ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI"

Transkripsi

1 ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 QS. Al Hujuraat (49): 10 Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

3 RINGKASAN EKA RATNAWATI. Analisis Daya Saing Ekspor Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing Oleh ADI HADIANTO Menghadapi era perdagangan bebas saat ini penting artinya untuk melihat keunggulan dan daya saing yang dimiliki setiap negara, mengingat globalisasi menuntut adanya persaingan. Karet alam merupakan salah satu produk andalan ekspor Indonesia. Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki areal karet alam terbesar didunia. Meskipun demikian, Indonesia hanya menjadi eksportir terbesar kedua setelah Thailand. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan ekspor karet alam Indonesia serta untuk mengetahui struktur pasar yang terbentuk pada komoditas karet alam di pasar internasional. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakah Indonesia, sebagai salah satu negara pengekspor karet alam terbesar memiliki keunggulan untuk produk tersebut, baik secara komparatif maupun kompetitif. Struktur pasar yang terbentuk pada perdagangan karet alam di pasar internasional dilakukan dengan menggunakan analisis Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR), sedangkan analisis daya saing ekspornya dilakukan dengan menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk melihat status keunggulan komparatif dan Export Competitiveness Index (ECI) untuk melihat status keunggulan kompetitif negara eksportir karet alam. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menyatakan bahwa struktur pasar yang terbentuk pada perdagangan karet internasional adalah struktur pasar yang berbentuk oligopoly, yang mana pasar dikuasai oleh tiga eksportir utama karet alam, yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Pangsa pasar rata-rata yang dikuasai oleh ketiga negara ini dalam kurun waktu adalah sebesar 78%, yang mana hal ini berarti dalam kurun waktu tersebut, ketiga negara eksportir utama karet alam internasional menguasai 78% pasar karet alam internasional. Perhitungan mengenai keunggulan komparatif negara-negara eksportir karet alam menyatakan bahwa masing-masing negara eksportir utama tersebut memiliki keunggulan komparatif. Hal ini terlihat dari nilai RCA yang lebih besar dari 1. Berbeda dengan perhitungan tersebut, perhitungan mengenai keunggulan kompetitif negara ekspotir utama karet alam dengan menggunakan analisis ECI menyatakan bahwa hingga tahun 2008, hanya Indonesia yang memiliki keunggulan kompetitif, sedangkan Thailand dan Malaysia tidak memiliki keunggulan ini. Hal tersebut dilihat dari nilai ECI yang lebih kecil dari 1. Perhitungan tersebut memberikan gambaran bahwa Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam perdagangan (ekspor) karet alam. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari keunggulan yang dimiliki Indonesia dalam perdagangan karet alam, sehingga daya saing yang dimiliki Indonesia perlu untuk dipertahankan bahkan ditingkatkan. Kata kunci : karet alam, struktur pasar, daya saing

4 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Januari 2011 Eka Ratnawati NIM: H

5 ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Ekspor Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional Nama NIM : Eka Ratnawati : H Menyetujui, Pembimbing, Adi Hadianto, SP, M.Si NIP: Mengetahui, Ketua Departemen, Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP: Tanggal Lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan resmi ibu Titi Ariyati dan ayah M. Jamhari. Penulis dilahirkan dengan selamat di Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur pada hari Rabu tanggal 15 Juli Pendidikan formal dijalani penulis sejak tahun 1992 di Taman Kanak- Kanak Merpati, Sangasanga. Pendidikan kemudian dilanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 009 Sangasanga, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Sangasanga, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Sangasanga. Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat atas pada tahun 2006, penulis menerima bantuan dana pendidikan dari Pemda Kabupaten Kutai Kartanegara berupa Beasiswa Utusan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara untuk melanjutkan pendidikan S1 pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

8 PRAKATA Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan umat, Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi teladan bagi umatnya dan membawa perubahan menuju peradaban yang lebih baik. Skripsi yang berjudul Analisis Daya Saing Ekspor Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional ini dimaksudkan untuk melengkapi syarat penyelesaian studi jenjang Strata 1 (S1) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat kerja keras, do a, dorongan, dan bantuan yang luar biasa dari berbagai pihak. Terimakasih utamanya penulis sampaikan kepada mama tercinta, Titi Ariyati yang senantiasa berjuang dengan kesabaran serta do a yang tiada putusputusnya, dan adikku, Nur Ratih atas dorongan dan semangat yang diberikan. Tak lupa penulis juga menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak Pemda Kutai Kartanegara atas bantuan dana yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 dengan baik. Terimakasih kepada bapak dan seluruh keluarga besar, baik yang berada di Sangasanga, Samarinda, Balikpapan, maupun di Haruai yang senantiasa memberikan do a dan dukungan, Ninuk dan keluarga di Tenggarong yang terus memberikan do a dan secercah harapan. Kepada seluruh guru yang telah mengajar penulis sejak Taman Kanak-Kanak sampai dengan jenjang Perguruan Tinggi (apresiasi dan terimakasih yang tiada habisnya pada bapak dan ibu semua). Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing, Bapak Adi Hadianto yang telah memberikan ilmu, motivasi, masukan, dan bimbingan terbaik bagi penulis. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada dosen penguji

9 utama, Bapak Ujang Sehabudin, serta kepada dosen penguji wakil departemen, Bapak Novindra atas masukan yang diberikan. Kepada pengurus perpustakaan balai penelitian karet penulis juga mengucapkan terimakasih atas informasiinformasi yang telah diberikan. Juga kepada mba Aam atas bantuan yang diberikan. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada sahabat seperjuangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Riana Ekawati (terus semangat untuk mengukir kembali mimpi kita bu), sahabat 99, Yunita Mukti Noor Yanti, Harli Septian, Rafik Albar, Hairika Maulani, Agustya Lutfiani, dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu (semoga persahabatan tetap menyatukan kita). Kepada teman-teman di Pondok RIZQI, Yanti (yanti???), mba Ummi (begadang lagi mba?), mba Peni, mba Wage, Isma, Reni, dan semuanya atas bantuan dan semangat yang diberikan. Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat dan semua teman semasa TK, SD, SLTP, SMA, TPB (B01_ers), teman-teman di FM BUD KUKAR, organisasi, kepanitiaan, serta teman-teman di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu (kalian semua telah memberikan warna dalam hidup saya). Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi semua pihak yang berkepentingan. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bogor, Januari 2011 Eka Ratnawati

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA Peran Sektor Pertanian Perkebunan Konsep Keunggulan dan Daya Saing Ekspor Ekspor sebagai Sumber Devisa Karet Alam Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis Jenis-Jenis Karet Alam Manfaat Karet Bentuk Kerjasama Antar Negara Produsen Karet Alam Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN IV. METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Struktur Pasar Analisis RCA Analisis ECI V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM Sejarah Karet Dunia dan Indonesia Permintaan dan Penawaran Karet Alam Perkembangan Produksi Karet Alam Indonesia dibandingkan Thailand dan Malaysia sebagai Produsen Utama Karet Alam Dunia Sentra Produksi Karet Indonesia Kemajuan Pemuliaan Karet Indonesia Produktivitas Karet Pertumbuhan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) xi xii

11 Pertumbuhan Tanaman Menghasilkan (TM) Tipe Keunggulan Klon VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Tujuan Ekspor Karet Alam Indonesia Perkembangan Ekspor Karet Alam Negara Pesaing VII. STRUKTUR PASAR KARET ALAM DI PASAR INTERNASIONAL Pangsa Pasar Karet Alam Herfindahl Index dan Concentration Ratio VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Analisis Revealed Comperative Advantage Analisis Export Competitiveness Index IX. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kontribusi Ekspor Sektor Pertanian terhadap Ekspor NonMigas Tahun (Juta US$) Kontribusi Ekspor Karet Alam terhadap Ekspor NonMigas (Juta US$) Ranking Global Competitiveness Indeks (GCI) Kelompok Karet dan Barang-Barang Karet Standard Indonesian Rubber (SIR) Perkembangan Nilai dan Produksi Karet Alam Negara Eksportir Utama Rata-Rata Penguasaan Lahan Petani Karet Rakyat per KK (Ha/KK) Pengelompokkan Klon Karet berdasarkan Laju Pertumbuhan TBM Pengelompokkan Klon Karet berdasarkan Pertumbuhan Batang TM Tipe Klon Unggul berdasarkan Pola Produksi Karet Kering dan Laju Pertumbuhan Batang Nilai Ekspor Karet Alam Dunia Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Kuantitas Ekspor Karet Alam Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama Kuantitas Ekspor Negara Pesaing Utama Karet Alam Dunia Nilai Ekspor Negara Pesaing Utama Karet Alam Dunia Harga Ekspor Karet Alam Negara Eksportir Utama (US$/ton) Hasil Perhitungan Herfindahl Index dan Concentration Ratio Negara Eksportir Karet Alam xi

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. World Economic Forum: 12 Pillars of Competitiveness Diagram Alur Kerangka Pemikiran Perbandingan Luas Areal Tanam dan Produktivitas Karet Alam Negara Produsen Utama Perkembangan Produktivitas Lahan Karet alam Indonesia berdasarkan Status Pengusahaan Perkembangan Luas Lahan Tanaman Menghasilkan terhadap Luas Lahan Total Karet Alam Indonesia Persentase Volume Ekspor Karet Alam Indonesia ke Beberapa Negara Tujuan Ekspor Utama Penguasaan Pasar Eksportir Utama Karet Alam Perbandingan Nilai RCA Negara Eksportir Utama Karet Alam Hasil Perhitungan ECI Negara Eksportir Karet Alam xii

14 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Luas Areal Karet Perkebunan Rakyat Menurut Provinsi di Indonesia (Ha) Produksi Karet Perkebunan Rakyat Menurut Provinsi di Indonesia (ton) Perhitungan Penguasaan Pasar Negara Eksportir Karet Alam Dunia Hasil Perhitungan RCA Negara Eksportir Karet Alam xiii

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan sektor ini dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian periode sebesar 42,75%, meskipun kontribusi sektor ini terhadap PDB nasional hanya sekitar 15% (Badan Pusat Statistik, 2010). Kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan devisa negara tergolong cukup besar, terutama subsektor perkebunan Sektor pertanian Indonesia pada neraca perdagangan periode menunjukkan nilai yang positif (surplus). Menurut data BPS (2009), pada tahun 2006 neraca perdagangan sektor pertanian mengalami surplus sebesar 8,9 juta US$. Nilai ini meningkat pada tahun 2007 menjadi 13,3 juta US$ dan tahun 2008 sebesar 12,4 juta US$. Surplus yang terjadi pada neraca perdagangan sektor pertanian dikarenakan nilai ekspor komoditas pertanian yang cenderung mengalami peningkatan, yaitu dari sebesar 2,7 milyar US$ pada tahun 2000 menjadi 4,6 milyar US$ pada tahun Besaran nilai ekspor sektor pertanian periode diperlihatkan pada Tabel 1. Peningkatan nilai ekspor ini mengindikasi perbaikan yang terjadi di bidang pertanian terhadap ekspor nonmigas. Pada Tabel 1 terlihat kontribusi ekspor sektor pertanian terhadap ekspor nonmigas selama periode berkisar antara 4-5%.

16 Tabel 1. Kontribusi Ekspor Sektor Pertanian terhadap Ekspor Nonmigas Tahun (Juta US$) Tahun Ekspor Ekspor Kontribusi Ekspor Pertanian Pertanian Nonmigas terhadap Ekspor Nonmigas , ,4 5,67% , ,6 5,58% , ,1 5,70% , ,6 5,33% , ,3 4,46% , ,5 4,34% , ,1 4,28% , ,3 3,98% , ,1 4,25% Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah), Melihat besaran kontribusi ekspor sektor pertanian terhadap ekspor nonmigas di atas, maka pengembangan sektor pertanian diharapkan dapat menjadi pendorong pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan pengembangan komoditas unggulan pertanian. Dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian terdapat 39 komoditas pertanian yang ingin dipacu produksinya. Dari jumlah tersebut terdapat 14 komoditas yang pengembangannya bukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan tetapi lebih kepada substitusi impor, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri, serta pengembangan ekspor. Karet merupakan salah satu komoditas unggulan yang menjadi target pengembangan karena memiliki potensi pasar yang cukup luas, terutama di pasar ekspor. Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983 (Basri, 2002). Bahkan sejak tahun 1988, sumber utama perolehan devisa Indonesia bertumpu pada penerimaan ekspor nonmigas (Dumairy, 1996). Dalam perkembangannya, ekspor memiliki peranan yang penting dalam perekonomian nasional, terlebih sejak digulirkannya perundingan WTO menuju perdagangan dunia tanpa hambatan. Perekonomian Indonesia saat terjadinya krisis moneter 2

17 yang menimbulkan guncangan sosial dan politik dapat terselamatkan salah satunya oleh kinerja ekspor pertanian (Basri, 2002). Kinerja ekspor pertanian Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, khususnya hasil perkebunan. Salah satu ekspor komoditas yang menjadi andalan Indonesia adalah komoditas karet dan barang karet, di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor Indonesia. Kontribusi nilai ekspor karet alam Indonesia terhadap ekspor nonmigas diperlihatkan pada Tabel 2. Persentase ekspor karet alam Indonesia terhadap ekspor non migas cenderung meningkat, yaitu dari 1,8% pada tahun 2001 menjadi 5,61% pada tahun 2008 (Badan Pusat Statistik, 2009). Pertumbuhan yang secara signifikan mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kinerja yang cukup baik dari komoditas ini (Parhusip, 2008). Tabel 2. Kontribusi Ekspor Karet Alam terhadap Ekspor Nonmigas (Juta US$) Tahun Ekspor Ekspor Persentase Ekspor Karet Alam Nonmigas Karet Alam Thd Ekspor Non Migas , ,80% , ,31% , ,15% , ,90% , ,89% , ,50% , ,29% , ,61% Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009 Indonesia merupakan negara dengan luas areal perkebunan karet terbesar di dunia (Food and Agriculture Organization, 2010). Meskipun demikian, hal tersebut tidak menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor karet terbesar. Indonesia menduduki posisi kedua produksi dan ekspor karet alam setelah Thailand (United Nation Comtrade, 2010). Pentingnya komoditas karet alam menyebabkan perlu penanganan yang tepat dalam pengembangan daya saing 3

18 ekspor sehingga komoditas ini kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu penopang perekonomian nasional. Dalam rangka menjalin hubungan dagang secara internasional, Indonesia turut serta dalam penerapan kebijakan-kebijakan dagang. Awal pelaksanaan pembangunan jangka panjang kedua banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia. Tantangan tersebut antara lain keikutsertaan Indonesia dalam organisasi perdagangan dunia berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing WTO (World Trade Organization) (Sukarmi, 2002). Indonesia yang termasuk dalam anggota ASEAN membuka jalan perdagangannya dengan berpartisipasi dalam perjanjian perdagangan bebas dengan anggota-anggota ASEAN lain. Bentuk hubungan kerjasama ini dikenal dengan nama AFTA (ASEAN Free Trade Area). AFTA dibentuk pada KTT ASEAN IV di Singapura pada tahun Pembentukan ini didasarkan tujuan membentuk kawasan bebas perdagangan ASEAN dalam upaya meningkatkan daya saing ekonomi regional ASEAN. Kondisi globalisasi yang terjadi menyebabkan perlunya perhatian lebih terhadap daya saing produk domestik mengingat bahwa globalisasi menuntut adanya persaingan. Konsep daya saing tidak saja dilihat dari keunggulan komparatif tetapi lebih didasarkan pada keunggulan kompetitif produk. Globalisasi membuat pasar antarnegara menjadi semakin luas. Negara yang memiliki keunggulan kompetitif cenderung semakin dapat memperkaya negaranya dan negara yang tidak siap dalam menghadapi persaingan di pasar global akan semakin terpuruk (Oktaviani dan Novianti, 2009). World Economic Forum (WEF) yang merupakan sebuah lembaga pemeringkat daya saing ternama 4

19 mendefinisikan daya saing sebagai himpunan kelembagaan, kebijakan, dan faktorfaktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara (Daryanto, 2009). Laporan Daya Saing Global atau Global Competitiveness Report yang merupakan laporan tahunan dari WEF membahas mengenai masalah kemampuan negara-negara untuk menyediakan kemakmuran tingkat tinggi bagi warga negaranya. Tabel 3 memperlihatkan perbandingan peringkat keunggulan kompetitif beberapa negara pada periode dan perbandingan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan pada tabel tersebut terlihat bahwa pada periode , Indonesia berada pada peringkat 44 dari 139 negara yang disurvei, meningkat 10 peringkat dari periode sebelumnya. Tabel 3. Ranking Global Competitiveness Indeks (GCI) No Negara GCI GCI GCI GCI Rank 2010 Rank 2009 Rank 2008 Rank 1 Indonesia Thailand Singapore Vietnam Malaysia India China Philippines Sumber: Schwab, 2010 Peningkatan terhadap posisi daya saing global Indonesia dipengaruhi oleh berbagai indikator. Pendorong utama dalam peningkatan ini adalah perbaikan pada pilar makroekonomi 1. WEF mencatat perbaikan Indonesia terhadap kondisi makroekonominya relatif baik, yang mana hal ini ditunjukkan oleh peningkatan peringkat daya saing pada indikator tersebut sebanyak 17 peringkat sejak terjadinya krisis moneter (Schwab, 2010). 1 Peringkat Indonesia pada persyaratan dasar yang menjadi indikator dalam penentuan peringkat daya saing global adalah 60, dimana pada indikator ini pilar makroekonomi, menempati posisi 35. 5

20 Penentuan indeks daya saing global tersebut menggunakan 12 pilar utama yang mempengaruhi daya saing, yang mana penentunya terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu kelompok persyaratan dasar, kelompok peningkat efisiensi, serta kelompok inovasi dan kecanggihan. Pengelompokan pilar-pilar tersebut terlihat sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1. Pilar makroekonomi menjadi salah satu penilaian dalam kelompok persyaratan dasar. Basic requirements Institution Infrastructure Macroeconomic stability Helth and primary education Key for Factor-driven economies Eficiency Enhancers Higher education and training Goods market efficiency Labor market efficiency Financial market sophistication Technological readiness Market size Key for Efficiency-driven economies Innovation and sophistication factors Business sophistication innovation Key for Innovation-driven economies Sumber: Schwab, 2010 (World Economic Forum: Global Competitiveness Report ) Gambar 1. World Economic Forum: 12 Pillars of Competitiveness Dalam indeks makroekonomi, kinerja ekspor merupakan salah satu variabel utama. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peningkatan daya saing suatu negara sangat ditentukan oleh kinerja ekspornya (Hadianto, 2010). Atas dasar konsep ini maka analisis terhadap daya saing ekspor karet alam sebagai salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia penting untuk dilakukan. Hal ini sebagai salah satu faktor yang diharapkan dapat meningkatkan 6

21 posisi daya saing Indonesia di lingkup global, mengingat prospek pengembangan ekspor karet alam Indonesia masih sangat besar Perumusan Masalah Pertumbuhan produksi karet alam Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari tumbuhnya produksi karet dari 1,63 juta ton pada tahun 2002 menjadi 2,77 juta ton pada 2010 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Angka ini merupakan angka produksi terbesar ke dua dunia setelah Thailand (Food and Agriculture Organization, 2010). Jumlah produksi yang demikian besar kemudian dihadapkan pada kondisi penetrasi pasar di mana Indonesia harus bersaing dengan negara-negara produsen lain, serta adanya fluktuasi harga (Parhusip, 2008). Harga karet alam pada perdagangan internasional cenderung fluktuatif (International Rubber Concortium Limited, 2010). Hal ini merupakan salah satu ciri yang berkelanjutan. Fluktuasi harga tersebut berdampak pada arus perdagangan karet alam dan upaya pengembangan ekspor karet alam Indonesia dalam rangka meningkatkan devisa negara yang memiliki konsekuensi pada perubahan lingkungan ekonomi atau kebijakan perdagangan yang secara signifikan mempengaruhi distribusi pendapatan. Dalam era perdagangan bebas, pengembangan komoditas karet menghadapi berbagai tantangan. Semakin terbukanya pasar mengakibatkan persaingan (kompetisi) yang terjadi terhadap ekspor komoditas karet alam menjadi semakin ketat. Kondisi pasar terbuka menyebabkan semakin minimnya kekuatan pengendalian pasar sehingga tidak ada yang dapat menghalangi 7

22 masuknya pesaing-pesaing baru dalam perdagangan. Sebagai gambaran, pertumbuhan ekspor karet alam oleh negara Vietnam yang semakin baik mempengaruhi jumlah penawaran karet alam global. Peningkatan jumlah penawaran ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pembentukan harga (International Trade Statistics, 2010). Atas dasar tersebut analisis terhadap perkembangan ekspor karet alam menjadi sangat penting sebagai informasi awal untuk menjelaskan kondisi daya saing komoditas karet alam Indonesia di pasar ekspor. Untuk mengetahui posisi daya saing karet alam Indonesia, perlu juga diketahui perkembangan komoditas tersebut pada negara lain yang menjadi pesaing dalam pasaran internasional. Informasi-informasi ini berguna untuk melihat seberapa besar penguasaan pasar oleh eksportir karet alam di lingkup global yang pada akhirnya akan menentukan kondisi pasar yang terbentuk dari pangsa pasar tersebut. Kondisi struktur pasar yang terbentuk secara langsung memiliki pengaruh terhadap daya saing produk. Tingkat daya saing suatu negara penting diketahui untuk dapat menilai kinerja suatu komoditas dalam perkembangannya di dunia perdagangan. Dengan mengetahui kondisi struktur pasar yang terbentuk pada komoditas karet alam, maka kebijakan yang akan diterapkan terhadap komoditas tersebut akan dapat dirumuskan secara tepat guna pengembangan daya saing ekspor komoditas terkait di pasaran internasional. Berdasarkan hal tersebut, masalah-masalah yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan ekspor komoditas karet alam Indonesia? 2. Bagaimana struktur pasar karet alam di pasar internasional? 3. Bagaimana kondisi daya saing karet alam Indonesia di pasar internasional? 8

23 1.3. Tujuan Penelitian Perumusan masalah yang telah disebutkan di atas kemudian melahirkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis perkembangan ekspor komoditas karet alam Indonesia. 2. Mengidentifikasi struktur pasar karet alam di pasar internasional. 3. Menganalisis daya saing karet alam Indonesia di pasar internasional Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi: 1. Bahan informasi dasar dalam penyusunan dan penentuan arah kebijakan perkaretan nasional. 2. Tambahan informasi mengenai posisi daya saing ekspor karet alam Indonesia di pasar internasional. 3. Tambahan bagi khasanah penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian dari studi mengenai Analisis Daya Saing Ekspor Karet Alam Indonesia di Pasar Internasional ini adalah sebagai berikut: 1. Komoditas karet alam yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan pada komoditas karet alam dengan kode HS 4001, yaitu kelompok karet alam, balata, getah perca, guayule, chicle dan getah alam semacam itu, dalam bentuk asal atau pelat, lembaran atau strip. 2. Analisis dilakukan pada periode tahun

24 3. Analisis daya saing ekspor karet alam dilakukan pada tiga negara eksportir utama karet alam, yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia. 4. Identifikasi struktur karet alam di pasar internasional dilakukan dengan metode Herfindahl Index (HI) dan Concentration Ratio (CR), sedangkan analisis daya saing dilakukan dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Export Competitiveness Index (ECI). 10

25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Sektor Pertanian Sektor pertanian merupakan salah satu penopang perekonomian suatu negara, khususnya di negara agraris seperti Indonesia. Peranan sektor ini dapat dikatakan cukup besar bagi perkembangan perekonomian negara yang bersangkutan. Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan (2003), pertanian di LDCs dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut: 1) Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasokan makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur (misalnya industri makanan dan minuman) dan perdagangan. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk. 2) Di negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar. 3) Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya. Selain itu, menurut teori penawaran tenaga kerja (L) tak terbatas dari Arthur Lewis dan telah terbukti dalam banyak kasus, bahwa dalam proses pembangunan ekonomi terjadi transfer surplus L dari pertanian (pedesaan) ke 11

26 industri dan sektor-sektor perkotaan lainnya. Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi. 4) Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor (substitusi impor). Kuznets menyebutnya kontribusi devisa Perkebunan Perkebunan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 didefinisikan sebagai segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Pelaksanaan perkebunan diselenggarakan antara lain dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi, serta pengoptimalan sumberdaya secara berkelanjutan. Pada pasal 4 disebutkan bahwa usaha perkebunan memiliki fungsi secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Tanaman perkebunan merupakan pendukung utama sektor pertanian dalam menghasilkan devisa. Ekspor komoditas pertanian kita yang utama adalah hasilhasil perkebunan. Hasil-hasil komoditas perkebunan yang selama ini telah menjadi komoditas ekspor konvensional terdiri atas karet, kelapa sawit, teh, kopi dan tembakau (Badan Pusat Statistik, 2009). Masih ada beberapa jenis tanaman 12

27 perkebunan yang diekspor, namun porsinya relatif kecil. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kakao telah berkembang menjadi salah satu komoditas penting di dalam jajaran ekspor komoditas perkebunan. Meskipun demikian, penghasil devisa utama dari subsektor perkebunan masih dipegang oleh komoditas karet dan kopi. Pengusahaan tanaman perkebunan di Indonesia berlangsung dualitis. Sebagian besar diselenggarakan oleh rakyat secara orang perorangan, dengan teknologi produksi dan manajemen usaha yang tradisional. Sebagian lagi diusahakan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan, baik milik pemerintah maupun swasta, dengan teknologi produksi yang modern serta manajemen usaha yang profesional. Karena tanaman perkebunan didominasi oleh perkebunan rakyat, maka kondisi perkebunan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan perkebunan negara lain. Pembangunan perkebunan dilaksanakan melalui empat pola pengembangan, yaitu (Dumairy, 1996): 1) Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) 2) Pola Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) 3) Pola Swadaya; dan 4) Pola Perusahaan Perkebunan Besar Pola PIR dimaksudkan untuk mewujudkan keterpaduan usaha antara perkebunan rakyat sebagai plasma dan perkebunan besar sebagai inti, dalam suatu sistem pengelolaan yang menangani seluruh rangkaian kegiatan agribisnis. Pelaksanaannya dilakukan dengan memanfaatkan perkebunan besar untuk mengembangkan perkebunan rakyat pada areal bukaan baru. Pola UPP adalah 13

28 pola pengembangan atas asas pendekatan terkonsentrasi pada lokasi tertentu, yang menangani keseluruhan rangkaian proses agribisnis. Pelaksanaan pola ini ditempuh melalui pengembangan perkebunan rakyat oleh suatu unit organisasi proyek yang beroperasi di lokasi perkebunan yang sudah ada. Pola swadaya ditujukan untuk mengembangkan swadaya masyarakat petani/pekebun yang sudah ada di luar wilayah kerja PIR dan UPP. Sedangkan pola perkebunan besar diarahkan untuk meningkatkan peranan pengusaha untuk mengembangkan perusahaan perkebunan besar, baik berupa perusahaan negara (BUMN), perusahaan swasta nasional maupun swasta asing. Peningkatan produksi perkebunan diupayakan terutama melalui peningkatan produktivitas lahan serta perbaikan efisiensi pengolahan. Sasaran utamanya adalah peningkatan produksi perkebunan rakyat, mengingat produktivitas per hektar dan mutu hasilnya masih rendah, padahal sebagian besar hasil perkebunan berasal dari perkebunan rakyat. Untuk menunjang kenaikan produksi perkebunan rakyat dimaksud, dibangun unit-unit pelayanan pengembangan (UPP). Unit-unit ini memberikan pembinaan dalam hal teknik agronomi, membantu pembiayaan, pemasaran, dan pengembangan fasilitas pengolahannya. Sementara itu usaha ekstensifikasi perkebunan dilaksanakan melalui pola PIR, dimana perusahaan inti bertugas membina plasma-plasmanya (pekebun-pekebun rakyat) dalam hal teknik agronomi, pengolahan, dan pemasaran hasil. Sejalan dengan usaha-usaha tersebut, produksi beberapa tanaman perkebunan utama meningkat secara cukup berarti. Kenaikan produksi terutama disebabkan oleh meningkatnya luas areal produktif dari hasil peremajaan dan 14

29 perluasan, serta upaya rehabilitasi dan intensifikasi. Ekspor berbagai jenis tanaman perkebunan juga berkembang, antara lain berkat dilaksanakannya Proyek Rehabilitasi dan Peremajaan Tanaman Ekspor (PRPTE) Konsep Keunggulan dan Daya Saing Ekspor Daya saing ekspor memiliki pengertian kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan dalam pasar itu. Daya saing suatu komoditi dapat diukur atas dasar perbandingan pangsa pasar komoditi tersebut pada kondisi pasar yang tetap. Dalam hal ini berarti suatu produk dikatakan memiliki daya saing apabila produk tersebut mampu bertahan dalam suatu pasar meskipun dengan mengalami guncangan (Amir, 2004). Untuk dapat melakukan perdagangan antar negara, maka suatu komoditas perlu memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Ricardo menyatakan bahwa manfaat dari perdagangan akan tetap dapat diperoleh oleh suatu negara meskipun negara tertentu tidak memiliki keunggulan apapun, selama rasio harga antarnegara masih berbeda (Hady, 2004). Jika tidak ada perdagangan, setiap negara akan memiliki keunggulan komparatif, yaitu kemampuan untuk menemukan barang-barang yang dapat diproduksi pada tingkat biaya ketidakunggulan relatif yang lebih rendah (dimulai dari awal dibukanya perdagangan) daripada barang lainnya. Barang-barang inilah yang seharusnya diekspor untuk ditukar dengan barang lainnya. Hukum keunggulan komparatif Ricardo menyatakan bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif dalam sesuatu dan memperoleh manfaat dengan memperdagangkannya untuk ditukar dengan barang yang lain. 15

30 Menurut Porter (1998) dalam Abdmoulah dan Laabas (2010) keunggulan bersaing suatu negara sangat tergantung pada tingkat sumberdaya yang dimilikinya. Keunggulan kompetitif dapat dilihat dari sumberdaya lokal yang dimiliki suatu negara/wilayah. Keunggulan ini dapat dibuat dan dipertahankan melalui suatu proses internal yang tinggi. Perbedaan dalam struktur ekonomi nasional, nilai kebudayaan, kelembagaan dan sejarah turut serta dalam menentukan keberhasilan kompetitif Ekspor sebagai Sumber Devisa Setiap negara berbeda dengan negara lainnya, baik ditinjau dari sudut sumber alam, iklim, letak geografis, penduduk, keahlian, tenaga kerja, tingkat harga, serta keadaan struktur ekonomi dan sosialnya. Perbedaan itu menimbulkan pula perbedaan barang yang dihasilkan, biaya yang diperlukan, serta mutu atau kualitasnya. Hal inilah yang kemudian mendorong suatu negara untuk menjalin hubungan dagang dengan negara lain guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang belum ataupun tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Kelebihan produksi dalam negeri akan mendorong terjadinya ekspor. Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabeanan suatu negara. Adapun daerah kepabeanan sendiri didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-undang No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Pass 16

31 (1997) dalam Novianti dan Hendratno (2008) menyatakan bahwa ekspor penting dalam dua hal utama yaitu: a) bersama-sama dengan impor dalam menghasilkan neraca pembayaran (balance of payment) dari suatu negara; b) ekspor menghasilkan devisa yang memberikan peningkatan pendapatan nasional dan pendapatan riil. Secara matematis, ekspor dapat dituliskan sebagai fungsi berikut: X y = Q t C t + S t 1 Dimana: X t = Jumlah ekspor komoditas tahun t Q t = Jumlah produksi domestik tahun t C t = Jumlah konsumsi domestik tahun t S t-1 = Stok tahun sebelumnya (t-1) Pembelian barang ataupun pembayaran jasa dari luar negeri yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mengharuskan setiap negara berusaha untuk memiliki atau menguasai alat-alat pembayaran luar negeri. Alat pembayaran luar negeri, atau juga disebut sebagai Foreign Exchange Currency atau devisa dapat dianggap sebagai tagihan terhadap luar negeri yang dapat dipergunakan untuk melunasi hutang yang terjadi dengan luar negeri. Sumber devisa dapat berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Umumnya sumber devisa dari suatu negara adalah sebagai berikut (Amir, 1984): 1) Hasil-hasil dari ekspor barang maupun jasa; 2) Pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, baik dari pemerintah suatu negara, badan-badan keuangan internasional, ataupun dari swasta; 3) Hadiah atau Grant dari negara asing; 4) Keuntungan dari penanaman modal di luar negeri; 5) Hasil-hasil dari pariwisata internasional. 17

32 2.5. Karet Alam Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex), di getah pada beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Para, Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Pengambilan getah dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respon yang menghasilkan lateks lebih banyak (Departemen Perindustrian, 2007). Pohon tersebut menurut Undri (2004) pertama kali ditemukan di lembah Amazone oleh tim ekspedisi dari Perancis. Kemudian ekspedisi tersebut berhasil menemukan pohon karet yang dapat diambil getahnya tanpa harus menebang pohonnya, cukup dengan melukai kulit batang tanaman karet tersebut. Penemuan tersebut menyebabkan pengembangan penggunaan lateks semakin pesat, apalagi setelah ditemukannya proses vulkanisasi oleh Good Year tahun 1839, maka pengembangan perkebunan karet mulai berkembang secara komersil. Setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon tersebut berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, dimana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan. Menjelang tahun 1940, Indonesia dan Malaysia akhirnya menjadi produsen utama karet dunia. Upaya pengembangan tanaman karet secara perkebunan baru mulai pada akhir abad ke-19 (Undri, 2004). Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer (Suciati, 2006). Saat ini, karet alam merupakan komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia karena merupakan salah satu komoditas ekspor andalan. 18

33 Indonesia bahkan pernah menjadi produsen karet alam nomor satu di dunia. Sebagian besar tanaman ini diusahakan oleh perkebunan rakyat. Kedudukan Indonesia sebagai produsen utama karet alam dunia kini telah digeser oleh Thailand, akibat areal luas yang dimiliki tidak diiringi dengan produksi besar dan mutu yang baik. Namun demikian, karet masih merupakan penghasil devisa utama di jajaran komoditas ekspor perkebunan. Produksi karet alam Indonesia pada tahun 2007 sebesar 2,76 juta ton dimana 2,44 juta ton atau 88,4% dari produksi karet alam tersebut diekspor dengan nilai US$ 4,36 milyar, hanya 13,3% atau ton yang digunakan untuk kebutuhan industri dalam negeri (Association of Natural Rubber Producing Countries, 2010). Pasar utama ekspor karet alam tertuju ke Amerika Serikat (40%) dan Singapura (30%). Selebihnya ke Jepang dan Eropa Barat, serta beberapa negara lain dalam porsi kecil (International Trade Statistics, 2010). Jenis yang diekspor terdiri atas lateks, karet sheets, karet crepe, dan karet SIR (Standard Indonesia Rubber). Jenis yang paling banyak diekspor adalah karet SIR. Selain getah karet yang berguna sebagai bahan baku berbagai produk industri, kayu karet juga layak ekspor. Jepang, Taiwan, dan beberapa negara Eropa mengimpor kayu karet dari Indonesia. Karet dan barang karet dapat diklasifikasikan menurut The Harminized Commodity Descreption and Coding System (HS) dan kelompok barang lapangan industri (KBLI). Pengelompokkan tersebut sebagaimana yang dapat diperlihatkan pada Tabel 4 di bawah ini. 19

34 Tabel 4. Kelompok Karet dan Barang-Barang Karet No. No. HS KBLI Uraian Barang Karet Alam 4002 Karet Sintetis Barang dari karet untuk industri: - Benang karet - Tabung, pipa, selang Belt conveyor Belt Transmission Ban (Roda 4, Roda 2, Sepeda) Sarung tangan Lain-lain Sumber: Departemen Perindustrian, Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis Karet alam memiliki keunggulan-keunggulan jika dibandingkan dengan karet sintetis. Keunggulan-keunggulan tersebut antara lain (Nazaruddin dan Paimin, 2006): Memiliki daya elastik atau daya lenting yang sempurna; Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah; Mempunyai daya aus yang tinggi; Tidak mudah panas (low heat build up); dan Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance). Meski demikian, karet sintetis juga memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia, dan harganya yang cenderung dapat dipertahankan sehingga tetap stabil. Hal ini berbeda dengan karet alam yang mana harganya selalu mengalami fluktuasi, yang terkadang bahkan bergejolak (International Rubber Concortium Limited, 2010). Suatu kebijakan politik entah dari pihak pengusaha maupun pemerintah memiliki pengaruh yang besar terhadap usaha perkaretan alam secara luas. 20

35 Jenis-Jenis Karet Alam Jenis karet alam yang dikenal luas adalah (Nazaruddin dan Paimin, 2006) : Bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lumb segar), Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes, dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanked crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe), Lateks pekat, Karet bongkah atau block rubber, Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber, Karet siap olah atau tyre rubber, dan Karet reklim atau reclaimed rubber. 1) Bahan Olah Karet Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Havea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa bahan olah karet bukan produksi perkebunan besar, melainkan merupakan bokar (bahan olah karet rakyat) karena biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 macam: lateks kebun, sheet angin, slap tipis, dan lump segar. a. Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan. b. Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi. 21

36 c. Slap tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut. d. Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. 2) Karet Alam Konvensional Terdapat beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis itu pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Jenis karet alam olahan yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut. a. Ribbed smoked sheet atau RSS adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik. RSS terdiri dari beberapa kelas, yaitu X RSS, RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4, dan RSS 5. b. White crepe dan pale crepe merupakan crep yang berwarna putih atau muda. White crepe dan pale crepe juga ada yang tebal dan tipis. c. Estate brown crepe merupakan crepe yang berwarna coklat. Disebut estate brown crepe karena banyak dihasilkan oleh perkebunanperkebunan besar atau estate. Jenis ini dibuat dari bahan yang kurang baik seperti yang digunakan untuk pembuatan off crepe serta dari sisa lateks, lump atau koagulum yang berasal dari prakoagulasi, dan scrap atau lateks kebun yang sudah kering di atas bidang penyadapan. Brown crepe yang tebal disebut thick brown crepe dan yang tipis disebut thin brown crepe. d. Combo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS, atau slep basah. 22

37 e. Thin brown crepe remills merupakan crepe cokelat yang tipis karena jenis ini merupakan jenis karet yang digiling ulang. Bahan yang digunakan sama dengan jenis brown crepe yang lain, hanya saja dalam prosesnya jenis ini mengalami penggilingan ulang untuk memperoleh ketebalan seperti yang telah ditetapkan. f. Thick blanket crepes ambers merupakan jenis crepe blanket yang berwarna cokelat dan tebal, dan biasanya terbuat dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan, dan lumb serta scrap dari perkebunan atau kebun rakyat yang baik mutunya. g. Flat bark crepe merupakan jenis karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam. h. Pure smoked blanket crepe merupakan crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus berasal dari RSS, termasuk didalamnya block sheet atau sheet bongkah atau sisa dari potongan RSS. i. Off crepe yang tidak tergolong dalam bentuk baku atau standar. Biasanya dibuat dari contoh sisa penentuan kadar karet kering, lembaran RSS yang tidak bagus penggilingannya sebelum diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak mengandung lateks, serta bahan-bahan lain yang tidak bagus, bukan dari proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar. 23

38 3) Lateks Pekat Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat. Lateks pekat yang diperdagangkan di pasar ada yang dibuat melalui proses pendadihan (creamed lateks) dan melalui proses pemusingan (centrifuged lateks). Jenis ini biasanya banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. 4) Karet Bongkah atau Block Rubber Karet bongkah adalah jenis karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditetapkan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Standar mutu jenis ini tercantum dalam SIR (Standard Indonesian Rubber) sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut.. Tabel 5. Standard Indonesian Rubber (SIR) SIR 5L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50 Kadar kotoran maksimum 0,05% 0,05% 0,10% 0,20% 0,50% Kadar abu maksimum 0,50% 0,50% 1,75% 1,00% 1,50% Kadar zat asiri maksimum 1.0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% PRI minimum Plastisitas-P o minimum Limit warna (skala livibond) maksimum Kode warna Hijau Hijau - Merah Kuning Sumber: Thio Goan Loo, 1980 dalam Nazaruddin dan Paimin, ) Karet Spesifikasi Teknis atau Crumb Rubber Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutunya juga didasarkan pada sifat-sifat teknisnya. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis yang satu ini. 24

39 6) Tyre Rubber Tyre rubber adalah bentuk lain dari dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung digunakan oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang lain yang menggunakan bahan baku karet alam. Tyre rubber sudah dibuat di Malaysia sejak tahun Pembuatannya dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis. Jika dibandingkan dengan karet konvensional, tyre rubber adalah bahan pembuat yang lebih baik untuk ban atau produk karet lain. Kelebihan yang dimiliki karet jenis ini adalah memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintesis. 7) Karet Reklim atau Reclaimed Rubber Karet reklim merupakan jenis karet yang diolah kembali dari barangbarang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas. Karena itu dapat dikatakan bahwa karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir Manfaat Karet Karet banyak digunakan dalam kehidupan. Penggunaan bahan baku karet telah dikembangkan dengan basis industri. Umumnya alat-alat yang dibuat dari bahan karet sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam industri seperti penggunaannya pada mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain adalah ban kendaraan (mulai dari sepeda, motor, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, serta bahanbahan pembungkus logam. Selain itu bahan karet juga banyak digunakan untuk 25

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL EKA RATNAWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 QS. Al Hujuraat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bersangkutan. Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bersangkutan. Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Sektor Pertanian Sektor pertanian merupakan salah satu penopang perekonomian suatu negara, khususnya di negara agraris seperti Indonesia. Peranan sektor ini dapat dikatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16 Karet alam merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat penting peranannya dalam perekonomin Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA 4.1 Sejarah Singkat Karet Alam Tahun 1943 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010]

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010] II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Karet Alam Olahan Getah karet atau lateks diperoleh secara teknis melalui penyadapan pada kulit batang karet. 5 Penyadapan ini memerlukan teknik yang khusus untuk mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai lateks) digetah beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga diproduksi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode 1.1. Latar Belakang Pada umumnya perekonomian di negara-negara sedang berkembang lebih berorientasi kepada produksi bahan mentah sebagai saingan dari pada produksi hasil industri dan jasa, di mana bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK Dr. Sinung Hendratno Pusat Penelitian Karet Kegiatan Pertemuan Teknis Komoditas tentang Paparan Komoditas Karet untuk PBK/SRG/PL Biro Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan beraneka ragam (mega biodiversity). Keanekaragaman tersebut tampak pada berbagai jenis komoditas tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia, Karena, banyak terdapat kegunaan dari tanaman ini, contohnya tanaman menghasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian, BPS, Gapkindo, ITS (International Trade Statistics), statistik FAO,

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian, BPS, Gapkindo, ITS (International Trade Statistics), statistik FAO, IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber seperti Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Tanaman Karet Karet adalah tanaman getah yang memiliki banyak kegunaan. Karet (Havea Brazilensis) yang banyak tumbuh di Indonesia berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar didunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

pennasalahan-permasalahan yang diteliti.

pennasalahan-permasalahan yang diteliti. 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lokasi ~enelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan cara pengumpulan data di dalam negeri maupun di luar negeri dari berbagai sumber yang diduga dapat memberikan jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting diantara rempah-rempah lainnya; sehingga seringkali disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penting diantara rempah-rempah lainnya; sehingga seringkali disebut sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam mengembangkan ekspor produk pertanian, khususnya komoditas dari subsektor perkebunan. Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas perkebunan terdiri dari tanaman tahunan atau tanaman keras (perennial crops) dan tanaman setahun/semusim (seasonal crops). Tanaman keras utama adalah kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terluas di Asia Tenggara dengan total luas 5.193.250 km² (mencakup daratan dan lautan), hal ini juga menempatkan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kebutuhan akan karet alam terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Hal ini terkait dengan kebutuhan manusia yang memerlukan

Lebih terperinci

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp , ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA Riezki Rakhmadina 1), Tavi Supriana ), dan Satia Negara Lubis 3) 1) Alumni Fakultas Pertanian USU ) dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Karet Tanaman karet (Havea Brasiliensis) berasal dari Brazil, Amerika Selatan, tumbuh secara liar di lembah-lembah Amazon. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lada atau pepper (Piper nigrum L) disebut juga dengan merica, merupakan jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Indonesia merupakan negara dengan kebun karet terbesar di dunia mengungguli produsen utama lainnya yaitu Thailand dan

Lebih terperinci

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Saat ini Asia menjadi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN I Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi yang dikumpulkan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pangsa TSR Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang menggembirakan sejak pertengahan tahun 1997, salah satu penyebabnya karena situasi politik yang kurang rnenggembirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik, mencapai 6,23%. Meskipun turun dibandingkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik, mencapai 6,23%. Meskipun turun dibandingkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012, sesuai data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, mencapai 6,23%. Meskipun turun dibandingkan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN 2012-2016 Murjoko Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret email: murjoko@outlook.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Karet Alam Sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam, yakni terbuat dari getah tanaman karet, baik spesies Ficus elastica maupun Hevea brasiliensis. Sifatsifat atau kelebihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci