Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian dan Perkebunan. Indonesia 2050 Pathway Calculator
|
|
- Glenna Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian dan Perkebunan Indonesia 2050 Pathway Calculator
2 Daftar Isi 1. Ikhtisar Pertanian dan Perkebunan Indonesia Asumsi Metodologi Hasil Pemodelan Referensi
3 Daftar Tabel Tabel 1. Konsumsi kalori dunia dalam kkal/org/hari... 4 Tabel 2. Perkembangan konsumsi per kapita per hari... 5 Tabel 3. Luas lahan pertanian Indonesia... 6 Tabel 4. Produktivitas pertanian Indonesia... 6 Tabel 5. Luas areal hortikultura Indonesia... 7 Tabel 6. Nilai produksi hortikultura Indonesia... 8 Tabel 7. Luas lahan dan nilai produksi perkebunan Indonesia... 9 Daftar Gambar Gambar 1. Tren peningkatan konsumsi kalori dunia... 4 Gambar 2. Proyeksi konsumsi kalori Indonesia Gambar 3. Proyeksi luas pertanian Indonesia Gambar 4. Proyeksi luas perkebunan non-sawit Indonesia
4 Pendahuluan Panduan Pengguna (User Guide) ini ditujukan bagi para pengguna Indonesia 2050 Pathway Calculator, khususnya pada sektor Pertanian dan Perkebunan. Terdapat empat bagian dalam Panduan Pengguna ini; Pertama, bagian Ikthisar berisi informasi-informasi dasar mengenai pertanian dan perkebunan yang berguna sebagai pengantar untuk memahami perubahan luas lahan, produksi, dan produktivitas tanamannya di Indonesia. Kedua, acuan asumsi data-data yang dipergunakan untuk dasar perhitungan akan disajikan pada bagian Asumsi. Ketiga, bagian Metodologi kemudian berisikan persamaan perhitungan dan level-level yang akan dipergunakan. Terakhir, Hasil Pemodelan akan mempresentasikan proyeksinya mengenai permintaan pangan, luas lahan pertanian, produktivitas pertanian, luas perkebunan selain kelapa sawit, dan produktivitas perkebunan selain kelapa sawit hingga tahun Ikhtisar Pertanian dan Perkebunan Indonesia Usaha pertanian yaitu usaha bercocok tanam dalam rangka pemenuhan kebutuhan kalori dari makanan untuk mendukung kehidupan manusia. Pertanian merujuk pada usaha bercocok tanam tujuh tanaman pangan pokok (padi, jagung, dll) sementara perkebunan mengacu pada berbagai komoditi non-pangan pokok (karet, kopi, dll). Pertumbuhan permintaan kalori ini disertai dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sehingga berpengaruh pada peningkatan kebutuhan luas lahan pertanian. Pada saat yang bersamaan, pertumbuhan kebutuhan lahan pertanian ini akan mempengaruhi kontribusi emisi dari sektor pertanian Indonesia yang disebabkan oleh perubahan tutupan lahan. 3
5 Gambar 1. Tren peningkatan konsumsi kalori dunia (sumber: Alexandratos & Bruinsma 2012, hal. 24) Menurut BPS (2015), konsumsi kalori rata-rata penduduk Indonesia 10 tahun terakhir cenderung stabil antara 1800 hingga 2200 kalori per hari. Namun demikian, Alexandratos dan Bruinsma (2012) menunjukkan bahwa di seluruh dunia terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi kalori (hal ). Pada Gambar 1 dan Tabel 1 dapat dilihat bahwa tren fluktuatif pada beberapa dekade diiringi kecenderungan naik jangka panjang Indonesia dalam data BPS dapat dikatakan serupa dengan tren kategori Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh, dll) oleh Alexandratos dan Bruinsma (2012). Dengan demikian, data dan proyeksi studi Alexandratos dan Bruinsma dapat dijadikan sebagai referensi proyeksi konsumsi kalori Indonesia di masa depan. Tabel 1. Konsumsi kalori dunia dalam kkal/org/hari Sumber: Alexandratos & Bruinsma 2012, hal. 23 Asupan kalori rakyat Indonesia berasal dari sumber nabati dan hewani. Di satu sisi, menurut BPS (2011) sekitar 48% asupan kalori rakyat Indonesia didominasi oleh padi-padian (hal. 24). Di sisi lain, data BPS tersebut juga menunjukkan bahwa konsumsi daging merah Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan sumber nabati lain seperti hasil laut ataupun konsumsi daging ayam dan telur (hal. 27). Selain itu, data tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar pemasukan kalori masyarakat Indonesia 4
6 cenderung berasal dari sumber nabati. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sektor pertanian dalam kehidupan bangsa Indonesia. Tabel 2. Perkembangan konsumsi per kapita per hari Sumber: BKP 2011, hal 17 Sejalan dengan peningkatan kebutuhan kalori, pertumbuhan luas lahan pertanian Indonesia penting diperhatikan karena hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan pangan maupun potensi emisi karena perubahan tata guna lahan. Luas riil lahan pertanian Indonesia saat ini dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa walau ada kecenderungan penurunan luas total lahan pertanian, luas sawah mengalami tren peningkatan. Pada saat yang bersamaan, Tabel 4 menunjukkan bahwa produktivitas sektor pertanian Indonesia cenderung meningkat. 5
7 Tabel 3. Luas lahan pertanian Indonesia Sumber: Pusdatin 2013, hal. 4 Tabel 4. Produktivitas pertanian Indonesia Sumber: BPPP 2011, hal. 4 6
8 Tabel 5. Luas areal hortikultura Indonesia Sumber: BPPP 2011, hal. 59 Sementara itu, Tabel 5 diatas dan Tabel 6 dibawah menunjukkan bahwa baik luas areal maupun produksi hortikultura Indonesia cenderung meningkat. Namun demikian, tren produktivitas hortikultura masih harus diperhatikan karena kedua tabel tersebut menunjukkan bahwa peningkatan luas tidak langsung menghasilkan peningkatan produksi yang setara. 7
9 Tabel 6. Nilai produksi hortikultura Indonesia Sumber: BPPP 2011, hal. 59 8
10 Tabel 7. Luas lahan dan nilai produksi perkebunan Indonesia Sumber: BPPP 2011, hal. 13 Selanjutnya, Tabel 7 diatas menunjukkan data luas dan produksi sektor perkebunan Indonesia. Berdasarkan data tersebut, setelah kelapa sawit, kelapa dan karet adalah tanaman perkebunan dengan luas lahan dan produksi terbesar. Dari tabel tersebut terlihat juga bahwa beberapa komoditas seperti tembakau dan kopi mengalami pertumbuhan negatif baik dalam pengurangan luas lahan maupun produksi. Pada pemodelan I2050PC, komoditas kelapa sawit dipisahkan dari komoditas-komoditas lainnya karena secara historis perkembangan luas dan produktivitas kelapa sawit jauh lebih besar dan lebih cepat. 2. Asumsi Untuk menghitung potensi emisi sektor pertanian Indonesia pada tahun 2050, laju pertumbuhan penduduk Indonesia akan disesuaikan dengan hasil perhitungan kalkulator I2050PC sektor energi dan industri. Selain itu, produktivitas pertanian akan diperhitungkan secara pro-rata sesuai dengan pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia (BPS 2011, hal. 27). Selanjutnya, pembuatan skenario perubahan luas lahan pertanian dan perkebunan pada masa yang akan datang menunjukkan kecenderungan pertambahan luas selaras dengan data outlook pertanian (BPPP 2011, hal 33, 35, 38, 45, 47, 51). Walaupun demikian, hasil pembahasan dalam stakeholder consultation menghasilkan beberapa poin penting seperti ketidakpastian luas dan intensitas dampak perubahan iklim dan kesulitan 9
11 memprediksi secara akurat proyeksi jangka panjang. Oleh karena itu, para pemangku kebijakan cenderung lebih setuju dengan kemungkinan-kemungkinan dimana luas total pertanian dan perkebunan Indonesia akan bertambah dengan cukup signifikan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya permintaan akan pangan. Sementara itu, serupa dengan asumsi yang digunakan dalam sektor tata guna lahan yang lain, nilai AGC yang akan digunakan untuk menghitung emisi dari sektor pertanian dan perkebunan akan menggunakan referensi BAPPENAS (2015). Pembukaan lahan baru akan diambil dari hutan primer dengan AGC 195,4 ton/ha dan reboisasi hasil pengurangan luas lahan akan menjadi hutan sekunder dengan AGC 169,7 ton/ha. Selanjutnya, dengan asumsi bahwa nilai AGC untuk berbagai jenis perkebunan bersifat uniform, maka nilai AGC untuk berbagai perkebunan selain kelapa sawit adalah 63 ton/ha. Untuk nilai AGC pertanian, diasumsikan bahwa nilai yang digunakan adalah nilai pertanian lahan kering tunggal, bukan nilai pertanian lahan kering campur, yaitu sebesar 10 ton/ha. Selain itu, pembahasan dalam stakeholder consultation menunjukkan bahwa ada banyak permasalahan dengan menetapkan nilai luasan areal pertanian yang tepat. Selain sifat pertanian Indonesia yang masih bergantung pada permintaan pasar, produk-produk yang ditanam pun mungkin dipanen lebih dari sekali dalam setahun tergantung varian apa yang ditanam dan lokasi maupun metoda penanaman yang digunakan. Oleh karena itu, model ini akan menyatukan nilai luas pertanian dan hortikultura karena petani seringkali akan menanam produk-produk pertanian dan hortikultura secara bergantian pada tahun yang sama. Selanjutnya, daripada menggunakan nilai luas panen dan produktivitas dari BPPP model ini akan menggunakan data luas riil pertanian dari PUSDATIN dan model ini akan menghitung luasan lahan tidur yang terus mengecil sebagai lahan yang sudah dikategorikan sebagai lahan pertanian tapi belum digunakan untuk produksi pertanian saat ini. Mengingat banyaknya tumpang tindih antara berbagai ijin tata guna lahan dengan lahan alokasi hutan, maka untuk saat ini model I2050PC akan menganggap bahwa penggunaan lahan tidur berarti mengubah tutupan hutan menjadi lahan pertanian seperti apa yang terjadi pada sektor-sektor lain ketika mereka membuka lahan baru. Bila pada masa yang akan datang tersedia sumber data yang lebih koheren, maka tentunya hal ini dapat diperbaiki sehingga model akan dapat menghasilkan simulasi perubahan lahan dan potensi emisi yang lebih akurat. 10
12 3. Metodologi Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan sebuah model kalkulator seperti yang dirancang dalam I2050PC. Selain ease of use dan user-friendliness, lever-lever yang dibuat juga perlu menjelaskan pada pengguna, khususnya pengguna awam, tentang bagaimana pilihan-pilihan kebijakan yang disajikan dapat mempengaruhi emisi dari sektor pertanian dan perkebunan. Maka dari itu, berdasarkan kesesuaian dengan metoda BAPPENAS, latar belakang sektor, asumsi-asumsi yang dipergunakan, hasil pembahasan dalam stakeholder consultation, maupun pertimbangan kemudahan pemahaman dan penggunaan model nantinya, penyusun menyarankan agar emisi sektor pertanian dan perkebunan dihitung menggunakan luas penggunaan lahan dan perubahan kandungan karbon atas tanah yang terjadi sebagai akibat dari penggunaan lahan tersebut. Pendekatan ini dapat disederhanakan menjadi persamaan sebagai berikut: Emisi = Luas Area x Kandungan Karbon atau E = A x AGC dimana E = Emisi (dalam ton CO 2eq ) A = Luas Area (dalam hektar atau ha) AGC = Kandungan karbon diatas tanah (dalam ton CO 2eq per hektar) Selanjutnya, berdasarkan pemaparan latar belakang dan asumsi di atas dalam stakeholder consultation, maka disetujui bersama bahwa proyeksi permintaan pangan Indonesia kedepannya dapat dipresentasikan menjadi empat level yaitu: Level 1 Level 1 mengasumsikan tingkat konsumsi pangan Indonesia pada tahun 2050 akan mengejar tingkat konsumsi negara maju saat ini yaitu 3250 kkal/org/hari. Hal ini dapat saja terjadi bila ada perubahan drastis dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia. Level 2 Level 2 mengasumsikan tingkat konsumsi pangan Indonesia pada tahun 2050 akan mencapai tingkat konsumsi negara-negara Asia Timur saat ini yaitu 2750 kkal/org/hari. Hal ini mungkin terjadi melihat tingginya laju peningkatan konsumsi negara-negara yang berkembang pesat seperti Tiongkok dan Brazil. 11
13 Level 3 Level 3 mengasumsikan tingkat konsumsi pangan Indonesia pada tahun 2050 akan meningkat menjadi 2500 kkal/org/hari. Skenario ini sangat mungkin terjadi bila pertumbuhan ekonomi dan akses pangan Indonesia terus berkembang dengan laju yang ada saat ini. Level 4 Level 4 mengasumsikan tingkat konsumsi pangan Indonesia pada tahun 2050 hanya akan mencapai 2250 kkal/org/hari. Hal ini masih mungkin terjadi bila pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa yang akan datang tidak terlalu mempengaruhi pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia. Sementara untuk luas pertanian, perubahan yang dapat terjadi antara lain: Level 1 Level 1 mengasumsikan luas efektif pertanian Indonesia pada tahun 2050 akan meningkat dua puluh persen (20%) dari tingkat Hal ini mungkin terjadi karena peningkatan pengunaan lahan tidur karena meningkatnya kebutuhan pangan dan lapangan pekerjaan seiring pertumbuhan penduduk Indonesia. Level 2 Level 2 mengasumsikan luas efektif pertanian Indonesia pada tahun 2050 meningkat sepuluh persen (10%) dari tingkat Hal ini mungkin terjadi apabila rancangan kebijakan-kebijakan yang ada mendorong ekstensifikasi pertanian. Level 3 Level 3 mengasumsikan luas efektif pertanian Indonesia pada tahun 2050 tetap pada tingkat luasan tahun Hal ini dapat dicapai apabila kebijakan-kebijakan yang disusun pada masa mendatang dapat mengoptimalkan penggunaan lahan yang ada. Level 4 Level 4 mengasumsikan luas efektif pertanian Indonesia pada tahun 2050 berkurang sepuluh persen (- 10%) dibandingkan tahun Hal ini dapat dicapai apabila kebijakan-kebijakan yang disusun mendukung optimalisasi tata guna lahan dan juga mengurangi permintaan untuk lahan pertanian. 12
14 Perbaikan sistem peruntukan status kawasan dan penetapan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang konsisten akan sangat membantu. Selanjutnya, produktivitas pertanian Indonesia diproyeksikan sebagai berikut: Level 1 Level 1 mengasumsikan produktivitas pertanian Indonesia pada tahun 2050 berkurang sepuluh persen (- 10%) dibandingkan tahun Hal ini dapat terjadi bila tidak ada kebijakan yang dengan serius mengurangi kerentanan sektor pertanian Indonesia dari dampak-dampak perubahan iklim. Level 2 Level 2 mengasumsikan produktivitas pertanian Indonesia pada tahun 2050 tidak berubah dibandingkan tahun Hal ini sangat mungkin terjadi bila semua kebijakan yang ada hanya dapat mengimbangi dampak negatif perubahan iklim pada sektor pertanian Indonesia. Level 3 Level 3 mengasumsikan produktivitas pertanian Indonesia pada tahun 2050 meningkat sepuluh persen (10%) dibandingkan tahun Tingkat produktivitas ini dapat dicapai melalui rancangan kebijakankebijakan yang mendorong investasi pada penelitian dan pengembangan produktivitas pertanian. Level 4 Level 4 mengasumsikan produktivitas pertanian Indonesia pada tahun 2050 meningkat dua puluh persen (20%) dibandingkan tahun Perbaikan ini dapat dicapai melalui rancangan kebijakan-kebijakan yang mendorong peneliian dan pengembangan beserta investasi infrastruktur pemrosesan dan distribusi hasil pertanian yang berpihak. Sementara itu, perubahan luas perkebunan selain kelapa sawit di Indonesia diproyeksikan menjadi: Level 1 Level 1 mengasumsikan luas perkebunan Indonesia pada tahun 2050 akan meningkat dua puluh persen (20%) dari tingkat Hal ini mungkin terjadi karena peningkatan permintaan untuk komoditi dan lapangan pekerjaan. 13
15 Level 2 Level 2 mengasumsikan luas perkebunan Indonesia pada tahun 2050 akan meningkat sepuluh persen (10%) dari tahun Hal ini mungkin terjadi apabila rancangan kebijakan-kebijakan yang ada mendorong ekspansi lahan perkebunan Indonesia. Level 3 Level 3 mengasumsikan luas perkebunan Indonesia pada tahun 2050 tidak berubah dibandingkan tahun Hal ini dapat dicapai apabila kebijakan-kebijakan yang disusun pada masa mendatang dapat mengoptimalkan penggunaan lahan yang ada. Level 4 Level 4 mengasumsikan luas perkebunan Indonesia pada tahun 2050 berkurang sepuluh persen (-10%) dibandingkan tahun Hal ini dapat dicapai apabila kebijakan-kebijakan yang disusun mendukung optimalisasi tata guna lahan dan juga mengurangi permintaan untuk pembukaan lahan baru. Penentuan status kawasan dan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang konsisten akan sangat membantu. Kemudian perubahan produktivitas perkebunan selain kelapa sawit dapat dimodelkan sebagai berikut: Level 1 Level 1 mengasumsikan produktivitas perkebunan Indonesia pada tahun 2050 berkurang sepuluh persen (-10%) dibandingkan tahun Hal ini dapat terjadi karena pengaruh perubahan iklim di masa mendatang. Level 2 Level 2 mengasumsikan produktivitas perkebunan Indonesia pada tahun 2050 tidak berubah dibandingkan tahun Hal ini sangat mungkin terjadi bila semua kebijakan yang ada hanya dapat mengimbangi dampak negatif perubahan iklim pada sektor perkebunan Indonesia. Level 3 Level 3 mengasumsikan produktivitas perkebunan Indonesia pada tahun 2050 meningkat sepuluh persen (10%) dibandingkan tahun Tingkat produktivitas ini dapat dicapai dengan cara 14
16 meningkatkan jangkauan distribusi agro-input berupa benih dan pupuk bersertifikat dari pusat-pusat penelitian. Level 4 Level 4 mengasumsikan produktivitas perkebunan Indonesia pada tahun 2050 meningkat dua puluh persen (20%) dibandingkan tahun Hal ini dapat dicapai dengan cara meningkatkan penerapan teknologi pertanian baik berupa bibit dan pupuk bersertifikasi maupun metoda pengelolaan tanah dan tanaman. 4. Hasil Pemodelan Berdasarkan pemaparan metodologi di atas, maka diperoleh proyeksi hingga 2050 untuk lima hal yaitu: permintaan pangan, luas lahan pertanian, produktivitas pertanian, luas perkebunan selain kelapa sawit, dan produktivitas perkebunan selain kelapa sawit. Berhubung proyeksi produktivitas pertanian maupun perkebunan selain kelapa sawit hanya berbentuk index untuk perhitungan potensi ketersediaan pangan, maka panduan pengguna akan fokus pada grafik-grafik yang mempunyai dampak lebih besar yaitu proyeksi permintaan kalori, proyeksi luas pertanian, maupun proyeksi luas lahan perkebunan selain kelapa sawit. 3,250 Konsumsi Kalori Level 1 (2050) 3250 kkal/org/hari Konsumsi kalori (kkal/orang/hari) 3,000 2,750 2,500 Level 2 (2050) 2750 kkal/org/hari Level 3 (2050) 2500 kkal/org/hari 2,250 Level 4 (2050) 2, kkal/org/hari Gambar 2. Proyeksi konsumsi kalori Indonesia (sumber: Penulis) 15
17 Luas (juta ha) Luas Pertanian Level 1 (2050) 32,5 juta ha Level 2 (2050) 29,7 juta ha Level 3 (2050) 27 juta ha 26.0 Level 4 (2050) 24,3juta ha Gambar 3. Proyeksi luas pertanian Indonesia (sumber: Penulis) Dengan demikian, potensi kontribusi emisi sektor pertanian dapat diprediksi sebagai berikut: Level 1 Pembukaan lahan pertanian hingga 32,5 juta ha mengakibatkan peningkatan emisi sekitar 1,020 miliar ton CO 2eq. Level 2 Pembukaan lahan pertanian hingga 28 juta ha mengakibatkan peningkatan emisi sekitar 500,6 juta ton CO 2eq. Level 3 Tidak adanya pembukaan lahan baru mengakibatkan tidak adanya flux emisi antara tahun 2050 dibandingkan tahun 2011 diluar baseline emission yang diperhitungkan secara agregat untuk seluruh sektor tata guna lahan. Level 4 Pengurangan luas lahan pertanian sebesar dua juta ha mengakibatkan pengurangan emisi sekitar 431,2 juta ton CO 2eq. 16
18 15 14 Luas Perkebunan non-sawit (ha) Level 3 (2050) 14 juta ha Luas (juta ha) Level 2 (2050) 12,8 juta ha Level 3 (2050) 11,6 juta ha Level 4 (2050) 10,5 juta ha Gambar 4. Proyeksi luas perkebunan non-sawit Indonesia (sumber: Penulis) Sementara itu, potensi kontribusi emisi sektor perkebunan selain kelapa sawit dapat dihitung sebagai berikut: Level 1 Pembukaan lahan perkebunan sebesar 2,32 juta ha mengakibatkan peningkatan emisi sekitar 307,2 juta ton CO 2eq. Level 2 Pembukaan lahan perkebunan sebesar 1,16 juta ha mengakibatkan peningkatan emisi sekitar 153,6 juta ton CO 2eq. Level 3 Tidak adanya pembukaan lahan baru mengakibatkan tidak adanya flux emisi antara tahun 2050 dibandingkan tahun 2011 diluar baseline emission yang diperhitungkan secara agregat untuk seluruh sektor tata guna lahan. Level 4 17
19 Pengurangan luas lahan perkebunan sebesar 1,16 juta ha mengakibatkan pengurangan emisi sekitar 123,8 juta ton CO 2eq. 18
20 5. Referensi Agus, F, Henson, IE, Sahardjo, BH, Haris, N, van Noordwijk, M & Killeen, TJ 2013, Review of Emission Factors for Assessment of CO 2 Emission From Land Use Change to Oil Palm in Southeast Asia, Reports from the Technical Panels of the 2 nd Greenhouse Gas Working Group of the Roundtable on Sustainable Palm Oil, hal Alexandratos, N & Bruinsma, J 2012, World Agriculture Towards 2030/2050 The 2012 Revision, Agricultural Development Economics Division, UN-FAO, ESA Working Paper No BAPPENAS (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional) 2015, Pembentukan BAU Baseline Bidang Berbasis Lahan, Sekretariat RAN-GRK, diunduh 30 Maret 2015, < BKP (Badan Ketahanan Pangan) 2011, Revisi Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun , Badan Ketahanan Pangan, Jakarta. BPPP (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian) 2011, Outlook Pertanian , Kementerian Pertanian, Pemerintahan Republik Indonesia, Jakarta. BPS (Badan Pusat Statistik) 2011, Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi 2011, BPS, Pemerintahan Republik Indonesia, Jakarta. 2015, Rata-rata Konsumsi Kalori dan Protein per Kapita per Hari Menurut Provinsi , BPS, diunduh 12 April 2015, < Carre, F, Hiederer, R, Blujdea, V & Koeble, R 2010, Background Guide for the Calculation of Land Carbon Stocks in the Biofuels Sustainability Scheme Drawing on the 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, Office for Official Publications of the European Communities, Luxembourg. PUSDATIN (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian) 2013, Statistik Lahan Pertanian Tahun , Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, Pemerintahan Republik Indonesia, Jakarta. 19
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Kelapa Sawit Indonesia... 3 2. Asumsi... 7 3. Metodologi... 9 4. Hasil Pemodelan... 11 5. Referensi...
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Sektor Kelapa Sawit Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Kelapa Sawit Indonesia... 3 2. Asumsi... 7 3. Metodologi... 9 4. Hasil Pemodelan... 11 5. Referensi...
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Sektor Kehutanan. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Sektor Kehutanan Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Kehutanan Indonesia... 3 2. Asumsi... 7 3. Metodologi... 12 4. Hasil Pemodelan... 14 5. Referensi...
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Sektor Kehutanan. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Sektor Kehutanan Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Kehutanan Indonesia... 3 2. Asumsi... 7 3. Metodologi... 12 4. Hasil Pemodelan... 13 5. Referensi...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian
Lebih terperinciPROSPEK TANAMAN PANGAN
PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki
Lebih terperinciPosisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014
Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi kemajuan pembangunan
Lebih terperinciseperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi
1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan Indonesia Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan... 3 2. Metodologi... 6 3. Hasil Pemodelan...
Lebih terperinciPELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA
PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas
Lebih terperinciAGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN
AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciDAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA
30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan
Lebih terperinciUpaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010
Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010 Teori Thomas Robert Malthus yang terkenal adalah tentang teori kependudukan dimana dikatakan bahwa penduduk cenderung meningkat secara deret
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beras sebagai salah satu bahan pangan pokok memiliki nilai strategis dan mempunyai pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial politik.
Lebih terperinciSAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK
1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik
Lebih terperinciSituasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim
BAB I PENDAHULUAN Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim global yang menuntut Indonesia harus mampu membangun sistem penyediaan pangannya secara mandiri. Sistem
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya 255 juta pada tahun 2015, dengan demikian Indonesia sebagai salah satu pengkonsumsi beras yang cukup banyak dengan
Lebih terperinciARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng
ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng wiwifadly@gmail.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah enganalisis dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciRENCANA AKSI MITIGASI 9S TRATEGI PELAKSANAAN RENCANA TATA GUNA LAHAN
RENCANA AKSI MITIGASI 9S TRATEGI PELAKSANAAN RENCANA TATA GUNA LAHAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN RENDAH EMISI KELOMPOK KERJA PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI HIJAU KABUPATEN BANYUMAS 0 1 6 Pengantar Pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)
1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk
Lebih terperinciPRODUKSI PANGAN INDONESIA
65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan
Lebih terperinciDATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014
DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan
KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii iv v vi DAFTAR TABEL vii viii DAFTAR GAMBAR ix x DAFTAR LAMPIRAN xi xii 1 PENDAHULUAN xiii xiv I. PENDAHULUAN 2 KONDISI UMUM DIREKTOAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2005-2009
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana
BAB I. PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Pembangunan pedesaan merupakan pembangunan yang berbasis desa dengan mengedepankan seluruh aspek yang terdapat di desa termasuk juga pola kegiatan pertanian yang
Lebih terperinciPOLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN
POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220
Lebih terperinciPenggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan
Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian dipandang dari dua pilar utama dan tidak bisa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian dipandang dari dua pilar utama dan tidak bisa dipisahkan, yaitu pilar pertanian primer dan pilar pertanian sekunder. Pilar pertanian primer (on-farm
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar
Lebih terperinciLAND CONVERSION AND NATIONAL FOOD PRODUCTION
Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian Penyunting: Undang Konversi Kurnia, F. Lahan Agus, dan D. Produksi Setyorini, Pangan dan A. Setiyanto Nasional KONVERSI LAHAN DAN PRODUKSI
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics
IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.
Lebih terperinciPENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)
BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 241 juta dengan ditandai oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang meningkat dan stabilitas ekonomi yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negara agraris di dunia, peranan tanaman pangan juga telah terbukti secara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pangan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari keseluruhan jenis perekonomian nasional. Hal ini terjadi karena Indonesia mempunyai stuktur sistem perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil
ribuan ton BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 167.669
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciinside front cover FA_PENAS book.indd 2 5/1/17 11:09 PM
inside front cover FA_PENAS book.indd 2 5/1/17 11:09 PM KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga buku Kinerja dan Fokus Program
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak
Lebih terperinciSosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya
Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi
Lebih terperinciProduksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada
47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan
Lebih terperinciKINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)
KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) Nizwar Syafa at, Sudi Mardianto, dan Pantjar Simatupang Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.
Lebih terperincippbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam
BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan
Lebih terperinci5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN
BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN A. KONDISI UMUM Pada tahun 2007 pertumbuhan sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai sebesar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan penyokong utama perekonomian rakyat. Sebagian besar masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi
Lebih terperinciBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman karet merupakan salah satu komoditi yang menduduki posisi cukup penting sebagai devisa non-migas dan menunjang pembangunan ekonomi Indonesia, sehingga memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian
Lebih terperinciOleh Prof. Dr. Bungaran Saragih, MEc
Oleh Prof. Dr. Bungaran Saragih, MEc Komisaris Utama PT. Pupuk Indonesia Holding Ketua Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute-PASPI P e n d a h u l u a n Sejak 1980 CPO mengalami
Lebih terperinci