2 (3) (2013) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph PARTISIPASI IBU DALAM PEMASANGAN LIVE TRAP TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN TIKUS DAN PINJAL DI DESA SUKABUMI KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. Pes termasuk penyakit karantina internasional. Di Indonesia penyakit ini kemungkinan timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah, sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit pes terdapat pada hewan rodent dan dapat menularkan ke manusia melalui gigitan pinjal. Penyakit ini merupakan penyakit yang terdaftar dalam karantina nasional,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR dr. I NYOMAN PUTRA Kepala Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF) Definisi Merupakan penyakit

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT)

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT) OLEH AGUS SAMSUDRAJAT S J 410040028 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

EKTOPARASIT (FLEAS) PADA RESERVOIR DI DAERAH FOKUS PEST DI KABUPATEN BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

EKTOPARASIT (FLEAS) PADA RESERVOIR DI DAERAH FOKUS PEST DI KABUPATEN BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH EKTOPARASIT (FLEAS) PADA RESERVOIR DI DAERAH FOKUS PEST DI KABUPATEN BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH RESERVOIR'S ECTOPARASITE IN PLAGUE FOCUS AREA, BOYOLALI DISTRICT CENTRAL JAVA Tri Ramadhani 1, Budi Santoso

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rodent (Tikus) Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo Rodentia, Sub ordo Myormorpha, famili Muridae. Famili Muridae ini merupakan famili yang dominan dari ordo Rodentia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

Key word : mouse, plague, ectoparasites

Key word : mouse, plague, ectoparasites Studi Kepadatan Tikus dan Ektoparasit (Fleas) Pada Daerah Fokus dan Bekas Pes Study to Mouse and Ectoparasite (flea) Dencity at Fokus on The Area and Former Plague Jarohman Raharjo, Tri Ramadhani*) *)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan kesehatan manusia. Keadaan lingkungan dan pola hidup

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan kesehatan manusia. Keadaan lingkungan dan pola hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pes merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kehidupan dan kesehatan manusia. Keadaan lingkungan dan pola hidup manusia yang kurang peduli dan tidak baik sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai hidung alveoli termasuk adneksanya

Lebih terperinci

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN PALU TIMUR KOTA PALU 1) DaraSuci 2) NurAfni Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah tercatat kasus orang meninggal. Pada abad yang sama, juga

BAB I PENDAHULUAN. sudah tercatat kasus orang meninggal. Pada abad yang sama, juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit pes merupakan salah satu penyakit zoonosis, yang biasanya ditularkan melalui vektor, yaitu pinjal yang berada di bulu tikus. Epidemik penyakit pes di dunia

Lebih terperinci

SURVEI PELAKSANAAN 3M DALAM UPAYA PEMBERANTASAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti L. DI KELURAHAN SUMBERSARI, KECAMATAN SUMBERSARI, KABUPATEN JEMBER

SURVEI PELAKSANAAN 3M DALAM UPAYA PEMBERANTASAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti L. DI KELURAHAN SUMBERSARI, KECAMATAN SUMBERSARI, KABUPATEN JEMBER SURVEI PELAKSANAAN 3M DALAM UPAYA PEMBERANTASAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti L. DI KELURAHAN SUMBERSARI, KECAMATAN SUMBERSARI, KABUPATEN JEMBER SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah

Lebih terperinci

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit jenis ini merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT PES

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT PES PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT PES TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP WARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT PES DI DESA JRAKAH BOYOLALI Skripsi Ini Disusun untuk

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DAN PELAKSANAAN 3M PLUS DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DBD DI LINGKUNGAN XVIII KELURAHAN BINJAI KOTA MEDAN TAHUN 2012 SKRIPSI OLEH: SULINA PARIDA S NIM. 091000173 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang mempunyai dampak signifikan terhadap kesehatan di banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub tropis dan tropis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected Infectious Diseases (NIDs) yaitu penyakit infeksi yang endemis pada masyarakat miskin atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di

Lebih terperinci

Unnes Journal of Public Health

Unnes Journal of Public Health UJPH 5 (1) (2016) Unnes Journal of Public Health http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph PERBANDINGAN JUMLAH TIKUS YANG TERTANGKAP ANTARA PERANGKAP DENGAN UMPAN KELAPA BAKAR, IKAN TERI DENGAN PERANGKAP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Kayubulan Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang pada saat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal serta digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas 56 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variable bebas Intensitas Pencahayaan Luas Ventilasi JenisLantai Jenis dinding Kepadatan hunian Kelembaban Variabel Terikat Kejadian Kusta Suhu Frekwensi

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING (Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Sikap, Pekerjaan) KADER DENGAN KEAKTIFAN KADER PADA KEGIATAN POSYANDU DI DESA RAKIT

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING (Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Sikap, Pekerjaan) KADER DENGAN KEAKTIFAN KADER PADA KEGIATAN POSYANDU DI DESA RAKIT HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING (Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Sikap, Pekerjaan) KADER DENGAN KEAKTIFAN KADER PADA KEGIATAN POSYANDU DI DESA RAKIT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Lebih terperinci

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida Rumah Sehat edited by Ratna Farida Rumah Adalah tempat untuk tinggal yang dibutuhkan oleh setiap manusia dimanapun dia berada. * Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia,

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Lampiran 1 50 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Nama Alamat Umur Status dalam keluarga Pekerjaan Pendidikan terakhir :.. :..

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2012 SKRIPSI OLEH : SERI ASTUTI HASIBUAN NIM. 101000322

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Guna Memenuhi Sebagaian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

ABSTRAK. Raden Ghita Sariwidyantry, 2009, Pembimbing : Donny Pangemanan, drg., SKM. dan Surya Tanurahardja, dr., MPH., DTM&H.

ABSTRAK. Raden Ghita Sariwidyantry, 2009, Pembimbing : Donny Pangemanan, drg., SKM. dan Surya Tanurahardja, dr., MPH., DTM&H. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT KUSTA DI DESA RANCAMAHI, WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWADADI, KABUPATEN SUBANG Raden Ghita Sariwidyantry, 2009, Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Insidensi pada negara beriklim hangat lebih tinggi dari negara yang beriklim sedang, kondisi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru dengan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, dan menjangkit

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPADATAN TIKUS DI KELURAHAN RANDUSARI KECAMATAN SEMARANG SELATAN KOTA SEMARANG TAHUN 2015

GAMBARAN KEPADATAN TIKUS DI KELURAHAN RANDUSARI KECAMATAN SEMARANG SELATAN KOTA SEMARANG TAHUN 2015 i GAMBARAN KEPADATAN TIKUS DI KELURAHAN RANDUSARI KECAMATAN SEMARANG SELATAN KOTA SEMARANG TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancagan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian ekplanatory reseach dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu melalui pengujian hipotesa pada

Lebih terperinci

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

IQBAL OCTARI PURBA /IKM PENGARUH KEBERADAAN JENTIK, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANG SIANTAR TAHUN 2014 TESIS OLEH IQBAL OCTARI

Lebih terperinci

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif Definisi DBD Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI A. PENGERTIAN Chikungunya berasal dari bahasa Shawill artinya berubah bentuk atau bungkuk, postur penderita memang kebanyakan membungkuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT TB PARU

PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT TB PARU KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT TB PARU Di RW 01 Dusun Poh Sawit Desa Karangan Wilayah Kerja Puskesmas Badegan Kabupaten Ponorogo Oleh : ARISTINA DIAN PERMATASARI NIM : 11611942

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dua musim setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering terjadinya banjir di beberapa daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi SebagaiSyarat Mencapai Derajat Skripsi. Disusun oleh : SAMPURNO TRI UTOMO

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi SebagaiSyarat Mencapai Derajat Skripsi. Disusun oleh : SAMPURNO TRI UTOMO HUBUNGAN JENIS KELAMIN, TINGKAT PENGETAHUAN, DUKUNGAN KELUARGA, SIKAP LANSIA, JARAK RUMAH DAN PEKERJAAN DENGAN KUNJUNGAN LANSIA KE POSYANDU LANSIA DI DESA LEDUG KECAMATAN KEMBARAN KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI

Lebih terperinci

Saluran Air Tertutup Sebagai Faktor Penekan Populasi Tikus di Daerah Bekas Fokus Pes Cangkringan Sleman Yogyakarta

Saluran Air Tertutup Sebagai Faktor Penekan Populasi Tikus di Daerah Bekas Fokus Pes Cangkringan Sleman Yogyakarta http://doi.org/10.22435/blb.v13i1. 4557. 83-92 Saluran Air Tertutup Sebagai Faktor Penekan Populasi Tikus di Daerah Bekas Fokus Pes Cangkringan Sleman Yogyakarta Closed Water Chanel As A Pressing Factor

Lebih terperinci

JURNAL PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana S-1 Program Studi Kesehatan Masyarakat.

JURNAL PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana S-1 Program Studi Kesehatan Masyarakat. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT PES TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP WARGA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT PES DI DESA JRAKAH BOYOLALI JURNAL PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 5 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH, PERSONAL HYGIENE DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN

Lebih terperinci

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

APA ITU TB(TUBERCULOSIS) APA ITU TB(TUBERCULOSIS) TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis. Penyakit Tuberkolusis bukanlah hal baru, secara umum kita sudah mengenal penyakit ini. TB bukanlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG Hilda Irianty, Norsita Agustina, Adma Pratiwi Safitri Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI KUALITAS, CITRA MEREK, PERSEPSI NILAI DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP NIAT BELI ULANG. (Studi Pada Restoran Cepat Saji KFC Solo)

ANALISIS PERSEPSI KUALITAS, CITRA MEREK, PERSEPSI NILAI DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP NIAT BELI ULANG. (Studi Pada Restoran Cepat Saji KFC Solo) ANALISIS PERSEPSI KUALITAS, CITRA MEREK, PERSEPSI NILAI DAN KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP NIAT BELI ULANG (Studi Pada Restoran Cepat Saji KFC Solo) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 46-657X Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang Gerakan 3M Plus dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Rumah pada Kelurahan Tamansari The relationship

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus. BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk keperedaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus aedes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembagan laju penyakit di Indonesia dewasa ini sangat memprihatinkan. Tanpa adanya usaha-usaha pengawasan dan pencegahan yang sangat cepat, usaha-usaha di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu

Lebih terperinci

PERBEDAAN KECEMASAN ANAK SAAT DIPASANG INFUS YANG MENDAPAT DUKUNGAN EMOSIONAL DARI KELUARGA INTI DAN BUKAN DARI KELUARGA INTI

PERBEDAAN KECEMASAN ANAK SAAT DIPASANG INFUS YANG MENDAPAT DUKUNGAN EMOSIONAL DARI KELUARGA INTI DAN BUKAN DARI KELUARGA INTI 1 PERBEDAAN KECEMASAN ANAK SAAT DIPASANG INFUS YANG MENDAPAT DUKUNGAN EMOSIONAL DARI KELUARGA INTI DAN BUKAN DARI KELUARGA INTI SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi mencapai Derajat Sarjana:

Lebih terperinci

SUCI ARSITA SARI. R

SUCI ARSITA SARI. R ii iii iv ABSTRAK SUCI ARSITA SARI. R1115086. 2016. Pengaruh Penyuluhan Gizi terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Balita di Desa Sambirejo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi. Program Studi DIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit pada bayi usia 1-6 tahun. ISPA merupakan kelompok penyakit yang komplek dan heterogen yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH WARGA DENGAN JUMLAH TIKUS DAN KEPADATAN PINJAL DI DESA SELO KECAMATAN SELO BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH WARGA DENGAN JUMLAH TIKUS DAN KEPADATAN PINJAL DI DESA SELO KECAMATAN SELO BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH WARGA DENGAN JUMLAH TIKUS DAN KEPADATAN PINJAL DI DESA SELO KECAMATAN SELO BOYOLALI Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Tikus Sawah Rattus rattus argentiventer Rob & Kloss Tikus merupakan salah satu hama utama pada kegiatan pertanian. Kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama tikus

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian observasional, karena di dalam penelitian ini dilakukan observasi berupa pengamatan, wawancara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. juga merupakan status lambang sosial (Keman, 2005). Perumahan merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan

Lebih terperinci

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN PADA IBU NIFAS TERHADAP PRODUKSI ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NOGOSARI KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN PADA IBU NIFAS TERHADAP PRODUKSI ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NOGOSARI KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PIJAT OKSITOSIN PADA IBU NIFAS TERHADAP PRODUKSI ASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NOGOSARI KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan INDAH DIANI PUTRI

Lebih terperinci

SUMMARY HASNI YUNUS

SUMMARY HASNI YUNUS SUMMARY HUBUNGAN KEGIATAN SURVEY JENTIK SEBELUM DAN SETELAH ABATESASI TERHADAP ANGKA BEBAS JENTIK DI KELURAHAN BOLIHUANGGA KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013 HASNI YUNUS 811409153 Program Studi Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

Oleh: SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana HERU DHIYANTO

Oleh: SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana HERU DHIYANTO HUBUNGAN WAKTU TUNGGU PERIKSA DAN PEMBERIAN INFORMASI TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN (FALSE EMERGENCY) PADA PELAYANAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT EMANUEL PURWAREJA KLAMPOK BANJARNEGARA

Lebih terperinci