BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (BPS, 2010). Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut, merupakan produk domestik daerah yang bersangkutan. Penghitungan produk domestik ini lebih dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan salah satu indikator makro yang dapat konstan masing-masing mempunyai interpretasi data yang berbeda (Kuncoro, 2004). Menurut Noviyani (2007) PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat 20

2 digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) digunakan untuk berbagai tujuan tetapi yang terpenting adalah untuk mengukur kinerja keseluruhan. Jumlah ini akan sama dengan jumlah nilai nominal dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa, serta ekspor netto. Untuk menghitung angkaangka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, dan dijelaskan berikut ini: a. Pendekatan produksi Dengan pendekatan Produksi (production approach) produk nasional atau produk domestik bruto diperoleh dengan menjumlahkan nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor dalam perekonomian. PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Persamaan fungsi produksi pada pendekatan produksi adalah sebagai berikut: Y= f(k,l,t)...(2.1) Dimana: K L t = modal = tenaga kerja = teknologi Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu: (1) pertanian, peternakan, 21

3 kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor. b. Pendekatan pendapatan Pendekatan pendapatan (income approach) adalah suatu pendekatan pendapatan nasional yang diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan dari berbagi dari faktor produksi yang menyumbang terhadap proses produksi. c. Pendekatan pengeluaran Pendekatan pengeluaran adalah pendekatan pendapatan nasional atau produk domestik regional bruto yang diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai pasar dari seluruh pemintaan akhir (final demand) atas output yang dihasilkan dalam perekonomian, diukur pada harga pasar yang berlaku. Dengan kata lain, produk nasional atau produk domestik regional bruto adalah penjumlahan nilai pasar dari permintaan sektor rumah tangga untuk barang-barang konsumsi dan jasa-jasa (C), permintaan sektor bisnis barang-barang investasi (I), pengeluaran pemerintah untuk barang-barang dan jasa-jasa (G), dan pengeluaran sektor luar negeri untuk kegiatan ekspor dan impor (X-M). Untuk Provinsi Bali menggunakan pendekatan produksi yang tercermin pada PDRB berdasarkan lapangan usaha dan menggunakan 22

4 pendekatan pengeluaran yang tercermin pada PDRB berdasarkan pengeluaran. Perhitungan output pada perekonomian dengan pendekatan pengeluaran dijelaskan dalam persamaan berikut: Y atau PDRB = C + I + G + NX...(2.3) Dimana: Y atau PDRB C I G NX = Produk Domestik Regional Bruto = konsumsi = investasi = pengeluaran pemerintah = ekspor neto (ekspor dikurangi impor) PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan stok, dan (5) ekspor neto, (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor). Secara konsep tiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena didalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto. Pada dasarnya, PDRB sama dengan PDB, perbedaannya hanya terletak pada ruang lingkupnya, yaitu PDB berlaku secara nasional sedangkan PDRB berlaku untuk daerah-daerah yang ada di negara tersebut. Selanjutnya, PDRB yang ada di daerah tersebut dijumlahkan sehingga menjadi PDB secara nasional (Hasan, 2009). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah 23

5 tertentu pada suatu perekonomian yang dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi maupun perubahan struktur ekonomi Investasi Menurut Sukirno (2010) investasi biasanya disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Kegiatan investasi dalam suatu perekonomian dapat mendorong naik turunnya tingkat perekonomian negara yang bersangkutan karena mampu meningkatkan produksi dan kesempatan kerja. Investasi merupakan pengeluaran perusahaan dan pemerintah secara keseluruhan untuk membeli barang-barang modal baik untuk mendirikan perusahaan baru maupun untuk memperluas usaha yang telah ada dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada biaya modal yang dikeluarkan untuk melakukan investasi. Istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Jenis-jenis investasi menurut Rosyidi (2011), yakni : 1. Autonomous Investment (investasi otonom) adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, tetapi dapat bergeser ke atas atau kebawah karena adanya perubahan-perubahan faktor diluar pendapatan. 2. Induced Investment (investasi terimbas) adalah investasi yang besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional. 24

6 3. Public Investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah. 4. Private Investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta dengan tujuan mencari profit sebesar-besarnya. 5. Domestic Investment adalah penanaman modal yang berasal dari dalam negeri untuk di dalam negeri. 6. Foreign Investment adalah penanaman modal yang berasal dari luar negeri masuk ke dalam negeri. 7. Gross Investment (investasi bruto) adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Jadi investasi bruto itu mencakup segala jenis investasi. 8. Net Investment (investasi neto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. Dari beberapa jenis investasi diatas, yang paling dominan terjadi di Provinsi Bali adalah private investment dan foreign investment mengingat Bali adalah daerah tujuan wisata internasional yang sangat berpotensi menarik investor lokal maupun asing untuk menginvestasikan modalnya di Bali. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah investasi antara lain sebagai berikut (Deliarnov, 1995) : 1. Inovasi dan Teknologi Adanya temuan-temun baru menyebabkan cara-cara berproduksi lama menjadi tidak efisien. Untuk itu perusahaan-perusahaan perlu menemukan investasi untuk membeli peralatan mesin-mesin yang canggih. Kondisi ini 25

7 juga terjadi di Bali, bahkan pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan dengan padat karya mulai tergantikan dengan mesin demi menekan biaya produksi perusahaan. 2. Tingkat Perekonomian Makin banyak aktivitas perekonomian makin besar pendapatan nasional dan makin banyak bagian pendapatan yang dapat ditabung, pada gilirannya akan diinvestasikan pada suatu usaha yang menguntungkan. Aktivitas yang paling dominan terjadi di Provinsi Bali terdapat pada sektor pariwisata. Sektor pariwisata dianggap paling banyak memberikan sumbangan dalam pendapatan daerah yang selanjutnya dialokasikan untuk mengembangkan wisata yang masih belum mendapatkan perhatian khusus. 3. Tingkat Keuntungan Perusahaan Makin besar tingkat keuntungan perusahaan membuat semakin banyak bagian laba yang dapat ditahan dan dapat digunakan untuk tujuan investasi. Kondisi ini sangat terlihat pada Kabupaten Badung terutama bagian selatan sangat terlihat perkembangan perusahaan terutama pada hotel yang terus bermunculan di kabupaten ini. 4. Situasi Politik Jika situasi politik aman dan pemerintah banyak memberikan kemudahankemudahan bagi perusahaan, maka tingkat investasi akan tinggi. Salah satu kegiatan investasi yang dapat diketahui adalah penanaman modal, penanaman modal dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Sejauh ini kondisi politik di Provinsi Bali masih dapat dianggap aman dan tidak 26

8 mengganggu iklim investasi dan pemerintah juga membuka kesempatan bagi para investor untuk berinvestasi terutama pada sektor pariwisata. Berdasarkan faktor-faktor yang memperngaruhi investasi diatas, faktor yang memiliki peranan paling kuat di Provinsi Bali terdapat pada tingkat perekonomian. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya aktivitas perekonomian di Provinsi Bali khususnya pada sektor pariwisata yang menciptakan iklim investasi di Provinsi Bali semakin baik. Disimpulkan bahwa investasi adalah pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal baik untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian ataupun dalam rangka membuat perusahaan baru. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Dibutuhkan tenaga kerja yang lebih tinggi untuk menunjang keberhasilan kegiatan investasi tersebut. Sementara itu peranan PMTDB (investasi riil) di Provinsi Bali meski masih kalah dari konsumsi, namun memperlihatkan grafik yang terus menanjak. Pada tahun 2010 perannya baru mencapai 27,00 persen, kemudian terus meningkat hingga akhirnya mencapai 36,02 persen pada tahun Pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB) didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya mempunyai umur pakai satu tahun atau lebih. PMTB dapat dibedakan 27

9 atas: a) pembentukan modal dalam bentuk bangunan/konstruksi; b) pembentukan modal dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan; c) pembentukan modal dalam bentuk alat angkutan; dan d) pembentukan modal untuk barang modal lainnya. Tabel 2.1 Distribusi Komponen PDRB Penggunaan Provinsi Bali Triwulan II-2012, Triwulan I-2012, dan Triwulan II-2012 (dalam persen) Komponen Penggunaan Triwulan Triwulan I Triwulan II II 2012 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Perubahan Inventori Diskrepansi Statistik Ekspor Impor Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 Sedangkan pada tahun 2012 seperti yang terlihat pada Tabel 2.1, peningkatan investasi fisik seperti pembangunan jalan di atas perairan (JDP), perluasan bandara, dan pembuatan under pass simpang Dewa Ruci, turut mendongkrak PMTDB di triwulan kedua. PMTDB memberi kontribusi terhadap total PDRB sebesar 33,28 persen, meningkat dibanding kontribusi triwulan sebelumnya yang sebesar 32,49 persen. Ini mengindikasikan bahwa investasi riil di Bali terus meningkat setiap tahunnya Hubungan PDRB dengan Investasi Produk domestik regional bruto dapat didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh 28

10 seluruh unit ekonomi disuatu wilayah. Investasi merupakan suatu pengeluaran yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan produksi. Jadi investasi merupakan pengeluaran yang akan menambah jumlah alat-alat produksi dalam masyarakat dimana pada akhirnya akan menambah pendapatan, sehingga PDRB meningkat. Investasi juga sebagai sarana dan motivasi dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi khususnya dalam upaya memperluas penggunaan tenaga kerja dalam meningkatkan produksi (output). Terdapat kaitan yang sangat erat antara investasi dengan PDRB dalam suatu daerah tertentu. Terdapat hubungan yang positif apabila PDRB naik, pengeluaran investasi juga akan naik. Begitu pula sebaliknya meningkatnya pendapatan suatu daerah PDRB mempunyai tendensi meningkatnya permintaan akan barang-barang dan jasa konsumsi, yang berarti akan memerlukan produksi barang-barang dan jasa konsumsi yang lebih banyak. Ini berarti memerlukan penambahan modal yang sudah ada dengan menambah proyek investasi. Dengan demikian, meningkatnya tingkat pendapatan mengakibatkan meningkatnya jumlah proyek investasi yang dilaksanakan oleh masyarakat (Todaro, 2000). Fungsi investasi dengan pendapatan menunjukkan kalau investasi dapat dipengaruhi oleh pendapatan. Fungsi investasi terhadap pendapatan ada dua macam yaitu fungsi investasi autonomous dan fungsi pendapatan terpengaruh. Fungsi investasi autonomous menyatakan bahwa apabila pendapatan akan naik, investasi yang terjadi adalah tetap atau dapat dikatakan bahwa investasi tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Berbeda dengan fungsi investasi terpengaruh, fungsi ini 29

11 menyatakan bahwa apabila pendapatan akan naik, investasi juga akan naik dan investasi turun apabila pendapatan turun (Sukirno, 2000). Prinsip akselerasi atau akselarator adalah merupakan suatu teori dalam analisa investasi yang pada hakikatnya mengatakan bahwa perubahan dalam tingkat investasi adalah sepenuhnya ditentukan oleh perubahan dalam tingkat pendapatan nasional atau regional. Teori di atas menjelaskan pengaruh PDRB terhadap investasi yaitu, apabila suatu daerah memiliki PDRB yang tinggi para investor akan lebih memilih berinvestasi di daerah tersebut dan sebaliknya semakin banyak investasi yang dilakukan maka jumlah barang dan jasa yang diproduksi suatu daerah akan semakin meningkat sehingga meningkatkan PDRB daerah tersebut. Teori akselerasi menyatakan bahwa pendapatan nasional yang semakin meningkat menunjukkan semakin memerlukan barang modal yang semakin banyak (Sukirno, 2000). Dengan demikian, investor perlu melakukan investasi yang lebih tinggi dan lebih banyak modal perlu dipinjam Upah Minimum Upah Minimum adalah suatu penerimaan bulanan minimum (terendah) sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Sebagaimana yang telah diatur dalam PP No. 8/1981 upah minimum 30

12 dapat ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional, maupun subsektoral, meskipun saat ini baru upah minimum regional yang dimiliki oleh setiap daerah. Dalam hal ini upah minimum adalah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Namun, dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas hanya upah pokoknya saja dan tidak termasuk tunjangan, sehingga seringkali menimbulkan kontroversi bagi pengusaha dan pekerja. Tunjangan tetap sendiri adalah tunjangan yang diberikan secara tetap tanpa melihat tingkat kehadiran pekerja ataupun output, seperti misalnya tunjangan keluarga tetap dan tunjangan yang berdasar pada senioritas. Menurut Undang Undang No 13 tahun 2003 disebutkan bahwa upah minimum hanya ditujukan bagi pekerja dengan masa kerja 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) tahun. Dari definisi tersebut, terdapat dua unsur penting dari upah minimum (Sumarsono, 2003) yaitu adalah: 1. Upah permulaan adalah upah terendah yang harus diterima oleh buruh pada waktu pertama kali dia diterima bekerja. 2. Jumlah upah minimum haruslah dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh secara minimal, yaitu kebutuhan untuk sandang, pangan dan keperluan rumah tangga. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada unsur nomor dua. Upah yang ditetapkan harus memenuhi kriteria hidup layak bagi masyarakat agar masyarakat khususnya kalangan kurang mampu dapat mengangkat perekonomian keluarganya menjadi lebih baik dengan adanya penetapan upah minimum tersebut. 31

13 Upah minimum adalah upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektoral regional maupun sub sektoral. Dalam hal ini, upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Upah minimum ditetapkan berdasarkan persetujuan dewan pengupahan yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja. Tujuan dari ditetapkannya upah minimum adalah untuk memenuhi standar hidup minimum sehingga dapat mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah (Tjiptoherijanto, 1990). Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam hal ini sebagai upah minimum jarang memenuhi syarat sebagai upah hidup di sebagian besar wilayah hukum dan tentu saja tantangan di daerah ini sangat tergantung pada konteks di mana mereka terjadi (ILO, 2012). Berdasarkan beberapa pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa upah minimum provinsi adalah upah terendah yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka memberikan kesempatan hidup layak bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk memenuhi standar hidupnya. Upah minimum juga bertujuan agar para pengusaha tidak semena-mena dengan memberikan upah terlalu rendah dalam memberikan upah kepada para pegawainya. Sedikitnya, ada enam indikator yang dipergunakan dalam menetapkan UMP di Provinsi Bali. Indikator itu meliputi KHL (Kehidupan Hidup Layak), tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi/produktifitas tenaga kerja, tingkat pengangguran/supply, demand tenaga kerja, dan kemampuan usaha kecil membayar upah serta kesesuaian dengan daerah sekitar juga menjadi pertimbangan penting dalam penentuan UMP. Sedangkan UMP daerah terdekat yang dijadikan pertimbangan adalah UMP Nusa Tenggara Barat dan UMK Banyuwangi. UMP itu nantinya disusul dengan 32

14 penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupatan/Kota atau UMSK yang berlaku pada sektor pariwisata, perdagangan dan jasa lainnya yang merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi Bali. UMSK diharapkan mampu mencerminkan perbedaan produktifitas tenaga kerja antar sektor dan pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota. Aturannya, UMSK harus sama dengan atau lebih tinggi dari UMK Hubungan Upah Minimum dengan Investasi Teori Keynes menyatakan bahwa adanya kenaikan tingkat upah dapat mengakibatkan permintaan uang dengan motif transaksi atau motif spekulasi akan naik yang menyebabkan suku bunga juga akan naik. Oleh karena itu dapat disimpulkan, kenaikan upah akan menyebabkan kenaikan tingkat bunga dengan asumsi suplai uang tetap stabil (Stoiner dan Haque, 1994). Dalam ekonomi tertutup, investasi yang direncanakan (I) tergantung pada tingkat bunga (r). Tingkat bunga adalah biaya utang untuk mendanai proyekproyek investasi. Kenaikan dalam tingkat bunga karena adanya kenaikan upah akan mengurangi investasi yang direncanakan. Berdasarkan penjelasan tersebut, penetapan upah minimum berpengaruh negatif secara langsung terhadap investasi (Rakhmasari, 2006). Dengan naiknya tingkat upah akan meningkatkan tingkat konsumsi dari pekerja sehingga permintaan uang akan naik. Permintaan uang yang meningkat akan menaikkan tingkat suku bunga sehingga menyebabkan tingkat investasi akan turun. Sedangkan, jika dilihat dari pengusaha upah minimum merupakan biaya produksi bagi perusahaan. Dengan tingginya nilai upah minimum di suatu daerah 33

15 menyebabkan perusahaan-perusahaan yang akan melakukan investasi tidak tertarik untuk menanamkan modalnya dikarenakan biaya produksi mereka tinggi. Bahkan, dikawatirkan dengan tingginya nilai upah minimum akan mengakibatkan perusahaan-perusahaan yang sudah menanamkan modalnya melakukan relokasi modal keluar daerah. Berdasarkan pemaparan diatas dapat dikatakan terdapat pengaruh negatif secara langsung antara upah minimum provinsi terhadap investasi di Provinsi Bali Penyerapan Tenaga Kerja Tenaga Kerja Mulyadi (2003) menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Tenaga kerja secara umum adalah penduduk yang siap bekerja. Definisi tenaga kerja memang berbeda-beda tapi sebenarnya memiliki inti yang sama yaitu penduduk yang dirinya sudah siap untuk bekerja. Definisi tenaga kerja menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah seluruh penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih yang potensial memproduksi barang dan jasa. Undang-undang No. 25 tahun 1997 menyebutkan definisi tenaga kerja yaitu setiap orang baik laki-laki maupun wanita yang sedang dalam dan atau melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 34

16 Pengertian tenaga kerja (TK) menurut UU No. 13 tahun 2003 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Angkatan kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja (tenaga kerja), yang sedang mencari pekerjaan, sekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga) meskipun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja (Prasetyo, 2010). Sedangkan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja berumur 15 tahun atau lebih yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya pekerjaan yang sementara tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu tidak bekerja hanya sekolah, mengurus rumah tangga, dan mereka yang tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja, sementara tidak bekerja atau mencari kerja (Disnaker, 2006). Untuk menentukan angkatan kerja dibutuhkan informasi mengenai jumlah penduduk yang berusia antara tahun, dan data jumlah penduduk yang berusia antara tahun yang tidak ingin bekerja. Berdasarkan kedua jenis tersebut, penduduk berusia tahun merupakan angkatan kerja, sedangkan kelompok kedua yaitu penduduk usia tahun yang tidak ingin bekerja dikatakan bukan angkatan kerja (Sukirno, 2004). Menurut Suprihanto (2002) perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk usia kerja dikatakan sebagai TPAK atau kependekan dari 35

17 tingkat partisipasi angkatan kerja, apabila makin banyak penduduk usia kerja dan makin besar TPAK-nya maka jumlah angkatan kerja juga makin besar. Indikator lain dalam ketenagakerjaan yang juga dipandang penting adalah mengenai status pekerjaan utama penduduk yang bekerja (BPS Provinsi Bali, 2014). Berdasarkan beberapa pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah jumlah penduduk usia kerja yang siap memasuki dunia kerja dan berpotensial menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam suatu negara Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja adalah banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor perekonomian (Dwi, 2011). Permintaan tenaga kerja adalah hubungan antar tingkat upah (harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki untuk dipekerjakan dalam jangka waktu tertentu. Secara umum permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh: 1) Perubahan tingkat upah Dalam jangka pendek kenaikan upah diantisipasi perusahaan dengan mengurangi produksinya. Turunnya target produksi mengakibatkan bekurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan jumlah tenaga kerja karena turunnya skala produksi disebut dengan efek skala produksi. Dalam jangka panjang kenaikkan upah akan direspon perusahaan dengan penyesuaian terhadap input yang digunakan. Perusahaan akan menggunakan teknologi padat modal untuk proses produksinya dan 36

18 menggantikan tenaga kerja dengan barang-barang modal seperti mesin dan lain-lain. Kondisi ini terjadi bila tingkat upah naik dengan asumsi harga barang-barang modal lainnya tetap. Penurunan penggunaan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan karena adanya penggantian atau penambahan penggunaan mesin-mesin disebut efek substitusi tenaga kerja atau substitution effect (capital intensive). Kenaikan tingkat upah yang terjadi di Provinsi Bali juga memberikan dampak pengurangan skala produksi. Pada awalnya, beberapa pelaku usaha masih membayar upah dibawah upah minimum, namun karena berkurangnya target produksi lantas diikuti dengan jalan pengurangan tenaga kerja. 2) Perubahan permintaan hasil produksi oleh konsumen Apabila permintaan akan hasil produksi perusahaan meningkat, perusahaan cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut perusahaan akan menambah penggunaan tenaga kerjanya. Harga barang modal turun apabila harga barang modal turun, menyebabkan biaya produksi turun dan tentunya mengakibatkan harga jual barang per unit ikut turun. Pada keadaan ini, perusahaan akan cenderung meningkatkan produksi karena permintaan hasil produksi bertambah besar, akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat pula. Dalam kondisi ini tidak terjadi peningkatan permintaan hasil produksi di Provinsi Bali, sehingga tidak diikuti dengan peningkatan permintaan tenaga kerja. Berdasarkan faktor yang memengaruhi permintaan tenaga kerja diatas, faktor yang paling dominan dirasakan di Provinsi Bali adalah tingkat upah. Hal 37

19 tersebut dikarenakan beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan upah yang sangat tinggi sehingga menuju tahun 2015, tingkat upah dipatok dengan persentase peningkatan yang sangat rendah yakni 5,5 persen Hubungan PDRB dengan Penyerapan Tenaga Kerja Secara umum, pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses penambahan kemampuan suatu daerah untuk memproduksi barang dan jasa. Peningkatan produksi ini akan meningkatkan kebutuhan input tenaga kerja, sehingga akan memperluas penyerapan kesempatan kerja. Menurut Ruliansyah (2012), jumlah PDRB yang meningkat menggambarkan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan pertumbuhan jumlah proyek dan jumlah kebutuhan tenaga kerja, sehingga akan semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh pasar yang memberikan respon positif terhadap pertumbuhan ekonomi. PDRB adalah sejumlah nilai tambah produksi yang ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu daerah atau regional tanpa memilih atas faktor produksi. Jadi, PDRB merupakan salah satu indikator makro ekonomi dimana dari total naik turunnya PDRB dapat diketahui pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan pendapatan perkapita suatu daerah. Naiknya pendapatan perkapita dalam hal ini bisa berarti naiknya jumlah serapan tenaga kerja Hubungan Upah Minimum dengan Penyerapan Tenaga Kerja Salah satu prediksi yang paling terkenal standar teori ekonomi bahwa peningkatan dalam upah minimum akan menurunkan pekerja berupah rendah (Davin dan Alan, 2007). Kebijakan upah minimum didasari pada teori kekakuan 38

20 upah dimana upah tidak selalu bisa fleksibel atau tidak bisa melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. Gambar 2.1 Kurva Kekakuan Upah Upah riil Pengangguran Penawaran TK W W Permintaan TK TK L1 L Hal ini berarti nilai upah minimum selalu berada diatas keseimbangan pasar tenaga kerja, dan pengusaha harus menambah biaya produksinya guna mengikuti peraturan yang telah ditentukan. Upah tidak selalu bisa fleksibel, ketika diterapkan kebijakan mengenai upah minimum (sebesar W1) di atas tingkat keseimbangannya yang terjadi adalah kekakuan upah. Upah tidak akan bergerak menuju ke titik keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja karena adanya batas oleh upah minimum itu sendiri. Upah tidak akan turun ke W0 akibat adanya kebijakan upah minimum sebesar W1. Karena itu, sektor usaha akan mengurangi jumlah pekerjanya menjadi L1 sehingga timbul pengangguran sebesar L dikurangi L1. Dalam hal ini, aspek upah menjadi penting, karena penghargaan (upah) akan menjadi efektif jika dihubungkan dengan kinerja secara nyata. Strategi upah yang efektif diharapkan dapat memberikan sumbangan pada terpeliharanya kelangsungan hidup satuan kerja, terwujudnya visi dan misi 39

21 dan untuk pencapaian sasaran kerja melalui produktivitas yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Di sini pekerja yang kehilangan pekerjaannya berlindung di sektor informal dimana upah menyesuaikan untuk mengakomodasi pasokan. Dalam hal ini, kenaikan upah minimum memaksa beberapa pekerja ke pekerjaan di mana mereka mendapatkan di bawah apa yang mereka lakukan sebelumnya (Maloney dan Jairo, 2004). Semakin tinggi upah, semakin besar kemungkinan kerugian (Jensen, 2008). Pengaruh upah terhadap penyerapan tenaga kerja adalah tidak searah, artinya apabila terjadi kenaikan upah berpotensi untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang produktivitasnya rendah (Sulistiawati, 2012). Kenaikan upah minimum mengompres distribusi upah kemudian perusahaan menanggapi ini sebagai tenaga kerja yang lebih tinggi dari biaya sehingga mengurangi tenaga kerja, mengurangi keuntungan, atau menaikkan harga (Lemos, 2004). Ada peluang untuk investasi dan usaha sosial mengatasi pengangguran jangka panjang akan memainkan peran penting dalam portofolio ke depan (Petrick, 2013). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif secara langsung antara upah minimum provinsi terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali Hubungan Investasi dengan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sukanto dan Karseno (2008) ada 3 hal yang dapat mengubah bentuk fungsi permintaan tenaga kerja, yaitu (1) perubahan harga relatif tenaga kerja, (2) perubahan teknologi, dan (3) perubahan permintaan akan hasil produksi. Seandainya harga tenaga kerja tetap, sedangkan harga faktor produksi naik, maka 40

22 upah minimum regional tenaga kerja menjadi lebih rendah, sehingga perusahaan memanfaatkan lebih banyak tenaga kerja sampai fungsi produk fisik tenaga kerja batas sama dengan produk batas faktor produksi yang lain. Perubahan teknologi biasanya akan memperkecil permintaan akan tenaga kerja. Teori Harrod Domar berpendapat bahwa investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar kapasitas produksi. Artinya dengan semakin besar kapasitas produksi akan membutuhkan tenaga kerja yang semakin besar pula. Dengan asumsi full employment. Ini karena investasi merupakan penambahan faktor-faktor produksi, yang mana salah satu dari faktor produksi adalah tenaga kerja. Dengan begitu, perekonomian secara keseluruhan dapat menyerap tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya, sehingga partisipasi angkatan kerja akan semakin meningkat pula (Mulyadi, 2003). Menurut Barry (2014) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa investasi secara parsial signifikan memengaruhi jumlah pengangguran yang berarti bahwa hubungan antara investasi penanaman modal dalam negeri dengan jumlah pengangguran bersifat negatif, yaitu ketika investasi mengalami kenaikan akan menurunkan jumlah pengangguran. Dengan asumsi nilai konstanta sama dengan nol dan variabel bebas lainnya dianggap tetap (caterisparibus). Artinya, jika investasi mengalami peningkatan juga akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang terserap dengan adanya proyek-proyek investasi. Pengangguran dapat dikurangi apabila perusahaan menginvestasiakan modalnya untuk memperluas perusahaan. Dengan menambah luas ukuran perusahaan, jumlah pekerja yang sudah dipekerjakan oleh perusahaan akan 41

23 kurang. Dalam melakukan proses produksi, perusahaan yang baru saja menambah luas ukuran perusahaannya akan memerlukan tambahan tenaga kerja untuk dipekerjakan, dengan demikian permintaan tenaga kerja akan meningkat dan juga dapat mengurangi pengangguran (Mahayana, 2014). Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan terdapat pengaruh positif secara langsung antara investasi dengan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali. 2.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya Pengkajian atas hasil hasil penelitian sebelumnya akan sangat membantu peneliti peneliti lainnya dalam menelaah masalah yang akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. Selain itu, dengan mempelajari hasil hasil penelitian terdahulu akan memberikan pemahaman komprehensif mengenai posisi peneliti. Oleh karena itu, di bagian berikut akan diterangkan beberapa hasil penelitian terdahulu. 1. Mahayana (2014), berjudul Pengaruh Upah Minimum dan Investasi pada Permintaan Tenaga Kerja di Provinsi Bali. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah minimum dan investasi di Provinsi Bali terhadap permintaan tenaga kerja secara simultan dan parsial. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa upah minimum secara parsial berpengaruh negatif pada permintaan tenaga kerja di Provinsi Bali tahun dan investasi secara parsial berpengaruh positif pada permintaan tenaga kerja di Provinsi Bali tahun

24 2. Taufik (2012) berjudul, Pengaruh Investasi dan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh investasi dan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi serta penyerapan tenaga kerja Provinsi Kalimantan Timur. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur. Hasil analisis sub struktural yang pertama mendapatkan hasil bahwa variabel investasi dan ekspor berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kemudian untuk analisis sub struktural kedua didapatkan hasil bahwa variabel investasi, ekspor, melalui pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. 3. Sirait (2013), berjudul Analisis Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Pengangguran Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengangguran per kabupaten/kota di Provinsi Bali secara simultan dan parsial. Adapun faktor-faktor yang telah ditentukan peneliti adalah pertumbuhan ekonomi, upah minimum dan tingkat pendidikan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara simultan pertumbuhan ekonomi, upah minimum regional, dan tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali. Kemudian secara parsial pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan, upah minimum kabupaten 43

25 berpengaruh negatif signifikan sedangkan tingkat pendidikan negatif tidak nyata terhadap jumlah pengangguran kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2.3 Hipotesis Berdasarkan pokok permasalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian dan kajian-kajian teori yang relevan, maka diajukan hipotesis penelitian ini sebagai berikut: 1. Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Investasi di Provinsi Bali. 2. Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Investasi di Provinsi Bali. 3. Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali. 4. Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali. 5. Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali. 6. Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja melalui Investasi di Provinsi Bali. 7. Upah Minimum Provinsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja melalui Investasi di Provinsi Bali. 44

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses kenaikan output yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010 No. 01/02/53/Th. XIV, 07 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (PDRB) di Kota Salatiga tahun Adapun teori-teori yang ditulis

BAB II LANDASAN TEORI. (PDRB) di Kota Salatiga tahun Adapun teori-teori yang ditulis BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka terdiri atas teori - teori yang menyangkut penelitian mengenai Pengaruh kesempatan kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kota

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN 2012 No. 44/08/51/Th. VI, 6 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Bali pada Triwulan II- mencapai 2,81 persen dibandingkan Triwulan I - yang mengalami kontraksi sebesar 0,06

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah penduduk usia kerja yang berumur 15 tahun atau lebih yang melakukan kegiatan ekonomi dengan bekerja untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan

Lebih terperinci

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional.

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. PENDAPATAN NASIONAL Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Peserta PPG kompeten dalam menganalisis Pendapatan Nasional. Pokok-pokok Materi: 1. Konsep Pendapatan Nasional 2. Komponen Pendapatan Nasional 3.

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan

LANDASAN TEORI. membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan II. LANDASAN TEORI A. Investasi 1. Pengertian Investasi Teori ekonomi mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran pemerintah untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga,

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga, 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekonomi dan Pertumnbuhan Ekonomi Sebuah Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 07/08/53/TH.XVI, 2 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR LAJU PEREKONOMIAN NTT TRIWULAN I - 5,42 % (Y on Y) atau 4,67 % (Q to Q) 5,42

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/05/34/Th. XV, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 27 / VIII / 16 Mei 2005 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PDB INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2005 TUMBUH 2,84 PERSEN PDB Indonesia pada triwulan I tahun 2005 meningkat sebesar 2,84 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara akan mengalami kemajuan jika diiringi dengan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari sistem distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2008

PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2008 No. 05/05/51/Th. II, 15 Mei PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I Pertumbuhan ekonomi Bali yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan I dibanding triwulan IV

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/08/31/Th.IX, 15 AGUSTUS 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.I, 15 Nopember 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2007 TUMBUH 0,7 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 23/05/61/Th. XIII, 10 Mei 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I TAHUN 2010 Kinerja perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan I-2010 dibandingkan triwulan IV-2009,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK No. 07/08/53/TH.XV, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR 4,76 Y on Y 4,54 Q to Q Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II 2012 Tumbuh sebesar 4,76% (Y on Y) dan 4,54%

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 BPS PROVINSI D.K.I. JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 38/08/14/Th.XIV, 2 Agustus 2013 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan II Tahun 2013 mencapai 2,68 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan II tahun 2013, yang diukur dari

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK No. 07/02/53/TH.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR 5,62 Y on Y 2,37 Q to Q Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2013 Tumbuh sebesar 5,62% (Y on Y) dan 2,37%

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 64/11/61/Th. XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III-2014 TUMBUH 4,45 PERSEN Besaran Produk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah atas keperluan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % No, 11/02/13/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 % Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 meningkat sebesar 6,2 persen terhadap 2012, terjadi pada semua

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 16/05/34/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 SEBESAR 6,30 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan kesejahteraan suatu negara yaitu dengan meningkatkan faktor

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan kesejahteraan suatu negara yaitu dengan meningkatkan faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah makro ekonomi jangka panjang disetiap periode. Dalam setiap periode upaya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

Pendapatan Nasional dan Perhitungannya. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pendapatan Nasional dan Perhitungannya. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pendapatan Nasional dan Perhitungannya Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pendapatan Nasional Pengertian Pendapatan Nasional dapat ditinjau dari sudut pandang berikut: 1. Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIV, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 TUMBUH 6,5 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F.

PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F. PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI B. PENDAPATAN NASIONAL C. CARA MENGHITUNG GNP D. SEKTOR-SEKTOR GNP E. UNSUR GNP F. PENGGUNAAN GNP G. MANFAAT PENDAPATAN NASIONAL A. ARUS PERPUTARAN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.24/05/33/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2010 meningkat sebesar 6,5 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang terencana menuju keadaan masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik daripada kondisi yang lalu (Tanuwidjaya,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Penelitian Terdahulu BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sejumlah peneltian terdahulu diambil untuk memperkuat penelitian ini dan sekaligus sebagai acuan dalam penelitian ini. Adapun penelitian tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk 17 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Seperti diketahui PDRB adalah penjumlahan dari seluruh Nilai Tambah Bruto (NTB) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan/lapangan usaha. Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.II, 17 Nopember 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2008 TUMBUH 1,1 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 54/11/61/Th. XIII, 5 November PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III TAHUN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan III- meningkat sebesar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 31/08/31/Th. X, 14 Agustus 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci