II. TINJAUAN PUSTAKA. bersangkutan. Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. bersangkutan. Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Sektor Pertanian Sektor pertanian merupakan salah satu penopang perekonomian suatu negara, khususnya di negara agraris seperti Indonesia. Peranan sektor ini dapat dikatakan cukup besar bagi perkembangan perekonomian negara yang bersangkutan. Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan (2003), pertanian di LDCs dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut: 1) Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasokan makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur (misalnya industri makanan dan minuman) dan perdagangan. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk. 2) Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar. 3) Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Selain itu, menurut teori penawaran tenaga kerja (L) tak terbatas dari Arthur Lewis dan telah terbukti dalam banyak kasus, bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi transfer surplus L dari pertanian (pedesaan) ke 11

2 industri dan sektor-sektor perkotaan lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi. 4) Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor (substitusi impor). Kuznets menyebutnya kontribusi devisa Perkebunan Perkebunan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 didefinisikan sebagai segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Pelaksanaan perkebunan diselenggarakan antara lain dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi, serta pengoptimalan sumberdaya secara berkelanjutan. Pada pasal 4 disebutkan bahwa usaha perkebunan memiliki fungsi secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Tanaman perkebunan merupakan pendukung utama sektor pertanian dalam menghasilkan devisa. Ekspor komoditas pertanian kita yang utama adalah hasilhasil perkebunan. Hasil-hasil komoditas perkebunan yang selama ini telah menjadi komoditas ekspor konvensional terdiri atas karet, kelapa sawit, teh, kopi dan tembakau (Badan Pusat Statistik, 2009). Masih ada beberapa jenis tanaman 12

3 perkebunan yang diekspor, namun porsinya relatif kecil. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kakao telah berkembang menjadi salah satu komoditas penting di dalam jajaran ekspor komoditas perkebunan. Meskipun demikian, penghasil devisa utama dari subsektor perkebunan masih dipegang oleh komoditas karet dan kopi. Pengusahaan tanaman perkebunan di Indonesia berlangsung dualitis. Sebagian besar diselenggarakan oleh rakyat secara orang perorangan, dengan teknologi produksi dan manajemen usaha yang tradisional. Sebagian lagi diusahakan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan, baik milik pemerintah maupun swasta, dengan teknologi produksi yang modern serta manajemen usaha yang profesional. Karena tanaman perkebunan didominasi oleh perkebunan rakyat, maka kondisi perkebunan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan perkebunan negara lain. Pembangunan perkebunan dilaksanakan melalui empat pola pengembangan, yaitu (Dumairy, 1996): 1) Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) 2) Pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) 3) Pola Swadaya; dan 4) Pola Perusahaan Perkebunan Besar Pola PIR dimaksudkan untuk mewujudkan keterpaduan usaha antara perkebunan rakyat sebagai plasma dan perkebunan besar sebagai inti, dalam suatu sistem pengelolaan yang menangani seluruh rangkaian kegiatan agribisnis. Pelaksanaannya dilakukan dengan memanfaatkan perkebunan besar untuk mengembangkan perkebunan rakyat pada areal bukaan baru. Pola UPP adalah 13

4 pola pengembangan atas asas pendekatan terkonsentrasi pada lokasi tertentu, yang menangani keseluruhan rangkaian proses agribisnis. Pelaksanaan pola ini ditempuh melalui pengembangan perkebunan rakyat oleh suatu unit organisasi proyek yang beroperasi di lokasi perkebunan yang sudah ada. Pola swadaya ditujukan untuk mengembangkan swadaya masyarakat petani/pekebun yang sudah ada di luar wilayah kerja PIR dan UPP. Sedangkan pola perkebunan besar diarahkan untuk meningkatkan peranan pengusaha untuk mengembangkan perusahaan perkebunan besar, baik berupa perusahaan negara (BUMN), perusahaan swasta nasional maupun swasta asing. Peningkatan produksi perkebunan diupayakan terutama melalui peningkatan produktivitas lahan serta perbaikan efisiensi pengolahan. Sasaran utamanya adalah peningkatan produksi perkebunan rakyat, mengingat produktivitas per hektar dan mutu hasilnya masih rendah, padahal sebagian besar hasil perkebunan berasal dari perkebunan rakyat. Untuk menunjang kenaikan produksi perkebunan rakyat dimaksud, dibangun unit-unit pelayanan pengembangan (UPP). Unit-unit ini memberikan pembinaan dalam hal teknik agronomi, membantu pembiayaan, pemasaran, dan pengembangan fasilitas pengolahannya. Sementara itu usaha ekstensifikasi perkebunan dilaksanakan melalui pola PIR, dimana perusahaan inti bertugas membina plasma-plasmanya (pekebun-pekebun rakyat) dalam hal teknik agronomi, pengolahan, dan pemasaran hasil. Sejalan dengan usaha-usaha tersebut, produksi beberapa tanaman perkebunan utama meningkat secara cukup berarti. Kenaikan produksi terutama disebabkan oleh meningkatnya luas areal produktif dari hasil peremajaan dan 14

5 perluasan, serta upaya rehabilitasi dan intensifikasi. Ekspor berbagai jenis tanaman perkebunan juga berkembang, antara lain berkat dilaksanakannya Proyek Rehabilitasi dan Peremajaan Tanaman Ekspor (PRPTE) Konsep Keunggulan dan Daya Saing Ekspor Daya saing ekspor memiliki pengertian kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan dalam pasar itu. Daya saing suatu komoditi dapat diukur atas dasar perbandingan pangsa pasar komoditi tersebut pada kondisi pasar yang tetap. Dalam hal ini berarti suatu produk dikatakan memiliki daya saing apabila produk tersebut mampu bertahan dalam suatu pasar meskipun dengan mengalami guncangan (Amir, 2004). Untuk dapat melakukan perdagangan antar negara, maka suatu komoditas perlu memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Ricardo menyatakan bahwa manfaat dari perdagangan akan tetap dapat diperoleh oleh suatu negara meskipun negara tertentu tidak memiliki keunggulan apapun, selama rasio harga antarnegara masih berbeda (Hady, 2004). Jika tidak ada perdagangan, setiap negara akan memiliki keunggulan komparatif, yaitu kemampuan untuk menemukan barang-barang yang dapat diproduksi pada tingkat biaya ketidakunggulan relatif yang lebih rendah (dimulai dari awal dibukanya perdagangan) daripada barang lainnya. Barang-barang inilah yang seharusnya diekspor untuk ditukar dengan barang lainnya. Hukum keunggulan komparatif Ricardo menyatakan bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif dalam sesuatu dan memperoleh manfaat dengan memperdagangkannya untuk ditukar dengan barang yang lain. 15

6 Menurut Porter (1998) dalam Abdmoulah dan Laabas (2010) keunggulan bersaing suatu negara sangat tergantung pada tingkat sumberdaya yang dimilikinya. Keunggulan kompetitif dapat dilihat dari sumberdaya lokal yang dimiliki suatu negara/wilayah. Keunggulan ini dapat dibuat dan dipertahankan melalui suatu proses internal yang tinggi. Perbedaan dalam struktur ekonomi nasional, nilai kebudayaan, kelembagaan dan sejarah turut serta dalam menentukan keberhasilan kompetitif Ekspor sebagai Sumber Devisa Setiap negara berbeda dengan negara lainnya, baik ditinjau dari sudut sumber alam, iklim, letak geografis, penduduk, keahlian, tenaga kerja, tingkat harga, serta keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Perbedaan itu menimbulkan pula perbedaan barang yang dihasilkan, biaya yang diperlukan, serta mutu atau kualitasnya. Hal inilah yang kemudian mendorong suatu negara untuk menjalin hubungan dagang dengan negara lain guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang belum ataupun tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Kelebihan produksi dalam negeri akan mendorong terjadinya ekspor. Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabeanan suatu negara. Adapun daerah kepabeanan sendiri didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-undang No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Pass 16

7 (1997) dalam Novianti dan Hendratno (2008) menyatakan bahwa ekspor penting dalam dua hal utama yaitu: a) bersama-sama dengan impor dalam menghasilkan neraca pembayaran (balance of payment) dari suatu negara; b) ekspor menghasilkan devisa yang memberikan peningkatan pendapatan nasional dan pendapatan riil. Secara matematis, ekspor dapat dituliskan sebagai fungsi berikut: X y = Q t C t + S t 1 Dimana: X t = Jumlah ekspor komoditas tahun t Q t = Jumlah produksi domestik tahun t C t = Jumlah konsumsi domestik tahun t S t-1 = Stok tahun sebelumnya (t-1) Pembelian barang ataupun pembayaran jasa dari luar negeri yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mengharuskan setiap negara berusaha untuk memiliki atau menguasai alat-alat pembayaran luar negeri. Alat pembayaran luar negeri, atau juga disebut sebagai Foreign Exchange Currency atau devisa dapat dianggap sebagai tagihan terhadap luar negeri yang dapat dipergunakan untuk melunasi hutang yang terjadi dengan luar negeri. Sumber devisa dapat berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Umumnya sumber devisa dari suatu negara adalah sebagai berikut (Amir, 1984): 1) Hasil-hasil dari ekspor barang maupun jasa; 2) Pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, baik dari pemerintah suatu negara, badan-badan keuangan internasional, ataupun dari swasta; 3) Hadiah atau Grant dari negara asing; 4) Keuntungan dari penanaman modal di luar negeri; 5) Hasil-hasil dari pariwisata internasional. 17

8 2.5. Karet Alam Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex), di getah pada beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Para, Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Pengambilan getah dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respon yang menghasilkan lateks lebih banyak (Departemen Perindustrian, 2007). Pohon tersebut menurut Undri (2004) pertama kali ditemukan di lembah Amazone oleh tim ekspedisi dari Perancis. Kemudian ekspedisi tersebut berhasil menemukan pohon karet yang dapat diambil getahnya tanpa harus menebang pohonnya, cukup dengan melukai kulit batang tanaman karet tersebut. Penemuan tersebut menyebabkan pengembangan penggunaan lateks semakin pesat, apalagi setelah ditemukannya proses vulkanisasi oleh Good Year tahun 1839, maka pengembangan perkebunan karet mulai berkembang secara komersil. Setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon tersebut berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, dimana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan. Menjelang tahun 1940, Indonesia dan Malaysia akhirnya menjadi produsen utama karet dunia. Upaya pengembangan tanaman karet secara perkebunan baru mulai pada akhir abad ke-19 (Undri, 2004). Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer (Suciati, 2006). Saat ini, karet alam merupakan komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia karena merupakan salah satu komoditas ekspor andalan. 18

9 Indonesia bahkan pernah menjadi produsen karet alam nomor satu di dunia. Sebagian besar tanaman ini diusahakan oleh perkebunan rakyat. Kedudukan Indonesia sebagai produsen utama karet alam dunia kini telah digeser oleh Thailand, akibat areal luas yang dimiliki tidak diiringi dengan produksi besar dan mutu yang baik. Namun demikian, karet masih merupakan penghasil devisa utama di jajaran komoditas ekspor perkebunan. Produksi karet alam Indonesia pada tahun 2007 sebesar 2,76 juta ton dimana 2,44 juta ton atau 88,4% dari produksi karet alam tersebut diekspor dengan nilai US$ 4,36 milyar, hanya 13,3% atau ton yang digunakan untuk kebutuhan industri dalam negeri (Association of Natural Rubber Producing Countries, 2010). Pasar utama ekspor karet alam tertuju ke Amerika Serikat (40%) dan Singapura (30%). Selebihnya ke Jepang dan Eropa Barat, serta beberapa negara lain dalam porsi kecil (International Trade Statistics, 2010). Jenis yang diekspor terdiri atas lateks, karet sheets, karet crepe, dan karet SIR (Standard Indonesia Rubber). Jenis yang paling banyak diekspor adalah karet SIR. Selain getah karet yang berguna sebagai bahan baku berbagai produk industri, kayu karet juga layak ekspor. Jepang, Taiwan, dan beberapa negara Eropa mengimpor kayu karet dari Indonesia. Karet dan barang karet dapat diklasifikasikan menurut The Harminized Commodity Descreption and Coding System (HS) dan kelompok barang lapangan industri (KBLI). Pengelompokkan tersebut sebagaimana yang dapat diperlihatkan pada Tabel 4 di bawah ini. 19

10 Tabel 4. Kelompok Karet dan Barang-Barang Karet No. No. HS KBLI Uraian Barang Karet Alam 4002 Karet Sintetis Barang dari karet untuk industri: - Benang karet - Tabung, pipa, selang Belt conveyor Belt Transmission Ban (Roda 4, Roda 2, Sepeda) Sarung tangan Lain-lain Sumber: Departemen Perindustrian, Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis Karet alam memiliki keunggulan-keunggulan jika dibandingkan dengan karet sintetis. Keunggulan-keunggulan tersebut antara lain (Nazaruddin dan Paimin, 2006): Memiliki daya elastik atau daya lenting yang sempurna; Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah; Mempunyai daya aus yang tinggi; Tidak mudah panas (low heat build up); dan Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance). Meski demikian, karet sintetis juga memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia, dan harganya yang cenderung dapat dipertahankan sehingga tetap stabil. Hal ini berbeda dengan karet alam yang mana harganya selalu mengalami fluktuasi, yang terkadang bahkan bergejolak (International Rubber Concortium Limited, 2010). Suatu kebijakan politik entah dari pihak pengusaha maupun pemerintah memiliki pengaruh yang besar terhadap usaha perkaretan alam secara luas. 20

11 Jenis-Jenis Karet Alam Jenis karet alam yang dikenal luas adalah (Nazaruddin dan Paimin, 2006) : Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lumb segar), Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes, dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanked crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe), Lateks pekat, Karet bongkah atau block rubber, Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber, Karet siap olah atau tyre rubber, dan Karet reklim atau reclaimed rubber. 1) Bahan Olah Karet Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Havea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa bahan olah karet bukan produksi perkebunan besar, melainkan merupakan bokar (bahan olah karet rakyat) karena biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 macam: lateks kebun, sheet angin, slap tipis, dan lump segar. a. Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan. b. Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi. 21

12 c. Slap tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut. d. Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. 2) Karet Alam Konvensional Terdapat beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis itu pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Jenis karet alam olahan yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut. a. Ribbed smoked sheet atau RSS adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik. RSS terdiri dari beberapa kelas, yaitu X RSS, RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4, dan RSS 5. b. White crepe dan pale crepe merupakan crep yang berwarna putih atau muda. White crepe dan pale crepe juga ada yang tebal dan tipis. c. Estate brown crepe merupakan crepe yang berwarna coklat. Disebut estate brown crepe karena banyak dihasilkan oleh perkebunanperkebunan besar atau estate. Jenis ini dibuat dari bahan yang kurang baik seperti yang digunakan untuk pembuatan off crepe serta dari sisa lateks, lump atau koagulum yang berasal dari prakoagulasi, dan scrap atau lateks kebun yang sudah kering di atas bidang penyadapan. Brown crepe yang tebal disebut thick brown crepe dan yang tipis disebut thin brown crepe. d. Combo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS, atau slep basah. 22

13 e. Thin brown crepe remills merupakan crepe cokelat yang tipis karena jenis ini merupakan jenis karet yang digiling ulang. Bahan yang digunakan sama dengan jenis brown crepe yang lain, hanya saja dalam prosesnya jenis ini mengalami penggilingan ulang untuk memperoleh ketebalan seperti yang telah ditetapkan. f. Thick blanket crepes ambers merupakan jenis crepe blanket yang berwarna cokelat dan tebal, dan biasanya terbuat dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan, dan lumb serta scrap dari perkebunan atau kebun rakyat yang baik mutunya. g. Flat bark crepe merupakan jenis karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam. h. Pure smoked blanket crepe merupakan crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus berasal dari RSS, termasuk didalamnya block sheet atau sheet bongkah atau sisa dari potongan RSS. i. Off crepe yang tidak tergolong dalam bentuk baku atau standar. Biasanya dibuat dari contoh sisa penentuan kadar karet kering, lembaran RSS yang tidak bagus penggilingannya sebelum diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak mengandung lateks, serta bahan-bahan lain yang tidak bagus, bukan dari proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar. 23

14 3) Lateks Pekat Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat. Lateks pekat yang diperdagangkan di pasar ada yang dibuat melalui proses pendadihan (creamed lateks) dan melalui proses pemusingan (centrifuged lateks). Jenis ini biasanya banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. 4) Karet Bongkah atau Block Rubber Karet bongkah adalah jenis karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditetapkan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Standar mutu jenis ini tercantum dalam SIR (Standard Indonesian Rubber) sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut.. Tabel 5. Standard Indonesian Rubber (SIR) SIR 5L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50 Kadar kotoran maksimum 0,05% 0,05% 0,10% 0,20% 0,50% Kadar abu maksimum 0,50% 0,50% 1,75% 1,00% 1,50% Kadar zat asiri maksimum 1.0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% PRI minimum Plastisitas-P o minimum Limit warna (skala livibond) maksimum Kode warna Hijau Hijau - Merah Kuning Sumber: Thio Goan Loo, 1980 dalam Nazaruddin dan Paimin, ) Karet Spesifikasi Teknis atau Crumb Rubber Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutunya juga didasarkan pada sifat-sifat teknisnya. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis yang satu ini. 24

15 6) Tyre Rubber Tyre rubber adalah bentuk lain dari dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung digunakan oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang lain yang menggunakan bahan baku karet alam. Tyre rubber sudah dibuat di Malaysia sejak tahun Pembuatannya dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis. Jika dibandingkan dengan karet konvensional, tyre rubber adalah bahan pembuat yang lebih baik untuk ban atau produk karet lain. Kelebihan yang dimiliki karet jenis ini adalah memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintesis. 7) Karet Reklim atau Reclaimed Rubber Karet reklim merupakan jenis karet yang diolah kembali dari barangbarang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas. Karena itu dapat dikatakan bahwa karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir Manfaat Karet Karet banyak digunakan dalam kehidupan. Penggunaan bahan baku karet telah dikembangkan dengan basis industri. Umumnya alat-alat yang dibuat dari bahan karet sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam industri seperti penggunaannya pada mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain adalah ban kendaraan (mulai dari sepeda, motor, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, serta bahanbahan pembungkus logam. Selain itu bahan karet juga banyak digunakan untuk 25

16 membuat perlengkapan seperti sekat. Pembuatan jembatan pun menggunakan karet sebagai penahan getarannya. Manfaat karet sangat beragam. Pemanfaatannya melingkupi hampir seluruh dari kegiatan kehidupan manusia. Peralatan rumah tangga kebanyakan terbuat dari bahan dasar karet. Begitupun dengan peralatan kantor, seperti kursi, lem perekat barang, selang air, kasur busa, serta peralatan tulis menulis seperti karet penghapus. Tambang-tambang besar yang mengolah bijih besi dan batubara menggunakan belt yang sangat panjang dan terbuat dari karet untuk pengangkutannya. Bangunan-bangunan besar semakin banyak yang menggunakan bahan karet. Tak hanya itu, bahkan peralatan dan kendaraan perang juga banyak bagiannya yang terbuat dari bahan dasar karet. Selain karet alam, karet sintetis juga banyak digunakan dalam pembuatan berbagai jenis barang. Hal ini dikarenakan karet sintetis memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh karet alam. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa manfaat karet bagi kehidupan manusia jauh lebih banyak lagi dibanding dengan yang telah disebutkan. Karet memiliki pengaruh besar terhadap bidang transportasi, komunikasi, industri, pendidikan, kesehatan, hiburan, dan banyak bidang kehidupan lain yang vital bagi kehidupan manusia. Manfaat secara tidak langsung pun banyak yang dapat diperoleh dari barang yang dibuat dari karet. Hingga saat ini, pengembangan usaha perkebunan karet tidak hanya fokus pada prospek pengembangan dan produksi lateks saja, tetapi lebih terhadap nilai lain yang lebih tinggi dan mulia. Perkembangan karet sintetis dewasa ini mengakibatkan perlunya melihat manfaat lain dari karet alam. Berbeda dengan produksi karet sintetis yang menghasilkan buangan berupa gas karbon dioksida, 26

17 karet alam justru menghasilkan oksigen. Menurut data yang diperoleh dari IRSG, dalam sehari produksi O 2 pada perkebunan karet mencapai 1000 ton (Bastari, 1998). Selain itu, biji karet juga dapat menghasilkan minyak yang berguna bagi industri, disamping kayu karet yang juga memiliki prospek cerah kedepannya Bentuk Kerjasama Antar Negara Produsen Karet Alam Perdagangan multilateral yang mana saat ini mengarah ke dalam perdagangan yang lebih terbuka menawarkan peluang sekaligus tantangan bagi tiap negara untuk meningkatkan daya saing bagi produk yang dimilikinya maupun membentuk berbagai jenis kerjasama multilateral antar negara. Kepentingan Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar dari karet alam memberikan landasan yang cukup besar untuk berpartisipasi aktif menjadi salah satu anggota kerjasama dunia yang mengelola permasalahan tersebut. Berbagai organisasi multilateral telah terbentuk sejak lama yang mana hal ini mendorong para produsen untuk juga membentuk organisasi yang menangani masalah karet alam dunia. Organisasi multilateral karet alam yang pertama kali didirikan pada tahun 1980 dengan nama International Natural Rubber Organization (INRO), yang tujuan utamanya adalah untuk menstabilkan harga karet alam. Anggota dari INRO terdiri dari negara-negara produsen karet alam (eksportir) yaitu Malaysia, Indonesia, Thailand, Sri Lanka, dan Nigeria, serta negara konsumen (importir) yaitu China, Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. INRO kemudian dibubarkan secara resmi pada tanggal 13 Oktober Sejak itu, tidak ada lagi organisasi yang berfungsi sebagai stabilitator. Alasan pembubaran INRO karena 27

18 pada saat itu, INRO tidak dapat mengatasi kemerosotan harga. Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) yang berdiri sejak tahun 1970 dan terdiri dari negara-negara produsen karet alam, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai pengganti sebagian dari fungsi INRO tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Bubarnya INRO membawa dampak psikologi terhadap pasar. Hal ini dapat dilihat dari semakin merosotnya harga karet alam di pasar internasional. Berdasarkan pada latar belakang pemerosotan harga karet alam sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997 dan dibubarkannya INRO, maka tiga negara produsen utama karet alam yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia sepakat mengadakan kerjasama di bidang perdagangan karet alam. Dalam upaya mengatasi merosotnya harga karet alam, pemerintah Thailand, Indonesia, dan Malaysia sepakat mendirikan perusahaan patungan karet alam yang bernama International Rubber Consortium Limited (IRCo). Kesepakatan pendirian perusahaan patungan IRCo ini telah tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) yng ditandatangani oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, Menteri Agriculture and Cooperatives Thailand, dan Menteri Primary Industries Malaysia pada tanggal 8 Agustus 2002 di Bali. IRCo berfungsi sebagai pelengkap dari skema penstabil harga yang lain, yaitu Supply Managemant Scheme (SMS) dan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) sebagaimana yang telah disepakati dalam Joint Ministerial Declaration (Bali Declaration) 2001, yaitu melaksanakan kegiatan strategic marketing yang meliputi pembelian dan penjualan karet alam (Zebua, 2008). 28

19 2.7. Penelitian Terdahulu Penelitian terkait komoditas karet alam telah banyak dilakukan. Soekarno (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Keunggulan Komparatif Karet Alam Indonesia Tahun menyatakan bahwa pertumbuhan daya saing karet alam Indonesia di pasar dunia semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) yang mengalami peningkatan dari 28,403 pada tahun 2003 menjadi 37,388 pada tahun Peningkatan nilai RCA ini tidak terlepas dari semakin besarnya nilai ekspor karet alam Indonesia di pasar dunia. Selain itu, Soekarno juga menyatakan bahwa hal tersebut terkait dengan semakin gencarnya program revitalisasi perkebunan karet di Indonesia yang membawa harapan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai penghasil karet alam terbesar di dunia pada tahun Karet sintetik yang merupakan produk komplementer maupun substitusi dari karet alam semestinya memiliki peranan dalam pembentukan harga karet alam. Atas dasar pemikiran ini, maka dalam analisis yang menggunakan metode impulse response function dan variance decompotition, Zebua (2008) memakai harga karet sintetis dan nilai tukar Rupiah dalam menelusuri respon variabel dependent terhadap guncangan variabel independent sebesar satu standar deviasi. Hasil yang didapat menyatakan bahwa pengaruh dari guncangan harga karet sintetik terhadap harga karet RSS dan TSR20 pada jangka pendek memberikan dampak yang positif terhadap harga ekspor karet RSS di Indonesia, sedangkan dampak nilai tukar Rupiah adalah negatif. Hal ini mencerminkan bahwa keragaman harga ekspor karet alam Indonesia, khususnya RSS dan TSR20 dipengaruhi oleh keragamannya sendiri, sedangkan pengaruh dari harga karet 29

20 sintetik dan nilai tukar Rupiah hanya memberikan kontribusi yang berkisar 0-12% saja. Penelitian yang dilakukan oleh Sunandar (2007) mengenai analisis daya saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan komoditi tanaman karet alam di Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan dengan menggunakan metode analisis PAM (Policy Analysis Matrix) memperoleh hasil bahwa usahatani yang dijalankan oleh petani karet alam Kecamatan Cambai mempunyai daya saing. Ini terlihat dengan indikator keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif (PCR dan DCR) yang lebih kecil dari satu (<1), serta keuntungan sosial dan juga keuntungan privat (finansial) yang positif. Hasil yang diperoleh untuk nilai PCR (Private Cost Ratio) sebesar 0,43% dan keuntungan finansial sebesar Rp 6.903,94/kg. sedangkan nilai DRC (Domestic Resource Cost Ratio) sebesar 0,77% dan keuntungan sosial sejumlah Rp 2.791,39/kg. Hasil dari nilai PCR yang lebih kecil dari DCR merupakan indikator yang memiliki arti bahwa komoditi usahatani karet alam (bokar) terhadap kebijakan pemerintah yang meningkatkan efisiensi dalam berproduksi. Dampak kebijakan yang diberlakukan pemerintah terhadap output menyebabkan nilai transfer output bernilai negatif (Rp 2.094,94/kg bokar) sehingga harga output di pasar domestik Kecamatan Cambai lebih rendah dibandingkan harga di pasar internasional. Analisis sensitivitas yang digunakan yaitu dengan menurunkan harga output sebesar 6%, kenaikan input (pupuk) sebesar 6%, dan analisis gabungan dengan faktor lain tidak berpengaruh, menunjukkan hasil bahwa perhitungan dengan menggunakan Matriks Analisis Kebijakan pada komoditi tanaman karet alam menunjukkan bahwa usahatani tersebut tetap mempunyai daya saing. Indikator daya saing 30

21 tersebut dilihat dari nilai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang menunjukkan nilai lebih kecil dari satu, sedangkan dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output yang dilihat dengan nilai EPC yang terjadi mengalami perubahan menjadi 1 (EPC=1). Prabowo (2006) menggunakan model ekonometrika dinamis untuk menganalisis tren perdagangan karet alam antara Indonesia dengan negara-negara importir utama karet alam yaitu Amerika Serikat dan Jepang. Penelitian tersebut menghasilkan suatu kesimpulan bahwa pada kurun waktu produksi karet alam Indonesia cenderung mengalami peningkatan yaitu dari juta ton menjadi juta ton atau meningkat sebesar 22,56%. Namun peningkatan tersebut kurang berarti jika dibandingkan dengan Thailand dan India yang dapat meningkatkan produksinya hingga dua kali lipat lebih besar dari Indonesia. Hal yang sama terjadi pada ekspor karet alam. Ekspor karet alam Indonesia meningkat dari juta ton pada tahun 1995 menjadi juta ton di tahun Meskipun demikian, nilai tersebut kontras dengan persentase ekspor terhadap ekspor dunia, dimana pangsa ekspor karet alam justru mengalami penurunan dari 31,2% terhadap ekspor dunia pada tahun 1995 menjadi 28,2% pada tahun Sebaliknya, Thailand mengalami peningkatan pangsa pasar dari 38,5% pada tahun 1995 menjadi 39,6% pada tahun Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa ekspor dan produksi karet alam dunia masih didominasi oleh Thailand, Indonesia, dan Malaysia, serta Vietnam yang mulai diperhitungkan dalam jajaran eksportir utama karena terus mengalami peningkatan produksi dan ekspor. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi permintaan impor karet alam Amerika Serikat adalah pendapatan 31

22 domestik brutonya dengan respon yang elastik. Hal tersebut berbeda dengan Jepang yang permintaannya terhadap karet alam tidak responsif terhadap perubahan pendapatan domestik bruto maupun perubahan harga impor karet alam. Namun, secara umum distorsi pasar akibat kebijakan perdagangan dan perubahan lingkungan ekonomi mempengaruhi volume perdagangan karet alam. 32

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010]

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010] II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Karet Alam Olahan Getah karet atau lateks diperoleh secara teknis melalui penyadapan pada kulit batang karet. 5 Penyadapan ini memerlukan teknik yang khusus untuk mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai lateks) digetah beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA 4.1 Sejarah Singkat Karet Alam Tahun 1943 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 QS. Al Hujuraat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16 Karet alam merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya dalam perekonomin Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK Dr. Sinung Hendratno Pusat Penelitian Karet Kegiatan Pertemuan Teknis Komoditas tentang Paparan Komoditas Karet untuk PBK/SRG/PL Biro Analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode 1.1. Latar Belakang Pada umumnya perekonomian di negara-negara sedang berkembang lebih berorientasi kepada produksi bahan mentah sebagai saingan dari pada produksi hasil industri dan jasa, di mana bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Saat ini Asia menjadi sumber

Lebih terperinci

pennasalahan-permasalahan yang diteliti.

pennasalahan-permasalahan yang diteliti. 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lokasi ~enelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan cara pengumpulan data di dalam negeri maupun di luar negeri dari berbagai sumber yang diduga dapat memberikan jawaban

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Tanaman Karet Karet adalah tanaman getah yang memiliki banyak kegunaan. Karet (Havea Brazilensis) yang banyak tumbuh di Indonesia berasal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Karet Alam Sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam, yakni terbuat dari getah tanaman karet, baik spesies Ficus elastica maupun Hevea brasiliensis. Sifatsifat atau kelebihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN 2012-2016 Murjoko Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret email: murjoko@outlook.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia, Karena, banyak terdapat kegunaan dari tanaman ini, contohnya tanaman menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terluas di Asia Tenggara dengan total luas 5.193.250 km² (mencakup daratan dan lautan), hal ini juga menempatkan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang tanaman biasanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang tanaman biasanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Karet Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang menggembirakan sejak pertengahan tahun 1997, salah satu penyebabnya karena situasi politik yang kurang rnenggembirakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KARET ALAM

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KARET ALAM V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KARET ALAM 5.1. Produksi dan Konsumsi Karet Alam Dunia Perkembangan ekonomi karet alam dunia dari sisi produksi relatif terus mengalami peningkatan. Produksi karet alam dunia pada

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet Tanaman karet (Havea Brasiliensis) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, tumbuh secara liar di lembah-lembah Amazon. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN I Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi yang dikumpulkan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pangsa TSR Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar didunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini pengembangan sektor pertanian di Indonesia masih tetap strategis. Indonesia memiliki wilayah daratan yang sangat luas ditunjang oleh iklim tropis yang sangat cocok

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali diujicobakan di kedua daerah tersebut adalah species Ficus elastica atau

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali diujicobakan di kedua daerah tersebut adalah species Ficus elastica atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan Industri Karet di Indonesia dimulai dengan dibukanya Perkebunan karet yaitu sekitar tahun 1864, untuk pertama kalinya tanaman karet diperkenalkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan

I. PENDAHULUAN. yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi industri hasil tanaman tropis yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan terutama sebagai bahan baku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Indonesia merupakan negara dengan kebun karet terbesar di dunia mengungguli produsen utama lainnya yaitu Thailand dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas perkebunan terdiri dari tanaman tahunan atau tanaman keras (perennial crops) dan tanaman setahun/semusim (seasonal crops). Tanaman keras utama adalah kelapa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET MELALUI PENATAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian merupakan sektor yang penting dalam

Lebih terperinci

Karet mempakan salah satu komoditi non migas yang mempunyai peranan. penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan penting itu antara lain sebagai

Karet mempakan salah satu komoditi non migas yang mempunyai peranan. penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan penting itu antara lain sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet mempakan salah satu komoditi non migas yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan penting itu antara lain sebagai sumber perolehan devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN PEMETAAN DAN RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KARET DI PROPINSI JAWA TIMUR Oleh : NANANG DWI WAHYONO *) ABSTRAK Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara dianggap sebagai proses alokasi sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR. tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia.

BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR. tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia. BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR Negara tujuan ekspor yang dibahas dalam bab ini hanya dibatasi pada 10 negara dengan tingkat konsumsi karet alam terbesar di dunia. Negara-negara tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Usaha

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA Oleh : IRFAN NUR DIANSYAH (121116014) PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2011 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemilihan lokasi usaha oleh suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi risiko (risk) dan keuntungan (profit) perusahaan tersebut secara keseluruhan. Kondisi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB VII PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

BAB VII PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA BAB VII PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA PERANAN SEKTOR PERTANIAN : KERANGKA ANASISIS TEORI SIMON KUZNETS (1964): Pertanian di LDCs (Low Development Countries) dapat dilihat sebagai suatu sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci