Draf-2 LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN DAN TIPOLOGI KELOMPOK TANI RESPONSIF GENDER TAHUN 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Draf-2 LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN DAN TIPOLOGI KELOMPOK TANI RESPONSIF GENDER TAHUN 2012"

Transkripsi

1 Draf-2 LAPORAN KINERJA PENGELOLAAN DAN TIPOLOGI KELOMPOK TANI RESPONSIF GENDER TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN September 2012

2 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi, sehingga penyusunan Buku Laporan Kinerja Pengelolaan Kegiatan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012 dapat diselesaikan dengan baik. Buku ini merupakan salah satu bentuk pertanggung jawaban pelaksanaan delapan kegiatan pilot proyek responsif gender yang dilaksanakan pada Semester I tahun Buku laporan kinerja ini merupakan satu dari Empat Inovasi Strategis Kementerian Pertanian dalam membangun dan mengembangkan program/kegiatan yang responsif gender pada tahun 2012 ini. Inovasi strategis lainnya adalah: (1) menyusun panduan pengelolaan kegiatan responsif gender di level lapangan tahun 2012 sebagai best practices, sehingga kegiatan ini dapat dilaksanakan secara lebih praktis di lapangan, (2) membangun jaringan website pengarusutamaan gender guna menyebarluaskan informasi dan komunikasi gender, (3) mengembangkan sistem pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan responsif gender berbasis website, sehingga pelaporan dapat terkirim dengan cepat, mudah dan hemat. Buku laporan kinerja ini memuat maksud dan tujuan, sasaran, metode analisis kegiatan, profil kegiatan, kinerja pengelolaan, tipologi kelompoktani kegiatan responsif gender sesuai local wisdom serta kesimpulan dan rekomendasi. Kami berharap dengan adanya Empat Inovasi Strategis Kementerian Pertanian, maka pengelolaan kegiatan responsif gender dapat dilaksanakan menjadi lebih praktis dan implementatif di lapangan, berkelanjutan dan berdampak luas di masyarakat. Akhir kata, semoga Buku Laporan Kinerja ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait. Jakarta, September 2012 Sekretaris Jenderal Hari Priyono i Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

3 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iv Daftar Bagan... v Daftar Lampiran... vi Bab I PENDAHULUAN... 1 A. LatarBelakang... 1 B. Maksud dan Tujuan... 2 C. Output yang diharapkan... 3 D. Ruang Lingkup... 3 Bab II METODOLOGI ANALISIS KEGIATAN RESPONSIF GENDER... 4 A. Metode Pengumpulan Data... 4 B. Kerangka Analisis Kegiatan Responsif Gender... 5 C. Metode Analisis GAP (Gender Analysis Pathway)... 6 Bab III PROFIL KEGIATAN RESPONSIF GENDER TAHUN A. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan B. Sarjana Membangun Desa (SMD) C. SL-PPHP D. Pengembangan Desa Mandiri Pangan E. Pengelolaan Irigasi Partisipatif (PIP) F. Pelatihan Teknis Pertanian Non Aparatur Bab IV KINERJA PENGELOLAAN DAN TIPLOGI KELOMPOK TANI A. Kinerja Pengelolaan Kegiatan Responsif Gender B. Tipologi/Potret Kelompok Tani Kegiatan SL-PHT Tanaman Pangan C. Tipologi/Potret Kelompok Tani Kegiatan SL-PHT Hortikultura D. Tipologi/Potret Kelompok Tani Kegiatan SL-PHT Perkebunan E. Tipologi/Potret Kelompok Peternak Kegiatan Sarjana Membangun Desa 31 F. Tipologi/Potret Kelompok Tani Kegiatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif. 34 G. Tipologi/Potret KelompoktaniKegiatan Pelatihan Non Aparatur H. Tipologi/Potret KelompoktaniKegiatan Desa Mandiri Pangan Bab V MODEL PENGINTEGRASIAN GENDER DALAM SISTEM USAHA TANI LAHAN KERING A. Latar Belakang B. Tujuan dan Manfaat C. Metodologi D. Hasil dan Pembakaran E. Rekomendasi Alternatif Kebijakan Bab VI TIPOLOGI PENDEKATAN RESPONSIF GENDER PADA SL-PPHP A. Latar Belakang B. Metodologi ii Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

4 C. Analisis Gender D. Pembahasan E. Kesimpulan Bab VII PENUTUP A. Kesimpulan B. Rekomendasi iii Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

5 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Sembilan Langkah Gender Analisys Pathway(GAP) Tabel 2 Kegiatan Responsif Gender Dalam Pembangunan Pertanian iv Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

6 DAFTAR BAGAN Halaman Bagan 1 Alur Kerja Analisis Gender v Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

7 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran vi Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

8 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan di Indonesia telah dilakukan lebih dari satu dasawarsa. Terbitnya INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional menjadi satu titik tolak kebijakan ke arah pembangunan yang responsif gender. Kebijakan ini kemudian dipertegas juga dalam Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang RPJMN yang menetapkan gender sebagai salah satu isu lintas bidang yang harus diintegrasikan dalam semua bidang pembangunan. Kementerian Pertanian mendukung implementasi Inpres No. 9 Tahun 2000 karena disadari bahwa terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender di bidang pertanian akan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian, mulai dari aparat hingga pelaku di bidang pertanian. Dukungan tersebut ditunjukkan melalui kegiatan yang responsif gender sejak awal dirintisnya PUG tahun 2000, terutama melalui: (1) proyek-proyek PHLN, seperti P4K dan FEATI (BPSDMP), ARMP/PATTP (Litbang Pertanian), PIDRA (BKP) dan proyek-proyek lainnya; (2) membentuk Tim Koordinasi PUG dan Kelompok Kerja PUG tingkat Kementerian Pertanian mulai Tahun 2003; (3) sosialisasi konsep Gender dan PUG di tingkat pusat dan daerah; (4) pelatihan TOT PUG dan Penyusunan/pelaksanaan Desa Model Pengarusutamaan Gender dan (5) Telah menerbitkan berbagai panduan yang terkait dengan konsep gender dan PUG serta panduan umum perencanaan penganggaran yang responsif gender. Integrasi gender dalam proses perencanaan dan penganggaran merupakan suatu langkah yang relatif baru karena pada awalnya proses pengintegrasian gender dalam pembangunan lebih terfokus pada upaya untuk memperkuat prasyarat implementasi PUG seperti membangun komitmen pengambil kebijakan, penyediaan alat analisis gender, serta pengembangan kelembagaan PUG. Untuk mendukung upaya pengintegrasian gender dalam perencanaan dan penganggaran telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 119/2009 dan No. 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelahaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga untuk pelaksanaan anggaran di Tahun Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

9 Selanjutnya sesuai PMK No. 93/PMK.02/2011 menyatakan bahwa mulai Tahun 2012 pengelolaan Anggaran Responsif Gender (ARG) harus dilaksanakan dan diimplementasi pada Program/kegiatan di K/L, dengan fokus: (1) penugasan Prioritas Nasional; (2) pelayanan masyarakat (service delivery); serta (3) pelembagaan pengarusutamaan gender (termasuk capacity building, advokasi gender, kajian, sosialisasi, diseminasi dan pengumpulan data terpilah). Kementerian Pertanian pada tahun 2012 telah melaksanakan kegiatan responsif gender dengan pilot proyek pada delapan kegiatan (pada level output kegiatan) yang tersebar di delapan Eselon-1. Guna melihat kinerja implementasi kegiatan responsif gender, telah dilakukan pemantauan dan evaluasi di lapangan dan hasilnya disajikan dalam Buku Laporan Kinerja Pengelolaan Kegiatan dan Tipologi Kelompok Tani Responsif GenderTahun B. Maksud dan Tujuan Maksud Laporan Kinerja Pengelolaan Kegiatandan Tipologi Kelompok Tani Responsif Gender Tahun 2012 dimaksudkan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan kepada Pimpinan untuk mendapat pengarahan dan tindak lanjut. Tujuan Penyusunan Laporan ini bertujuan: a. Mengidentifikasi realisasi fisik kegiatan responsif gender di tingkat kelompok tani sasaran. b. Mengidentifikasi implementasi kinerja pendampingan dan pengelolaan kegiatan responsif gender di tingkat lapangan. c. Mengidentifikasi data terpilah dan data terpilih aspek gender di kelompok tani sasaran. d. Menganalisis aspek: akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pengarusutamaan gender. e. Mengidentifikasi kendala, upaya solusi yang telah dilakukan dan rekomendasi tindak lanjutnya. 2 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

10 C. Output yang diharapkan Tersusunnya dokumen Laporan Kinerja Kegiatan dan Tipologi Kelompok Tani Responsif Gender Tahun D. Ruang Lingkup Ruang lingkup Laporan ini mencakup: (1) pendahuluan berisi latar belakang, maksud dan tujuan, serta output yang diharapkan, (2) metodologi berisi metode pengumpulan data dan pengolahan/analisis data responsif gender, (3) gambaran umum kegiatan responsif gender mencakup delapan kegiatan pilot proyek responsif gender tahun 2012, (4) analisis kegiatan responsif gender terdiri: analisis data terpilah, analisis faktor kesenjangan gender, sebab-sebab dan dampak, (5) kesimpulan dan saran. Laporan kinerja ini merupakan hasil dari pemantauan dan evaluasi pelaksanaan dari delapan kegiatan responsif gender, yaitu: (1) Sekolah Lapangan Pengelolaan Hama Terpadu (SL-PHT) Tanaman Pangan; (2) SL-PHT Hortikultura; (3) SL-PHT Perkebunan; (4) Sarjana Membangun Desa (SMD); (5) SL-PPHP; (6) Pengelolaan Irigasi Partisipasif (PIP); (7) Pengembangan Desa Mandiri Pangan (Demapan); (8) Pelatihan Teknis Pertanian bagi Non Aparatur. Delapan kegiatan pilot proyek tersebut dilaksanakan pada beberapa provinsi secara bertahap dan berkelanjutan. 3 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

11 II. METODOLOGI ANALISIS KEGIATAN RESPONSIF GENDER A. Metode Pengumpulan Data Guna menganalisis kegiatan resposif gender, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dan identifikasi di lapangan. Kegiatan ini dilakukan secara terpadu oleh Tim Pusat. Kegiatan pengumpulan data ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. 1. Penentuan waktu dan lokasi pengumpulan data Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus-September Lokasi kunjungan ditentukan minimal satu lokasi sampel dari masing-masing pilot proyek. Pemilihan lokasi sampel dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan kesiapan dan keragaan kelompok tani, serta aksesibilitas dikaitkan dengan waktu kunjungan 3-4 hari. 2. Jenis dan sumber data Data-data yang dikumpulkan di lapangan meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di daerah, seperti data keragaan kelompok tani sasaran, realisasi kegiatan, pembinaan, pendampaingan maupun pelaporan diperoleh dari dinas/badan lingkup pertanian provinsi dan kab/kota maupun UPT/BPP tingkat kecamatan. Data primer diperoleh dari wawancara dengan menggunakan panduan dan formulir isian kepada petugas lapangan/pendamping, ketua kelompok tani maupun anggotanya. Guna memperoleh gambaran lengkap di lapangan dilakukan pengamatan kegiatan kelompok tani maupun peninjauan usahatani. 3. Rapat koordinasi persiapan dan panduan ke lapangan Dalam rangka memperlancar pengumpulan data di lapangan telah disiapkan panduan ke lapangan dan formulir isian yang disusun secara terstruktur sebagai acuan kerja indentifkasi di lapangan. Rapat koordinasi persiapan sebelum berangkat ke lapangan dilakukan guna memastikan kesiapan rencana kerja, lokasi kunjungan, bahan dan sarana kerja di lapangan. Rapat koordinasi persiapan ini juga dimaksudkan guna memperoleh persamaan persepsi diantara tim pusat dalam pengumpulan data di lapangan. 4 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

12 4. Pelaksanaan pengumpulan data Tim Pusat yang melakukan pengumpulan data primer dan sekunder di lapangan dilaksanakan secara terpadu. Buku pandauan dan formulir isian menjadi acuan pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. B. Kerangka Analisis Kegiatan Responsif Gender Analisis Gender adalah proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara lakilaki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa. Ada beberapa model teknik analisis gender yang telah dikembangkan oleh beberapa ahli, antara lain: 1. Model Harvard, dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development bekerjasama dengan Kantor Women in Development (WID)- USAID. Model Harvard didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender paling awal. Model analisis Harvard lebih sesuai digunakan untuk perencanaan proyek, menyimpulkan data basis atau data dasar. 2. Model Moser, didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat teknis dan politis, kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam perencanaan dan proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu debat. Terdapat kelemahan dalam model ini yang tidak memperhitungkan kebutuhan strategis laki-laki. 3. Model SWOT, (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) dengan analisis manajemen dengan cara mengidentifikasi secara internal mengenai kekuatan dan kelemahan dan secara eksternal mengenai peluang dan ancaman. 4. Model PROBA (Problem Base Approach) yang dikembangkan atas kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan, BKKBN dan UNFPA di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, teknik ini sedikit berbeda dengan Gender Analysis Pathway. 5 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

13 5. Model GAP (Gender Analysis Pathway) atau Alur Kerja Analisis Gender (AKAG), adalah alat analisis gender yang dikembangkan oleh BAPPENAS yang dapat digunakan untuk membantu para perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan, program, proyek dan atau kegiatan pembangunan. Dari kelima model teknik analisis yang telah dikembangkan tersebut di atas disarankan untuk menggunakan teknik analisis gender dengan metode GenderAnalysis Pathway (GAP). C. Metode Analisis GAP (Gender Analysis Pathway) Analisis GAP ini dimulai dengan menggunakan data pembuka wawasan yang dipilah menurut jenis kelamin (lelaki dan perempuan) dan data gender digunakan untuk mengidentifikasi adanya kesenjangan gender (gender gap) dan permasalahan gender (gender issues). Dengan menggunakan GAP ini dapat diidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana kebijakan/program/kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut. Beberapa istilah yang harus dipahami dalam melakukan analisis, diantaranya: 1. Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. 2. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. 3. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan. 4. Data Terpilah adalah nilai dari variabel-variabel yang sudah terpilah antara lakilaki dan perempuan berdasarkan topik bahasan/hal-hal yang menjadi perhatian. 5. Data Kuantitatif adalah nilai variabel yang terukur. 6. Data Kualitatif adalah nilai variabel yang tidak terukur dan sering disebut atribut. 6 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

14 7. Responsif Gender adalah kebijakan/program/kegiatan yang sudah memperhitungkan laki-laki dan perempuan 8. Perencanaan adalah suatu upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, melalui pemilihan alternatif tindakan yang rasional. 9. Perencanaan Kebijakan adalah perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah, dan lembaga negara secara menyeluruh untuk menyusun kebijakan jangka menengah (setiap lima tahun), atau jangka pendek (setiap tahun) yang dibutuhkan bagi penyelenggaraan pemerintahan nasional dan pemerintahan daerah (provinsi, kabupaten/kota) berdasarkan atau mengacu pada Renstra. 10. Perencanaan Program adalah perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga negara secara menyeluruh untuk menyusun rencana kegiatan jangka menengah dan jangka pendek (setiap tahun), yang dibutuhkan bagi penyelenggaraan pemerintahan nasional dan pemerintahan daerah (provinsi, kabupaten/kota), berdasarkan atau mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan. 11. Perencanaan Kegiatan adalah perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga negara secara menyeluruh untuk menyusun rencana kegiatan jangka menengah dan jangka pendek (setiap tahun), yang dibutuhkan bagi penyelenggaraan pemerintahan nasional dan pemerintahan daerah (provinsi, kabupaten/kota), berdasarkan atau mengacu pada program yang telah ditetapkan. 12. Akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu. 13. Peran adalah keikutsertaan atau partisipasi seseorang/kelompok dalam suatu kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan 14. Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. 15. Manfaat adalah kegunaan sumber yang dapat dinikmati secara optimal. 16. Netral Gender adalah kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. 17. Indikator adalah alat ukur berupa statistik yang dapat menunjukan perbandingan, kecenderungan atau perkembangan. 7 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

15 GAP dibuat dengan menggunakan metodologi sederhana dengan delapan langkah yang harus dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: 1. Tahap I: Analisis Kebijakan Responsif Gender; tahap ini diperlukan karena secara umum kebijakan, program dan kegiatan pembangunan selama ini masih netral gender (didasarkan pada asumsi bahwa pembangunan memberikan manfaat dan berdampak sama kepada perempuan dan laki-laki) 2. Tahap II: Formulasi Kebijakan yang responsif Gender; 3. Tahap III: Rencana Aksi yang Responsif Gender Langkah-langkah dalam Model GAP adalah sebagai berikut: 1. Langkah-langkah pada tahap pertama Analisis Kebijakan Responsif Gender: a) Mengidentifikasi tujuan dan sasaran kebijakan/program/kegiatan pembangunan pertanian yang ada dari masing-masing unit sesuai tugas pokok dan fungsi. Apakah kebijakan/program/kegiatan telah dirumuskan dan ditetapkan untuk mewujudkan kesetaraan gender. b) Menyajikan data kuantitatif dan atau kualitatif yang terpilah menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan. Apakah data yang ada mengungkapkan kesenjangan atau perbedaan yang cukup berarti antara perempuan dan laki-laki. c) Menganalisis sumber dan atau faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender (gender gap); mencakup (a). akses yang sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan sektor pertanian; (b). kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan pertanian; (c). partisipasi perempuan dan laki-laki dalam berbagai tahapan pembangunan pertanian termasuk dalam proses pengambilan keputusan; (d). manfaat yang sama dari hasil pembangunan pertanian atau sumber daya pembangunan pertanian yang ada. d) Mengidentifikasi masalah-masalah gender (gender issues) berdasarkan keempat faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender dengan menjawab 5 W dan 1 H. Apa masalah-masalah gender yang diungkapkan oleh faktorfaktor kesenjangan gender; dimana terjadinya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat publik; mengapa terjadi kesenjangan tersebut; apakah kebijakan/program/kegiatan pembangunan 8 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

16 sektor pertanian yang ada justru memperlebar kesenjangan, mempersempit kesenjangan atau tetap, dan apakah akar permasalahan. 2. Langkah-langkah pada tahap kedua Formulasi Kebijakan Yang Responsif Gender, yaitu: e) Merumuskan kembali kebijakan/program/kegiatan pembangunan pertanian yang reponsif gender. Dengan mempertimbangkan hasil proses analisis gender yang dilakukan pada langkah 1 sampai 4 tahap pertama, sehingga menghasilkan kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang responsif gender. f) Mengidentifikasi indikator gender (gender indicator) dari setiap kebijakan/program/kegiatan pembangunan pertanian dari langkah e. 3. Langkah-langkah pada tahap ketiga Rencana Aksi Yang Responsif Gender: g) Menyusun Rencana Aksi; yang didasarkan pada kebijakan/program/kegiatan pembangunan responsif gender dengan tujuan untuk mengurangi/menghilangkan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Seluruh rencana aksi yang disusun sesuai dengan tujuan kebijakan yang telah responsif gender yang telah diidentifikasi dalam langkah 5. h) Mengidentifikasi sasaran (secara kuantitatif dan atau kualitatif) bagi setiap rencana aksi butir 7. Hasil identifikasi memastikan bahwa dengan rencana aksi tersebut mengurangi dan atau menghapus kesenjangan gender. i) Pengukuran hasil dengan menggunakan data dasar dan indikator yang jelas. Indikator gender diarahkan untuk meningkatkan peran pelaku usaha. Secara ringkas sembilan langkah GAP disajikan pada Tabel 1. 9 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

17 Kebijakan/ Program/ Kegiatan Nama Program/ Kegiatan Tujuan Kebijakan Tabel 1 : Sembilan Langkah Gender Analisys Pathway (GAP) Data Isu Gender Pembuka wawasan Faktor Kesenjangan Sebab kesenjangan Sebab Kesenjangan Internal Eksternal Data terpilah -Akses Kesenjangan Kesenjangan -Kuantitatif -Kontrol dapat dilihat dilihat dari sisi -Kualitatif -Partisipasi dari sisi pelaku/ -manfaat kebijakan kelompok yang ada saat sasaran itu Kebijakan dan Rencana Aksi Reformasi Rencana Tujuan Aksi Merumusk Rencana an kembali Aksi Kebijakan/ disusun di program/ tujukan Kegiatan untuk yang menguran responsif gi gender kesenjang an antara perempua n dan lakilaki Pengukuran Hasil Data Indikator Dasar Gender Data Meningk Terpilah atnya peran pelaku usaha Secara ringkas dan skematis, alur kerja analisis gender secara mum dimulai dari identifikasi kebijakan responsif gender, formulasi, rencana aksi dan identifikasi sasaran serta pengukuran hasil disajikan pada Bagan-1 berikut. 10 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

18 III. PROFIL KEGIATAN RESPONSIF GENDER TAHUN 2012 Pada Tahun 2012 telah dilaksanakan delapan kegiatan responsif gender sebagai Pilot Project dalam mengimplementasikan pelaksanaan anggaran yang responsif gender. Penyusunan kegiatan tersebut mengacu pada PMK No. 93/PMK.02/ 2011 dan kegiatan/output responsif genderdi sajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kegiatan Responsif Gender dalam Pembangunan Pertanian Tahun 2012 NO ESELON I PROGRAM KEGIATAN OUTPUT KEGIATAN KELENGKAPAN (TOR, GAP,GBS) 1 Ditjen Tanaman Pangan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan Untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Penguatan Perlindungan Tanaman dari gangguan OPT dan DPI Pengembangan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Tanaman Pangan LENGKAP 2 Ditjen Hortikultura Program Peningkatan Pengembangan Sistem Produksi, Produktivitas, dan Perlindungan Tanaman Mutu Produk Tanaman Hortikultura Hortikultura Berkelanjutan Pengembangan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Hortikultura LENGKAP 3 Ditjen Perkebunan Program Peningkatan Dukungan Perlindungan Produksi, Produktivitas, dan Perkebunan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan Pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Perkebunan LENGKAP 4 Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman Sehat, Utuh dan Halal Peningkatan Produksi Ternak dengan Pendayagunaan Sumberdaya Lokal Sarjana Membangun Desa (SMD) LENGKAP 5 Ditjen P2HP Program Peningkatan Nilai Tambah, Dayasaing, Industri Hilir, Pemasaran dan Eskpor Hasil Pertanian Penyelengaraan SL-PPHP Sekolah Lapangan Pengolahan Pemasaran Hasil Pertanian (SL- PPHP) LENGKAP 6 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian Pengelolan Air Untuk Pertanian Pengembangan Irigasi Partisipatif (PIP) Responsif Gender LENGKAP 7 8 Badan Ketahanan Pangan (BKP) Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDMP (BPPSDMP) Program Peningkatan Diversifkasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Program Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Kerawanan Pemantapan Sistem Pelatihan Pertanian Pengembangan Desa Mandiri Pangan (DEMAPAN) Non Aparatur yang mengikuti Pelatihan Teknis -Agribisnis LENGKAP LENGKAP Gambaran umum masing-masing kegiatan responsif gender tahun 2012 diuraikan dalam bentuk profil kegiatan sebagai berikut. A. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) merupakan metode penyuluhan untuk mengimplementasikan Pengendalian Hama Terpadu. Prinsip 11 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

19 dasar Sekolah Lapangan antara lain: (1) mempunyai peserta dan pemandu lapangan, (2) merupakan sekolah di lapangan dan peserta mempraktekkan/menerapkan secara langsung dari yang dipelajari, (3) mempunyai kurikulum, evaluasi dan sertifikat tanda lulus, dan (4) dimulai dengan acara pretest/ballot box, kontak belajar, pertemuan pekanan, post-test/ballot box, field/hari lapangan (penyerahan sertifikat kelulusan) Metode penyuluhan sekolah lapangan ini muncul atas dasar dua hal penting, yaitu keanekaragaman ekologi dan peran petani sebagai manajer (ahli PHT) di lahannya sendiri. Pengendalian Hama Terpadu sulit dituangkan melalui model penyuluhan biasa (poster, ceramah dan lainnya), antara lain karena keanekaragam ekologi daerah tropik, oleh karena itu PHT bersifat sensitif lokal. PHT bekerja sama dengan alam dan tidak menentangnya. Upaya mengubah petani agar menjadi manajer di lahannya/ahli PHT pada dasarnya merupakan pengembangan sumberdaya manusia. Untuk menuju pertanian berkelanjutan, petani agar mampu memperbaiki teknologi pertanian secara berkesinambungan. SL-PHT dilaksanakan dalam siklus kegiatan mengalami, menganalisis, mengumpulkan dan menerapkan. Prinsip SL-PHT adalah pemberdayaan petani/peserta dengan pendekatan pendidikan orang dewasa, sehingga mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah perilaku dalam pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT). Atas prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan dalam pelaksanaannya, SL-PHT dilakukan di lahan (lahan usaha tani sebagai kelas) dan bertahap selama satu siklus atau periode waktu budidaya tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Ciri-ciri SL-PHT adalah sebagai berikut : 1. Petani dan Pemandu adalah peserta belajar dan saling menghormati; 2. Perencanaan bersama dilakukan oleh kelompok tani peserta; 3. Keputusan bersama dimusyawarahkan oleh anggota kelompok tani peserta; 4. Cara belajar lewat pengalaman/pendidikan orang dewasa (Andragogi); 5. Peserta melakukan sendiri, mengalami sendiri, dan menemukan sendiri; 6. Materi pelatihan dan praktek terpadu di lapangan; 7. Sarana belajar adalah lahan usahatani (Agroekosistem); 12 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

20 8. Pelatihan selama satu siklus perkembangan tanaman (sesuai fenologi tanaman); 9. Kurikulum yang rinci dan terpadu; 10. Sarana serta bahan mudah dan praktis, serba guna, dan mudah diperoleh dari lapangan; 11. Demokratis, kebersamaan, keselarasan, partisipatif dan tanggung jawab. 12. Lahan/lapangan dan ekologi pertanian setempat yang hidup dan dinamis merupakan sarana belajar utama, jika diperlukan sarana belajar lain, maka hanya berupa Petunjuk Teknis, yaitu petunjuk/pedoman langkah-langkah proses belajar. 13. Peserta Sekolah Lapangan PHT adalah petani pemilik dan penggarap lahan usahatani yang responsif terhadap teknologi baru, produktif, baik pria maupun wanita. Sebagai petani mereka bukan milik dan bawahan siapapun. SL-PHT Tanaman pangan ditujukan untuk komoditas: padi, jagung dan kedelai. SL- PHT Hortikultura ditujukan untuk komoditas buah-buahan (mangga, jeruk, durian, manggis dan pisang), sayuran (bawang merah, cabai dan kentang), tanaman hias (anggrek), rimpang (jahe, kunyit dan kencur), dan tidak menutup kemungkinan untuk komoditas tanaman hortikultura lainnya. Sedangkan SL-PHT untuk perkebunan ditujukan pada komoditas kakao, lada, kopi, kapas, teh dan jambu mete. SL-PHT bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku petani/kelompok tani tentang empat prinsip PHT, yaitu: (1) Budidaya Tanaman Sehat, (2) Pelestarian dan Pemanfaatan Musuh Alami (3) Pengamatan Rutin/ Berkala, dan (4) Petani Menjadi Ahli PHT, sehingga petani/kelompok tani mau dan mampu secara mandiri menerapkan PHT dalam pengelolaan usaha taninya serta dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan kesejahteraan petani. Dalam pelaksanaan SL-PHT di lapangan masih terjadi kesenjangan antar pelaku, di mana anggota kelompok tani umumnya laki-laki sehingga petani laki-laki lebih banyak berpartisipasi baik dalam mengikuti pembinaan, pemanfaatan/pengetahuan teknologi serta memiliki kontrol yang lebih tinggi terhadap sumberdaya lahan. Hal tersebut disebabkan belum adanya data terpilah, belum semua orang/petugas memiliki pengetahuan tentang kegiatan dan isu gender sehingga isu gender terjadi 13 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

21 belum dianggap penting dalam perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan. Disamping itu, motivasi perempuan masih rendah karena masih terkait pada peran domestik (rumah tangga). B. Sarjana Membangun Desa (SMD) Kegiatan Sarjana Membangun Desa (SMD) yang merupakan salah satu kegiatan Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian dalam upaya pemberdayaan kelompok tani ternak yang dilakukan dengan menempatkan tenaga Sarjana Peternakan dan Kedokteran Hewan maupun D-4 dan D-3 Ilmu-ilmu Peternakan dan Kedokteran Hewan di kelompok tani. Dengan penempatan SMD di pedesaan diharapkan dapat melakukan transfer teknologi dari Perguruan/Sekolah Tinggi ke masyarakat dan meningkatkan jiwa kewirausahaan. Kegiatan Sarjana Membangun Desa (SMD) telah dilaksanakan sejak tahun 2007 dengan fokus pada pengembangan usaha sapi potong untuk mendukung program swasembada daging sapi 2014 (PSDS). Tahun 2009 kegiatan SMD diperluas pada komoditi ternak unggas lokal, sapi perah, kambing/domba dan kelinci, di mana keempat komoditi ini tidak hanya dapat meningkatkan usaha ekonomi di pedesaan, tetapi juga berperan mendukung program restrukturisasi perunggasan dan memperkuat program diversifikasi pangan. Berdasarkan pemantauan di lapangan, pelaksanaan kegiatan SMD tahun 2007 hingga tahun 2009 ditinjau dari aspek teknis, kelembagaan dan pengembangan usaha cukup signifikan pengaruhnya terhadap kemajuan dan perkembangan kelompok, sehingga pada tahun 2010 kegiatan ini lebih diperluas dan dikembangkan baik komoditi maupun pelaksanaannya. C. SL-PPHP Sekolah Lapang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP) merupakan kegiatan yang dapat mengintegrasikan kegiatan PPHP baik secara vertikal antara pusat, Provinsi, kabupaten/kota sampai kepada pelaku usaha di lapangan, maupun secara horizontal antar Direktorat (fungsi). SL-PPHP merupakan 14 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

22 upaya percepatan dalam memecahkan masalah pelaku utama dan pelaku usaha yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yaitu mengubah sasaran dan sikap ketergantungan ke arah kemandirian; dari saling ketergantungan kearah kerja dalam kelompok dan pekerja terampil menjadi pekerja profesional. Salah satu kegiatan SL-PPHP berupa pelatihan bagi penyuluh, pendamping, pelaku usaha dan pelaku utama. Pelaksanaan SL-PPHP dilaksanakan pada tiga tingkatan yaitu : a. Pembekalan SL-PPHP untuk PL-I (Pemandu Lapangan) melalui workshop untuk menetapkan Calon Penerima/Calon Lokasi (CP/CL): petani, lokasi, materi pelatihan, masalah yang dihadapi oleh pelaku usaha di lapangan. Peserta PL-I adalah widyaiswara, penyuluh pertanian provinsi dan aparat pusat. b. SL-PPHP PL-II dilakukan untuk meningkatkan kompetensi pemandu lapangan dalam kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Peserta PL-II yaitu: penyuluh pertanian/operator pembina/ tingkat kabupaten dan kecamatan. c. SL-PPHP bagi pelaku usaha yaitu petani yang terkait dengan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. D. Pengembangan Desa Mandiri Pangan Program Aksi Pengembangan Desa Mandiri Pangan (Demapan) merupakan salah satu komponen kegiatan Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan dalam mengurangi jumlah penduduk rawan pangan. Untuk mengatasi masalah rawan pangan, dilakukan pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat kepada kelompok afinitas (keanggotaannya berdasarkan tempat tinggal) selama empat tahun yaitu: tahap persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian. Tahapan tersebut dilaksanakan melalui pendampingan oleh penyuluh pertanian dengan fokus pengembangan usaha produktif dan pemantapan ketahanan pangan keluarga. Pengembangan usaha produktif dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli sehingga mampu mengakses pangan dari pasar yang tidak dapat dipenuhi sendiri, sedangkan pengetahuan pemantapan ketahanan pangan keluarga adalah upaya memenuhi kebutuhan pangan sendiri dengan sumber daya pangan yang dimiliki. 15 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

23 Sebelum kegiatan dimulai, dilakukan identifikasi peserta di desa yang mempunyai jumlah penduduk miskin minimal 30% dan sebagian dalam kondisi rawan pangan. Peserta yang telah terjaring dibentuk kelompok afinitas sebagai sarana komunikasi, informasi dan edukasi yang dilakukan oleh penyuluh pertanian dalam pendampingan selama empat tahun. Pendampingan diarahkan sampai dengan kelompok afinitas menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Bagi kelompok afinitas yang berhasil, akan ditunjuk sebagai inti dalam memperluas pengembangan desa mandiri melalui replikasi desa yang berada di sekitarnya dalam mendorong Gerakan Kemandirian Pangan. Proses pemberdayaan masyarakat melalui: 1) pelatihan; 2) pendampingan, dan 3) peningkatan akses untuk pengembangan kerjasama partisipatif inklusif, kapasitas individu, kapasitas kelembagaan masyarakat, sosial dan ekonomi serta ketahanan pangan. Dalam pelaksanaan di lapangan kelompok afinitas yang menjadi sasaran kegiatan yang terdata pada umumnya adalah laki-laki, sehingga merekalah yang lebih banyak berpartisipasi mengikuti pembinaan dan diskusi dengan petugas setempat, maka pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat cenderung lebih dimanfaatkan oleh petani laki-laki. Seharusnya perempuan juga mempunyai peluang yang sama dalam mengikuti pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat, bahkan perempuan mempunyai kemampuan dan peranan lebih baik dari pada laki-laki karena disamping perempuan dapat berusaha dalam peningkatan pendapatan keluarga juga bisa menerapkan pendidikan pangan dan gizi di lingkungan keluarganya. E. Pengelolaan Irigasi Partisipatif (PIP) Penurunan fungsi prasarana irigasi tersebut dipicu juga oleh pemahaman sebagian besar petani bahwa pengelolaan irigasi merupakan tanggung jawab pemerintah sepenuhnya, memicu rendahnya partisipasi petani dalam pengelolaan prasarana irigasi yang selama ini hanya bisa di laksanakan oleh laki-laki. Sementara itu juga teknologi pendayagunaan pengelolaan air irigasi yang dihasilkan lebih berorientasi kepada laki-laki sebagai penggunanya, sehingga aspek gender belum diperhitungkan. Potensi yang dimiliki masyarakat petani (wanita tani) sebenarnya 16 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

24 cukup besar dalam pengelolaan irigasi, sepanjang mereka dapat merasakan langsung manfaat yang diperoleh serta diberi kesempatan untuk ikut memberikan sumbang saran walaupun dalam bentuk yang sederhana. Hal ini dapat dilihat pada beberapa Daerah Irigasi yang masyarakat petani (wanita tani) suku tertentu (Bali, Bugis, dll.) mampu berperan di bidang pengelolaan irigasi. Kepatuhan dalam berorganisasi maupun besarnya rasa tanggung jawab mereka dalam membangun dan memelihara jaringan irigasi sangat patut dihargai dan perlu dikembangkan. Sedangkan kenyataan di lapangan banyak perempuan yang telah berpartisipasi dalam menjalankan fungsi prasarana irigasi tetapi kurang dianggap keterlibatannya selama ini sehingga aspek gender belum diperhitungkan. Untuk itu implementasi di lapangan diwujudkan melalui pendekatan pengelolaan irigasi partisipatif yang sensitif gender. Pendekatan pengelolaan partisipatif ini sebenarnya sudah lama dikenal didalam sistem pengelolaan desa tradisional. Akan tetapi sayangnya kearifan tradisional/lokal ini makin luput diperhitungkan. Oleh sebab itu seharusnya melalui kebijakan pemberdayaan petani tersebut, maka partisipasi dan peran serta petani (laki-laki dan perempuan) pemakai air dalam pengelolaan irigasi akan semakin ditingkatkan dan dilakukan dalam setiap tahapan kegiatan sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi serta pemanfaatan hasil, termasuk pembiayaannya, sehingga petani (laki-laki dan perempuan) mempunyai rasa memiliki terhadap hasil pembangunan prasarana irigasi. Atas dasar pengalaman dan informasi dari beberapa provinsi sebenarnya partisipasi petani yang sensitif gender dalam pengelolaan irigasi cukup dapat diandalkan sepanjang petani (laki-laki dan perempuan) diberi kesempatan dan kepercayaan untuk ikut berperan serta dan pembinaan serta bimbingan yang dilakukan secara terus menerus dari aparat pemerintah terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Pengairan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Lembaga Formal/Informal. 17 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

25 F. Pelatihan Teknis Pertanian Non Aparatur Dalam upaya peningkatan kemampuan dan usaha sumberdaya manusia (SDM) Pertanian telah dilakukan berbagai kegiatan pelatihan bagi non aparatur. Jenis pelatihan yang telah dilakukan, yaitu: pelatihan bagi petani, pemantapan kelembagaan serta pemantapan kelembagaan petani (mulai dari aspek budidaya sampai pemasaran). Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang merupakan salah satu unit kerja di lingkup Kementerian Pertanian sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian R.I No. 299/Kpts/OT.140/7/2005, tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, mempunyai tugas melaksanakan pengembangan sumberdaya manusia pertanian. BBPP Lembang, sebagai salah satu unit kerja, mempunyai tugas melaksanakan pelatihan bagi aparatur pertanian dalam bentuk pelatihan bagi non aparatur serta pengembangan kelembagaan tani. Untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut di atas, secara operasional pengembangan SDM pertanian (non aparatur) dilakukan melalui pelatihan teknis yang diselenggarakan BBPP Lembang. Kegiatan ini akan diikuti oleh beberapa unsur aparatur sebagai penerima manfaat, diantaranya yaitu: unsur petani, unsur kelembagaan P4S dan unsur kelembagaan lainya dibidang pertanian 18 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

26 IV. KINERJA PENGELOLAAN DAN ANALISIS GENDER A. Kinerja Pengelolaan Kegiatan Responsif Gender Keragaan pengelolaan delapan pilot proyek kegiatan responsif gender tahun 2012 disajikan mengenai: (1) kelengkapan persyaratan dalam perencanaan dan penganggaran, (2) persiapan kegiatan di lapangan (Juklak/Juknis, sosialisasi, indentifikasi data lokasi, seleksi data terpilah CP/CL, penetapan kelompok tani sasaran, penetapan pendamping/pemandu/fasilitator, (3) penyaluran bantuan sosial, (4) pelaksanaan kegiatan, (5) pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Secara rinci aspek pengelolaan kegiatan responsif gender dijelaskan sebagai berikut: a. Kelengkapan persyaratan dalam perencanaan dan penganggaran. Delapan pilot proyek kegiatan responsif gender tahun 2012 seluruhnya telah dilengkapi dengan analisis GAP, TOR dan GBS. Hal tersebut telah sejalan dan mengacu kepada PMK No. 93/PMK.02/2011. b. Persiapan kegiatan di lapangan Secara umum dapat dijelaskan bahwa dokumen perencanaan berupa Juknis telah disusun oleh SKPD kabupaten/kota. Juknis ini mengatur hal-hal yang belum jelas dan diatur pada juklak yang disusun oleh SKPD Provinsi dan pedoman yang disusun oleh pusat. Juknis disusun secara fleksibel dengan memperhatikan kondisi wilayah. Persiapan lain yang telah dilakukan adalah: sosialisasi terhadap calon kelompok sasaran, melakukan indentifikasi data lokasi, melakukan seleksi data terpilah CP/CL, penetapan kelompok tani sasaran, maupun penetapan pendamping/pemandu/fasilitator yang berdedikasi tinggi dalam mengembangkan dan memotivasi masyarakat. Penyusunan data dasar lokasi mencakup data karakteristik rumah tangga, pemetaan potensi wilayah lokasi kegiatan, profil kelompok dan profil lokasi. c. Penyaluran bantuan sosial Berdasarkan laporan yang diterima Pokja Pusat dapat disampaikan bahwa sebagian besar daerah telah merealisasikan penyaluran bantuan sosial terhadap kelompok tani sasaran. Bantuan tersebut digunakan untuk kegiatan produktif di bidang pertanian. 19 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

27 d. Pelaksanaan kegiatan Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh kelompok tani sasaran, antara lain meliputi: pengorganisasian kelompok, rapat kelompok, identifikasi kebutuhan dan jenis usaha, rencana usaha dan biaya, pengadaan sarana dan prasarana produksi, penyelenggaraan pelatihan, pelaksanaan usahatani dan lainnya. Kegiatan pendampingan/pembinaan dilakukan oleh petugas di lapangan dan difasilitasi oleh SKPD tingkat kabupaten/kota. e. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan secara periodik guna memastikan bahwa semua yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik di lapangan. Pemantauan di lapangan dilakukan dengan mengamati, observasi lapang dan wawancara kepada petugas dan kelompok tani sasaran. Hasil pemantauan dianalisis dan dievaluasi dengan cara membandingkan antara dokumen perencanaan dan kondisi aktual di lapangan. Terdapat dua jenis pelaporan dalam kegiatan responsif gender yaitu (1) pelaporan rutin dari lapangan secara berjenjang disampaikan ke pusat, laporan ini mencakaup kinerja realisasi fisik dan keuangan serta kendala yang dihadapi, dan (2) laporan hasil pemantauan dan evaluasi yang disusun oleh Pokja PUG untuk disampaikan ke pimpinan. Saat ini Kementan sedang menyusun mekanisme pelaporan rutin (triwulanan) dari lapangan secara on-line berbasis website dengan harapan laporan akan disampaikan lebih cepat, dan untuk segera mendapat respon tindak lanjut dari pimpinan. B. Tipologi/Potret Kelompok Tani Kegiatan SL-PHT Tanaman Pangan Kinerja SL-PHT Tanaman Pangan tahun 2011, dilihat dari aspek gender, secara ringkas disajikan sebagai berikut: kehadiran peserta SL-PHT berkisar antara %, dan secara rata-rata (Indonesia) mencapai 99,20%. a. Komposisi peserta pria:wanita cukup bervariasi di daerah, dengan rata-rata Indonesia 77,60%:22,40%. b. Peserta didominasi petani yang berumur th, yaitu sebanyak 49%, diikuti peserta berumur 40 th sebanyak 46%, dan umur 20 th hanya 5%. c. Jenjang pendidikan peserta umumnya lulusan SD (40,90%), diikuti peserta lulusan SLTP (31,50%), SLTA (26,40%), dan Perguruan Tinggi (1,10%). 20 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

28 d. Peningkatan Kemampuan dan Pengetahuan rata-rata adalah 77,01 % (Pre Test 43,5 dan Post Test 77). Sedangkan dampak dari kegiatan SL-PHT 2011 dibandingkan dengan non SL-PHT sebagai berikut: a. Intensitas serangan OPT Utama padi pada perlakuan petani berkisar antara 0 31,80% (rata-rata 9,80%), sedangkan pada petak PHT antara 0 15,50% (ratarata 6,20 %), berarti secara rata-rata pada petak PHT intensitas serangan OPT lebih rendah sebesar 36,73% dibandingkan petak petani. b. Aplikasi pestisida kimia pada petak perlakuan petani berkisar antara 0.4 kali 12,4 kali (rata-rata 3,3 kali). Sedangkan pada perlakuan PHT aplikasi pestisida kimia berkisar antara 0 kali 3,7 kali (rata-rata 0,8 kali), yang berarti pada petak PHT frekuensi aplikasi pestisida lebih rendah sebesar 75,76% dibandingkan petak petani. c. Produktivitas (provitas) pada perlakuan petani berkisar antara 23,1 ku/ha 90,8 ku/ha (rata-rata 55,80 ku/ha). Sedangkan pada petak PHT, produktivitas berkisar antara antara 28,70 ku/ha 100,70 ku/ha (rata-rata 64,90 ku/ha). Dengan demikian secara rata-rata pada petak PHT terjadi peningkatan provitas sebesar 16,31%. d. Rata-rata B/C Ratio pada petak perlakuan petani berkisar antara 0,2 5,3 (ratarata 1,7) dan pada petak PHT berkisar antara 0,5 5,3 (rata-rata), 3), sehingga pada petak PHT terjadi peningkatan B/C Ratio sebesar 35,29%. C. Tipologi/Potret Kelompok Tani Kegiatan SL-PHT Hortikultura SL-PHT merupakan metode penyuluhan dalam bidang perlindungan tanaman untuk mengimplementasikan Pengendalian Hama Terpadu. Pengendalian Hama Terpadu sulit dituangkan melalui model penyuluhan biasa (poster, ceramah dan lainnya) antara lain karena keanekaragaman ekologi daerah tropik, oleh karena itu PHT mutlak bersifat lokal. PHT bekerjasama dengan alam dan tidak menentangnya. Upaya mengubah petani agar menjadi manajer lahannya/ ahli PHT pada dasarnya merupakan pengembangan sumber daya manusia. Untuk menuju pertanian 21 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

29 berkelanjutan petani merupakan sumber daya masyarakat tani itu sendiri yang mampu memperbaiki teknologi pertanian secara berkesinambungan. SL-PHT Hortikultura telah dimulai sejak tahun 2007 hingga sekarang. Pada tahun 2012 terdapat 661 kelompok SL-PHT yang tersebar pada 33 Provinsi di Indonesia yang dananya bersumber dari APBN. Pada umumnya pengunaan dana hanya diperuntukkan pada operasional SL-PHT itu sendiri yakni Honor pendamping lapang, konsumsi peserta selama pertemuan, serta bantuan transport peserta selama pertemuan. Sejalan dengan konsep Pengarusutamaan Gender (PUG), Peserta SL-PHT tiap-tiap kelompok telah ditetapkan maksimal 25 orang dengan persentase peserta perempuan minimal 15% ketetapan ini merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan peran perempuan dalam mengisi pembangunan. Sesuai dengan dana yang telah dialokasikan, dalam setahun pertemuan kelompok memang telah ditetapkan yakni sekitar kali pertemuan yang umumnya berlangsung selama tiga bulan. Namun demikian, ketika pertemuan SL telah mencapai 12 atau 14 kali pertemuan, kegiatan dalam kelompok tersebut tetap berjalan dengan menerapkan teori serta praktek dilapangan yang telah mereka dapatkan selama mengikuti program SL-PHT pada pertanian mereka dan tetap dalam pengawasan pendamping petugas lapang di daerah. 1. Sl-PHT Pada Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang a. SL-PHT pada kabupaten Bandung Barat Pada kabupaten Bandung Barat terdapat dua kelompok yang tergabung dalam SL-PHT, yaitu : 1) Kelompok Tani Bunga Mekar a) Profil Kegiatan Kelompok Tani Bunga Mekar terletak di kampung Sukaraya, RT 03/RW 05, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Dengan jumlah peserta sebanyak 25 orang yang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 7 orang perempuan yang berada dibawah pengawasan pendamping lapang yang berjumlah tiga orang. moditas yang 22 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

30 dibudidayakan pada kelompok ini adalah tanaman hias krisan. Pertemuan dilakukan 1 kali dalam seminggu, setiap hari selasa mulai dari pukul selesai (berkisar 4 5 jam). Penentuan jadwal pertemuan didasarkan pada kesepakatan antara petani dengan pemandu lapangan, dan sampai saat ini (tanggal 3 September 2012) kegiatan SL-PHT telah berlangsung selama 12 kali pertemuan. Kegiatan dilakukan selama satu musim (3 bulan) yang dimulai dari penyemaian sampai pada masa panen dengan melibatkan seluruh peserta. Aktivitas yang dilakukan selama pertemuan adalah pengamatan OPT, pengukuran cabang, jumlah tunas, keadaan gulma, air, gambar pada kertas hasil pengamatan, persentase yang dilanjutkan dengan diskusi oleh seluruh peserta. Beberapa kegiatan budidaya yang dominan dilakukan oleh laki-laki: pencangkulan, pengobatan, penyiraman (kadang-kadang perempuan), penyemprotan, pembuatan screen house. Beberapa kegiatan budidaya yang dominan dilakukan oleh perempuan: penanaman, penyiangan, pemupukan, pupuk dasar (pupuk organik), pupuk kimia, pemangkasan bunga, pemanenan 50:50; Produksi: produksi perminggu kurang lebih tangkai/ perikat Rp (10 tangkai). Panen perminggu. Dari 100 % hasil panen rata-rat yang terjual sekitar 70%. Dengan modal ratarata sekali tanam kurang lebih 5 juta, hasil kurang lebih 10 juta; Pemasaran: biasanya hasil pertanian didistribusikan kepasar Pemasaran rawa belong, jakarta (sebagian besar dikirim ke rawa belong), wastu kencana bandung. Untuk pemasaran Bandung diambil oleh pengepul dan untuk rawa belong langsung dikirim ke pihak kedua. Kontrol terhadap lahan: perempuan tetap berpartisipasi tetapi penentu keputusan tetap berada pada laki-laki. Keuntungan: perempuan lebih dominan dalam pengelolaan uang. Tapi dalam penggunaannya tetap dalam tahap diskusi. Laki-laki berperan dalam pengajuan kebutuhan. Permodalan: tiap-tiap kepala keluarga memiliki aturan yang berbeda tetapi pada umumnya penentu keputusan berada pada laki-laki 23 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

31 b) Kendala yang dihadapi adalah banyaknya istilah-istilah yang sulit di pahami oleh para peserta. Solusi pada level kabupaten adalah lebih menyederhanakan bahasa dalam penyampaian materi, PPL di lapangan berkoordinasi dengan petugas dinas provinsi. Adapun untuk level kelompok tani harus dipecahkan berdasarkan kebutuhan petani/kelompok c) Manfaat bagi kelompok tani adalah menambah wawasan bagi para petani khususnya dalam hal penanganan OPT, menumbuhkan semagat bertani dan meningkatkan rasa percaya diri. 2) Kelompok Tani Agri Binangkit a) Profil Kegiatan Kelompok Tani Agri Binangkit kampung Bukanagara, Desa Pagar Wagi Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, dengan jumlah anggota sebanyak 25 orang yang terdiri dari 17 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Komoditas yang dibudidayakan pada Kelompok Tani Agri Binagkit adalah Buah Jeruk Lembang. Pertemuan dilakukan 1 kali dalam seminggu, adapun waktunya sangat kondisional. Penentuan jadwal pertemuan didasarkan pada kesepakatan antara petani dengan pemandu lapangan. Aktivitas yang dilakukan selama pertemuan adalah Pengamatan OPT, okulasi, cara pembuatan pestisida nabati, gambar pada kertas hasil pengamatan, persentase yang dilanjutkan dengan diskusi oleh seluruh peserta. Beberapa kegiatan budidaya yang dominan dilakukan oleh Laki-laki: pengolahan tanah, pemupukan, pemanfaatan agensi hayati, pengendalian mekanik, pengendalian. Beberapa kegiatan budidaya yang dominan dilakukan oleh perempuan : pada kelompok Tani Agri Bingangkit ini hanya beberap aktivitas saja yang melibatkan perempuan seperti penetapan waktu tanam, penyiangan, sortasi hasil panen, pengemasan dan pengepakan. Kontrol terhadap lahan: perempuan tetap berpartisipasi tetapi penentu keputusan tetap berada pada laki-laki. Keuntungan: perempuan lebih dominan dalam pengelolaan uang. Tapi dalam penggunaannya tetap dalam tahap diskusi. Laki-laki berperan dalam pengajuan kebutuhan. Permodalan: 24 Laporan Kinerja Pengelolaan dan Tipologi Kelompoktani Responsif Gender Tahun 2012

I. GAMBARAN UMUM SL PHT

I. GAMBARAN UMUM SL PHT HASIL MONITORING PUG PADA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2012 SL PHT PADA KELOMPOK TANI BUNGA MEKAR KABUPATEN BANDUNG BARAT DAN KELOMPOK TANI PASIR KELIKI KABUPATEN SUMEDANG I. GAMBARAN UMUM SL

Lebih terperinci

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG)

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG) Modul: Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG) Oleh : Suyatno, Ir. M.Kes Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Semarang Tujuan pembelajaran: 1. Menjelaskan pengertian analisis gender

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009 ANALISIS GENDER SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009 Analisa Gender Adalah proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi dan memahami: pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013 KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) TAHUN 2013 Kementerian negara/lembaga : Pertanian Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Perkebunan Program :

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian

TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian TERM of REFERENCE JUMLAH DESA MANDIRI PANGAN YANG DIBERDAYAKAN TAHUN 2013 Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Eselon I : Badan Ketahanan Pangan Program : Peningkatan Diversifikasi dan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN 1 PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIP YANG RESPONSIP GENDER

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIP YANG RESPONSIP GENDER KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIP YANG RESPONSIP GENDER Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH 1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

dalam Pembangunan Nasional;

dalam Pembangunan Nasional; Anggaran Responsif Gender (ARG) Penyusunan GBS Direktorat Jenderal Anggaran gg Kementerian Keuangan g 1. Dasar Hukum ARG a. UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; b. UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH 1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN MEKANISME PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PENGARUSUTAMAAN GENDER Strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPUTI BIDANG PUG BIDANG EKONOMI KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERPRES NO. 5 TAHUN 2010 RPJMN 2010-2014 A. 3

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PANDUAN TEKNIS PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe No.927, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengarusutamaan Gender. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd TEKNIK ANALISIS GENDER Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 MAKALAH TEKNIK ANALISIS GENDER Dr. Nahiyah Jaidi Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id Pengertian Analisis

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PELATIHAN PEMANDU LAPANG TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Pelatihan Pemandu

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP

EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP Oleh : Sekretariat Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Disampaikan Pada Acara Koordinasi dan Sinkronisasi Pengarusutamaan Gender dalam Mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Tahun 2013

GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Tahun 2013 GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Tahun 2013 Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Organisasi : Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Eselon II/Satker : Program

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 29/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) PILOT PROJECK PENGEMBANGAN OPTIMASI LAHAN SENSITIVE GENDER TAHUN 2013

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) PILOT PROJECK PENGEMBANGAN OPTIMASI LAHAN SENSITIVE GENDER TAHUN 2013 KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE) PILOT PROJECK PENGEMBANGAN OPTIMASI LAHAN SENSITIVE GENDER TAHUN 2013 Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Eselon I : Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun Visi : " Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani "

INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun Visi :  Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun 2015 Instansi : DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR Visi : " Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani " Misi : 1. Mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman yang disebabkan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama, penyakit maupun gulma menjadi bagian dari budidaya pertanian sejak manusia

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN BALAI BESAR

Lebih terperinci

4.9 Anggaran Responsif Gender Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , telah menetapkan tiga strategi pengarusutamaan

4.9 Anggaran Responsif Gender Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , telah menetapkan tiga strategi pengarusutamaan 4.9 Anggaran Responsif Gender Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, telah menetapkan tiga strategi pengarusutamaan pembangunan nasional yaitu Pemerintahan yang Baik, Pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN : BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN

KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN : BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN Kementerian Negara/Lembaga Unit Eselon I Program Hasil Unit Eselon II/Satker Kegiatan Indikator Kinerja Kegiatan : KEMENTERIAN PERTANIAN : BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Halaman I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran...... 2 D. Dasar Hukum... 2 II. Arah Kebijakan Pembangunan 3 A. Visi dan

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN. BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Penyelenggaraan tugas pembantuan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan / atau

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN WALIKOTA PAREPARE PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan dan pembangunan nasional. Selain sebagai penyumbang devisa negara, sektor ini juga

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE PENGEMBANGAN SARJANA MEMBANGUN DESA WIRAUSAHAWAN PENDAMPING (SMD WP) T.A. 2015

KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE PENGEMBANGAN SARJANA MEMBANGUN DESA WIRAUSAHAWAN PENDAMPING (SMD WP) T.A. 2015 KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE PENGEMBANGAN SARJANA MEMBANGUN DESA WIRAUSAHAWAN PENDAMPING (SMD WP) T.A. 2015 KEMENTERIAN : Kementerian Pertanian (018) UNIT ESELON I : Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN RESPONSIF GENDER TAHUN 2015

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN RESPONSIF GENDER TAHUN 2015 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN RESPONSIF GENDER TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Direktorat Jenderal Prasarana dan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA A. KEMENTRIAN : (18) KEMENTERIAN PERTANIAN FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 215 B.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP KATA PENGANTAR Direktorat Alat dan Mesin Pertanian merupakan salah satu unit kerja Eselon II di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pada tahun 2013

Lebih terperinci

Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan Perikanan dan Kehutanan Kota Prabumulih 1

Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan Perikanan dan Kehutanan Kota Prabumulih 1 Kota Prabumulih 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Keinginan Pemerintah dan tuntutan dari publik saat ini adalah adanya transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan negara. Dasar dari

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANFAAT TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PERKEBUNAN RAKYAT PADA TANAMAN KOPI, TEH DAN LADA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANFAAT TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PERKEBUNAN RAKYAT PADA TANAMAN KOPI, TEH DAN LADA LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANFAAT TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PERKEBUNAN RAKYAT PADA TANAMAN KOPI, TEH DAN LADA Oleh: Budiman Hutabarat Adang Agustian Hendiarto Ade Supriatna Bambang Winarso

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI,

Lebih terperinci

ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN

ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN ARTIKEL 11 KEGIATAN WORKSHOP PENINGKATAN KAPASITAS PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN PROVINSI ACEH Kota Banda Aceh, 4-6 Septemberi 2014 Oleh: Subi Sudarto A. Pentingnya Workshop Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018

PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018 PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018 DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2018 KATA PENGANTAR Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci