BAB II TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Unsur Hara Pada Tanaman Kelapa Sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Unsur Hara Pada Tanaman Kelapa Sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permasalahan Unsur Hara Pada Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas tanaman perkebunan yang berkembang cukup pesat akhir-akhir ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, luas perkebunan kelapa sawit berkembang sekitar hektar dalam kurun waktu 5 tahun, dari yang semula sekitar hektar pada tahun 2005 menjadi hektar pada tahun Data terbaru yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, luas areal lahan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2011 mencapai hektar sedangkan di tahun 2012, angka sementara menunjukkan luasannya mencapai hektar, meningkat hingga hektar (Dunia industri, 2012). Semakin luasnya areal penanaman kelapa sawit memberikan konsekuensi beragamnya kondisi areal yang juga berpengaruh terhadap beragamnya kondisi pertumbuhan dan kandungan unsur hara yang ada pada tanaman kelapa sawit tersebut. Menurut Goh dan Teo (2008), tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki tingkat produksi bobot kering tertinggi karena mampu mengubah energi matahari menjadi bahan kering dan minyak lebih baik dibanding tanaman C3 yang lain, proses ini membutuhkan hara dalam jumlah besar yang harus disediakan melalui tanah dan pupuk yang diberikan ke tanaman. Oleh karena itu seringkali ditemukan gejala defisiensi hara pada tanaman kelapa sawit di lapangan akibat suplai hara yang berasal dari tanah dan pupuk yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman. 6

2 7 Analisis daun secara kimia sudah sejak lama digunakan sebagai alat untuk mengetahui status hara daun tanaman kelapa sawit. Walaupun demikian metode ini tergolong cukup mahal dan membutuhkan waktu. Di sisi lain, metode alternatif terkait hal tersebut belum banyak digunakan. Lelong et al. (2007), dalam penelitiannya mencoba menggunakan prinsip reflektansi cahaya pada daun kelapa sawit untuk mendeteksi gejala defisiensi hara. Penelitian tersebut didasarkan pada adanya hubungan antara reflektansi cahaya infra merah dekat dan tampak pada daun dengan kandungan pigmen serta mineral dalam daun tersebut. Akan tetapi hasil penelitian tersebut belum dapat direkomendasikan untuk menduga status hara daun kelapa sawit lebih lanjut di lapangan Diagnosis Kandungan Hara Tanaman Kelapa Sawit Gejala defisiensi masing-masing unsur hara dapat berbeda antara satu hara dengan hara yang lain, begitupula pada tanaman kelapa sawit. Gejala defisiensi secara visual di daun sangat jelas terlihat pada kondisi tingkat gejala yang akut dan menurunnya pertumbuhan tanaman. Untuk unsur hara makro (N, P, K, Mg dan Ca) umumnya gejala defisiensi muncul pada pelepah daun tua sedangkan untuk unsur hara mikro (B, Cu, Zn, Fe) muncul pada pelepah daun yang lebih muda, hal ini disebabkan karena unsur hara makro lebih mudah ditranslokasi dari daun tua ke daun muda. Maschner (1995) menjelaskan bahwa gejala defisiensi biasanya muncul pada daun muda ataupun daun tua bergantung pada dimana hara tersebut ditranslokasi kembali. Pola distribusi gejala mungkin juga dimodifikasi oleh metode yang digunakan untuk menimbulkan terjadinya defisiensi yakni

3 8 ketidakcukupan suplai hara secara permanen atau terjadinya gangguan secara tibatiba pada saat tanaman menerima suplai hara dalam jumlah besar. Metode penentuan status hara secara visual sangat terbatas, hanya bisa diamati pada saat tanaman mengalami gejala kekurangan yang jelas dan biasanya memunculkan kerancuan karena adanya gejala yang hampir mirip dari beberapa unsur hara tertentu, dan secara umum gejala yang muncul di daun berupa terjadinya klorosis atau perubahan warna daun. Untuk mengetahui kondisi status hara di dalam jaringan tanaman secara pasti digunakan analisis jaringan tanaman dengan mengambil bagian tanaman, seperti daun, batang atau akar tanaman sebagai sampel untuk selanjutnya di analisis di laboratorium dengan metode analisis yang berbeda bergantung pada jenis hara yang ingin diketahui kadarnya. Analisis daun merupakan salah satu indikator dalam mengetahui apakah suatu unsur dalam keadaan optimal atau tidak. Penggunaan analisa kimiawi terhadap material tanaman untuk keperluan diagnosis didasarkan pada asumsi bahwa terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan tanaman dan kandungan berat kering atau berat basah atau dengan kata lain konsentrasi hara di dalam jaringan tanaman. Kandungan hara di daun terbukti lebih baik dalam merefleksikan status hara tanaman dibandingkan organ tanaman yang lain (Marschner, 1995). Pada tanaman kelapa sawit, diagnosis kandungan hara secara umum dilakukan dengan metode analisis jaringan daun. Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menentukan apakah tanaman mengalami defisiensi dan lebih jauh lagi konsentrasi hara yang terkandung di dalam daun (Corley dan Tinker, 2003), walaupun untuk hara P dan K analisis rachis lebih dapat diandalkan akurasinya dibanding analisis daun (pinnae) (Foster dan Prabowo, 2002).

4 9 Kelemahan dari metode analisis daun adalah kurang praktis, membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar (Lelong et al., 2007), sehingga untuk melakukan deteksi secara langsung terhadap gejala defisiensi pada tanaman di lapangan harus menunggu hasil analisis jaringan tersebut terlebih dahulu. Solusi alternatif diagnosis gejala defisiensi hara dengan memanfaatkan metode reflektansi cahaya infra merah pernah dilakukan oleh Lelong et al. (2007) namun hasil penelitian tersebut belum memuaskan dan belum dapat dimanfaatkan di lapangan Klorofil dan Fluoresensi Klorofil Klorofil merupakan pigmen daun yang sangat berperan dalam proses fotosintesis tanaman yang memungkinkan tanaman dapat menyerap energi dari cahaya matahari. Klorofil pada tanaman terdiri atas dua jenis yakni klorofil a dan klorofil b. Klorofil a memiliki rumus molekul C 55 H 72 O 5 N 4 Mg, sedangkan klorofil b memiliki rumus molekul C 55 H 70 O 6 N 4 Mg. Perbedaan struktur klorofil b dibandingkan klorofil a adalah pada ikatan metil yang digantikan oleh gugus formil (Gambar 1). Rasio klorofil a dan b pada tanaman adalah tiga berbanding satu. Hanya klorofil a yang merupakan penyusun utama pusat reaksi fotosintesis dan juga dapat dikatakan merupakan pusat pigmen fotosintesis. Energi cahaya yang diserap oleh klorofil b dapat ditransfer dengan sangat efisien ke klorofil a, sehingga dengan cara ini klorofil b dapat memacu efisiensi tanaman untuk menggunakan energi cahaya matahari (Heldt dan Piechulla, 2011).

5 10 Gambar 1. Struktur kimia klorofil (Heldt dan Piechulla, 2011) Energi dari cahaya matahari yang diserap oleh klorofil dalam prosesnya mengalami tiga proses yakni energi cahaya tersebut digunakan untuk langsung menjalankan proses fotosintesis, kelebihan energi dari cahaya tersebut dilepaskan sebagai panas dan peristiwa yang ketiga adalah energi cahaya tersebut dipancarkan kembali (re-emisi) sebagai cahaya. Peristiwa yang terakhir tersebut dikenal sebagai Fluoresensi Klorofil. Ketiga peristiwa tersebut menurut Maxwell dan Jhonson (2000) saling berkompetisi, peningkatan efisiensi dari satu proses akan menyebabkan penurunan hasil dua proses yang lain. Dengan mengukur fluoresensi klorofil, informasi terkait perubahan dalam efisiensi fotokimia dan pelepasan panas dapat diperoleh. Metode fluoresensi klorofil ini dapat digunakan sebagai indikator dalam mengetahui kandungan klorofil di daun karena menurut Gitelson et al. (1999), rasio fluoresensi klorofil pada 735 nm dan 700 nm sangat linier dengan kandungan klorofil. Beberapa parameter klorofil yang umum digunakan adalah F0, Fm, Fv dan Fv/Fm. Nilai F0 merupakan nilai fluoresensi minimal yang menunjukkan tingkat fluoresensi awal pada saat daun mengalami fase penggelapan, pada kondisi ini

6 11 kompleks pigmen yang berhubungan dengan pigmen diasumsikan akan membuka. Nilai Fm merupakan nilai fluoresensi maksimal setelah pigmen memperoleh perlakuan cahaya, pada kondisi ini semua antena diasumsikan tertutup. Parameter Fv dan Fv/Fm merupakan parameter hitung yang berpedoman pada nilai F0 dan Fm. Fv merupakan selisih antara nilai Fm dan F0, sedangkan Fv/Fm merupakan rasio antara nilai fluoresensi variabel (Fv) dan fluoresensi maksimal yang digunakan untuk mengestimasi potensial efisiensi fotosistem II (PSII) atau mengukur kuantum maksimal hasil fotosistem II. Nilai Fv/Fm dapat digunakan sebagai indikator yang sensitif terhadap kondisi fotosintesis tanaman. Nilai yang rendah dari parameter tersebut terjadi jika tanaman mengalami gangguan terlebih gangguan yang terkait dengan fotoinhibisi (Maxwell dan Johnson, 2000). Menurut Khalegi et al. (2012), rasio Fv/Fm akan menurun, nilai F0 cenderung meningkat dan nilai Fm cenderung menurun pada tanaman Olea europaea yang mengalami kekurangan air. Percival et al. (2008) juga memaparkan hal yang sama namun pada kondisi gangguan yang berbeda yakni pada kondisi hara nitrogen yang rendah. Pada kondisi hara nitrogen di bawah 1.5% berhubungan dengan menurunnya rasio Fv/Fm di bawah Lebih lanjut lagi dipaparkan oleh Afrousheh et al. (2010), tanaman yang memperoleh unsur hara yang lengkap tercatat memiliki nilai rasio Fv/Fm yang maksimal (0.87) dibanding tanaman yang mengalami kekurangan hara nitrogen (N), magnesium (Mg), besi (Fe), Mangan (Mn), Molibdenum (Mo) dan kombinasi kekurangan hara-hara tersebut. Maxwell dan Johnson (2000) juga melaporkan bahwa terdapat hubungan yang langsung antara fotosintesis dan rasio Fv/Fm.

7 12 Penggunaan fluoresensi klorofil untuk mengukur efisiensi fotokimia pada fotosistem II (PSII) dan indikator performa tanaman pada saat mengalami cekaman lingkungan menyebabkan meningkatnya pemanfaatan pengukuran fluoresensi klorofil pada berbagai kondisi lingkungan. Pengukuran tersebut dapat memberikan informasi terkait quenching (penghamburan) non fotokimia (NPQ), laju transpor elektron, efisiensi kuantum dan fotoinhibisi sebagai respon terhadap cahaya, suhu dan stress lingkungan yang lain (Maxwell dan Jhonson, 2000). Fluoresensi klorofil tidak dapat diamati dengan mata telanjang, namun dapat dideteksi dengan memanfaatkan teknologi yakni Plant Efficiency Analyser (PEA). Melalui alat ini dapat dilihat seberapa besar energi cahaya yang dipancarkan karena berlebihan untuk dapat digunakan dalam fotosintesis. Dalam New Ag International (2009) dijelaskan bahwa teknologi ini memudahkan peneliti untuk melakukan identifikasi masalah nutrisi di dalam tanaman karena pada dasarnya stress nutrisi dapat meningkatkan jumlah energi cahaya yang dilepaskan oleh tanaman yang terlihat dari indikator meningkatnya emisi fluoresensi. Beberapa penelitian menggunakan indikator fluoresensi klorofil untuk mengidentifikasi kemampuan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dan cekaman akibat suhu tinggi. Longenberger et al. (2009) mengemukakan bahwa protokol fluoresensi klorofil dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman kapas untuk mendapatkan genotip tanaman kapas yang toleran terhadap kekeringan dari 20 genotip kapas yang ada di Amerika. Fluoresensi klorofil dapat memberikan pengukuran secara cepat hasil kuantum efektif (ΔF/Fm') dari fotosistem II (PSII) dibawah kondisi cahaya lingkungan. Tanaman yang sehat dapat menyerap cahaya matahari dan secara langsung proporsi energi cahaya diserap ke dalam proses

8 13 fotosintesis. Secara umum, proporsi maksimal dari energi cahaya yang diserap sekitar 83% setara dengan hasil kuantum Pada saat tanaman stress penurunan hasil kuantum fotosintesis membuktikan hal tersebut sehingga dapat digunakan untuk screening secara cepat. Penurunan hasil kuantum tersebut terjadi karena klorofil pada PSII menggunakan energi cahaya secara berlebihan akibat kelebihan cahaya (Bieber, 2012; Maxwell dan Jhonson, 2000). Kondisi hara yang kurang pada tanaman juga dapat menyebabkan terjadinya cekaman/stress sehingga proses metabolisme tanaman menjadi terganggu, terlebih terhadap proses fotosintesis yang didalamnya terdapat keterlibatan klorofil. Energi cahaya yang digunakan oleh klorofil untuk menjalankan fotosintesis tidak diimbangi dengan suplai hara yang cukup akibatnya selain terjadi stress hara juga terjadi stress sekunder yang berupa stress kelebihan cahaya. Fotosistem II (PSII) merupakan organ fotosintesis yang paling rentan mengalami kerusakan akibat cahaya, sehingga kerusakan PSII sering merupakan manifestasi cekaman/stress pada daun. Perubahan dalam parameter fluoresensi akibat pengaruh unsur hara diungkapkan oleh Zhou et al. (2011) pada tanaman mentimun dan padi. Nilai kuantum maksimal pada fotokimia fotosistem II (Fv/Fm) mengalami perubahan pada perlakuan dua bentuk nitrogen yang berbeda yakni dari 0.82 pada tanaman yang mendapat perlakuan NO - 3 menjadi 0.75 pada tanaman yang mendapat NH + 4, hal ini menggambarkan terjadinya fotoinhibisi yang terjadi pada tanaman yang mendapat perlakuan NH + 4. Pola fluoresensi pada tanaman yang mengalami defisiensi hara juga cenderung berbeda dan menurun dibanding tanaman yang normal (Gambar 2). Temuan ini diungkapkan oleh para peneliti di Prancis pada tanaman anggur yang mengalami defisiensi besi, dimana nilai fluoresensi

9 14 maksimalnya jauh lebih rendah dibandingkan tanaman tidak mengalami defisiensi (New Ag International, 2009). (Unit) Gambar 2. Kurva fluoresensi klorofil pada tanaman anggur yang mengalami defisiensi Fe dan yang tidak mengalami defisiensi Fe (New Ag International, 2009) Hubungan Fluoresensi Klorofil dan Kandungan Hara Daun Nitrogen Nitrogen merupakan salah satu unsur hara penting bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Defisiensi nitrogen mempengaruhi fungsi dan perkembangan kloroplas, perubahan warna daun menjadi agak pucat yang disebabkan oleh terjadinya hidrolisis protein untuk menghasilkan asam amino yang didistribusikan kembali ke daun yang lebih muda, sehingga pelepah daun yang lebih tua menjadi

10 15 pucat atau berwarna kuning terang serta mengalami klorosis yang kemudian pada tingkat yang lebih parah akan mengalami nekrosis (Goh dan Hardter, 2003). Pola hubungan antara nitrogen dan klorofil secara langsung pada tanaman kelapa sawit belum begitu banyak dipelajari, namun hasil penelitian Sun et al. (2011) memberikan gambaran bahwa penurunan kandungan hara nitrogen diikuti dengan penurunan kandungan klorofil di daun. Tanaman kelapa sawit yang mengalami perlakuan stress nutrisi dan air menunjukkan kandungan klorofil a/b yang lebih rendah demikian pula dengan status hara nitrogennya dibandingkan tanaman kelapa sawit yang mendapatkan pengairan dan pemupukan yang cukup. Hubungan antara klorofil dan kandungan hara nitrogen pada beberapa tanaman menunjukkan korelasi yang cukup erat. Bojovic dan Marcovic (2009) menerangkan bahwa terdapat korelasi yang sangat erat antara kandungan klorofil dan status nitrogen pada tanaman gandum, hal ini dapat dimengerti karena nitrogen merupakan unsur penyusun molekul klorofil sehingga kandungan nitrogen sangat mempengaruhi pembentukan kloroplas. Analisis korelasi antara indeks kandungan klorofil dan nitrogen pada daun Sugar Mapel mengindikasikan 64% variasi pada kandungan nitrogen di daun dapat diperkirakan menggunakan indeks kandungan klorofil, nilai tersebut diperkirakan dapat meningkat dengan mengukur berat daun spesifik atau mempertimbangkan kandungan nitrogen berdasarkan luasan daun dibanding berdasarkan bobot keringnya (van den Berg dan Perkins, 2004). Nilai korelasi yang lebih tinggi antara kandungan nitrogen daun dan kandungan klorofil berdasarkan metode klorofil meter terlihat pada hasil penelitian Shaahan et al. (1999) pada tanaman mangga, jeruk mandarin, jambu dan anggur dengan nilai korelasi antara 92% hingga 95%, yang berarti korelasinya

11 16 sangat erat. Perbedaan nilai korelasi yang ditunjukkan pada tanaman yang berbeda tersebut dipengaruhi oleh ketebalan daun dan pola distribusi di antara daun itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Chang dan Robinson (2003) dalam Liu et al. (2012), yang menyebutkan bahwa pola hubungan yang kurang erat antara klorofil dan kandungan nitrogen disebabkan oleh tingkat heterogenitas ketebalan daun dan distribusi antar daun di dalam suatu tanaman. Gejala kekurangan hara nitrogen pada tanaman juga menyebabkan terjadinya penurunan proses fotosintesis yang ditandai dengan turunnya efisiensi fotosintesis. Kondisi ini terlihat dengan nilai fluoresensi yang rendah pada kondisi kandungan hara nitrogen yang juga rendah. Menurut Peterson et al. (1993) dalam Percival et al. (2008), rendahnya efisiensi fotosintesis disebabkan oleh rendahnya kandungan N daun dapat diantisipasi karena umumnya N daun terkandung di dalam molekul klorofil yang berperan sebagai sel utama aktivitas fotosintesis pada tanaman tingkat tinggi. Perbedaan bentuk molekul hara nitrogen yang diserap tanaman juga memiliki nilai fluoresensi (Fv/Fm) yang berbeda. Perubahan atau pola fluoresensi pada tanaman yang mengalami kekurangan hara nitrogen sangat jelas terlihat, sehingga memberikan informasi penting terkait pengaruh yang muncul pada tanaman akibat stress lingkungan. Nesterenko et al. (2001) dan Neves et al. (2005) dalam Afrousheh et al. (2010) melaporkan bahwa daun tanaman yang sehat dengan kandungan klorofil yang tinggi memiliki nilai fluoresensi (Fv/Fm) yang maksimal.

12 Magnesium Magnesium seperti halnya nitrogen juga berperan penting dalam metabolisme tanaman kelapa sawit. Magnesium merupakan unsur pokok penyusun klorofil dan berperan penting dalam proses fotosintesis. Sekitar 10-35% kandungan magnesium total pada tanaman kelapa sawit terkandung di dalam klorofil bergantung pada ketersediaan magnesium pada tanaman kelapa sawit itu sendiri. Pada kondisi kekurangan magnesium dan intensitas cahaya yang rendah, proporsi magnesium di dalam klorofil mungkin kurang 50% dari total magnesium dalam tanaman. Magnesium juga merupakan komponen penting dalam enzim yang mengkatalis pembentukan klorofil dan berperan sebagai unsur penghubung antara subunit ribosom dalam sintesis protein (Goh dan Hardter, 2003). Menurut Mohamad (2003), kandungan klorofil pada bibit kelapa sawit yang mengalami defisiensi magnesium mengalami penurunan yang cukup nyata berdasarkan pengukuran dengan klorofil meter yakni (dibawah nilai kritis 42.78). Konsentrasi magnesium memiliki korelasi yang positif terhadap kandungan klorofil, kekurangan magnesium mempengaruhi kandungan klorofil seperti yang terungkap pada hasil penelitian Shaahan et al. (1999) pada tanaman buah-buahn dan Afrousheh et al. (2010) pada tanaman Pistachio. Menurut Shaahan et al. (1999), konsentrasi magnesium di daun mempengaruhi terjadinya klorosis, gejala defisiensi magnesium ditandai dengan gejala klorosis diantara tulang-tulang daun (interveinal chlorosis) pada daun yang lebih tua. Penelitian terkait pengaruh magnesium terhadap fluoresensi klorofil tidak sebanyak penelitian terhadap fluoresensi klorofil akibat pengaruh nitrogen. Akan tetapi magnesium sebagai unsur inti penyusun klorofil sudah pasti sangat

13 18 berpengaruh terhadap nilai fluoresensinya, seperti hasil penelitian Afrousheh et al. (2010) pada tanaman Pistachio yang menunjukkan secara jelas bahwa nilai fluoresensi daun tanaman yang mengalami kekurangan magnesium lebih rendah dibandingkan tanaman yang sehat.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit menjadi pemimpin dalam penghasil minyak nabati dunia (2006), dengan produksi 37,1 juta ton dari buah kelapa sawit dan lebih dari 4,3 juta ton dari kernel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Penetapan Status Kecukupan Hara N, P dan K pada Bibit Duku

PEMBAHASAN UMUM Penetapan Status Kecukupan Hara N, P dan K pada Bibit Duku PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membangun model pemupukan tanaman duku berdasarkan analisis daun dan mempelajari kategori tingkat kecukupan hara pada bibit duku. Cara membangun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman

I. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman dalam pot. Dari ribuan

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

Analisis Kuantitatif Unsur Hara Daun Kelapa Sawit Pada Pelepah Ke-17 Sebagai Langkah Optimasi Hasil Panen Kelapa Sawit

Analisis Kuantitatif Unsur Hara Daun Kelapa Sawit Pada Pelepah Ke-17 Sebagai Langkah Optimasi Hasil Panen Kelapa Sawit Analisis Kuantitatif Unsur Hara Daun Kelapa Sawit Pada Pelepah Ke-17 Sebagai Langkah Optimasi Hasil Panen Kelapa Sawit Tanaman Kelapa Sawit (Picture from https://www.sciencenews.org) Tanah dan tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Selada Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman selada cepat menghasilkan akar tunggang diikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia sebagai tanaman penghasil minyak nabati yang produktivitasnya lebih

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN Desti Diana Putri/1214121050 I.PENDAHULUAN Tumbuhan memerlukan sejumlah nutrisi untuk menunjang hidup dan pertumbuhan. Tumbuhan membutuhkan unsur hara makro dan mikro dalam jumlah tertentu sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar. Warna, tekstur, dan aroma daun selada dapat

Lebih terperinci

Unsur Hara Mikro yang dibutuhkan oleh Tanaman

Unsur Hara Mikro yang dibutuhkan oleh Tanaman Unsur Hara Mikro yang dibutuhkan oleh Tanaman Oleh : Mamik Tanaman, seperti halnya makhluk hidup lainnya memerlukan nutrisi yang cukup memadai dan seimbang agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional, selain mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga mengarah pada kesejahteraan

Lebih terperinci

MAGNESIUM (Mg) bisa mengandung sejumlah besar Mg sebagai MgSO4. dibagi menjadi tiga, yaitu: nonexchangeable, exchangeable, dan bentuk terlarut

MAGNESIUM (Mg) bisa mengandung sejumlah besar Mg sebagai MgSO4. dibagi menjadi tiga, yaitu: nonexchangeable, exchangeable, dan bentuk terlarut MAGNESIUM (Mg) Kandungan Mg dalam kebanyakan tanah umumnya antara 0,05% pada tanah pasir, dan 0,5% pada tanah liat. Kandungan Mg dalam tanah liat tinggi karena Mg yang ada dalam mineral ferromagnesian

Lebih terperinci

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO

NERACA HARA PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO NERACA HARA KEBUN KAKAO PRODUKSI = f (Tanaman, Tanah, Air, Cahaya) Tanaman = bahan tanam (klon, varietas, hibrida) Tanah = kesuburan tanah Air = ketersediaan air Cahaya = intensitas cahaya KOMPOSISI TANAH

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34%

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34% BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LatarBelakang Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34% (BPS, 2013), sementara itu sebagian besar penduduk Indonesia (± 90%) masih menjadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Permasalahan. Perkebunan merupakan sektor yang strategis bila dilihat dari tingkat

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Permasalahan. Perkebunan merupakan sektor yang strategis bila dilihat dari tingkat I. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Perkebunan merupakan sektor yang strategis bila dilihat dari tingkat pendapatan dan jumlah tenaga kerja yang terlibat. Salah satu komoditi perkebunan yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

MATERI-10 Evaluasi Kesuburan Tanah

MATERI-10 Evaluasi Kesuburan Tanah MATERI-10 Evaluasi Kesuburan Tanah Kondisi Tanah Mengalami Masalah Unsur Hara Kondisi Tanah Mengalami Masalah Unsur Hara Nitrogen: Dijumpai pada semua jenis tanah, terutama bertekstur kasar dan berkadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan zat gizi yang lengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan zat gizi yang lengkap dalam menu makanan yang sehat dan seimbang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran bagi manusia sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ketanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman dapat memenuhi siklus hidupnya dengan menggunakan unsur hara. Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu hara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor pertanian yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian

Lebih terperinci

penyumbang devisa terbesar di sektor pertanian, oleh karenanya mempunyai peran

penyumbang devisa terbesar di sektor pertanian, oleh karenanya mempunyai peran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas ekspor penyumbang devisa terbesar di sektor pertanian, oleh karenanya mempunyai peran strategis terhadap perekonomian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mulai dataran tinggi sampai dataran rendah. Data dari BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan luas panen, produktivitas,

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis Parameter yang diamati pada hasil pertumbuhan tanaman kubis terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

Lebih terperinci

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL dan dihitung status air medianya (Lampiran 1). Pengukuran kadar air relatif dilakukan dengan mengambil 1 potongan melingkar dari daun yang telah berkembang penuh (daun ke-3 dari atas) dengan diameter 1

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Kelapa Sawit Pada budidaya kelapa sawit dikenal dua sistem pembibitan, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap, namun yang umum digunakan saat ini adalah pembibitan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

Fungsi Hara bagi Tanaman AGH 322

Fungsi Hara bagi Tanaman AGH 322 Fungsi Hara bagi Tanaman AGH 322 Esensialitas Hara bagi Tanaman Hara Esensial: Tanpa kehadiran hara tersebut maka tanaman tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya. Fungsi hara tersebut tidak dapat digantikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber karbohidrat yang cukup tinggi. Seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanaman jagung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam pengamatan tinggi tanaman berpengaruh nyata (Lampiran 7), setelah dilakukan uji lanjut didapatkan hasil seperti Tabel 1. Tabel 1. Rerata tinggi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN

PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN Unsur hara yang diperuntukkan untuk tanaman terdiri atas 3 kategori. Tersedia dari udara itu sendiri, antara lain karbon, karbondioksida, oksigen. Ketersediaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

5 Kimia dalam Ekosistem. Dr. Yuni. Krisnandi

5 Kimia dalam Ekosistem. Dr. Yuni. Krisnandi 5 Kimia dalam Ekosistem Dr. Yuni. Krisnandi 13-10-06 Pendahuluan: apakah ekosistem itu? Suatu ekosistem teridiri dari komunitas biologi yang terjadi di suatu daerah, dan faktor-faktor kimia dan fisika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat diperoleh dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 ditanam di Kebun Percobaan PG Djatirorto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administrasi, lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya kedelai pada tingkat petani di Indonesia, belum diusahakan pada

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya kedelai pada tingkat petani di Indonesia, belum diusahakan pada TINJAUAN PUSTAKA Budidaya kedelai pada tingkat petani di Indonesia, belum diusahakan pada suatu wilayah atau daerah yang memang dalam pewilayahannya diperuntukkan sebagai areal utama pertanaman kedelai,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara

TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara 4 TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara Serapan hara adalah jumlah hara yang masuk ke dalam jaringan tanaman yang diperoleh berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman (Turner dan Hummel, 1992). Manfaat dari angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomi yang banyak diusahakan petani setelah cabai dan bawang merah. Kentang selain digunakan sebagai

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Hasil pengamatan terhadap parameter tinggi bibit setelah dianalisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit memberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : pertambahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Agronomis Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Agronomis Kelapa Sawit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agronomis Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) sebagai tanaman pendatang dari Afrika Barat ternyata budidayanya di Indonesia telah berkembang sangat pesat dan sampai

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu komoditi sektor non-migas andalan yang berperan penting dalam menunjang pembangunan Indonesia. Produksi minyak sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

12/04/2014. Pertemuan Ke-2

12/04/2014. Pertemuan Ke-2 Pertemuan Ke-2 PERTUMBUHAN TANAMAN 1 PENGANTAR Pertumbuhanadalah proses pertambahan jumlah dan atau ukuran sel dan tidak dapat kembali kebentuk semula (irreversible), dapat diukur (dinyatakan dengan angka,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

@BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nutrien tersebut memiliki

@BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nutrien tersebut memiliki @BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan makro dan mikro nutrien sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nutrien tersebut memiliki berbagai fungsi yang saling mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil minyak masak, bahan industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunan kelapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam (soilless culture). Media tanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman.

BAB I PENDAHULUAN. Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman. Dalam jumlah banyak nitrogen dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting di dalam sel termasuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Uji Korelasi Hara N, P dan K Umur Jaringan Daun

PEMBAHASAN UMUM Uji Korelasi Hara N, P dan K Umur Jaringan Daun PEMBAHASAN UMUM Untuk mengetahui status hara tanaman, baik kekurangan ataupun kelebihan hara pada tanaman dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah analisis tanaman dan pendekatan kedua

Lebih terperinci

Pengaruh Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Pengaruh Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Pengaruh Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Tanaman A. Tujuan Mengetahui pengaruh nutrisi terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. B. Dasar Teori Pertumbuhan adalah perubahan biologis yang dipengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tomat merupakan salah satu dari kelompok sayuran yang memiliki banyak manfaat, diantaranya digunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tomat merupakan salah satu dari kelompok sayuran yang memiliki banyak manfaat, diantaranya digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tomat merupakan salah satu dari kelompok sayuran yang memiliki banyak manfaat, diantaranya digunakan sebagai bumbu masakan dan dapat dibuat olahan. Selain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji

II. TINJAUAN PUSTAKA. satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laju Pengisian Biji Laju pengisian biji merupakan laju pertambahan bobot biji tanaman jagung per satuan waktu rata-rata selama periode tertentu. Pengukuran laju pengisian biji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN BIONUTRIEN S267 TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA SAWIT TM-03

2015 KAJIAN PENGARUH PENAMBAHAN BIONUTRIEN S267 TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA SAWIT TM-03 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanaman kelapa sawit (Elais guineensis) merupakan salah satu tanaman tropis yang memiliki banyak manfaat. Bagian kelapa sawit yang dimanfaatkan adalah minyak

Lebih terperinci