KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II. Kelurahan Karas, Kota Batam
|
|
- Shinta Budiono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1
2 KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II Kelurahan Karas, Kota Batam MITA NOVERIA ASWATINI LIPI CRITC LIPI 2007
3 KATA PENGANTAR COREMAP fase II yang telah dimulai sejak tahun 2004 dan direncanakan akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2009 bertujuan menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang agar sumber daya laut ini dapat direhabilitasi, diproteksi dan dikelola secara berkesinambungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Keberhasilan COREMAP dapat dikaji dari berbagai aspek, di antaranya dari aspek biofisik dan sosial-ekonomi. Dari aspek biofisik diharapkan akan tercapai peningkatan tutupan karang sebesar 2 persen per tahun, sedangkan dari aspek sosial ekonomi diharapkan terjadi peningkatan pendapatan per-kapita penduduk sebesar 2 persen per tahun. Selain peningkatan pendapatan per-kapita, juga diharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan sekitar penduduk di lokasi program. Keberhasilan Coremap salah satunya dipengaruhi oleh kesesuaian desain program dengan permasalahan yang ada. Oleh karena itu sangat penting pada masa persiapan dilakukan perencanaan program yang didukung oleh data dasar aspek sosial-ekonomi berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya terumbu karang. Selain dipergunakan sebagai masukan dalam merancang program, data dasar aspek sosial-ekonomi terumbu karang ini juga penting untuk melakukan evaluasi keberhasilan program. Untuk mendapatkan data dasar tersebut perlu dilakukan baseline studi sosial ekonomi yang bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kondisi sosial-ekonomi, budaya masyarakat di lokasi COREMAP sebelum program berjalan. Hasil baseline studi sosial-ekonomi ini merupakan titik awal (T0) iii
4 yang menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum program/intervensi COREMAP dilakukan. Buku laporan ini merupakan hasil dari baseline studi sosial-ekonomi yang dilaksanakan di lokasi-lokasi Coremap di Indonesia Bagian Barat (lokasi Asian Development Bank/ADB). Baseline studi sosialekonomi dilakukan oleh CRITC - COREMAP bekerjasama dengan tim peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan - LIPI (PPK-LIPI) dan beberapa peneliti sosial dari kedeputian IPSK - LIPI. Terlaksananya kegiatan penelitian dan penulisan buku laporan melibatkan berbagai pihak. Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI yang telah memberikan dukungan kepada tim peneliti melakukan studi ini. Kepada para informan: masyarakat nelayan, ketua dan pengurus LPSTK dan Pokmas, pemimpin formal dan informal, tokoh masyarakat di lokasi Kelurahan Karas, Kota Batam, kami ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para pewawancara yang telah membantu pelaksanaan survai. Kami juga memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua narasumber dari berbagai unsur pengelola COREMAP di tingkat kabupaten: Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Unit pelaksana COREMAP di Kota Batam, CRITC di Kota Batam dan berbagai pihak yang ada di daerah yang telah membantu memberikan data dan informasi. Pada akhirnya, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna meskipun tim peneliti telah berusaha sebaik mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini. Jakarta, Desember 2007 Direktur NPIU CRITC COREMAP II-LIPI Prof. DR. Ono Kurnaen Sumadhiharga, MSc iv
5 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... iii v ix xiii xi BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan Tujuan Penelitian Metodologi Lokasi Penelitian Pengumpulan Data Analisa Data Organisasi Penulisan BAB II PROFIL KELURAHAN KARAS Kondisi Geografis Kondisi Sumberdaya Alam v
6 vi 2.3. Sarana dan Prasarana Sarana Pendidikan Sarana Kesehatan Sarana Ekonomi Sarana Transportasi dan Komunikasi Kelembagaan Sosial Ekonomi BAB III PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT Pengetahuan, Sikap, dan Kesadaran Terhadap Pengelolaan Terumbu Karang Pengetahuan dan Sikap Terhadap Terumbu Karang Pengetahuan dan Sikap Terhadap Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang Pengetahuan dan Sikap Terhadap Peraturan dan Larangan yang Terkait Dengan Pemanfaatan Sumberdaya Laut Pengelolaan Produksi: Pemanfaatan, Pemasaran, dan Pengolahan Pasca Panen Wilayah Pengelolaan Tenologi Penangkapan Permasalahan dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut Coremap di Kelurahan Karas BAB IV POTRET PENDUDUK KELURAHAN KARAS Jumlah dan Komposisi Penduduk Pendidikan dan Keterampilan Pekerjaan Kesejahteraan Penduduk BAB V PENDAPATAN Kondisi Ekonomi dan Pendapatan Regional Kota Batam
7 5.2. Pendapatan Rumah Tangga dan Pendapatan per Kapita Pendapatan Rumah Tangga Menurut Lapangan Pekerjaan Kepala Rumah Tangga (KRT) Pendapatan Menurut Kegiatan Kenelayanan Sintesa Pendapatan (Faktor-faktor Internal, Eksternal dan Struktural yang Mempengaruhi Pendapatan) BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii
8 viii
9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Tutupan Karang Hidup di Perairan Kelurahan Karas, Kota Batam, 2007 (%)... 4 Tabel 3.1. Pengetahuan Responden Tentang Kegunaan Terumbu Karang, Kelurahan Karas (%) (N=100) Tabel 3.2. Pengetahuan Responden Tentang Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang, Kelurahan Karas (%) (N=100) Tabel 3.3. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan dan Sikap Terhadap Larangan Penggunaan Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang, Kelurahan Karas (%) Tabel 3.4. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Sanksi Terhadap Penggunaan Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak Terumbu Karang, Kelurahan Karas (%) Tabel 3.5. Harga Beberapa Jenis Ikan di Batam dan Tanjung Pinang Tabel 4.1. Penduduk Kota Batam Menurut Jenis Kelamin, ix
10 Tabel 4.2. Penduduk Kota Batam Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 1990, 2000 dan 2005 (persen) Tabel 4.3. Penduduk Kota Batam menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, Tabel 4.4. Penduduk Kecamatan Galang menurut Kelurahan, Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk, Tabel 4.5. Persentase Penduduk Kecamatan Galang Tahun 2000 dan Kelurahan Karas Tahun 2000, 2006 dan 2007 Menurut Kelompok Umur Tabel 4.6. Persentase Rumah Tangga Sampel di Kelurahan Karas Berdasarkan Jumlah Anggota Rumah Tangga Tabel 4.7. Penduduk Kota Batam Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Kemampuan Membaca dan Menulis Serta Jenis Kelamin, 2005 (persen) Table 4.8. Penduduk Kota Batam berumur 5 tahun keatas menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin, 2005 (persen) Tabel 4.9. Penduduk Kecamatan Galang menurut Kelurahan dan Pendidikan yang Ditamatkan, 2005 (persen) Tabel Distribusi Penduduk Berumur Tujuh Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) Tabel Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas di Kecamatan Galang yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan, Tabel Penduduk Berumur 15 tahun Keatas di Kecamatan Galang yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, x
11 Tabel Penduduk Menurut Kelurahan dan Jenis Pekerjaan, Kecamatan Galang, 2005 (persen) Tabel Distribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama yang Dilakukan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) Tabel Distribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas yang Bekerja, Menurut Lapangan Pekerjaan Utama yang Dilakukan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) Tabel Distribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas yang Bekerja, Menurut Jenis Pekerjaan Utama yang Dilakukan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) Tabel Distribusi Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas yang Bekerja, Menurut Status Pekerjaan Utama yang Dilakukan dan Jenis Kelamin, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) Tabel Distribusi penduduk berumur 10 tahun keatas yang bekerja, dan mempunyai pekerjaan tambahan, Kelurahan Karas, 2007 (Persen) Tabel Jumlah pemilikan alat-alat tangkap dan sumber produksi perikanan di Kecamatan Galang menurut Kelurahan, 2005 (Persen) Tabel Persentase rumah tangga yang memiliki alat/sarana produksi, jumlah pemilikan dan ukuran, Kelurahan Karas, Tabel 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota batam Tahun , Berdasar Tahun Dasar Tahun Tabel 5.2. Distribusi PDRB Kota Batam Tahun Menurut Sektor Ekonomi, Atas Harga Konstan Tahun 2000 (persen) xi
12 Tabel 5.3. Statistik Pendapatan Rumah Tangga per Bulan di Kelurahan Karas, Tahun Tabel 5.4. Distribusi Pendapatan Rata-rata Rumah Tangga per bulan Menurut Kelompok Pendapatan, Kelurahan Karas, Tahun 2007 (persen) Tabel 5.5. Pendapatan Rata-rata Rumah Tangga per bulan Menurut Lapangan Pekerjaan KRT, Kelurahan Karas, Tahun Tabel 5.6. Banyaknya Hasil Tangkapan Ikan Laut menurut Kelurahan di Kecamatan Galang tahun Tabel 5.7. Statistik Pendapatan Rumah Tangga per bulan dari Kegiatan Kenelayanan, Kelurahan Karas, Tahun Tabel 5.8. Statistik Pendapatan Rumah Tangga dari Kegiatan Kenelayanan Menurut Musim, Kelurahan Karas, Tahun 2007 (Rp.) Tabel 5.9. Frekuensi Anggota Rumah Tangga Pergi Melaut dan Mendapatkan Hasil Dalam Satu Bulan Menurut Musim, Kelurahan karas, Tabel Distribusi Pendapatan Rata-rata Rumah Tangga Nelayan Menurut Musim, kelurahan Karas, Tahun 2007 (persen) xii
13 xiii
14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Jenis Makhluk Hidup Terumbu Karang, Kelurahan Karas (%) Gambar 3.2. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Kondisi Terumbu Karang di Perairan Sekitar Kelurahan Karas (%) Gambar 3.3. Rantai Pemasaran Hasil Tangkapan Nelayan Kelurahan Karas Gambar 3.4. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Tentang Tujuan Coremap, Kelurahan Karas. 72 Gambar 4.1. Penduduk Kota Batam Menurut Jenis Kelamin, Tahun Gambar 4.2. Piramida Penduduk Kota batam tahun 1990 dan Gambar 4.3. Piramida Penduduk Kota batam tahun 1990 dan xiii
15 xiv
16 DAFTAR PETA Halaman Peta 2.1. Peta Kelurahan Karas Peta 3.1. Peta Partisipatif Wilayah Tangkap Nelayan Kelurahan Karas Peta 4.1. Wilayah Kota Batam xv
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan T erumbu karang merupakan salah satu sumberdaya alam yang terkandung di wilayah perairan yang mengelilingi pulau-pulau di Indonesia. Ekosistem terumbu karang menyebar di hampir dua per tiga garis pantai Indonesia dengan panjang mencapai kilometer (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2006). Secara keseluruhan, luas terumbu karang yang terdapat di wilayah laut Indonesia mencapai km 2 (17 persen dari luas terumbu karang di dunia). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kawasan terumbu karang terluas kedua di dunia setelah Australia. Terumbu karang yang tersebar di 371 lokasi tersebut mempunyai peran yang penting bagi ekosistem laut karena merupakan tempat hidup beraneka biota laut yang bernilai ekonomi tinggi seperti ikan karang, udang barong, kima, teripang dan rumput laut (Soekarno, 2001). Sekitar 32 jenis dari 132 jenis ikan yang bernilai jual tinggi hidup di terumbu karang (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 1
18 2006). Selain berfungsi untuk tempat hidup ikan dan menjaga ekosistem laut, terumbu karang juga mempunyai peran penting bagi manusia, antara lain sebagai sumber makanan, obat-obatan, dan juga sebagai obyek wisata bahari. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa terumbu karang memegang peran yang sangat penting bagi kelangsungan ekosistem laut dan kehidupan manusia, baik yang tinggal di sekitar pantai maupun manusia pada umumnya. Saat ini sekitar 61 persen dari terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi rusak. Kondisi yang sangat kritis bahkan ditemukan pada sekitar 15 persen di antara areal terumbu karang tersebut (Bisnis Indonesia, 19 Juli 2005, dikutip dalam d=1615%itemid=30). Hanya sebanyak 7 persen terumbu karang Indonesia yang berada dalam kondisi sangat baik, sedangkan 33 persen lainnya termasuk kategori baik (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2006). Kerusakan terumbu karang terbesar terjadi di wilayah Sumatra Utara, Selat Sulawesi, terutama di sekitar perairan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) dan perairan sekitar Selayar (Sulawesi Selatan), di pantai utara Jawa, Maluku, serta di perairan Kepulauan Seribu ( seperti dikutip dalam task=view&id). Sejalan dengan perannya, kerusakan terumbu karang juga berimplikasi terhadap hilangnya daerah pesisir serta kerugian ekonomi yang diderita oleh masyarakat serta negara pada umumnya, antara lain karena hilangnya pendapatan dari sektor pariwisata ( Kerusakan terumbu karang terjadi karena berbagai faktor, baik yang berasal dari alam maupun akibat ulah manusia. Bencana alam seperti gempa bumi yang berpusat di dasar laut, keberadaan organisme yang bersifat predator seperti bintang laut merupakan faktor alam yang menyebabkan kerusakan terumbu karang. Selain itu, kenaikan suhu air laut yang antara lain terjadi akibat fenomena El Nino serta akibat pemanasan global juga memberi sumbangan terhadap kerusakan kondisi terumbu karang. Sebagai contoh, sekitar 16 persen terumbu 2
19 karang dunia mengalami kematian akibat kenaikan temperatur air laut akibat El Nino yang melanda berbagai belahan dunia pada tahun 1998 ( Selain fenomena alam, manusia juga memberikan sumbangan yang berarti terhadap kerusakan terumbu karang. Di beberapa wilayah di Indonesia, prilaku manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya laut bahkan menjadi penyebab utama kerusakan sumberdaya tersebut ( Coremap, 1998). Praktik penangkapan ikan menggunakan alat-alat dan bahan-bahan yang merusak terumbu karang banyak dilakukan oleh nelayan di berbagai daerah. Untuk memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah besar, sebagian nelayan menggunakan bahan peledak, bius dan racun yang membahayakan kelangsungan hidup terumbu karang. Di samping itu, penggunaan armada tangkap seperti kapal trawl dan alat-alat tangkap seperti jenis bubu tertentu dapat menghancurkan sumberdaya laut tersebut. Sebagai wilayah perairan dan kepulauan, Kota Batam juga mempunyai kekayaan sumberdaya laut yang terdiri dari beragam biota laut dan juga terumbu karang. Ekosistem terumbu karang menyebar di semua wilayah kelurahan di kota ini, termasuk di wilayah Kelurahan Karas. Berdasarkan hasil survei Tim Ekologi Coremap Pusat, secara keseluruhan tutupan terumbu karang di perairan Kelurahan Karas tergolong baik, yaitu persen 1. Kondisi ini berbeda dengan terumbu karang di perairan beberapa daerah di Indonesia, antara lain di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan yang sebagian besar telah 1 Berdasarkan luas tutupannya, kondisi terumbu karang dikategorikan sebagai berikut: - Sangat baik : persen - Baik : 50-74,9 persen - Cukup : 25-49,9 persen - Kurang : 0-24,9 persen 3
20 mengalami kerusakan 2. Secara rinci, tutupan karang di masingmasing stasiun survei terlihat pada Tabel 1.1. BTML 43 Tabel 1.1 Tutupan Karang Hidup di Perairan Kelurahan Karas, Kota Batam, 2007 (%) BTML 45 BTML 47 BTML 58 BTML 63 BTML 67 BTML 68 BTML 69 Ratarata 51,87 24,20 55,97 63,60 61,70 62,23 58,13 67,43 55,64 Sumber: Survei Ekologi Terumbu Karang, P2O-LIPI, 2007 Menghadapi kenyataan rusaknya ekosistem terumbu karang di berbagai wilayah di Indonesia, pemerintah Indonesia, meluncurkan suatu program yang bertujuan untuk menyelamatkan sumberdaya laut tersebut. Program yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan Asian Development Bank (ADB) dan World Bank (WB) tersebut bernama Coremap (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) yang secara spesifik bertujuan untuk mengelola pemanfaatan terumbu karang yang berkelanjutan (Coremap, 1998). Selain untuk menjaga kelestarian terumbu karang, program tersebut juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah pesisir dan kepulauan. Coremap dilaksanakan secara bertahap dalam tiga fase. Fase pertama, yaitu tahap inisiasi dilaksanakan pada tahun Selanjutnya, fase kedua yang disebut sebagai fase akselerasi diselenggarakan selama tahun Tahap akhir, yaitu fase ketiga atau dikenal sebagai fase institusionalisasi direncanakan akan dilaksanakan pada tahun (DKP, 2004). Fase pertama program ini mencakup sepuluh wilayah provinsi, yaitu Irian Jaya, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera 2 Dari 18 lokasi stasiun survei, kondisi terumbu karang dengan kategori kurang ditemukan di 11 lokasi, sementara sisanya tergolong cukup (lihat Noveria, dkk., 2007) 4
21 Utara, Riau dan Sumatera Barat. Dalam pelaksanaan Coremap fase pertama ini, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang merupakan salah satu penekanan. Hal ini karena keterlibatan masyarakat sangat menentukan dalam keberhasilan program pengelolaan terumbu karang. Bertolak dari asumsi ini, maka salah satu komponen penting dalam Coremap adalah pelaksanaan berbasis masyarakat (PBM). Setelah fase pertama selesai, Coremap dilanjutkan dengan kegiatan fase kedua. Pada fase kedua ini Coremap dilaksanakan di lokasilokasi program pada tahap pertama, di samping juga di beberapa lokasi tambahan. Oleh karena itu, cakupan wilayah program pada fase kedua lebih luas dibanding fase pertama. Kota Batam merupakan lokasi tambahan untuk pelaksanaan Coremap fase kedua. Pelaksanaan Coremap di kota ini mencakup wilayah Kelurahan Pulau Abang, Kelurahan Karas dan Kelurahan Galang Baru 3. Meskipun ekosistem terumbu karang di perairan Kelurahan Karas tergolong baik, program pengelolaan sumberdaya laut ini perlu dilaksanakan agar kondisi tersebut dapat dipertahankan serta untuk mengantisipasi kerusakan yang mungkin akan terjadi. Tujuan Coremap fase kedua diperluas dari tahap sebelumnya dengan penekanan pada terciptanya pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan agar sumberdaya laut ini dapat direhabilitasi, dilindungi dan dikelola. Sejalan dengan tujuan Coremap secara umum, pada fase kedua tujuan yang hendak dicapai adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mengurangi kemiskinan. Jika pada fase pertama pelaksanaan kegiatan Coremap merupakan tanggungjawab pemerintah pusat, pada fase kedua sebagian tanggungjawab didesentralisasikan kepada pemerintah daerah (kabupaten). Hal ini sejalan dengan semangat otonomi daerah, sehingga daerah juga mempunyai kewenangan dalam mengelola 3 Lokasi Coremap di Kelurahan Galang Baru adalah Pulau Nguan dan Pulau Sembur. Sebelum bulan Juni 2006 kedua pulau ini bukan merupakan wilayah administrasi kelurahan ini. Pulau Nguan sebelumnya termasuk dalam wilayah Kelurahan Pulau Abang, sedangkan Pulau Sembur merupakan wilayah Kelurahan Karas. 5
22 program tersebut. Desentralisasi kegiatan Coremap dilakukan untuk mendukung dan memberdayakan masyarakat pantai dalam comenejemen sumberdaya terumbu karang secara berkelanjutan. Namun, pengelolaan yang dilakukan oleh pihak pemerintah daerah dikoordinir secara nasional. Artinya, program-program yang diselenggarakan di daerah sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan di tingkat nasional. Seperti berbagai program (pembangunan) lainnya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah, keberhasilan Coremap juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut yaitu kesesuaian antara rancangan program dengan permasalahan, potensi dan aspirasi masyarakat. Agar program dapat dirancang sesuai dengan permasalahan, potensi, dan aspirasi masyarakat, diperlukan informasi mengenai kondisi sosial dan ekonomi mereka. Mengingat Coremap lebih ditekankan pada pengelolaan terumbu karang, maka informasi yang diperlukan juga lebih ditekankan pada isu-isu sosial ekonomi masyarakat yang terkait dengan pemanfaatan terumbu karang. Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai informasi mengenai kondisi sosial ekonomi yang berkaitan dengan pemanfaatan terumbu karang. Semua informasi yang dikumpulkan, mulai dari tingkat yang paling rendah, yaitu kelurahan, sampai ke tingkat kota, digunakan sebagai data dasar untuk bahan masukan dan pertimbangan dalam merancang kegiatan Coremap. Selain itu, data dasar juga diperlukan untuk mengevaluasi keberhasilan Coremap. Dalam konteks penelitian ini, data dasar yang diperoleh digunakan sebagai titik awal (T0) yang berisi gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Karas sebelum program/intervensi Coremap dilaksanakan di daerah tersebut. 6
23 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman mengenai kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya laut, khususnya terumbu karang. Tujuan Khusus Agar tujuan umum di atas dapat dicapai, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan khusus, yaitu: 1. Menyajikan gambaran umum mengenai lokasi Coremap yang meliputi kondisi geografi, sarana dan prasarana sosial ekonomi, potensi sumberdaya alam, khususnya sumberdaya laut, serta pola pemanfaatannya. 2. Menggambarkan kondisi sumberdaya manusia dengan penekanan pada aspek pendidikan dan keterampilan, serta kegiatan ekonomi, khususnya yang berbasis terumbu karang. 3. Memberikan gambaran mengenai pengelolaan sumberdaya laut dan berbagai potensi yang dapat menimbulkan kerusakannya. 4. Memotret tingkat kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan antara lain dari kepemilikan aset rumah tangga, baik aset produksi maupun non produksi, kondisi perumahan, dan sanitasi lingkungan. 5. Mendiskripsikan tingkat pendapatan masyarakat, khususnya pendapatan dari kegiatan ekonomi yang berbasis terumbu karang. 6. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah tersedianya data dasar mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan terumbu karang. Data dasar tersebut 7
24 dapat dipakai oleh perencana, pengelola, dan pelaksana Coremap untuk merancang, melaksanakan, dan memantau pelaksanaan program ini, Selain itu, data dasar juga digunakan sebagai indikator untuk mengukur keberhasilan Coremap Metodologi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Karas yang merupakan salah satu dari tiga kelurahan lokasi pelaksanaan Coremap di Kota Batam. Mengingat pengumpulan data dasar untuk Kelurahan Pulau Abang (termasuk juga untuk Pulau Nguan) telah dilaksanakan dalam penelitian pada tahun 2005, maka tahun ini kegiatan pengumpulan data dasar dilakukan di Kelurahan Karas. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, kondisi terumbu karang di wilayah perairan Kelurahan Karas tergolong baik. Namun, hal itu bukan berarti bahwa program pengelolaan terumbu karang tidak perlu dilaksanakan di wilayah tersebut. Mengingat mayoritas penduduk Kelurahan Karas mempunyai kegiatan ekonomi yang sangat bergantung pada sumberdaya laut, maka ada kemungkinan di kemudian hari kegiatan tersebut dapat menimbulkan kerusakan terumbu karang. Untuk mengantisipasi kemungkinan buruk yang akan terjadi, pemerintah menetapkan wilayah Kelurahan Karas sebagai lokasi pelaksanaan Coremap. Dengan demikian, pelaksanaan program Coremap di daerah ini lebih ditujukan untuk mempertahankan kondisi yang ada agar tidak menjadi lebih buruk di kemudian hari Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan adalah data kuantitatif serta data kualitatif. Data primer dikumpulkan dari berbagai sumber, yaitu anggota rumah tangga yang terpilih menjadi 8
25 responden penelitian dan tokoh serta pemimpin (formal dan informal) di lokasi penelitian. Selain dari responden dan narasumber di lokasi penelitian, data primer juga dikumpulkan dari narasumber di tingkat yang lebih tinggi, khususnya pengambil kebijakan dan para pelaksana Coremap di Kota Batam. Hal ini dilakukan agar dapat mengumpulkan data yang menyeluruh, mulai dari tingkat yang paling rendah sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk mengumpulkan data primer digunakan teknik-teknik yang sesuai dengan sifat datanya. Data kuantitatif dikumpulkan melalui survei dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang ditanyakan kepada responden-responden terpilih. Selanjutnya, pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan beberapa tenik, yaitu wawancara mendalam, focus group discussion (FGD), participatory rapid appraisal (PRA), dan observasi. Kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai berbagai aspek. Pertanyaanpertanyaan yang ada dalam kuesioner dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu pertanyaan-pertanyaan mengenai kondisi rumah tangga responden dan pertanyaan yang terkait dengan kondisi individu yang menjadi responden. Pertanyaan mengenai rumah tangga responden mencakup identifikasi semua anggota rumah tangga beserta karakteristik sosial, demografi, dan ekonominya, serta pendapatan rumah tangga dari seluruh anggotanya, baik yang bersumber dari kegiatan kenelayanan maupun dari berbagai kegiatan ekonomi lainnya. Selain itu, pertanyaan mengenai kondisi rumah tangga adalah kepemilikan aset rumah tangga (aset produktif dan non produktif). Pertanyaan individu juga mencakup berbagai hal, antara lain pengetahuan mengenai terumbu karang, pengetahuan dan sikap mengenai pengelolaan sumberdaya laut, khususnya terumbu karang, pengetahuan dan sikap terhadap kegiatan-kegiatan yang merusak terumbu karang, termasuk pemakaian armada dan alat tangkap. Di samping itu, juga ada beberapa pertanyaan mengenai Coremap, misalnya tujuan Coremap dan keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan program tersebut. 9
26 Pengumpulan data kuantitif dilakukan terhadap 100 rumah tangga di lokasi penelitian yang dipilih secara random. Rumah tangga-rumah tangga terpilih menyebar di seluruh wilayah Kelurahan Karas, yaitu di Pulau Karas (RW 1, 2, 3, dan RW 4) dan di Pulau Mubut (RW 5). Pemilihan rumah tangga di masing-masing RW dilakukan secara proporsional. Artinya, di RW yang mempunyai rumah tangga lebih banyak, rumah tangga yang terpilih menjadi responden juga lebih banyak dibandingkan dengan di RW yang mempunyai jumlah rumah tangga lebih sedikit. Secara rinci, jumlah rumah tangga terpilih di masing-masing RW adalah: - RW I : 17 rumah tangga - RW II : 13 rumah tangga - RW III : 32 rumah tangga - RW IV : 26 rumah tangga - RW V : 12 rumah tangga. Responden yang menjawab kuesioner adalah kepala rumah tangga atau anggota rumah tangga yang menguasai informasi mengenai kondisi rumah tangganya. Responden tersebut menjawab sekaligus pertanyaan-pertanyaan untuk rumah tangga dan pertanyaanpertanyaan untuk individu. Pengisian kuesioner dilakukan dengan bantuan dari penduduk setempat (pewawancara). Beberapa persyaratan digunakan untuk memilih pewawancara, antara lain pernah ikut dalam kegiatan pengumpulan data seperti yang dilakukan oleh BPS atau BKKBN dan berpendidikan minimal tamat SMA/sederajat. Sebelum melakukan tugasnya, pewawancara memperoleh pelatihan untuk mengisi kuesioner serta mendapatkan pemahaman mengenai konsep dan definisi dari pertanyaan-pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner. Hal ini dilakukan agar pewawancara memahami isi pertanyaan dan juga mempunyai pemahaman yang sama mengenai pertanyaanpertanyaan tersebut serta dapat menanyakannya kepada responden sesuai dengan konsep yang digunakan peneliti. Setelah pelatihan, pewawancara melakukan uji coba pengumpulan data untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap kuesioner. Selesai uji coba, 10
27 baru dilakukan wawancara pengumpulan data kepada 100 rumah tangga yang pemilihannya dilakukan oleh peneliti sesuai dengan metode pemilihan sampel yang digunakan. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini tidak hanya mencakup data kuantitatif, akan tetapi juga data kualitatif. Data kualitatif dikumpulkan menggunakan berbagai teknik kualitatif, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang tidak bisa diperoleh melalui kuesioner. Sebagai contoh, wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi lebih detil berkaitan dengan jawaban resonden terhadap beberapa pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Untuk itu, narasumber yang diwawancarai adalah responden-responden yang mengisi kuesioner. Informan kunci seperti tokoh dan pemimpin masyarakat diwawancari untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Karas. Pemilihan narasumber dalam kelompok ini dilakukan dengan teknik snowballing, dengan mempertimbangkan penguasaan informasi dan pemahaman mengenai isu-isu yang digali. Selanjutnya, FGD dan PRA dilakukan terhadap kelompok nelayan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai wilayah tangkap dan pengelolaan sumberdaya laut serta beberapa informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan kenelayanan. Di tingkat yang lebih tinggi, yaitu di Kota Batam, wawancara mendalam dilakukan terhadap beberapa pejabat dari instansi-instansi yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut. Informasi yang digali dari kelompok narasumber tersebut terutama yang terkait dengan kebijakan dan implementasi program-program pengelolaan sumberdaya laut. Selain itu, para pengelola Coremap juga diwawancarai untuk memperoleh informasi yang komprehensif mengenai implementasi program ini. Selain beberapa teknik pengumpulan data kualitatif di atas, juga digunakan teknik observasi untuk mengumpulkan data primer kualitatif. Observasi dilakukan untuk menambah pemahaman 11
28 mengenai kondisi masyarakat di lokasi penelitian. Kondisi lingkungan dan pelaksanaan berbagai kegiatan yang terkait dengan pemanfaatan serta pengelolaan terumbu karang dan sumberdaya laut pada umumnya merupakan beberapa informasi yang diperoleh melalui teknik observasi. Data sekunder dikumpulkan melalui kegiatan desk review mengenai berbagai publikasi yang relevan dengan pengelolaan sumberdaya laut. Publikasi yang dikumpulkan meliputi berbagai bentuk, mulai dari data statistik, kebijakan, perundang-undangan sampai dengan hasilhasil penelitian mengenai pengelolaan sumberdaya laut dan yang terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Penggunaan data yang bervariasi ini diharapkan dapat memperkaya dan mempertajam analisa mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengelolaan sumberdaya laut pada umumnya Analisa Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisa secara deskriptif analitis. Data kuantitatif dianalisa menggunakan analisa statistik sederhana, yaitu tabulasi silang untuk mengetahui keterkaitan antarvariabel yang diteliti. Sementara itu, data kualitatif dianalisa menggunakan analisa isi (content analysis) untuk mengkaji keterkaitan antarfenomena yang menyangkut isu yang diteliti. Melalui analisa kuantitatif dan kualitatif ini diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang dalam dan menyeluruh mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan serta pengelolaan sumberdaya laut, khususnya terumbu karang Organisasi Penulisan Buku ini terdiri dari enam bagian/bab yang membahas isu/topik yang berbeda-beda. Bab satu adalah Pendahuluan, berisi pembahasan mengenai latar belakang dan alasan dilakukannya penelitian ini serta tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Pada bab ini juga dijelaskan metodologi penelitian, mencakup metode dan 12
29 teknik pengumpulan data, responden dan narasumber yang menjadi sumber informasi, serta metode analisa data. Bab dua, Profil Kelurahan Karas menggambarkan kondisi kelurahan lokasi penelitian dari berbagai aspek. Gambaran tersebut mencakup kondisi geografis serta kekayaan dan potensi sumberdaya alam Kelurahan Karas. Keberadaan sarana dan prasarana sosial ekonomi, meliputi sekolah, tempat pelayanan kesehatan, pasar dan lembaga keuangan lainnya menjadi fokus pada bagian ini. Selanjutnya, bab tiga yaitu Pengelolaan Sumberdaya Laut berisi penjelasan mengenai isu-isu yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Termasuk dalam pembahasan bab ini adalah pengetahuan dan sikap masyarakat, khususnya responden penelitian terhadap terumbu karang dan pemanfaatan sumberdaya laut pada umumnya. Penjelasan tentang wilayah tangkap, armada dan alat tangkap, produksi sumberdaya laut dan pemasarannya, serta permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya laut disajikan dalam bab tiga ini. Bab empat buku ini, yaitu Potret Penduduk Kelurahan Karas menyajikan kondisi penduduk Kelurahan Karas, meliputi komposisi penduduk, kualitas penduduk, yang dilihat dari pendidikan dan keterampilan, serta pekerjaan mereka. Selain itu, bab ini juga memberikan gambaran mengenai kesejahteraan penduduk, yang diukur menggunakan indikator kepemilikan aset rumah tangga (produksi dan non produksi) dan kondisi sanitasi lingkungan. Pendapatan penduduk dibahas pada bab lima. Pembahasan mencakup pendapatan rumah tangga per kapita dan juga pendapatan dari kegiatan kenelayanan serta kegiatankegiatan non kenelayanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan penduduk dan nelayan pada khususnya juga dikaji dalam bab ini. Buku ini ditutup dengan bab lima, yaitu Kesimpulan dan Rekomendasi. Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian dan juga mengemukakan beberapa masukan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan, termasuk implementasi program. 13
30 14
31 BAB II PROFIL KELURAHAN KARAS S ebelum suatu program (pembangunan) diselenggarakan, sangat diperlukan informasi lengkap mengenai lokasi yang menjadi target pelaksanaan kegiatannya. Informasi yang diperlukan mencakup berbagai aspek, mulai dari kondisi sumberdaya alam, sumberdaya manusia (kuantitas dan kualitas) sampai dengan kelembagaan (sosial ekonomi) yang potensial untuk mendukung kelancaran kegiatan program. Semua informasi tersebut berguna bagi para perencana dan pelaksana agar program/kegiatan yang akan dilaksanakan dapat disesuaikan dengan kondisi lokasi kegiatannya. Hal yang sama juga berlaku untuk Coremap, yang keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi sumberdaya alam dan manusia di lokasi kegiatan. Mengingat program ini antara lain bertujuan untuk melestarikan sumberdaya laut, khususnya terumbu karang, dan juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitarnya, maka informasi mengenai keduanya sangat diperlukan untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, untuk memperbaiki dan melestarikan terumbu karang di lokasi Coremap yang kegiatan ekonomi masyarakatnya sangat tergantung pada sumberdaya laut 15
32 diperlukan informasi mengenai berbagai potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan tersebut. Untuk itu, perlu digali informasi mengenai potensi sumberdaya alam yang dapat dikembangkan sebagai alternatif mata pencaharian dan kualifikasi sumberdaya manusia yang akan memanfaatkan potensi yang ada. Bagian ini berisi pembahasan mengenai kondisi Kelurahan Karas yang menjadi salah satu lokasi Coremap di Kota Batam. Pembahasan meliputi kondisi geografis, sumberdaya alam, kondisi kependudukan, serta sarana dan prasarana sosial ekonomi yang dapat mendukung keberhasilan program tersebut. Dengan tersedianya informasi menyeluruh mengenai kelurahan ini, maka kegiatan program dapat disesuaikan dengan kondisi kelurahan ini Kondisi Geografis Kelurahan Karas adalah salah satu dari delapan kelurahan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Galang 4. Kelurahan ini terletak di areal seluas 70,7 Km 2 (Pemerintah Kota Batam & Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Kota Batam, 2006). Kelurahan Karas di sebelah utara berbatasan dengan Kota Tanjung Pinang (Pulau Pangkil) dan di sebelah timur dengan Kabupaten Bintan. Selanjutnya batas sebelah selatan kelurahan ini 4 Sebelum bulan Juni 2006 Kecamatan Galang terdiri dari tujuh kelurahan, yaitu Kelurahan Pulau Abang, Karas, Sijantung, Sembulang, Rempang Cate, Subang Mas dan Kelurahan Galang Baru. Pada Juni 2006 terjadi pemekaran kelurahan, sehingga jumlahnya menjadi delapan, setelah terbentuknya Kelurahan Air Raja. Wilayah administrasi Kelurahan Air Raja adalah wilayah yang sebelumnya termasuk Kelurahan Galang Baru, sedangkan wilayah Kelurahan Galang Baru merupakan pemekaran dari Kelurahan Karas dan Kelurahan Pulau Abang. Wilayah Kelurahan Baru setelah pemekaran meliputi Pulau Sembur, Pulau Nguan, Air Lingka, Tanjung Pengapit, Pulau Korek, Tanjung Dahan, Pulau Nipah, Pulau Nanga, dan Tanjung Lagam. Kecuali Pulau Nguan yang sebelumnya merupakan wilayah Kelurahan Pulau Abang, semua wilayah Kelurahan Galang Baru sebelumnya termasuk wilayah administrasi Kelurahan Karas. 16
33 adalah Kelurahan Galang Baru, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sijantung. Diantara seluruh kelurahan yang terdapat di Kota Batam, Kelurahan Karas berada pada urutan keempat terluas, setelah Kelurahan Kasu dan Kelurahan Pulau Terong (keduanya terletak di Kecamatan Belakang Padang) yang masing-masing mempunyai luas 88,5 Km 2 dan 72,1 Km 2 secara berturut-turut serta Kelurahan Tanjung Piayu (Kecamatan Sei Beduk) dengan wilayah seluas 71,9 Km 2 (Pemerintah Kota Batam, 2006) 5. Selanjutnya, di Kecamatan Galang, Karas merupakan kelurahan paling luas di antara enam kelurahan lainnya, yaitu Kelurahan Pulau Abang, Sijantung, Sembulang, Rempang Cate, Subang Mas, dan Kelurahan Galang Baru 6. Kelurahan Karas terdiri dari beberapa pulau, sebagian di antaranya berpenghuni dan sebagian lainnya merupakan pulau kosong. Pulaupulau yang berpenghuni meliputi Pulau Karas, Pulau Carus, dan Pulau Mubut, sementara pulau-pulau yang tidak berpenghuni adalah Pulau Karas Kecil, Tanjung Malang, Mubut Darat, dan Sungai Mentina. Di antara semua pulau yang termasuk wilayah Kelurahan Karas, Pulau Karas merupakan pulau yang terluas dan sekaligus tempat konsentrasi penduduk kelurahan ini. Hal ini terlihat dari lima RW di wilayah Kelurahan Karas, empat diantaranya (RW 1 RW 4) terletak di Pulau Karas, sedangkan RW 5 berlokasi di Pulau Mubut dan Pulau Carus. Dari ibukota Kecamatan Galang (Sembulang), Kelurahan Karas berjarak (lurus) 12,5 Km, sedangkan dari ibukota Kota Batam (yang terletak di kawasan Batam Center) daerah ini berjarak (lurus) 18 Km. Untuk mencapai Kelurahan Karas dari Kota Batam diperlukan moda transportasi darat dan laut. Transportasi darat digunakan untuk perjalanan dari Batam ke Sembulang dengan waktu tempuh sekitar satu jam. Tersedia transportasi umum yang melayani rute ini, berupa bis DAMRI yang beroperasi mulai dari pukul enam pagi sampai 5 Keadaan sebelum pemekaran pada bulan Juni Keadaan sebelum pemekaran bulan Juni
34 dengan pukul enam sore, dengan tarif sebesar Rp ,- untuk sekali perjalanan. Selain menggunakan bis, perjalanan dapat pula dilakukan dengan mencarter taksi dengan tarif sewa Rp ,- sekali jalan dari Tembesi. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan transportasi laut berupa perahu pompong dalam waktu satu jam atau perahu yang menggunakan motor tempel dengan waktu setengah jam dari pelabuhan Sembulang. Selain itu, tersedia pula kapal reguler (Sri Galang) yang beroperasi tiga kali dalam seminggu dengan rute Sembulang Pulau Karas Pulau Dapur Enam. Biaya yang diperlukan untuk perjalanan ini sebesar Rp ,-/orang. Namun, ketika penelitian dilaksanakan (April 2007) kapal reguler tersebut sudah tidak menyinggahi Pulau Karas karena beberapa alasan. Salah satu di antara alasan tersebut adalah rusaknya pelabuhan di pulau ini. Di samping menggunakan kapal penumpang, perjalanan dari Sembulang ke Karas dapat pula ditempuh dengan pompong carteran seharga Rp ,- untuk perjalanan pulang pergi. Peta 2.1 Peta Kelurahan Karas 18
35 Dari segi biaya dan akses transportasi, perjalanan dari Karas ke Kota Tanjung Pinang lebih murah dan mudah dibandingkan dengan perjalanan ke Kota Batam. Kota Tanjung Pinang dapat dijangkau dengan hanya menggunakan transportasi laut, sedangkan untuk ke Kota Batam juga diperlukan transportasi darat, setelah perjalanan dengan transportasi laut. Perjalanan dari Karas ke Kota Tanjung Pinang dapat ditempuh dengan pompong dalam waktu satu setengah jam atau dengan kapal/perahu yang menggunakan motor tempel selama setengah jam. Alternatif transportasi lainnya menuju Tanjung Pinang adalah kapal ikan dengan ongkos sebesar Rp ,/orang/sekali jalan. Kelurahan Karas mempunyai empat musim yang dibedakan menurut karakteristik kekuatan angin dan gelombang laut. Musim Timur terjadi pada bulan Maret Mei, ditandai dengan kondisi air laut yang tidak dalam, tidak ada pasang dan juga tidak ada gelombang. Musim ini dianggap sebagai musim yang paling susah bagi nelayan karena terbatasnya hasil tangkapan mereka. Hal ini karena sinar matahari terlalu panas, sementara air laut yang dangkal menyebabkan ikan mencari tempat yang dalam. Beberapa nelayan yang menjadi narasumber dalam penelitian menyebut musim timur sebagai air 7 gadai karena banyak di antara mereka yang terpaksa menggadaikan barang-barang untuk memperoleh uang tunai. Setelah musim Timur, datang musim Selatan (bulan Juni Agustus). Pada musim ini air besar/pasang di malam hari dan kering di pagi hari serta gelombang laut/ombak kuat. Selanjutnya, bulan September November dikenal sebagai musim Barat dengan ciri-ciri pasang besar dan ombak yang kurang kuat. Musim Barat kemudian diikuti oleh musim Utara (bulan Desember Februari), ditandai oleh frekuensi hujan yang tinggi, angin kuat, ombak besar, dan air pasang. Musim-musim yang berbeda yang juga ditandai dengan perbedaan karakteristik cuaca dan kondisi alam seperti dikemukakan di atas menyebabkan terjadinya perbedaan jenis sumberdaya laut yang diperoleh nelayan dalam kegiatan melaut. Hal ini pada gilirannya 7 Nelayan Kelurahan Karas menggunakan istilah air untuk menyebut musim. 19
36 menyebabkan perbedaan penghasilan nelayan pada setiap musim karena harga jual masing-masing jenis sumberdaya laut juga bervariasi. Sebagai contoh, ikan dingkis yang banyak diperoleh pada musim Utara mempunyai harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketam yang diperoleh pada musim Barat dan Timur atau ikan tamban yang bisa diperoleh pada setiap musim Kondisi Sumberdaya Alam Wilayah darat dan laut Kelurahan Karas kaya dengan sumberdaya alam, dengan beragam jenis. Di wilayah darat kelurahan yang mempunyai luas 70,7 kilometer per segi ini terdapat perkebunan tanaman tua dengan berbagai jenis tanaman, seperti kelapa, durian, cempedak, nangka, petai dan melinjo. Lahan kebun yang ada dibuka oleh beberapa generasi sebelumnya yang kemudian diwariskan kepada anak-anak dan cucu-cucu mereka. Meskipun memiliki lahan kebun yang ditumbuhi oleh beraneka jenis tanaman, hampir tidak ada generasi penerus yang mengolah kebun yang diwarisi. Mereka pada umumnya hanya mengambil hasil kebun tanpa berusaha secara teratur meremajakan tanaman yang ada. Seorang narasumber yang diwawancarai dalam penelitian ini mengemukakan bahwa bagi masyarakat Kelurahan Karas berkebun hanyalah pekerjaan sambilan, sebagaimana kutipan wawancara berikut ini, Mereka pada umumnya neruskan pusaka dari orang tua, termasuk saya juga, itu ada kebun. untuk kebun sambil-sambilan tadi juga meneruskan pusaka orang tua, jadi juga saya rasa kalau lihat keadaan sekarang ini yang penerus pusaka tadi itu, itu saya rasa makin tidak ada pengganti, tidak ada kan Jadi itulah saya rasa kalau untuk membuka lahan baru itu nunggu yang sudah ada itu umpamanya kelihatannya penghasilannya sudah kurang gitu, nah itu baru diganti seperti durian, cempedak petai, kelapa tadi. 20
37 Tidak semua lahan kebun yang ada di Kelurahan Karas merupakan milik penduduk setempat. Sebagian di antaranya dimiliki oleh penduduk dari daerah lain. Kepemilikan tersebut diperoleh dengan cara membelinya dari penduduk setempat. Sama halnya dengan penduduk Kelurahan Karas, lahan yang dimiliki oleh orang luar juga dibiarkan terlantar, tanpa ada usaha untuk mengolahnya. Di samping lahan yang sudah dibuka menjadi kebun, masih terdapat lahan hutan yang merupakan milik negara. Namun, banyaknya kegiatan pembalakan liar yang dilakukan oleh berbagai pihak menyebabkan hutan yang ada menjadi gundul. Pelaku pembalakan di antaranya penduduk Kelurahan Karas yang dibiayai oleh pemilik modal dari luar daerah seperti dari Batam. Setelah dilakukan razia oleh gabungan aparat pemerintah kegiatan pencurian kayu mulai berkurang (wawancara dengan narasumber di lokasi penelitian). Daratan Pulau Karas banyak ditumbuhi oleh tanaman pandan yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kerajinan anyaman tikar dan tudung saji. Keberadaan jenis tanaman ini memungkinkan berkembangnya usaha rumah tangga berupa pembuatan barang-barang tersebut yang pada umumnya dilakukan oleh perempuan. Sampai sekitar pertengahan tahun 1980-an, perairan yang mengelilingi Kelurahan Karas memiliki kekayaan sumberdaya laut, baik jenis maupun volumenya, yang melimpah. Namun, sejak tahun 1986 jenis dan jumlah ikan mulai berkurang. Salah satu penyebab hal ini adalah semakin banyaknya penduduk yang bekerja sebagai nelayan, sehingga terjadi penangkapan ikan dan sumberdaya laut lainnya secara berlebihan, sebagaimana dikemukakan oleh seorang narasumber (nelayan) berikut ini, Ikan di laut itu diambil terus menerus, sejak zaman nenek moyang kami. Jadi ikan-ikan itu tak sempat berkembang biak. Sekarang sulit dapat ikan, tidak seperti dulu lagi. Dulu nelayan kita di depan mata ini sudah bisa nangkap ikan. Sekarang harus pergi dua jam, bahkan lebih, baru dapat ikan bagus. 21
38 Pernyataan di atas dibenarkan oleh narasumber yang berasal dari salah satu dinas pemerintah Kota Batam. Karena banyaknya penduduk Kelurahan Karas yang bekerja sebagai nelayan, tingkat eksploitasi sumberdaya laut di daerah ini juga tinggi, sehingga ikanikan yang ada sangat sedikit jenis dan jumlahnya. Jenis ikan yang masih relatif banyak diperoleh oleh nelayan adalah ikan tamban yang bernilai jual rendah, yaitu Rp ,- per kg. Meskipun berharga jual rendah, volume produksinya yang besar dalam setiap melaut sangat membantu perekonomian nelayan. Di samping ikan yang mulai berkurang jenis dan volumenya, laut Kelurahan Karas juga mempunyai sumberdaya laut yang bernilai tinggi. Terumbu karang yang terdapat di perairan daerah ini masih dalam kondisi bagus. Seorang narasumber mengatakan bahwa banyak terumbu karang yang masih hidup. Hal ini dimungkinkan karena praktik pengambilan ikan dengan cara dan peralatan yang berpotensi merusak terumbu karang sangat jarang dilakukan di daerah ini, baik oleh nelayan Karas maupun oleh nelayan dari daerah lain. Kelurahan Karas mempunyai kondisi alam yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Salah satu di antaranya adalah pantai yang terletak di ujung Pulau Karas, yaitu pantai Tanjung Budus. Pantai Tanjung Budus memiliki kontur yang landai, tanpa ada karang dan langsung ke air dalam. Namun sayangnya, masyarakat sekitar menganggap bahwa daerah ini angker dan beberapa kali telah memakan korban jiwa. Akibatnya, jarang ada penduduk wilayah ini yang berkunjung ke sana. Anggapan ini kemungkinan karena posisinya yang langsung berhubungan dengan laut dalam sehingga mereka yang tidak berhati-hati akan terjatuh dan tenggelam ke laut dalam Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana (sosial dan ekonomi) memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Keberadaannya menjadi penunjang dalam berbagai aktivitas pembangunan, termasuk 22
39 pembangunan sumberdaya manusia. Sarana dan prasarana pendidikan, misalnya, mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas manusia. Demikian pula halnya dengan sarana dan prasarana kesehatan, keberadaannya sangat penting dalam upaya menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat. Bagian ini membahas ketersediaan dan kondisi sarana dan prasana sosial dan ekonomi di Kelurahan Karas. Sarana dan prasana tersebut mencakup bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pembahasan difokuskan pada jumlah sarana serta pemanfaatannya oleh masyarakat Sarana Pendidikan Sarana pendidikan di Kelurahan Karas tersedia dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Secara keseluruhan terdapat enam sekolah di kelurahan ini, terdiri dari empat SD, dan masing-masing satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SMA (Pemerintah Kota Batam dan Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Kota Batam, 2006). Dua di antara keempat SD yang terdapat di kelurahan ini terletak di Pulau Karas, sementara dua SD lainnya masing-masing satu unit terletak di Pulau Mubut dan juga satu unit di Pulau Carus. SMP didirikan di kelurahan ini sejak tahun 1989, sedangkan SMA mulai beroperasi pada tahun ajaran 2003/2004 dan telah meluluskan dua angkatan sampai dengan tahun ajaran 2006/2007. Semua sekolah tersebut merupakan sekolah negeri. Dari semua kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Galang Baru, Kelurahan Karas bersama dengan Kelurahan Rempang Cate mempunyai jumlah SD kedua terbanyak, setelah Kelurahan Sembulang yang mempunyai enam unit SD. Selanjutnya, sarana pendidikan di tingkat SMA hanya dimiliki oleh dua kelurahan, yaitu Kelurahan Karas dan Sembulang. Dengan keberadaan sarana pendidikan mulai dari SD sampai SMA, ditambah dengan kebijakan pendidikan gratis bagi anak-anak sekolah 23
40 di daerah hinterland 8 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Batam, anak-anak sekolah di Kelurahan Karas dapat menempuh pendidikan sampai ke jenjang pendidikan menengah di wilayah kelurahan mereka. Kemewahan ini tidak didapatkan oleh anak-anak sekolah di beberapa kelurahan lain di Kecamatan Galang. Anak-anak sekolah yang ingin melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat SMA terpaksa meninggalkan daerah asal mereka karena ketiadaan sarana sekolah yang lebih tinggi tersebut. Di beberapa kelurahan, bahkan setelah tamat SD anak-anak harus melanjutkan pendidikan ke daerah lain karena sarana pendidikan yang tersedia di daerah mereka hanya terbatas sampai tingkat SD. Kondisi ini antara lain dialami oleh anakanak di Kelurahan Pulau Abang yang hanya bisa bersekolah sampai tingkat SD di daerah tempat tinggal mereka. Anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi terpaksa pindah ke daerah lain seperti Kelurahan Karas, Tanjung Pinang atau ke Kota Batam (Romdiati dan Noveria, 2007). Sekolah-sekolah yang ada di Kelurahan Karas mempunyai guru yang cukup jumlahnya. Guru-guru SD dan SMP bertempat tinggal di wilayah kelurahan ini, sehingga dapat dikatakan hampir tidak ada hambatan dalam melaksanakan kegiatan mengajar. Namun, keadaan ini tidak terjadi di tingkat SMA. Kecuali Kepala Sekolah, guru-guru SMA tidak menetap di Kelurahan Karas. Mereka bertempat tinggal di Kota Batam dan hanya ke Karas pada hari-hari mereka bertugas mengajar. Menurut wawancara dengan beberapa narasumber di lokasi penelitian, ada kesepakatan para guru SMA untuk membagi waktu mengajar menjadi dua shift, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu serta hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Guru-guru yang mendapat tugas mengajar pada hari Senin, Selasa, dan Rabu biasanya pulang ke Batam sepulang sekolah pada hari Rabu. Mereka baru kembali ke Kelurahan Karas pada hari Minggu sore, bahkan tidak jarang yang kembali pada Senin pagi. Selanjutnya, mereka yang bertugas mengajar pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu pulang ke Batam setelah 8 Selain di wilayah Kecamatan Galang, kebijakan bebas sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP) juga diberlakukan bagi anak-anak sekolah mulai dari tingkat SD sampai dengan SMA di Kecamatan Belakang Padang dan Kecamatan Bulang. 24
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan
Lebih terperinciTim Peneliti KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Penyusunan Laporan Akhir ini merupakan rentetan pekerjaan yang harus diselesaikan sehubungan dengan adanya kerjasama Pusat Penelitian Oceanografi (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu
Lebih terperinciIMPLEMENTASI COREMAP DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN :
IMPLEMENTASI COREMAP DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN : PARTISIPASI MASYARAKAT DAN MANFAAT SOSIAL EKONOMI Oleh: MITA NOVERIA ASWATINI MEIRINA AYUMI MALAMASSAM COREMAP-LIPI Coral Reef Rehabilitation
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Pekanbaru, Oktober Penulis
KATA PENGANTAR Penyusunan Laporan Akhir ini merupakan rentetan pekerjaan yang harus diselesaikan sehubungan dengan adanya kerjasama Pusat Penelitian Oceanografi (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu
Lebih terperinciDATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA KELURAHAN PULAU ABANG, KECAMATAN GALANG, KOTA BATAM
DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA KELURAHAN PULAU ABANG, KECAMATAN GALANG, KOTA BATAM DATA DASAR ASPEK SOSIAL TERUMBU KARANG INDONESIA KELURAHAN PULAU ABANG, KECAMATAN GALANG, KOTA BATAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam
Lebih terperinciPanduan Pengumpulan Data Kualitatif: Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Panduan Pengumpulan Data Kualitatif: Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Subparameter/Variabel Informasi lanjutan Sumber data/metode Kondisi Geografis - Jarak tempuh lokasi penelitian dari pusat pemerintahan:
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah
Lebih terperinciV. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang
V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah
Lebih terperinciKONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN HASIL BME
KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN HASIL BME KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II: KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN HASIL BME
Lebih terperinciWALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATAM, Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan perkembangan
Lebih terperinciANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL
ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)
Lebih terperinciKimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya
Lebih terperinciKAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar
BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
Lebih terperinciV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru
V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima
Lebih terperinciPengumpulan Data Kuantitatif. Batam, Juni 2008
Pengumpulan Data Kuantitatif BME SOSEK CRITC-LIPI Batam, 23-25 Juni 2008 Data Kuantitatif Digunakan untuk: Mendapatkan informasi yang bersifat kuantitatif terhadap spesifik isu/topik Mendapatkan data yang
Lebih terperinciSTATISTIK DAERAH KECAMATAN GALANG
STATISTIK DAERAH KECAMATAN GALANG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN GALANG 2015 No Publikasi : 2171.15.22 Katalog BPS : 1102001.2171.030 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 12 hal. Naskah :
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi
Lebih terperinciBAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR
BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah
Lebih terperinciHALAMAN PERSETUJUAN...
DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK...
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
8 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulaupulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciBAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT
BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat
Lebih terperinciSINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
SINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Sri Endang Kornita Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Sinergi dalam kebijakan pembangunan daerah
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Dan Sasaran C. Lingkup Kajian/Studi
KETERANGAN HAL BAB I PENDAHULUAN... 1-1 A. Latar Belakang... 1-1 B. Tujuan Dan Sasaran... 1-3 C. Lingkup Kajian/Studi... 1-4 D. Lokasi Studi/Kajian... 1-5 E. Keluaran Yang Dihasilkan... 1-5 F. Metodelogi...
Lebih terperinciKONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II
KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II Desa Malang Rapat dan Desa Gunung Kijang Kabupaten Bintan Oleh: Laila Nagib Mujiyani Zainal Fatoni LIPI CRITC LIPI 2007 KATA PENGANTAR COREMAP fase
Lebih terperinciPERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH
PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh : ASTRID EKANINGDYAH L2D000400 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...
Lebih terperinciKONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KASUS KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KASUS KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KASUS KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN Mita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah yang termasuk ke dalam pesisir laut di Sumatera Utara adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah 5.625 km 2. Posisinya sangat strategis
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Bintan. Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi, pemanfaatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data
METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian secara purposive di kecamatan Medan Labuhan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan data sekunder daerah tersebut merupakan salah satu
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE
IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciKONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KASUS KABUPATEN BIAK NUMFOR
KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KASUS KABUPATEN BIAK NUMFOR KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II : KASUS KABUPATEN BIAK NUMFOR Haning Romdiati Mujiyani Zainal
Lebih terperinci4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan
Lebih terperinciINVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR
INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota
66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang
Lebih terperinciBupati Murung Raya. Kata Pengantar
Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan
16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa
Lebih terperinciBAB III METODA PENELITIAN
BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan diseluruh desa yang dijadikan Lokasi Coremap II Kota Batam yaitu Kelurahan Galang Baru (Pulau Nguan dan Sembur), Kelurahan Karas (Pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan
18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Objek Indonesia adalah negara maritim yang dikatakan sebagai zamrud khatulistiwa karena keanekaragaman hayati dan agroekosistem Indonesia memiliki
Lebih terperinciNama WAKATOBI diambil dengan merangkum nama. ngi- wangi, Kaledupa. dan Binongko
OU MATAHORA BANK IKAN UNTUK PERIKANAN BERKELANJUTAN DI DESA MATAHORA KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI Oleh : Anggun Ciputri Pratami (8220) Dian Ekawati (8224) Musriani (8242) SMA Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan
Lebih terperinciPROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR.
PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR. (dok/antara) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menganggap program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur
Lebih terperinci3. METODOLOGI ' ' ' ' ' Tg. Gosong. Dongkalang ' ' ' ' '
3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pulau Pasi, tepatnya di Desa Bontolebang, Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan dengan fokus pada proses
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar
Lebih terperinciMODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2
MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU 1 Oleh : Dr. Ir. Dedi M. M. Riyadi 2 I. Pendahuluan 1. Memasuki akhir 1990-an, perekonomian Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ini merupakan
Lebih terperinciPerluasan Lapangan Kerja
VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus
Lebih terperinciBAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009
33 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16 4.1 Keadaan Wilayah Desa Sedari merupakan salah satu desa di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Luas wilayah Desa Sedari adalah 3.899,5 hektar (Ha). Batas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA
BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BENGKALIS DAN PERKEMBANGAN PERIKANANNYA A. Sejarah Singkat Kabupaten Bengkalis Secara historis wilayah Kabupaten Bengkalis sebelum Indonesia merdeka, sebagian besar berada
Lebih terperinciKONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II HASIL BME
KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II Desa Gunung Kijang dan Malang Rapat Kabupaten Bintan HASIL BME Oleh: HANING ROMDIATI ENIARTI DJOHAN CRITC-LIPI 2009 COREMAP-LIPI KATA PENGANTAR Pelaksanaan
Lebih terperinciVI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI
55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini
Lebih terperinciBAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN
89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini
Lebih terperinciSTATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.041 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah :
Lebih terperinciAnalisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya
1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu
Lebih terperinci5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009
Lebih terperinciKAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH
Bab 5 KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH 5.1 Hasil Kajian Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang
Lebih terperinciBAB VII DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI EKONOMI NELAYAN
81 BAB VII DAMPAK PENETAPAN DPL TERHADAP KONDISI EKONOMI NELAYAN 7.1 Pola Produksi Nelayan 7.1.1 Armada dan Peralatan Tangkap Armada yang digunakan oleh masyarakat Kampung Saporkren untuk kegiatan penangkapan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga
Lebih terperinciKONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II. Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias
KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias WIDAYATUN AUGUSTINA SITUMORANG IGP ANTARIKSA LIPI CRITC LIPI 2007 KATA PENGANTAR COREMAP fase II yang telah dimulai
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,
Lebih terperinci