PERUBAHAN PENGGUNAAN SEMAK BELUKAR PADA LAHAN GAMBUT DITINJAU DARI ASPEK DINAMIKA CADANGAN KARBON TANAMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN PENGGUNAAN SEMAK BELUKAR PADA LAHAN GAMBUT DITINJAU DARI ASPEK DINAMIKA CADANGAN KARBON TANAMAN"

Transkripsi

1 24 PERUBAHAN PENGGUNAAN SEMAK BELUKAR PADA LAHAN GAMBUT DITINJAU DARI ASPEK DINAMIKA CADANGAN KARBON TANAMAN ABOVE GROUND CARBON STOCK DYNAMICS ASSOCIATED WITH THE USE CHANGE OF PEAT SHRUB Erni Susanti 1, Ai Dariah 2 1 Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi, Jl. Tentara Pelajar No. 1A PO Box. 830, Bogor Balai Penelitian Tanah Jl. Tentara Pelajar No 12, Bogor Abstrak Optimalisasi lahan semak belukar menjadi lahan pertanian selain bisa meningkatkan keuntungan ekonomi, juga berpeluang untuk meningkatkan sekuestrasi karbon oleh tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dinamika perubahan cadangan karbon akibat perubahan penggunaan semak belukar ke komoditas pertanian (khususnya sawit, karet, dan nenas). Penelitian dilakukan pada lahan gambut di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Pelalawan, Riau; Desa Rasau Jaya I, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, dan Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi. Pengukuran cadangan karbon pada semak belukar dan nenas dilakukan dengan metode destructive, sedangkan pengukuran cadangan karbon pada tanaman kelapa sawit dan karet dilakukan secara non detructive. Hasil penelitian menunjukkan Cadangan karbon dalam semak belukar sangat bervariasi. Cadangan karbon pada semak belukar di Riau adalah 61,4 ± 34,5 t/ha, sedangkan di Kalimantan Barat 6,0 ± 2,0 t/ha t/ha. Hasil simulasi menunjukkan jika semak belukar di Riau dialihfungsikan menjadi kelapa sawit sampai tahun ke 23 masih terjadi defisit cadangan karbon tanaman sebesar 8 t/ha. Namun jika menjadi perkebunan karet pada tahun ke 25 kehilangan cadangan karbon tanaman sudah bisa diganti, bahkan terjadi surplus 4 t/ha. Pada kondisi semak belukar dengan cadangan rendah seperti di lokasi penelitaian di Kalimantan Barat, perubahan penggunaan lahan ke tanaman nenas tidak menyebabkan terjadinya defisit cadangan karbon tanaman, bahkan terjadi sekuestrasi sebanyak 8 t/ha, sedangkan perubahan semak belukar menjadi sawit dan karet menyebabkan terjadinya sekustrasi lebih dari 40 t/ha selama siklus hidup sawit dan karet. Abstract Optimization of shrub to agriculture in addition can increase the economic benefits, is also likely to increase carbon sequestration by plants. This research purpose to study the dynamics of changes in carbon stocks due to the change of use of agricultural commodities shrubs (oil palm, rubber, and pineapple). The research was conducted on peatland in the Lubuk Ogong Village, Bandar Seikijang District, Pelalawan, Riau; Rasau Jaya I Village 319

2 Erni Susanti, Ai Dariah Rasau Jaya District Kubu Raya, West Kalimantan Province, and Arang- Arang Village, Kumpeh District, Muaro Jambi, Jambi Province. Measurement of carbon stocks of pineapple and shrubs was conducted by destructive method, while the measurement of carbon stocks on plant oil palm and rubber by non destructive method. The results showed carbon stocks vary widely in the shrub. Carbon stocks in the shrub in Riau was 61.4 ± 34.5 t / ha, while in West Kalimantan 6.0 ± 2.0 t / ha t / ha. Simulation results show if the shrubs in Riau converted into palm oil up to 23 years is still a deficit of plant carbon stocks of 8 t / ha. But if it becomes a rubber plantation in the year to 25 loss of carbon stocks of plants may be closed, even the surplus of 4 t / ha. In conditions of low carbon stock of shrubs such as in research in West Kalimantan, the changes of shrub to pineapple plants did not result carbon stocks deficit, even sequestration occurs as much as 8 t / ha, and if it changes into palm and rubber plantation cause sequestration more than 40 t / ha during the life cycle of oil palm and rubber. PENDAHULUAN Salah satu penyebab perubahan iklim adalah meningkatnya gas rumah kaca (GRK), akibat aktivitas manusia yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer, seperti : penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat, penebangan hutan yang menyebabkan berkurangnya tanaman yang dapat menyerap CO 2 ; peningkatan laju dekomposisi dan pembakaran bahan organik; penggunaan pupuk urea yang menyebabkan emisi N 2 O, emisi dari kotoran dan sendawa ternak yang menyumbang CH4 ke atmosfer, dan peningkatan pembukaan dan drainase lahan gambut yang tidak menurut aturan. Pengurangan emisi GRK di atmosfer ditempuh melalui berbagai cara mulai dari pengurangan konsumsi bahan bakar fosil, penambatan karbon ke dalam jaringan tanaman. Suhendang (2002) dalam Roesyane dan Saharjo (2011) memperkirakan bahwa hutan Indonesia yang luasnya sekitar 120,4 juta hektar mampu menyerap karbon dan menyimpan karbon sekitar 15,05 milyar ton karbon. Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi hutan tinggi baik hutan alam maupun hutan tanaman memiliki kemampuan yang besar untuk menyerap atau menyimpan karbon. Oleh karena itu alih fungsi lahan hutan berpotensi menurunkan simpanan karbon, karena cadangan karbon dalam tanaman non hutan relatif lebih rendah. Lahan gambut juga merupakan penyimpan karbon terestrial terbesar di Indonesia cadangan C tanah gambut Indonesia berkisar antara Gt (Agus et al. 2013). Karbon yang tersimpan di dalamnya sangat mudah teremisi menjadi CO 2 apabila ekosistem hutan gambut diganggu. Gangguan utama terhadap simpanan karbon pada hutan gambut adalah bila hutannya ditebang dan didrainase (Dariah et al., 2013). Akan tetapi pembukaan dan drainase hutan gambut sulit ditiadakan seiring dengan semakin berkurangnya ketersediaan 320

3 Perubahan Penggunaan Semak Belukar pada Lahan Gambut sumberdaya lahan bertanah mineral untuk pengembangan perekonomian. Terlebih pada era di mana belum adanya komitmen berkekuatan hukum (legally binding commitment) negara industri untuk memberikan kompensasi kepada negara yang menyediakan jasa berupa penurunan emisi GRK. Namun terlepas dari ada atau tidaknya pasar karbon (kompensasi terhadap penyedia jasa penurunan emisi), Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk berperan dalam mitigasi emisi gas rumah kaca, salah satunya dengan menerbitkan Inpres No. 06/2013 tentang jeda atau penundaan ijin baru pembukaan hutan alam/primer dan lahan gambut, serta penyempurnaan tata kelola hutan alam/primer dan lahan gambut. Oleh karena itu, selama Inpres ini berlaku pemanfaatan lahan gambut saat ini diprioritaskan pada optimalisasi lahan gambut yang telah dibuka, salah satunya dengan memanfaatkan lahan gambut terlantar, yaitu gambut yang telah dibuka, namun tidak diusahakan untuk kegiatan produktif dan umumnya hanya ditumbuhi semak belukar. Hasil identifikasi yang dilakukan Wahyunto et al., (2013) menunjukkan luas lahan gambut yang saat ini dalam kondisi terlantar/ditumbuhi semak belukar adalah sekitar 3,74 juta hektar, sekitar 3 juta hektar di antaranya potensial untuk pertanian. Perubahan lahan belukar menjadi lahan pertanian pada lahan gambut, kemungkinan tidak akan merubah tingkat emisi akibat dekomposisi gambut secara signifikan, karena lahan belukar umumnya juga telah dilakukan drainase, namun demikian disamping manfaat ekonomi yang menjadi lebih besar, peluang penurunan emisi masih bisa terjadi jika perubahan lahan terjadi ke arah penggunaan dengan cadangan karbon tanaman lebih tinggi dibanding belukar. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dinamika perubahan cadangan karbon akibat perubahan penggunaan semak belukar ke komoditas pertanian (khususnya sawit, karet, dan nenas). BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Pengukuran cadangan karbon pada tanaman belukar dilakukan di dua lokasi yaitu di Desa Lubuk Ogong, Kecamatan Bandar Seikijang, Kabupaten Pelalawan, Riau dengan letak koodinat , ,8 LS dan , ,9 BT dan Desa Rasau Jaya I Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat dengan letak geografi UTM Selatan dan Timur. Berdasarkan hasil pengamatan lapang, lahan belukar di lokasi penelitian Riau berubah ke arah penggunaan sawit, oleh karena itu pada lasekap yang sama, dilakukan pula pengukuran cadangan karbon pada tanaman kelapa sawit. Sebagai pembanding dilakukan pula pengukuran cadangan sawit di Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi terletak antara LS dan BT. 321

4 Erni Susanti, Ai Dariah Di Kalimantan Barat, perubahan penggunaan belukar lebih mengarah ke tanaman semusim yaitu tanaman nenas, tanaman pangan, dan sayuran. Sehingga pada lansekap yang sama dilakukan pula pengukuran cadangan karbon di lokasi ini. Dalam menghitung dinamika perubahan cadangan karbon digunakan juga hasil pengukuran cadangan karbon di lokasi lain, karena di lokasi sulit untuk menemukan hamparan kelapa sawit dengan umur yang berbeda. Karet merupakan tanaman pertanian lainnya yang banyak diusakahan di lahan gambut, oleh karena itu, dilakukan pula pengukuran cadangan karbon tanaman karet pada lahan gambut di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dengan letak koordinat LS dan BT. Metode Pengukuran cadangan karbon tanaman Tanaman semak belukar Pengukuran cadangan karbon pada semak belukar dilakukan secara destructive (dirusak) dan non destructive. Pengukuran cadangan karbon semak belukar dengan diameter > 5 cm dilakukan secara non destruktif, sedangkan pada tanaman dengan diameter <5 cm (termasuk tanaman bawah) dilakukan secara destructive. Pada lahan semak belukar dilakukan pula pengukuran cadangan karbon dalam nekromas dan serasah. Teknik pengukuran cadangan karbon di Riau dilakukan dengan cara membuat plot utama berukuran 5 x 40 m sebanyak 4 ulangan. Pada masing-masing plot utama dibuat 6 buah subplot berukuran 1 m x 1m untuk pengambilan sample tanaman bawah dan serasah. Pada plot utama dilakukan pengukuran diameter setinggi dada pada semua tumbuhan hidup atau pohon berukuran diameter > 5 cm. Estimasi berat kering tanaman dilakukan dengan menggunakan persamaan alometri untuk tanaman bercabang dan tidak bercabang. Persamaan alometri untuk tanaman bercabang adalah sebagai berikut (Kettering, 2001): BK=0,11*ρD 2,62 Dimana BK=berat kering (kg/pohon), ρ = berat jenis kayu (g/cm 3 ), D= diameter (cm) Sedangkan persamaan alometri untuk tanaman yang tidak bercabang adalah sebagai berikut (Hairiah 1999): BK=πρ HD 2 /40 Dimana BK=berat kering (kg/pohon), ρ = berat jenis kayu (g/cm 3 ), D= diameter (cm), H=tinggi pohon (cm) 322

5 Perubahan Penggunaan Semak Belukar pada Lahan Gambut Pengukuran tanaman bawah dan serasah pada subplot berukuran 1 m x 1 m dilakukan secara destruktif, seluruh tanaman ditimbang, dan diambil contohnya secara komposit untuk analisis kadar air. Nekromas yang diukur pada plot utama adalah yang berdiameter > 30 cm dan panjang > 0.5 m, sedangan nekromas kayu yang diukur pada subplot adalah nekromas yang berdiamneter 5-30 cm. Nekromas dengan diameter < 5 cm dimasukan dalam kelompok serasah. Konversi berat kering semak belukar/serasah ke hektar dilakukan dengan menggunakan persamaan: Cadangan karbon tanaman= berat kering tanaman x 0.46, (Hairiah, 2007). Tanaman kelapa sawit Pengukuran cadangan karbon pada kelapa sawit dilakukan dengan metode non destructive (tanpa pengrusakan), parameter yang diukur untuk menghitung cadangan karbon adalah tinggi tanaman kelapa sawit yang diukur dari pangkal pohon bagian bawah (permukaan lahan sampai ujung pohon bagian atas, sejajar dengan tandan buah paling bawah). Pengukuran cadangan karbon tanaman sawit di Riau dilakukan pada 4 blok kebun tanaman sawit, pada masing-masing blok dilakukan pengukuran pada 32 tanaman sample, sehingga jumlah tanaman yang diukur sebanyak 128 pohon. Pengukuran cadangan karbon tanaman sawit di Jambi dilakukan pada 8 blok tanaman sawit (karena letaknya lebih terpencar) pada masing-masing blok diukur 32 tanaman sample sehingga total tanaman yang dikur adalah 256 pohon. Berat kering tanaman kelapa sawit diduga dengan menggunakan persamaan allometrik yang dikembangkan oleh ICRAF, sebagai hasil kegiatan carbon footprint on Indonesian oil palm production, dengan persamaan sebagai berikut : BK = (0.0976*H) , dimana: BK=berat kering tanaman dalam Mg/pohon, H=tinggi pohon dalam m. Berat kering biomas per hektar tanaman kelapa sawit dihitung berdasarkan jumlah populasi tanaman kelapa sawit per ha dikalikan berat kering biomas per pohon. Jarak tanaman kelapa sawit di lokasi penelitian di Riau adalah 8 m x 9 m, sehingga populasi tanaman sawit per ha adalah 137 pohon. Jarak tanam kelapa sawit di lokasi penelitian di Jambi adalah 9 m x 9 m, sehingga jumlah populasi per ha adalah 123 pohon. Cadangan karbon tanaman sawit juga diperkirakan 46 persen dari berat keringnya. Tanaman karet Pengukuran cadangan karbon tanaman karet juga menggunakan metode non destructive, yaitu dengan mengukur lingkar batang setinggi dada (pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah). Pengukuran dilakukan pada 4 blok pertanaman karet. Jumlah tanaman sample yang diukur pada masing-masing blok adalah 40 tanaman yang dipilih secara acak, sehingga total jumlah tanaman sample yang diukur adalah 160 pohon. Berat 323

6 Erni Susanti, Ai Dariah kering tanaman karet diduga dari persamaan allometrik yang khusus dikembangkan untuk pohon bercabang (Ketterings, 2001), yaitu: BK= 0.11ρD 2.62, Dimana: BK=;berat kering (kg/pohon); ρ= berat jenis kayu (g/cm3); dan D=diameter pohon dalam cm. Berat kering biomas per hektar tanaman karet dihitung berdasarkan jumlah populasi tanaman karet per ha dikalikan berat kering biomas per pohon. Jarak tanaman karet di lokasi penelitian di Jabiren Kalimantan Tengah adalah 3 m x 5 m, sehingga populasi tanaman karet per ha adalah 666 pohon. Cadangan karbon tanaman karet juga diperkirakan 46 persen dari berat keringnya. Tanaman Nenas Pengukuran cadangan karbon tanaman nenas dilakukan dengan metode destructive, yaitu dengan langsung mengambil 5 contoh tanaman dalam satu hamparan. Bagian tanaman dipisahkan bagian mahkota, buah dan daun, masing-masing ditimbang berat basahnya dan kemudian diambil contohnya secara komposit untuk analisis kadar air. Jarak tanaman nenas dibawah tegakan karet di lokasi penelitian di Jabiren-Kalteng adalah 8 m x 9 m, sehingga populasi nenas ada 2000 pohon. Konversikan berat kering nenas ke hektar dilakukan dengan menggunakan persamaan : cadangan karbon tanaman= berat kering tanaman x 0.46 (Hairiah, 2007). HASIL DAN PEMBAHASAN Cadangan Karbon Pada Tanaman Belukar Definisi semak belukar menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah tumbuhan perdu yg mempunyai kayu-kayuan kecil dan rendah. Pengertian lain dari semak belukar adalah kebun atau penggunaan lain yg sudah menjadi hutan kecil, karena beberapa lama ditinggalkan; tanah yg pernah diusahakan kemudian berubah menjadi hutan kembali. Pengukuran cadangan karbon pada penelitian ini dilakukan di 2 lokasi dengan kondisi semak belukar yang berbeda. Pada semak belukar di Riau banyak ditemui pohon dengan diameter lebih dari 5 cm sedangkan pada semak belukar di Kalimantan Barat didominasi tanaman bawah khususnya tanaman paku (Gambar 1). Semak belukar di Riau sudah lama tidak diusahan, berdasarkan wawancara dengan pemilik lahan, areal ini sudah tidak diusahakan lebih dari 10 tahun. Sementara semak belukar di Kalimatan Barat, sebelumnya diusahakan untuk tanaman semusim, jika akan diusahakan untuk tanaman semusim biasanya semak belukar dibakar dengan tujuan untuk mempercepat penyiapan lahan. 324

7 Perubahan Penggunaan Semak Belukar pada Lahan Gambut Gambar 1. Semak belukar di Riau (kiri) dan semak belukar di Kalbar (kanan) Hasil pengukuran cadangan karbon pada semak belukar Riau menunjukkan ratarata cadangan karbon di lokasi ini adalah 61,4±34,5 t/ha (Tabel 1). Kondisi cadangan karbon di lokasi ini sangat beragam, ditunjukkan nilai standar deviasi yang sangat tinggi, sehingga kisaran cadangan karbon sangat lebar yaitu dari 20 sampai dengan lebih dari 100 t/ha. Tingkat variasi cadangan karbon utamanya disebabkan oleh perbedaan cadangan karbon dalam nekromas berkayu yang sangat beragam antar ulangan plot pengamatan, yakni berkisar antara 0,2-74,5 t/ha. Penebangan pohon di lokasi penelitian kemungkinan belum lama terjadi, ditunjukkan oleh persen bahan organik yang tertinggal masih tergolong tinggi (persen sisa pelapukan ) dan nekromas masih dalam kondisi relatif masih segar. Tabel 1. Cadangan karbon pada semak belukar di Riau dan Kalimantan Barat (Kalbar) Lokasi/Bagian Simpanan karbon Cadangan karbon (t/ha) Rata-rata Standar dev. Maksimum Minimum Belukar Riau Pohon Tanaman bawah Nekromas Serasah Total Belukar Kalbar Pohon Tanaman bawah Nekromas Serasah Total Posisi semak belukar di Kalimantan Barat berada disekeling lahan usahatani tanaman semusim. Kebiasaan petani untuk memulai usaha taninya adalah dengan melakukan pembakaran, menyebabkan nekromas berkayu tidak ditemukan lagi di lokasi 325

8 Erni Susanti, Ai Dariah ini. Hasil pengukuran pada 4 sub plot pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon dalam belukar di Kalimatan Barat adalah 6,0 ± 2,0 t/ha. Terdiri dari tanaman bawah dengan rata-rata cadangan karbon 3,7 ± 1,4 t/ha, dan serasan dengan cadangan karbon 2,3 ± 0,6 t/ha. Berdasarkan hasil pengukuran ini menunjukkan cadangan karbon pada lokasi penellitian di Riau dan di Kalimantan Barat sangat berbeda. Oleh karena itu dalam menghitung dampak dinamika perubahan penggunaan lahan terhadap cadangan karbon tanaman, keragaman ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Cadangan Karbon Tanaman Sawit dan Karet Hasil pengukuran pada empat blok pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata cadangan karbon pada tanaman kelapa sawit umur 5-6 tahun di Jambi adalah sekitar 10,7 ± 0,4 t/ha, sedangkan rata-rata cadangan karbon kelapa sawit dengan umur yang sama di lokasi penelitian di Riau 9,5 ± 0,2 t/ha (Tabel 2). Sebagai pembanding hasil pengukuran cadangan karbon pada kelapa sawit umur 5 tahun yang dilakukan di Bengkalis adalah sekitar 9,6 t/ha (Gambar 1), dan hasil penelitian Yulianti (2009) dengan menggunakan metode destructive di PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara menunjukkan bahwa cadangan karbon tanaman kelapa sawit di lahan gambut pada usia 9 tahun adalah sekitar 11.9 t /ha. Berdasarkan hasil pengukuran pada berbagai umur tanaman kelapa sawit di Bengkalis (Gambar 2), sampai dengan umur 23 tahun, cadangan karbon pada tanaman kelapa sawit masih mengalami penambahan yaitu rata-rata menjadi 53 t/ha (Tabel 2). Rata-rata umur siklus tanaman kelapa sawit adalah 25 tahun. Kemungkinan sampai akhir siklus tanaman, cadangan C tanaman masih bertambah, namun kelapa sawit pada umur >25 tahun umumnya produktivitasnya sudah jauh menurun, sehingga idealnya sudah dilakukan replanting (penanaman kembali). Dalam menghitung emisi akibat perubahan penggunaan lahan, biasanya nilai cadangan pada time average digunakan sebagai faktor emisi. Saat ini nilai faktor emisi cadangan karbon tanaman kelapa sawit menggunakan nilai untuk perkebunan yaitu 63 t/ha (Bappenas, 2013), nilai ini didasarkan pada nilai yang dikemukan oleh Palm et al. (1999) untuk perkebunan karet (89 t/ha); Rogi (2002) untuk kelapa sawit (60t/ha); van Noordwijk (2010) kelapa sawit (40 t/ha). Untuk beberapa tujuan misal dalam evaluasi RAD (rencana aksi daerah) penurunan emisi, seringkali diperlukan per tahapan waktu atau per tahun. Sehingga diperlukan data sekuestrasi tanaman per tahapan waktu. Sehingga dinamika emisi dan sekuestrasi karbon tanaman bisa digambarkan per tahapan waktu. 326

9 Perubahan Penggunaan Semak Belukar pada Lahan Gambut Tabel 2. Lokasi/tanaman Cadangan karbon tanaman sawit umur 5-6 tahun di Jambi dan Riau, serta tanaman karet umur 7 tahun di Kalimantan Tengah. Cadangan karbon (t/ha) Rata-rata Standar deviasi Maksimum Minimum Jambi / Sawit Riau / Sawit Kalteng / Karet ,4 0,2 2,3 11,4 9,7 35,2 10,2 9,2 30,6 Gambar 2. Cadangan karbon pada berbagai tahapan umur kelapa sawit di Bengkalis, Riau Sumber: Susanti (unpublish) Hasil pengukuran cadangan karbon di Jambi menunjukkan rata-rata cadangan karbon tanaman kelapa sawit adalah 10,7 ± 0,4 t/ha. Pada umur yang relatif sama, ratarata cadangan karbon tanaman kelapa sawit di Jambi lebih tinggi dibanding Riau, padahal jumlah populasi tanaman sawit di Riau (137 pohon/ha) lebih tinggi dibanding di Jambi (123 pohon/ha). Faktor kesuburan tanah kemungkinan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Hairiah (2007) menyatakan bahwa kesuburan tanah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap cadangan karbon dalam tanaman. Jarak tanam yang terlalu rapat juga bisa menimbulkan persaingan hara dan cahaya yang terlalu tinggi, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi tertekan. Pada umur yang relatif sama yaitu sekitar 7 tahun rata-rata cadangan karbon tanaman karet adalah 32.9 ± 2,3 t/ha. Berdasarkan hasil pengukuran ini nampak bahwa karet dapat menyerap atau mengsekuestrasi karbon relatif lebih tinggi dibanding sawit. Hasil penelitian Rasau Jaya (Susanti et al, 2010) menunjukkan cadangan karbon tanaman karet di lahan gambut pada berbagai umur tanaman (Tabel 3). Sampai dengan ukur 25 tahun cadangan karbon pada tanaman karet bisa mencapai 69 t/ha. Nilai time average cadangan karbon yang dikemukakan oleh Palm et al. (1999) adalah 89 t/ha. 327

10 Erni Susanti, Ai Dariah Tabel 3. Cadangan karbon pada beberapa umur karet di tanah gambut Rasau Jaya dan Sungai Ambawang Kalimantan Barat Sumber: BBSDLP (unpublish) Umur Karet (tahun) Cadangan karbon (ton C/ha) , Cadangan Karbon Tanaman Nenas Cadangan karbon pada tanaman nenas yang tumbuh diantara tanaman karet dengan rata-rata populasi per hektar pohon adalah 0,35 ton/ha. Hasil pengukuran yang dilakukan di lokasi yang relatif dekat yaitu Rasau Jaya menunjukkan cadangan karbon tanaman nenas yang diusahakan secara monokultur pada kebun nenas rakyat umur 1-5 tahun t/ha, sedangkan pada perkebunan nenas besar (perusahaan) berkisar antara t/ha (Tabel 4). Aspek pengelolaan dalam hal ini sangat menentukan besarnya cadangan karbon pada tanaman nenas. Pemupukan yang dilakukan perkebunan besar relatif intensif, sehingga pertumbuhan nenas relatif lebih cepat, sehingga berdampak terhadap cadangan karbon tanaman. Perkembangan populasi pada perkebunan nenas rakyat dan perusahaan juga relatif berbeda, populasi nenas pada perkebunan rakyat tahun pertama, kedua, ketiga sampai keenam berturut-turut adalah , , , 14,000 dan pohon per hektar, sedangkan pada perkebunan perusahaan adalah , , , dan pohon/ha Tabel 4. Cadangan karbon tanaman nenas pada beberapa tingkatan umur tanaman Umur Nenas (tahun) Rakyat Jenis pengusahaan Perkebunan Sumber: BBSDLP (unpublish) Perubahan cadangan karbon akibat perubahan penggunaan lahan Pemanfaatan lahan gambut terlantar seperti lahan semak belukar menjadi lahan pertanian kemungkinan tidak terlalu signifikan dalam menurunkan emisi. Namun demikian berpeluang akan lebih menguntungkan secara ekonomi (Agus, 2012). 328

11 Perubahan Penggunaan Semak Belukar pada Lahan Gambut Pengurangan emisi berpeluang terjadi jika perubahan penggunaan lahan mengarah ke penggunaan dengan cadangan karbon yang relatif tinggi. Namun demikian, hasil penelitian yang dilakukan di Kalbar dan Riau menunjukkan bahwa variasi cadangan C tanaman belukar sangat bervariasi. Perbedaan rata-rata cadangan karbon semak belukar di Riau dan Kalbar tinggi, yaitu : 61.4 t/ha di Riau dan 6.0 t/ha di Kalbar. Cadangan karbon dalam lokasi yang sama yaitu di Riau juga sangat bervariasi. Oleh karena itu dampak perubahan penggunaan lahan belukar menjadi lahan pertanian misalnya sawit, karet, atau tanaman semusim juga akan sangan bervariasi. Gambar 2 mengilustrasikan dinamika cadangan karbon dalam tanaman jika belukar berubah menjadi sawit. Oleh karena itu peluang terjadinya net emisi positif atau negatif khususnya dari aspek cadangan karbon tanaman diantaranya sangat ditentukan kondisi semak belukar sebelum dialihfungsikan menjadi lahan pertanian. Gambar 3 menunjukkan hasil simulasi dinamika cadangan karbon tanaman jika semak belukar dengan dua kondisi yang berbeda berubah menjadi.lahan sawit Pada tahun pertama, penebangan semak belukar menyebabkan hilanganya cadangan karbon sebesar 61 t/ha. Diasumsikan seluruh biomasa hilang, meskipun biomas umumnya hilang secara bertahap, kecuali jika dilakukan pembakaran lahan, kemungkinan sebagian besar biomas hilang teremisi dalam waktu relatif singkat. Selanjutnya secara bertahap sekuestrasi mulai terjadi, sampai dengan tahun ke 23 masih terjadi selisih antara emisi dan sekuestrasi sebanyak kurang dari 10 t/ha. Sementara jika perubahan terjadi dari kondisi belukar seperti di Kalimantan Barat, maka sekuestrasi akan terjadi dalam waktu yang lebih cepat, pada tahun ke 10 terjadi sekuestrasi sekitar 10 t/ha, dan pada tahun ke 23, terjadi sekuestrasi sebanyak 47 t/ha (Gambar 3). Gambar 3. Perubahan cadangan karbon jika vegetasi semak belukar berubah ke tanaman sawit 329

12 Erni Susanti, Ai Dariah Simulasi dinamika perubahan cadangan karbon jika lahan semak belukar dimanfaatkan untuk tanaman karet disajikan pada Gambat 4. Untuk kondisi semak belukar seperti lokasi penelitian di Riau yang cadangan karbonnya relatif tinggi, pada tahun ke 25 telah terjadi sekuestrasi, artinya tanaman karet sudah mampu mengembalikan cadangan karbon yang hilang akibat berubahnya semak belukar ke perkebunan karet. Sementara jika perubahan terjadi pada semak belukar dengan kondisi seperti di Kalimantan Barat, maka sejak tahun ke tiga sekuestrasi karbon oleh tanaman karet sudah bisa menutup kehilangan karbon dari belukar, dan pada tahun ke 8 sudah terjadi surplus sebanyak 49.5 t/ha, selanjutnya pada tahun ke 25 terjadi net sekustrasi sekitar 60 t/ha. Gambar 4. Perubahan cadangan karbon jika vegetasi semak belukar berubah ke tanaman karet Simulasi dinamika cadangan karbon tanaman jika semak belukar berubah menjadi usahatani nenas ditunjukkan Gambar 5. Jika kondisi cadangan karbon dalam biomas relatif tinggi seperti pada lokasi penelitian di Riau, maka perubahan penggunaan lahan menyebabkan terjadinya defisit cadangan karbon tanaman. Namun jika perubahan penggunaan lahan dari semak menjadi nenas, maka terjadi penambatan/sekuestrasi karbo Gambar 5. Perubahan cadangan karbon jika vegetasi semak belukar berubah ke tanaman nenas 330

13 Perubahan Penggunaan Semak Belukar pada Lahan Gambut KESIMPULAN Cadangan karbon dalam semak belukar sangat bervariasi. Cadangan karbon semak belukar pada lokasi penelitian di Riau adalah 61,4 ± 34,5 t/ha, sedangkan di Kalimantan Barat 6,0 ± 2,0 t/ha t/ha. Hasil simulasi menunjukkan jika semak belukar dengan cadangan karbon seperti di Riau dialihfungsikan menjadi kelapa sawit, maka sampai tahun ke 23 masih terjadi defisit cadangan karbon tanaman sebesar 8 t/ha. Namun jika menjadi perkebunan karet pada tahun ke 25 kehilangan cadangan karbon tanaman sudah bisa ditutup, bahkan terjadi surplus sebesar 4 t/ha. Pada kondisi semak belukar dengan cadangan rendah seperti di lokasi penelitaian di Kalimantan Barat, perubahan penggunaan lahan ke tanaman nenas tidak menyebabkan terjadinya defisit cadangan karbon tanaman, bahkan masis mampu menambat karbon sebesar 8 t/ha, dan jika perubahan semak belukar menjadi sawit dan karet menyebabkan terjadinya sekustrasi yang lebih tinggi. DAFTAR PUSTAKA Agus F, I.E. Henson, B.H. Sahardjo, N. Harris, M. van Noordwijk, T.J. Killeen Review of emission factors for assessment of CO 2 emission from land use change to oil palm in Southeast Asia. Roundtable on sustainable Palm Oil, Kuala Lumpur, Malaysia. Dariah, A, E. Susanti, dan F. Agus Basele Survey: cadangan karbon pada Lahan gambut di Lokasi Demplot Penelitian ICCTF (Riau, Jammbi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Gambut Berkelankutan, Bogor 4 Mei 2012 Dariah, A., S. Marwanto, and F. Agus Peat CO 2 emission from oil palm plantations, separating root respirations. Mitigation and Adaptation Strategic for Global Change. Doi /S110 21/013/95915/6. Hairiah, K. dan S. Rahayu Petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, Bogor, Indonesia. 77 p. ICRAF. Carbon Footprint of Indonesian Palm Oil Production: a Pilot Study (leaflet) IPCC IPCC Guideline for National Gas Inventories. IPCC. Genewa. Ketterings, Q.M., Coe,R., Van Noordwijk,M., Ambagau, Y. And Palm, C Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass in ixed secondary forest. Forest Ecology and Management146: Roesyane, Saharjo Potensi Simpanan Karbon Pada Hutan Tanaman Mangium (Acacia mangium WILLD.) di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat 331

14 Erni Susanti, Ai Dariah dan Banten. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol 16, No 3 (2011). LPPM Intitut Pertanian Bogor Sabiham, S. dan Sukarman Pengelolaan lahan gambut untuk pengembangan kelapa sawit. Dalam Husen et al. (Eds.). HLm Dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan.. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian. Bogor, 4 Mei Susanti, E. Wahyunto, A. Dariah, J. Pitono Cadangan karbon tanaman kelapa sawit pada berbagai umur. dalam Inventarisasi dan Identifikasi Sumberdaya Lahan Gambut dan Sistem Pengelolaan Sawit Rakyat serta Alternatif Teknologi Untuk Mendukung Peningkatan Produktivitas Lahan >15% dan Penurunan Emisi GRK >15%. laporan Konsorsium Perkebunan, 2010 (un-publish). Yulianti, N Cadangan Karbon Lahan Gambut Dari Agroekosistem Kelapa Sawit Ptpn Iv Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Tesis Magister Sains Pada Program Studi Ilmu Tanah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Wahyunto dan A. Dariah Pengelolaan lahan gambut tergedradasi dan terlantar untuk mendukung ketahanan pangan. Dalam Politik Pengembangan Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim (Eds:Haryono et al.). Hlm Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 332

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di kebun kelapa sawit Panai Jaya PTPN IV, Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2009

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Kelapa Sawit Indonesia... 3 2. Asumsi... 7 3. Metodologi... 9 4. Hasil Pemodelan... 11 5. Referensi...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN

POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Desember 2011, hlm. 143-148 ISSN 0853 4217 Vol. 16 No.3 POTENSI SIMPANAN KARBON PADA HUTAN TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium WILLD.) DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

Seminar Gelar Teknologi Kehutanan, 19 Nov. 2009

Seminar Gelar Teknologi Kehutanan, 19 Nov. 2009 Studi Kasus Pendugaan Emisi Karbon di Lahan Gambut Kasus untuk Kabupaten Kubu Raya dan Kab. Pontianak, Kalimantan Barat BBSDLP, Badan Litbangtan Fahmuddin Agus, Wahyunto, Herman, Eleonora Runtunuwu,, Ai

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci

DAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET

DAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET 23 DAMPAK AMELIORASI TANAH GAMBUT TERHADAP CADANGAN KARBON TANAMAN KELAPA SAWIT DAN KARET IMPACT OF PEATSOIL AMELIORATION ON CARBON STOCK OF OIL PALM AND RUBBER PLANTATION Ai Dariah 1, Erni Susanti 2 1

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Kelapa Sawit Indonesia... 3 2. Asumsi... 7 3. Metodologi... 9 4. Hasil Pemodelan... 11 5. Referensi...

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis karbon di atas permukaan tanah Menurut Kettering (2001) dalam Hairiah (2007) pendugaan biomassa vegetasi diduga menggunakan persaman allometrik : BK=0.11ρD 2.62 keterangan

Lebih terperinci

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU ESTIMATION OF THE CARBON POTENTIAL IN THE ABOVE GROUND AT ARBEROTUM AREA OF RIAU UNIVERSITY Ricky Pratama 1, Evi

Lebih terperinci

CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT

CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT Fahmuddin Agus Balai Penelitian Tanah, Jln. Ir H Juanda No. 98, Bogor PENDAHULUAN Dalam perdebatan mengenai perubahan iklim, peran lahan gambut

Lebih terperinci

STUDI POTENSI BIOMASSA DAN KARBON PADA TEGAKAN HUTAN DI KPHP MODEL SUNGAI MERAKAI KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

STUDI POTENSI BIOMASSA DAN KARBON PADA TEGAKAN HUTAN DI KPHP MODEL SUNGAI MERAKAI KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT STUDI POTENSI BIOMASSA DAN KARBON PADA TEGAKAN HUTAN DI KPHP MODEL SUNGAI MERAKAI KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT The Potential Biomass and Carbon of Forest In Model Forest Production Management

Lebih terperinci

DINAMIKA CADANGAN KARBON AKIBAT PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENJADI LAHAN PERMUKIMAN DI KOTA PADANG SUMATERA BARAT

DINAMIKA CADANGAN KARBON AKIBAT PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENJADI LAHAN PERMUKIMAN DI KOTA PADANG SUMATERA BARAT DINAMIKA CADANGAN KARBON AKIBAT PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENJADI LAHAN PERMUKIMAN DI KOTA PADANG SUMATERA BARAT Dynamics of Carbon Stocks Changes from Land Cover into Land Settlement in the Padang City,

Lebih terperinci

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan

Lebih terperinci

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI 9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup

Lebih terperinci

ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) erminasari.unilak.ac.

ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2)   erminasari.unilak.ac. 13 ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) Email: erminasari.unilak.ac.id *Alumni FKIP Universitas Lancang Kuning ** Dosen FKIP

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI KEBUN KARET RAKYAT SEBAGAI CADANGAN KARBON DI KECAMATAN CEMPAKA KOTA BANJARBARU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

PENDUGAAN POTENSI KEBUN KARET RAKYAT SEBAGAI CADANGAN KARBON DI KECAMATAN CEMPAKA KOTA BANJARBARU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN EnviroScienteae 10 (2014) 150-156 ISSN 1978-8096 PENDUGAAN POTENSI KEBUN KARET RAKYAT SEBAGAI CADANGAN KARBON DI KECAMATAN CEMPAKA KOTA BANJARBARU PROPINSI KALIMANTAN SELATAN Tuti Haryati 1), Idiannor

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kebun Meranti Paham terletak di Kelurahan Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Sebelumnya bernama Kebun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan Taryono Darusman 1, Asep Mulyana 2 dan Rachmat Budiono 3 Pendahuluan Lahan gambut merupakan ekosistem lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi kebun kelapa sawit pada bulan Agustus dan November 2008 yang kemudian dilanjutkan pada bulan Februari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global

Lebih terperinci

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 3 No. 2, Mei 2015 (13 20)

Jurnal Sylva Lestari ISSN Vol. 3 No. 2, Mei 2015 (13 20) POTENSI PENYERAPAN KARBON PADA TEGAKAN DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica) DI PEKON GUNUNG KEMALA KRUI LAMPUNG BARAT (CARBON SEQUESTRATION POTENTIAL OF THE STANDS DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica) PEKON

Lebih terperinci

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau

Lebih terperinci

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan.

Rumus Emisi CO 2. E = (Ea + Ebb + Ebo Sa) / Δt. Ea = Emisi karena terbakarnya jaringan dipermukaan tanah, misalnya pada waktu pembukaan lahan. Mencuatnya fenomena global warming memicu banyak penelitian tentang emisi gas rumah kaca. Keinginan negara berkembang terhadap imbalan keberhasilan mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan,

I. PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, namun kerusakan hutan di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu yang mengakibatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT PADA TIGA TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI DESA PANGKALAN PANDUK KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN

ANALISIS SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT PADA TIGA TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI DESA PANGKALAN PANDUK KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN Jurnal Agroteknologi, Vol. 7 No. 1, Agustus 2016 : 27-32 ANALISIS SIFAT KIMIA TANAH GAMBUT PADA TIGA TIPE PENGGUNAAN LAHAN DI DESA PANGKALAN PANDUK KECAMATAN KERUMUTAN KABUPATEN PELALAWAN (An Analysis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi dan lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik pada masa kini maupun pada

Lebih terperinci

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV

PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV PENDUGAAN KARBON TERSIMPAN DENGAN PEMODELAN SPASIAL DATA PENGUKURAN LAPANG PADA KEBUN KELAPA SAWIT PANAI JAYA PTPN IV ANTER PARULIAN SITUMORANG A14053369 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

BASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA

BASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA 11 BASISDATA KARAKTERISTIK TANAH GAMBUT DI INDONESIA 1Anny Mulyani, 2 Erni Susanti, 3 Ai Dariah, 3 Maswar, 1 Wahyunto, dan 3Fahmuddin Agus 1 Peneliti Badan litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya

Lebih terperinci

BASELINE SURVEY: CADANGAN KARBON PADA LAHAN GAMBUT DI LOKASI DEMPLOT PENELITIAN ICCTF (RIAU, JAMBI, KALIMANATAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN)

BASELINE SURVEY: CADANGAN KARBON PADA LAHAN GAMBUT DI LOKASI DEMPLOT PENELITIAN ICCTF (RIAU, JAMBI, KALIMANATAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN) 38 BASELINE SURVEY: CADANGAN KARBON PADA LAHAN GAMBUT DI LOKASI DEMPLOT PENELITIAN ICCTF (RIAU, JAMBI, KALIMANATAN TENGAH DAN KALIMANTAN SELATAN) 1Ai Dariah, 2 Erni Susanti, dan 1 Fahmuddin Agus 1 Peneliti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cadangan Karbon Aliran karbon dari atmosfir ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. 16 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur. B. Alat dan Objek Alat yang

Lebih terperinci

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost Andree Ekadinata dan Sonya Dewi PENGENALAN METODE OPPORTUNITY COST DALAM MEKANISME PENGURANGAN EMISI DARI

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar

Lebih terperinci

Sistem Penggunaan Lahan dalam Analisa OppCost REDD+

Sistem Penggunaan Lahan dalam Analisa OppCost REDD+ Sistem Penggunaan Lahan dalam Analisa OppCost REDD+ Sonya Dewi PENGENALAN METODE OPPORTUNITY COST DALAM MEKANISME PENGURANGAN EMISI DARI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN BOGOR, 30-31 MEI 2011 Yang akan dibahas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT

ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT 34 ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT Maswar Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor 16114 (maswar_bhr@yahoo.com) Abstrak.

Lebih terperinci

Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah, Tahun

Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah, Tahun JURNAL Vol. 03 Desember SILVIKULTUR 2012 TROPIKA Pendugaan Emisi Gas CO 2 143 Vol. 03 No. 03 Desember 2012, Hal. 143 148 ISSN: 2086-8227 Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk

Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Aplikasi perhitungan grk di wilayah sumatera Aplikasi Perhitungan GRK di Wilayah Sumatera Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul

Lebih terperinci

Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung

Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung NERACA KARBON : METODE PENDUGAAN EMISI CO 2 DI LAHAN GAMBUT Cahya Anggun Sasmita Sari 1), Lidya Astu Widyanti 1), Muhammad Adi Rini 1), Wahyu Isma Saputra 1) 1) Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000) Artikel (Article) PENDUGAAN BIOMASSA POHON BERDASARKAN MODEL FRACTAL BRANCHING PADA HUTAN SEKUNDER DI RANTAU PANDAN, JAMBI Fractal Branching Model

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI HUTAN RAWA GAMBUT TRIPA KABUPATEN NAGAN RAYA PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM SKRIPSI Oleh SUSILO SUDARMAN BUDIDAYA HUTAN / 011202010 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian dan Perkebunan. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian dan Perkebunan. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian dan Perkebunan Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Pertanian dan Perkebunan Indonesia... 3 2. Asumsi... 9 3. Metodologi... 11 4. Hasil Pemodelan...

Lebih terperinci

Setitik Harapan dari Ajamu

Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu Setitik Harapan dari Ajamu: Pelajaran tentang Sukses Pemanfaataan Gambut Dalam untuk Sawit Oleh: Suwardi, Gunawan Djajakirana, Darmawan dan Basuki Sumawinata Departemen Ilmu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN Republik Indonesia SOSIALISASI PEDOMAN PENYUSUNAN RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN Disampaikan dalam Sosialisasi Penyusunan RAD-GRK Balikpapan, 28-29 Februari 2012 KOMITMEN PEMERINTAH INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil ribuan ton BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 167.669

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011 Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim Surakarta, 8 Desember 2011 BALAI BESAR LITBANG SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia Crassicarpa Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest

Lebih terperinci

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah)

Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) Pengenalan perubahan penggunaan lahan oleh masyarakat pinggiran hutan. (Foto: Kurniatun Hairiah) 4. Penghitungan dinamika karbon di tingkat bentang lahan Ekstrapolasi cadangan karbon dari tingkat lahan

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA

INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA LITKAJIBANGRAP BULETIN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN INOVASI TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAMBUT BERKELANJUTAN DI DEMPLOT ICCTF KALIMANTAN TENGAH: KARET DAN TANAMAN SELA M.A Firmansyah, W.A Nugroho dan M. Saleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan?

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? Mengukur jumlah C tersimpan di hutan dan lahan pertanian cukup mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri

Lebih terperinci

Peranan Agroekosistem Kelapa Sawit Dalam Meningkatkan Cadangan Karbon Di Lahan Suboptimal Di Sumatera Selatan

Peranan Agroekosistem Kelapa Sawit Dalam Meningkatkan Cadangan Karbon Di Lahan Suboptimal Di Sumatera Selatan Peranan Agroekosistem Kelapa Sawit Dalam Meningkatkan Cadangan Karbon Di Lahan Suboptimal Di Sumatera Selatan The Role Of Palm Oil Agroecosystem To Increase Carbon Reservation In The Suboptimal Land In

Lebih terperinci

Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi

Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Tantangan dan strategi pembangunan berkelanjutan melalui pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Elham Sumarga Rapat Konsultasi Analisis Ekonomi Regional PDRB se-kalimantan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Perlindungan Setempat RPH Wagir BKPH Kepanjen KPH Malang.

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon

Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Buletin PSL Universitas Surabaya 28 (2012): 3-5 Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpan Karbon Hery Purnobasuki Dept. Biologi, FST Universitas Airlangga Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem

Lebih terperinci