2013 IKATAN GEOGRAF INDONESIA Banjarmasin 2-3 Nopember

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2013 IKATAN GEOGRAF INDONESIA Banjarmasin 2-3 Nopember"

Transkripsi

1 PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI SEBAGAI BAGIAN GEOSTRATEGIS NKRI Aji Putra Perdana * Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponimi, Badan Informasi Geospasial, Jl. Raya Jakarta-Bogor KM46, Cibinong ajiputrap@gmail.com, aji.putra@big.go.id ABSTRACT Geographical Names or topographical names known also as place names or toponym is one of the basic information related to geographical features or phenomenon. Standardization on geographical names in Indonesia lead by Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi according to Presidential Regulation Number 112 Year A list of geographical names called gazetteer, now has transform into gazetteer as spatial identifier as intuitive access to other informations. The availability of official and standardized geographical names should be use as geospatial information reference. Indonesian National Gazettteer as the basic information in development and geostrategy of NKRI. Keywords: Geographical Names, Toponymy, Gazetteer, Geostrategic A. PENDAHULUAN Latar Belakang Nama adalah sebuah identitas yang diberikan pada suatu obyek atau fenomena tertentu untuk memudahkan manusia saling berinteraksi dan berkomunikasi. Nama geografis adalah nama-nama yang melekat pada unsur-unsur geografis, baik unsur alami maupun buatan manusia. Nama dipelajari melalui sebuah ilmu yang disebut dengan onomastika (studi yang mempelajari berbagai jenis nama), sedangkan nama geografis atau dikenal pula dengan toponim atau nama tempat, dan di Indonesia dikenal dengan nama rupabumi dipelajari dalam sebuah cabang onomastika yaitu toponimi. Toponimi adalah ilmu yang mempelajari nama tempat (toponim), mulai dari asal usulnya, arti,maknanya, penggunaannya dan tipologinya. Kata toponimi itu sendiri berasal dari place" atau "tempat") dan ónoma ( name" dan "nama"). Lalu apa itu toponim?, toponimi adalah ilmunya, toponim adalah istilah umum untuk suatu tempat atau entitas geografis. Terkait hal tersebut, ada beberapa tipe spesifik dari toponim; diantaranya ialah odonim atau nama jalan; hidronim atau nama tubuh perairan dan oronim atau nama gunung, bukit, pegunungan dan perbukitan. Nama geografis mencakup informasi mengenai nama, tata cara penulisan, pengucapan, asal bahasa, sejarah, jenis unsur, koordinat (lokasi), wilayah administrasi, nama dan nomor lembar peta yang menyajikan nama tersebut, status, aksesibilitas data, serta potensi unsur geografis tersebut. Kesemua yang terkandung dalam sebuah nama geografis sebagai akses intuitif ke berbagai informasi merupakan bagian yang penting dalam gatra geografis sebagai modal ketahanan nasional. Akan tetapi, bukan sembarang nama geografis yang dikumpulkan begitu saja yang dapat menjadi modal dalam geostrategis suatu bangsa. Nama geografis yang telah dibakukan secara resmi oleh otoritas penamaan nasional yang didasarkan pada resolusi internasional itulah nama geografis yang dapat menjadi modal utama dan informasi mendasar bagi kedaulatan bangsa dari aspek kewilayahan. Nama bukan sekedar tulisan di dalam lembaran peta semata. Sebuah peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menggambarkan wilayah kedaulatan NKRI baik di darat maupun di laut apabila tidak ada nama geografis di dalamnya maka layaknya peta buta yang dijadikan ajang pembelajaran untuk pengenalan suatu wilayah. Nama geografis yang baku dari * Corresponding author. Geograf Berkarya Membangun Bangsa 675

2 sisi tata cara penulisan hingga peletakan posisi (koordinat) nama geografis pada sebuah Peta NKRI memegang peranan yang penting dalam memandang peta sebagai informasi geostrategis yang menggambarkan letak dan kondisi geografis NKRI dengan segala potensi yang dimilikinya. Proses pengumpulan nama geoagrafis bukanlah suatu proses yang mudah, meskipun pengumpulan nama tersebut telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan pemetaan rupabumi di Indonesia. Nama yang telah dikumpulkan dikelola dalam sebuah daftar nama dan basisdata yang dikenal dengan gasetir. Kegiatan pemetaan rupabumi dan penyusunan gasetir rupabumi yang dilakukan oleh Bakosurtanal yang kini telah bertransformasi menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG) menjadi bagian tak terlepaskan untuk mendukung kegiatan pembakuan nama rupabumi. Pembakuan nama rupabumi di Indonesia dilaksanakan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (TNPNR) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. TNPNR ini sebagai lembaga otoritas penamaan rupabumi nasional di Indonesia yang tugasnya diantaranya ialah mewujudkan gasetir nasional. Untuk mewujudkannya maka dibentuklah kelembagaan di daerah yaitu Panitia Pembakuan Nama Rupabumi (PPNR) Provinsi dan Kabupaten/Kota serta disusunlah beberapa pedoman pembakuan nama rupabumi. Mengapa diperlukan pembakuan nama geografis atau nama rupabumi? Sebagai contoh: Nama nama gunung, seperti Gunung Semeru (ditulis dengan dua kata terpisah, karena gunung adalah elemen generik dari bentuk rupabumi dan Semeru nama dirinya, atau elemen spesifik). Di sisi lain, ada kota yang menggunakan kata gunung di dalam nama dirinya dan menulisnya dalam kaedah bahasa Indonesia yang benar, yaitu Kota Gunungsitoli (ditulis sebagai satu kata Gunungsitoli karena elemen generiknya bukan gunung tetapi Kota ). Hal yang serupa juga sama saat menulis nama-nama kota Tanjungpinang, Pangkalpinang, Bukittinggi, Ujungpandang, Muarajambi. Akan tetapi dapat kita lihat, misalnya kota pelabuhan di Jakarta ditulis Tanjung Priok, yang tentunya hal ini tidak konsisten dalam bahasa Indonesia. Seharusnya ditulis Tanjungpriok atau Tanjungperiuk, Tanjungperak, Tanjungemas, dan sebagainya. Semua harus ditulis dalam satu kata karena bukan nama suatu tanjung. Contoh lain lagi seperti: Cimahi (kota), tetapi Ci Tarum ditulis dua kata, karena Ci adalah elemen generik dari sungai, demikian Wai Seputih (sungai) dan Waikambas (daerah konservasi gajah). Wai dan buka Way yang selama ini ditulis secara resmi, karena wai artinya air atau sungai yang berasal dari bahasa Polynesia (Perdana,dkk. 2011). Gambar 1. Peta NKRI Edisi Tahun (Sumber: BIG, ) 676 Geograf Berkarya Membangun Bangsa

3 Hasil dari pembakuan nama rupabumi yang disusun ke dalam sebuah Gasetir Nasional dan diharapkan dapat menjadi acuan informasi kewilayahan NKRI. Selain itu, TNPNR juga memiliki tujuan untuk menyediakan data dan informasi mengenai nama geografis yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentunya selaras dengan cita-cita lahirnya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU IG). Nama geografis atau nama rupabumi merupakan salah satu informasi geospasial dasar yang disajikan dalam peta dasar sebagai mana yang tertuang di dalam UU IG. Keberadaan UU IG ini semakin memperkuat arti pentingnya sebuah nama geografis yang baku sebagai bagian dari geostrategis NKRI. Tujuan Tulisan ini memberikan gambaran pembakuan nama rupabumi yang diharapkan dapat menjadi penguat jati diri bangsa dan memantapkan ketahanan nasional melalui data kewilayahan yakni gasetir nasional. B. BAHAN DAN METODE Gasetir Rupabumi sebagai bahan verifikasi dan pembakuan nama rupabumi Nama rupabumi yang disajikan dalam Peta Rupabumi Indonesia menjadi bahan dasar proses verifikasi dan pembakuan nama rupabumi (Mayasari, dkk., 2011). Perolehan nama rupabumi dilakukan dari hasil kegiatan survei kelengkapan lapangan (Gambar 2). Perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi geospasial semakin membantu di dalam penyiapan peta manuskrip kegiatan pemetaan rupabumi, misalnya ketersediaan data sekunder dari berbagai sumber yang beraneka ragam (crowd-sources) dapat digunakan sebagai informasi sementara yang tetap harus dicek di lapangan (Perdana, dkk., 2012). Saat ini kegiatan pengumpulan nama rupabumi melibatkan dan berkoordinasi dengan Panitia Pembakuan Nama Rupabumi Provinsi dan Kabupaten/Kota sehingga nama geografis yang dikumpulkan dalam kegiatan pemetaan rupabumi dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat mengakselerasi proses verifikasi dan pembakuan nama rupabumi oleh TNPNR dan PPNR. Peta Manuskrip Rupabumi Indonesia Survei Kelengkapan Lapangan Peta Rupabumi Indonesia (Peta RBI) Gasetir Rupabumi Gambar 2. Pengumpulan dan Penyusunan Gasetir dalam Proses Pemetaan RBI (Sumber: Mayasari, dkk., 2012) Pembentukan basisdata nama geografis yang seamless dilakukan sejak tahun 2004 hingga sekarang untuk menghasilkan gasetir rupabumi yang dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh TNPNR dan PPNR (Perdana, dkk., 2011a). Proses penyusunan gasetir rupabumi sebagaimana dapat diihat dalam Gambar 3, mempergunakan nama geografis yang disajikan dalam Peta Rupabumi Indonesia skala menengah (1: dan 1:50.000). Gasetir rupabumi merupakan contoh gasetir ringkas yang memuat nama geografis, nama lokal, posisi geografis, informasi ketinggian, wilayah administrasi, nama dan nomor lembar peta. Geograf Berkarya Membangun Bangsa 677

4 Peta RBI Editing dan Reposisi Nama Unsur Rupabumi Pemberian Nilai Tinggi Penggabungan Data Konversi Format Data ke GIS Transformasi Koordinat Pembuatan Basis Data Gasetir Rupabumi Gambar 3. Tahapan Penyusunan Gasetir Rupabumi (Sumber: Mayasari, dkk., 2012) Gasetir Rupabumi bersumber dari Peta RBI skala 1: dan 1:50.000, selain itu tersedia daftar nama rupabumi peta RBI 1: yang merupakan satu rangkaian bagian dari kegiatan pemetaannya (Gambar 4). Gambar 4. Indeks Peta RBI Skala 1:50.000, 1:25.000, dan 1: (Sumber: Hendrayana, 2012) Sebaran nama rupabumi yang telah terkelola dalam basisdata nama rupabumi dengan sumber data peta RBI skala menengah area cakupannya sebagaimana dapat dilihat pada gambar 5. Beberapa wilayah yang belum tercakup dikarenakn sumber data skala menengah yang masih dalam proses pengerjaan untuk wilayah sumatera dan belum digabungkannya data untuk pembentukan gasetir di sebagian wilayah papua. 678 Geograf Berkarya Membangun Bangsa

5 Gambar 5. Status Gasetir Rupabumi per 2012 Kegiatan Verifikasi dan Pembakuan Nama Geografis Di era globalisasi informasi, semua orang dapat mencari nama tempat dengan begitu mudahnya. Akan tetapi, keakuratan informasi yang diperolehnya sangat tergantung pada sumber data dari nama geografis tersebut. Nama geografis yang tersaji di dalam beberapa sajian peta atau situs online yang menggambarkan permukaan bumi dengan nama sebagai informasi kunci untuk pencarian sebuah lokasi atau tempat dapat menjadi alat bantu atau malah menyesatkan. Hal ini dapat terjadi apabila sumber data yang dipergunakan belum merupakan nama geografis yang telah diverifikasi. Banyak nama rupabumi dari berbagai sumber sajian informasi di dunia maya tampaknya perlu mendapat perhatian dan dikontrol oleh otoritas pembakuan nama (Perdana, dkk., 2012). Sedianya data tersebut dapat dijadikan sebagai data sekunder untuk kemudian diverifikasi sesuai dengan pedoman dan prosedur verifikasi dan pembakuan nama rupabumi yang telah disusun oleh TNPNR. Verifikasi dan pembakuan nama rupabumi dilakukan untuk mempertahankan nama sebagai identitas yang unik, konsistensi dan akurasi serta arti, makna dan sejarah di balik sebuah nama (Perdana, dkk., 2011a; Mayasari, dkk., 2011). Tahapan proses inventarisasi nama rupabumi hingga verifikasi dan pembakuannya sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi (Gambar 6). Geograf Berkarya Membangun Bangsa 679

6 Gambar 6. Prosedur Inventarisasi, Verifikasi dan Pembakuan Nama Rupabumi (Sumber: Permendagri Nomor 39 Tahun 2008) C. HASIL DAN PEMBAHASAN Road Map dan Kemajuan Proses Pembakuan Nama Rupabumi Terbentuknya Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi berdasarkan PERPRES No. 112/2006 sebagai implementasi resolusi PBB I/4, Rekomendasi B: bahwa pada tahap awal dalam standarisasi internasional nama-nama geografis, setiap negara harus mempunyai otoritas nasional nama-nama geografis. Hal ini sebagai titik tolak dalam pembakuan nama-nama geografis secara nasional dan pengelolaan nama-nama geografis secara berkelanjutan sejalan dengan perubahan dinamika masyarakat. Kegiatan pembakuan nama rupabumi yang diselenggarakan oleh TNPNR dengan dukungan PPNR Provinsi dan Kabupaten/Kota telah memiliki road map (Gambar 7). Dimulai dari tahun 2005 hingga 2009 telah dilakukan verifikasi dan verifikasi nama pulau, tahun dilakukan verifikasi nama wilayah administrasi, dan tahun verifikasi nama rupabumi unsur alami. Tahun akan dilakukan verifikasi nama rupabumi unsur buatan dan tahun verifikasi nama rupabumi warisan budaya. 680 Geograf Berkarya Membangun Bangsa

7 Gambar 7. Road Map Verifikasi Nama Rupabumi TNPNR Gambar 8. Proses Verifikasi Data Nama Rupabumi Sumber data yang dipergunakan dalam verifikasi yang utama ialah gasetir rupabumi, dilengkapi dengan hasil inventarisasi yang telah dilakukan oleh PPNR Provinsi bersama dengan PPNR Kabupaten/Kota, serta dari data sekunder pendukung lainnya (Gambar 7). Ketiga sumber data tersebut dapat dipergunakan dalam proses verifikasi nama rupabumi, sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil yang komprehensif, andal, dan dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan verifikasi ini menghadirkan PPNR, pemangku pemerintahan daerah terkait, hingga sesepuh di daerah tersebut yang dapat menjadi narasumber mengenai asal, arti, dan sejarah sebuah nama. Contoh hasil verifikasi baik berupa form isian maupun basisdata nama rupabumi verifikasi dapat dilihat pada Gambar 8. Pembakuan nama wilayah administrasi telah selesai dilaksanakan di 33 Provinsi, termasuk di dalamnya 339 kabupaten, 98 kota, dan 6693 kecamatan. Hasil verifikasi ini perlu ditindaklanjuti terlebih pasca pemekaran beberapa wilayah, misalnya seperti lahirnya Provinsi Kalimantan Utara. Geograf Berkarya Membangun Bangsa 681

8 Contoh Hasil Verifikasi Nama Wilayah Administrasi Contoh Hasil Verifikasi Nama Rupabumi Unsur Alami Gambar 9. Contoh Form dan Basisdata Verifikasi Nama Rupabumi Verifikasi nama pulau yang dilakukan oleh TNPNR dan PPNR Provinsi dan Kabupaten/Kota telah ditelaah datanya oleh tim kerja pembakuan nama pulau-pulau, penghitungan panjang garis pantai, dan luas wilayah Indonesia terdiri dari para pakar pemerintahan dan akademisi. Tim kerja ini menyepakati apa yang telah disampaikan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi dalam Sidang ke X Konferensi PBB tentang Pembakuan Nama Rupabumi (UNCSGN) di New York, USA yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juli sampai 12 Agustus 2012 bahwa Indonesia menyampaikan dalam Country Report: pulau-pulau yang telah dibakukan namanya ialah pulau sesuai dengan RPP tentang Gasetir Pulau di Indonesia. Secara umum yang dilaporkan bahwa prioritas nasional penamaan nama-nama pulau telah selesai dilaksanakan terkait dengan Rekomendasi B Resolusi I/4, tentang Pengumpulan Namanama Geografi. Penamaan pulau dilaksanakan sebagai prioritas sejak adanya konflik sejumlah pulau. Daftar nama pulau yang disampaikan termasuk pulau yang berada di sungai, pulau yang berada di danau, dan pulau di laut. Hal ini semakin memperkuat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Kepulauan. Meskipun nama pulau tersebut belum secara resmi disusun ke dalam sebuah gasetir nasional. Selain informasi tersebut, berbagai hasil dan kemajuan pelaksanaan proses verifikasi dan pembakuan nama rupabumi di Indonesia senantiasa dilaporkan dalam Sidang United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) dan Pertemuan United Nations Conference on Standardization of Geographical Names (UNCSGN). 2. UNGEGN dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial Persatuan Bangsa-Bangsa (UN-ECOSOC) No. 715 A (XVII) 23 April 1959 dan 1314 (XLIV) 31 Mei Tujuan dibentuknya UNGEGN adalah untuk memajukan usaha pembakuan nama-nama rupabumi internasional khususnya negara-negara anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). UNGEGN adalah salah satu dari 7 badan tetap kepakaran PBB yang melakukan pertemuan 3 kali dalam setiap 5 tahun dan setiap 5 tahun sekali UNGEGN menyelenggarakan konferensi tentang standarisasi nama-nama geografis (UNCSGN). UNGEGN terdiri dari pakar-pakar kartografi, linguistik, sejarah, geografi, antropologi dan lain-lain yang 682 Geograf Berkarya Membangun Bangsa

9 berasal dari negara anggota PBB. Indonesia tergabung dalam Divisi Asia South East dan tergabung dalam beberapa kelompok kerja di UNGEGN. Berdasarkan hasil pertemuan UNGEGN di Wina, Austria maka Indonesia menjadi pilot studi Pemanfaatan Gasetir untuk Perlindungan Sosial. Ide utamanya ialah bahwa gasetir merupakan salah satu spatial identifier yang dapat digunakan sebagai akses intuitif terintegrasi sehingga dapat sebagai acuan informasi geospasial dan non-spasial. Sebagaimana disampaikan oleh Kepala Badan Informasi Geospasial Asep Karsidi dalam Sidang UNGEGN ke-27 di New York bahwa basisdata geospasial toponim atau gasetir memiliki peranan yang penting dan sebagai kunci bagi informasi karena di era global yang tak lagi kenal batas memerlukan Common Gazetteer. Oleh karenanya, Indonesia harus dapat memiliki nama rupabumi yang baku dan disusun dalam sebuah gasetir nasional sehingga dapat digunakan sebagai acuan oleh berbagai pihak serta menunjukkan kedaulatan NKRI melalui nama geografis sebagai bagian geostrategis NKRI. Terwujudnya Gasetir Nasional menunjukkan nama-nama geografis yang andal, akurat, dan dapat dipertanggungjwabkan yang secara lokasi berada pada wilayah kedaulatan NKRI. Hal ini semakin penting terutama untuk nama-nama geografis, misalnya nama pulau terdepan yang berbatasan dengan negara tetangga. Publikasi Gasetir Nasional bagian Geostrategis NKRI Konsep dan semangat bahwa dipublikasikannya Gasetir Nasional sebagai bagian penting dari Geostrategis NKRI harus terus digencarkan agar akselerasi penyediaan informasi geospasial dasar, dalam hal ini nama rupabumi yang baku dan dikeluarkan oleh lembaga otoritas nama yang resmi (TNPNR) segera terwujud. Sebuah skema proses yang disampaikan oleh Kepala BIG (Gambar 9) menunjukkan bahwa toponim yang terkelola dalam gasetir menjadi data utama dalam proses diseminasi informasi geospasial di era perkembangan teknologi, informasi, komunikasi geospasial. Tersedianya nama rupabumi yang selaras dengan ketersediaan citra satelit tegak resolusi tinggi yang menggambarkan kenampakan muka bumi menjadi informasi yang komplit untuk disajikan dalam geoportal nasional. Harapannya berbagi pakai data dapat berjalan dengan nama rupabumi yang baku sebagai acuan bagi berbagai analisa, diantaranya yang sekarang sedang booming ialah social media. Kenapa nama rupabumi semakin penting? Analisa terhadap informasi yang bertaburan di dalam dunia maya social media dapat menjadi salah satu isu untuk pengambilan kebijakan terkait respon publik terhadap suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Adanya informasi tentang nama tempat atau posisi yang terikat dalam media tersebut, dapat membantu analisa spasial terhadap fenomena yang sedang terjadi. Hal ini mengingat Indonesia sebagai salah satu negara terbesar pengguna media sosial online tersebut. Gambar 10. Proses Publikasi Informasi Geospasial Geograf Berkarya Membangun Bangsa 683

10 Gambar 11. Pengembangan Pemanfaatan Gasetir Nasional dan Integrasi dengan Informasi Lainnya Banyaknya data geospasial yang menggunakan Spatial Identifier yang saling terkait dengan berbagai informasi lainnya perlu memiliki referensi tunggal. Gasetir adalah bentuk khusus dari suatu Spatial Identifier yang di dalamnya merepresentasikan nama, jenis unsur dan koordinat lokasi serta informasi terkait lainnya. Gambar 10 di atas menggambarkan rancangan optimalisasi nama rupabumi sebagai salah satu informasi geospasial dasar dan sekaligus linkeddata dengan informasi spasial dan non-spasial melalui InaGeoportal. D. KESIMPULAN TNPNR dan PPNR Provinsi dan Kabupaten/Kota masih memiliki tugas yang cukup berat untuk menyelesaikan dan menyempurnakan hasil verifikasi dan pembakuan nama rupabumi. Dukungan ketersediaan informasi geospasial dasar dalam bentuk peta rupabumi Indonesia pada skala yang memadai dibutuhkan oleh TNPNR untuk kelancaran proses verifikasi. Publikasi Gasetir Nasional melalui geoportal nasional adalah hal yang dinanti untuk terwujudnya nama rupabumi baku sebagai acuan atau referensi tunggal informasi geospasial di Indonesia. Hal tersebut akan menjawab tantangan one map, one gate, one solution. Tentusaja kesemua hal tersebut memerlukan sinergisme dan koordinasi yang kuat antar Kementerian dan/atau Lembaga terkait serta peningkatan peran aktif pemerintah daerah serta partisipasi masyarakat. Kesadaran spasial perlu ditingkatkan tidak hanya di kalangan kepemimpinan namun hingga masyarakat menjadikan kesadaran spasial sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari dan hal ini akan berdampak luar biasa dengan meningkatnya perhatian terhadap lingkungan sekitar, dimulai dari mengenal nama geografis unsur rupabumi di lingkungan sekitar kita. DAFTAR PUSTAKA , [Undang-undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasia], Jakarta, Indonesia , [Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi], Jakarta Pusat, Indonesia. 684 Geograf Berkarya Membangun Bangsa

11 Hendrayana, E., Inventarisasi Data Dan Target Pemetaan RBI Rapat Koordinasi Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi, 19 April 2012 IICC, Bogor, Indonesia. Mayasari, R., Perdana, A.P., dan Firdaus, W., The Use of Topographic Map Scale 1: in Geographical Names Validation in West Java, Indonesia, 10th Annual Asian Conference & Exhibition on Geospatial Information Technology & Applications, ASIA GEOSPATIAL FORUM Geospatial Convergence-Paradigm for Future, Oktober 2011, Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Indonesia. R. Mayasari, A.P. Perdana, A.K. Mulyana., "Status Terkini Gasetir Rupabumi dan Pemanfaatannya bagi Kegiatan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi". Prosiding Seminar Internasional dan Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL and IKATAN SURVEYOR INDONESIA Perdana, A.P., Juniati, E., Mayasari, R., dan Santoso, W.E., 2011a. Peluang dan Tantangan dalam Penyusunan Basisdata Nama-nama Rupabumi (Gasetir) untuk Mendukung Pengelolaan Wilayah, The 2nd National Symposium on Geoinformation Science Membangun Informasi Geospasial untuk Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah, Oktober 2011 Gedung PascaSarjana, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia. Perdana, A.P., Santoso, W.E., dan Martha, S., 2011b. Pentingnya Toponimi dalam Pengelolaan Wilayah dan Manajemen Bencana di Indonesia, The 2nd National Symposium on Geoinformation Science Membangun Informasi Geospasial untuk Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah, Oktober 2011 Gedung PascaSarjana, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia. Perdana, A.P., Hendrayana, E., and Santoso, W.E., The Important f Toponym in the Middle of Maps and Imagery for Disaster Management, The XXII Congress of the International Society for Photogrammetric and Remote Sensing ICA and TC IV/8 Maps, Imagery and Crowd Sourcing for Disaster Management, 25 August 1 September 2012, Melbourne Convention and Exhibition Center, Melbourne, Australia. Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponimi (PPRT) Badan Informasi Geospasial (BIG)., Petunjuk Survey Kelengkapan Lapangan dan Pengolahan Data Lapangan. Draft. Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi., The progress work of toponymic geo-database for preparing National Gazetteer. Tenth United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names, New York, 31 July 9 August Geograf Berkarya Membangun Bangsa 685

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa

Lebih terperinci

Peran Informasi Geospasial dalam Inventarisasi Toponimi, Perencanaan dan Pengelolaan Pembangunan. Bambang Marhaendra Djaja

Peran Informasi Geospasial dalam Inventarisasi Toponimi, Perencanaan dan Pengelolaan Pembangunan. Bambang Marhaendra Djaja Peran Informasi Geospasial dalam Inventarisasi Toponimi, Perencanaan dan Pengelolaan Pembangunan Bambang Marhaendra Djaja risendra@gmail.com Abstrak Ketersediaan informasi geospasial yang akurat dan terpercaya

Lebih terperinci

Gasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa

Gasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa SISTEMATIKA Gasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa Ida Herliningsih Kepala Bidang Toponim Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Disampaikan pada acara Seminar Nasional Toponimi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nama geografis atau nama unsur rupabumi (topografi) baik dalam ucapan dan tulisan lahir dari sejarah kebudayaan manusia sejak manusia berhenti sebagai pengembara (nomaden).

Lebih terperinci

Paparan Kunci. Dr. Asep Karsidi Kepala Badan Informasi Geospasial

Paparan Kunci. Dr. Asep Karsidi Kepala Badan Informasi Geospasial Paparan Kunci PERAN TOPONIMI DALAM PELESTARIAN BUDAYA BANGSA DAN PEMBANGUNAN NASIONAL Dr. Asep Karsidi Kepala Badan Informasi Geospasial Toponim atau nama-nama geografis tidak hanya sekedar nama yang menunjukkan

Lebih terperinci

Ina-Geoportal : Satu Peta, Satu Solusi

Ina-Geoportal : Satu Peta, Satu Solusi Ina-Geoportal : Satu Peta, Satu Solusi Dr. Asep Karsidi, M.Sc BADAN INFORMASI GEOSPASIAL 11 Agustus 2012 Workshop Geospasial Bandung, 11 Agustus 2012 KEBIJAKAN NASIONAL TENTANG IG: BIG penyelenggaraan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL

PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL Soft Launching Atlas One Map Pekanbaru, 27 Februari 2013 Sugeng PRIJADI PUSAT PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL TAHUN 2012 Kelompok Kerja Kesekretariatan

Lebih terperinci

AGENDA Kegiatan Divisi ASEPSW

AGENDA Kegiatan Divisi ASEPSW UNGEGN DIVISI ASIA TENGGARA DAN PASIFIK BARAT DAYA (Asia South-East & Pacific South-West Division) AGENDA Kegiatan Divisi ASEPSW Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) UNGEGN, ASEPSW

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2006 TENTANG TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2006 TENTANG TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2006 TENTANG TIM NASIONAL PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa sebagian besar unsur rupabumi yang merupakan bagian

Lebih terperinci

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25

REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25 REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25.000 BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BIG NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG KETELITIAN PETA DASAR (Studi Kasus: Pekerjaan Pemetaan RBI Aceh Paket

Lebih terperinci

Kebijakan Pembakuan Nama Rupabumi di Indonesia. Drs. Eko Subowo, MBA Plt. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri

Kebijakan Pembakuan Nama Rupabumi di Indonesia. Drs. Eko Subowo, MBA Plt. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri Kebijakan Pembakuan Nama Rupabumi di Indonesia Drs. Eko Subowo, MBA Plt. Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri Latar Belakang dan Esensi Toponim Nama geografis atau nama unsur rupabumi (topografi)

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAKAN PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAKAN PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAKAN PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SISTEM AKUISISI DATA TOPONIM INDONESIA UNTUK MENDUKUNG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFORMASI GEOSPASIAL

SISTEM AKUISISI DATA TOPONIM INDONESIA UNTUK MENDUKUNG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFORMASI GEOSPASIAL Sistem Akuisisi Data Toponim Indonesia untuk Mendukung Percepatan Penyediaan Informasi Geospasial... (Windiastuti &Trisnawati) SISTEM AKUISISI DATA TOPONIM INDONESIA UNTUK MENDUKUNG PERCEPATAN PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah LAMPIRAN 6 KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL DASAR BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS 2012 Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data

Lebih terperinci

TINJAUAN SEJARAH TERHADAP PENETAPAN PULAU-PULAU DI INDONESIA

TINJAUAN SEJARAH TERHADAP PENETAPAN PULAU-PULAU DI INDONESIA TINJAUAN SEJARAH TERHADAP PENETAPAN PULAU-PULAU DI INDONESIA Yunani Universitas Sriwijaya Abstrak: Wilayah yang terletak antara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Australia dan Asia) yang

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : BAKOSURTANAL 1 PROGRAM SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL Meningkatnya Pemanfaatan Peta Dasar Dalam Mendukung Pembangunan

Lebih terperinci

Management and Distribution of Geospatial Information in Indonesia

Management and Distribution of Geospatial Information in Indonesia BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Management and Distribution of Geospatial Information in Indonesia Dr. Ir. Yusuf S. Djajadihardja M.Sc. Deputi Kepala Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial BADAN INFORMASI

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PANITIA PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI. BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PANITIA PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI. BAB I KETENTUAN UMUM PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PANITIA PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI TINGKAT PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa untuk menetapkan prinsip-prinsip,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial BAB II DASAR TEORI 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial Dalam konteks aktivitas, ruang lingkup pekerjaan ilmu geodesi umumnya mencakup tahapan pengumpulan data, pengolahan dan manipulasi data,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam maupun unsur buatan seperti: Pulau, Gunung, Pegunungan, Bukit,

I. PENDAHULUAN. alam maupun unsur buatan seperti: Pulau, Gunung, Pegunungan, Bukit, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah NKRI adalah salah satu negara yang mempunyai banyak unsur geografis/rupabumi yang tersebar dari Sabang sampai Marauke, baik unsur alam maupun unsur buatan seperti:

Lebih terperinci

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Nama Inovasi One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Produk Inovasi Pembangunan Satu Peta Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut Melalui Percepatan

Lebih terperinci

Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BADAN INFORMASI GEOSPASIAL www.big.go.id Menjamin Ketersediaan dan Akses IG yang bisa dipertanggung-jawabkan Single Reference demi padunya

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA

ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA ATURAN TOPOLOGI UNTUK UNSUR PERAIRAN DALAM SKEMA BASIS DATA SPASIAL RUPABUMI INDONESIA Danang Budi Susetyo, Dini Nuraeni, Aji Putra Perdana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 RINGKASAN EKSEKUTIF Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018 Percepatan Penyelenggaraan Informasi Geospasial untuk Mendukung Prioritas Pembangunan Nasional Berkelanjutan Jakarta, 21 Maret

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DAN IMPLEMENTASINYA. Sora Lokita

UNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DAN IMPLEMENTASINYA. Sora Lokita UNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DAN IMPLEMENTASINYA Sora Lokita BOGOR, 3 Juli 2012 PEMBENTUKAN UU INFORMASI GEOSPASIAL a. D i s u s u n S e j a k 1990an d g n B e r b a g a i N a m a ( R U U S u r t

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOSPASIAL DESA

SISTEM INFORMASI GEOSPASIAL DESA SISTEM INFORMASI GEOSPASIAL DESA SIGDes Dr. Suprajaka, MT Kepala Pusat Standardisasi dan Kelembagaan IG Kedeputian IIG - Badan Informasi Geospasial dan Ka Satgas Percepatan Pemetaan Desa dan SID Disampaikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara.

BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara. No.1517, 2014 BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK Lien Rosalina KEPALA PUSAT PEMETAAN & INTEGRASI TEMATIK BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Workshop One Data GHG

Lebih terperinci

Status Data RBI Skala 1: dan 1: Tahun Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA

Status Data RBI Skala 1: dan 1: Tahun Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA Status Data RBI Skala 1:50.000 dan 1:25.000 Tahun 2017 Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial KEBIJAKAN SATU PETA Landasan Hukum Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi

Lebih terperinci

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya Disampaikan dalam Workshop Pengelolaan Data Geospasial

Lebih terperinci

One Map Policy (Kebijakan Satu Peta) (4)

One Map Policy (Kebijakan Satu Peta) (4) One Map Policy (Kebijakan Satu Peta) (4) Erizal, S.Si,M.Kom PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA One Map Policy Informasi Geospasial Informasi Geospasial

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG SINGLE DATA SYSTEM UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH DI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG SINGLE DATA SYSTEM UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH DI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG SINGLE DATA SYSTEM UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan pembangunan karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Era

Lebih terperinci

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG Dinar DA Putranto dwianugerah@yahoo.co.id PENGERTIAN RUANG Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan

Lebih terperinci

SURVEI INDEKS KINERJA INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL

SURVEI INDEKS KINERJA INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL SURVEI INDEKS KINERJA INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL IDENTITAS RESPONDEN Nama Jabatan Nama lembaga Jumlah staf Kabupaten/Kota Provinsi Telepon E-mail Alamat website lembaga Pusat Pengembangan Infrastruktur

Lebih terperinci

OUTLOOK. Pusat Tata Ruang dan Atlas 2017

OUTLOOK. Pusat Tata Ruang dan Atlas 2017 OUTLOOK 2017 1 Pengantar Outlook PPTRA Cita-cita pembangunan nasional yang diemban oleh Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas (PPTRA), Badan Informasi Geospasial (BIG) tercermin pada tugas pokok dan fungsi

Lebih terperinci

Survei: Sebuah Perjalanan Mengenal Nusantara

Survei: Sebuah Perjalanan Mengenal Nusantara Survei: Sebuah Perjalanan Mengenal Nusantara Negara ini luas. Indonesia, dengan segala kekayaannya, hamparan pulau ini layaknya sebuah surga untuk mereka yang merasa memilikinya. Penjelajahan mengelilingi

Lebih terperinci

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K No.31, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH. Geospasial. Informasi. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING Jarot Mulyo Semedi disampaikan pada: Workshop Continuing Professional Development (CPD) Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota Jakarta, 7 Oktober 2016 Isi Presentasi

Lebih terperinci

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Bersama Menata Indonesia yang Lebih Baik Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS Priyadi Kardono Kepala Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam

Lebih terperinci

Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas

Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Oleh: Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial Jakarta, 27 April 2016 KERANGKA PAPARAN Pentingnya Informasi Geospasial Permasalahan Informasi

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017

PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017 PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL Tahun Anggaran 2017 Tahun Anggaran 2017 PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017 I. PENDAHULUAN Sebagaimana diamanatkan di dalam

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam penetapan standar ketelitian peta

Lebih terperinci

Seminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL.

Seminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL. Seminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL Subbidang Kartografi Oleh: Bowo Susilo Fakultas Geografi Universitas Gadjah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KARTOGRAFI DASAR

LAPORAN PRAKTIKUM KARTOGRAFI DASAR LAPORAN PRAKTIKUM KARTOGRAFI DASAR ACARA VI TATA LETAK PETA DAN NAMA GEOGRAFIS Disusun oleh: Nama : Rizal Aziz NIM : 16/397552/GE/08431 Hari, Tanggal : Kamis, 13 Oktober 2016 Waktu : 07.00 09.00 Asisten

Lebih terperinci

Misi BAKOSURTANAL 6. Kebijakan 7. Program

Misi BAKOSURTANAL 6. Kebijakan 7. Program PROGRAM BAKOSURTANAL TAHUN 2003 DALAM PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA, DAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA DAN KAWASAN TERTINGGAL LAINNYA A. PENDAHULUAN Badan Koordinasi Survei

Lebih terperinci

PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG

PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG KONSEP ONE MAP POLICY 1 Standard Referensi Satu georeferensi yang sama Satu Pedoman yang sama Geoportal Basisdata Standar

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL

PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL Dodi Sukmayadi dan Andi Rinaldi PUSAT PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL TAHUN 2012 Pusat Pengembangan Standarisasi dan Kelembagaan Simpul Jaringan Informasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KOTA PADANG DARI WILAYAH KECAMATAN PADANG BARAT KE WILAYAH KECAMATAN KOTOTANGAH KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 BAB I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Jawa Barat adalah suatu muara keberhasilan pelaksanaan pembangunan Jawa Barat. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat mengemban

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 23 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA INFORMASI GEOSPASIAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Pendekatan Geospasial untuk mengelola data BMKT. A. Ari Dartoyo

Pendekatan Geospasial untuk mengelola data BMKT. A. Ari Dartoyo Pendekatan Geospasial untuk mengelola data BMKT A. Ari Dartoyo BMKT Benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam, yang memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi, yang tenggelam di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN PUSAT PEMERINTAHAN KOTA PADANG DARI WILAYAH KECAMATAN PADANG BARAT KE WILAYAH KECAMATAN KOTOTANGAH KOTA PADANG

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan

Lebih terperinci

BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN

BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN Informasi geospasial tematik (IGT) merupakan informasi geospasial (IG) yang menggambarkan satu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN KERINCI DARI WILAYAH KOTA SUNGAIPENUH KE WILAYAH KECAMATAN SIULAK KABUPATEN KERINCI PROVINSI

Lebih terperinci

BIG. Data Geospasial. Habitat Dasar. Laut Dangkal. Pengumpulan. Pengolahan. Pedoman Teknis.

BIG. Data Geospasial. Habitat Dasar. Laut Dangkal. Pengumpulan. Pengolahan. Pedoman Teknis. No.1063, 2014 BIG. Data Geospasial. Habitat Dasar. Laut Dangkal. Pengumpulan. Pengolahan. Pedoman Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGUMPULAN

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)/ SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

PELAKSANAAN PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)/ SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) PELAKSANAAN PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)/ SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) ARIFIN RUDIYANTO Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

KESIAPAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)/ SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs)

KESIAPAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)/ SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) KESIAPAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)/ SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs) Arifin Rudiyanto Deputi Menteri Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013 RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013 PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI LAHAN KRITIS DAN EROSI (SILKER) MENGGUNAKAN FREE OPEN SOURCES SOFTWARE FOSS-GIS ILWIS Tahun ke 1 dari

Lebih terperinci

Perlunya peta dasar guna pendaftaran tanah

Perlunya peta dasar guna pendaftaran tanah Perlunya peta dasar guna pendaftaran tanah DISAMPAIKAN OLEH: SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL INFRASTRUKTUR KEAGRARIAAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG / BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENPASAR, BALI - APRIL

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENYUSUNAN GASETIR ODONIM

INVENTARISASI DAN PENYUSUNAN GASETIR ODONIM INVENTARISASI DAN PENYUSUNAN GASETIR ODONIM Oleh: Drs. Widodo Edy Santoso 1) ABSTRAK Pertumbuhan DKI Jakarta yang sangat pesat akan berdampak pada tersedianya ruang (spatial) di wilayah sub-urban yang

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN KERINCI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN KERINCI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEMINDAHAN IBU KOTA KABUPATEN KERINCI DARI WILAYAH KOTA SUNGAIPENUH KE WILAYAH KECAMATAN SIULAK KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI DENGAN

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR RG

SIDANG TUGAS AKHIR RG SIDANG TUGAS AKHIR RG 091536 KAJIAN KETELITIAN PLANIMETRIS CITRA RESOLUSI TINGGI PADA GOOGLE EARTH UNTUK PEMBUATAN PETA DASAR SKALA 1: 10000 KECAMATAN BANJAR TIMUR KOTA BANJARMASIN NOORLAILA HAYATI 3507100044

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Peran BIG dalam Penyusunan

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DI BIDANG PENANGKAPAN IKAN UNTUK PERAIRAN DARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN PENUGASAN PENUGASAN WAKIL PRESIDEN KEPPRES NO. 1 TAHUN KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENUGASAN WAKIL PRESIDEN MELAKSANAKAN TUGAS PRESIDEN ABSTRAK : - bahwa untuk menjaga lancarnya pelaksanaan pemerintahan

Lebih terperinci

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Wahyuningsih Darajati Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Kementerian PPN/Bappenas

Lebih terperinci

Oleh: Imam Hanafi. Lokakarya Pemetaan Partisipatif: Partisipasi Publik dalam Jaringan Data dan Informasi Spasial Nasional/Daerah

Oleh: Imam Hanafi. Lokakarya Pemetaan Partisipatif: Partisipasi Publik dalam Jaringan Data dan Informasi Spasial Nasional/Daerah Oleh: Imam Hanafi Lokakarya Pemetaan Partisipatif: Partisipasi Publik dalam Jaringan Data dan Informasi Spasial Nasional/Daerah Gedung Kantor Gubernur Provinsi Riau, Pekanbaru Rabu, 6 Februari 2013 JKPP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan sebuah fenomena yang dapat dijelaskan sebagai volume air yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa, termasuk genangan

Lebih terperinci

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG PESERTA FORUM DATA DAN INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI BANTEN DAN KABUPATEN/KOTA

SELAMAT DATANG PESERTA FORUM DATA DAN INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI BANTEN DAN KABUPATEN/KOTA SELAMAT DATANG PESERTA FORUM DATA DAN INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI BANTEN DAN KABUPATEN/KOTA ARAHAN KEBIJAKAN TATA KELOLA DATA DAN INFORMASI DALAM RANCANGAN RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka membangun infratsruktur data spasial, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, setidaknya ada 5 (lima) komponen utama yang dibutuhkan, yaitu

Lebih terperinci

SURVEI INDEKS KINERJA INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL (INFRASTRUKTUR INFORMASI GEOSPASIAL)

SURVEI INDEKS KINERJA INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL (INFRASTRUKTUR INFORMASI GEOSPASIAL) SURVEI INDEKS KINERJA INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL (INFRASTRUKTUR INFORMASI GEOSPASIAL) IDENTITAS RESPONDEN Nama Jabatan Nama lembaga Jumlah staf Kabupaten/Kota Provinsi Telepon E-mail Alamat website lembaga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA KONSULTASI PENYUSUNAN PETA RENCANA TATA RUANG

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA KONSULTASI PENYUSUNAN PETA RENCANA TATA RUANG PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA KONSULTASI PENYUSUNAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PROVINSI JAWA TIBtUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PEDOBSAN TEKNIS PEBSBAKUAN NAMA RUPABUMI DI KABUPATEN PACITAN

BUPATI PACITAN PROVINSI JAWA TIBtUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PEDOBSAN TEKNIS PEBSBAKUAN NAMA RUPABUMI DI KABUPATEN PACITAN BUPAT PACTAN PROVNS JAWA TBtUR PERATURAN BUPAT PACTAN NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PEDOBSAN TEKNS PEBSBAKUAN NAMA RUPABUM D KABUPATEN PACTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG BAHA ESA BUPAT PACTAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS KEKOMPAKAN BENTUK WILAYAH DI DAERAH PESISIR JAWA BARAT

ANALISIS INDEKS KEKOMPAKAN BENTUK WILAYAH DI DAERAH PESISIR JAWA BARAT Pemanfaatan data Geospasial untuk Analisis Indeks Kekompakan Bentuk Wilayah Pada Daerah Pesisir di Jawa Barat... (Ramdhan) ANALISIS INDEKS KEKOMPAKAN BENTUK WILAYAH DI DAERAH PESISIR JAWA BARAT (Utilization

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Analisis Terhadap Jaring Kontrol Geodesi

BAB IV ANALISIS Analisis Terhadap Jaring Kontrol Geodesi BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Kandungan Informasi Geospasial Dasar (Kelautan) Bagian berikut akan menjelaskan tentang analisis penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar Kelautan yang telah diatur

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTANSELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTANSELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTANSELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI BIDANG PEKERJAAN UMUM KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci