Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air dan Danau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air dan Danau"

Transkripsi

1 Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air dan Danau Penulis dan Editor : Dr. Bambang Trisakti Arum Tjahjaningsih, Ir., M.Si. Nana Suwargana, Drs., M.Si. Ita Carolita, Ir., M.Si. Mukhoriyah, ST., M.Si. Desain tata letak: Crestpent Press ISBN No : Dicetak dan diterbitkan oleh : KONTAK KAMI CRESTPENT PRESS Kantor Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Institut Pertanian Bogor (P4W-LPPM) Kampus IPB Baranangsiang, JL. Pajajaran, Bogor Telp/Fax. (0251) , crestpent@gmail.com Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak Sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin penerbit UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG HAK CIPTA 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member izin untuk itu, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah).

2 Pengantar Penerbit Puji syukur di panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-nya lah buku bunga rampai Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air dan Danau ini dapat diselesaikan. Tersusunnya buku ini turut memberikan kontribusi dalam memperkaya referensi mengenai pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pengelolaan sumber daya air, khususnya untuk pemantauan daerah tangkapan air dan danau. Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh pihak, terutama para peneliti dan penyunting dari Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional yang telah mencurahkan energi dan waktunya dalam penulisan dan penyusunan buku ini. Diharapkan buku ini dapat memenuhi kebutuhan referensi mengenai pemanfaatan penginderaan jauh untuk pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Penerbit ii

3 Sambutan Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Indonesia mempunyai wilayah yang luas dengan posisi geografis yang sangat strategis diantara dua benua dan dua samudra. Allah SWT telah menganugrahi wilayah Indonesia yang luas ini dengan potensi kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, baik dari sektor pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, energi dan sumberdaya mineral. Saat ini berbagai permasalahan timbul yang disebabkan oleh pengelolaan sumberdaya alam yang tidak ramah lingkungan, seperti terjadinya degradasi dan deforestasi, konversi lahan di daerah aliran sungai, penurunan kualitas air dan pencemaran lingkungan. Salah satu sumberdaya alam Indonesia yang mengalami kerusakan dan penurunan kualitas adalah sumberdaya air, khususnya ekosistem perairan danau. Salah satu bentuk kepedulian terhadap lingkungan dari pemerintah melalui salah satu intansinya dalam hal ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) adalah membentuk Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja), yang mempunyai tugas dan fungsi antara lain menyelenggarakan penelitian dan pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemantauan sumberdaya alam wilayah darat. Kemajuan teknologi penginderaan jauh satelit yang dapat menghasilkan data dan linformasi yang realtime (up to date) dengan cakupan yang luas, dan historikal data yang baik, memungkinkan kita untuk berkontribusi dalam upaya pemantauan sumberdaya alam di wilayah Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut Pusfatja, telah melaksanakan kegiatan pemanfaatan penginderaan jauh satelit untuk memantau ekosistem danau, khususnya 15 danau prioritas dalam program pengelolaan danau prioritas tahun Program tersebut telah dilaksanakan selama 3 tahun dari tahun , dan menghasilkan metode, serta tulisan ilmiah yang telah dipublikasi dalam beberapa jurnal, prosiding dan buku ilmiah. Buku ini merupakan kumpulan tulisan ilmiah terpublikasi yang dihasilkan dari kegiatan pemantauan ekosistem danau tersebut. Saya berharap buku ini dapat memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai peran teknologi penginderaan jauh satelit untuk memantau sumberdaya alam dalam mendukung program nasional Pemerintah Indonesia. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan tidak hanya bagi upaya penyempurnaan penulisan buku serupa di masa yang akan datang, tetapi juga bagi penentuan arah kebijakan Pusfatja untuk tahun berikutnya. Pada kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan kepada semua pihak, khususnya para peneliti dari Bidang Sumberdaya Wilayah Darat, dan para penelaah, yang telah berupaya keras untuk menyusun dan menerbitkan buku ini. Jakarta, November 2014 Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dr. M. Rokhis Khomarudin 3

4 Kata Pengantar (Kabid SDWD) Danau telah menjadi perhatian global karena 90% air tawar di permukaan bumi tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, ekosistem DAS dan danau di wilayah Indonesia menyimpan kekayaan 25% plasma nutfah dunia, mensuplai 72% air permukaan dan penyedia air untuk pertanian, sumber air baku masyarakat, pertanian, pembangkit listrik tenaga air, pariwisata dan lain-lain. Degradasi yang terjadi pada ekosistem danau telah mengakibatkan terjadinya pendangkalan dan penyempitan danau, peningkatan sebaran eceng gondok, penurunan volume air dan penurunan kualitas air. Selanjutnya akan berdampak kepada penurunan produktifitas perikanan, penurunan produksi listrik dan terganggunya aktivitas pariwisata. Bidang Sumberdaya Wilayah Darat adalah salah satu bidang di bawah Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh yang mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh untuk sumberdaya wilayah darat yang meliputi sumberdaya hayati dan non hayati. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, dan juga untuk mendukung Program Nasional Pengelolaan Danau Prioritas , Bidang Sumberdaya Wilayah Darat telah melaksanan kegiatan pemanfaatan data penginderaan jauh satelit untuk pemantauan sumberdaya air, khususnya ekosistem danau, Selama 3 tahun dari tahun Kegiatan ini dirasakan cukup berhasil dengan diperolehnya beberapa metode pengolahan data (standarisasi data multi temporal dan multi sensor, pembuatan NDVI minimum dan maksimum) dan metode penurunan beberapa parameter indikator kualitas eksosistem danau, seperti: penurunan sebaran vegetasi air, luas permukaan air danau, parameter kualitas air (TSS dan Kecerahan), sebaran run-off, debit air dan erosi. Metode yang diperoleh dan hasil pemantauan menggunakan data multi temporal selama periode tertetu untuk beberapa danau prioritas telah dipublikasikan dalam beberapa jurnal, buku dan majalah ilmiah. Buku ini memuat kumpulan tulisan ilmiah terpublikasi yang dihasilkan dari kegiatan pemantauan ekosistem danau tersebut. Agar mudah dipahami, maka tulisan ilmiah (paper) dalam buku ini dikelompokan menjadi 3 kelompok, yaitu: kelompok terkait pengolahan data, pemantauan daerah tangkapan air dan pemantauan danau. Titik berat buku ini adalah menjelaskan bagaimana cara data penginderaan jauh satelit dapat digunakan untuk menurunkan beberapa parameter bio fisik yang terdapat di permukaan bumi dan selanjutnya digunakan untuk menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mendukung program nasional Pemerintah Indonesia. Kami berharap buku ini dapat menjadi salah satu referensi yang bermanfaat dalam kegiatan pemanfaatan penginderaan jauh di Indonesia. Saran dan masukan dari pembaca sangat diharapkan bagi perbaikan metode dan informasi yang dihasilkan. Jakarta, November 2014 Kepala Bidang sumberdaya Wilayah Darat Dr. Bambang Trisakti 4

5 Daftar Isi pengantar Penerbit... Ii sambutan kepala pusat pemanfaatan penginderaan jauh...3 kata pengantar (kabid sdwd)...4 permasalahannya ekosistem danau dan pemanfaatan data penginderaan jauh satelit...7 A. Pengolahan Data...13 Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi Temporal dan Multi Sensor (Landsat TM/ETM+ Dan Spot-4)...15 Bambang Trisakti dan Gagat Nugroho Pembuatan Sebaran Spasial NDVI Minimum dan NDVI Maksimum Berbasis Data Landsat TM/ETM+ Periode Bambang Trisakti, Arum Tjahyaningsih dan Samsul Arifin B. Pemantauan Daerah Tangkapan Air...39 Peningkatan Akurasi Hasil Klasifikasi Penutup Lahan Menggunakan Metode Maximum Likelihood (Kajian Pengaruh Tahapan Proses Sebelum dan Setelah Klasikasi)...41 Bambang Trisakti Analisis Perubahan Penutup Lahan di Daerah Tangkapan Air Sub Das Tondano Terhadap Kualitas Danau Tondano Menggunakan Data Satelit Penginderaan Jauh...51 Tatik Kartika, I Made Parsa, dan Sri Harini Pemetaan Run-Off Dan Debit Aliran Permukaan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Singkarak...61 Bambang Trisakti, Ita Carolita, dan Susanto 5

6 Kajian Kondisi Daerah Tangkapan Air Danau Kerinci Berdasarkan Perubahan Penutup Lahan dan Koefisien Aliran Permukaan...71 Mukhoriyah dan Bambang Trisakti Pendugaan Laju Erosi Tanah Menggunakan Data Penginderaan Jauh Landsat TM/ETM+ dan SPOT Bambang Trisakti C. Pemantauan Danau...93 Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh untuk Mendukung Program Pengelolaan Danau...95 Bambang Trisakti, Sri Harini, Nana Suwargana, dan Syarief Budhiman Kajian Penentuan Luas Permukaan Air Danau dan Sebaran Vegetasi Air Dengan Metoda Penginderaan Jauh Bambang Trisakti Pemantauan Perubahan Kualitas Danau Selama Periode Menggunakan Citra Satelit Multi Temporal Bambang Trisakti, Nana Suwargana dan Gagat Nugroho Pemantauan Kualitas Danau Limboto Berbasis Data Landsat dan SPOT 4 Selama Periode Nana Suwargana dan Susanto Model Pemantauan Luas Danau dan Berkembangan Eceng Gondok Berbasis Data Penginderaan Jauh Di Danau Tempe Sulawesi Selatan Nana Suwargana Pemanfaatan Data Penginderan Jauh untuk Memantau Parameter Status Ekosistem Perairan Danau (Studi Kasus: Danau Rawa Pening) Bambang Trisakti, Nana Suwargana dan Joko Santo Cahyono PENUTUP

7 PERMASALAHANNYA EKOSISTEM DANAU DAN PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH SATELIT Bambang Trisakti, Arum Tjahjaningsih dan Mukhoriyah Bidang Sumber Daya Wilayah Darat, Pusfatja-LAPAN PERMASALAHAN EKOSISTEM DANAU Danau adalah sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran sungai, atau karena adanya mata air (Wikipedia). Dalam skala dunia, danau telah menjadi perhatian global karena 90% air tawar di permukaan bumi tersimpan di danau dan waduk. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), ekosistem DAS dan danau di wilayah Indonesia menyimpan kekayaan 25% plasma nutfah dunia, mensuplai 72% air permukaan dan penyedia air untuk pertanian, sumber air baku masyarakat, pertanian, pembangkit listrik tenaga air, pariwisata dan lain-lain. Dewasa ini sebagian besar daerah aliran sungai (DAS) dan danau di Indonesia telah mengalami degradasi (penurunan kualitas) yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk, konversi lahan hutan (contoh pada Gambar 1), polusi dan erosi (Fahmudin dan Widianto, 2004). Konversi/pembukaan lahan yang tidak menggunakan prinsip kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan banyak hal negatif, tidak hanya dalam tahap pembukaannya tetapi juga pada tahap penggunaan dan pengelolaannya. Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran dengan menggunakan alat-alat berat dapat menimbulkan pencemaran suara yang mengganggu lingkungan sekitarnya. Selanjutnya, keterlambatan penanaman pada lahan yang telah dibuka akan menimbulkan erosi tanah pada saat musim hujan, terutama pada daerah dengan kelerengan yang curam. Tingginya erosi pada wilayah daerah tangkapan air (DTA) mengakibatkan keruhnya wilayah perairan, yang pada gilirannya mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan perairan sungai, waduk dan danau. Degradasi yang terjadi pada danau mengakibatkan terjadinya pendangkalan dan penyempitan danau, peningkatan sebaran eceng gondok, penurunan volume air dan penurunan kualitas air. Hal ini akan berdampak kepada penurunan produktifitas perikanan, penurunan produksi listrik dan terganggunya aktivitas pariwisata. Gambar 2 memperlihatkan Danau Limboto yang mengalami penyempitan luas, pertumbuhan gulma air (eceng gondok) yang sangat tinggi, sehingga mengganggu aktifitas nelayan setempat. Degradasi danau pada akhirnya mengakibatkan peningkatan ancaman bahaya bencana dan penurunan pendapatan masyarakat, khususnya para nelayan di sekitar danau. 7

8 Ekosistem danau terdiri dari daerah tangkapan air (DTA) danau, sempadan danau dan perairan danau. Secara umum kerusakan yang terjadi pada ekosistem danau adalah (KLH, 2012) : 1. Kerusakan lingkungan dan erosi lahan yang disebabkan oleh penebangan hutan di DTA secara illegal dan pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan erosi dan sedimentasi ke danau. 2. Pendangkalan dan penyempitan danau yang telah merusak ekosistem danau, dan berdampak sangat nyata dan mengkhawatirkan karena lambat laun status danau berubah menjadi rawa dan selanjutnya menjadi lahan daratan. 3. Pencemaran kualitas air danau yang mengganggu pertumbuhan biota akuatik dan pemanfaatan air danau. Apabila terjadi bencana arus balik, bahan pencemaran dari dasar danau yang mengandung gas beracun akan terangkat ke permukaan air. Hal ini mengakibatkan kematian ikan endemic dan ikan bududaya keramba jaring Apung (KJA) Gambar 1. Konversi lahan hutan (Sumber: alamendah.org) Gambar 2. Eceng gondok di tepi Danau Limboto 8

9 4. Kehilangan keanekaragaman hayati akibat kerusakan habitat akibat pelumpuran, pendangkalan dan penurunan permukaan air, kerusakan kualtias air akibat pencemaran dari DTA, serta penyempitan perairan danau 5. Pertumbuhan gulma air akibat pencemaran limbah organik dan zat hara (unsur nitrogen dan phosphor) 6. Pertumbuhan alga yang berlebihan atau marak alga (alga bloom) yang disebabkan oleh penyuburan air danau akibat pencemaran limbah organik dan zat penyubur. Pertumbuhan masal gulma air/tumbuhan dan alga di suatu danau akan mengganggu peruntukan danau karena mempercepat pendangkalan dan proses evapotranspirasi, menganggu lalu lintas perairan, mengurangi nilai estetika, mengganggu kegiatan olahraga air dan menyebabkan kematian ikan akibat permukaan air tertutup oleh lapisan alga sehingga mengurangi kandungan oksigen terlarut di dalam air 7. Perubahan fluktuasi muka air danau yang disebabkan oleh kerusakan DTA serta pengambilan air dan tenaga air, sehingga mengganggu keseimbangan ekologis daerah sempadan danau. PROGRAM PENGELOLAAN DANAU Pada tanggal Agustus 2009 di Bali, KLH memprakarsai dilaksanakannya Konferensi Nasional Danau Indonesia (KNDI) ke satu. KNDI I ini telah menghasilkan suatu Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang ditandatangani oleh 9 menteri. Kesembilan menteri tersebut telah bersepakat dalam mengelola dan menyelamatkan bersama ekosistem danau prioritas yang terbagi menjadi dua periode yaitu Danau Prioritas I ( ) dan Danau Prioritas II ( ). Selanjutnya KNDI II dilaksanakan pada tanggal Oktober 2011 di Semarang yang menegaskan kembali 15 danau prioritas periode berdasarkan parahnya tingkat kerusakan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Tabel 1 memperlihatkan daftar 15 danau yang termasuk dalam program pengelolaan danau prioritas tahun yang dikeluarkan oleh BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan), KNLH. Danau-danau tersebut perlu dipulihkan dan dikelola dengan baik sehingga tetap lestari dan dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya. Tabel 1. Daftar danau dalam program pengelolaan danau prioritas tahun yang dikeluarkan oleh BLHPP ( 9

10 PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH SATELIT Saat ini teknologi penginderaan jauh satelit berkembang dengan sangat cepat, sehingga dapat menyediakan berbagai data penginderaan jauh optik dan SAR (Sinthetic Aperture Radar) dengan karakteristik resolusi spasial, temporal dan spektral yang berbeda-beda. Data tersebut menjadi sumber data yang penting untuk pembuatan informasi spasial sumber daya alam dan lingkungan yang akurat, konsisten dan aktual. Gambar 3 memperlihatkan contoh data penginderaan jauh satelit dengan sensor optik dan SAR dalam berbagai resolusi yang dapat digunakan untuk penyediaan informasi perubahan fisik ekosistem danau untuk mendukung kegiatan pengelolaan danau lestari. (a) SPOT-4, 20 meter (b) AVNIR-ALOS, 10 meter (c) PALSAR-ALOS, 10 meter (d) IKONOS, 1 meter Gambar 3. Data penginderaan jauh satelit sensor optik dan SAR untuk danau Limboto Pemanfaatan data penginderaan jauh satelit untuk pembangunan dan pengembangan metode penilaian dan pemantauan kualitas DTA dan danau sudah dilakukan juga oleh banyak peneliti di Indonesia dan di luar negeri, seperti: pemetaan lahan kritis, estimasi koefisien aliran, sebaran spasial debit permukaan, tingkat erosi tanah, pemetaan kualitas air dan kualitas danau. Pemetaan lahan kritis umumnya dilakukan dengan menggunakan 10

11 parameter penutupan lahan, lereng, erosi dan manajemen lahan. Sedangkan perhitungan debit air dan erosi memerlukan masukan utama, yaitu: penutup lahan, kelerengan dan jenis tanah. Sebagian besar parameter yang dibutuhkan tersebut dapat diturunkan secara akurat dengan menggunakan data penginderaan jauh satelit. Gambar 4 memperlihatkan contoh pemanfaatan data satelit SPOT-4 untuk pemetaan koefisien aliran dan laju erosi tanah di DTA Danau Kerinci pada tahun Koefisien aliran di DTA Danau Kerinci tahun mm/tahun Laju erosi di DTA Danau Kerinci tahun 2012 Gambar 4. Contoh pemanfaatan data satelit SPOT-4 untuk pemantauan DTA Pemanfaatan data satelit tidak hanya dalam lingkup kajian dan pengembangan model, tapi sudah masuk kedalam fase pemanfaatan untuk kegiatan operasional pemantauan kualitas air dan kondisi tropik danau. Brezonik et al. (2002), Liu et al. (2007) dan Powell et al.(2008) telah membuat model pemetaan parameter kualitas air (klorofil, kecerahan perairan, suhu dan suspended solid) dan pemetaan status tropik danau menggunakan data Landsat TM/ETM+, dan telah menerapkan model tersebut secara operasional untuk memantau kondisi beberapa danau di Amerika dan Kanada. Gambar 5 memperlihatkan contoh pemantauan kondisi tropik danau di seluruh wilayah Amerika Serikat. Status tropik perairan mengindikasikan tingkat kesuburan perairan karena berbagai macam unsur hara yang masuk ke perairan tersebut. Semakin tinggi tingkat kesuburan perairan akan mengakibatkan semakin cepatnya pertumbuhan alga (alga bloom) yang selanjutnya menyebabkan kematian ikan akibat permukaan air tertutup oleh lapisan alga sehingga mengurangi kandungan oksigen terlarut di dalam air. 11

12 Gambar 5. Data satelit Landsat TM/ETM+ untuk pemantauan status tropik danau di Amerika Serikat (Powel et al., 2008) Pemanfaatan data satelit untuk kegiatan pemantauan ekosistem danau di Indonesia, umumnya masih bersifat kajian dan hanya sedikit yang berlanjut sampai tingkat operasional. Hal ini disebabkan belum dilakukannya standarisasi koreksi data dan standarisasi prosedur pengolahan data sehingga informasi yang diperoleh tidak konsisten, selain itu juga masih tingginya ketidakpastian pada tingkat akurasi dari informasi yang diturunkan dari data satelit yang disebabkan karena sulitnya memperoleh data lapangan yang sesuai dengan waktu perekaman satelit yang dapat digunakan untuk proses verifikasi dan validasi model yang dibuat. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh- LAPAN, khususnya, Bidang Sumber Daya Wilayah Darat membuat program kegiatan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk pemantauan parameter kualitas DTA dan danau. Program tersebut telah dilaksanakan selama 3 tahun dari tahun , dan menghasilkan dokumen laporan, metode pengolahan data, serta tulisan ilmiah (paper) yang telah dipublikasi dalam jurnal, prosiding dan buku ilmiah. DAFTAR PUSTAKA Brezonik P.L., Kloiber S. M., Olmanson L. G., and Bauer M. E., 2002, Satellite and GIS Tools to Assess Lake Quality, Water Resources Center, Technical Report 145, May 2002 Fahmudin A. dan Widianto, 2004, Petunjuk Praktik Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering, World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia, Bogor. Indonesia. Jiangui Liu, Tom Hirose, Mark Kapfer and John Bennett, 2007, Operational Water Quality Monitoring Over Lake Winnipeg Using Satellite Remote Sensing Data, Our Common Borders Safety, Security, and the Environment Through Remote Sensing October 28 November 1, 2007, Ottawa, Ontario, Canada KLH, 2012, Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup Powell R., Brooks C., French N., and Shuchman R., 2008, Remote Sensing of Lake Clarity, Michigan Tech Research Institute (MTRI), May

13 APeraturan menteri negara lingkungan hidup Nomor 28 PENGOLAHAN DATA

14 14

15 STANDARISASI KOREKSI DATA SATELIT MULTI TEMPORAL DAN MULTI SENSOR (LANDSAT TM/ETM+ DAN SPOT-4) * Bambang Trisakti dan Gagat Nugroho Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN Abstrak Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh telah dilakukan untuk berbagai kegiatan, khususnya untuk pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan danau. Namun, pada umumnya penelitian yang telah dilakukan, khususnya di Indonesia mempunyai permasalahan dengan masih belum dilakukannya standarisasi pengolahan data awal, yang berkaitan dengan proses orthorektifikasi dan koreksi radiometrik. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan standarisasi koreksi data citra untuk pemantauan tingkat kekeruhan (TSM: Total Suspended Material) di Danau Limboto selama periode Data yang digunakan adalah data Landsat TM/ETM+ dan SPOT-4. Proses koreksi yang dilakukan meliputi orthorektifikasi, koreksi matahari, koreksi terrain dan normalisasi antar data beda waktu dan beda sensor. Hasil setiap tahapan koreksi diuji untuk melihat perubahan kualitas sebelum dan sesudah koreksi. Selanjutnya data yang telah dikoreksi digunakan untuk memantau tingkat kekeruhan Danau Limboto selama periode Hasil memperlihatkan bahwa koreksi data mengurangi/ menghilangkan kesalahan posisi dan perbedaan spektral objek karena perbedaan sensor dan waktu perekaman, sehingga hasil lebih akurat dan konsisten. Kualitas Danau Limboto terpantau menurun (konsentrasi TSM semakin tinggi) selama periode Kata kunci : Orthorektifikasi, Radiometrik, Multi temporal, Multi sensor, TSM * Dipublikasi pada Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Dijital Vol.9 No.1 Juni

16 PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan teknologi satelit penginderaan jauh berjalan sangat cepat, sehingga dapat menyediakan berbagai data penginderaan jauh sistem optik dan SAR (Synthetic Aparture Radar) dengan karakteristik resolusi spasial, temporal dan spektral yang berbeda-beda. Sehingga, data satelit penginderaan jauh merupakan salah satu sumber data yang paling penting dan efisien untuk pembuatan informasi spasial yang akurat, konsisten dan aktual mengenai sumber daya alam dan lingkungan, khususnya untuk memantau perubahan yang terjadi pada suatu wilayah dari tahun ke tahun. Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk kegiatan pemantauan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS dan danau telah banyak dilakukan di dalam dan luar negeri (Hardaningrum et al. (2005); Suroso dan Susanto (2006); Pratisto dan Danoedoro (2008); Brezonikn et al. (2002); Liu et al. (2007); Li and Li (2004); Mostafa dan Soussa (2006); Trisakti et al. (2004)), seperti: pemantauan perubahan penutup lahan di DAS, perubahan luasan danau dan kualitas air, perhitungan aliran permukaan dan debit air, pemetaan lahan kritis, pemetaan daerah rawan banjir/longsor dan lain-lain. Tetapi pada umumnya penelitian-penelitian yang telah dilakukan, khususnya di Indonesia mempunyai permasalahan dengan masih belum dilakukannya standarisasi pengolahan data awal, yang berkaitan dengan proses orthorektifikasi dan koreksi radiometrik. Hal itu mengakibatkan kurangnya konsistensi pada berbagai informasi yang diekstrak secara dijital dari data penginderaan jauh, khususnya informasi yang diekstrak dengan menggunakan data multi temporal (berbeda waktu perekaman data) dan data multi sensor (data yang direkam dengan menggunakan sensor yang berbeda. Saat ini standarisasi pengolahan citra telah menjadi perhatian khusus di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), bersamaan dengan berjalannya program Indonesia`s National Carbon Accounting System (INCAS) yang merupakan program Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP) untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam membuat sistem pengurangan emisi karbon yang signifikan dan efektif dengan cara mengurangi deforestasi, meningkatkan reforestasi, dan menjaga kelestarian hutan secara berkelanjutan. Untuk mendapatkan informasi perubahan lahan hutan dari tahun ke tahun secara akurat dan konsisten, standar koreksi data satelit merupakan tahapan yang harus dikerjakan. Pada kegiatan INCAS, koreksi data yang dilakukan meliputi proses orthorektifikasi (membuat citra tegak lurus terhadap sensor), koreksi radiometrik terdiri dari koreksi matahari, Bidirectional Reflectance Distribution Function (BRDF) dan koreksi terrain (Suzanne (2009); Suzzane and Wu (2009)). Koreksi matahari dan BRDF dilakukan untuk menghilangkan kesalahan yang disebabkan oleh pengaruh posisi geometri antara matahari, objek dan sensor. Sedangkan koreksi terrain dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kondisi terrain dari permukaan bumi. Tetapi metode koreksi yang digunakan hanya berlaku untuk data satelit Landsat, sehingga perlu kajian metode koreksi data untuk pemanfaatan data satelit yang direkan dengan menggunakan sensor yang berbeda. Paper ini membahas mengenai metode koreksi data satelit penginderaan jauh yang standar untuk menghasilkan informasi berbasis data satelit yang akurat dan konsisten. Setiap hasil dari tahapan koreksi akan diuji untuk melihat perubahan kualitas dari data yang dihasilkan, selanjutnya data yang telah dikoreksi akan digunakan untuk melihat perubahan tingkat kekeruhan di Danau Limboto. DATA DAN METODE Data Yang Digunakan Data yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Citra penginderaan jauh Landsat TM/ETM+ multi temporal dengan Resolusi spasial 30 m (Tabel 1) Citra penginderaan jauh SPOT-4 dengan resolusi spasial 20 m (Tabel 1) DEM SRTM ver. 4.1 resolusi 90 m 16

17 Tabel 1. Citra Landsat TM/ETM+ dan SPOT 4 No. Citra satelit Spasial Tanggal perekaman 1. Landsat ETM+ 30 m 25 Desember Landsat ETM+ 30 m 17 Oktober Landsat ETM+ 30 m 14 April SPOT 4 20 m 7 Mei 2010 Metode Penelitian Data Landsat TM/ETM+ dikoreksi geometrik dan radiometrik menggunakan metode standar pengolahan INCAS. Koreksi yang dilakukan meliputi koreksi orthorektifikasi, koreksi matahari, dan koreksi terrain. Orthorektifikasi dilakukan dengan menggunakan sekitar 25 titik control point (CP) XYZ yang diperoleh dari citra acuan (data Landsat Ortho) dan DEM SRTM. Titik CP yang digunakan terdistribusi secara merata di seluruh bagian citra, sehingga koreksi dapat dilakukan secara akurat. Selanjutnya citra dikoreksi matahari. Koreksi matahari dilakukan untuk menghilangkan perbedaan nilai dijital piksel yang disebabkan posisi matahari yang berbeda. Proses koreksi dilakukan dengan merubah nilai dijital piksel menjadi nilai radian (radiasi dari objek ke sensor) dan merubah lagi menjadi reflektansi (rasio antara radian dan irradian atau rasion antara radiasi objek ke matahari dan radiasi matahari ke objek). Persamaan konversi diperlihatkan pada persamaan dibawah: L = G x DN + B (1) dimana DN : Nilai dijital G L B : Gradien (kanal gain) : Radian di atas atmosfir : Titik potong (kanal offset) (2) dimana : r p : Reflectance di atas atmosfir L l : Radiance di atas atmosfir ESUN λ : Irandiance matahari Cos q s : Sudut zenith matahari d 2 : Rasio jarak bumi matahari 17

18 Koreksi terrain dilakukan dengan menggunakan metode C-correction. Algoritma C-correction diperlihatkan pada persamaan dibawah (Wu et al., 2004): L H = L T ( Cos (sz) + c ) / ( Cos(i) + c ) (3) Dimana, L H : Radian yang sudah dikoreksi (radian pada permukaan datar) L T : Radian belum dikoreksi (radian pada permukaan miring karena kondisi topografi) sz : Sudut zenit matahari i : Sudut normal piksel yang di bentuk dari arah normal piksel dan arah matahari c : Koefisien pembatas yang merupakan rasio antara titik potong dan gradien (b/m) dari persamaan regresi L T = m Cos(i) + b Koreksi citra SPOT-4 dilakukan untuk koreksi orthorektifikasi dan koreksi matahari. Orthorektifikasi dilakukan dengan menggunakan sekitar 25 titik control point (CP) XYZ yang diperoleh dari citra acuan (data Landsat Ortho) dan DEM SRTM. Koreksi matahari untuk citra SPOT dilakukan dengan menggunakan Persamaan (4) dan (5). Berbeda dengan citra Landsat yang mempunyai koefisien koreksi yang sama, koefisien koreksi untuk SPOT berubah sehingga perlu dilakukan pengecekan pada website CNES (Centre National d Etudes Spatiales) dan header data setiap perekaman. + B (4) L k TOA : Radiance di atas atmosfir X k A k G k m : Nilai dijital piksel : Koefisien kalibrasi : Gain B : Bias (5) r k TOA L k TOA E k s : Reflectance di atas atmosfir : Radiance di atas atmosfir : Irandiance matahari Cos θ : Sudut zenith matahari do/d : Rasio jarak bumi matahari 18

19 Tahap terakhir adalah melakukan proses normalisasi antara data untuk menghilangkan pengaruh perbedaan sensor dan perbedaan waktu perekaman. Metode yang digunakan adalah metode normalisasi dengan regresi linear sederhana, dengan menentukan persamaan regresi nilai spectral objek yang sama pada 2 citra yang berbeda. Hasil setiap tahapan diuji untuk melihat perubahan dalam setiap koreksi, selanjutnya hasil normalisasi diuji secara visual pada komposit RGB 542, dan secara spectral pada objek hutan. Pemantauan tingkat kekeruhan permukaan air danau dilakukan dengan secara kualitatif dengan menggunakan model algoritma ekstraksi TSM (Total Suspended Material) yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Ekstraksi TSM dilakukan dengan menggunakan algoritma TSM (Trisakti et al, 2004) berbasis panjang gelombang pada band hijau (rentang mm), dimana persamaan yang digunakan diperlihatkan dibawah. TSM = e Xwoerd Xwoerd = -0.53R R-0.059, R = ReflektansiBand Green Selanjutnya melakukan pemantauan perubahan tingkat kekeruhan air danau menggunakan citra multi temporal dan multi sensor HASIL DAN DISKUSI Data Landsat TM/ETM+ dan data SPOT-4 yang digunakan dikoreksi orthorektifikasi dan secara radiometrik. Koreksi ini dilakukan agar perbedaan nilai spektral yang terjadi akibar perbedaan sensor (Landsat dan SPOT) dan perbedaan waktu perekaman (berlainan waktu) dapat dikurangi atau dihilangkan. Gambar 1 memperlihatkan contoh data Landsat ETM+ dan data SPOT-4 yang telah dikoreksi. Landsat ETM+ SPOT 4 Gambar 1. Data Landsat ETM+ dan SPOT 4 yang telah dikoreksi... 19

20 Selanjutnya citra hasil koreksi dievaluasi tingkat dengan membuat komposit 2 layer, citra terkoreksi pada layer Merah dan citra referensi (citra Landsat Ortho USGS) pada layer Hijau. Tampilan warna Merah dan Hijau pada komposit 2 layer menunjukkan adanya pergeseran objek sedangkan tampilan warna Kuning menunjukkan objek pada kedua citra terletak pada lokasi yang sama. Tampilan komposit 2 layer diperlihatkan pada Gambar 2, dimana citra SPOT 4 terkoreksi diberi warna merah dan citra referensi diberi warna hijau. Warna Kuning pada komposit 2 layer mendominasi pada jaringan jalan pada kedua citra yang berarti, jalan pada kedua citra terletak pada lokasi yang sama sehingga objek mempunyai ketepatan yang akurat (pergeseran kurang dari 1 piksel). Evaluasi juga dilakukan untuk citra Landsat TM/ETM+ multi temporal, secara keseluruhan pergeseran (error) terjadi kurang dari 1 piksel. Pengujian citra hasil koreksi radiometrik (koreksi terrain) dilakukan dengan membandingkan penampakan citra secara visual, kondisi terrain (daerah bergunung-gunung) menjadi berubah menjadi datar tanpa terrain menunjukkan bahwa koreksi berjalan dengan baik. Gambar 3 memperlihatkan contoh citra Landsat sebelum dan setelah dilakukan koreksi terrain. Koreksi telah dilakukan terhadap citra Landsat dan SPOT 4, tapi koreksi yang dilakukan tidak sepenuhnya menghilangkan perbedaan antara data sensor dan beda waktu perekaman seperti Gambar 4. Terlihat bahwa citra Landsat perekaman tahun 1990, citra Landsat perekaman tahun 2000 dan citra SPOT perekaman tahun 2010 mempunyai perbedaan kecerahan. Perbedaan antara data Landsat disebabkan adanya liputan awan dan perbedaan kondisi atmosfir pada saat perekaman, sehingga mengakibatkan perbedaan nilai spektral dan mempengaruhi histogram komposit RGB. Sedangkan sensor SPOT mempunyai rentang panjang gelombang yang sedikit berbeda dengan rentang panjang gelombang sensor Landsat untuk setiap bandnya, hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai spektral pada kedua sensor tersebut. Citra SPOT terkoreksi : Merah Citra referensi : Hijau Gambar 2. Evaluasi citra hasil koreksi menggunakan metode komposit 2 layer 20

21 Sebelum koreksi terrain Setelah koreksi terrain Gambar 3. Citra Landsat (17 Oktober 2000) sebelum dan setelah koreksi terrain Perbedaan yang terjadi karena perbedaan sensor dan perbedaan kondisi atmosfir dapat dikurangi atau dihilangkan dengan melakukan normalisasi antara data. Normalisasi dilakukan dengan pengambilan sampel pada objek yang relatif tidak berubah (invariant object) dan melakukan regresi antar data. Gambar 5 memperlihatkan persamaan regresi antara data Landsat perekaman 2000 (data referensi) dan data Landsat perekaman 1990 (data yang dikoreksi). Selanjutnya persamaan regresi ini digunakan untuk mengkoreksi data Landsat perekaman 1990 sehingga data tersebut mempunyai nilai spektral yang sama untuk setiap band dengan data Landsat perekaman Landsat, 1990 Landsat, 2000 SPOT, 2010 Gambar 4. Citra beda waktu dan beda sensor setelah koreksi radiometrik 21

22 y = x R 2 = y = x R 2 = y = x R 2 = Nilai spektral citra referensi (Landsat 2000) Band 1 Band 2 Band y = x y = 0.902x R 2 = R 2 = y = x R 2 = Band 4 Band 5 Band Nilai spektral citra yang dikoreksi (Landsat 1990) Gambar 5. Regresi antara Landsat 1990 dan 2000 pada invariant object Gambar 6 memperlihatkan persamaan regresi antara data Landsat perekaman 2000 (data referensi) dan data SPOT 4 perekaman 2010 (data yang dikoreksi). Selanjutnya persamaan regresi ini digunakan untuk mengkoreksi data SPOT 4 perekaman 2010 sehingga data tersebut mempunyai nilai spektral yang sama untuk setiap band dengan data Landsat perekaman y = x R 2 = y = 0.023x R 2 = Nilai spektral citra referensi (Landsat 2000) y = x R 2 = Band 2 Band y = x R 2 = Band 4 Band Nilai spektral citra yang dikoreksi (SPOT 2010) Gambar 6. Regresi antara Landsat 2000 dan SPOT pada invariant object Gambar 7 memperlihatkan citra Landsat perekaman tahun 1990, citra Landsat perekaman tahun 2000 dan citra SPOT perekaman tahun 2010 yang telah dilakukan normalisasi antar data. Secara visual dapat dilihat bahwa normalisasi antar data dapat menghilangkan perbedaan nilai spektral karena perbedaan sensor dan kondisi atmosfir pada perekaman yang berbeda waktu. 22

23 Evaluasi lebih lanjut dilakukan dengan melakukan pengujian nilai spektral objek hutan (Yang diasumsikan tidak berubah dan mempunyai nilai yang sama) pada untuk setiap citra sebelum dan sesudah proses normalisasi (Gambar 8, Warna biru sebelum normalisasi dan warna merah setelah normalisasi). Sebelum dilakukan proses normalisasi, Nilai maksimum, nilai minimum dan nilai rata-rata objek hutan sangat berbeda antara data tahun 1990, 2000 dan Tetapi nilai tersebut menjadi hampir sama (mendekati) setelah dilakukan proses normalisasi. Sehingga dengan proses normalisasi maka objek yang sama akan mempunyai nilai spektral yang relatif sama walaupun diambil menggunakan sensor yang berbeda dan waktu yang berbeda. Selanjutnya data siap digunakan untuk ekstraksi informasi tingkat kekeruhan di Danau Limboto. Landsat, 1990 Landsat, 2000 SPOT, 2010 Gambar 7. Citra beda waktu dan beda sensor setelah normalisasi Nilai spektral citra objek hutan Nilai Maksimum Nilai Minimum 80 Landsat Landsat SPOT Landsat Landsat SPOT Sebelum koreksi Setelah koreksi Nilai Rata-rata Landsat Landsat SPOT Gambar 8. Nilai spektral objek hutan sebelum dan sesudah proses normalisasi 23

24 Pemantauan tingkat kekeruhan (TSM) dilakukan dengan menggunakan citra 1 musim, yaitu pada musim hujan. Algoritma TSM menggunakan model algoritma pada penelitian sebelumnya ((Trisakti et al, 2004), sehingga pemantauan ini hanya dilakukan untuk melihat perubahan tingkat kekeruhan secara kualitatif. Gambar 9 memperlihatkan bahwa tingkat kekeruhan di Danau Limboto cenderung bertambah selama periode , konsentrasi TSM rendah pada Desember 1990, semakin bertambah pada April 2002 dan semaking meningkat dengan cukup signifikan pada Mei Kecenderungan ini sesuai dengan informasi yang dipublikasi melalui laporan atau website yang melaporkan bahwa kualitas air Danau Limboto semakin menurun. 25 Desember April 2002 Tingkat TSM Rendah Tinggi 7 Mei 2010 Gambar 9. Pemantauan tingkat kekeruhan Danau Limboto 24

25 KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk melakukan standarisasi koreksi data citra untuk pemantauan tingkat kekeruhan (TSM) di Danau Limboto selama periode beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut: 1. Koreksi data mengurangi/menghilangkan kesalahan posisi dan perbedaan spektral objek karena perbedaan sensor dan waktu perekaman, sehingga hasil lebih akurat dan konsisten. 2. Kualitas Danau Limboto terpantau menurun (tingkat sedimentasi semakin tinggi) selama periode

26 DAFTAR PUSTAKA Brezonik P.L., Kloiber S. M., Olmanson L. G., and Bauer M. E., 2002, Satellite and GIS Tools to Assess Lake Quality, Water Resources Center, Technical Report 145, May 2002 Hardaningrum F., Taufik M., dan Muljo B., 2005, Analisis Genangan Air Hujan Di Kawasan Delta Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh Dan SIG, PIT MAPIN XIV, Surabaya. Jiangui Liu, Tom Hirose, Mark Kapfer and John Bennett, 2007, Operational Water Quality Monitoring Over Lake Winnipeg Using Satellite Remote Sensing Data, Our Common Borders Safety, Security, and the Environment Through Remote Sensing October 28 November 1, 2007, Ottawa, Ontario, Canada Mostafa M.M. and Soussa H. K., 2006, Monitoring Of Lake Nasser Using Remote Sensing And Gis Techniques, ISPRS Commission VII Mid-term Symposium Remote Sensing: From Pixels to Processes, Enschede, the Netherlands, 8-11 May 2006 Pratisto A. dan Danoedoro P., 2008, Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respond Debit Dan Bahaya Banjir (Studi Kasus Di DAS Gesing, Purworejo Berdasarkan Citra Landsat TM Dan ASTER VNIR), PIT MAPIN XVII, Bandung Suroso dan Susanto H.A., 2006, Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran, Jurnal Teknik Sipil, Vol.3, No.2. Suzanne F., 2009, General guidelines for registering Landsat TM coverage to the rectifiction base and performing the BRDF Correction, INCAS Project Suzanne F. and Wu X., 2009, General guidelines for Terrain Correction of Landsat TM Images, INCAS Project Li R. and Li J., 2004, Satellite Remote Sensing Technology for Lake Water Clarity Monitoring: An Overview, International Society for Environmental Information Sciences, Environmental Informatics Archives, Volume 2 (2004), Trisakti B., Parwati, dan Budhiman S., 2004, The Study Of MODIS Aqua Data For Mapping TSM In Coastal Water Usingthe Approach Of Landsat 7 ETM Data, International Journal of Remote Sensing and Earth Science, International Society of Remote Sensing and Sciences IReSES. Vol 2. Wu X., Furby S. and Wallace J, An Approach for Terrain Illumination Correction, The 12th Australasian Remote Sensing and Photogrammetry Association Conference, held in Fremantle, Western Australia, October

27 PEMBUATAN SEBARAN SPASIAL NDVI MINIMUM DAN MAKSIMUM BERBASIS DATA LANDSAT TM/ETM+ PERIODE * Bambang Trisakti, Arum Tjahyaningsih dan Samsul Arifin Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir, Pusfatja-LAPAN ABSTRAK Informasi spasial nilai minimum dan dan maksimum dari indek kehijauan vegetasi (NDVI) sangat diperlukan sebagai data masukan untuk pendugaan laju erosi tanah. Informasi spasial NDVI pada daerah tangkapan air (DTA) membutuhkan citra satelit dengan resolusi spasial menengah, seperti citra Landsat. Tetapi tutupan awan/ haze dan perbedaan pencahayaan karena topografi dapat mengakibatkan tidak akuratnya NDVI. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat informasi spasial NDVI minimum dan maksimum di DTA Danau Kerinci menggunakan 19 citra Landsat TM/ETM+ periode Data yang digunakan adalah perekaman bulan berbeda yang mewakili musim kemarau dan hujan. Standarisasi data dengan melakukan koreksi geometri matahari dan koreksi terrain menggunakan metode C-correction. Proses berikutnya adalah menghilangkan awan/haze dan bayangan pada setiap citra, konversi ke NDVI, kroping dan penggabungan data, serta perhitungan NDVI maksimum dan minimum. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk melihat perubahan NDVI. Hasil memperlihatkan bahwa kondisi topografi, awan dan bayangan mempengaruhi NDVI, terutama dalam menentukan NDVI minimum. Karena itu standarisasi data dan penghilangan awan/bayangan menjadi syarat penting mendapatkan NDVI yang konsisten dan akurat. Perubahan NDVI tinggi terjadi pada penutup lahan yang dinamis (sawah), sedangkan perubahan NDVI rendah terjadi pada penutup lahan yang statis (hutan dan tubuh air). Kata kunci: NDVI, standarisasi, Landsat TM/ETM+, topografi, penghilangan awan/bayangan * Diajukan untuk Buku Ilmiah Bunga Rampai Bidang Sumber Daya Wilayah Darat, Pusfatja

28 PENDAHULUAN Konversi lahan menjadi permasalahan utama yang mengakibatkan terjadinya kerusakan di bagian hulu daerah tangkapan air (DTA), yang selanjutnya mengakibatkan berubahnya siklus hidrologi di DTA tersebut. Bila hujan turun pada tanah yang terbuka, maka air akan masuk kedalam tanah yang memiliki kesuburan tinggi. Dengan tidak adanya pohon yang menahan air hujan agar meresap ke dalam tanah, maka aliran air permukaan akan meningkat. Aliran air permukaan yang besar dan cepat akan mengikis lapisan permukaan tanah yang subur sehingga menyebabkan hilangnya kesuburan tanah. Sehingga dampak yang terjadi adalah meningkatnya erosi tanah pada musim hujan dan kurangnya air pada musim kemarau karena rendahnya resapan air ke dalam tanah ( Permasalahan di DTA berakibat pada turunnya kualitas danau seperti: pendangkalan dan penyempitan danau, penyebaran eceng gondok dan turunnya kualitas air. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha pencegahan agar kerusakan DTA tidak berlanjut terus, serta upaya pemulihan kualitas danau sehingga danau-danau tersebut dapat tetap lestari. Untuk menangani permasalahan ini, pemerintah telah menggulirkan program nasional penyelamatan danau yang diprioritaskan kepada 15 danau yang telah mengalami kerusakan (KLH, 2011). Program tersebut telah ditindak lanjuti dengan diadakannya Konferensi Danau I di Bali pada tahun 2009 dan Konferensi Danau II di Semarang pada Tahun 2011, yang menghasilkan kesepakatan antara 9 Kementerian dan penegasan kembali untuk pemulihan 15 danau prioritas. Berdasarkan pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau (KLH, 2008) dijelaskan bahwa status ekosistem danau ditentukan oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah erosi lahan. Erosi merupakan suatu proses hilangnya lapisan tanah, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Foth, 1995). Tingkat erosi yang tinggi dan melebihi batas toleransi mengakibatkan DTA suatu danau diberi status mengalami kerusakan. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah metode pendugaan laju erosi tanah yang cukup populer dan sangat baik diterapkan di daerah yang faktor utama penyebab erosi adalah hujan dan aliran permukaan (As-syakur, 2008), tetapi metode USLE membutuhkan beberapa masukan data pengukuran lapangan yang belum tentu tersedia untuk setiap wilayah Indonesia. Metode pendugaan lain berbasis data satelit penginderaan jauh, yang membutuhkan informasi spasial kemiringan lereng dan data Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk wilayah kajian (Hazarika dan Honda, 2001). Data NDVI yang dibutuhkan untuk pendugaan laju erosi tanah adalah NDVI minimum dan maksimum pada suatu wilayah selama periode tertentu. NDVI adalah indeks vegetasi yang paling popular digunakan dan dapat mengambarkan kondisi tingkat kehijauan, kesehatan dan kerapatan vegetasi. NDVI dikembangkan oleh Rouse et al. (1974), berbasis kepada perbedaan nilai pantulan band inframerah dengan band merah. Tumbuhan hijau akan menyerap gelombang pada spektrum merah untuk proses fotosintesis, dan memantulkan gelombang pada spectrum inframerah. Parameter indek vegetasi sebaiknya memenuhi syarat (Jensen, 2000): (a) Memaksimalkan sensitifitas dari parameter biofisik tanaman, (b) Menormalkan pengaruh dari luar seperti: sudut matahari, sudut pandang sensor, atmosfir dan waktu perekaman, (c) menormalkan pengaruh dari dalam seperti: variasi dari jenis kanopi dan tanah, kondisi topografi, jenis tanaman, (d) dapat dihubungkan dengan parameter biofisik yang dapat diukur seperti biomassa atau leaf area index (LAI) yang dapat dijadikan alat validasi dan kontrol kualitas informasi. Walaupun NDVI diharapkan dapat terlepas dari pengaruh dari faktor luar dan faktor dalam, tetapi pada kenyataannya pengaruh faktor-faktor tersebut mempengaruhi nilai dijital piksel secara berbeda untuk setiap band. Oleh karena itu NDVI yang berbasis pada selisih band tidak akan terlepas sepenuhnya dari pengaruh tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai dijital piksel adalah pengaruh tutupan awan/haze, bayangan dan beda pencahayaan karena perbedaan kondisi topografi permukaan bumi. Faktor yang paling berpengaruh untuk wilayah Indonesia adalah faktor tutupan awan, karena Indonesia terletak diwilayah tropis yang merupakan wilayah pembentukan awan. 28

29 Kegiatan ini bertujuan untuk untuk membuat informasi spasial NDVI minimum dan maksimum di DTA Danau Kerinci menggunakan citra multi temporal Landsat TM/ETM+ selama periode Proses standarisasi data dilakukan dengan melakukan koreksi geometri matahari dan terrain, kemudian melakukan penghilangan awan/haze dan bayangan awan dengan menggunakan kombinasi band. Diharapkan proses standarisasi data dan penghilangan awan/haze dan bayangan dapat mempertahankan konsistensi nilai NDVI sehingga dapat digunakan untuk mendukung pendugaan laju erosi tanah yang akurat. METODOLOGI Lokasi dan Data Lokasi kajian adalah daerah tangkapan air Danau Kerinci di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, Indonesia (Gambar 1). Danau Kerinci merupakan salah satu dari 15 danau yang termasuk dalam program pengelolaan danau prioritas tahun yang dikeluarkan oleh BLHPP (Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian Pengembangan), KLH ( Ekosistem sekitar Danau Kerinci mempunyai permasalahan dengan terjadinya kerusakan DAS karena konversi lahan yang mengakibatkan tingginya laju erosi tanah di wilayah DTA. Wilayah ini mempunyai kondisi topografi yang bervariasi dan dikelilingi oleh pegunungan bukit barisan, dengan penutup lahan yang utama terdiri dari pertanian, perkebunan, hutan dan ladang/tegalan. Data penginderaan jauh satelit yang digunakan adalah data Landsat TM/ETM selama periode , dan data Dijital Elevation Model (DEM) SRTM X-C band. Kedua jenis data mempunyai resolusi spasial yang sama yaitu 30 m. Data Landsat TM/ETM+ diperoleh dari program Indonesia National Carbon Accounting System (INCAS), kondisi data sudah terkoreksi geometri matahari (konversi nilai dijital ke reflektansi) dan sebagian sudah terkoreksi terrain. Dari data yang diterima dilakukan evaluasi tingkat penutup awan, untuk selanjutnya dipilih 19 data dengan tingkat penutup awan yang relatif rendah untuk digunakan. Data yang dipilih juga memperhatikan keterwakilan bulan-bulan pada musim hujan dan musim kemarau. Data yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 1. Gambar 1. Lokasi daerah kajian di Kabupaten Kerinci (Kiri), dan daerah tangkapan air Danau Kerinci (Kanan) 29

30 Tabel 1. Data Landsat yang digunakan No. Jenis data Tanggal Perekaman 1. Landsat TM 22 Januari Landsat TM 5 Mei Landsat TM 13 Mei Landsat TM 3 Juli Landsat TM 11 Juli Landsat ETM+ 24 Maret Landsat ETM+ 28 Juni Landsat ETM+ 15 Agustus Landsat TM 6 Januari Landsat ETM+ 17 Juni Landsat TM 13 September Landsat TM 27 Mei Landsat TM 30 Mei Landsat TM 1 Juli Landsat ETM+ 11 September Landsat TM 1 Mei Landsat TM 19 Mei Landsat TM 20 April Landsat TM 22 Mei 2009 Metode Penelitian Sebagian data masih belum dilakukan koreksi terrain, sehingga tahap pertama adalah melakukan koreksi terrain dengan menggunakan algoritma C correction (Wu et al., 2004) seperti pada persamaan 1. Detil penjelasan mengenai koreksi terrain dan cara memperoleh nilai C dapat dilihat pada hasil penelitian sebelumnya (Trisakti et al., 2009). LH = LT (Cos sz + C)/(Cos i +C) (1) Dimana: LH : Reflektansi yang sudah dikoreksi (pada permukaan datar) LT : Reflektansi belum dikoreksi (pada permukaan miring karena kondisi topografi) sz : Sudut zenith matahari i : Sudut normal piksel yang dibentuk dari arah normal piksel dan arah matahari c : Koefisien pembatas yang merupakan rasio antara titik potong dan gradient (b/m) dari persamaan regresi LT = m Cos I + b 30

STANDARISASI KOREKSI DATA SATELIT MULTI TEMPORAL DAN MULTI SENSOR (LANDSAT TM/ETM+ DAN SPOT-4)

STANDARISASI KOREKSI DATA SATELIT MULTI TEMPORAL DAN MULTI SENSOR (LANDSAT TM/ETM+ DAN SPOT-4) STANDARISASI KOREKSI DATA SATELIT MULTI TEMPORAL DAN MULTI SENSOR (LANDSAT TM/ETM+ DAN SPOT-4) Bambang Trisakti dan Gagat Nugroho Bidang Sumber Daya Wilayah Darat, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh E-mail:

Lebih terperinci

Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi... (Bambang Trisakti et al.)

Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi... (Bambang Trisakti et al.) Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi... (Bambang Trisakti et al.) STANDARISASI KOREKSI DATA SATELIT MULTIWAKTU DAN MULTISENSOR (LANDSAT TM/ETM+ DAN SPOT-4) (STANDARDIZATION OF MULTI TEMPORAL AND MULTI

Lebih terperinci

KAJIAN METODE PENENTUAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU DAN SEBARAN VEGETASI AIR BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

KAJIAN METODE PENENTUAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU DAN SEBARAN VEGETASI AIR BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH KAJIAN METODE PENENTUAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU DAN SEBARAN VEGETASI AIR BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH Bambang Trisakti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN Jl. Lapan No.70, Pekayon-Pasar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS PENELITI PEREKAYASA (PKPP)

PENGEMBANGAN KAPASITAS PENELITI PEREKAYASA (PKPP) LAPORAN KEMAJUAN PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN DI DANAU

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012 JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

Peneliti: Bambang Trisakti, Nana Suwargana, I Made Parsa, Tatik Kartika, Sri Harini

Peneliti: Bambang Trisakti, Nana Suwargana, I Made Parsa, Tatik Kartika, Sri Harini [ H 23] PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN DI DANAU TEMPE DAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH 2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN Danau Rawa Pening, Provinsi Jawa Tengah PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH LI1020010101 PEDOMAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAN JAUH UNTUK MEMANTAU PARAMETER STATUS EKOSISTEM PERAIRAN DANAU (STUDI KASUS: DANAU RAWA PENING)

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAN JAUH UNTUK MEMANTAU PARAMETER STATUS EKOSISTEM PERAIRAN DANAU (STUDI KASUS: DANAU RAWA PENING) PEMANFAATAN DATA PENGINDERAN JAUH UNTUK MEMANTAU PARAMETER STATUS EKOSISTEM PERAIRAN DANAU (STUDI KASUS: DANAU RAWA PENING) Bambang Trisakti* ), Nana Suwargana* ), dan Joko Santo Cahyono* ) * ) Pusat Pemanfaatan

Lebih terperinci

KAJIAN KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU KERINCI BERDASARKAN PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DAN KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN

KAJIAN KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU KERINCI BERDASARKAN PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DAN KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN KAJIAN KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU KERINCI BERDASARKAN PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DAN KOEFISIEN ALIRAN PERMUKAAN Mukhoriyah*), Bambang Trisakti *) *) Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN e-mail:

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO Risma Fadhilla Arsy Abstrak : Penelitian di Daerah Aliran Sungai Oyo ini bertujuan mengesktrak parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan penggunaan air tidak serta-merta dapat sepenuhnya terpenuhi oleh sumberdaya air yang ada. Kebutuhan air dapat terpenuhi secara berkala dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan oleh makhluk hidup baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan sebagai penunjang kebutuhan dasar. Oleh karena itu, keberadaan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan paling mendasar untuk menunjang suatu kehidupan. Sifat-sifat air menjadikannya sebagai suatu unsur yang paling penting bagi makhluk hidup. Manusia

Lebih terperinci

LAMPIRAN III LAPORAN FORM A, B, C DAN D

LAMPIRAN III LAPORAN FORM A, B, C DAN D LAMPIRAN III LAPORAN FORM A, B, C DAN D JUDUL KEGIATAN: PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI KESESUAIAN BUDIDAYA PERIKANAN DARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi

Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Reklamasi Pola Sebaran Total Suspended Solid (TSS) di Teluk Jakarta Sebelum dan Sesudah Ahmad Arif Zulfikar 1, Eko Kusratmoko 2 1 Jurusan Geografi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat E-mail : Ahmad.arif31@ui.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN AIR SUB DAS TONDANO TERHADAP KUALITAS DANAU TONDANO MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN AIR SUB DAS TONDANO TERHADAP KUALITAS DANAU TONDANO MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH ANALISIS PERUBAHAN PENUTUP LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN AIR SUB DAS TONDANO TERHADAP KUALITAS DANAU TONDANO MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH Tatik Kartika, I Made Parsa, Sri Harini Pusat Pemanfaatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KODE JUDUL : H 23 LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGITAS PEMANFAATAN DATA INDERAJA UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI KUALITAS DANAU BAGI

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN ANALISIS PARAMETER KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN SUMENEP UNTUK PEMBUATAN PETA SEBARAN POTENSI IKAN PELAGIS (Studi Kasus : Total Suspended Solid (TSS)) Feny Arafah, Muhammad Taufik, Lalu Muhamad

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun 1994-2012 Miftah Farid 1 1 Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok

Lebih terperinci

PENDUGAAN LAJU EROSI TANAH MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT DAN SPOT (SOIL EROSION RATE ESTIMATION USING LANDSAT AND SPOT)

PENDUGAAN LAJU EROSI TANAH MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT DAN SPOT (SOIL EROSION RATE ESTIMATION USING LANDSAT AND SPOT) Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 2 Desember 2014 :88-101 PENDUGAAN LAJU EROSI TANAH MENGGUNAKAN DATA SATELIT LANDSAT DAN SPOT (SOIL EROSION RATE ESTIMATION USING LANDSAT AND SPOT) Bambang Trisakti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan lahan yang sangat intensif serta tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan menimbulkan adanya degradasi lahan. Degradasi lahan yang umum terjadi

Lebih terperinci

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Kepala LAPAN Manfaat data satelit penginderaan jauh Perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL DEBIT ALIRAN PERMUKAAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL DEBIT ALIRAN PERMUKAAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH KAJIAN DISTRIBUSI SPASIAL DEBIT ALIRAN PERMUKAAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH Bambang Trisakti, Kuncoro Teguh, dan Susanto Peneliti Pusat Pengembangan Pemanfaatan

Lebih terperinci

Pola Spasial dan Temporal Total Suspended Solid (TSS) dengan Citra SPOT di Estuari Cimandiri, Jawa Barat

Pola Spasial dan Temporal Total Suspended Solid (TSS) dengan Citra SPOT di Estuari Cimandiri, Jawa Barat Pola Spasial Temporal Total Suspended Solid (TSS) dengan Citra SPOT di Estuari Cimandiri, Jawa Barat Naili Fathiyah 1, Tjiong Giok Pin 2, Ratna Saraswati 3 1 Mahasiswa Departemen Geografi. Fakultas MIPA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODA KOREKSI RADIOMETRIK CITRA SPOT 4 MULTI-SPEKTRAL DAN MULTI-TEMPORAL UNTUK MOSAIK CITRA

PENGEMBANGAN METODA KOREKSI RADIOMETRIK CITRA SPOT 4 MULTI-SPEKTRAL DAN MULTI-TEMPORAL UNTUK MOSAIK CITRA PENGEMBANGAN METODA KOREKSI RADIOMETRIK CITRA SPOT 4 MULTI-SPEKTRAL DAN MULTI-TEMPORAL UNTUK MOSAIK CITRA Kustiyo *), Ratih Dewanti *), Inggit Lolitasari *) *) Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LAPORAN PRAKTIKUM II GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA Tanggal Penyerahan : 2 November 2016 Disusun Oleh : Kelompok : 7 (Tujuh) Achmad Faisal Marasabessy / 23-2013-052 Kelas : B

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecamatan Kejajar merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Pegunungan Dieng Kabupaten Wonosobo dengan kemiringan lereng > 40 %. Suhu udara Pegunungan Dieng

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL Grace Idolayanti Moko 1, Teguh Hariyanto 1, Wiweka 2, Sigit Julimantoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI SALAH SATU SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR (STUDI KASUS DI DELTA SUNGAI WULAN KABUPATEN DEMAK) Septiana Fathurrohmah 1, Karina Bunga Hati

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO Ima Nurmalia Permatasari 1, Viv Dj. Prasita 2 1) Mahasiswa Jurusan Oseanografi, Universitas Hang Tuah 2) Dosen Jurusan Oseanografi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Drs. Dede Sugandi, M.Si. Drs. Jupri, MT. Nanin Trianawati Sugito, ST., MT. Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil 4.1.1. Digitasi dan Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Mangrove Digitasi terhadap citra yang sudah terkoreksi dilakukan untuk mendapatkan tutupan vegetasi mangrove di

Lebih terperinci

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo)

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Nurul Aini Dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Hutan berperan penting dalam menjaga kesetabilan iklim global, vegetasi hutan akan memfiksasi CO2 melalui proses fotosintesis. Jika hutan terganggu maka siklus CO2

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, KAJIAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HILIR MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTI TEMPORAL (STUDI KASUS: KALI PORONG, KABUPATEN SIDOARJO) Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Mangrove didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung, hutan yang tumbuh terutama pada tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang berpotensi untuk dikembangkan dan didayagunakan bagi pemenuhan berbagai kepentingan. Danau secara

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak A123-04-1-JW Hatulesila Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon Jan Willem Hatulesila 1), Gun Mardiatmoko 1), Jusuph Wattimury 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan

Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan Lalu Muhamad Jaelani, Fajar Setiawan, Hendro Wibowo, Apip Lalu Muhamad Jaelani, Ph.D

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 3.1 Data BAB III PEMBAHASAN Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa : 1. Citra Landsat-5 TM, path 122 row 065, wilayah Jawa Barat yang direkam pada 2 Juli 2005 (sumber: LAPAN). Band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang dikenal dengan sumberdaya alamnya yang sangat melimpah seperti sumberdaya lahan, hutan, air, hasil tambang, dan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Sumber Energi Resolusi (Spasial, Spektral, Radiometrik, Temporal) Wahana Metode (visual, digital, otomatisasi) Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang harus ditanggulangi. Fenomena alam ini menjadi penyebab utama terbentuknya lahan kritis, terutama jika didukung

Lebih terperinci