INVENTARISASI DAN PENYUSUNAN GASETIR ODONIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INVENTARISASI DAN PENYUSUNAN GASETIR ODONIM"

Transkripsi

1 INVENTARISASI DAN PENYUSUNAN GASETIR ODONIM Oleh: Drs. Widodo Edy Santoso 1) ABSTRAK Pertumbuhan DKI Jakarta yang sangat pesat akan berdampak pada tersedianya ruang (spatial) di wilayah sub-urban yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) Kota Jakarta. Kebutuhan akan sarana dan fasilitas pembangunan sebagai daya dukung akan semakin bertambah dan sangat diperlukan. Untuk itu diperlukan peta-peta skala besar untuk berbagai keperluan dalam perencanaan pembangunan. Peta skala besar yang mencakup nama-nama jalan juga diperlukan untuk perencanaan transportasi dalam meningkatkan aksesibilitas suatu wilayah. Tulisan ini menguraikan kegiatan dan inventarisasi nama-nama jalan di Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat, yang telah dilakukan dengan Kabupaten Tangerang pada tahun Anggaran ABSTRACT The very fast growth of DKI Jakarta will affect availability a spatial of sub-urban which its function as a buffer of Jakarta City region. The Requirement of infrastructures and facilities as a power in development supporting will progressively increase and needed. For this reason is needed large scale maps to various requirements in development planning. A large scale map which covers odonym is also needed for transportation planning in improving accessibility of a region. This article elaborate an activities both of investigation and collection of odonyms in Pamulang and Ciputat Districts, which have been done jointly with Kabupaten Tangerang in the year of Keywords : Gasetir Odonim, Toponimi Latar Belakang PENDAHULUAN Resolusi ke 4 Konferensi I Kelompok Pakar Toponimi PBB (United Nations Group of Experts on Geographical Names), tanggal 4 22 September 1967 di Jenewa, menghasilkan beberapa rekomendasi yang disampaikan kepada setiap Negara anggota PBB untuk membentuk suatu lembaga otoritas nama-nama geografis (Geographical Names Authority) Rekomendasi A, mengumpulkan nama-nama geografis (Collection of Geographical Names) Rekomendasi B, membuat prinsip-prinsip pengelolaan namanama geografis (Principles of Office Treatment of Geographical Names) Rekomendasi C, untuk wilayah yang mempunyai ragam bahasa (Multilingual Areas) Rekomendasi D, 1) Peneliti Toponimi Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang-BAKOSURTANAL. 22

2 Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus 2006 dan menyusun prosedur serta tatacara pembakuan / standardisasi nama-nama geografis yang dipublikasikan dalam bentuk gasetir nasional (National Gazetteer) Rekomendasi E. Adanya resolusi tersebut setiap Negara anggota PBB memang tidak diwajibkan melaksanakan resolusi tersebut, tetapi sebagai konsekuensi dalam pergaulan internasional mau tidak mau resolusi tersebut harus dilaksanakan. Dengan demikian pemerintah Indonesia harus menyelenggarakan kegiatan inventarisasi dan pengelolaan nama-nama geografis di seluruh wikayah Nusantara, sebagaimana yang disebutkan dalam resolusi tersebut. Selain itu, dengan terbitnya Undang-undang 32 Tahun 2004, dapat dijadikan landasan hukum dalam melaksanakan resolusi PBB tersebut. Undangundang 32 Tahun 2004, Pasal 7, ayat 2, menyebutkan bahwa Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian rupabumi serta perubahan nama, atau pemindahan Ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Lebih lanjut di uraikan dalam penjelasan Pasal 7, ayat 2: yang dimaksud rupabumi adalah bagian-bagian wilayah yang senyatanya ada dan/atau kemudian ada, namun belum diberi nama, seperti tanah timbul, semenanjung, bukit/gunung/pegunungan, sungai, delta, danau, lembah, selat, pulau dan sebagainya. Dengan demikian tidak bisa ditawar lagi bahwa Pemerintah Indonesia berkewajiban menyelenggarakan kegiatan inventarisasi, penamaan dan pengelolaan yang berkaitan dengan rupabumi atau lebih umum dikenal sebagai topografis atau unsur geografis. Selama ini unsur geografis dipermukaan bumi diwilayah Indonesia, baik unsur alam (gunung, pegunungan, bukit, daratan, lembah, danau, sungai, muara, selat, laut, pulau) maupun unsur buatan (dam, waduk, jalan, jembatan, kota, kawasan permukiman), sebagian besar masih belum bernama (terutama pulau) dan memerlukan proses pemberian dan pembakuan nama, serta perlu disusun secara sistematis dalam bentuk dokumen resmi pemerintah, yang lazim disebut sebagai gasetir. Dokumen resmi dan baku dalam bentuk gasetir tentang nama-nama geografis mempunyai peranan penting bagi Negara, yaitu dapat dipakai sebagai acuan pemerintah, masyarakat, media masa, buku pelajaran sekolah, perencana, pembuat peta baik dalam cara penulisan maupun ejaannya terhadap nama-nama geografis di suatu wilayah. Untuk mewujudkan tertib administrasi penyelenggaraan pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota utamanya dalam tertib penataan nama unsur geografis diseluruh Indonesia, maka sangat mendesak akan kebutuhan inventarisasi dan pembakuan namanama geografis. Pemberian dan pembakuan nama geografis terhadap unsur dipermukaan bumi merupakan suatu pekerjaan yang sangat penting untuk dilakukan, terutama sejak peta difungsikan sebagai salah satu media komunikasi baik secara nasional maupun internasional, sehingga tuntutan terhadap unifikasi atau keseragaman penulisan nama-nama geografis semakin meningkat. Dengan demikian akan dapat tercapai tertib administrasi pemerintahan yang lebih baik. Sebagai dampak atas pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta, maka pertumbuhan pembangunan fisik dan non fisik di kota atau wilayah yang menjadi satelit kota Jakarta juga ikut berkembang secara signifikan, akibatnya adalah wajah kota senantiasa terus berubah dari hari ke hari seiring dengan semakin berkurangnya ruang yang tersedia. Ketersediaan peta dasar di suatu wilayah, mutlak diperlukan untuk menjadi wadah dalam setiap tahapan pembangunan, perencanaan tata ruang, pelaksanaan, pengawasanan maupun evaluasi program kegiatan. Untuk menyesuaikan 23

3 kondisi yang senantiasa terus berubah, maka harus dilakukan pemutakhiran peta secara berkala agar senantiasa selaras dengan perubahan tata ruang di lapangan. Demikian juga dengan peta skala besar untuk perencanaan transportasi mutlak diperlukan sebagai alat untuk mengetahui aksesibilitas suatu wilayah. Kegiatan inventarisasi nama-nama jalan di wilayah Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Pamulang Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, ini dilakukan untuk menjawab tantangan kurang tersedianya peta dan dokumentasi gasetir Odonim (namanama jalan). Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan Bagian Bina Wilayah Setda Kabupaten Tangerang tahun anggaran Permasalahan Peta dasar skala besar yang cukup akurat untuk wilayah Kabupaten belum tersedia, selain itu juga belum tersedia peta nama-nama jalan yang lengkap dan cukup jelas bagi pengguna untuk dapat mengenal dan menentukan lokasi secara benar, serta belum tersedia data toponim sebagai data untuk penataan dan penegasan nama-nama jalan. Tentunya hal ini erat kaitannya ke depan untuk perencanaan dan analisis suatu masalah yang muncul. Maksud dan Tujuan Maksud kegiatan ini adalah untuk menyediakan peta skala besar yang mencakup nama-nama jalan dan tersedianya data Odonim dan dokumentasi gasetir Odonim dalam rangka untuk menunjang penataan dan penegasan nama-nama jalan di Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Pamulang. Tujuan kegiatan ini adalah melakukan inventarisasi nama-nama jalan serta menyusun gasetir Odonim sebagai data dalam penetapan dan penegasan nama-nama jalan di Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang. Kegunaan investigasi ini dapat untuk acuan pembuatan perencanaan transportasi lokal, perencanaan regional, pemasaran produk, pemilihan dan analisis site, serta pemecahan masalah yang memerlukan penggunaan dan analisis nama-nama geografis. Manfaat Manfaat dari kegiatan ini adalah untuk menginventarisasi jalan-jalan dengan atributnya seperti nama, status dan posisi koordinatnya serta informasi lainnya yang relevan di wilayah Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat. Dengan ditegaskannya nama-nama jalan berdasarkan status, nama, posisi koordinat geografis, dan informasi penunjangnya yang berupa dokumentasi toponim nama-nama jalan (Gasetir Odonim), akan dapat digunakan sebagai data atau bahan untuk menetapkan nama-nama jalan dengan atributnya dengan suatu keputusan yang sah dari instansi berwenang di wilayah yang mencakup kedua kecamatan tersebut. Dengan kata lain nama-nama jalan di wilayah Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat akan ditegaskan dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Tangerang, berdasarkan dokumen toponim hasil dari kegiatan ini. 24

4 Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus 2006 METODOLOGI Pengumpulan data dasar Data dasar yang digunakan adalah Peta Rupabumi dijital skala 1: yang diterbitkan oleh Bakosurtanal, mencakup wilayah Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang. Peta ini digunakan sebagai data dasar dalam pengumpulan nama-nama jalan di kedua wilayah kecamatan tersebut. Pengumpulan data penunjang Data penunjang digunakan sebagai acuan, yaitu berupa peta-peta dan informasi atau data statistik yang relevan. Penyusunan basis data Dari data nama-nama jalan dan atributnya yang telah terkumpul akan disimpan secara tetap dan disusun dalam suatu basisdata yang permanen, serta terstruktur dengan baik, sehingga akan memudahkan dalam retrieval dan pemutakhiran data. Input data dan penggambaran peta Setelah basisdata tersusun, proses selanjutnya adalah input data ke dalam basisdata yang permanen, dan secara berkala dapat diperbarui. Untuk menghindari adanya faktor kesalahan manusia dalam input data, dilakukan ferifikasi. Untuk menunjukan penyebaran data, dibuat peta yang akan menggambarkan penyebaran data tersebut secara spasial dan memudahkan dalam pencarian data di lapangan. TAHAP KEGIATAN Daerah Kegiatan Daerah kegiatan yang dipilih adalah Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat. Kecamatan Pamulang luasnya 2980,06 ha, terdiri dari 8 desa, sedangkan Kecamatan Ciputat luasnya 3704,087 ha terdiri dari 13 desa. Persiapan Tahap ini mempersiapkan semua data yang diperlukan, baik data pokok maupun data penunjang. a. Data pokok Pada tahap ini menyiapkan Peta Rupabumi skala 1: yang mencakup wilayah Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat. Peta ini digunakan sebagai pemandu di lapangan untuk mengumpulkan data nama-nama jalan, selain itu sebagai dasar dalam penyajian informasi nama-nama jalan pada peta akhir. 25

5 b. Data Penunjang Data penunjang yang digunakan berupa data dari berbagai sumber yang digunakan sebagai acuan, misalnya peta lain, atlas, data statistik atau acuan lain yang relevan. c. Menyiapkan formulir nama-nama jalan Untuk mengumpulkan data utama disiapkan formulir nama-nama jalan yang disiapkan khusus untuk kegiatan ini. Formulir tersebut mencakup informasi tambahan seperti nama dan nomor lembar, lembar formulir, desa/kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten dan provinsi. Formulir terdiri dari enam (6) kolom yang meliputi informasi utama seperti nomor, nama jalan, status, koordinat pangkal I dan II, serta keterangan atau catatan, kemudian tanggal survei dan nama surveyor. d. Menyiapkan peralatan Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan dalam pengumpulan nama-nama jalan di lapangan, diperlukan peralatan kompas yang digunakan untuk orientasi lapangan, sehingga akan tahu arah dengan pasti. Peralatan lain yang yang digunakan yaitu GPS alat untuk menentukan posisi atau koordinat geografis suatu titik. Ini digunakan untuk menentukan koordinat geografis suatu jalan (unsur linear) yang ditentukan pada titik pangkal 1 dan titik pangkal 2. Pelaksanaan a. Kegiatan lapangan o Orientasi lapangan Sebelum kegiatan dilaksanakan Tim Survei melakukan orientasi lapangan, hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan tim dapat mengenal wilayah yang disurvei, walaupun tidak mengenal secara mendalam tetapi setidaknya dapat mengenal dan merencanakan apa yang akan dilakukan pada saat pelaksanaan. o Pengumpulan data (nama-nama jalan) Nama-nama jalan yang dikumpulkan hanya pada nama-nama jalan yang berstatus kabupaten, kecamatan dan desa, karena ketiga status ini yang seringkali menimbulkan konflik atau pertentangan dalam kepemilikan antara desa, kecamatan atau kabupaten. Nama-nama jalan di perumahan tidak dikumpulkan, karena secara teknis sulit dan komplek, sehingga untuk menampilkannya perlu dibuat dalam skala besar. Selain itu kurang atau jarang sekali timbul konflik kepemilikan antar unit administrasi seperti kampung, RT atau RW. Bagaimana cara pengumpulan data nama-nama jalan di lapangan dan cara pengisian formulir nama jalan, Pertama, yaitu mengisi informasi tambahan seperti, nama dan nomor lembar peta, lembar formulir, desa/kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten dan provinsi. Ini bisa dilakukan sebelum berangkat ke lapangan atau pada saat di lapangan setelah menemukan obyek jalan yang akan dicatat pada formulir. Diusahakan tidak diisi setelah dari lapangan, karena 26

6 Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus 2006 untuk menghindari kesalahan surveyor yaitu lupa. Hal tersebut kadangkala bisa terjadi ketidak sesuaian informasi dari lapangan dengan nama dan lembar petanya. Kedua, mengisi informasi utama sebagaimana yang tercantum di formulir nama jalan, sesuai dengan penomoran pada kolom-kolom yang terdapat di formulir. Kolom 1, untuk nomor urut pengisian/pencatatan; kolom 2, untuk mencatat nama jalan; kolom 3, diisi sesuai dengan status jalan tersebut; kolom 4, diisi sesuai dengan posisi koordinat geografis titik pangkal I; kolom 5, sesuai dengan posisi koordinat geografis titik pangkal II; kolom 6, diisi dengan semua kejadian atau hal-hal yang bersifat informatif atau penting tentang obyek yang bersangkutan. Selain itu, tanggal survei dan surveyor yang bersangkutan harus tercatat. b. Kegiatan laboratorium o Ferifikasi nama dan posisi / koordinat geografi Setelah kegiatan survei nama-nama jalan selesai, kemudian dilakukan ferifikasi data di laboratorium. Ferifikasi dilakukan terutama pada nama dan cara penulisan yang benar. Nama, yang tercatat di formulir apakah sudah benar dan sesuai dengan yang ada di lapangan, serta apakah cara penulisannya sudah benar sesuai dengan ejaan yang benar. Selain itu, jika ada posisi / koordinat geografis yang belum terisi, dapat ditentukan koordinatnya dalam komputer secara digital dengan menggunakan AutoCad. o Penyusunan basisdata nama jalan Suatu konsep dasar dalam penyusunan basisdata, adalah membuat satu format dari data yang akan disimpan ke dalam basis data. Artinya, data tersebut harus dibakukan terlebih dahulu. Dalam penyusunan basisdata perlu juga diperhitungkan kemampuan fungsi untuk penanganan data secara permanen, pemasukkan, penyimpanan, penelusuran yang mudah, integritas, keamanan dan pengelolaan yang cocok dengan isi basisdata. Selain itu, data pada basisdata tersebut harus konsisten dan tidak terjadi redundansi. Untuk membangun basisdata nama-nama jalan perlu dibuat struktur basisdata lebih dahulu, agar dalam proses pencarian dan penyimpanan data lebih mudah dilakukan. Struktur basisdata nama-nama jalan dapat dilihat pada tabel di bawah : 27

7 Struktur Basisdata Field Jenis Karakter Nama Jalan Status Koordinat Ttk Pkl I Desa Kecamatan Koordinat Ttk Pkl II Desa Kecamatan Luas Panjang Nama Lembar Peta Nomor Lembar Peta Text Text Number Text Text Number Text Text Number Number Number Number o Input data dan penggambaran peta Data yang sudah terkumpul dan sudah dilakukan verifikasi baik validasi data dan bentuk penulisan yang benar serta informasi penunjangnya, kemudian dimasukan ke dalam basisdata. Dalam pemasukan data ke basisdata harus dilakukan secara hati-hati, ini perlu diperhatikan karena faktor kesalahan manusia seringkali terjadi pada proses input data. Oleh karena itu, setelah selesai input data harus selalu di periksa berulangkali. Nama-nama jalan yang sudah diidentifikasi dan masuk ke dalam basisdata, serta sudah benar cara penulisannya, kemudian di print dan list nama-nama jalan ini digunakan sebagai acuan dalam penggambaran peta. Peta yang dibuat berskala 1:10.000, menggambarkan Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Pamulang, serta desa-desa yang tercakup di kedua kecamatan tersebut. Uji model Uji model peta dan dokumen nama-nama jalan akan dilakukan, meskipun secara teknis sudah selesai tetapi untuk memperoleh hasil yang baik peta dan dokumen akan dikoreksi oleh Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat. Diharapkan peta atau dokumentasi data nama-nama jalan dapat diferifikasi oleh masing-masing kecamatan, sehingga jika ada kesalahan baik berupa kesalahan teknis maupun faktor kesalahan manusia, dari proses pengumpulan data sampai penggambaran peta dan penyusunan gasetir Odonim, dapat dikembalikan lagi kepada tim pelaksana untuk segera dikoreksi. 28

8 Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus 2006 HASIL DAN BAHASAN Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa suatu konsep dasar dalam penyusunan basisdata untuk menyimpan data nama-nama jalan, adalah dengan membuat satu format data, dengan demikian data tersebut harus dalam satu format yang baku. Data dasar dalam basisdata ini, merupakan data yang nantinya akan disajikan sebagai gasetir nama-nama jalan atau odonim, antara lain : Basisdata Nama Jalan Nama Kolom atau field ini untuk merekam semua nama-nama jalan yang tercatat pada formulir dari lapangan. Bentuk penulisan nama sesuai dengan Panduan yang dibuat oleh Bakosurtanal, di mana nama jalan yang berasal dari nama orang penulisannya sesuai dengan nama asli orang tersebut, diikuti dengan gelar jika orang tersebut bergelar. Misalnya, Jalan Dr. Sutomo, Jalan Jendral Gatot Subroto, Jalan Laks. RE. Martadinata, Jalan Abdul Manaf, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Haji Hasan, Jalan Haji Saiyan, Jalan Dewi Sartika, Jalan Bratasena, dsb. Jika nama jalan tersebut berasal dari nama tempat, nama hewan, nama tumbuhan/pohon/buah, atau nama lainnya, penulisannya sebagai berikut, misalnya, Jalan Blora, Jalan Ciputat Raya, Jalan Ciputat Baru, Jalan Cireundeu Raya, Jalan Bangka, Jalan Sumatera, Jalan Sulawesi, Jalan Bintaro Selatan, Jalan Garuda, Jalan Cendrawasih Satu, Jalan Cendrawasih Dua, Jalan Cendrawasih Tiga, Jalan Gurame, Jalan Beringin, Jalan Jati, Jalan Delima, Jalan Cempaka, Jalan Cempedak, Jalan Cendana, Jalan Dahlia, Jalan Delimajaya, Jalan Mangga, Jalan Rambutan. Nama yang berasal dari unsur generik, kemudian diikuti unsur spesifiknya, maka penulisannya adalah Jalan Bukitsentul, Jalan Bukitbarisan, Jalan Gunungagung, Jalan Telukbayur, Jalan Kaliangke, Jalan Cisedane, Jalan Ciliwung, dsb. Penulisan jalan sebagai unsur generik sebaiknya untuk hal yang sifatnya umum ditulis penuh Jalan..., tetapi untuk hal yang bersifat khusus misalnya dalam suatu peta ruang yang tersedia sempit maka biasa disingkat menjadi Jl.... Untuk hal seperti ini biasanya dalam pembuatan peta sudah baku, tetapi dalam kehidupan sehari-hari belum dibakukan secara resmi. Misalnya, seringkali ditemukan penulisan pada papan nama jalan ditulis Jl...., sebaiknya agar lebih informatif ditulis penuh, Jalan.... Status Pada kolom ini terekam semua status nama-nama jalan yang terkumpul, ini untuk membedakan status nama-nama jalan, apakah jalan tersebut berstatus sebagai jalan desa, jalan kecamatan, jalan kabupaten atau jalan provinsi. Koordinat TP I dan TP II Untuk menentukan lokasi titik tetap suatu unsur geografis adalah dengan posisi koordinat geografis. Unsur seperti permukiman, pulau, dan unsur area lainnya, posisi 29

9 koordinat geografisnya terletak / ditentukan di tengah area tersebut, sedangkan untuk unsur linear seperti jalan, lembah, sungai posisi geografis ditentukan pada masingmasing ujung dan pangkalnya (kalau untuk sungai lebih dikenal sebagai hulu dan muara). Unsur jalan, posisi koordinatnya di tengah ujung-ujung pangkalnya, sebagai titik pangkal I atau TP I dan titik pangkal II atau TP II. Untuk menentukan titik pangkal baik I maupun II, dilakukan secara bebas, bisa TP I lebih dahulu kemudian TP II, atau sebaliknya TP II dahulu baru kemudian TP I. Desa dan Kecamatan Nama Desa dan Kecamatan di mana koordinat geografis titik pangkal I dan titik pangkal II berawal atau berakhir. Jalan yang berstatus desa hanya terletak dalam satu desa, sedangkan untuk jalan yang berstatus kecamatan, kabupaten atau provinsi bisa dalam dua desa atau kecamatan yang berbeda. Ada instansi pemerintah yang membuat klasifikasi jalan sendiri dan menetapkan batas satu lajur jalan masing-masing di batas administrasi yang berbeda. Hal ini berarti, untuk satu lajur jalan dengan satu nama yang melintas dua atau tiga desa, akan mempunyai satu atau dua pangkal jalan. Bagaimana menentukan batasnya, jika ada jalan kabupaten yang memanjang melintasi dua atau tiga kecamatan, kalau batas jalan tersebut terletak di setiap batas desa. Untuk keperluan pembuatan gasetir ada satu prinsip yang mutlak dilakukan, yaitu satu nama hanya untuk satu unsur geografis. Jadi jika ada jalan yang melintas di dua atau tiga desa, maka nama jalan tersebut tetap satu nama. Lebar dan Panjang Informasi penting lain yang perlu dicatat adalah lebar dan panjang jalan, karena informasi ini merupakan ciri pokok suatu jalan. Untuk penentuan lebar jalan bisa dilakukan pada saat survei, tetapi kendala utama dalam pengukuran ini adalah ramainya lalu lintas jalan jika survei dilakukan siang hari. Jika survei dilakukan pada malam hari tidak mungkin, karena bukan hari kerja dan yang jelas adalah sangat memakan waktu. Penghitungan lebar jalan dilakukan di komputer juga kurang valid, karena tergantung pada skala yang digunakan, jika skala yang digunakan kecil maka jalan hanya terlihat sebagai garis, jika skala yang digunakan skala besar misalnya 1:10.000, lebar jalan 10 m di lapangan hanya selebar 1 mm di peta. Untuk pengukuran panjang jalan dapat dilakukan di lapangan secara langsung dengan roll meter, tetapi hanya efektif digunakan untuk jalan-jalan pendek. Jika untuk mengukur jalan sepanjang lebih dari 100 meter, akan lebih efektif dilakukan dengan menggunakan komputer. Nama dan Nomor Lembar Nama dan nomor lembar peta direkam ke dalam basisdata, ini untuk mengetahui referensi peta yang digunakan, sehingga memudahkan dalam pencarian sumber-sumber peta yang digunakan. 30

10 Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus 2006 Sistem penomoran yang dibuat oleh siapapun dan instansi manapun tetap dapat digunakan, karena dengan sistem penomoran ini sudah dapat untuk melacak sumber peta yang terkait. Gasetir Nama Jalan Dalam pembuatan Gasetir Nama Jalan (Odonim) ada beberapa tahap, antara lain : Data AutoCad dengan format Toponimi a. Sumberdata di ambil dari data AutoCad dalam format dwg (masih dalam bentuk per file/nlp) b. Penggabungan data menjadi satu wilayah, yaitu wilayah administrasi per kecamatan c. Key-in data (memasukan nomor lembar peta) pada setiap frame d. Rename nama layer data sesuai format program SML Contoh : Grafis format SML Keterangan: 1.Warna biru batas area kerja dibikin pantai sesuai format SML 2.Warna merah batas kecamatan 3.Warna hijau batas desa 31

11 e. Editing garis batas administrasi dari mulai tingkat kabupaten sampai ke desa, untuk mendapatkan garis poligon (jika poligon ini ada yang bocor, maka data toponim akan menjadi salah alamat). Contoh : Jalan Pala Raya posisinya ada di desa Pondokcabeudik tetapi karena batas desa Pondokcabeudik dengan batas desa Pamulang Timur bocor, maka posisi Jalan Pala Raya di desa Pondokcabeudik, masuk ke wilayah desa Pamulang Timur, padahal seharusnya jalan Pala Raya itu masuk wilayah desa Pondokcabeudik f. Garis batas kecamatan di rename menjadi pantai jika gasetir per kecamatan g. Reposisi text (toponim) sesuai dengan format toponim (posisi masing-masing di titik pangkalnya) h. Setelah diedit sesuai dengan format program SML data CAD ini di save ke dalam format dxf12 dan diproses melalui program SML (program external) + Arc Info. Arc Info + SML (program external) Data Cad dalam format dxf12 diproses melalui program ArcInfo + SML hasilnya dalam bentuk direktori seperti pada gambar di bawah ini. 32

12 Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus 2006 Data ArcView sebagai GIS Toponim Data pada gambar berikut, bisa dilihat secara keseluruhan dengan menggunakan program ArcView, sebagai GIS Toponim (lihat gambar di bawah). Untuk mengecek data sudah benar atau belum bisa dilihat pada direktori Toponimi dengan nama file PAT.dbf melalui program Excell Direktori Toponimi isinya antara lain : 1. BND.dbf 2. LAB 3. PAT.dbf 4. TXT 5. TXX Data Excel sebagai proses editing untuk peralihan data ke program lain (AutoCad, ArcView, Access) o Jika data yang salah seperti nama ganda atau cara penulisan nama salah dan salah akibat poligon batas administrasi bocor, maka untuk mengoreksi harus pada data Cad-nya sebagai sumber data. 33

13 Contoh : Data yang salah pada program Excel Jika data sudah dianggap benar selanjutnya mengatur posisi kolom, penambahan kolom dan data sesuai dengan format basisdata toponim. Proses selanjutnya data Excel ini ditransfer ke Access. Data Access sebagai hasil akhir yaitu berupa dokumen gasetir Hasil akhir dari basisdata ini berupa gasetir, dalam penyusunan akhir ini menggunakan program Access, karena dengan program ini tampilan untuk gasetir lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan program Excel. Data Excel diimpor melalui menu file Get External Data, Import. Setelah diimpor hasilnya berupa data table, data ini dibuat Query, kemudian dibuat data laporan yang berupa gasetir. Contoh laporan data dapat dilihat pada gambar di bawah. 34

14 Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus 2006 Gasetir nama-nama jalan yang nantinya akan digunakan sebagai dokumen resmi dalam penegasan dan penetapan nama-nama jalan memuat informasi sebagaimana yang sudah diuraikan di pada Bab IV, no. 4.1., antara lain Nama, Status, Koordinat Titik Pangkal I, Desa, Kecamatan, Koordinat Titik Pangkal II, Desa, Kecamatan, Lebar, Panjang, Nomor dan Nama lembar peta. Gasetir namanama jalan dapat dilihat di lampiran. Peta Nama-nama Jalan Sebagai back-up dalam dokumen toponimi dibuat peta nama-nama jalan di wilayah Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat. Peta yang dibuat berdasarkan Peta Rupabumi skala 1:10.000, yang mencakup 9 NLP (Nomor Lembar Peta), yaitu , , , , , , , , dan penggambaran peta sesuai dengan spesifikasi peta Bakosurtanal. Peta ini secara umum menggambarkan wilayah administratif Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat, yang menyajikan informasi / unsur-unsur batas administratif, transportasi (jalan), permukiman, hidrografi dan data toponim (teks). Unsur vegetasi tidak diblok dengan warna, tetapi diwakili dengan teks (simbol huruf) yang menunjukkan unsur vegetasinya. Misalnya, sawah disajikan dengan huruf S, ladang dengan L, perkebunan dengan Kb, permukiman dengan M, dsb. Batas wilayah administrasi digambarkan dengan tanda titik dan garis, yang disesuaikan dengan spesifikasi peta rupabumi dari Bakosurtanal. Untuk mengurangi tampilan peta agar tidak berkesan ruwet, yaitu dengan mengurangi unsur-unsur yang tidak penting. Informasi lainnya pada peta ini dapat dilihat pada contoh peta di bawah ini. KESIMPULAN DAN SARAN Secara umum dapat disimpulkan bahwa dengan selesainya kegiatan pengumpulan data toponim jalan atau lebih dikenal sebagai odonim di Kecamatan Pamulang dan Ciputat, Kabupaten Tangerang ini merupakan yang pertama kali di lakukan di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan sebagai contoh untuk daerah-daerah lainnya dalam menghimpun data toponim di wilayah masing-masing, tidak hanya namanama jalan saja tetapi diharapkan semua nama-nama geografis dapat teregistrasi dengan baik, sesuai dengan UU 32 tahun 2004, Pasal 7, ayat 2, bahwa Pemerintah Daerah adalah berhak mengelola nama-nama geografis di wilayahnya. Dengan demikian kegiatan pengumpulan nama-nama jalan ini, adalah relevan dengan Resolusi ke 4, Konferensi I Kelompok Pakar Nama-nama Geografis PBB (UNGEGN) dan sebagai upaya dalam pengumpulan dan pengelolaan nama-nama geografis secara menyeluruh. Pengumpulan nama-nama jalan di Kecamatan Pamulang dan Ciputat, walaupun belum sempurna tetapi sebagai langkah awal dapat dijadikan momentum untuk melaksanakan resolusi PBB dan Undang-undang No. 32 Tahun 2005 secara berkesinambungan. Penyusunan basisdata nama-nama jalan yang sudah terbentuk perlu dilanjutkan untuk melengkapi data nama-nama jalan di seluruh wilayah Kabupaten Tangerang. 35

15 Hasil pengumpulan nama-nama jalan yang berupa Gasetir Odonim ini dapat digunakan oleh pemerintah daerah setempat untuk menegaskan nama-nama jalan yang ada di wilayahnya, yang selanjutnya akan ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Banten untuk membakukan dan mengesahkan nama-nama jalan di wilayah Kecamatan Pamulang dan Kecamatan Ciputat. Basisdata nama-nama jalan ini, dapat dikembangkan untuk meregistrasi semua nama-nama geografis yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang, sehingga akan memudahkan dalam mengelola semua nama-nama geografis di wilayah ini. Selain itu, dalam pengumpulan data nama-nama jalan ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: Memudahkan dalam mengevaluasi aksesibilitas suatu daerah Penghitungan biaya untuk pengiriman barang dan jasa Perencanaan atau penataan transportasi lokal maupun regional Membantu dalam pelayanan PBB Memudahkan mencari suatu lokasi / obyek Mudah memperbarui data dan biaya lebih murah jika produk gasetir dilakukan secara dijital Dapat dihubungkan dengan data grafis untuk membangun gasetir multimedia. Kemudian yang terakhir adalah rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk lebih proaktif dalam pembakuan (standardisasi) dan penanganan nama-nama geografis sesuai dengan Resolusi 4 / Konferensi I UNGEGN, terutama Rekomendasi B (Pengumpulan Nama-nama Geografis) dan Rekomendasi E (Gasetir Nasional), agar dapat tercapai tertib administrasi pemerintahan yang lebih baik (good governance). DAFTAR PUSTAKA Kerfoot, Helen, United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) , Report to the Geographical Names Board of Canada, September Orth, D.J. and Payne, R.L., The National Geographic Names Database: Phase II Instructions. U.S. Geological Survey Circular Santoso, W.E., Basis Data Nama-nama Geografis Nasional. Dok. No. 022/1991, ISSN: , Bakosurtanal. Santoso, Widodo Edy, Penelitian Metoda Pengolah Nama-nama Geografis Untuk Meningkatkan Efektifitas Penyajian Informasi Toponimi. Balai Penelitian Geomatika-Bakosurtanal: Cibinong. Smith, Grant., Describing the Types of Placename Information. The Placename Survey of the United States (PLANSUS), Washington, DC. United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) Report to the Geographical Names Board of Canada, September U.S. Board on Geographic Names, Principles, Policies, and Procedures: Domestic Geographic Names. Reston Virginia. 36

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nama geografis atau nama unsur rupabumi (topografi) baik dalam ucapan dan tulisan lahir dari sejarah kebudayaan manusia sejak manusia berhenti sebagai pengembara (nomaden).

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa untuk menetapkan prinsip-prinsip,

Lebih terperinci

Survei: Sebuah Perjalanan Mengenal Nusantara

Survei: Sebuah Perjalanan Mengenal Nusantara Survei: Sebuah Perjalanan Mengenal Nusantara Negara ini luas. Indonesia, dengan segala kekayaannya, hamparan pulau ini layaknya sebuah surga untuk mereka yang merasa memilikinya. Penjelajahan mengelilingi

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2006 TENTANG TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2006 TENTANG TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2006 TENTANG TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa sebagian besar unsur rupabumi yang merupakan bagian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI EMPAT LAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1038, 2016 KEMENDAGRI. Batas Desa. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN

Lebih terperinci

2013 IKATAN GEOGRAF INDONESIA Banjarmasin 2-3 Nopember

2013 IKATAN GEOGRAF INDONESIA Banjarmasin 2-3 Nopember PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI SEBAGAI BAGIAN GEOSTRATEGIS NKRI Aji Putra Perdana * Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponimi, Badan Informasi Geospasial, Jl. Raya Jakarta-Bogor KM46, Cibinong 16911 ajiputrap@gmail.com,

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom No.1513, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Audit Tata Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-399 PENGGUNAAN CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1:5.000 KECAMATAN NGADIROJO, KABUPATEN PACITAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PRT/M/2015 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBERIAN UANG TUNAI UNTUK RUMAH PENGGANTI DAN PEMBERIAN UANG SANTUNAN

Lebih terperinci

ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA

ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA Danang Budi Susetyo, Dini Nuraeni, Aji Putra Perdana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial

Lebih terperinci

Gasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa

Gasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa SISTEMATIKA Gasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa Ida Herliningsih Kepala Bidang Toponim Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Disampaikan pada acara Seminar Nasional Toponimi

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : BAKOSURTANAL 1 PROGRAM SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL Meningkatnya Pemanfaatan Peta Dasar Dalam Mendukung Pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENAMAAN JALAN DAN PENOMORAN BANGUNAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN

Lebih terperinci

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah LAMPIRAN 6 KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL DASAR BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS 2012 Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2015

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2015 BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN DAN SARANA UMUM DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG

PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG KONSEP ONE MAP POLICY 1 Standard Referensi Satu georeferensi yang sama Satu Pedoman yang sama Geoportal Basisdata Standar

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG Dinar DA Putranto dwianugerah@yahoo.co.id PENGERTIAN RUANG Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG MEKANISME PERAN SERTA SETIAP ORANG DALAM JARINGAN INFORMASI GEOSPASIAL NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG MEKANISME PERAN SERTA SETIAP ORANG DALAM JARINGAN INFORMASI GEOSPASIAL NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG MEKANISME PERAN SERTA SETIAP ORANG DALAM JARINGAN INFORMASI GEOSPASIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DAN EVALUASI METODA GRAPHIC INDEX MAPPING DALAM PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN PATI

PENGGUNAAN DAN EVALUASI METODA GRAPHIC INDEX MAPPING DALAM PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN PATI PENGGUNAAN DAN EVALUASI METODA GRAPHIC INDEX MAPPING DALAM PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN PATI Ben Prayogo Hillman 1, Chatarina Nurjati 1, Yuwono 1 Program

Lebih terperinci

Kebijakan Pembakuan Nama Rupabumi di Indonesia. Drs. Eko Subowo, MBA Plt. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri

Kebijakan Pembakuan Nama Rupabumi di Indonesia. Drs. Eko Subowo, MBA Plt. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri Kebijakan Pembakuan Nama Rupabumi di Indonesia Drs. Eko Subowo, MBA Plt. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri Latar Belakang dan Esensi Toponim Nama geografis atau nama unsur rupabumi (topografi)

Lebih terperinci

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto Pengertian SIG Sistem informasi yang menggunakan komputer untuk mendapatkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang mengacu pada lokasi geografis

Lebih terperinci

PRAKTIKUM-2 PENGENALAN ARCVIEW

PRAKTIKUM-2 PENGENALAN ARCVIEW PRAKTIKUM-2 PENGENALAN ARCVIEW Tujuan: - Mahasiswa dapat mengenal software Arcview beserta menu-menu yang terdapat di dalamnya - Mahasiswa dapat mengoperasikan software Arcview Pendahuluan Software ArcView

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Pengantar Teknologi FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO http://www.dinus.ac.id Informasi (Teori) Minggu ke-11 Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom Definisi GIS

Lebih terperinci

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25 REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25.000 BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BIG NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG KETELITIAN PETA DASAR (Studi Kasus: Pekerjaan Pemetaan RBI Aceh Paket

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 2012 TENTANG PENAMAAN JALAN, TAMAN TERBUKA, TEMPAT PEMAKAMAN UMUM DAN PENOMORAN BANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1

WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1 WebGIS-PT Website Geographic Information System - Pariwisata Terpadu 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 BAB 1 PENDAHULUAN... 4 1.1 Latar Belakang... 4 1.2 Landasan Hukum... 5 1.3 Maksud Dan Tujuan... 6 1.4 Rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana

Lebih terperinci

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No.1 Vol. XV Institut Teknologi Nasional Januari Maret 2011 Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis M. ABDUL BASYID, DIAN SURADIANTO Jurusan Teknik Geodesi FTSP

Lebih terperinci

Oleh: Faisal Achsan Asyari Dosen pembimbing: 1. Ir. Yuwono MT 2. Dr. Ir. M. Taufik

Oleh: Faisal Achsan Asyari Dosen pembimbing: 1. Ir. Yuwono MT 2. Dr. Ir. M. Taufik PENGEMBANGAN PROGRAM PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH (P4T) SISTEM INFORMASI PERTANAHAN (SIP) (STUDI KASUS :DESA MOJOMULYO DAN DESA GEMPOLSARI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH) Oleh:

Lebih terperinci

TOPIK I Pengantar Sistem Informasi Geografi

TOPIK I Pengantar Sistem Informasi Geografi TOPIK I Pengantar Sistem Informasi Geografi Judul Dosen : MATA KULIAH SIG (TKW-330) : 1. Drs. Suprajaka, MTP 2. Taufik Hidayatulah, S.Si Perpaduan dua teknologi yang menciptakan perkembangan aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, wwwbpkpgoid PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 27 TENTANG JENIS DAN ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG JENIS DAN ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K No.31, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Geospasial. Informasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Abstrak PENDAHULUAN.

Abstrak PENDAHULUAN. PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH ANTARA PROVINSI JAWA TIMUR DAN PROVINSI BALI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 PENENTUAN BATAS PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAERAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG JENIS DAN ATAS YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Proses Pengolahan Data Spasial

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Proses Pengolahan Data Spasial BAB IV ANALISIS Dalam penelitian ini ada 3 variabel yang menjadi objek analisis, yaitu data input, sistem, dan output. Berikut pembahasan ketiga variable tersebut: IV.1. Data Input Dalam pembuatan aplikasi

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL PENENTUAN LOKASI KESEHATAN DI KOTA SALATIGA

ANALISIS SPASIAL PENENTUAN LOKASI KESEHATAN DI KOTA SALATIGA Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi - Vol. 4 No. 1 Maret 2013 ANALISIS SPASIAL PENENTUAN LOKASI KESEHATAN DI KOTA SALATIGA Agus Santoso Program Studi Sistem Informasi STMIK ProVisi Semarang bigsevencode@gmail.com

Lebih terperinci

Jenis-Jenis dan Fungsi Peta Arif Basofi

Jenis-Jenis dan Fungsi Peta Arif Basofi Jenis-Jenis dan Fungsi Peta Arif Basofi PENS 2013 Objectives Memahami definisi peta Mengenal Jenis-Jenis Peta Memahami Tujuan Setiap Jenis Peta Referensi 1. Eddy Prahasta, Sistem Informasi Geografis, Informatika,

Lebih terperinci

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Informasi Geospasial Pusat Standardisasi dan Kelembagaan Informasi Geospasial Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial Badan Informasi Geospasial

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI TATA RUANG KABUPATEN/KOTA BERBASIS CITRA SATELIT DAN GIS PENGANTAR Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan yang besar di berbagai bidang termasuk bidang

Lebih terperinci

AGENDA Kegiatan Divisi ASEPSW

AGENDA Kegiatan Divisi ASEPSW UNGEGN DIVISI ASIA TENGGARA DAN PASIFIK BARAT DAYA (Asia South-East & Pacific South-West Division) AGENDA Kegiatan Divisi ASEPSW Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) UNGEGN, ASEPSW

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Peran Informasi Geospasial dalam Inventarisasi Toponimi, Perencanaan dan Pengelolaan Pembangunan. Bambang Marhaendra Djaja

Peran Informasi Geospasial dalam Inventarisasi Toponimi, Perencanaan dan Pengelolaan Pembangunan. Bambang Marhaendra Djaja Peran Informasi Geospasial dalam Inventarisasi Toponimi, Perencanaan dan Pengelolaan Pembangunan Bambang Marhaendra Djaja risendra@gmail.com Abstrak Ketersediaan informasi geospasial yang akurat dan terpercaya

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Disusun Oleh : Adhi Ginanjar Santoso (K3513002) Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

Modul Pelatihan. Konsolidasi dan Kontrol Kualitas Data Pembangunan Sumberdaya Lahan Tingkat SKPD dan Kabupaten/Provinsi

Modul Pelatihan. Konsolidasi dan Kontrol Kualitas Data Pembangunan Sumberdaya Lahan Tingkat SKPD dan Kabupaten/Provinsi Modul Pelatihan Konsolidasi dan Kontrol Kualitas Data Pembangunan Sumberdaya Lahan Tingkat SKPD dan Kabupaten/Provinsi Daftar Isi BAB 1 Data dan Metadata yang Relevan dan Shahih... 1 BAB 2 Konsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 TINJAUAN UMUM Jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelancaran pergerakan lalu lintas. Dimana fungsi jembatan adalah

Lebih terperinci

PEMETAAN PARTISIPATIF BATAS KELURAHAN DI KECAMATAN SUKOLILO KOTA SURABAYA

PEMETAAN PARTISIPATIF BATAS KELURAHAN DI KECAMATAN SUKOLILO KOTA SURABAYA PEMETAAN PARTISIPATIF BATAS KELURAHAN DI KECAMATAN SUKOLILO KOTA SURABAYA PEMETAAN PARTISIPATIF BATAS KELURAHAN DI KECAMATAN SUKOLILO KOTA SURABAYA Yanto Budisusanto, Khomsin, Renita Purwanti, Aninda Nurry

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 1 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 1 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 1 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR

1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR K 0K LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2010 TANGGAL 1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR dan/ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 15 15 16 A. Garis

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber : 2 Sumber : Media Indonesia Edisi Selasa, 14 November 2006.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber :  2 Sumber : Media Indonesia Edisi Selasa, 14 November 2006. BAB I PENDAHULUAN Perkembangan pariwisata dari tahun ke tahun semakin pesat dengan pilihan yang semakin beragam. Diantara pilihan terdapat wisata budaya, ilmiah, belanja, kuliner, alam dan ziarah. Di kawasan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS APLIKASI PEMETAAN PARTISIPATIF PUSAT PENGELOLAAN DAN PENYEBARLUASAN INFORMASI GEOSPASIAL

PETUNJUK TEKNIS APLIKASI PEMETAAN PARTISIPATIF PUSAT PENGELOLAAN DAN PENYEBARLUASAN INFORMASI GEOSPASIAL PETUNJUK TEKNIS APLIKASI PEMETAAN PARTISIPATIF PUSAT PENGELOLAAN DAN PENYEBARLUASAN INFORMASI GEOSPASIAL KATA PENGANTAR Aplikasi Pemetaan Partisipatif merupakan aplikasi yang dikelola oleh Badan Informasi

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR i Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 3 1 Ruang lingkup... 4 2 Istilah dan definisi... 4 2.1 Istilah Teknis Perpetaan... 4 2.2 Istilah Tata Ruang... 5 3 Penyajian Muka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Jakarta Timur, dengan fokus pada Kecamatan Jatinegara. Kecamatan ini memiliki 8 Kelurahan yaitu Cipinang Cempedak, Cipinang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komputer dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem manajemen berupa informasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mengutip pernyataan Jacub Rais bahwa kita terpesona oleh kalimat bersayap William Shakespeare What s in a name, tetapi tidak berlaku dalam toponimi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Aetra Air Tangerang merupakan perusahaan hasil kerjasama pemerintah kabupaten Tangerang dengan pihak swasta (KPS) yang menyuplai kebutuhan air bersih bagi penduduk

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PROVINSI JAWA TIBtUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PEDOBSAN TEKNIS PEBSBAKUAN NAMA RUPABUMI DI KABUPATEN PACITAN

BUPATI PACITAN PROVINSI JAWA TIBtUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PEDOBSAN TEKNIS PEBSBAKUAN NAMA RUPABUMI DI KABUPATEN PACITAN BUPAT PACTAN PROVNS JAWA TBtUR PERATURAN BUPAT PACTAN NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PEDOBSAN TEKNS PEBSBAKUAN NAMA RUPABUM D KABUPATEN PACTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG BAHA ESA BUPAT PACTAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Tujuan. Data dan SIG. Arna fariza. Mengerti data dan informasi Mengerti tentang sistem informasi geografis 3/8/2016

Tujuan. Data dan SIG. Arna fariza. Mengerti data dan informasi Mengerti tentang sistem informasi geografis 3/8/2016 Data dan SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti data dan informasi Mengerti tentang sistem informasi geografis 1 Materi Data dan Informasi Sistem Informasi Geografis Data

Lebih terperinci

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 G199 Penentuan Batas Pengelolaan Wilayah Laut Antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Rainhard S Simatupang 1), Khomsin 2) Jurusan

Lebih terperinci

Abstract. Keywords : Agriculture, GIS, spatial data and non-spatial data, digital map. Abstrak

Abstract. Keywords : Agriculture, GIS, spatial data and non-spatial data, digital map. Abstrak TELEMATIKA, Vol. 13, No. 02, JULI, 2016, Pp. 69 79 ISSN 1829-667X ANALISIS HASIL PERTANIAN DI KOTA DENPASAR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Ni Nyoman Supuwiningsih Program Studi Sistem Komputer

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis Pemetaan Hutan Rakyat Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan Klasifikasi Sumber Daya Alam

Sistem Informasi Geografis Pemetaan Hutan Rakyat Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan Klasifikasi Sumber Daya Alam Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2017 STMIK STIKOM Bali, 10 Agustus 2017 Sistem Informasi Geografis Pemetaan Hutan Rakyat Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan Klasifikasi Sumber Daya Alam Fitri Nuraeni

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1252, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Wilayah Batas Daerah. Penegasan. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung 24 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung Badan Pertanahan Nasional adalah suatu lembaga Pemerintah

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

2 4. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 1 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan InaGeoportal; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURA

2 4. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 1 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan InaGeoportal; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2015 BIG. Peran Serta. Orang. Jaringan Informasi Geospasial Nasional. Mekanisme. PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG MEKANISME

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1050, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Batas Areal Kerja. KPH. KJDTK. Penataan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.43/Menhut-II/2013 TENTANG

Lebih terperinci

SURVEI PENYIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DESA DI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA JURNAL. Oleh Rahmad Ferdi

SURVEI PENYIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DESA DI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA JURNAL. Oleh Rahmad Ferdi SURVEI PENYIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DESA DI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA JURNAL Oleh Rahmad Ferdi PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka kebijakan penetapan batas desa sebagai

Lebih terperinci

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) 1) Skala 1:10.000, 7 (tujuh) layer Per Nomor (NLP) ,00. Per Km² 20.

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF (Rp) 1) Skala 1:10.000, 7 (tujuh) layer Per Nomor (NLP) ,00. Per Km² 20. LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL I.

Lebih terperinci

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Edisi : I Tahun 2003 KERJASAMA ANTARA DEPARTEMEN DALAM NEGERI DENGAN BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAAN NASIONAL Cibogo, April 2003 MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA Oleh:

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN KERINCI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN KERINCI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN KERINCI DARI WILAYAH KOTA SUNGAIPENUH KE WILAYAH KECAMATAN SIULAK KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bantuan komputer yang berkait erat dengan sistem pemetaan dan analisis

BAB I PENDAHULUAN. dengan bantuan komputer yang berkait erat dengan sistem pemetaan dan analisis BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geographic Information System (GIS) atau Sistem Informasi Berbasis Pemetaan dan Geografi adalah sebuah alat bantu manajemen berupa informasi dengan bantuan komputer

Lebih terperinci