DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 Karya Tulis ANALISIS RENCANA KERJASAMA PEMBIAYAAN OPERASIONAL PENERBANGAN ANTARA SUTERA AIRLINES DENGAN PT. DIRGANTARA INDONESIA DI KAWASAN PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2002

2 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II. MANFAAT SUMATERA UTARA AIRLINES... 2 III. PRINSIP KERJASAMA OPERASI (KSO) ANTARA SUMATERA UTARA AIRLINES DENGAN OPERATOR PT. DIRGANTARA INDONESIA... 2 A. Prinsip Kerjasama... 2 B. Rute, Frekuensi Penerbangan dan Harga Tiket... 4 C. Sewa (JOP Kerugian)... 4 D. Total JOP... 4 E. Alokasi JOP... 4 IV. PERHITUNGAN BOBOT DAERAH... 6 A. Pengelompokkan Rute Penerbangan... 6 B. Perhitungan Bobot Daerah Berdasarkan Pengelompokkan Rute Penerbangan... 7 C. Distribusi Total Beban JOP per Rute V. PENUTUP

3 ANALISIS RENCANA KERJASAMA PEMBIAYAAN OPERASIONAL PENERBANGAN ANTARA SUTERA AIRLINES DENGAN PT. DIRGANTARA INDONESIA DI KAWASAN PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA I. PENDAHULUAN Pembentukan Penerbangan Sumatera Utara Air pertama kali dicetuskan pada Rapat Koordinasi Gubernur dengan Bupati/Walikota se Sumatera Utara pada tanggal 26 Maret Disamping itu adanya kesepakatan kerjasama Pembentukan Forum Kerjasama Pembangunan Pengembangan Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara dan sekitarnya yang ditanda tangani oleh 7 (tujuh) Kepala Daerah sekawasan Pantai Barat pada tanggal 26 Maret Isinya antara lain adalah para Bupati/Walikota pada kawasan pantai barat memahami bahwa untuk mengejar ketertinggalan kawasan pantai barat, maka diperlukan pembangunan yang bersinergi antara lain dengan meningkatkan peranan pelabuhan laut Sibolga dan pelabuhan udara Pinang Sori. Propeda Sumatera Utara pada Bab Pembangunan Daerah juga menegaskan betapa pentingnya peningkatan peranan pelabuhan udara perintis dalam rangka mengejar ketertinggalan suatu kawasan. Berdasarkan kenyataan di atas, maka Bappeda Sumatera Utara telah menjajaki perusahaan penerbangan yang mau bekerja sama dengan pemerintah Sumatera Utara akan mengoperasikan penerbangan pesawat ke 2

4 Pantai Barat dengan nama Sumatera Utara Airlines disingkat menjadi Sutera Airlines. II. MANFAAT SUMATERA UTARA AIRLINES 1. Meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah karena terjadi peningkatan kemudahan hubungan ke ibukota provinsi dan ibukota R.I. 2. Meningkatkan perekonomian berupa peningkatan nilai tambah komodisi pantai barat berupa ikan dan hasil bumi potensial karena Sumatera Utara Airlines juga bisa mengangkut kargo. 3. Meningkatkan arus wisatawan ke Pantai Barat termasuk pulau Nias karena adanya jadwal penerbagan yang reguler. III. PRINSIP KERJASAMA OPERASI (KSO) ANTARA SUMATERA UTARA AIRLINES DENGAN OPERATOR PT. DIRGANTARA INDONESIA A. Prinsip Kerja Sama 1. Bentuk Kerjasama Operasi Bentuk kerjasama operasi penerbangan pesawat CN adalah kerjasama antara 2 (dua) pihak yaitu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersama-sama dengan 7 (tujuh) kabupaten/kota di kawasan Pantai Barat sebagai Pihak Pertama yang menyewa pesawat CN dari PT. 3

5 Dirgantara Indonesia sebagai Pihak Kedua yang bekerja sama dengan PT. Merpati Nusantara Airlines (PT. MNA). 2. Biaya Biaya sewa pengoperasian Sutera Airlines adalah tanggung jawab Pihak Pertama dengan Pihak Kedua. Pihak Pertama; yaitu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersama-sama dengan 7 (tujuh) Kabupaten/Kota di kawasan pantai barat akan menanggung jaminan operasional penerbangan sampai tercapai break even point load factor penumpang sebesar 62% dari kapasitas 36 penumpang, atau sampai rata-rata penumpang mencapai 22 orang untuk setiap penerbangan yang diprediksi akan tercapai pada bulan ke-13 (catatan: sebab pasar masih baru, prediksi bisa tercapai bisa tidak). Total jam terbang untuk seluruh rute penerbangan per bulannya adalah 67,44 jam. Oleh karena ada persyaratan minimum jam terbang sebesar 80 jam per bulan, sisanya sebesar 12,56 jam dapat digunakan atau disewakan untuk kargo. Harga sewa per jam yang ditawarkan adalah US$ 1,100 dengan demikian sewa pesawat per bulannya adalah US$ 74,184. Ratarata JOP yang harus ditanggung oleh pihak pertama (Pemprovsu + 7 kab/kota) adalah US$ 24,789 atau sebesar 33,42% dari jumlah sewa per bulannya. Selisihnya sebesar US$ 45,395 diharapkan diperoleh dari hasil penjualan tiket pesawat. 4

6 B. Rute, Frekuensi Penerbangan dan Harga Tiket Rute dan frekuensi penerbangan Sutera Airlines dengan operator PT. Dirgantara Indonesia adalah sebagai berikut : 1) Medan Gunung Sitoli 3 kali/minggu ,- 2) Medan Sibolga 3 kali/minggu ,- 3) Medan P. Sidempuan 3 kali/minggu ,- C. Sewa (JOP Kerugian) Sewa (JOP kerugian) per bulan sampai titik break even point (13 bulan) adalah sebagai berikut: No Rute Frek. per minggu Total JOP (13 bulan) Rata-rata JOP per bulan 1 Medan G. Sitoli 3 x US$ 117,299 US$ 9,023 2 Medan Sibolga 3 x US$ 94,509 US$ 7,270 3 Medan P. Sidempuan 3 x US$ 110,451 US$ 8,496 Total JOP US$ 322,259 US$ 24,789 D. Total JOP Berdasarkan penawaran PT. Dirgantara Indonesia total JOP untuk satu tahun adalah US$ 315,275. E. Alokasi JOP Distribusi alokasi JOP antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan 7 kabupaten/kota yang dibagi berdasarkan rute adalah sebagai berikut: 5

7 1. Rute Medan Gunung Sitoli PP (3 kali per minggu) a. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menanggung ¾ bahagian. b. Pemerintah Kabupaten Nias menanggung ¼ bahagian. c. Distribusi alokasi JOP kerugian sebagai berikut: No Provinsi/Kabupaten Total JOP (13 bulan) JOP per tahun (12 bulan) 1 Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Nias Total Asumsi: US$ 1 = ,- 2. Rute Medan Sibolga PP (3 kali per minggu) a. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menanggung ¼ bahagian. b. Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga menanggung ¾ bahagian. c. Distribusi alokasi JOP sebagai berikut: No Provinsi/Kabupaten/Kota Total JOP (13 bulan) JOP per tahun (12 bulan) 1 Provinsi Sumatera Utara Tapanuli Tengah Sibolga + Tapanuli Utara Total Asumsi: US$ 1 = ,- Distribusi alokasi beban JOP kerugian antara Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga berdasarkan bobot daerah masing-masing. 6

8 3. Rute Medan Padang Sidimpuan PP (3 kali per minggu) a. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menanggung ¼ bahagian. b. Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan dan Kabupaten Madina secara bersama-sama menanggung ¾ bahagian. c. Distribusi alokasi kerugian sebagai berikut: No Provinsi/Kabupaten/Kota Total JOP (13 bulan) JOP per tahun (12 bulan) 1 Provinsi Sumatera Utara Tapanuli Selatan + P Sidempuan + Madina Total Asumsi: US$ 1 = ,- Distribusi alokasi beban JOP kerugian (pembagian JOP) antara 3 kabupaten/kota (Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan dan Madina) berdasarkan bobot daerah masing-masing. IV. PERHITUNGAN BOBOT DAERAH A. Pengelompokkan Rute Penerbangan Sesuai dengan rute yang ditawarkan oleh PT. Dirgantara Indonesia yang terdiri dari 3 rute, perhitungan pembobotan daerah juga dihitung berdasarkan 3 (tiga) pengelompokkan daerah sebagai berikut: 1. Rute Medan Padang Sidimpuan Pengelompokkan daerah kabupaten/kota yang sharing JOP terdiri dari: 7

9 a. Kabupaten Tapanuli Selatan b. Kabupaten Madina c. Kota Padang Sidimpuan Perhitungan bobot daerah dapat dilihat pada tabel 1 s/d Rute Medan Sibolga Pengelompokkan daerah kabupaten/kota yang sharing JOP terdiri dari: a. Kabupaten Tapanuli Tengah b. Kota Sibolga c. Kabupaten Tapanuli Utara Perhitungan bobot daerah dapat dilihat pada tabel 11 s/d Rute Medan Gunung Sitoli Kabupaten Nias dikecualikan dari perhitungan bobot daerah, sharing JOP hanya antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Nias. B. Perhitungan Bobot Daerah berdasarkan Pengelompokkan Rute Penerbangan Perhitungan bobot daerah untuk menghitung alokasi pembagian JOP untuk masing-masing kabupaten/kota dan dikelompokkan berdasarkan rute penerbangan dapat dilihat pada tabel berikut. 8

10 1. Perhitungan bobot daerah untuk rute Medan Padang Sidimpuan (Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan dan Kabupaten Madina) Tabel 1. PDRB 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 atas Dasar Harga Berlaku No Kabupaten/Kota P D R B Persentase Angka Bobot ( Jutaan) Komposisi (%) PDRB 1 Tapanuli Selatan ,37 62,54 0, Mandailing Natal ,83 25,66 0, Padangsidimpuan ,46 11,80 0,1180 Total PDRB , ,0000 Tabel 2. APBD 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 No Kabupaten/Kota APBD (Rp) Persentase Angka Bobot Komposisi (%) APBD 1 Tapanuli Selatan ,21 0, Mandailing Natal ,82 0, Padangsidimpuan ,97 0,1797 Total APBD ,0000 Tabel 3. PAD 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 Persentase No Kabupaten/Kota P A D (Rp) Komposisi (%) Angka Bobot PAD 1 Tapanuli Selatan ,86 0, Mandailing Natal ,31 0, Padangsidimpuan ,30 0,2230 Total PAD ,0000 9

11 Tabel 4. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang 3 Daerah Kabupaten dan Kota Jumlah Persentase Angka Bobot No Kabupaten/Kota Perusahaan Komposisi (%) Jlh Perush 1 Tapanuli Selatan 12 66,67 0, Mandailing Natal Padangsidimpuan 6 33,33 0,3333 Total Perusahaan ,0000 Tabel 5. Jumlah Penduduk 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 Jumlah Persentase Angka Bobot No Kabupaten/Kota Penduduk (jiwa) Komposisi (%) Jlh Pendk 1 Tapanuli Selatan ,79 0, Mandailing Natal ,75 0, Padangsidimpuan ,46 0,1346 Total Penduduk ,0000 Tabel 6. Jumlah PNS 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 Jumlah Persentase Angka Bobot No Kabupaten/Kota PNS (jiwa) Komposisi (%) Jlh PNS 1 Tapanuli Selatan ,44 0, Mandailing Natal ,75 0, Padangsidimpuan ,81 0,2081 Total P N S ,

12 Dari tabel 1 s/d 6 diperoleh perhitungan pembobotan daerah sebagai berikut: No Tabel 7. Angka Bobot 3 Daerah Kabupaten dan Kota Kabupaten/ Kota PDRB APBD PAD Angka Bobot Jlh Perush Jlh Pendk Jlh PNS Total 1 Tap. Selatan 0,6254 0,4821 0,2786 0,6667 0,5479 0,5144 3, Madina 0,2566 0,3882 0, ,3175 0,2775 1, P.Sidimpuan 0,1180 0,1797 0,2230 0,3333 0,1346 0,2081 1,1688 Total Tabel 8. Bobot Daerah / Koefisien Bobot Bandara Aek Godang No Kabupaten/Kota Jumlah Angka Bobot Koefisien Bobot 1 Tapanuli Selatan 3,078 0,513 2 Mandailing Natal 1,7532 0, Padangsidimpuan 1,1688 0,1948 Total 6,0000 1,0000 Tabel 9. Bobot Daerah berdasarkan Karakteristik Wilayah (Penghematan waktu tempuh) No Kabupaten/Kota Koefisien Wilayah 1 Tapanuli Selatan 0,80 2 Mandailing Natal 0,70 3 Padangsidimpuan 1,00 Total 2,50 11

13 Setelah setiap bobot dikalikan dengan koefisien wilayah maka diperoleh bobot final dan koefisien JOP final dalam Tabel 10. Tabel 10. Koefesien Bobot Final Koefisien Bobot Koefisien No Kabupaten/Kota Bobot Wilayah Final Bobot Final 1 Tapanuli Selatan 0,513 0,80 0,4104 0, Mandailing Natal 0,2922 0,70 0,2045 0, Padangsidimpuan 0,1948 1,00 0,1948 0,2405 Total 1,0000 2,50 0,8097 1, Perhitungan bobot daerah untuk rute Medan Sibolga (Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Utara) Tabel 11. PDRB 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 atas Dasar Harga Berlaku P D R B Persentase Angka Bobot No Kabupaten/Kota ( Jutaan) Komposisi (%) PDRB 1 Tapanuli Tengah ,72 32,03 0, Sibolga ,32 15,85 0, Tapanuli Utara ,30 52,12 0,5212 Total PDRB ,00 1,

14 Tabel 12. APBD 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 Persentase Angka Bobot No Kabupaten/Kota APBD (Rp) Komposisi (%) APBD 1 Tapanuli Tengah ,01 0, Sibolga ,91 0, Tapanuli Utara ,08 0,5608 Total APBD ,00 1,0000 Tabel 13. PAD 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 Persentase Angka No Kabupaten/Kota P A D (Rp) Komposisi (%) Bobot PAD 1 Tapanuli Tengah ,40 0, Sibolga ,23 0, Tapanuli Utara ,37 0,5037 Total PAD ,00 1,0000 Tabel 14. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 No Kabupaten/Kota Jumlah Persentase Angka Bobot Perusahaan Komposisi (%) Jlh Perush 1 Tapanuli Tengah 10 90,91 0, Sibolga 1 9,09 0, Tapanuli Utara 0 0,00 0,0000 Total Perusahaan ,00 1,

15 Tabel 15. Jumlah Penduduk 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 Jumlah Persentase Angka Bobot No Kabupaten/Kota Penduduk (jiwa) Komposisi (%) Jlh Pendk 1 Tapanuli Tengah ,39 0, Sibolga ,18 0, Tapanuli Utara ,43 0,5543 Total Penduduk ,00 1,0000 Tabel 16. Jumlah PNS 3 Daerah Kabupaten dan Kota Tahun 2000 Jumlah PNS Persentase Angka Bobot No Kabupaten/Kota (jiwa) Komposisi (%) Jlh PNS 1 Tapanuli Tengah ,19 0, Sibolga ,46 0, Tapanuli Utara ,35 0,5535 Total P N S ,00 1,0000 No Tabel 17. Angka Bobot 3 Daerah Kabupaten dan Kota Kabupaten/ Kota PDRB APBD PAD Angka Bobot Jlh Perush Jlh Pendk Jlh PNS Total 1 Tap. Tengah 0,3203 0,3001 0,2640 0,9091 0,3339 0,2819 2, Sibolga 0,1585 0,1391 0,2323 0,0909 0,1118 0,1646 0, Tap. Utara 0,5212 0,5608 0,5037 0,0000 0,5543 0,5535 2,6935 Total Dari tabel 11 s/d 17 diperoleh perhitungan pembobotan daerah seperti pada tabel 18 berikut. 14

16 Tabel 18. Bobot Daerah / Koefisien Bobot No Kabupaten/Kota Jumlah Angka Bobot Koefisien Bobot 1 Tapanuli Tengah 2,4093 0, Sibolga 0,8972 0, Tapanuli Utara 2,6935 0,4489 Total 6,0000 1,0000 Tabel 19. Bobot Daerah berdasarkan Karakteristik Wilayah (Penghematan waktu tempuh) No Kabupaten/Kota Koefisien Wilayah 1 Tapanuli Tengah 1,00 2 Sibolga 1,00 3 Tapanuli Utara 0,20 Total 2,20 Setelah setiap bobot dikalikan dengan koefisien wilayah maka diperoleh bobot final dan koefisien JOP final dalam Tabel 20 berikut. Tabel 20. Koefesien Bobot Final Koefisien Bobot Koefisien No Kabupaten/Kota Bobot Wilayah Final Bobot Final 1 Tapanuli Tengah 0,4016 1,00 0,4016 0, Sibolga 0,1495 1,00 0,1495 0, Tapanuli Utara 0,4489 0,20 0,0898 0,1401 Total 1,0000 2,20 0,6409 1,

17 C. Distribusi Total Beban JOP per rute Perhitungan distribusi total beban JOP untuk masing-masing kabupaten/kota yang dikelompokkan berdasarkan rute penerbangan dapat dilihat sebagai berikut. 1. Rute Medan Padang Sidimpuan No Provinsi/ Kabupaten/ Kota Koefisien Bobot Total JOP (13 bln) JOP per tahun (12 bln) JOP 6 bln 1 Sumatera Utara Tap. Selatan 0, Madina 0, P. Sidimpuan 0, Total 1, Keterangan: 1. Asumsi US$ 1 = ,- 2. Biaya JOP 6 bulan = 65% dari JOP per tahun 2. Rute Medan Sibolga No Provinsi/ Kabupaten/ Kota Koefisien Bobot Total JOP (13 bln) JOP per tahun (12 bln) JOP 6 bln 1 Sumatera Utara Tap. Tengah 0, Sibolga 0, Tap. Utara 0, Total 1, Keterangan: 1. Asumsi US$ 1 = ,- 2. Biaya JOP 6 bulan = 65% dari JOP per tahun 16

18 3. Rute Medan Gunung Sitoli No Provinsi/ Kabupaten/ Kota Koefisien Bobot Total JOP (13 bln) JOP per tahun (12 bln) JOP 6 bln 1 Sumatera Utara 0, Nias 0, Total 1, Keterangan: 1. Asumsi US$ 1 = ,- 2. Biaya JOP 6 bulan = 65% dari JOP per tahun V. PENUTUP Sebagai penutup tulisan ini disampaikan saran dan rekomendasi sebagai berikut: 1. Mengadakan pertemuan dengan pemerintah kabupaten/kota pada kawasan pantai barat untuk memperoleh kesepakatan sebagai berikut: a. Pendirian Sumatera Utara Airlines atau yang disebut Sutera Airlines. b. Alokasi dari besarnya block seat untuk provinsi dan masing-masing kabupaten/kota. c. Mekanisme pencairan dana karena setiap penerbangan yang belum mencapai block seat harus dibayar. d. Mekanisme pemasaran seat apakah secara bersama dan didistribusikan sesuai bobot atau daerah memasarkan seatnya masingmasing. 17

19 e. Kuasa kepada Gubernur Sumatera Utara menandatangani perjanjian kerjasama dengan operator penerbangan. f. Masing-masing Bupati/Walikota meminta persetujuan DPRD. 2. Pemerintah provinsi membentuk tim negosiasi untuk mempersiapkan Surat Perjanjian Kerjasama dengan operator penerbangan dari unsur Bappeda, Dinas Perhubungan, Biro Hukum, dan lain-lain, serta seorang pakar penerbangan dari Departemen Perhubungan. Tim negosiasi ini antara lain akan memfinalkan: a. Besarnya block seat yang lebih realistis. b. Besarnya penumpang yang dianggap telah mencapai titik impas, misalnya 30. c. Pembagian keuntungan di atas titik impas. d. Pembagian keuntungan biaya angkut kargo. e. Apa jaminan dari operator penerbangan bahwa mereka akan mengadakan operasi secara kontiniu sesuai kesepakatan, karena dalam operasi ini mereka juga masih harus menjual 10 seat. 3. Setelah kesepakatan dengan kabupaten/kota dan operator penerbangan telah tercapai maka pemerintah provinsi segera membentuk BUMD Sutera Airlines dengan tugas: a. Mengurus izin usaha penerbangan. b. Mengawasi operasi penerbangan yang dilakukan operator penerbangan. 18

20 c. Mengkoordinasikan promosi penjualan dan mengadakan evaluasi penjualan seat secara berkala dalam rangka penagihan biaya JOP pada kabupaten/kota. d. Mengkoordinasikan modal angkutan yang terkait dengan penerbangan ini. e. Mempersiapkan rencana pengembangan kedepan agar tidak tergantung pada perusahaan penerbangan dan kalau mungkin memiliki pesawat sendiri dari tipe yang paling cocok misalnya 20 seat. 19

ALTERNATIP MODA TRANSPORTASI UDARA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KETERISOLASIAN WILAYAH PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

ALTERNATIP MODA TRANSPORTASI UDARA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KETERISOLASIAN WILAYAH PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA Karya Tulis ALTERNATIP MODA TRANSPORTASI UDARA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KETERISOLASIAN WILAYAH PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA Karya Tulis SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA. 2006 PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam aspek perekonomian, jasa angkutan yang cukup serta memadai sangat diperlukan sebagai penunjang pembangunan ekonomi. Tanpa adanya transportasi sebagai

Lebih terperinci

MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH

MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH Karya Tulis MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2005 DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

Provinsi Sumatera Utara: Demografi Fact Sheet 02/2015 (28 Februari 2015) Agrarian Resource Center ARC Provinsi Sumatera Utara: Demografi Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi peringkat ke-4 di Indonesia dari sisi jumlah penduduk. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan membawa konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk pemenuhan kebutuhan barang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama dengan kegiatan perencanaan, koordinasi, dan pengawasan. Penganggaran juga merupakan komitmen resmi

Lebih terperinci

Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Nias yang BERkeadilan, SEjahtera dan MandiRI yang dilayani oleh Pemerintah yang bersih dan responsif.

Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Nias yang BERkeadilan, SEjahtera dan MandiRI yang dilayani oleh Pemerintah yang bersih dan responsif. BUPATI NIAS Drs. SOKHIATULO LAOLI, MM WAKIL BUPAT AROSOKHI WARUWU, SH, MH Drs. Sokhiatulo Laoli, MM dan Arosokhi Waruwu, SH, MH, sebagai Bupati dan Wakil Bupati Nias Periode 2011-2016 telah menetapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Suhardiyono (1992), dalam rangka membangun pertanian tangguh para pelaku pembangunan pertanian perlu memiliki kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 s/d 2014 mengalami peningkatan yang signifikan, dimana

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP BENTUK KERJASAMA PEMBANGUNAN DAERAH DAN IMPLEMENTASINYA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TINJAUAN TERHADAP BENTUK KERJASAMA PEMBANGUNAN DAERAH DAN IMPLEMENTASINYA DI PROVINSI SUMATERA UTARA Karya Tulis TINJAUAN TERHADAP BENTUK KERJASAMA PEMBANGUNAN DAERAH DAN IMPLEMENTASINYA DI PROVINSI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan KEMENTERIAN DALAM NEGERI Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan Medan, 3 April 2013 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 150 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah kepulauan yang besar yang terdiri dari ribuan pulau, memiliki alam yang kaya, tanah yang subur dan ratusan juta penduduk. Di samping

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1213, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi Angkutan Udara Kargo. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 79 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam mengelola keuangan yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah

Lebih terperinci

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Musrenbang RKPD Provinsi Sumatera Utara 2013 Hotel Santika, Selasa 2 April 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA 1 PERTUMBUHAN EKONOMI, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PDRB PERKAPITA EKSPOR, IMPOR

Lebih terperinci

ANALISIS PROYEKSI PENUMPANG BANDARA PERINTIS SERAI LAMPUNG BARAT - PROVINSI LAMPUNG

ANALISIS PROYEKSI PENUMPANG BANDARA PERINTIS SERAI LAMPUNG BARAT - PROVINSI LAMPUNG ANALISIS PROYEKSI PENUMPANG BANDARA PERINTIS SERAI LAMPUNG BARAT - PROVINSI LAMPUNG Aleksander Purba 1 Abstrak Bandara perintis Serai Lampung Barat yang mulai dibangun dua tahun lalu di pesisir pantai

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENETAPAN JALUR DAN SYARAT KETINGGIAN PENERBANGAN UNTUK KEGIATAN WISATA UDARA ATAU OLAH RAGA DIRGANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

REALITA PERENCANAAN DAN ANGGARAN

REALITA PERENCANAAN DAN ANGGARAN Karya Tulis REALITA PERENCANAAN DAN ANGGARAN Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2004 DAFTAR ISI I. Pendahuluan... 1 II. Anggaran Pendapatan Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth) merupakan awal proses pembangunan suatu negara. Pembangunan suatu negara diharapkan

Lebih terperinci

KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA PAPARAN USULAN REVISI KA WASAN H UTAN P ROVINSI SUMATERA UTARA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA JA NUARI 2010 KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA No Fungsi Hutan TGHK (1982) RTRWP (2003) 1 2 3 4 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

Oleh : BAGUS DWIPURWANTO

Oleh : BAGUS DWIPURWANTO EVALUASI LOAD FACTOR PADA BANDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUJUAN SURABAYA JAKARTA DAN SURABAYA DENPASAR Oleh : BAGUS DWIPURWANTO 3106 100 016 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas No.65, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara Perintis. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KRITERIA DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN

Lebih terperinci

dan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara

dan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Sebelum Dinas berdiri sendiri sebagai instansi tersendiri, Pengelolaan Pajak dan Pendapatan Daerah adalah merupakan salah satu bagian yang berada di bawah Biro Keuangan yang bernaung pada Sekretariat Kantor

Lebih terperinci

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan. Jiwa (Ribu) Persentase (%) 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 12.55 11.51 11.31 11.33 10.41 10.39 9.85 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus

Lebih terperinci

NSPK Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

NSPK Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang NSPK Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang oleh: Siti Martini, SH, MSi Kepala Biro Hukum Kementerian Pekerjaan Umum Soechi International Hotel, Medan 11 Juli 2012 Biro Hukum Kementerian Pekerjaan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015

KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 02/10/1208/Th. XIX, 24 Oktober 2016 KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2015 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Asahan tahun 2015 sebanyak 85.160 jiwa (12,09%), angka ini bertambah sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Transportasi merupakan kebutuhan turunan (devired demand) dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM. A. Sejarah Umum UPT Medan Utara/ Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM. A. Sejarah Umum UPT Medan Utara/ Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM A. Sejarah Umum UPT Medan Utara/ Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara. Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara pada awalnya mengurusi pengelolaan pajak dan

Lebih terperinci

TAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SUMATERA UTARA HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 BAN SM ACEH HASIL ANALISIS DATA AKREDITASI TAHUN 2016 1 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya

I. PENDAHULUAN. yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat banyak yaitu kurang lebih 210 juta, dengan total wilayahnya sebesar 5,2 juta kilometer persegi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara yang terletak di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara yang terletak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara yang terletak di bagian pesisir pantai barat pulau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, mempunyai

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah)

Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN 1 Tabel 1.1. Daftar Surplus/Defisit Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota T.A 2011-2014 (dalam jutaan rupiah) Surplus/Defisit APBD DAERAH 2011 2012 2013 2014 Kab. Nias -58.553-56.354-78.479-45.813

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PADA PT. RIAU AIRLINES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi

Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Boks 2. Kesuksesan Sektor Jasa Angkutan Udara di Provinsi Jambi Perekonomian Jambi yang mampu tumbuh sebesar 5,89% pada tahun 2006 merupakan prestasi tersendiri. Pada awal tahun bekerjanya mesin ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang dan berangkat mencapai dan (Buku Statistik

BAB I PENDAHULUAN. datang dan berangkat mencapai dan (Buku Statistik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bersamaan dengan pulihnya perekonomian Indonesia setelah krisis pada tahun 1997, Industri Penerbangan pun mengalami perkembangan yang signifikan. Indikasi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir disetiap negara berkembang kemiskinan selalu menjadi trending topic yang ramai dibicarakan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menempati urutan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian No Kabupaten dan Kota Populasi Kriteria Pemilihan Sampel Sampel 1 2 1 Kabupaten Asahan 1 - - 2 Kabupaten Dairi 2 Sampel 1 3 Kabupaten Deli Serdang 3 Sampel

Lebih terperinci

NOMOR TENTANG. Pemerintah. Provinsi, P dan 3839); Negara. 4. Peraturan. Negara. Lembarann Negara Nomor. 6. Peraturan

NOMOR TENTANG. Pemerintah. Provinsi, P dan 3839); Negara. 4. Peraturan. Negara. Lembarann Negara Nomor. 6. Peraturan KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 147 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan dan mensinergikan penataan ruang

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkuta

2 menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkuta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1901, 2014 KEMENHUB. Angkutan Udara. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 77 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Lampiran 1 Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara No. Kabupaten No. Kota 1. Kabuapaten Asahan 1. Kota Binjai 2. Kabuapaten Batubara 2. Kota Gunung Sitoli 3. Kabuapaten Dairi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi di suatu wilayah.transportasi merupakan suatu sarana yang berkorelasi positif terhadap

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM. A. Sejarah Umum UPT Medan Selatan / Dinas Pendapatan Provinsi

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM. A. Sejarah Umum UPT Medan Selatan / Dinas Pendapatan Provinsi BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM A. Sejarah Umum UPT Medan Selatan / Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Selatan. Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara pada awalnya mengurusi pengelolaan pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang penelitian Industri penerbangan merupakan salah satu sektor industri yang memiliki pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung relatif

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 39/07/12/Thn.XIX, 01 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA SUMATERA UTARA 2015 MENCAPAI 69,51. Pembangunan manusia di Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan jasa pelayanan maskapai penerbangan dari tahun ke tahun semakin menjadi perhatian masyarakat luas. Hal itu dapat dilhat dari ketatnya persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA. A. Sejarah Umum UPT. SAMSAT Medan Utara/Dinas Pendapatan Provinsi

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA. A. Sejarah Umum UPT. SAMSAT Medan Utara/Dinas Pendapatan Provinsi BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA A. Sejarah Umum UPT. SAMSAT Medan Utara/Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara pada awalnya mengurusi pengelolaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 35 TAHUN 2003 T E N T A N G PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 007 TAHUN 2018 TENTANG KOMITE FASILITASI (FAL) BANDAR UDARA INTERNASIONAL SILANGIT-SIBORONG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG BADAN KOORDINASI PENGELOLAAN EKOSISTEM KAWASAN DANAU TOBA

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG BADAN KOORDINASI PENGELOLAAN EKOSISTEM KAWASAN DANAU TOBA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG BADAN KOORDINASI PENGELOLAAN EKOSISTEM KAWASAN DANAU TOBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan tanaman palawija yang secara ekonomis berperan penting bagi kehidupan manusia. Selain itu, juga dapat dijadikan bahan baku industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi spasial maka yang menjadi kutub pertumbuhan adalah Kota Medan. Karakteristik utama yang

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR EXECUTIVE SUMMARY 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud pelaksanaan pekerjaan pembuatan Rencana Induk Sub Sektor Transportasi Udara sebagai pendukung dan pendorong sektor lainnya serta pemicu pertumbuhan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 29/05/12/Thn. XX, 5 Mei 2017 IPM PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 MEMASUKI KATEGORI TINGGI Pembangunan manusia di Sumatera

Lebih terperinci

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR Oleh: TUHONI ZEGA L2D 301 337 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L No.817, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Udara. Perubahan Kesepuluh. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEPULUH

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 21/03/12/Th. XVIII, 2 Maret 2015 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Sumatera Selatan Agustus 2017

Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Sumatera Selatan Agustus 2017 Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Sumatera Selatan, us No. 54/10/16/Th.XIX, 02 Oktober BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Sumatera Selatan us

Lebih terperinci

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) LAMPIRAN Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut / Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah) / 2010 2011 2012 2013 2014 2015 1 Nias 3.887.995 4.111.318 13.292.683.44 14. 046.053.44

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Mego, Kecamatan Lela, Kecamatan Nita, Kecamatan Maumere,

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Mego, Kecamatan Lela, Kecamatan Nita, Kecamatan Maumere, BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Kabupaten Sikka berada di sebelah timur Pulau Flores dari Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Kota Maumere merupakan ibukota kabupaten (Gambar., Gambar.2). Kabupaten Sikka

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kedudukan Propinsi DKI Jakarta adalah sangat strategis dan juga menguntungkan, karena DKI Jakarta disamping sebagai ibukota negara, juga sebagai pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah salah satu hak azasi manusia dan sebagai komoditi strategis yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan kesepakatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 31/05/12/Thn. XX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi

Lebih terperinci

PENENTUAN SUBCLASSES BERDASARKAN TIPE PESAWAT

PENENTUAN SUBCLASSES BERDASARKAN TIPE PESAWAT PENENTUAN SUBCLASSES BERDASARKAN TIPE PESAWAT Charles, AN STMT Trisakti stmt@indosat.net.id Nadya Sartika nadya.sartika@gmail.com ABSTRACT Based on Break Event Point (BEP) in this article, the most effective

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UDARA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 telah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT. KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : /Kep.245-PMKSM/2017

GUBERNUR JAWA BARAT. KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : /Kep.245-PMKSM/2017 GUBERNUR JAWA BARAT KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 119.05/Kep.245-PMKSM/2017 Menimbang TENTANG TIM KOORDINASI KERJA SAMA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT : a. bahwa untuk mempersiapkan dan mengkoordinasikan

Lebih terperinci

PLUS-MINUS PEMBENTUKAN PROVINSI SUMATERA TENGGARA 1. Effan Zulfiqar 2 ABSTRAK

PLUS-MINUS PEMBENTUKAN PROVINSI SUMATERA TENGGARA 1. Effan Zulfiqar 2 ABSTRAK PLUS-MINUS PEMBENTUKAN PROVINSI SUMATERA TENGGARA 1 Effan Zulfiqar 2 ABSTRAK Wacana Pembentukan Provinsi Baru di Tapanuli bagian Selatan telah bergulir sejak tanggal 8 Desember 2008 saat mana bertemunya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi menyangkut pergerakan orang dan barang pada hakekatnya telah dikenal

I. PENDAHULUAN. Transportasi menyangkut pergerakan orang dan barang pada hakekatnya telah dikenal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi menyangkut pergerakan orang dan barang pada hakekatnya telah dikenal secara alamiah semenjak manusia ada di bumi, meskipun pergerakan atau perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Oleh karena itulah membangun kepercayaan konsumen dan citra perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. ini. Oleh karena itulah membangun kepercayaan konsumen dan citra perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis bus antar kota dan lintas provinsi baik yang kecil maupun yang besar sangat ketat dalam dewasa ini. Keputusan untuk menggunakan jasa bus

Lebih terperinci

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI PRAKTIK LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat UPT Medan Utara/ Dinas Pendapatan Sumatera Utara

BAB II DESKRIPSI LOKASI PRAKTIK LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat UPT Medan Utara/ Dinas Pendapatan Sumatera Utara BAB II DESKRIPSI LOKASI PRAKTIK LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat UPT Medan Utara/ Dinas Pendapatan Sumatera Utara Dinas Pendapatan Daerah Sumatera Utara pada awalnya mengurusi pengelolaan pajak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintahan daerah di Indonesia mengalami perubahan seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah, Indonesia menggunakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA A. Sejarah Singkat Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara Pada mulanya urusan Pengelolaan Pendapatan Daerah berada dalam koordinasi Biro

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Metode Shift Share Metode shift share digunakan dalam penelitian ini untuk melihat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KP 996 TAHUN 2017 TENTANG SATUAN TUGAS PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYEDERHANAAN PERIZINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYEDERHANAAN PERIZINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYEDERHANAAN PERIZINAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi telah mendorong timbulnya persaingan yang sangat kompetitif

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi telah mendorong timbulnya persaingan yang sangat kompetitif BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Globalisasi telah mendorong timbulnya persaingan yang sangat kompetitif dalam segala bidang usaha. Keberhasilan kompetisi ini sangat ditentukan oleh antisipasi pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan pupuk pada tanah pertanian terutama pupuk kandang telah di mulai berabad abad yang silam sesuai dengan sejarah pertanian. Penggunaan senyawa kimia sebagai pupuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA ADISUTJIPTO SEBAGAI BANDARA INTERNASIONAL

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA ADISUTJIPTO SEBAGAI BANDARA INTERNASIONAL LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA ADISUTJIPTO SEBAGAI BANDARA INTERNASIONAL Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan sebagai ketahanan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA BAGI PEJABAT NEGARA DALAM MELAKSANAKAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA BAGI PEJABAT NEGARA DALAM MELAKSANAKAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA BAGI PEJABAT NEGARA DALAM MELAKSANAKAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 696, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 56 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDELAPAN

Lebih terperinci