BAHAN AJAR Pengendalian Pelaksanaan Aktivitas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN AJAR Pengendalian Pelaksanaan Aktivitas"

Transkripsi

1 DIKLAT PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BAGI KASUBBAG UMUM BAHAN AJAR Pengendalian Pelaksanaan Aktivitas Oleh: Agung Yuniarto, S.E. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSDIKLAT ANGGARAN DAN PERBENDAHARAAN

2 DAFTAR ISI KEGIATAN BELAJAR 1 PEJABAT PENGELOLA PERBENDAHARAAN A. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara B. Pejabat Perbendaharaan KEGIATAN BELAJAR 2 MEKANISME PEMBAYARAN BELANJA NEGARA A. Mekanisme Pembayaran Langsung (LS) B. Mekanisme Pembayaran Uang Persediaan (UP) C. Cara Perhitungan D. Penyusunan Rencana Penggunaan Dana E. Penyiapan Permintaan Pembayaran F. Jenis-Jenis Dispensasi G. Kewenangan Dispensasi H. Penyusunan Rencana Penggunaan Dana I. Penyiapan Permintaan Pembayaran J. Perhitungan Penggantian UP Nihil K. Penyiapan Permintaan Pembayaran L. Dasar Hukum DIPA M. Jenis-Jenis Satker Pengelola PNBP N. Formula Maksimum Pencairan KEGIATAN BELAJAR 3 PENGUJIAN TAGIHAN BELANJA NEGARA A. Pengertian dan Dasar Hukum B. Pengujian Permintaan Pembayaran C. Pengujian SPM pada Kuasa BUN

3 KEGIATAN BELAJAR 1 PEJABAT PENGELOLA PERBENDAHARAAN A. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara Sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada dasarnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk satu bidang tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian/lembaga, sementara penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. 1

4 Dilain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable). Penerapan pola pemisahan kewenangan tersebut, yang merupakan salah satu kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara, telah mengalami deformasi sehingga menjadi kurang efektif untuk mencegah dan/atau meminimalkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara. Oleh karena itu, penerapan pola pemisahan tersebut harus dilakukan secara konsisten oleh para pejabat perbendaharaan negara. B. Pejabat Perbendaharaan Yang dimaksud dengan pejabat perbendaharaan negara adalah sebagai berikut: 1. Pengguna Anggaran (PA) Yaitu menteri/pimpinan lembaga atau kepala kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menurut pasal 4 Ayat 2 UU No.1/2004 mempunyai kewenangan: a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; b. menunjuk kuasa pengguna anggaran/pengguna barang; c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara 2

5 d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang negara; e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran; g. menggunakan barang milik negara; h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara; i. mengawasi pelaksanaan anggaran; j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. 2. Bendahara Umum Negara (BUN) Yaitu Menteri Keuangan yang menurut pasal 7 Ayat 2 UU No.l/2004 mempunyai kewenangan: a. menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran; b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; c. melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara; d. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara; e. menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara; f. mengesahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara; g. meyimpan uang negara; h. menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum negara; j. melakukan pengelolaan utang dan piutang negara; k. melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah; l. memberikan pinjaman atas nama pemerintah; m. mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintah; 3

6 n. melakukan penagihan piutang negara; o. menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara; p. menyajikan informasi keuangan negara; q. menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik negara; r. menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka pembayaran pajak; s. menunjuk pejabat kuasa bendahara umum negara. 3. Bendahara Pengeluaran Yaitu pengelola keuangan negara pada kementerian negara/lembaga di tingkat satuan kerja. Menurut UU No.1 Tahun 2004 bendahara pengeluaran mempunyai tugas sebegai berikut: a. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. (Pasal 10 Ayat 2 UU No.1/2004). b. Tugas kebendaharaan meliputi kegiatan menerima, menyimpan, menyetor/membayar/menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan pengeluaran uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya. (Penjelasan Pasal 10 Ayat 1, 2, dan UU No. 1/2004) c. Persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh bendahara umum. negara selaku pembina nasional jabatan fungsional bendahara. (Penjelasan Pasal 10 Ayat 1, 2, dan 3 UU No. 1/2004) d. Bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional. (Pasal 10 Ayat 3 UU No.1/2004) e. Jabatan bendahara pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh kuasa, pengguna anggaran atau kuasa bendahara umum negara. (Pasal 10 Ayat 4 UU No.1/2004) 4

7 f. Bendahara pengeluaran dilarang melakukan (baik secara langsung maupun tidak langsung) kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan pekerjaan penjualan tersebut. (pasal 10 ayat 5 UU No. 1/2004) g. Bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional dan sesuai pasal 10 dibentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak undang -undang ini diundangkan. h. Pemisahan Kewenangan Fungsi Perbendaharaan i. Setelah rancangan anggaran telah disetujui menjadi UU APBN, maka seluruh angka-angka yang tertera didalamnya merupakan batas ketetapan tertinggi yang tidak boleh dilampaui oleh semua pejabat negara yang menguasai anggaran (Pengguna Anggaran/Barang). Maksudnya, pada kementerian/lembaga dan Satuan Kerja vertikalnya di pusat dan di daerah, yang memperoleh DIPA atau dokumen yang disamakan apabila akan melakukan pengeluaran atas beban APBN harus memperhatikan dan mematuhi batas penyediaan dana anggaran sebagaimana tercantum dalam dokumen berkenaan. Materi Kewenangan sebelum dan sesudah berlakunya undang-undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara: Menteri Teknis MATERI KEWENANGAN SEBELUM UU NO. 1 tahun 2004 Menteri Keuangan PEMBUATAN KOMITMEN PENGUJIAN & PEMBEBANAN PERINTAH PEMBAYARAN PENGUJIAN PENCAIRAN DANA administratief beheer administratief beheer Comptabel beheer 9 5

8 MATERI KEWENANGAN DALAM UU No. 1 Tahun 2004 Menteri Teknis Selaku Pengguna Anggaran Menteri Keuangan Selaku Bendahara Umum Negara PEMBUATAN KOMITMEN PENGUJIAN & PEMBEBANAN PERINTAH PEMBAYARAN PENGUJIAN & PEMBEBANAN PERINTAH PENCAIRAN DANA Pengurusan Administrasi administratief beheer Pengurusan Comptabel Komtabel beheer 11 Materi Kewenangan Menteri Teknis Menteri Keuangan Ditjen Setjen DJA DJPb Policy Formula Policy Implementation Set. Ditjen Roren Rokeu SPM Policy Formula Policy Implementation KPPN SPP Voucher 13 Dari flowchart tersebut diatas bahwa kewenangan Pengguna Anggaran dapat dikuasakan kepada eselon/pejabat yang lebih rendah yakni dari Menteri Teknis sampai dengan kepada eselon IV (Kuasa Pengguna Anggaran), sebagaimana seorang pejabat eselon IV (Kuasa BUN) di KPPN menandatangani SP2D atas nama Menteri Keuangan/Bendahara Umun Negara. 6

9 Secara umum makna pengendalian adalah seluruh kebijakan dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan jaminan yang masuk akal agar tujuan suatu organisasi tercapai. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/KMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN, tegas mengatur tugas maupun kewenangan masing-masing Pejabat Perbendaharaan Negara. Hal tersebut dimaksudkan agar adanya kejelasan dalam melaksanakan pengendalian pelaksanaan anggaran suatu Satker. Adapun tugas dan kewenangan tersebut diantaranya adalah adanya pelaporan rutin PPK, PPSPM maupun Bendahara kepada Kuasa Pengguna Anggaran dalam hal pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Di sisi lain dalam rangka diatur pula mengenai batas waktu penyelesaian tagihan mulai dari pengajuan tagihan yang lengkap dan benar dari penerima hak sampai dengan disampaikannya SPM kepada KPPN. Selanjutnya sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.06/2012, dinyatakan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran berwenang menunjuk kepala satker yang berstatus PNS untuk melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya. Penunjukan KPA bersifat ex officio dan yang dimaksud Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya meliputi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Penanda Tangan SPM (PP SPM). Pengguna Anggaran dapat menunjuk pejabat lain selain kepala satker sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dalam hal : 1. Satker dipimpin oleh pejabat yang bersifat komisioner; 2. Satker dipimpin oleh pejabat eselon I atau setingkat eselon I; 3. Satker sementara; 4. Satker yang pimpinannya mempunyai tugas fungsional; atau 5. Satker Lembaga Negara. Kewenangan Pengguna Anggaran untuk menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara dilimpahkan kepada KPA. Sehingga, setiap terjadi pergantian jabatan kepala satker yang baru langsung menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah pejabat/pegawai 7

10 yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Pejabat Perbendaharaan Negara, dimungkinkan perangkapan fungsi Pejabat Perbendaharaan Negara dengan memperhatikan pelaksanaan prinsip saling uji ( check and balance). Perangkapan jabatan tersebut dapat dilaksanakan melalui perangkapan jabatan Kuasa Pengguna Anggaran sebagai PPK atau PP SPM. Di sisi lain, untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja, Menteri/Pimpinan Lembaga mengangkat Bendahara pengeluaran di setiap satker. Kewenangan pengangkatan Bendahara Pengeluaran dapat didelegasikan kepada kepala satker. Terdapat ketentuan terkait pejabat perbendaharaan negara yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.06/2012, yaitu antara lain : 1. Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, penetapan PPK dan PP SPM, dan pengangkatan bendahara tidak terikat tahun anggaran. 2. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala satker atau pejabat lain yang ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Pengguna Anggaran segera menunjuk seorang pejabat baru sebagai pelaksana tugas Kuasa Pengguna Anggaran. 3. Untuk 1 (satu) DIPA, Kuasa Pengguna Anggaran menetapkan 1 (satu) atau lebih PPK dan 1 (satu) PP SPM. 4. Dalam hal PPK atau PP SPM dipindahtugaskan/pensiun/diberhentikan dari jabatannya/berhalangan sementara, Kuasa Pengguna Anggaran menetapkan PPK atau PP SPM pengganti dengan surat keputusan dan berlaku sejak serah terima jabatan. 5. Dalam hal terdapat keterbatasan pegawai/pejabat yang akan ditunjuk sebagai bendahara pengeluaran, Menteri/Pimpinan Lembaga atau kepala satker dapat menetapkan 1 (satu) bendahara pengeluaran untuk mengelola lebih dari 1 (satu) DIPA/satker. 8

11 KEGIATAN BELAJAR 2 MEKANISME PEMBAYARAN BELANJA NEGARA A. Mekanisme Pembayaran Langsung (LS) Pembayaran atas tagihan belanja negara, dapat dilaksanakan secara langsung (LS) dari rekening kas negara di Kuasa BUN (KPPN). Mekanisme pembayaran ini dapat digunakan untuk seluruh jenis belanja dengan jumlah besar pembayaran berapapun. Pembayaran LS ini, dianggap sebagai bentuk yang paling akuntabel karena sifatnya yang langsung membebani anggaran atau langsung dicatat sebagai realisasi anggaran saat dibayar. Mekanisme pembayaran secara langsung (LS), semakin diperluas penggunaannya sesuai kebijakan Kuasa BUN Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (DJPBN), termasuk untuk belanja barang langganan daya jasa dan perjalanan dinas. Hal ini dikarenakan sifatnya yang langsung membebani anggaran dan tidak idle cash seperti pada mekanisme pembayaran melalui Uang Persediaan (UP). Meskipun demikian, beberapa jenis pengeluaran negara, tidak mungkin dibayarkan secara langsung (LS), yakni pengeluaran yang harus dibayarkan dengan uang tunai pada saat transaksi, misalnya tiket jalan tol, pembelian bahan bakar, servis ringan, konsumsi/snack rapat, dan lain-lain. B. Mekanisme Pembayaran Uang Persediaan (UP) Uang Persediaan yang selanjutnya disebut UP adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor seharihari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-UP adalah dokumen 9

12 yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi p ermintaan pembayaran Uang Persediaan (UP). Kepada setiap satker dapat diberikan Uang Persediaan. Untuk mengelola Uang Persediaan bagi satker di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga, sebelum diberlakukannya ketentuan dan/atau dilakukannya pengangkatan pejabat fungsional Bendahara, menteri/pimpinan lembaga atau pejabat yang diberi kewenangan dapat mengangkat seorang Bendahara Pengeluaran pada Kementerian Negara/Lembaga atau satker yang dipimpinnya. Uang Persediaan digunakan oleh Bendahara Pengeluaran untuk membayar tagihan atas belanja negara yang bernilai sampai dengan Rp50 juta (lima puluh juta rupiah) perbukti pembelian/kuitansi/bukti pembayaran. Namun demikian, Bendahara Pengeluaran diperkenankan membayar tagihan yang bernilai diatas Rp50 juta, antara lain untuk pembayaran honorariun dan biaya perjalanan dinas. Untuk membantu pengelolaan Uang Persediaan pada kantor/satker di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga, kepala satker dapat menunjuk Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP). Dalam pelaksanaan tugasnya, BPP membuat laporan pertanggungjawaban dan mengirimkannya kepada Bendahara Pengeluaran. Pembayaran dengan UP oleh Bendahara Pengeluaran atau BPP kepada 1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa dapat melebihi Rp (lima puluh juta rupiah) setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan. Pada setiap hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP pada brankas Bendahara Pengeluaran atau BPP, tidak boleh lebih dari Rp50 juta (lima puluh juta rupiah). Bendahara Pengeluaran melakukan penggantian ( revolving) UP yang telah digunakan sepanjang dana yang dapat dibayarkan dengan UP masih tersedia dalam DIPA. Penggantian UP dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen). Untuk Bendahara Pengeluaran yang dibantu oleh beberapa BPP, dalam pengajuan UP ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) harus melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang dikelola oleh masing-masing BPP. Setiap BPP mengajukan penggantian UP melalui Bendahara Pengeluaran, apabila UP yang dikelolanya telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen). 10

13 Berdasarkan rencana kegiatan yang telah disusun, Bendahara Pengeluaran menyampaikan kebutuhan UP kepada PPK. Atas dasar kebutuhan UP tersebut, PPK menerbitkan SPP UP untuk pengisian UP yang dilengkapi dengan perhitungan besaran UP sesuai pengajuan dari Bendahara Pengeluaran. Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP -UP) diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya permintaan UP dari Bendahara Pengeluaran. Uang Persediaan Normal dapat diberikan kepada satuan kerja kementerian/lembaga untuk pengeluaranpengeluaran: 1) Belanja Barang, 2) Belanja Modal, 3) Belanja Lain-lain. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan APBN, Uang Persediaan (UP) diberikan paling banyak: 1) Rp (lima puluh juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp (sembilan ratus juta rupiah) 2) Rp (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP diatas Rp (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp (dua miliar empat ratus juta rupiah) 3) Rp (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP diatas Rp (dua miliar empat ratus juta rupiah) sampai dengan Rp (enam miliar rupiah) 4) Rp (lima ratus juta rupiah) un tuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP diatas Rp (enam miliar rupiah). Perubahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut PUP adalah uang muka kerja dengan jumlah melebihi rumus/formula UP Normal, yang bersifat daur ulang ( revolving), dan diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan UP melampaui besaran Uang Persediaan (UP) Normal dengan mempertimbangkan: 11

14 1) frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan selama 1 (satu) tahun, 2) perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran UP. C. Cara Perhitungan Besaran Perubahan UP yang dapat diajukan oleh satuan kerja K/L, tidak diatur secara khusus oleh Menteri Keuangan, melainkan diserahkan kepada masingmasing satker untuk menghitung sendiri. Bagi satker yang memiliki pagu DIPA cukup besar (diatas Rp6M), dan jumlah pagu tersebut direncanakan akan dibayarkan dengan UP, maka satker tersebut dapat mengajukan Perubahan UP melebihi UP Normal sesuai kebutuhan dan besar pagu klasifikasi belanja yang dapat dibayarkan dengan UP. Perubahan UP ini mempunyai karakteristik sama dengan UP Normal, yang harus dipertanggungjawabkan setelah realisasi minimal sebesar 50% setiap bulan, sepanjang satu tahun anggaran, serta bersifat revolving. Sehingga, jika suatu satker telah mendapatkan persetujuan Perubahan UP diatas batas maksimal UP Normal, maka setiap bulan daya serap realisasi uang persediaannya lebih besar dari UP Normal. Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TUP adalah uang yang diberikan kepada satker untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam satu bulan melebihi pagu UP yang ditetapkan. Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-TUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi permintaan pembayaran Tambahan UP. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dapat mengajukan permintaan Tambahan Uang Persediaan (TUP) kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda. Syarat penggunaan dana Tambahan UP adalah: a. digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan, b. tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS. 12

15 Tambahan UP dapat diajukan oleh satker K/L meskipun penggunaan UP Normal atau PUP belum mencapai 50%. Tambahan UP ini diajukan dalam rangka satker yang bersangkutan memerlukan pendanaan melebihi sisa dana UP yang tersedia pada bendahara pengeluaran, untuk keperluan yang mendesak. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) disertai: a. rincian rencana penggunaan TUP, b. dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Kuasa BUN (KPPN) dalam rangka penggunaan TUP Atas dasar permintaan Tambahan UP dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Kepala KPPN melakukan penilaian terhadap: 1) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP bukan merupakan pengeluaran yang harus dilakukan dengan pembayaran LS; 2) pengeluaran pada rincian rencana penggunaan TUP masih/cukup tersedia dananya dalam DIPA; 3) TUP sebelumnya sudah dipertanggungjawabkan seluruhnya; 4) TUP sebelumnya yang tidak digunakan telah disetor ke Kas Negara. Dalam hal TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor, KPPN dapat menyetujui permintaan TUP berikutnya setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Dalam hal KPA mengajukan permintaan TUP untuk kebutuhan melebihi waktu 1 (satu) bulan, Kepala KPPN dapat memberi persetujuan dengan pertimbangan kegiatan yang akan dilaksanakan memerlukan waktu melebihi 1 (satu) bulan. Untuk pengajuan permintaan TUP yang telah memenuhi ketentuan yang berlaku, Kepala KPPN dapat memberikan persetujuan sebagian atau seluruh permintaan TUP melalui surat persetujuan pemberian TUP. Demikian pula sebaliknya, Kepala KPPN akan menolak permintaan TUP dalam hal pengajuan permintaan TUP tidak memenuhi ketentuan. Persetujuan atau penolakan tersebut dilaksanakan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah surat pengajuan permintaan TUP diterima KPPN. Tambahan UP harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan dan dapat dilakukan secara bertahap. Dalam hal selama 1 (satu) bulan sejak SP2D TUP 13

16 diterbitkan belum dilakukan pengesahan dan pertanggungjawaban TUP, Kepala KPPN menyampaikan surat teguran kepada KPA. Sisa TUP yang tidak habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah batas waktu. Untuk perpanjangan pertanggungjawaban Tambahan UP melampaui 1 (satu) bulan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan persetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan: 1) KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah dipergunakan; 2) KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan sisa TUP tidak lebih dari 1 (satu) bulan berikutnya. D. Penyusunan Rencana Penggunaan Dana Salah satu dokumen yang dipersyaratkan dalam mengajukan Tambahan Uang Persediaan adalah Rincian Rencana Penggunaan Dana (RPD). Dokumen ini berisi rencana pengeluaran secara rinci yang akan dilaksanakan satuan kerja K/L dalam satu bulan berkenaan. Dalam dokumen ini harus memuat informasi tentang, jenis kegiatan/pekerjaan, pelaksana, waktu, lokasi, output, tanggal selesai, jumlah dana, dan seterusnya, yang akan digunakan oleh KPPN sebagai acuan untuk menertibkan penyampaian Surat Pertanggungjawaban dari satker. Penyusunan RPD oleh satuan kerja K/L, harus memperhatikan kemampuan kegiatan untuk menyerap dana yang sangat terkait dengan volume dan kesiapan sumber daya satker. RPD tidak boleh dijadikan sarana untuk menarik TUP sebanyak-banyaknya, dengan maksud akan dikembalikan/disetorkan ke kas negara jika tidak terserap. Jadi, RPD harus mencerminkan kebutuhan dana riil satker, dan bukan merupakan dana cadangan. E. Penyiapan Permintaan Pembayaran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerbitkan SPP -TUP dan dilengkapi dengan dokumen meliputi: 1) Rincian penggunaan dana yang ditandatangani oleh KPA/PPK dan Bendahara Pengeluaran; 2) Surat pernyataan dari KPA/PPK; 14

17 3) Surat permohonan TUP yang telah memperoleh persetujuan TUP dari Kepala KPPN. Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan (SPP-TUP) diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya persetujuan TUP dari Kepala KPPN. Dispensasi Uang Persediaan atau disingkat DUP, dapat diartikan sebagai Uang Persediaan (UP) baik Normal, Perubahan, atau Tambahan, yang diperuntukkan untuk membiayai belanja negara selain kelompok klasifikasi belanja yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Dispensasi UP diberikan kepada satuan kerja melalui rekening bendahara pengeluaran, yang mengajukan surat permohonan dispensasi UP kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara atau Kepala Kanwil DJPBN setempat. F. Jenis-jenis Dispensasi Dispensasi Uang Persediaan, dapat diajukan oleh satuan kerja Kementerian dan Lembaga untuk membiayai pembayaran belanjabelanja sebagai berikut: 1) Dispensasi UP untuk keperluan selain jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan UP. 2) Dispensasi UP untuk pengadaan belanja modal tanah. 3) Dispensasi UP untuk pelunasan rekening langganan daya dan jasa Tahun Anggaran sebelumnya. 4) Dispensasi UP untuk pembayaran belanja modal fisik diatas Rp50 juta. 5) Dispensasi UP untuk pembayaran belanja barang dan belanja lain-lain yang bernilai diatas Rp50 juta. 6) Dispensasi UP untuk UP Nornal, Perubahan UP, dan Tambahan UP yang melebihi batas waktu yang ditetapkan. Selain jenis-jenis dispensai UP diatas, dalam praktik juga dikenal beberapa dispensasi pembayaran melalui UP karena sebab-sebab khusus sesuai ciri khas dan karakter satker maupun jenis belanjanya. Jenis dispensasi UP tersebut antara lain: 1) Pembayaran belanja barang perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri 2) Pembayaran rekening listrik, air, dan telepon kepada PT. PLN, PDAM, dan PT. Telkom 15

18 3) Pembayaran pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dari SPBU Pertamina 4) Pembayaran belanja nongaji pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Pertahanan dan TNI 5) Pembayaran belanja pada kantor perwakilan RI di luar negeri G. Kewenangan Dispensasi Pemberian Dispensasi UP kepada satuan kerja K/L, harus dengan persetujuan tertulis Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara atau Kepala Kanwil DJPBN setempat atas permohonan dari satker dimaksud. Untuk jenis dispensai penggunaan UP terkait batas waktu pertanggungjawaban, pengajuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP melampaui 1 (satu) bulan, permohonan persetujuannya diajukan oleh KPA kepada Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan persetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan: a. KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah dipergunakan; dan b. KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan sisa TUP tidak lebih dari 1 (satu) bulan berikutnya. H. Penyusunan Rencana Penggunaan Dana Untuk Dispensasi UP selain jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan UP, bendahara satuan kerja K/L harus membuat Rincian Rencana Penggunaan Dana (RPD) atas UP Normal, Perubahan UP, atau Tambahan UP yang akan digunakan. Rincian RPD tersebut memuat informasi tentang jenis kegiatan, pekerjaan, pelaksana, waktu, jumlah kebutuhan dana, output, dan lain-lain. Dalam menyusun Rincian RPD, satuan kerja K/L juga harus menyamapaikan alasan spesifik atas rencana penggunaan atau pembayaran jenis-jenis pekerjaan selain jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan UP. Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-GUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan kembali pembayaran Uang Persediaan. 1) Jangka Waktu Penggantian Uang Persediaan Penyampaian pertanggungjawaban Penggantian UP Isi/revolving dari satuan kerja K/L kepada KPPN selaku Kuasa BUN di daerah, dilaksanakan setelah dana UP 16

19 Normal atau Perubahan UP sudah diserap minimal sebesar 50%. Jika bendahara pengeluaran satker tersebut dibantu oleh beberapa Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), dan melaporkan distribusi UP masing-masing BPP kepada KPPN, maka setiap BPP mengajukan penggantian UP melalui Bendahara Pengeluaran, apabila UP yang dikelolanya telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen). Permintaan pembayaran GUP Isi harus diajukan kepada penerbit SPM untuk dibuat SPM-GUP Isi kepada KPPN secara periodik, sesuai karakter pembayaran belanja UP yang pada umumnya selama satu bulan (30 har i) kalender, atau dua belas kali dalam satu Tahun Anggaran (TA). Meskipun demikian, pengajuan SPM- GUP Isi yang lebih cepat dari satu bulan, tetap dimungkinkan dengan memperhatikan pagu dana triwulanan. Pengajuan SPM-GUP Isi yang lebih lambat dari satu bulan, hanya dimungkinkan untuk alasan-alasan tertentu dengan persetujuan pejabat berwenang. Pengajuan SPM-GUP Isi yang lebih lambat dari periode bulanan secara berulang, akan berakibat pada penumpukan realisasi belanja pada akhir tahun anggaran. 2) Perhitungan Penggantian UP Isi Penggantian (GUP) Isi, merupakan dana UP yang diisi kembali (revolving) dari KPPN selaku Kuasa BUN, kepada rekening bendahara pengeluaran, secara otomatis dari pertanggungjawaban yang diajukan. Jumlah total SPP atau SPM-GUP Isi merupakan akumulasi dari jumlah bukti pembayaran/kuitansi yang dihasilkan dari UP Normal atau Perubahan UP. Jumlah total SPP atau SPM-GUP Isi, minimal harus 50% dari UP Normal atau Perubahan UP. Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA, dalam hal 2 (dua) bulan sejak SP2D -UP diterbitkan belum dilakukan pengajuan penggantian UP. Dalam hal setelah 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan, belum dilakukan pengajuan penggantian UP, Kepala KPPN memotong UP sebesar 25% (dua puluh lima persen). Pemotongan dana UP tersebut dilakukan dengan cara Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara. Dalam hal setelah dilakukan pemotongan dan/atau penyetoran UP, Kepala KPPN melakukan pengawasan atas dana UP dimaksud. Apabila setelah surat 17

20 pemberitahuan tersebut KPA tidak memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara, Kepala KPPN memotong UP sebesar 50% (lima puluh persen) dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke kas negara. Apabila setelah surat pemberitahuan tersebut, KPA melakukan penyetoran UP dan/atau memperhitungkan potongan UP dalam pengajuan SPM-GUP, maka selanjutnya Kepala KPPN melakukan pengawasan atas dana UP. Pengajuan permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) Isi, diawali dari pengklasifikasian bukti pembayaran/kuitansi beserta dokumen pendukungnya, menurut jenis belanja masing-masing untuk dicantumkan dalam Daftar Rincian Permintaan Pembayaran. Untuk selanjutnya dari satu berkas SPP-GUP Isi terkait, akan diterbitkan satu Surat Perintah Membayar (SPM) oleh Pejabat Penerbit SPM. I. Penyiapan Permintaan Pembayaran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerbitkan SPP -GUP untuk pengisian kembali UP. Penerbitan SPP-GUP dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran; b. Bukti pengeluaran sesuai ketentuan berlaku; c. SSP yang telah dikonfirmasi KPPN. Perjanjian/Kontrak beserta faktur pajaknya dilampirkan untuk nilai transaksi yang harus menggunakan perjanjian/kontrak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah bukti-bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar. Sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP minimal sama dengan nilai UP yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Dalam hal pengisian kembali UP akan mengakibatkan sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP lebih kecil dari UP yang dikelola Bendahara Pengeluaran, maka: a. pengisian kembali UP dilaksanakan maksimal sebesar sisa dana dalam DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP; 18

21 b. selisih antara sisa dana dalam DIPA yang dapat dilakukan pembayaran dengan UP dan UP yang dikelola Bendahara Pengeluaran dibukukan/diperhitungkan sebagai potongan Penerimaan Pengembalian UP. Pengajuan permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) isi/revolving kepada Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar (SPM), harus disertai dokumen-dokumen terkait sebagai lampiran. Dokumen tersebut antara lain: 1) Daftar Rincian Permintaan Pembayaran 2) Bukti Pembelian/Kuitansi/Bukti Pembayaran 3) Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah dikonfirmasi KPPN 4) Surat Perintah Kerja (jika dipersyaratkan) 5) Berita acara serah terima barang/jasa 6) Surat Ijin/Dispensasi (jika dipersyaratkan) 7) Dokumen lain sesuai persyaratan Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan Nihil yang selanjutnya disebut SPP-GUP Nihil adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi pertanggungjawaban Uang Persediaan (UP). Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-PTUP adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yang berisi permintaan pertanggungjawaban atas Tambahan Uang Persediaan (TUP). Untuk mengesahkan/mempertanggungjawabkan Tambahan Uang Persediaan (TUP), pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan (SPP-PTUP). Surat Permintaan Pembayaran Pertanggungjawaban Tambahan Uang Persediaan (SPP- PTUP) dimaksud disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum batas akhir pertanggungjawaban TUP serta dilengkapi dokumen sesuai ketentuan berlaku. b. Jangka Waktu Penggantian Uang Persediaan (GUP) Nihil disampaikan satuan kerja K/L kepada KPPN selaku Kuasa BUN di daerah atas dana Tambahan UP yang sudah direalisasikan atau dana UP Normal pada akhir Tahun Anggaran. Surat Permintaan Pembayaran Penggantian UP Nihil (SPP-GUP Nihil), harus diajukan disiapkan oleh 19

22 bendahara pengeluaran untuk ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan diajukan kepada Pejabat Penerbit SPM. Pengajuan SPP-GUP Nihil kepada Penerbit SPM, harus dilaksanakan paling lambat sebelum berakhirnya batas waktu pertanggungjawaban TUP yaitu 30 hari, sejak tanggal SP2D TUP sampai dengan diterimanya SPM-GUP Nihil di loket KPPN. Dengan demikian, apabila setelah SPM-GUP Nihil diterbitkan dan secepatnya dikirimkan ke KPPN, maka proses pertanggungjawaban GUP Nihil tidak melebihi batas waktu 1 bulan atau 30 hari. Tambahan Uang Persediaan (TUP) harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan dan dapat dilakukan secara bertahap. Dalam hal selama 1 (satu) bulan sej ak SP2D TUP diterbitkan belum dilakukan pengesahan dan pertanggungjawaban TUP, Kepala KPPN menyampaikan surat teguran kepada KPA. Sisa TUP yang tidak habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah batas waktu 1 (satu) bulan. Untuk perpanjangan pertanggungjawaban TUP melampaui 1 (satu) bulan, KPA mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala KPPN. Kepala KPPN memberikan persetujuan perpanjangan pertanggungjawaban TUP dengan pertimbangan: a. KPA harus mempertanggungjawabkan TUP yang telah dipergunakan; dan b. KPA menyampaikan pernyataan kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan sisa TUP tidak lebih dari 1 (satu) bulan. Untuk permintaan pembayaran GUP Nihil atas penggunaan dana UP Normal atau perubahan pada akhir Tahun Anggaran, harus diajukan paling lambat pada tanggal 31 Desember tahun berjalan, atau sesuai ketentuan/peraturan pada langkahlangkah akhir Tahun Anggaran dari Dirjen PBN. Pengajuan SPP-GUP Nihil akhir tahun ini dilakukan setelah bendahara pengeluaran menggunakan dana UP yang dikelolanya, serta menyetorkan ke kas negara jika ada kelebihan dana yang tidak terpakai. J. Perhitungan Penggantian UP Nihil Permintaan pembayaran penggantian Uang Persediaan (GUP) Nihil, berisi seluruh dokumen bukti pembayaran yang telah dilaksanakan oleh bendahara pengeluaran dari dana Tambahan UP. Bukti pembayaran ini, akan dicatat sebagai 20

23 realisasi anggaran setelah disahkan oleh KPPN dalam SPM Pengesahan. Bukti pembayaran tersebut, seharusnya sama dengan yang tertuang dalam Rincian Rencana Penggunaan Dana yang dilampirkan saat pengajuan SPM TUP, selain lampiran surat pernyataan TUP yang antara lain berisipenegasan tentang kebutuhan mendesak. Dengan demikian, setelah melewati batas waktu 1 bulan (30 hari), seharusnya seluruh dana TUP terserap dalam bukti pembayaran untuk disahkan menjadi realisasi belanja. Kenyataan di lapangan, sering menunjukkan bahwa satuan kerja K/L tidak mampu merealisasikan seluruh dana TUP secara tepat waktu dan sesuai rencana dalam RPD. Sehingga, pengajuan SPM-GUP Nihil, masih sering lebih lambat dari batas waktu 1 bulan (30 hari), serta realisasi dalam bukti pengeluarannya berbeda dengan rincian dalam RPD. Dalam hal demikian, SPM-GUP Nihil sering disertakan lampiran Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) sebagai pengembalian dana TUP yang tidak mampu direalisasikan. Dalam peraturan/ketentuan yang berlaku saat ini, tidak ada batas yang jelas tentang jumlah minimal pertanggungjawaban dana TUP dalam SPM-GUP Nihil. Dalam banyak kasus, hal ini merupakan kelemahan karena mendorong satuan kerja untuk mengajukan TUP sebesar-besarnya, kemudian memanfaatkan dana tersebut, yang pada akhirnya menyetorkan kembali ke kas negara seandainya tidak terserap. Kelemahan ini juga tidak mendorong satuan kerja K/L untuk memacu realisasi kinerja anggaran sesuai kebutuhan riilnya. Berbeda dengan Penggantian UP (GUP) isi/ revolving, GUP Nihil pada akhir TA, dilaksanakan terhadap pengeluaran anggaran yang telah dibayarkan oleh bendahara pengeluaran dari dana UP yang ada, tanpa memperhatikan penyerapan minimal yaitu 50%. Pada akhir TA (tanggal 31 Desember), seluruh sisa dana UP yang ada pada rekening atau brankas bendahara pengeluaran, harus disetorkan ke kas negara. Penyetoran tersebut dilakukan menggunakan form SSBP dengan kode Akun/Mata Anggaran untuk UP yang berasal dari sumber dana Rupiah Murni (RM). K. Penyiapan Permintaan Pembayaran Lampiran Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan Nihil (SPP-GUP Nihil) adalah: 21

24 1) Form Daftar Rincian Permintaan Pembayaran 2) Kuitansi/tanda bukti pembayaran 3) Copy Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah dikonfirmasi KPPN 4) Surat Perintah Kerja (jika dipersyaratkan) 5) Berita acara serah terima barang/jasa 6) Surat Ijin/Dispensasi (jika dipersyaratkan) 7) Dokumen lain sesuai persyaratan Penerbitan permintaan pembayaran penggantian Uang Persediaan (GUP) Nihil dilakukan dalam hal: a. sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP minimal sama dengan besaran UP yang diberikan; b. sebagai pertanggungjawaban UP yang dilakukan pada akhir tahun anggaran; c. UP tidak diperlukan lagi. Penerbitan permintaan pembayaran GUP Nihil diatas, merupakan pengesahan/pertanggungjawaban atas penggunaan UP. Permintaan pembayaran penggantian UP (GUP) Nihil dilengkapi dengan dokumen pendukung dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah bukti -bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang bersumber dari dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah sumber dana DIPA yang berasal dari setoran PNBP kepada kas negara, yang dilakukan oleh satuan kerja K/L yang mempunyai PNBP fungsional. Satuan kerja K/L yang memperoleh dana dalam DIPA, beberapa diantaranya ada yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Satker yang memiliki sumber dana seperti ini, adalah satker K/L yang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya di bidang pelayanan masyarakat, dapat memperoleh penerimaan sebagai jasa pelayanan tersebut. Penerimaan terkait jasa pelayanan yang diberikan oleh satker, diterima, dicatat, dilaporkan, dan disetorkan ke kas negara oleh bendahara penerimaan. Dari setoran PNBP tersebut, dengan persetujuan Menteri Keuangan, satker yang bersangkutan dapat menarik dan menggunakan dana tersebut (PNBP) untuk membiayai kegiatannya, dengan proporsi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Setelah tercantum dalam DIPA sebagai sumber dana PNBP, satker 22

25 dapat mengajukan penarikan dana untuk digunakan membiayai kegiatan. Salah satu penarikan dalam rangka pembayaran belanja dari DIPA PNBP adalah memalui Uang Persediaan. Dana UP yang berasal dari sumber dana PNBP, dapat ditarik dan dikelola oleh bendahara pengeluaran, dengan rumus/formula tertentu sesuai peraturan yang berlaku. Pembayaran tagihan atas beban belanja negara yang bersumber dari penggunaan PNBP, dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: a. Satker pengguna PNBP menggunakan PNBP sesuai dengan jenis PNBP dan batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sesuai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. b. Batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan merupakan maksimum pencairan dana yang dapat dilakukan oleh Satker berkenaan. c. Satker dapat menggunakan PNBP setelah PNBP disetor ke kas negara berdasarkan konfirmasi dari KPPN. d. Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara terpusat, pembayaran dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. e. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu PNBP Satker yang bersangkutan dalam DIPA. f. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran. L. Dasar Hukum DIPA Penarikan dana DIPA yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh satuan kerja Kementerian dan Lembaga dapat dilaksanakan sesuai ketentuan dalam peraturan dibawah ini. 1) Keppres Nomor 42 Tahun ) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 3) Peraturan tentang penarikan dana PNBP terkait 23

26 M. Jenis-jenis Satker Pengelola PNBP Menurut tata cara penarikan, penggunaan dana, dan pertanggungjawabannya, satker yang memiliki sumber dana PNBP dalam DIPA, dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Instansi Penguna PNBP a) Penyetoran Terpusat (sentralisasi) b) Penyetoran Tidak Terpusat (desentralisasi) 2) Perguruan Tinggi Negeri Non-BHMN 3) Badan Layanan Umum Adapun materi pembahasan pada modul ini adalah untuk satker yang berstatus sebagai Instansi Pengguna PNBP, yang pengelolaannya secara terpusat (sentralisasi) dan desentralisasi. N. Formula Maksimum Pencairan Secara umum, dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula sebagai berikut: MP = (PPP x JS) JPS MP = maksimum pencairan dana PPP = proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan JS = jumlah setoran JPS = jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang diterbitkan Dalam pengajuan SPM-UP/TUP/GUP PNBP ke KPPN, satker pengguna harus melampirkan Daftar Perhitungan Jumlah MP. Untuk satker pengguna yang setorannya dilakukan secara terpusat, pencairan dana diatur secara khusus dengan Surat Earan Dirjen Perbendaharaan Negara tanpa melampirkan SSBP. Satker pengguna yang menyetorkan pada masing-masing unit (tidak terpusat), pencairan dana harus melampirkan bukti setoran SSBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN. Besaran proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan (PPP) untuk masing-masing satker pengguna, diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak 24

27 boleh melampaui pagu PNBP satker yang bersangkutan dalam DIPA. Pertanggungjawaban penggunaan dana UP/TUP PNBP oleh Kuasa PA, dilakukan dengan mengajukan SPM GUP, baik isi/revolving, maupun nihil/pengesahan ke KPPN setempat. Khusus perguruan tinggi negeri selaku pengguna PNBP (non - BHMN), sisa dana PNBP yang disetorkan pada akhir tahun anggaran ke rekening kas negara, dapat dicairkan kembali maksimal sebesar jumlah yang sama pada awal tahun anggaran berikutnya, meskipun DIPA belum diterima dan merupakan bagian dari target PNBP yang tercantum dalam DIPA tahun anggaran berikutnya. Sisa dana PNBP dari satker pengguna selain perguruan tinggi negeri, yang disetorkan ke rekening kas negara pada akhir tahun anggaran, merupakan bagian realisasi penerimaan PNBP tahun anggaran berikutnya dan dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan setelah diterimanya DIPA. Sisa UP/TUP sumber dana PNBP sampai akhir tahun anggaran yang tidak disetorkan ke rekening kas negara, akan diperhitungkan pada saat pengajuan pencairan dana UP tahun anggaran berikutnya. 25

28 KEGIATAN BELAJAR 3 PENGUJIAN TAGIHAN BELANJA NEGARA A. Pengertian dan Dasar Hukum Pencairan dana APBN mulai tahun 2006 seluruh Kementerian/Lembaga harus sudah melaksanakan ketentuan yang berlaku, namun sebelum pendalaman materi tentang mekanisme pencairan dana APBN kita pahami dahulu tentang pemisahan kewenangan pemegang fungsi administrasi dengan fungsi kebendaharaan/pembayaran, yaitu : Pasal 4 ayat 1 UU No.1/2004 Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Pasal 7 ayat 1 UU No.1/2004 Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara. Pasal 18 ayat 1 UU No.1/2004 Pengguna anggaran/kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD Pasal 18 ayat 2 UU No.1/2004 Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang : 1. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih; 2. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/ kelengkapan sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa; 3. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan; 4. membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan; 26

29 5. memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD Pasal 19 Ayat 1 UU No.1/2004 Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara Pasal 19 Ayat 2 UU No.1/2004 Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban: 1. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; 2. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran; 3. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan 4. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara; 5. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Tahapan pengujian tagihan kepada negara terdapat perbedaan sebelum dan sesudah berlakunya UU No.1/tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara sebagaimana pada alur dokumen dibawah ini. Sebelum berlakunya UU No.1/2004 : 27

30 MEKANISME PELAKSANAAN BELANJA NEGARA Menteri Teknis Selaku Pengguna Anggaran Tahapan Administratif Menteri Keuangan Selaku Bendahara Umum Negara Tahapan Komtabel PEMBUATAN KOMITMEN PENGUJIAN SPM PENGUJIAN SPP PENGUJIAN Substantif : Wetmatigheid Rechmatigheid Formal Pengujian : Wetmatigheid Rechmatigheid Doelmatigheid 10 Sesudah berlakunya UU No.1/2004 : MEKANISME PELAKSANAAN BELANJA NEGARA Menteri Teknis Selaku Pengguna Anggaran Tahapan Administratif Menteri Keuangan Selaku Bendahara Umum Negara Tahapan Komtabel PEMBUATAN KOMITMEN PENGUJIAN Ps. 19 Ayat 2 UU No. 1 Th SP2D PENGUJIAN Ps. 18 Ayat 2 UU No. 1 Th Pengujian : Wetmatigheid Rechmatigheid Doelmatigheid SPM PENGUJIAN Substantif : Wetmatigheid Rechmatigheid Formal 12 Pengujian meliputi : i). Kebenaran menurut Peraturan (Wetmatigheid) ii). Kebenaran menurut Hak (Rechmatigheid) iii). Kebenaran rnenurut Tujuan (Doelmatigheid) 28

31 Penjelasan : i). Yang dimaksud dengan Kebenaran menurut Peraturan adalah pengujian terhadap teknik anggaran ditinjau dari sudut ketentuan Perundangundangan ( Wetmatigheid) Pengujian tersebut diatas ditujukan kepada "Apakah yang diajukan kepada Kantor/Satuan Kerja/Proyek itu masih dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara seperti ditentukan dalam perundang-undangan yang berlaku" oleh karena itu dengan digunakannya sistim baru dalam pelaksanaan APBN, maka pengujiannya terutama ditujukan kepada apakah dana untuk membayar tagihan itu tersedia didalam DIPA ii). Yang dimaksud dengan Kebenaran menurut Hak (Rechmatigheid) adalah pengujian terhadap Apakah secara formal pihak penagih kepada negara (Kantor/Satuan Kerja/Kegiatan) atau apakah pihak penagih secara formal sah. Kepada pihak penagih diminta untuk menunjukan surat-surat bukti yang memenuhi peraturan-peraturan sehingga tagihan tersebut dapat dibayarkan /dipertanggung jawabkan. Bukti dimaksud meliputi SPK, Kontrak, Kuitansi, Berita Acara Penyelesaian pekerjaan dan sebagainya. iii). Yang dimaksud dengan Kebenaran menurut Tujuan (Doelmatigheid) adalah pengujian terhadap Apakah maksud/tujuan telah sesuai dengan apa yang disebut dalam DIPA/dokumen anggaran yang dipersamakan. Namun yang lebih penting dari hal diatas ialah pengujian terhadap adanya pemborosan-pemborosan Contoh Perjalanan dinas yang tidak terlalu prioritas, pembelian dalam rangka penggantian ban kendaraan dinas yang masih baru/layak dipergunakan dll. B. Pengujian Permintaan Pembayaran Setelah menerima SPP, pejabat penerbit SPM menerbitkan SPM dengan mekanisme sebagai berikut : (1) Penerimaan dan pengujian SPP Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi check list kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam buku pengawasan 29

PENYIAPAN DOKUMEN PENGGANTIAN UANG PERSEDIAAN REVOLVING

PENYIAPAN DOKUMEN PENGGANTIAN UANG PERSEDIAAN REVOLVING PENYIAPAN DOKUMEN PENGGANTIAN UANG PERSEDIAAN REVOLVING P enyampaian pertanggungjawaban Penggantian UP Isi/revolving dari satuan kerja K/L kepada KPPN selaku Kuasa BUN di daerah, dilaksanakan setelah dana

Lebih terperinci

PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PNBP

PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PNBP PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PNBP 4 Menjelaskan Pengelolaan UP Sumber Dana PNBP Menyebutkan Dasar Hukum Pengelolaan UP PNBP Mengidentifikasi Pagu Jenis Belanja PNBP dalam DIPA/POK Menghitung

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PNBP

PELAKSANAAN PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PNBP PELAKSANAAN PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PNBP P ada pasal 5 Perpres Nomor 54 tahun 2010 dan perubahannya menetapkan pengadaan barang jasa Pemerintah menerapkan prinsipprinsip pengadaan yang

Lebih terperinci

2016, No dari Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang

2016, No dari Penerimaan Negara Bukan Pajak di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang No.1001, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. APBN Kemhan. TNI. Mekanisme. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/PMK.05/2016 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA

Lebih terperinci

PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PINJAMAN LUAR NEGERI

PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PINJAMAN LUAR NEGERI PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PINJAMAN LUAR NEGERI P engelolaan Uang Persediaan yang bersumber dari dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), dapat diartikan sebagai jumlah UP yang dapat ditarik

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 11 /PB/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN

Lebih terperinci

PERHITUNGAN UANG PERSEDIAAN

PERHITUNGAN UANG PERSEDIAAN PERHITUNGAN UANG PERSEDIAAN 1 Menerangkan Pengertian Perubahan UP Memperkirakan Daya Serap Anggaran Jenis yang Bisa Dibayarkan dengan UP selama Satu Tahun Anggaran Menghitung Perubahan UP yang Dibutuhkan

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang TATA CARA PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang TATA CARA PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang TATA CARA PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGUJIAN DAN PEMBAYARAN TAGIHAN

KONSEP DASAR PENGUJIAN DAN PEMBAYARAN TAGIHAN KONSEP DASAR PENGUJIAN DAN PEMBAYARAN TAGIHAN 1 Menjelaskan dasar hukum pengujian dan pembayaran tagihan Menjelaskan Lingkup Bahasan Pengujian dan Pembayaran Tagihan Menerapkan Paradigma dan prinsip Pengelolaan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 277/PMK.05/2014TENTANG RENCANA PENARIKAN DANA, RENCANA PENERIMAAN DANA, DAN PERENCANAAN KAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA PADA SATUAN KERJA PENGELOLA ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL POLITIK DAN PEMERINTAHAN UMUM BOGOR, 1 FEBRUARI 2016

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL POLITIK DAN PEMERINTAHAN UMUM BOGOR, 1 FEBRUARI 2016 AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PELAPORAN KEUANGAN TERKAIT PELAKSANAAN DEKONSENTRASI TAHUN ANGGARAN 2016 Oleh Kepala Bagian Keuangan Setditjen Politik dan Pemerintahan Umum BOGOR, 1 FEBRUARI 2016 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LANDASAN HUKUM KEUANGAN DANA DEKONSENTRASI

LANDASAN HUKUM KEUANGAN DANA DEKONSENTRASI AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PELAPORAN KEUANGAN TERKAIT PELAKSANAAN DEKONSENTRASI TAHUN ANGGARAN 2016 Oleh Kepala Bagian Keuangan Setditjen Politik dan Pemerintahan Umum BOGOR, 1 FEBRUARI 2016 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU No.103, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. Pelaksanaan. APBN. Tata Cara. (Penjelesan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Keuangan. Nomor 190/PMK.05/2012 tentang TATA CARA PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Peraturan Menteri Keuangan. Nomor 190/PMK.05/2012 tentang TATA CARA PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang TATA CARA PEMBAYARAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN UANG PERSEDIAAN

TAMBAHAN UANG PERSEDIAAN TAMBAHAN UANG PERSEDIAAN 2 Menerangkan Pengertian Tambahan UP Menyebutkan Dasar Hukum Penarikan Tambahan UP Menghitung Besaran Tambahan UP (TUP) yang Dibutuhkan Merancang Rencana Penggunaan Dana TUP Menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENGGANTIAN UANG PERSEDIAAN

PENGGANTIAN UANG PERSEDIAAN PENGGANTIAN UANG PERSEDIAAN 3 Menerapkan Pengertian Penggantian UP Isi/Revolving Menyebutkan Dasar Hukum GUP Isi/Revolving Mengumpulkan Bukti Pengeluaran Tepat pada Waktunya Mengidentifikasi Bukti Pengeluaran

Lebih terperinci

Metode Pembayaran Tagihan Negara

Metode Pembayaran Tagihan Negara DIKLAT SISTEM PENGELUARAN BENDAHARA NEGARA PENGELUARAN APBN Metode Pembayaran Tagihan Negara 1. Metode Pembayaran Langsung (LS) Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.807, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. PNBP. Faskes Tingkat Pertama. Pengelolaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/PMK.02/2016 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

M O N E. LANGKAH STRATEGI PELAKSANAAN ANGGARAN Jakarta, 2017 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU KPPN JAKARTA VI

M O N E. LANGKAH STRATEGI PELAKSANAAN ANGGARAN Jakarta, 2017 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU KPPN JAKARTA VI M O N E KPPN JAKARTA VI DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU LANGKAH STRATEGI PELAKSANAAN ANGGARAN Jakarta, 2017 PEMBAGIAN KEWENANGAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA KEWENANGAN ADMINISTRATIF (Chief Operational

Lebih terperinci

PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PHLN

PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PHLN PENGELOLAAN UANG PERSEDIAAN SUMBER DANA PHLN 5 Menjelaskan Pengelolaan UP Sumber Dana PNBP Menyebutkan Dasar Hukum Pengelolaan UP PNBP Mengidentifikasi Jenis Belanja PHLN daalam DIPA Menguraikan Pagu Kegiatan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.05/2013 NOMOR 15 TAHUN 2013

SALINAN PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.05/2013 NOMOR 15 TAHUN 2013 1 of 48 17/08/2013 15:29 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.05/2013 NOMOR 15 TAHUN

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/MENHUT-II/2014 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/MENHUT-II/2014 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.77/MENHUT-II/2014 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PEMBEBASTUGASAN, PEMBERHENTIAN DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA

Lebih terperinci

PERSYARATAN ADMINISTRASI PEMBAYARAN BELANJA PNBP DAN BLU

PERSYARATAN ADMINISTRASI PEMBAYARAN BELANJA PNBP DAN BLU PENGUJIAN DOKUMEN 7 PERSYARATAN ADMINISTRASI PEMBAYARAN BELANJA PNBP DAN BLU Menyebutkan Pengertian Ketentuan Mengenai Uang Muka PNBP Menjelaskan Batas Pencairan UP PNBP Menjelaskan Ketentuan Mengenai

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 162/PMK.05/2013 TENTANG KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB BENDAHARA PADA SATUAN KERJA PENGELOLA ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

MEKANISME PENCAIRAN APBN DAN SYARAT ADMINISTRASI PEMBEBANAN

MEKANISME PENCAIRAN APBN DAN SYARAT ADMINISTRASI PEMBEBANAN MEKANISME PENCAIRAN APBN DAN SYARAT ADMINISTRASI PEMBEBANAN 4 Melaksanakan Pengujian Tagihan dan Pembayaran terkait Mekanisme Pembayaran Tagihan atas Beban APBN Melaksanakan Pengujian Tagihan atas Pembayaran

Lebih terperinci

SISTEM PENGELUARAN NEGARA

SISTEM PENGELUARAN NEGARA SISTEM PENGELUARAN NEGARA 4 Menjelaskan Metode Pembayaran Tagihan Negara Menjelaskan Dokumen Terkait Pengeluaran Negara Menjelaskan Pihak Terkait Pengeluaran Negara Menjelaskan Mekanisme Pengeluaran Negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PANDUAN ADMINISTRASI KEUANGAN APBN SATKER DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA

PANDUAN ADMINISTRASI KEUANGAN APBN SATKER DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA PANDUAN ADMINISTRASI KEUANGAN APBN SATKER DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA 2017 1 Untuk TA 2017 Satker Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah dalam pengelolaan dana APBN Dekonsentrasi

Lebih terperinci

NOMOR 73 /PMK.05/2008 TENTANG

NOMOR 73 /PMK.05/2008 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73 /PMK.05/2008 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN DAN PENYUSUNAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA/KANTOR/SATUAN KERJA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Tim Penyusun, Direktorat Jenderal Perbendaharaan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Tim Penyusun, Direktorat Jenderal Perbendaharaan MODUL PEMBUKUAN DAN PENYUSUNAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA KATA PENGANTAR Kami ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun

Lebih terperinci

PELAKSANAAN ANGGARAN dan permasalahan pencairan dana. Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Pelaksanaan Anggaran

PELAKSANAAN ANGGARAN dan permasalahan pencairan dana. Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Pelaksanaan Anggaran PELAKSANAAN ANGGARAN dan permasalahan pencairan dana Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Pelaksanaan Anggaran PENCAIRAN ANGGARAN Pejabat Pengguna Anggaran Pada setiap awal tahun, Menteri/pimpinan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.912, 2011 KEMENTERIAN SOSIAL. PNBP. Pedoman Pengelolaan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA

Lebih terperinci

PMK NOMOR 170/PMK.05/2010 TANGGAL 20 SEPTEMBER 2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN APBN PADA SATUAN KERJA

PMK NOMOR 170/PMK.05/2010 TANGGAL 20 SEPTEMBER 2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN APBN PADA SATUAN KERJA MATERI PMK NOMOR 170/PMK.05/2010 TANGGAL 20 SEPTEMBER 2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN APBN PADA SATUAN KERJA DIREKTORAT PELAKSANAAN ANGGARAN DITJEN PERBENDAHARAAN LATAR BELAKANG 1. BELUM ADANYA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengelolaan Dana Kas Kecil Bendahara Pengeluaran adalah orang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem

2015, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1461, 2015 BNPB. Operasional. Keuangan Terintegrasi. Layanan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG LAYANAN OPERASIONAL

Lebih terperinci

PENCAIRAN DANA. B. Standar Kompetensi Memahami tata cara pelaksanaan pencairan dana melalaui KPPN.

PENCAIRAN DANA. B. Standar Kompetensi Memahami tata cara pelaksanaan pencairan dana melalaui KPPN. PENCAIRAN DANA A. Pendahuluan Pusat Pendidikan Administrasi (Pusdikmin) merupakan satuan kerja dibawah Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) yang menyelenggarakan pendidikan bidang pembinaan salah satunya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1191, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pembayaran. Pelaksanaan APBN. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2012 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

2 Pelaksanaan, Pengendalian dan Pelaporan Program dan Anggaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Neg

2 Pelaksanaan, Pengendalian dan Pelaporan Program dan Anggaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1077, 2015 KEMEN DESA-PDT-TRANS. Program dan Anggaran. Pelaporan. Pengendalian. Pelaksanaan. Perencanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.05/2013 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.05/2013 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.05/2013 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.444, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Kuangan Negara. Ketenagakerjaan. Ketransmigrasian. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA. No.444, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Kuangan Negara. Ketenagakerjaan. Ketransmigrasian. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.444, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. Kuangan Negara. Ketenagakerjaan. Ketransmigrasian. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH REPUBLIK INDONESIA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH REPUBLIK INDONESIA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH REPUBLIK INDONESIA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 002/Sek/SK/I/2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBAYARAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1404, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Subsidi Listrik. Penyediaan. Penghitungan. Pembayaran. Pertanggungjawaban. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.05/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.05/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.05/2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENERIMAAN DAN PENGELUARAN NEGARA PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN DENGAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 002/Sek/SK/I/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBAYARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PEMBUKUAN

GAMBARAN UMUM PEMBUKUAN GAMBARAN UMUM PEMBUKUAN 1 Menjelaskan Pengertian Pembukuan Menerangkan Dasar Hukum Pembukuan Menguraikan Ruang Lingkup Pembukuan Menerangkan Ketentuan Umum Pembukuan Menjelaskan Pemeriksaan Kas Menguraikan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 268/PMK.05/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 268/PMK.05/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 268/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN DANA OPERASIONAL MENTERI/PIMPINAN LEMBAGA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2 1. Dana Operasional Menteri/Pimpinan Lembaga yang selanjutnya disebut dengan Dana Operasional adalah dana yang disediakan bagi Menteri/Pimpinan Lemb

2 1. Dana Operasional Menteri/Pimpinan Lembaga yang selanjutnya disebut dengan Dana Operasional adalah dana yang disediakan bagi Menteri/Pimpinan Lemb No.2052, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pelaksanaan. Dana Operasional Menteri. Anggaran. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 268/PMK.05/2014 TENTANG

Lebih terperinci

1 of 6 18/12/ :12

1 of 6 18/12/ :12 1 of 6 18/12/2015 16:12 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 217/PMK.02/2011 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN ANGGARAN, PENGHITUNGAN, PEMBAYARAN,

Lebih terperinci

SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 002/Sek/SK/I/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBAYARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, No.1464, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Anggaran. Bantuan Pemerintah. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan kas negara terkait dengan cara pelaksanaan pembayaran kegiatan yang

2016, No c. bahwa untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan kas negara terkait dengan cara pelaksanaan pembayaran kegiatan yang No.268, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pembayaran Kegiatan. Pelaksanaan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170/PMK.05/2010 TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PADA SATUAN KERJA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.37/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.37/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.37/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PEJABAT PERBENDAHARAAN DAN MEKANISME PENGUJIAN KEUANGAN LINGKUP KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Pengembangan Sumber Daya Air (PUSAIR). Dalam pelaksanaan kerja praktek

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Pengembangan Sumber Daya Air (PUSAIR). Dalam pelaksanaan kerja praktek BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Penulis melaksanakan kerja praktek di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (PUSAIR). Dalam pelaksanaan kerja praktek

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.229,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PMK.08/2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DANA CADANGAN PENJAMINAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Anggaran. Rehabilitasi. Rekonstruksi. Nanggroe Aceh Darussalam. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Anggaran. Rehabilitasi. Rekonstruksi. Nanggroe Aceh Darussalam. Pedoman. No.103, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Anggaran. Rehabilitasi. Rekonstruksi. Nanggroe Aceh Darussalam. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.05/2009

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NOMOR: 180/8/KEP/ /2013 TENTANG

WALIKOTA BATU KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NOMOR: 180/8/KEP/ /2013 TENTANG WALIKOTA BATU KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NOMOR: 180/8/KEP/422.012/2013 TENTANG PENUNJUKANN PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DANA BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN KOTA BATU TAHUN ANGGARAN 2013 WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDOENSIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDOENSIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.05/2010 TENTANG TATA CARA PENCAIRAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ATAS BEBAN BAGIAN ANGGARAN BENDAHARA UMUM NEGARA PADA KANTOR PELAYANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ARSIP NASIONAL. Pengelolaan APBN. Tahun Anggaran 2013. Petunjuk Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 81a /PB/2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELUNCURAN PROGRAM/KEGIATAN REHABILITASI

Lebih terperinci

PERHITUNGAN UANG PERSEDIAAN

PERHITUNGAN UANG PERSEDIAAN PERHITUNGAN UANG PERSEDIAAN U ang persediaan yang selanjutnya disebut UP adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1165, 2014 KEMENKEU. Dana Iuran. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. DPR. DPRD. BPK. KY. Hakim MK. Hakim Agung. Menteri, Wakil Menteri. Pejabat Tertentu. Pertanggungjawaban.

Lebih terperinci

- 1 - REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN

Lebih terperinci

SALINAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 82/PMK.05/2007 TENTANG

SALINAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 82/PMK.05/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 82/PMK.05/2007 TENTANG TATA CARA PENCAIRAN DANA ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA MELALUI REKENING KAS UMUM NEGARA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENETAPAN PEJABAT PENGELOLA ANGGARAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 43 /PB/2007 TENTANG PETUNJUK PENYALURAN DAN PENCAIRAN DANA PROGRAM KELUARGA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2070, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. APBN. Otoritas Jasa Keuangan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 269/PMK.05/2014 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN, PENCAIRAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 134/PMK.06/ 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBAYARAN DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 01/PRT/M/2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENATAUSAHAAN DAN PENYUSUNAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA PENGELUARAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

2016, No Negara/Pemerintah Daerah beserta perubahannya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dalam perkembangannya perlu dilakukan penyesuaian d

2016, No Negara/Pemerintah Daerah beserta perubahannya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dalam perkembangannya perlu dilakukan penyesuaian d BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1088, 2016 KEMENKEU. PPLN. Penarikan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENARIKAN PENERUSAN

Lebih terperinci

- 2 - Penyelenggara Pemilu Ad Hoc di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum;

- 2 - Penyelenggara Pemilu Ad Hoc di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum; - 2 - Penyelenggara Pemilu Ad Hoc di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 228/PMK.05/2010 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.746, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Hibah. Millenium Challenge Corporation. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124/PMK.05/2012 TENTANG MEKANISME

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLJK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2016

MENTERIKEUANGAN REPUBLJK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2016 MENTERIKEUANGAN REPUBLJK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.05/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 16 2/PMK. 05/2013 TENTANG KEDUDUKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 257/PMK.02/2010 TENTANG TATA CARA PERHITUNGAN, PENYEDIAAN, PENCAIRAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA APBN YANG KEGIATANNYA DILAKSANAKAN OLEH PT ASABRI (PERSERO)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

: 05/SE/M/2006 : Mekanisme Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN Dilingkungan Departemen Pekerjaan Umu Ditetapkan : Diberlakukan :

: 05/SE/M/2006 : Mekanisme Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN Dilingkungan Departemen Pekerjaan Umu Ditetapkan : Diberlakukan : Ringkasan : Nomor : 05/SE/M/2006 Perihal : Mekanisme Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN Dilingkungan Departemen Pekerjaan Umu Ditetapkan : 28-02 - 2005 Diberlakukan : 28 02-2005 Status : berjalan Penggantian

Lebih terperinci

Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Negara

Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Negara DIKLAT BENDAHARA PENGELUARAN (DTSS) MODUL Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Negara Oleh: Bambang Sancoko, SE., M.Si. Widyaiswara Madya Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 183 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 183 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 183 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2015, No penetapan pejabat perbendaharaan dan mekanisme pengujian keuangan lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; d. bahwa berdasa

2015, No penetapan pejabat perbendaharaan dan mekanisme pengujian keuangan lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; d. bahwa berdasa BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1193, 2015 KEMEN LHK. Penetapan. Pejabat Perbendaharaan. dan Mekanisme Pengujian Keuangan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara HUKUM KEUANGAN NEGARA PERTEMUAN KE-4 Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Dani Sugiri, SE, SST Content Fungsi Presiden sebagai pemegang kekuasaan atas Pengelolaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.645, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Uang Makan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 /PMK.05/2016 TENTANG UANG MAKAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.563, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Belanja. Bantuan Sosial. Kementerian/Lembaga. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/PMK.05/2012 TENTANG BELANJA BANTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN NOMOR : 37370/UN4.1/KU.21/2016 TENTANG

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS HASANUDDIN NOMOR : 37370/UN4.1/KU.21/2016 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS HASANUDDIN KAMPUS TAMALANREA JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN KM.10 MAKASSAR 90245 TELEPON : 586200 (6 SALURAN), 586107 FAX. 585188 PERATURAN REKTOR

Lebih terperinci

BIRO ADMINISTRASI UMUM & KEUANGAN PROSEDUR TAMBAHAN UANG PERSEDIAAN BAGIAN ANGGARAN MASYARAKAT LEMBAR PENGESAHAN

BIRO ADMINISTRASI UMUM & KEUANGAN PROSEDUR TAMBAHAN UANG PERSEDIAAN BAGIAN ANGGARAN MASYARAKAT LEMBAR PENGESAHAN BIRO ADMINISTRASI UMUM & KEUANGAN PROSEDUR TAMBAHAN UANG PERSEDIAAN BAGIAN ANGGARAN MASYARAKAT LEMBAR PENGESAHAN No. Dokumen Revisi Tanggal Berlaku Halaman ::0 : 1 Januari 2012 : 1 Dari 15 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

BIRO ADMINISTRASI UMUM & KEUANGAN PROSEDUR TAMBAHAN UANG PERSEDIAAN BAGIAN ANGGARAN MASYARAKAT LEMBAR PENGESAHAN

BIRO ADMINISTRASI UMUM & KEUANGAN PROSEDUR TAMBAHAN UANG PERSEDIAAN BAGIAN ANGGARAN MASYARAKAT LEMBAR PENGESAHAN Halaman : 1 Dari 15 LEMBAR PENGESAHAN PERSEDIAAN BAGIAN BIRO ADMINISTRASI UNIVERSITAS NUSA CENDANA DIBUAT OLEH MENYETUJUI MENGETAHUI Penyusun SOP Drs. S.A.F. Pandie Ir. D. Roy Nendissa, MP Kepala Biro

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.911, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN SOSIAL. Pengelolaan Keuangan. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DI

Lebih terperinci