CSR Industri Ekstraktif & Penanggulangan Kemiskinan
|
|
- Irwan Oesman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 CSR Industri Ekstraktif & Penanggulangan Kemiskinan BRIEF o.001/csr/2013 July 22, 2013 Audit Sosial oleh Warga Sekitar Blok Migas JOB PPEJ Kabupaten Tuban, Jawa Timur Pada tahun 2010, laju pertumbuhan ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita Kabupaten Tuban masih masuk dalam kuadran-iv, yakni tergolong merah dengan kategori tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita yang rendah. Posisi ini bahkan di bawah kabupaten sekitarnya seperti Bojonegoro dan Lamongan yang masuk dalam kuadran-iii. Salah satu indikator yang menunjukkan masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dalam dimensi pembangunan ekonomi kabupaten Tuban adalah besarnya jumlah penduduk miskin. Berdasarkan Hasil Pendataan Program Perlindung Sosial (PPLS) Tahun 2008, Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kabupaten Tuban mencapai RTM atau jiwa. Di Tahun 2011, Jumlah tersebut justru naik menjadi 147,847 RTM, jumlah ini setara dengan 42% dari jumlah KK di kabupaten Tuban yang berjumlah 351,917 KK. Meskipun Tuban menjadi daerah perluasan industri di Jawa Timur, namun jumlah pengangguran masih terbilang besar. Di tahun 2010 mencapai orang, dan di tahun 2011 bertambah menjadi 37,889, dengan rerata penempatan kerja hanya berkisar 0,02% dari jumlah pengangguran yang ada di kabupaten Tuban (LKPJ Kab. Tuban 2011). Industrialisasi di kabupaten ini justru menciptakan kantong-kantong kemiskinan yang sangat dekat dengan area industri, diantaranya sebut saja di sekitar area industri ekstraktif. Kondisi ini ibarat pepatah: tikus mati di lumbung padi -daerah kaya sumber daya alam namun tetap miskin. Jumlah RTM di beberapa kecamatan seperti: Soko, Rengel, Plumpang, Widang, rabagan, Semanding dan Palang-yang notabene merupakan lokasi sasaran CSR industri ekstraktif seperti JOB PPEJ, MCL dan PT. Perhutani, masih di angka lebih dari 50% dari total KK di wilayah tersebut.
2 Bahkan, di kecamatan Soko-yang menjadi wilayah sasaran CSR JOB PPEJ, pada PPLS tahun 2011 lalu mengalami peningkatan jumlah RTM sebesar 104% (13,209 RTM), tertinggi se-kabupaten Tuban. Sementara rumah tidak layak huni di kecamatan tersebut mencapai 9,646 rumah, tertinggi sekabupaten. Jika menilik lebih dalam ke tingkat desa, sebagian besar desa yang berlokasi di ring-i wilayah eksploitasi minyak milik JOB PPEJ, masih menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi. Sebut saja desa Rahayu (308 RTM), desa Sokosari (379 RTM), dan dua desa lainnya seperti Sumurcinde (422 RTM) dan desa Sandingrowo (274 RTM). JOB PPEJ telah beroperasi di kabupaten Tuban sejak 27 Februari 1988 hingga peralihan ketiga menjadi JOB PPEJ pada 4 Juli 2002 hingga sekarang. amun, keberadaan industri ekstraktif tersebut masih belum memberikan dampak yang berarti bagi pengentasan kemiskinan. Padahal, potensi keseluruhan dana CSR di kabupaten Tuban mencapai Rp atau setara dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga, sudah seharusnya potensi dana CSR tersebut dikelola secara akuntabel dan disingkronkan dengan program pemerintah-terutama dalam 12,000 10,000 8,000 JUMLAH RUMAH TIDAK LAYAK HUI KABUPATE TUBA ,646 Sumber : Bappeda Tuban 7,303 6,201 6,000 4,327 4,000 3,354 2,463 2,000-1,522 I L R O A O A YO A K U EK A OR K CA E I BA E RA UA J SO PA IDA A KER AH E ALA IL TO E IRO A BO D U R TU K B R S P B AK DU RE UM W AT RA BA MA A MO R A L J B I P E P M SE E S M K TA Soko menjadi kecamatan terbesar se-kabupaten Tuban terdapat rumah tidak layak huni penanggulangan kemiskinan. Program CSR juga harus dikelola secara transparan, sesuai kebutuhan masyarakat, dan memiliki visi perubahan bagi wilayah terdampak, untuk pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut juga mengingat bahwa CSR industri ekstraktif adalah sebuah kewajiban (bukan kesukarelaan) perusahaan atas dampak yang ditimbulkan dari kegiatan perusahaan tersebut, yang harus memenuhi standar praktek pertambangan yang baik (good mining practices). Berangkat dari kontek diatas, FITRA Jawa Timuryang merupakan anggota Publish What You Pay Indonesia, melakukan sebuah studi kebijakan CSR industri ekstraktif, serta melakukan audit sosial bersama-sama warga masyarakat di sekitar area pertambangan migas JOB Pertamina-Petrochina East Java (PPEJ) di Kabupaten area Tuban, Jawa Timur. Tujuan Kegiatan Audit Sosial CSR ini bertujuan untuk meningkatkan peran pengawasan warga serta memastikan kualitas dan akuntabilitas pelaksanaan CSR industri ekstarktif Migas. Dari sini, diharapkan lahir rekomendasi pengelolaan CSR Migas yang lebih berpihak kepada masyarakat sekitar, terbangun mekanisme keterlibatan multistakeholders utamanya penerima manfaat, sehingga CSSR berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan kemiskinan.
3 Metode Metode Audit Sosial oleh warga bersifat kualitatif dengan teknik verifikasi lapangan untuk mengetahui kesesuaian Program CSR dengan kebutuhan masyarakat, mekanisme pelaksanaan program CSR dan melihat Aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan program CSR serta memverifikasi akuntabilitas pelaksanaan program-program CSR, termasuk kegiatan-kegiatan CSR dalam bentuk sarana dan prasarana, ekonomi, pendidikan maupun kesehatan. Verifikasi lapangan dilakukan melalui wawancara langsung dengan stakeholder pelaksanaan CSR yang terdiri dari JOB PPEJ, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan Komite Pelaksana CSR serta wawancara kepada komunitas masyarakat sebagai penerima manfaat. Wawancara yang dilakukan oleh auditor warga tersebut juga melakukan pencocokan beberapa dokumen dengan data-data di lapangan, selanjutnya dilakukan analisa terhadap data primer dan data sekunder untuk menjadi temuan sementara. Hasil temuan sementara tersebut kemudian didiskusikan dalam diskusi kelompok terfokus bersama pelaku dan penerima manfaat CSR guna memastikan bahwa temuan audit sosial tersebut dapat diyakini kebenarannya Sasaran Audit sosial CSR Migas adalah lima desa di wilayah Ring-1 yang menjadi prioritas alokasi pelaksanaan program CSR oleh JOB PPEJ, yakni meliputi tiga desa di Kecamatan Soko (Desa Rahayu, Sokosari dan Sumurcinde) serta dua desa di Kecamatan Rengel (Desa Bulurejo dan Kebonagung).
4 Temuan-Temuan Penilaian dalam audit sosial dilakukan sesuai dengan tahapan perencanaan dan pelaksanaan CSR oleh JOB PPEJ, termasuk penilaian terhadap bidang- bidang yang menjadi prioritas programnya. Tahap Penilaian Kebutuhan dan Perencanaan Pada akhir 2011 JOB PPEJ menginisiasi pembentukan Komite Program Pengembangan Masyarakat Desa (KPPMD) di lima desa (Ring-1), dengan tugas dan wewenang untuk mengelola CSR di tingkat desa bersama Pemerintah desa. Komite CSR merencanakan program usulan yang disesuaikan dengan empat bidang program yang telah ditentukan oleh JOB PPEJ yakni infrastruktur, pendidikan dan kesehatan serta ekonomi. amun pengambilan keputusan usulan di tingkat desa ini masih dilakukan secara terbatas oleh Komite yang didominasi dan di pimpin oleh kelompok elit desa dari perangkat desa, LPMD maupun BPD. Terdapat keluhan terhadap lamanya proses persetujuan usulan program CSR di intenal kontraktor JOB PPEJ hingga SKKMIAS. Tahun 2011 misalnya, kegiatan baru bisa dimulai di akhir tahun. Keterbatasan waktu dan minimnya sumber daya komite menjadi alasan tidak dilakukannya proses perencanaan secara mendalam. Komite tidak melakukan pemetakan potensi dan pemecahan masalah bersama. Komite dan desa tidak memiliki panduan dalam pengelolaan CSR, karena sejak awal tidak ada batasan pagu anggaran per desa. Usulan anggaran dari masyarakat yang terlampau besar menyebabkan proses revisi yang juga memakan waktu. Tahap Pelaksanaan Program CSR KPPMD sebagai tim pelaksana Program Sosial Penunjang Operasi (PSPO) dan CSR di tingkat desa, berperan sebagai pelaksana kegiatan pembangunan infrastruktu-dengan memperkerjakan warga sekitar, namun KPPMD juga memfungsikan diri sebagai penyalur kepada kelompok masyarakat untuk kegiatan selain infrastruktur. Sempitnya waktu tentu berpotensi mengurangi kualitas pelaksanaan program yang direncanakan. Kondisi yang sama terjadi di tahun 2012, yang hingga Desember 2012 anggaran belum dapat dicairkan oleh JOB PPEJ, namun komite telah diminta untuk mengusulkan proposal program CSR tahun Komite CSR di lima desa mengharapkan anggaran CSR JOB PPEJ bisa di cairkan di awal tahun agar waktu pelaksanaan kegiatan lebih panjang dan kualitas program bisa lebih baik. KPPMD tidak dibolehkan untuk mengalokasikan biaya operasional dari dana CSR. amun Pemerintah Desa Sokosari dan Desa Rahayu mengalokasikan biaya operasional dari uang Kas Desa. amun ada juga pengakuan dari anggota pengurus KPPMD Desa Rahayu, bahwa biaya operasional tersebut biasanya juga didapatkan dari fee penyuplai material pembangunan infrastruktur. Di Desa Sokosari juga ditemukan pemotongan anggaran untuk penerima manfaat dengan alasan sebagai biaya operasional komite. Tentu hal ini tidak bisa dibenarkan karena akan berpotensi mengurangi kualitas program CSR. Lembaga pengawas tidak dibentuk secara khusus dalam program PSPO dan CSR JOB PPEJ di lima desa tersebut, sehingga Komite nyaris tanpa pengawasan yang memadai. Di sisi lain, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa juga merangkap sebagai pengurus KPPMD, hal ini berpotensi adanya konflik kepentingan (conflict of interest) yang tidak memungkinkan terjadinya pengawasan secara benar. Sedangkan pada aspek pemeliharaan, tidak adanya tim pemeliharaan yang dibentuk serta tidak adanya alokasi anggaran untuk itu, maka pemeliharaan diserahkan kepada masyarakat sebagai penerima manfaat, menjadi bagian dari aset desa yang berada di bawah tanggung jawab pemerintah desa. Tidak seluruh program PSPO dan CSR dikelola oleh Komite CSR di lima desa ring satu, di tahun 2011, dari anggaran sebesar Rp. 7,297,717,000 Hanya Rp. 1, 454,000,000 yang di kelola langsung oleh KPPMD, sebagian besar program PSPO dan CSR JOB dikelola langsung oleh JOB PPEJ. Di desa Rahayu misalnya, relokasi SD I dan II dengan anggaran Rp. 763,344,000, Perbaikan Tanggul Desa Rahayu dengan Alat Berat Rp. 13,277,000 serta Pemberian uang kompensasi.
5 Bidang Insfrastruktur Infrastruktur masih menjadi pilihan prioritas pada kelima desa. Desa Bulurejo mengalihkan seluruh rencana anggaranya untuk pembangunan infrastruktur, begitu juga desa Rahayu dari 75 juta rupiah dialihkan untuk infrastruktur pengadaan air minum sebesar 50 juta rupiah. Besarnya anggaran PSPO dan CSR untuk pembangunan infastruktur belum sepenuhnya diprioritaskan untuk pembangunan fasilitas yang berkaitan secara langsung dengan peningkatan pendapatan masyarakat sekitar. Misalnya, pembangunan kantor, pemasangan pavin, pembangunan joglo dan sebagainya. Bidang Ekonomi Program PSPO dan CSR JOB PPEJ digunakan untuk penambahan modal Kredit Usaha Bersama (KUB) yang masih berjalan. Bantuan KUB tersebut dipergunakan untuk usaha penjualan pupuk dan pemberantas hama pertanian. Masyarakat bisa mendapatkan pinjaman bagi yang membutuhkan, namun akses yang tidak jauh berbeda juga bisa didapat dari Kios Pupuk yang ada di wilayah setempat. Sementara informasi sisa hasil usaha juga tidak diterima oleh anggota. KUB di desa kebonagung yang dirintis sebagai BUMDesa, mayoritas dikelola pengurus yang di tunjuk oleh pemerintah desa, namun Ditemukan perbedaan informasi volume pembangunan tembok penahan jalan di Desa Rahayu. Menurut LPJ Komite KPPMD volumenya mencapai 2,000 m, namun menurut masyarakat pengerjaannya hanya 1,200 m Sementara yang 800 m berupa saluran air yang berada di ujung desa dusun kayunan di kerjakan murni oleh swadaya masyakat. Terdapat juga perbedaan yang mencolok terkait satuan harga bahan bangunan, padahal proyek tersebut dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Di desa Sokosari juga terdapat selisih hitungan dalam LPJ KPPMD untuk pembangunan infrastruktur yang seharusnya ada sisa Rp. 522,500 namun dalam LPJ komite dibulatkan dengan sisa ol rupiah. Penerima manfaat di lima desa hanya terlibat sebagai tenaga kerja namun tidak mengetahui berapa jumlah nominal anggaran pembangunannya masyarakat tidak tahu pengelolaan anggarannya. Ditemukan adanya pemotongan dari penambahan modal dan pemberian bantuan kepada masyarakat.di temukan juga nama fiktif yang tidak ada orangnya. Sementara program ekonomi di desa Sumurcinde oleh KPPMD digunakan untuk dua kegiatan, pinjaman penguatan modal UMKM dan pelatihan tenaga kerja masing-masing sebesar Rp. 25 juta. Tidak semua penerima manfaat adalah orang miskin. Kegiatan simpan pinjam UMKM hanya berjalan sekali, dimana pengembalian pinjaman oleh komite dialihkan untuk membangun infrastruktur meski sebenarnya masyarakat merasa terbantu dengan pinjaman tanpa bunga tersebut dan mengharapkan ada perguliran lagi. Sedangkan pelatihan tenaga kerja dengan kegiatan menjahit/bordil sebagaimana dilaporkan dalam LPJ dikucurkan bantuan sebesar 1 juta rupiah, namun verifikasi di lapangan ditemukan pengakuan penerima manfaat hanya diberikan bantuan sebesar Rp , dengan jumlah 16 orang dan bukan 22 orang seperti dalam LPJ, kegiatan usaha menjahit dan bordil sudah tidak jalan lagi setelah pelatihan tersebut karena bantuan mesin jahit tidak diberikan kepada penerima manfaat tapi di taruh di balai desa.
6 Bidang Pendidikan Masing-masing desa berbeda dalam pengelolaan program CSR di bidang pendidikan. Komite desa Rahayu hanya menyalurkan bantuan dalam bentuk uang yang dibelanjakan sendiri-sendiri oleh lembaga penerima manfaat. Sementara di desa Sokosari, Sumurcinde dan Kebunagung, komite yang membelanjakan lembaga pendidikan menerima dalam bentuk barang. Pola pembelanjaan yang langsung bantuan PMT penyuluhan hanya bersifat untuk memotifasi masyarakat untuk aktif berkunjung ke Posyandu. Padahal PMT penyuluhan sudah dianggarkan oleh APBD, semestinya program ini diarahkan pada pemberian Bantuan PMT Pemulihan yang bermanfaat untuk pemenuhan gizi serta kegiatan prefentif kesehatan ibu dan anak seperti, kelas ibu hamil atau menciptakan Desa Siaga yang menjadi percontohan. Bantuan alat-alat olahraga bagi PPEJ sebagai pemberi bantuan dan kepada Kepala desa masingmasing. Permasalahannya, KPPMD tidak merasa perlu untuk melakukan pertanggungjawaban publik kepada masyarakat sebagai penerima manfaat. Belum adanya media informasi yang mudah diakses masyarakat untuk mengetahui bentuk kegiatan, jumlah anggaran, lokasi kegiatan, dan penerima manfaatnya dari program CSR perusahaan. dilakukan sendiri-sendiri oleh lembaga penerima manfaat umumnya tidak ada permasalahan, sedangkan yang dibelanjakan oleh komite malah muncul beberapa permasalahan. Secara umum lembaga penerima manfaat tidak mengetahui jumlah nominal bantuan yang seharusnya diterimakan, bantuan barang tanpa ada musyawarah dengan penerima secara tiba-tiba (ujug-ujug) dan belum tentu sesuai kebutuhan masyarakat. Bidang Kesehatan Program CSR di bidang kesehatan meliputi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita, Bantuan APE untuk TK/RA, Bantuan Seragam Kader Kesehatan, dan alat-alat olahraga untuk kepemudaan. Manfaat yang diterima oleh masyarakat terhadap kepemudaan seharusnya memperhatikan kualitas barang seperti halnya bantuan Meja Tennis seharga Rp. 2,800,000 yang baru berumur satu tahun sudah dalam kondisi rusak. Bantuan meja tennis yang masuk dalam program kesehatan juga dianggap tak berhubungan dengan kesehatan. Bidan yang juga sebagai komite di bidang kesehatan tidak tahu secara pasti berapa jumlah bantuan yang diterimakan, sementara penerima manfaat menyatakan hanya menerima bentuk barang dan tidak tahu nominal bantuannya. KPPMD dianggap sangat tertutup dalam pengelolaan bantuan kesehatan ini. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban program CSR JOB-PPEJ secara administratif dilakukan oleh komite dengan cara menyampaikan LPJ kepada JOB Sistem informasi dan transparansi dalam pengelolaan program CSR di desa-desa sekitar JOB PPEJ masih sangat sederhana. Desa Rahayu misalnya, kepala desa menggunakan media informasi pada kegiatan rapat-rapat desa dan setiap ada even-even pengajian untuk menginformasikan terkait adanya kegiatan CSR desa, namun informasi yang disampaikan juga sangat terbatas. Belum ada papan-papan pengumuman misalnya, yang mudah diakses masyarakat untuk menginformasikan pengelolaan CSR dari JOB PPEJ secara detail. Keterbatasan informasi menyebab masyarakat sebagai penerima manfaat tidak bisa berbuat banyak dalam mengawasi komite dan memastikan pengelolaan PSPO dan CSR benar-benar berkualitas dan bermanfaat untuk masyarakat.
7 Kesimpulan dan Rekomendasi Perlu adanya tanparansi dan jaminan keterlibatan warga dalam pengelolaan CSR Alokasi dana yang bersumber dari perusahaan melalui CSR atau Community Development yang sebagian besar merupkan bagian dari skema cost recovery diharapkan makin mendukung upaya pengentasan kemiskinan di daerah khususnya di wilayah operasi industri ekstraktif. Kebijakan dalam pengelolaan CSR belum sepenuhnya menjamin masyarakat di wilayah terdampak mendapatkan informasi mengenai program CSR yang dibutuhkan, sehingga transparansi dan akuntabilitas menjadi kata kunci untuk mendorong dan memperkuat posisi warga sebagai pelaksana sekaligus sebagai penerima manfaat dari program CSR. Dengan demikian, warga perlu didorong menjadi warga aktif (active citizen) dalam proses pelaksanaan program-program CSR mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawabannya. Hal ini dalam rangka untuk mendorong tata kelola CSR yang efektif dan berkelanjutan, yang memberikan manfaat bagi peningkatan pendapatan masyarakat sekitar, serta meminimalisir segala bentuk penyalahgunaan Memperkuat kapasitas Pemerintah desa dan KPPMD Pemberian program CSR oleh perusahaan tidak bisa hanya dimaknai sebagai pembelanjaan anggaran (budget disbursement) namun juga harus disertai penguatan kapasitas kelembagaan KPPMD dan pemerintah desa dalam menyusun rencana program yang partisipatif, sesuai dengan potensi lokal dengan pola pendampingan dan pemberdayaan yang intensif untuk mewujudkan kemandirian. Perusahaan industri ekstraktif dalam hal ini dapat membangun kemitraan dengan stakeholder lain yang memiliki kompetensi dan kapasitas untuk memastikan hal tersebut. Membangun sinergi perencanaan antara pemerintah dan KKKS Mengefektifkan sinergi perencanaan antara swasta dan pemerintah tidak bisa dilakukan dengan hanya membentuk Forum Komunikasi CSR, perlu di dorong adanya penilaian kebutuhan (need assesment) yang mendalam dan perencanaan yang singkron dengan perencanaan pembangunan. Sinergi antara forum CSR dengan forum musrenbang yang dimiliki perusahaan dan pemerintah dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi, penting dilakukan sebagai upaya bersama dalam mengatasi persoalan kemiskinan. Perlu adanya efesiensi dalam Mekanisme pengambilan keputusan usulan CSR Lamanya proses administrasi dan persetujuan pelaksanaan CSR oleh Pemerintah (SKK Migas) menyebabkan kualitas pengelolaan CSR yang menjadi rendah. Sehingga diperlukan mekanisme pengambilan persetujuan yang lebih cepat dengan tanpa mengurangi akuntabilitas pelaksanaan CSR. Pemberian bantuan sosial (kompensasi) akibat pengoperasian flare dalam bentuk uang cash secara terus menerus cenderung tidak mendidik dan bersifat sementara, sehingga pelru difikirkan bentuk kompensasi berupa program yang berkelanjutan.
8 AUDIT SOSIAL OLEH WARA Diterbitkan oleh FITRA Jawa Timur bekerjasama dengan Publish What You Pay Indonesia atas dukungan Yayasan TIFA Indonesia Disusun oleh : Miftahul Huda & M. Dahkelan Reviewer : Maryati Abdullah Sekretariat FITRA Jawa Timur Jl. Jeruk A3-17, Perum Perbon Permai Tuban, Telp/Fax : Jawa Timur, Indonesia fitra_jatim@yahoo.co.id Sekretariat asional PWYP Indonesia Jl. Intan o.81, Cilandak Barat, Jakarta Selatan, Telp/Fax : / Indonesia info@pwyp-indonesia.org
HASIL AUDIT SOSIAL CSR MIGAS DI KABUPATEN TUBAN. Oleh FITRA JATIM, didukung oleh Yayasan TIFA
HASIL AUDIT SOSIAL CSR MIGAS DI KABUPATEN TUBAN Oleh FITRA JATIM, didukung oleh Yayasan TIFA Tuban Gresik Sumenep Bangkalan Lamongan Pamekasan Sampang Bojonegoro Surabaya Ngawi Madiun Nganjuk Jombang Sidoarjo
Lebih terperinciOPEN DATA + INDUSTRI EKSTRAKTIF. Transparansi dan Akuntabilitas Penerimaan dan Belanja di Sektor Sumberdaya Ekstraktif
OPEN DATA + INDUSTRI EKSTRAKTIF Transparansi dan Akuntabilitas Penerimaan dan Belanja di Sektor Sumberdaya Ekstraktif Transformasi Industri Ekstraktif Melalui Open Data Indonesia, bangsa yang dulunya masih
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
Lebih terperinciBUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO
BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA BERKEMBANG TAHUN 2011
LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TANGGAL 18 Januari 2011 PETUNJUK TEKNIS BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA BERKEMBANG TAHUN 2011 I. PENDAHULUAN A. Dasar Pemikiran Dalam
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja
Lebih terperinciPNPM MANDIRI PERDESAAN
PNPM MANDIRI PERDESAAN Oleh : DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI PNPM MANDIRI PERDESAAN Merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 1 Tahun : 2015
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 1 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA
Lebih terperinciBUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR
1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berwenang untuk
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GRESIK
- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka percepatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Gambar 1.1 Logo UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Sumber: www.pnpmkabbandung.wordpress.com
Lebih terperinciKEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA, 16 JANUARI 2014 Tema Prioritas Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8 10% pada akhir 2014, yang diikuti dengan: perbaikan distribusi perlindungan sosial, pemberdayaan
Lebih terperinciBUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN ANGGARAN 2011
BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a.
Lebih terperinciB U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,
B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan
Lebih terperinciWALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012
WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG
. BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 14.A 2013 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR : 14. A TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN PARTISIPATIF BERBASIS KOMUNITAS (P3BK) TAHUN 2013
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SITUBONDO,
Lebih terperinciBUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN BLORA
BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Desa Yang Baik, Pemerintahan Desa dituntut untuk mempunyai Visi dan Misi yang baik atau lebih jelasnya Pemerintahan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N
PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 4 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciMemperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan
Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia 14 Desember 2015 PROGRAM PENGUATAN PARTISIPASI PEREMPUAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 1 Tahun : 2015
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 1 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI
W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan
Lebih terperinciBUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN ANGGARAN 2012
BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang :
Lebih terperinciBUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN MODAL LEMBAGA KEUANGAN MIKRO MASYARAKAT DAN KOPERASI PEDESAAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAGIAN I. PENDAHULUAN
BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan
Lebih terperinciTentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.
PERATURAN BUPATI KABUPATEN SIKKA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciLATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS
LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di
Lebih terperinciBUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan sturktural
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA ALOKASI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka peningkatan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 6 TAHUN 2012
PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG TRANSPARANSI TATAKELOLA PENDAPATAN, LINGKUNGAN, DAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PADA KEGIATAN
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciWALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG DAFTAR KEWENANGAN DESA BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA DI KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
(RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 49 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBERIAN, PENYALURAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS KEPADA PEMERINTAH DESA
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN BAGIAN DARI HASIL PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA DESA Menimbang : a. DENGAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG TENTANG PAGU INDIKATIF ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2008 BERITA DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciDisampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4-IP di Perkotaan Denpasar, Agustus 2013
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4-IP di Perkotaan Denpasar, 28-30 Agustus 2013 Pada Tahun 2013, Pemerintah telah menetapkan berbagai
Lebih terperinciBUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG
SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAGIAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA SERTA PENGGUNAAN DANA DESA DI KABUPATEN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 15
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 15 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja
Lebih terperinciKEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT
KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT PERATURAN DESA CINTAKARYA NOMOR: 1 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM-Desa) TAHUN 2015 2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENGALOKASIAN DAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA
LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANF PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,
Lebih terperinciCITIZEN REPORT CARD MANOKWARI PAPUA BARAT
CITIZEN REPORT CARD MANOKWARI PAPUA BARAT Program Support to CSO merupakan kerja sama PATTIRO dan AIPD. Program ini memberikan dukungan kepada jaringan CSO di wilayah kerja untuk meningkakan kapasitas
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN RENCANA PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN TAHUN Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya
KEBIJAKAN DAN RENCANA PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN TAHUN 2014-2015 Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya LINGKUP PAPARAN 1 Pendahuluan 2 Landasan Kebijakan 3 Arah
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciOptimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha
Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 15 2015 SERI : E A BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PROGRAM PEMBANGUNAN PARTISIPATIF BERBASIS KOMUNITAS TAHUN 2015
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN BANTUAN (COMMUNITY DEVELOPMENT) UNTUK MENGENTASKAN KEMISKINAN (CDMK) BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Lebih terperinciNO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 13 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan, oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah selalu
Lebih terperinciSALINAN WALIKOTA BATU
SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PRIORITAS PENGGUNAAN DAN PEMBAGIAN BESARAN DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
Lebih terperinciWALIKOTA BANJAR. PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 2.a TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2013
WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 2.a TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 64 Tahun : 2015
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 64 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN
Lebih terperinciRENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015 Oleh: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN MALANG Malang, 30 Mei 2014 Pendahuluan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN ALOKASI DANA DESA, BAGIAN DARI HASIL PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA DESA, DAN BANTUAN KEUANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik telah memberikan nuansa baru yang sama sekali berbeda
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa memiliki hak asal usul
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 135 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN DAN PENYALURAN ALOKASI DANA DESA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG TRANSPARANSI TATA KELOLA PEMERINTAHAN DI BIDANG INDUSTRI EKSTRAKTIF MIGAS DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1993 TENTANG PENINGKATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1993 TENTANG PENINGKATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan penanggulangan kemiskinan secara
Lebih terperinciPerencanaan Partisipatif Kelompok 7
Perencanaan Partisipatif Kelompok 7 Anastasia Ratna Wijayanti 154 08 013 Rizqi Luthfiana Khairu Nisa 154 08 015 Fernando Situngkir 154 08 018 Adila Isfandiary 154 08 059 Latar Belakang Tujuan Studi Kasus
Lebih terperinciBUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN
Lebih terperinciOleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif
Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif LATAR BELAKANG MASALAH Definisi Desa menurut UU Desa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 7 TAHUN 2008 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa Kampung sebagai satu kesatuan masyarakat
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang :
Lebih terperinci2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata
No.1359, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penetapan. Tahun 2018. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBPKP PERWAKILAN SUMATERA UTARA
BPKP PERWAKILAN SUMATERA UTARA RANCANGAN PERATURAN KEPALA DAERAH tentang TATA CARA ALOKASI DAN PENYALURAN DANA DESA, ALOKASI DANA DESA (ADD), DAN BAGIAN DARI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KEPADA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa alokasi Dana
Lebih terperinciGambaran Ruang Lingkup LAPORAN EITI 2014
Gambaran Ruang Lingkup LAPORAN EITI 2014 Maryati Abdullah Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia Dipresentasikan dalam FGD EITI Indonesia Kemenko Perekonomian RI Banjarmasin, 15 September
Lebih terperinciBUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan Pasal 99 Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN BESARAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJASAMA ANTAR DESA DALAM RANGKA PELESTARIAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun
Lebih terperinci11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 14/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG
11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 14/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DESA DEMPET KECAMATAN DEMPET KABUPATEN DEMAK NOMOR : 03 TAHUN 2012
PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK KECAMATAN DEMPET DESA DEMPET Jln. Raya Dempet Gajah Nomor. 22 Dempet Kode Pos. 59573 PERATURAN DESA DEMPET KECAMATAN DEMPET KABUPATEN DEMAK NOMOR : 03 TAHUN 2012 T E N T A N
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS BANTUAN KEUANGAN BIDANG KESEHATAN KEPADA DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011
LAMPIRAN IV PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2011 TANGGAL 18 Januari 2011 PETUNJUK TEKNIS BANTUAN KEUANGAN BIDANG KESEHATAN KEPADA DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 I. PENDAHULUAN A.
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI
Lebih terperinci