1 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia"

Transkripsi

1 1 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia

2 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Direktorat Pengedaran Uang

3 DAFTAR ISI PENDAHULUAN...2 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA...6 TRANSFER ELEKTRONIK MELALUI SISTEM BI- RTGS DAN SKNBI... 7 CEK DAN BILYET GIRO... 9 ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU (APMK) KARTU KREDIT ACCOUNT BASED CARD (KARTU ATM DAN DEBET) UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) PERKEMBANGAN DELIVERY CHANNEL PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN OLEH BANK INDONESIA KINERJA SISTEM BI-RTGS MANAJEMEN LIKUIDITAS SISTEM BI-RTGS KINERJA SISTEM KLIRING MANAJEMEN LIKUIDITAS SISTEM KLIRING CEK/BILYET GIRO KOSONG PETA PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA KEBIJAKAN DALAM MENDORONG EFISIENSI INDUSTRI SISTEM PEMBAYARAN...24 MENDORONG TERBENTUKNYA STANDAR BERSAMA KARTU ATM/DEBET...24 MENDORONG INTEROPERABILITY PEMBENTUKAN SELF REGULATORY ORGANIZATION SISTEM PEMBAYARAN MITIGASI RISIKO KLIRING WARKAT DEBET EFISIENSI LIKUIDITAS UNTUK SETELMEN DALAM SISTEM BI-RTGS MITIGASI RISIKO SETELMEN TRANSAKSI PERDAGANGAN VALUTA ASING ANTARBANK DI INDONESIA EFISIENSI MANAJEMEN PENGELOLAAN REKENING PEMERINTAH PERUBAHAN BATAS TRANSFER ANTAR PENERBIT MELALUI MESIN ATM KOMITMEN DAN KERJASAMA ASEANPAY KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG PERLINDUNGAN HUKUM DALAM TRANSAKSI SISTEM PEMBAYARAN POLA PENGATURAN SISTEM BI-RTGS YANG MENGACU PADA CORE PRINCIPLES FOR SISTEMICALLY PAYMENT SISTEMS KEBIJAKAN DAN ARAH SISTEM PEMBAYARAN TAHUN BABAK BARU APMK DAN UANG ELEKTRONIK EFISIENSI HIGH-VALUE PAYMENT SISTEM MELALUI PENGEMBANGAN SISTEM BI-RTGS GENERASI II PEMBENTUKAN SELF REGULATORY ORGANIZATION PERIZINAN KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG EFISIENSI KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG (KUPU) IMPLEMENTASI STANDARISASI KARTU ATM/DEBET BERBASIS CHIP INTEROPERABILITY SISTEM UANG ELEKTRONIK INISIASI PENGEMBANGAN NATIONAL PAYMENT GATEWAY (NPG) OVERSIGHT SP FOKUS DAN METODE OVERSIGHT SP PEMENUHAN CP-SIPS DALAM RANGKA ASSESMENT DAN MITIGASI RISIKO PENYELENGGARAAN BI-RTGS ISSUES PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DI LUAR BANK INDONESIA NON PERFORMING LOAN KARTU KREDIT IMPLEMENTASI CHIP PADA KARTU KREDIT... 49

4 GESEK TUNAI DAN PENGGUNAAN PENGACARA OLEH PEMEGANG KARTU KREDIT ISU DAN LANGKAH STRATEGIS DALAM PELAKSANAAN TUGAS DI BIDANG PENGEDARAN UANG...54 PERKEMBANGAN INDIKATOR PENGEDARAN UANG DAN TEMUAN UANG PALSU...58 PERKEMBANGAN UANG KARTAL YANG DIEDARKAN (UYD) PERKEMBANGAN ALIRAN KELUAR DAN MASUK UANG KARTAL MELALUI BI POSISI KAS BANK INDONESIA PEMUSNAHAN UANG PERKEMBANGAN TEMUAN UANG PALSU KEBIJAKAN PENGEDARAN UANG...68 KETERSEDIAAN UANG RUPIAH YANG BERKUALITAS PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGADAAN UANG RUPIAH MELAKUKAN SURVEI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP PECAHAN UANG RUPIAH PERSIAPAN PENCETAKAN UANG KERTAS PECAHAN RP PENGEMBANGAN LABORATORIUM UANG DAN BAHAN UANG LAYANAN KAS PRIMA MENGOPTIMALKAN LAYANAN KAS PENGEMBANGAN KERJASAMA LAYANAN KAS YANG BERBASIS TANPA FEE LAYANAN KAS BI DI LUAR KANTOR PENERAPAN KETENTUAN MENGENAI SETORAN BAYARAN BANK IMPLEMENTASI FUNGSI CASH CENTRE KAJIAN EFEKTIVITAS LAYANAN KAS LUAR KANTOR OLEH PIHAK KETIGA PENINGKATAN MUTU KETERAMPILAN DAN KEMAMPUAN KASIR PENGEDARAN UANG YANG AMAN, HANDAL, DAN EFISIEN KEGIATAN DAN INFORMASI PENDUKUNG DALAM TUGAS PENGEDARAN UANG...80 KEGIATAN MUSEUM ARTHA SUAKA PEMBENTUKAN PERHIMPUNAN KASIR WILAYAH JAKARTA PENILAIAN KINERJA BI DALAM PELAKSANAAN TUGAS DI BIDANG PENGEDARAN UANG...84 SURVEI KETERSEDIAAN UANG RUPIAH SURVEI KEPUASAN LAYANAN KAS SURVEI TERHADAP KEMAMPUAN MASYARAKAT DALAM MENGENALI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH ARAH KEBIJAKAN DAN RENCANA PENGEMBANGAN BIDANG PENGEDARAN UANG RENCANA DAN STRATEGI PENGADAAN UANG RENCANA KEBUTUHAN DAN STRATEGI DISTRIBUSI UANG PENGEMBANGAN KEBIJAKAN SETORAN BAYARAN PENGEMBANGAN LAYANAN KAS TANPA FEE MENGELUARKAN DAN MENGEDARKAN UANG KERTAS PECAHAN RP PENANGGULANGAN PEREDARAN UANG PALSU MELALUI PERLUASAN SOSIALISASI IKLAN LAYANAN MASYARAKAT MENGENAI CIRI-CIRI KEASLIAN UANG RUPIAH, SEMINAR PEMBERANTASAN UANG PALSU, SERTA PENINGKATAN KERJASAMA DENGAN PIHAK TERKAIT PENGEMBANGAN LABORATORIUM UANG MELAKSANAKAN PENELITIAN DAN KAJIAN KAJIAN PENGEMBANGAN LAYANAN KAS BANK INDONESIA GUNA MEMENUHI KEBUTUHAN UANG KARTAL... 90

5 1 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Pendahuluan

6 2 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Pendahuluan telah mengubah penggunaan warkat transfer (nota kredit) menjadi alat pembayaran elektronik (paperless). Hal ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pengembangan alat pembayaran elektronik yang telah lebih dahulu diterapkan oleh Bank Indonesia melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI- RTGS) sejak tahun Bahkan untuk kalangan perbankan, evolusi alat pembayaran dalam bentuk paperless ini telah mulai berkembang jauh sebelum tahun Sistem pembayaran adalah sistem yang berkaitan dengan kegiatan pemindahan dana dari satu pihak kepada pihak lain yang melibatkan berbagai komponen sistem pembayaran, antara lain alat pembayaran, kliring, dan setelmen. Dalam prakteknya, kegiatan sistem pembayaran melibatkan berbagai lembaga yang berperan sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran maupun penyelenggara pendukung jasa sistem pembayaran seperti bank, lembaga keuangan selain bank, dan bahkan perorangan. Dalam perkembangannya, sistem pembayaran yang merupakan salah satu pilar penopang stabilitas sistem keuangan telah berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan teknologi. Di sisi lain, perkembangan teknologi juga telah mendorong berkembangnya alat pembayaran dari yang semula cash based menjadi non cash based. Selanjutnya, non cash based instrument ini telah menjadi sedemikian canggih sehingga tidak lagi berbasis kertas (paper based) melainkan telah berevolusi ke bentuk paperless. Sudah barang tentu alat pembayaran yang paperless membutuhkan infrastruktur teknologi tinggi dan juga suatu legal regime yang berbeda dari alat pembayaran yang berbasis kertas. Evolusi alat pembayaran dalam bentuk paperless diadopsi oleh Bank Indonesia dengan penerapan Sistem Kliring Nasional (SKN) yang secara signifikan Sejalan dengan berkembangnya alat pembayaran, volume dan nilai transaksi melalui alat pembayaran non tunai baik dalam bentuk paper-based, card-based maupun elektronik lainnya dari tahun ke tahun juga hampir selalu menunjukkan trend peningkatan. Tahun 2008 peningkatan yang cukup signifikan terlihat dari transaksi Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK), khususnya kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Di sisi alat pembayaran elektronik, peningkatan volume terlihat dalam pembayaran antar bank melalui sistem BI-RTGS. Sementara itu, penggunaan alat pembayaran berbasis warkat (paper based) juga menunjukkan peningkatan meskipun dalam jumlah yang kecil. Seluruh perkembangan sistem pembayaran baik perkembangan dari sisi alat pembayaran, transaksi, maupun penyelenggaraan sistem pembayaran itu sendiri memberikan konsekuensi terhadap tingkat risiko yang harus dikelola oleh para pelaku sistem pembayaran. Berdasarkan hal tersebut, seluruh bank sentral semakin concern dengan perkembangan sistem pembayaran, termasuk Bank Indonesia dengan pertimbangan, pertama, Bank Indonesia sangat berkepentingan atas terjaganya stabilitas penyelenggaraan sistem pembayaran yang dikategorikan Sistemically Important Payment Sistem (SIPS), yaitu sistem yang memproses transaksi-transaksi pembayaran yang bernilai besar. Concern Bank Indonesia berkaitan dengan potensi risiko sistemik dari sistem pembayaran tersebut. Masih dalam Halaman 2

7 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 3 kerangka terjaganya stabilitas penyelenggaraan sistem pembayaran, Bank Indonesia juga berkepentingan atas terjaganya stabilitas penyelenggaraan sistem pembayaran yang dikategorikan Sistem Wide Important Payment Sistem (SWIPS), yaitu sistem yang secara luas digunakan oleh masyarakat umum. Kedua, Bank Indonesia sangat berkepentingan atas terciptanya efisiensi sistem pembayaran baik yang diselenggarakan Bank Indonesia maupun di luar Bank Indonesia. Untuk menunjang hal tersebut, sepanjang tahun 2008 kebijakan yang ditempuh lebih terfokus untuk mewujudkan efisiensi dimaksud. Upaya ini ditempuh antara lain dengan memfasilitasi terwujudnya interoperability atau interkoneksi sistem antar penerbit dalam industri kartu ATM/Debet. Selain itu, pembentukan Self Regulatory Organization (SRO) industri kartu kredit telah pula dilakukan antara lain untuk mempercepat terwujudnya integrasi infrastruktur yang lebih efisien. Perkembangan sistem pembayaran juga tidak dapat dilepaskan dari peran regulator dalam hal ini Bank Indonesia dalam memberikan kesetaraan akses (equitable access) ke dalam sistem pembayaran. Bank Indonesia memberikan kesempatan yang sama kepada bank maupun lembaga non bank untuk berperan dalam sistem pembayaran guna mendukung terwujudnya iklim usaha yang kondusif yang senantiasa memperhatikan aspek keamanan dan perlindungan konsumen. Di sisi lain, disadari sepenuhnya bahwa transaksi pembayaran ritel di masyarakat masih banyak yang dilakukan secara tunai dengan menggunakan uang kartal. Pembayaran dengan uang kertas atau logam memang sangat sederhana karena tidak melibatkan mekanisme kliring maupun setelmen. Pada kondisi tertentu, pembayaran tunai memang sangat convenient karena mudah dan cepat. Namun demikian, penggunaan uang kartal sebagai alat pembayaran mulai menimbulkan masalah terutama terkait dengan mahalnya biaya cash handling, besarnya risiko pencurian dan perampokan, serta risiko uang palsu. Selain itu, bagi pelaku pembayaran, pembayaran menggunakan uang kartal juga mengakibatkan turunnya efisiensi misalnya sebagai akibat dari panjangnya antrian di sentra-sentra pembayaran dan pemborosan lainnya yang diakibatkan oleh waktu tunggu untuk melakukan pembayaran. Namun terlepas dari berbagai kendala alat pembayaran tunai, penggunaan uang kartal di kalangan masyarakat Indonesia masih cukup tinggi. Perkembangan uang kartal dalam kegiatan transaksi masyarakat sepanjang tahun 2008 cukup signifikan yang dipengaruhi antara lain oleh tekanan inflasi yang terjadi sejak triwulan 2 dan krisis keuangan global pada awal triwulan 4. Secara tahunan, rata-rata pertumbuhan uang kartal yang diedarkan (UYD) tercatat mencapai pertumbuhan tertinggi selama 10 tahun terakhir. Laju pertumbuhan UYD rata-rata pada tiga triwulan pertama menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Namun, pada triwulan 4 terjadi perlambatan pertumbuhan. Perlambatan pertumbuhan di triwulan 4 tersebut terutama dipengaruhi oleh faktor musiman serta indikasi dampak krisis keuangan global terhadap perilaku penggunaan uang kartal. Sejalan dengan kenaikan permintaan uang kartal, kegiatan pengedaran uang di tahun 2008 berupa aliran uang kartal keluar (outflow) dan aliran uang kartal masuk (inflow) serta pemusnahan uang kartal juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Di tengah periode krisis keuangan global dan menjelang berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, jumlah temuan uang palsu juga menunjukkan kenaikan sebesar 16,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Menghadapi berbagai dinamika perkembangan ekonomi yang masih dipengaruhi oleh dampak krisis global, Bank Indonesia merespon dengan menetapkan kebijakan di bidang pengedaran uang yang terfokus pada upaya efisiensi dan optimalisasi baik di bidang layanan, operasional kas, serta mendorong peningkatan manajemen pengelolaan uang kartal perbankan dengan tetap Halaman 3

8 4 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia memperhatikan misi Bank Indonesia di bidang pengedaran uang, yaitu pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, nominal yang sesuai, layak edar, dan tepat waktu. Kebijakan yang terfokus pada upaya efisiensi dan optimalisasi di bidang pengedaran uang tersebut secara eksternal berpengaruh terhadap optimalisasi manajemen likuiditas perbankan dan secara internal berdampak terhadap efisiensi biaya dan optimalisasi sumber daya. Kondisi ini pada gilirannya dapat berperan serta dalam menjaga stabilitas perekonomian dalam menghadapi dampak gejolak krisis keuangan global. Selanjutnya, untuk mengantisipasi peningkatan temuan uang palsu, upaya penanggulangan beredarnya uang palsu masih menjadi fokus kebijakan yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Penjabaran kebijakan pengedaran uang di tahun 2008 dalam mendukung upaya optimalisasi dan efisiensi pengedaran uang mengacu pada tiga pilar pengedaran uang, yaitu 1) ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, 2) layanan kas prima, dan 3) pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien. Kebijakan dalam rangka mengupayakan ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas dilakukan antara lain dengan merencanakan kebutuhan uang Rupiah secara komprehensif yang didukung dengan realisasi pengadaan uang baru yang berkualitas dan tepat waktu, mencabut dan menarik uang kertas Rupiah yang sudah tidak layak edar, serta meningkatkan penanggulangan pengedaran uang palsu. Upaya yang dilakukan dalam mendukung layanan kas prima sepanjang tahun 2008 meliputi optimalisasi layanan kas oleh satuan kerja kas baik di dalam maupun di luar kantor, pengembangan kerjasama layanan kas tanpa fee, penerapan ketentuan mengenai setoran bayaran bank, implementasi fungsi cash centre serta peningkatan kemampuan kasir. Sedangkan terkait dengan strategi yang ditempuh dalam mengupayakan pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien meliputi realisasi dan pelaksanaan distribusi uang secara aman, lancar, efisien, dan tepat waktu. Selain itu dilakukan optimalisasi kinerja sarana pengolahan uang dan pengembangan informasi yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Dalam rangka menjaga konsistensi kebijakan dan acuan pokok dalam pelaksanaan kegiatan pengedaran uang dalam jangka menengah panjang, di tahun 2008 disusun draft awal penyempurnaan blue print Manajemen Pengedaran Uang (MPU) yang meliputi grand design uang, grand design perencanaan kebutuhan uang, grand design pengadaan uang dan pemenuhan bahan uang, grand design penanggulangan uang palsu dan kejahatan mata uang, grand design distribusi uang, grand design pengolahan uang, dan grand design manajemen layanan kas. Halaman 4

9 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 5 Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia Halaman 5

10 6 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia Pemantauan terhadap perkembangan aktivitas sistem pembayaran merupakan salah satu komponen yang digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai kegiatan perekonomian. Hal ini dikarenakan aktivitas sistem pembayaran pada setiap harinya secara langsung merefleksikan berbagai kondisi yang terjadi secara makro pada sistem keuangan maupun aktivitas mikro perekonomian masyarakat. Refleksi yang sangat jelas terlihat adalah ketika terjadi shock dalam perekonomian, seperti dalam kasus krisis ekonomi pada periode laporan ini dimana kondisi perekonomian yang melambat berkorelasi dengan turunnya perputaran transaksi dari pelaku ekonomi. Kasus segmentasi likuiditas perbankan dampak dari kekhawatiran bank terhadap risiko gagal bayar apabila mereka meminjamkan kelebihan likuiditasnya kepada bank lain juga tercermin di aktivitas transaksi Pasar Uang Antara Bank (PUAB) yang cenderung menurun. Di sisi lain, manajemen makro ekonomi baik fiskal maupun moneter juga tergambar jelas dari aktivitas sistem pembayaran. Naik turunnya pembelanjaan negara maupun pembayaran pajak masyarakat juga dilakukan di sistem pembayaran. Demikian pula kegiatan operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas di masyarakat juga ditransmisikan langsung melalui sistem pembayaran. Sistem pembayaran dan segala aspeknya turut pula mempengaruhi penggunaan uang oleh para pelaku ekonomi baik skala makro maupun mikro. Transaksi pembayaran modern yang didominasi oleh penggunaan dana pada rekening bank dapat secara cepat menambah ataupun mengurangi masing-masing rekening pelaku ekonomi di sistem perbankan. Keseluruhan ilustrasi tersebut menjelaskan bagaimana eratnya hubungan aktivitas ekonomi dengan uang. Korelasi lainnya dapat kita lihat dari pengaruh efisiensi sistem pembayaran terhadap pola penggunaan uang. Dahulu pada saat proses setelmen transaksi belum sedemikian cepat, adanya leg waktu mengakibatkan nilai uang tidak serta merta menambah rekening pelaku ekonomi di sistem perbankan karena adanya float (dana yang belum dibukukan di rekening pelaku ekonomi). Konsekuensinya, terdapat aktivitas produksi yang ditunda karena kemampuan pelaku untuk melakukan transaksi lainnya menjadi terbatas. Saat ini dengan disain sistem pembayaran modern, float tersebut dapat dihilangkan sehingga begitu instruksi transfer dilakukan maka pada hari yang sama langsung mempengaruhi saldo rekening pengirim dan penerima. Modernisasi pembayaran erat kaitannya dengan elektronisasi mekanisme maupun instrumen pembayaran. Mekanisme dan instrumen pembayaran konvensional secara bertahap mulai beralih ke instrumen yang bersifat elektronik. Perbankan selaku pionir dalam penggunaan instrumen elektronik telah menerapkan segala bentuk transfer dana secara elektronik. Bank Indonesia sendiri telah melakukan elektronisasi sistem pembayaran sejak diimplementasikannya sistem setelmen antarbank melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada tahun Sejak itu, penggunaan instrumen elektronik antarbank pun semakin beragam. Desain sistem BI-RTGS ditujukan untuk memproses transaksi large value interbank fund transfer. Karena sifatnya yang real time, otomasi pada large value ini selain memudahkan perbankan dalam mengelola likuiditasnya juga telah meningkatkan kemampuan likuiditas bagi bank-bank tersebut. Selain itu, aktivitas PUAB menjadi semakin fleksibel dan lebih Halaman 6

11 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 7 likuid sehingga dapat mengurangi ketergantungan bank terhadap bank sentral. Dalam perjalanannya, karena tuntutan dalam kecepatan bertransaksi, sistem BI-RTGS ini tidak selalu didominasi oleh transaksi large value. Masyarakat selaku nasabah bank juga telah memanfaatkan fasilitas sistem BI-RTGS untuk transaksi nilai kecil. Kemudahan dan kecepatan transaksi menjadi faktor pendorong bagi masyarakat untuk menggunakan sistem BI-RTGS dalam melakukan transfer dana meskipun dengan konsekuensi biaya lebih tinggi dibandingkan transfer melalui sistem kliring. Tidak hanya untuk transaksi large value, elektronisasi sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia juga dilakukan pada retail payment, dalam hal ini sistem kliring Bank Indonesia. Sejak pertengahan 2005, transfer kredit melalui kliring sudah dimungkinkan dilakukan secara elektronik melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang layanannya telah terintegrasi secara nasional khususnya untuk transaksi kliring kredit. SKNBI diharapkan dapat mendukung aktivitas pelaku ekonomi khususnya untuk retail payment. Elektronisasi sistem pembayaran juga ditandai dengan berkembangnya inovasi fitur dalam alat pembayaran retail. Perkembangan APMK misalnya, apabila dibandingkan dengan 2 tahun lalu jumlah transaksinya meningkat dengan pesat, bahkan pada periode tahun 2008 nilai transaksi APMK sudah melebihi nilai transaksi kliring antar bank yang diselenggarakan Bank Indonesia. Demikian halnya dengan instrumen uang elektronik yang baru muncul sejak April 2007 lalu, dari sisi transaksi juga telah menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi belakangan ini. Transfer Elektronik melalui sistem BI- RTGS dan SKNBI Penggunaan transfer elektronik sebagai instrumen pembayaran telah meluas di masyarakat. Beragam fasilitas pembayaran yang ditawarkan perbankan saat ini sebagian besar menggunakan transfer elektronik. Terkadang sulit bagi masyarakat untuk menggambarkan instrumen transfer elektronik, karena berbeda dengan instrumen pembayaran lainnya, fisik transfer elektronik tidak dapat dipegang atau disentuh secara langsung seperti kertas atau kartu, namun menggunakan media pengantar atau pengirim seperti komputer, handphone atau perangkat lainnya. Transfer elektonik biasanya berbentuk pesan yang isinya merupakan informasi mengenai jumlah dana yang dikirim, identitas pengirim, identitas penerima atau informasi lain terkait pengiriman dana. Meskipun bentuk pesannya sama, namun media dan pemrosesannya dapat berbeda-beda tergantung dari sistem masing-masing penyelenggara. Dilihat dari jumlah dan nilai transaksinya, Bank Indonesia merupakan penyelenggara transfer elektronik terbesar di Indonesia. Selain Bank Indonesia, bank umum juga menjadi penyelenggara transfer elektronik dengan menyediakan fasilitas phone banking atau mobile banking sebagai delivery channelnya. Tidak hanya bank umum, perusahaan telekomunikasi, badan usaha lainnya, dan perorangan pun kini telah menawarkan jasa transfer tersebut. Dari sisi Bank Indonesia, saat ini menyelenggarakan dua sistem pemrosesan transfer elektronik yaitu SKNBI dan Sistem BI-RTGS. SKNBI disediakan khusus untuk transfer elektronik yang nilainya kurang dari Rp100 juta, sementara sistem BI-RTGS meskipun nilainya tidak dibatasi, namun sistem transfer ini ditujukan untuk memproses transfer dengan nilai besar. Pemrosesan transfer elektronik melalui sistem BI-RTGS lebih cepat dibandingkan dengan SKNBI. Mengapa demikian, karena proses pengiriman dana melalui sistem BI-RTGS bersifat real time 1 sementara pada SKNBI yang merupakan sistem kliring, penyelesaian akhir dilakukan secara netting 2 pada akhir hari. 1 Real Time Settlement adalah proses penyelesaian akhir transaksitransaksi pembayaran yang dilakukan pada saat itu juga. Sehingga transfer dana antar peserta penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 2 Netting settlement adalah proses penyelesaian akhir transaksitransaksi pembayaran yang dilakukan pada akhir suatu periode (end of day), dengan melakukan offsetting antara kewajiban-kewajiban Halaman 7

12 8 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Selama tahun 2008, aktivitas transfer elektronik yang diproses oleh Bank Indonesia mencapai nilai Rp44,8 ribu triliun dengan volume sebesar 53,3 juta transaksi atau rata-rata harian nilai dan volumenya mencapai Rp188,3 triliun dan 223,9 ribu transaksi. Dibandingkan dengan aktivitas pada tahun 2007, nilai dan volume penggunaan transfer elektronik meningkat sebesar 15,6% dan 5,0%. Juta Transaksi SKNBI RTGS Perkembangan Transaksi Elektronik transfer (Volume) Rp Ribu Triliun SKNBI RTGS Perkembangan Transaksi Elektronik transfer (Nilai) Sejak 5 tahun terakhir, aktivitas transaksi transfer elektronik melalui sistem BI-RTGS terus meningkat, pertumbuhannya mencapai 20% pertahun untuk volume dan 19% untuk nilai. Pertumbuhan yang cukup tinggi ini tidak lepas dari meningkatnya aktivitas ekonomi dan kebutuhan pelaku ekonomi akan sarana pembayaran yang cepat dan efisien. Nilai perputaran transaksi elektronik yang diproses melalui sistem BI- RTGS mencapai rata-rata perhari sebesar Rp184,2 triliun di tahun Dengan nilai yang tinggi ini, sistem BI-RTGS dikategorikan sebagai SIPS atau sistem pembayaran dengan hak-hak penerimaan, sehingga pada akhirnya hanya akan ada 1 net hak atau kewajiban yang akan di-settle untuk masing-masing rekening peserta. yang memproses transaksi potensi risiko sistemik. bernilai besar dengan Volume Volume Naik/Turun(%) PUAB % Nasabah % Transaksi Valas % Setelmen Pasar Modal % Pemerintah % Pengelolaan Moneter % Setelmen Kliring % Lainnya % Total % Sumber : EDW BI - SP Nilai (dalam Triliun) Jenis Transaksi Naik/Turun(%) PUAB % Nasabah % Transaksi Valas % Setelmen Pasar Modal % Pemerintah % Pengelolaan Moneter % Setelmen Kliring % Lainnya % Total % Sumber : EDW BI - SP Volume dan Nilai per jenis transaksi Transaksi transfer elektronik yang diproses melalui sistem BI-RTGS sangat beragam mulai dari transaksi transfer antar nasabah, PUAB, valas, pasar modal, pengelolaan moneter sampai transaksi yang dilakukan untuk kepentingan pemerintah. Berdasarkan volumenya, selama tahun 2008 jenis transaksi transfer antar nasabah bank merupakan transaksi terbesar sebesar 8,5 juta atau proporsinya mencapai 82,22%. Sementara dari sisi nilai, transaksi transfer untuk pengelolaan moneter menempati posisi tertinggi sebesar Rp17,35 ribu triliun atau proporsinya mencapai 39,25%. Transfer antar nasabah bank sangat banyak dilakukan melalui sistem BI-RTGS karena bagi masyarakat pengguna jasa perbankan, sistem BI-RTGS dinilai cukup kompetitif dalam memproses transfer dana secara cepat. Tingginya transfer dana dalam rangka pengelolaan moneter tidak lain karena aktivitas Bank Indonesia untuk kepentingan pengelolaan moneter relatif tinggi dimana nilai pertransaksinya rata-rata mencapai Rp248,7 milyar selama tahun Nilai ini Halaman 8

13 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 9 wajar mengingat kebutuhan likuiditas harian untuk penjagaan stabilitas sistem moneter dan sistem keuangan juga tinggi. Proporsi volume dan nilai transfer elektronik berdasarkan jenis transaksi tergambar dalam grafik dibawah ini. wilayah di Indonesia. Meskipun transaksi transfer elektronik melalui SKNBI nilainya di bawah Rp 100 juta, namun volume perputarannya cukup tinggi, selama tahun 2008 mencapai 49,5 juta dengan nilai sebesar Rp 514,5 triliun atau rata-rata hariannya sebanyak 202 ribu dengan nilai mencapai Rp2,1 triliun. Dilihat dari sisi pelaku transaksi, SKNBI sepenuhnya memproses aktivitas transfer elektronik antar nasabah bank. Cek dan Bilyet Giro Komposisi Per jenis Transaksi (Volume) Komposisi Per jenis Transaksi (Nilai) Sejalan dengan besarnya volume transaksi transfer untuk nasabah, pengguna transfer elektronik terbesar adalah nasabah bank 82,22%, pemerintah 3,32%, Valas 1,48%, perbankan 1,08% dan Bank Indonesia 0,67%. Transfer perbankan biasanya dilakukan untuk aktivitas PUAB, perdagangan valas, dan pasar modal. Sementara transfer pemerintah pada umumnya untuk pendistribusian anggaran, pembiayaan proyek, pajak, pembayaran subsidi dan kegiatan rutin pemerintah lainnya. Transfer elektronik melalui sistem kliring sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1998 dengan sistem kliring elektronik yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Namun demikian, pada awal pengembangannya cakupan wilayah kliring masih terbatas yaitu hanya di Jakarta dan sekitarnya. Sejak diimplementasikannya SKNBI pada tahun 2005, cakupan layanan SKNBI telah menjangkau seluruh Instrumen pembayaran non tunai dalam bentuk cek dan bilyet giro merupakan instrumen pembayaran yang sudah lama digunakan oleh masyarakat untuk bertransaksi. Walaupun dalam kurun waktu 4 tahun ini telah muncul ragam instrumen pembayaran baru yang lebih praktis dan efisien, terlihat masih terdapat segmen tertentu dalam masyarakat yang masih memilih untuk menggunakan cek dan bilyet giro. Hal ini terlihat dari peningkatan penggunaan cek dan bilyet giro sebesar 6,1% yaitu dari 39 juta transaksi pada tahun 2007 menjadi 42 juta transaksi di tahun Sementara itu di sisi nilai meningkat 23,9% dari Rp0,9 ribu triliun (2007) menjadi 1,2 ribu triliun ( 2008). Dari jumlah tersebut, porsi cek sebesar 12,4% dan sisanya adalah bilyet giro. Apabila dilihat dari pertumbuhannya, dibanding tahun sebelumnya pertumbuhan cek lebih tinggi dibanding bilyet giro. Volume cek yang dikliringkan mencapai 3,6 juta transaksi dengan nilai Rp153,7 triliun, atau meningkat 8,8% (volume) dan 25,1% (nilai). Sementara itu di sisi bilyet giro, volume yang dikliringkan mencapai 38,2 juta transaksi dengan nilai sebesar Rp1.077,9 triliun, atau mengalami peningkatan 5,9% di sisi volume dan 23,9% di sisi nilai. Halaman 9

14 10 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Juta Transaksi 4.00 Cek 3.50 BG Perkembangan penyerahan Cek/BG berdasarkan volume Rp Triliun 120 Cek 100 BG Perkembangan penyerahan Cek/BG berdasarkan nilai bank untuk menjadi penerbit kartu kredit. Bahkan beberapa bank yang fokus bisnisnya sebagai corporate banking atau UMKM mulai mencari celah di pangsa kredit retail khususnya kredit konsumsi ini. Dorongan bank untuk memasuki industri kartu kredit juga disebabkan oleh pangsa pasar di Indonesia yang masih terbuka untuk pengembangan kartu kredit. Salah satu faktor untuk melihat potensi pasar tersebut adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif dengan jumlah pemegang kartu kredit. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa dari kurang lebih 230 juta penduduk Indonesia saat ini terdapat 127 juta penduduk yang tergolong dalam usia produktif (usia tahun). Sementara itu, jumlah kartu kredit per Desember 2008 mencapai 11,5 juta kartu. Asumsi, 1 orang memiliki 2 kartu kredit, maka saat ini jumlah pemegang kartu kredit di Indonesia dibandingkan dengan potensi pasar yang ada (jumlah penduduk usia produktif) baru mencapai 4,5%. Berdasarkan kondisi tersebut, pasar di Indonesia tentunya masih menarik untuk bisnis kartu kredit. Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) Kartu Kredit Kartu kredit mulai berkembang di Indonesia sekitar tahun 90-an dan hanya dimiliki oleh kalangan tertentu saja. Dalam perkembangannya, institusi keuangan khususnya perbankan mulai banyak menggarap bisnis ini. Selain menawarkan keuntungan yang tinggi, pada saat itu segmen penggunanya merupakan kalangan atas dimana eksposur risiko gagal bayar dianggap relatif kecil. Hal ini semakin menarik minat banyak bank untuk masuk dalam industri kartu kredit tersebut. Industri kartu kredit berkembang pesat seiring dengan banyaknya bank yang menjadi penerbit kartu kredit. Bank-bank yang semula tidak terjun ke kredit konsumsi retail mulai ikut merambah ke bisnis kartu kredit. Iming-iming potensi keuntungan yang besar walaupun sebenarnya hal tersebut untuk meng-cover risiko yang sangat tinggi, tidak menyurutkan minat Potensi pengembangan bisnis kartu kredit juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti gaya hidup dan tuntutan kemudahan serta kenyamanan dalam bertransaksi. Image memiliki status yang tinggi bagi pemegang kartu kredit turut mendorong masyarakat untuk memiliki uang plastik ini. Fenomena gaya hidup uang plastik ini dengan cepat menjadi trigger bagi berbagai lapisan masyarakat untuk memiliki kartu kredit. Selain itu, upaya marketing yang gencar dan iming-iming hadiah atau promosi apabila seseorang memiliki kartu kredit baru juga sangat berperan dalam mendorong diterimanya kartu kredit sebagai alternatif instrumen pembayaran oleh masyarakat. Pesatnya pertumbuhan kartu kredit tercermin pada trend peningkatan jumlah kartu beredar tiap tahunnya. Pada tahun 2003 jumlah kartu baru sekitar 4,5 juta kartu, saat ini telah mencapai 11,5 juta kartu, atau rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 20,8%. Naiknya trend jumlah kartu tersebut selama kurun waktu 5 tahun tersebut turut pula mendorong Halaman 10

15 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 11 peningkatan penggunaannya. Di sisi volume pertumbuhan per tahun mencapai 20,7%, sementara itu di sisi nilai mencapai 30,5%. libur keagamaan dan akhir tahun. Hal ini sebagaimana lazimnya, kebutuhan konsumsi masyarakat pada bulan-bulan tersebut sedang tinggi Volume (juta) Nilai (triliun) Perkembangan Volume dan Nilai Transaksi Kartu Kredit Account Based Card (Kartu ATM dan Debet) Account based card adalah alat pembayaran menggunakan kartu yang dananya berasal dari rekening (account) nasabah. Jenis kartu yang masuk dalam kategori ini adalah Kartu ATM, Kartu Debet dan perpaduan ATM dan Debet. Pada awal perkembangan account based card, yaitu sekitar tahun 95-an, jenis yang banyak dipakai adalah murni kartu ATM saja. Ini karena tujuan awal teknologi ATM hanya sebagai pengganti fungsi teller untuk meningkatkan efisiensi overhead cost, seperti penyediaan kantor cabang baru dan penambahan penggunaan sumber daya manusia. Fitur yang ada pada waktu itu pun baru sekedar untuk tarik tunai, cek saldo, dan transfer antar rekening pada bank yang sama Perkembangan Jumlah Kartu Kredit (juta kartu) Khusus pada tahun laporan, aktivitas transaksi kartu kredit mengalami pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Volume transaksi mencapai 166,7 juta dengan nilai transaksi Volume Nilai (Rp Triliun) Perkembangan Volume dan Nilai Transaksi Kartu Kredit Per Bulan sebesar Rp107,2 triliun. Apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya, volume tersebut meningkat 29,0% dan nilai meningkat 47,5%. Peningkatan tertinggi terjadi pada bulan-bulan yang terdapat hari Dalam perkembangannya, infrastruktur jaringan ATM ini mulai diperluas penggunaannya. Bank yang memiliki basis teknologi relatif maju mulai menjajagi pengembangan kartu debet dan membangun infrastruktur switching transfer dana antarbank. Mulailah muncul bank yang menawarkan metode pembayaran di merchant dengan menggunakan kartu ATM yang notabene telah ditambahkan fungsi sebagai kartu debet. Pada awalnya perkembangan kartu debet tidak sepesat kartu ATM, karena waktu itu merchant yang bisa menerima pembayaran dengan kartu debet masih terbatas. Selain itu, penggunaan kartu debet memerlukan investasi tambahan berupa penyediaan mesin pembaca atau Electronic Data Capture (EDC) di setiap merchant, yang pada saat itu nilainya cukup mahal. Awareness masyarakat akan kemudahan yang ditawarkan dan kepercayaan masyarakat terhadap uang plastik inipun masih kurang sehingga pada waktu itu masyarakat masih lebih memilih menggunakan uang tunai sebagai alat bayar. Halaman 11

16 12 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Kartu debet mulai massif digunakan semenjak munculnya beberapa perusahaan penyedia jasa switching. Bank yang hanya memiliki sedikit mesin ATM dapat bersinergi untuk sharing penggunaan infrastrukturnya bersama-sama dan diintegrasikan ke jaringan antarbank yang disediakan oleh perusahaan switching tadi. Keuntungan dari sinergi tersebut adalah efisiensi biaya investasi dan peningkatan image bagi bank yang bisa menyediakan kartu debet dan fitur tambahan di ATM khususnya untuk transfer dana dan fasilitas pembayaran di berbagai merchant. Perkembangan penggunaan kartu account based semakin meningkat lagi ketika jumlah bank yang menjadi acquiring semakin banyak menyediakan infrastruktur EDC di merchant. Perkembangan tersebut tak pelak mendorong account based card memiliki pertumbuhan paling tinggi diantara jenis instrumen pembayaran lainnya. Dalam kurun waktu 5 tahun, rata-rata pertumbuhan jumlah kartu per tahun mencapai 16,1%, sedangkan di sisi nilai tumbuh lebih tinggi lagi yaitu 60,3% dan di sisi volume mencapai 22,9%. Jumlah tersebut masih dimungkinkan untuk tumbuh lebih pesat lagi mengingat prosentase kartu per penduduk produktif 3 masih 31,5%. 2,500 2,000 1,500 1, Volume (Juta) Nilai (Rp Triliun) Perkembangan Volume dan Nilai Account Based Card 3 Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dari ± 230 juta penduduk Indonesia saat ini yang termasuk dalam usia produktif (usia tahun) berjumlah 127 juta orang Perkembangan Jumlah Account Based Card (juta kartu) Ada tiga faktor yang menyebabkan pertumbuhan account based card ini lebih tinggi dari instrumen pembayaran lain. Pertama, dari tahun ke tahun terjadi peningkatan jumlah penabung yang signifikan. Kondisi ini selain didukung oleh upaya perbankan dalam memasarkan produknya juga ditunjang oleh awareness masyarakat yang semakin baik sebagai hasil dari edukasi pihak terkait seperti kerjasama Bank Indonesia dengan perbankan dalam program Ayo ke Bank. Kedua, semakin beragamnya fitur atau manfaat yang ditawarkan kepada pemegang kartu. Mesin ATM yang dulu hanya sebagai pengganti teller, saat ini telah menawarkan kemudahan transfer dana antar rekening bahkan antar rekening pada bank yang berbeda, pembayaran berbagai kebutuhan rutin seperti telepon, listrik, air, kartu kredit dan lain sebagainya. Masyarakat tidak perlu lagi mengantri ke bank atau tempat-tempat pembayaran yang tersebar di lokasi berbeda, mereka cukup datang ke satu ATM dan melakukan kebutuhan pembayaran rutinnya melalui mesin ATM. Selain itu, penyebaran infrastruktur seperti penempatan mesin ATM juga sudah semakin merata di seluruh wilayah Indonesia. Ketiga, fungsi kartu account based untuk pembayaran di merchant semakin meningkat. Selain karena jumlah EDC dan merchant semakin bertambah banyak, dari survey yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun menunjukkan bahwa baik masyarakat maupun merchant lebih memiliki preferensi untuk menggunakan kartu ini dibanding 4 Survey Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, Tahun Halaman 12

17 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 13 jenis instrumen lain untuk melakukan pembayaran. Masyarakat menilai instrumen ini lebih aman dan nyaman karena tidak perlu membawa uang secara tunai. Selain itu, dari sisi biaya, penggunaan instrumen ini dipandang lebih murah karena pemegang tidak dikenakan biaya pada saat bertransaksi di merchant dan biaya lainnya seperti annual fee pada kartu kredit. Sementara di sisi merchant pun lebih menyukai menerima pembayaran dengan account based card karena selain aman, dana dapat efektif pada hari yang sama Volume (juta) Nominal ( Rp Triliun ) Perkembangan Volume dan Nilai Transaksi Account Based Card Per Bulan Selama tahun 2008, total account based card yang beredar mencapai 42,8 juta kartu. Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya meningkat 21,6% (dari 35,2 juta kartu). Dari jumlah tersebut 94,2% merupakan kartu ATM yang sekaligus dapat digunakan sebagai kartu debet (kartu ATM/debet), yang diterbitkan oleh 42 bank. Sisanya 5,8%, berupa kartu ATM murni atau hanya dapat digunakan untuk tarik tunai, yang diterbitkan oleh 47 bank dan 3 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Peningkatan jumlah kartu tersebut turut pula mendorong peningkatan aktivitas transaksi. Pada tahun laporan, nilai yang ditransaksikan mencapai Rp2.056 triliun, meningkat 22,4% dibanding tahun 2007 (Rp1.679 triliun). Sementara itu, di sisi volume mencapai ribu transaksi atau meningkat 22,7% dibanding tahun sebelumnya (1.103 ribu transaksi). Apabila dilihat secara bulanan, pola peningkatan transaksi selama tahun laporan terjadi pada awal tahun sampai dengan akhir triwulan ketiga. Pada triwulan keempat terdapat kecenderungan penurunan aktivitas transaksi dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Hal ini antara lain dikarenakan dampak dari perlambatan aktivitas perekonomian nasional khususnya perlambatan konsumsi pada triwulan keempat akibat dampak krisis finansial 5. Pola penggunaan account based card juga dapat menunjukkan perkembangan tingkat awareness masyarakat akan instrumen pembayaran non tunai, atau dengan kata lain dapat menunjukkan perkembangan less cash di masyarakat. Hal ini dilihat dari porsi penggunaan kartu sebagai alat bayar dan transfer sebagai indikator less cash dibandingkan dengan porsi penarikan tunai melalui ATM. Di sisi volume, porsi penarikan tunai masih jauh lebih besar, yakni selama kurun waktu 5 tahun terakhir selalu diatas 70%. Namun demikian apabila dilihat perkembangannya, porsi tersebut semakin menurun dari tahun ke tahun. Apabila tahun 2004 porsi penarikan tunai masih sebesar 78,9%, pada tahun 2008 porsi tersebut menurun menjadi sebesar 74,8%. Kondisi yang sama terlihat pula pada sisi nilai dimana pada tahun 2004 porsi penarikan tunai mencapai 52,7% dan porsi tersebut selalu menurun hingga mencapai 33,9% pada tahun Penurunan transaksi penarikan tunai mengindikasikan bahwa tingkat kenyamanan dan kepercayaan masyarakat terhadap alat pembayaran non tunai semakin meningkat, artinya upaya Bank Indonesia dalam mendorong less cash society mulai menunjukkan hasilnya. 5 Data PDB menurut penggunaan atas dasar harga konstan 2000 yand dipublikasikan pada website Bank Indonesia tercatat bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat pada triwulan IV menunjukkan nilai terendah dibanding triwulan sebelumnya selama tahun Secara historis setiap triwulan IV seyogyanya nilai PDB untuk sektor pada konsumsi selalu lebih tinggi dari triwulan lainnya karena terkait dengan libur hari raya keagamaan dan menjelang tahun baru. Halaman 13

18 14 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Tunai Belanja Transfer % 5.9% 19.3% % 5.5% 18.1% % 5.0% 17.1% % 4.6% 17.1% % 4.8% 16.3% Komposisi Jenis Transaksi Account Based Card (Volume) Tunai Belanja Transfer % 2.1% 64.0% uang elektronik telah mencapai 430 ribu. Berbeda pada awal penerbitannya, uang elektronik saat ini tidak hanya diterbitkan dalam bentuk chip yang tertanam pada kartu atau media lainnya (chip based), namun juga telah diterbitkan dalam media lain yaitu suatu media yang saat digunakan untuk bertransaksi akan terkoneksi terlebih dulu dengan server penerbit (server based). Begitu pula dari sisi penggunaannya, hampir dari seluruh uang elektronik yang diterbitkan tidak lagi bersifat single purpose namun sudah multi purpose sehingga dapat diterima di banyak merchant yang berbeda % 1.7% 65.0% % 44.9% 52.7% 1.9% 2.1% 2.6% 59.1% 52.9% 44.7% Komposisi Jenis Transaksi Account Based Card (Nilai) Volume (Juta) Tahun Tunai Belanja Total Sumber : EDW BI - LKPBU Nilai (Rp Triliun) Tahun Tunai Belanja Total Sumber : EDW BI - LKPBU Penggunaan Kartu Per Jenis Transaksi Uang Elektronik (Electronic Money) Ribu Kartu Pertumbuhan Uang elektronik Aktivitas penggunaan uang elektronik pada tahun 2008 mencapai 2,5 juta transaksi atau meningkat 77,1% dari tahun sebelumnya dengan nilai transaksi sebesar Rp76,7 miliar atau meningkat 93,1% dari tahun sebelumnya. Bertambahnya penerbit uang elektronik telah mendorong pesatnya perkembangan transaksi instrumen pembayaran ini. Sampai dengan akhir tahun 2008, terdapat 9 penerbit uang elektronik yang telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia. Berharap trend ini terus berlanjut, sehingga pertumbuhan uang elektronik yang semakin luas akan mengurangi penggunaan uang tunai untuk bertransaksi. Dalam skala yang lebih besar, diyakini penggunaan uang elektronik secara luas di masyarakat akan meningkatkan efisiensi biaya transaksi ritel, terutama dalam mengurangi biaya cash handling. Meskipun kehadiran alat pembayaran ini masih relatif baru namun uang elektronik cukup mendapat tempat di masyarakat. Selama kurang lebih satu setengah tahun sejak pertama terbit pada April 2007, jumlah Halaman 14

19 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 15 Ribu Transaksi Volume Nilai Perkembangan Transaksi Uang elektronik Sebagai alat pembayaran, perolehan dan penggunaan uang elektronik pun cukup mudah. Calon pemegang hanya perlu menyetorkan sejumlah uang kepada penerbit atau melalui agen-agen penerbit dan nilai uang tersebut secara digital disimpan dalam media uang elektronik. Untuk chip based, pemegang dapat bertransaksi secara off-line melalui uang elektronik (dalam bentuk kartu atau bentuk lainnya). Sedangkan pada server based, pemegang akan diberi sarana untuk mengakses virtual account melalui handphone (sms), kartu akses, atau sarana lainnya, sehingga transaksi diproses secara on-line. Transaksi melalui uang elektronik khususnya transaksi yang diproses secara off-line sangat cepat hanya memerlukan waktu kurang lebih 2-4 detik. Saat ini nilai uang yang dapat disimpan dalam uang elektronik dibatasi tidak lebih dari Rp1 juta, karena fungsinya memang ditujukan sebagai alat pembayaran untuk transaksi yang bernilai kecil. Namun batasan tersebut nantinya dapat saja disesuaikan dengan melihat perkembangan dan kebutuhan industri. Dalam mekanisme uang elektronik, apabila pemegang tidak lagi berminat menggunakan uang elektronik atau ingin mengakhiri penggunaan uang elektronik, nilai uang yang ada pada uang elektronik dapat di-redeem 6 cara yang diatur oleh masing-masing penerbit. Rp Milyar sesuai tata Perkembangan Delivery Channel Kemajuan teknologi informasi semakin mendorong kemudahan pelaksanaan transfer dana. Teknologi seperti internet, mobile phone maupun telepon dapat dimanfaatkan menjadi saluran pembayaran yang menghubungkan jalur sistem pembayaran yang ada. Misalnya kita akan melakukan transfer dana, media konvensional adalah melalui perantara teller di bank, atau lebih modern lagi dengan menggunakan mesin ATM. Sekarang dengan kemajuan teknologi, kita tidak perlu datang antri ke bank ataupun gerai ATM untuk melakukan instruksi transfer, cek saldo, atau melakukan pembayaran karena saat ini semua transaksi tersebut dapat dilakukan melalui internet, mobile phone atau telepon tanpa harus pergi ke suatu tempat tertentu. Di sisi perbankan, penggunaan teknologi ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu penggalian sumber dana murah terutama untuk keperluan intermediasi. Apabila masyarakat merasakan manfaat yang besar dari kemudahan transaksi, maka mereka akan terdorong untuk berhubungan atau selalu berhubungan dengan perbankan. Hal ini tentunya akan meningkatkan penghimpunan dana masyarakat pada perbankan yang notabene merupakan dana murah bagi perbankan. Selanjutnya bank juga memperoleh fee based income yang akhir-akhir ini menjadi andalan perbankan untuk memperoleh laba. Memang pada awalnya upaya ini memerlukan investasi yang lumayan besar, tapi apabila perputaran transaksinya tinggi, bukan tidak mungkin biaya investasi tersebut akan tertutup oleh fee based income yang diperoleh. Keuntungan lain adalah berkurangnya biaya overhead yang harus ditanggung. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran oleh Bank Indonesia 6 Reedem adalah penarikan seluruh sisa nilai uang pada uang elektronik pada saat pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik tersebut. Dalam kedudukannya sebagai penyelenggara sistem BI-RTGS dan SKNBI, Bank Indonesia telah berupaya menjamin kelancaran operasional sistem Halaman 15

20 16 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia secara keseluruhan. Upaya tersebut dilakukan melalui enhancement sistem maupun penyempurnaan berbagai fitur untuk meningkatkan kinerja sistem. Selain itu untuk menjamin kehandalan sistem back up, selama tahun laporan telah dilakukan uji coba environment sistem sebanyak 3 kali guna menjamin kesiapan atas segala aspek baik sistem, prosedur, dan sumber daya apabila sistem utama tidak berjalan dengan lancar. Hal diatas menjadi concern Bank Indonesia mengingat kedua sistem tersebut merupakan infrastruktur keuangan yang kritikal, sehingga gangguan pada kedua sistem tersebut dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Sistem BI-RTGS tergolong dalam SIPS dan merupakan muara penyelesaian dari hampir seluruh transaksi transfer dana. Besarnya coverage dana yang di-settle melalui sistem ini terlihat dari rata-rata harian nilai transaksi pada tahun 2008 yang mencapai Rp184,2 triliun atau sekitar 94% dari seluruh total transaksi pembayaran secara nasional. Sementara itu SKNBI tergolong sebagai SWIPS yang digunakan secara luas dan cakupan volume transaksi yang cukup besar, dimana selama tahun laporan mencapai 346 ribu transaksi perhari. Kinerja Sistem BI-RTGS Kinerja sistem BI-RTGS dapat dilihat dari prosentase penyelesaian transaksi secara sempurna (settled) mencapai lebih dari 99%. Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas dalam sistem BI-RTGS terjaga dengan baik dan secara tidak langsung merupakan cerminan dari tingginya availability sistem BI-RTGS. U ntuk me moni tor k ine rja si s tem se ca ra keseluruhan, Bank Indonesia menggunakan ukuran ketersediaan (availability) sistem dan disiplin terhadap jadwal atau window time sistem BI-RTGS. Ukuran availability tersebut menunjukkan ketersediaan sistem dalam mendukung operasional sistem BI-RTGS di seluruh Indonesia. Pada tahun 2008 tingkat availability mencapai 99,97%, dengan kata lain prosentase terjadinya sistem down atau sistem tidak bekerja sama sekali hanya sebesar 0,03%. Artinya selama kurun waktu satu tahun, dengan 247 hari kerja dan waktu operasional rata-rata sepanjang 12,5 jam/hari, sistem BI-RTGS mengalami down sekitar total 47,35 menit. Pada umumnya terjadinya sistem down pada tahun laporan disebabkan adanya gangguan aplikasi. Dari sisi disiplin terhadap jadwal operasional ( window tim e), te rca ta t da lam sa tu tahun te rja di perpanjangan waktu operasional sebesar 47,35 menit. Perpanjangan waktu operasional tersebut pada umumnya digunakan untuk mengakomodasi permintaan anggota sistem BI-RTGS yang karena berbagai macam hal membutuhkan waktu lebih untuk menyelesaikan operasional transaksinya. Manajemen Likuiditas Sistem BI-RTGS Kegiatan monitoring likuiditas sistem BI-RTGS yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai penyelenggara salah satunya adalah dengan memperhatikan distribusi penyelesaian transaksi sepanjang jam operasional. Distribusi transaksi yang merata sepanjang jam operasional menunjukkan kadar likuiditas yang cukup untuk mendukung kelancaran sistem BI-RTGS. Salah satu upaya adalah melalui penetapan biaya transaksi yang lebih murah di pagi hari sampai dengan pukul WIB. Tujuannya adalah untuk mendorong peserta agar segera menyelesaikan transaksi di awal hari untuk menghindari perilaku bank saling menunggu transaksi di akhir hari, sehingga berpotensi menimbulkan gridlock. Selain itu di sisi peserta juga telah ada kesepakatan dalam mengatur penyelesaian transaksi (throughput guidelines) yang tertuang dalam bye laws, yakni agar bank menyelesaikan 30% dari total transaksi hariannya sebelum pukul WIB, dan 30% berikutnya antara pukul WIB, Halaman 16

21 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 17 selanjutnya 40% sisanya sampai dengan tutup sistem. Selama tahun laporan, menunjukkan bahwa distribusi likuiditas sistem tersebar dengan baik, dimana perbandingan distribusi sesuai throughput guidelines tersebut terpenuhi bahkan terlampaui karena transaksi yang diselesaikan di penggalan waktu terakhir hanya tinggal 31,6%. Kondisi tersebut menggambarkan likuiditas sistem berjalan dengan baik. Selain itu, pada tahun laporan juga tidak pernah terjadi gridlock atau kelancaran sistem pembayaran terganggu karena terjadi kebutuhan likuiditas antar peserta yang saling tidak terpenuhi antar seluruh peserta RTGS, dengan kata lain, pada tahun laporan sistem tidak pernah terhenti melakukan proses setelmen transaksi. penelitian Bank Indonesia dengan menggunakan salah satu aplikasi yaitu aplikasi Bank of Finland (BoF) 7 (lihat lampiran). Kinerja Sistem Kliring Sepanjang tahun 2008 penyelenggaraan SKNBI di seluruh Indonesia secara umum terlaksana dengan baik. Aktivitas transaksi kliring baik debet maupun kredit mencapai rata-rata Rp6,7 triliun per hari terselenggara melalui jaringan sistem SKNBI. Sepanjang periode laporan, permasalahan operasional yang terjadi lebih disebabkan karena kurang meratanya infrastruktur jaringan komunikasi di berbagai wilayah Indonesia. Namun hal tersebut secara keseluruhan tidak menyebabkan operasional kliring terganggu dan tidak berdampak pada stabilitas sistem pembayaran % 24.9% 32.0% awal s.d 10:30 10:30-14:30 14:30 s.d akhir % 25.6% 31.6% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% Troughput Sistem BI-RTGS Kondisi krisis keuangan global yang berimbas pula ke Indonesia ternyata tidak berdampak signifikan pada likuiditas sistem BI-RTGS. Krisis yang terjadi pada triwulan akhir tersebut memang menyebabkan beberapa bank memiliki eksposur tinggi terhadap kebutuhan likuiditasnya, tapi mereka masih mampu mencukupi kebutuhan tersebut karena memiliki aset likuid berupa surat berharga seperti SBI, SWBI maupun SUN yang memadai. Memang ada beberapa bank kecil yang mengalami kesulitan likuiditas, terlebih pada saat terjadi segmentasi likuiditas, atau PUAB tidak berjalan dengan baik. Walaupun kondisi demikian, likuiditas sistem BI- RTGS tetap terjaga, hal ini terlihat pula dari hasil Dari sisi disiplin terhadap jadwal operasional ( window tim e), te rca ta t da lam sa tu tahun te rja di perpanjangan waktu operasional sebesar 45,13 menit. Perpanjangan waktu operasional tersebut pada umumnya digunakan untuk mengakomodasi permintaan peserta yang karena sesuatu memerlukan waktu lebih untuk menyelesaikan operasional transaksinya. Manajemen Likuiditas Sistem Kliring Kebutuhan likuiditas peserta pada sistem kliring relatif jauh lebih kecil dibandingkan kebutuhan likuiditas pada sistem BI-RTGS. Disamping karena transaksinya bersifat retail dibawah Rp100 juta (khususnya untuk transfer kredit), juga karena sifat penyelesaian akhirnya yang menggunakan mekanisme netting sehingga kebutuhan likuiditas hanya terjadi pada akhir siklus kliring. Kebutuhan likuiditas kliring lainnya terkait dengan pemenuhan prefund sebagai dana awal dalam kegiatan kliring. Untuk kliring kredit rata-rata likuiditas yang harus 7 Aplikasi BoF merupakan aplikasi yang berfungsi sebagai tools untuk melihat tingkat likuiditas pada sistem interbank payment and settlement system seperti sistem BI-RTGS. Aplikasi ini dikembangkan oleh BoF dan dipakai sebagai simulator untuk mensimulasikan datadata yang dihasilkan oleh sistem interbank payment and settlement system dengan indikator-indikator yang disediakan simulator. Halaman 17

22 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Rp Miliar Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia disetor di pagi hari sebesar 0,34 kali setelmennya, sedangkan untuk kliring debet rata-rata sebesar 3,02 kali dana yang di-settle. total penyerahan cek dan bilyet giro, penerbitan cek dan bilyet giro kosong pada tahun 2008 adalah sebesar 1,1% di sisi volume dan 1,0% di sisi nilai transaksi Prefund Debet Prefund Kredit Settlement Cek BG Perbandingan Prefund dan Setelmen Penyediaan prefund sebagai syarat mengikuti kliring sepanjang tahun 2008 tersebut terpenuhi dengan baik oleh seluruh peserta kliring. Namun demikian pada triwulan akhir, terdapat satu bank peserta yang tidak mengikuti kegiatan kliring. Hal ini terjadi karena bank yang bersangkutan terkena imbas dari krisis finansial global. Meskipun dampak yang ditimbulkan terhadap setelmen kliring tidak signifikan, namun Bank Indonesia memandang perlu melakukan perubahan terhadap mekanisme penyelenggaraan kliring debet dan setelmennya. Respon kebijakan yang ditempuh adalah menetapkan prinsip no money no game untuk penyelesaian transaksi kliring debet. Cek/Bilyet Giro Kosong Imbas krisis finansial juga menyebabkan penurunan pada aktivitas kliring debet pada triwulan terakhir. Menurunnya aktivitas ini di sisi lain diikuti dengan meningkatnya jumlah tolakan cek dan bilyet giro karena alasan saldo tidak cukup dan rekening ditutup, atau disebut juga dengan istilah cek atau bilyet giro kosong. Selama tahun 2008, penerbitan cek dan bilyet giro kosong mencapai 456 ribu di sisi volume dan Rp12,5 triliun di sisi nilai transaksi. Bila dibandingkan dengan tahun 2007, penerbitan cek dan bilyet giro kosong ini naik sebesar 18,2% di sisi volume dan 49,7% di sisi nilai. Dibandingkan dengan Perkembangan Penarikan Cek/BG Kosong berdasarkan Volume Transaksi 1,200 1, Cek BG Perkembangan Penarikan Cek/BG Kosong berdasarkan Nilai Transaksi Untuk menekan terjadinya penerbitan cek dan bilyet giro kosong, Bank Indonesia memberikan sanksi tegas kepada penarik cek dan bilyet giro kosong dengan mencantumkan identitas penarik cek dan bilyet giro kosong dalam Daftar Hitam Nasional (DHN). DHN merupakan daftar yang berisi identitas penarik cek dan/atau bilyet giro kosong dimana databasenya telah terintegrasi secara nasional sejak tahun Penarik cek dan/atau bilyet giro kosong dikelola oleh masingmasing bank serta dilaporkan secara online dan periodik kepada Bank Indonesia. Selanjutnya, Bank Indonesia mengkompilasi data penarik cek dan/atau bilyet giro kosong yang dilaporkan oleh bank, dan kemudian mempublikasikan DHN secara online ke Halaman 18

23 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 19 seluruh bank peserta kliring. Perkembangan DHN dapat dilihat pada grafik di bawah ini : Peta Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia Tabel Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia menunjukkan jenis sistem pembayaran yang beroperasi di Indonesia serta penjelasan mengenai mekanisme, penyelenggara dan peserta sistem pembayaran tersebut. Perkembangan DHN berdasarkan kepemilikan rekening Halaman 19

24 20 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Tabel Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Indonesia Sistem Tipe Transaksi Penyelenggara Peserta Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) Transfer Kredit Bank Indonesia Seluruh bank termasuk unit usaha syariah (152 peserta) Transaksi menggunakan central bank money 1 Perusahaan ATM Switching Company Lebih diutamakan untuk transaksi nilai besar dan bersifat penting seperti transaksi pengelolaan moneter, transaksi Pemerintah, transaksi Pasar Uang Antar Bank, transaksi setelmen hasil kliring antar bank dan kliring pasar modal Setelmen untuk transaksi surat berharga (SBI dan SUN) yang setelmennya dilakukan pada sistem Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Kantor Pos Indonesia PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Mekanisme gross settlement dan bersifat no money no game Transfer Kredit untuk transaksi retail dengan nilai di bawah Rp 100 juta Kliring warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet lainnya) Mekanisme net settlement Berfungsi sebagai sarana setelmen dan pencatatan kepemilikan surat berharga secara elektronis Setelmen surta berharga yang dilakukan melalui BI-SSSS dilakukan secara DVP Bank Indonesia Seluruh bank termasuk unit usaha syariah 152 peserta) Bank Indonesia 140 Bank umum termasuk unit usaha syariah Sub registry yang terdiri atas 16 bank yang serupa dengan lembaga kustodian Broker yang terdiri atas 13 badan usaha non bank dan 1 lembaga penjamin simpanan Central Depository and Book Entry Settlement System (C-Best) Setelmen dana untuk penyelesaian sisi dana dari transaksi sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Seluruh anggota Bursa Efek Indonesia Setelmen dana dilakukan melalui 4 bank setelmen yang menjadi tempat rekening anggota bursa Shared ATM Network (Nasional) Transfer dana elektronik menggunakan kartu ATM PT. Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM Bersama) 67 Bank umum dan 2 BPR PT. Rintis Sejahtera (PRIMA) 33 Bank umum PT. Daya Network Lestari (ALTO) 14 Bank umum dan 1 BPR Link 3 Bank milik negara Halaman 20

25 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 21 Shared ATM Network (Internasional) Transfer dana elektronik menggunakan kartu ATM Mastercard International (Cirrus) 13 Bank umum dan PT. Artajasa Visa International (Plus) 26 Bank umum Jaringan Kartu Debet (Nasional) Jaringan Kartu Debet (Internasional) Transfer dana secara elektronik melalui point of sales (jaringan yang terpasang pada merchant) Debit BCA 23 Bank umum Debit Link 3 Bank milik negara Mastercard International (Maestro) 13 Bank umum dan PT. Artajasa Visa International (Elektron) 26 Bank umum Jaringan Kartu Kredit Pembayaran secara elektronik menggunakan kartu kredit Visa International 19 Bank Mastercard International JCB 2 Bank umum BCA 1 Bank umum 19 Bank umum dan 5 lembaga selain bank Uang Elektronik Pembayaran secara elektronik dimana nilai uang tersimpan pada instrumen/device yang digunakan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Non bank Pengiriman uang ke luar wilayah RI, ke dalam wilayah RI, dan dalam wilayah RI Bank dan lembaga non bank Perusahaan Telekomunikasi 5 Bank umum 3 Perusahaan telekomunikasi 1 Perusahaan umum n.a Kantor Pos n.a Pegadaian n.a Perusahaan Jasa Titipan yang menyelenggarakan jasa pengiriman uang Badan Usaha Perorangan n.a Halaman 21

26 22 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman 22

27 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 23 Kebijakan dalam Mendorong Efisiensi Industri Sistem Pembayaran Halaman 23

28 24 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia KEBIJAKAN DALAM MENDORONG EFISIENSI INDUSTRI SISTEM PEMBAYARAN Salah satu prioritas dari Strategy Map dalam pengembangan sistem pembayaran tahun 2008 yang telah ditetapkan pada tahun 2007 adalah Meningkatkan Efisiensi Sistem Pembayaran. Kebijakan peningkatan efisiensi sistem pembayaran ini dilakukan baik terhadap sistem pembayaran yang dilakukan oleh Bank Indonesia seperti sistem BI-RTGS dan SKNBI, maupun sistem pembayaran yang dilakukan di luar Bank Indonesia seperti APMK dan uang elektronik. Sebagai upaya peningkatan efisiensi terhadap sistem pembayaran yang dilakukan di luar Bank Indonesia, peranan Bank Indonesia sebagai fasilitator dan katalisator dalam hal ini lebih difokuskan pada upaya mendorong dan memfasilitasi penyusunan standar bersama untuk kartu ATM/debet, terwujudnya interoperability antar penerbit uang elektronik, pembentukan asosiasi penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) dan pembentukan Self Regulating Organization (SRO) di bidang sistem pembayaran. Mendorong Terbentuknya Standar Bersama Kartu ATM/Debet Saat ini penggunaan magnetic stripe pada APMK dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keamanan dari sisi penggunakan teknologi pada alat pembayaran. Berdasarkan data fraud pada APMK, penggunaan magnetic stripe pada alat pembayaran seperti kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit telah memberikan peluang terhadap berbagai tindak kejahatan. Berangkat dari kondisi tersebut, pada tahun 2005 Bank Indonesia telah menerbitkan paket ketentuan mengenai penyelenggaraan kegiatan APMK. Melalui ketentuan ini seluruh penerbit APMK wajib melakukan migrasi dari teknologi magnetic stripe ke teknologi chip baik terhadap APMK yang diterbitkan maupun seluruh sistem yang digunakan untuk memproses transaksi APMK tersebut. Pada saat itu disadari bahwa upaya peningkatan keamanan melalui teknologi chip khususnya untuk kartu ATM/Debet perlu didukung oleh suatu standar bersama yang dapat digunakan oleh industri, sehingga dapat lebih memudahkan dalam mewujudkan interoperability di masa yang akan datang. Atas dasar inilah Bank Indonesia memfasilitasi industri untuk menyusun dan menetapkan standar nasional untuk kartu ATM/Debet berbasis chip di Indonesia. Berbeda halnya dengan kartu kredit dimana standar tersebut telah berjalan, yang umumnya mengikuti standar Europay Mastercard Visa (EMV) dan aplikasi prinsipal Visa/Master yang berlaku internasional, standar untuk kartu ATM/Debet perlu disepakati untuk diterapkan secara nasional oleh industri. Terkait dengan penyusunan standar nasional kartu ATM/Debet tersebut, disadari bahwa keberadaan operator penyedia jaringan shared-atm (switching operator) merupakan suatu hal yang positif dalam mendorong perbankan untuk segera menyepakati standar nasional dimaksud sehingga layanan jasa perbankan kepada masyarakat dapat lebih efisien. Kondisi saat ini, hampir seluruh bank penerbit kartu ATM/Debet telah bergabung dengan salah satu atau lebih operator switching. Hal ini berarti jutaan nasabah dari bank-bank tersebut saat ini telah menikmati jaringan layanan ATM/Debet yang sangat luas yang diselenggarakan oleh operator switching tersebut. Dengan penggunaan standar yang sama, migrasi ke Halaman 24

29 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 25 teknologi chip pada kartu ATM/Debet diharapkan tidak mengurangi atau menghilangkan fasilitas yang selama ini telah dinikmati oleh jutaan nasabah tersebut. Sebagaimana dalam penyusunan standar bersama lainnya, dalam penyusunan standar nasional kartu ATM/Debet inipun telah disepakati acuan atau key requirements yang menjadi rambu-rambu atau pedoman dalam menyusun standar antara lain kesepakatan untuk mengacu kepada standar sistem pembayaran internasional yang telah teruji keamanan dan kehandalannya seperti ISO 7816 dan EMV, menggunakan open platform sehingga tidak terikat kepada pemasok tertentu/monopoli, sepakat bahwa Intellectual Property Rights (IPR) dimiliki oleh pihak Indonesia, dan mengupayakan agar dampak implementasi yang relatif minimal terhadap infrastruktur industri perbankan saat ini. Selama tahun 2008, tahapan yang telah dilakukan dalam penyusunan standar nasional kartu ATM/Debet untuk mendukung terwujudnya efisiensi nasional meliputi: Pembentukan Forum Komunikasi Sistem Pembayaran Nasional (FKSPN) melalui Komite Standar dan Produk/Sub Komite APMK yang beranggotakan 15 bank perwakilan dari 5 asosiasi perbankan. Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) oleh 3 perusahaan switching untuk penyusunan standar nasional kartu ATM/Debet. Penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) oleh 19 Direktur bank yang tergabung dalam FKSPN (Sub Komite APMK) dan Working Group Penyusunan Standar Nasional Kartu ATM/Debet untuk menyepakati standar teknis kartu ATM/Debet yang akan digunakan oleh industri. Uji coba awal atau proof-of-concept (PoC). Standar yang telah ditetapkan bersama tersebut diharapkan dapat segera diterapkan pada tahun 2009, sehingga hal ini tidak saja dapat meningkatkan layanan fasilitas kepada seluruh masyarakat, namun di sisi lain harapan industri untuk mewujudkan efisiensi dalam penyelenggaraan kartu ATM/Debet dapat segera terpenuhi. Mendorong Interoperability Sejak diterbitkannya ketentuan mengenai kartu prabayar atau uang elektronik yang merupakan paket ketentuan dari penyelenggaran kegiatan APMK pada tahun 2005, sampai dengan Desember 2008 telah tercatat 9 (sembilan) penerbit uang elektronik di Indonesia. Tidak terdapatnya larangan bagi institusi non bank untuk menerbitkan uang elektronik telah mendorong 3 (tiga) perusahaan telekomunikasi dan 1 (satu) badan usaha non bank menjalankan kegiatan uang elektronik tersebut. Diberikannya akses bagi perusahaan non bank untuk menjalankan kegiatan uang elektronik didasarkan pada kebijakan Bank Indonesia dalam mendorong terwujudnya less cash society dengan menyediakan instrumen pembayaran yang dapat menjangkau unbanked people. Sebagaimana pengembangan uang elektronik di beberapa negara, di Indonesia uang elektronik juga dikembangkan dengan beberapa media penyimpan data yaitu chip based dan server based. Pada tahun 2008 ini, chip based pada umumnya dikembangkan oleh perbankan dalam bentuk kartu, sedangkan server based lebih diminati oleh penerbit non bank yang merupakan perusahaan telekomunikasi. Mengingat kedua bentuk uang elektronik tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, upaya Bank Indonesia untuk mendorong terwujudnya interoperability dalam kegiatan uang elektronik sudah barang tentu juga menghadapi tantangan yang cukup besar. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan interoperability antar penerbit uang elektronik tersebut, Bank Indonesia telah menfasilitasi forum bersama baik antar penerbit bank maupun penerbit non bank untuk membahas mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mewujudkan interoperability sistem uang elektronik di Indonesia. Meskipun industri uang elektronik merupakan industri yang relatif masih baru Halaman 25

30 26 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia di Indonesia, namun Bank Indonesia tetap mengupayakan agar konsep interoperability tersebut telah siap seiring dengan berkembangnya produk tersebut. Pengembangan konsep interoperability ini pada dasarnya mendapat tanggapan positif dari para pelaku industri. Secara teknis, para penerbit uang elektronik sepakat untuk mengembangkan konsep interoperability dalam 2 (dua) skim yaitu interoperability untuk chip-based dan interoperability untuk server-based. Pembentukan Self Regulatory Organization Sistem Pembayaran Perkembangan teknologi dan informasi sistem pembayaran yang sangat pesat telah mendorong munculnya berbagai macam produk dan layanan serta pelaku dalam industri sistem pembayaran. Kondisi ini tentunya menuntut Bank Indonesia selaku pengatur dan pengawas sistem pembayaran untuk dapat memberikan kebijakan yang responsif khususnya terhadap perkembangan teknologi tersebut yang dapat dijadikan acuan bagi para pelaku industri dalam mengembangkan produknya, dan sekaligus dapat dijadikan pedoman dalam upaya meningkatkan keamanan transaksi sistem pembayaran itu sendiri. Agar kebijakan Bank Indonesia tersebut tepat sasaran dan dapat diimplementasikan oleh industri, Bank Indonesia menilai perlu segera dibentuk Self Regulatory Organization (SRO) sebagai mitra Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Secara umum, tujuan pembentukan SRO dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengaturan khususnya terhadap pengaturan yang bersifat teknis dan mikro. Dengan diberikannya kewenangan bagi SRO untuk mengatur hal-hal yang bersifat teknis dan mikro dalam industri sistem pembayaran diharapkan inovasi produk sistem pembayaran dapat berkembang secara optimal namun tetap berada dalam koridor yang aman. Di sisi lain, keberadaan SRO juga diharapkan dapat meminimalisir terjadinya konflik antar pelaku industri mengingat ketentuan dan aturan main yang ditetapkan SRO selalu melibatkan secara langsung atau berdasarkan kesepakatan para pelaku industri. Selanjutnya, untuk menghindari potensi konflik antara SRO dengan regulator, Bank Indonesia akan memberikan ramburambu yang tegas sehingga fungsi dan tanggung jawab SRO maupun regulator dapat dibedakan secara jelas. Dalam hal ini, setiap aturan yang ditetapkan oleh SRO tentunya harus terlebih dahulu dikomunikasikan atau mendapat approval dari Bank Indonesia dan Bank Indonesia harus memastikan bahwa peraturan yang dibuat oleh SRO efektif dan tidak menyimpang dari kebijakan dan peraturan Bank Indonesia. Meskipun SRO ini direspon sangat positif oleh industri, disadari sepenuhnya bahwa hal tersebut tidak mudah dan memerlukan waktu yang tidak singkat dalam pembentukannya. Sebagai langkah awal upaya pembentukan SRO, Bank Indonesia telah menyusun kajian pembentukan SRO di Indonesia. Kajian tersebut menganalisa berbagai aspek yang terkait dengan SRO seperti model SRO, bentuk kelembagaan, struktur manajemen, keanggotaan dan pendanaan SRO. Mitigasi Risiko Kliring Warkat Debet Selain menggunakan prefund untuk memitigasi risiko setelmen kliring, kedepan akan diterapkan pula prinsip no money no game pada kliring warkat debet. Dengan penerapan prinsip tersebut, akan dilakukan pengecekan terlebih dahulu kecukupan prefund dari setiap bank peserta kliring dengan hasil akhir perhitungan (hasil kliring) dari setiap bank peserta kliring sebelum setelmen dilakukan. Prinsip no money no game saat ini telah diterapkan pada kliring warkat kredit. Sebelum prinsip ini diterapkan, maka masih terdapat potensi timbulnya saldo debet pada rekening satu atau beberapa bank peserta kliring apabila ternyata pada akhir hari hasil akhir perhitungan (hasil kliring) warkat debet bank-bank tersebut melebihi prefund. Halaman 26

31 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 27 Dengan penerapan prinsip no money no game, jika hasil kliring dari satu bank peserta kliring di suatu wilayah kliring melebihi prefund yang ada dari bank tersebut, hasil kliring dari bank tersebut akan ditolak secara otomatis oleh komputer penyelenggara SKNBI. Selanjutnya penyelenggara kliring lokal di wilayah kliring tersebut akan melakukan penghitungan ulang data keuangan elektronik warkat debet dengan tidak mengikutsertakan satu atau beberapa transaksi sehingga hasil akhir perhitungan (hasil kliring) dari bank tidak lagi melebihi prefund. Dengan dimitigasinya risiko saldo debet pada rekening bank peserta kliring dari hasil kliring warkat debet berarti potensi terjadinya risiko kredit yang mungkin akan dihadapi oleh Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring dapat dihilangkan. Upaya melengkapi perangkat mitigasi risiko dalam setelmen hasil kliring dalam SKNBI terkait pula dengan perkembangan nilai transaksi kliring warkat debet yang menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan tersebut mengindikasikan ekposur potensi terjadinya risiko saldo debet pada rekening bank peserta kliring dari hasil kliring warkat debet semakin meningkat. Efisiensi Likuiditas Untuk Setelmen Dalam Sistem BI-RTGS Sebagaimana sistem RTGS di negara lain, dalam sistem BI-RTGS ini setelmen atas instruksi transfer dana antarbank juga dilakukan secara gross settlement atau -perinstruksi transfer dana antarbank diterima oleh komputer penyelenggara sistem BI-RTGS dan sepanjang saldo rekening bank pengirim transfer mencukupi, maka transaksi tersebut seketika itu juga diselesaikan. Mekanisme tersebut dimaksudkan untuk memitigasi risiko dalam sistem pembayaran antarbank terutama sistem pembayaran bernilai besar (high-value payment sistems). Namun demikian, karena setelmen - perdibutuhkan oleh bank peserta sistem BI-RTGS juga relatif lebih besar. Guna meningkatkan efisiensi penggunaan likuiditas untuk setelmen dalam sistem RTGS, beberapa bank sentral telah mengembangkan sistem RTGS-nya menjadi suatu hybrid settlement system. Pengembangan sistem tersebut pada dasarnya merupakan mekanisme yang digunakan untuk menyelesaikan transaksi pembayaran dalam antrian (queue payments). Terkait dengan penggunaan likuiditas untuk setelmen dalam sistem BI-RTGS, grafik Perkembangan Turnover Ratio per Kelompok Bank menggambarkan perkembangan efisiensi penggunaan likuiditas dilihat dari perkembangan rasio turnover per kelompok bank. Menelaah perkembangan rasio turnover penggunaan likuiditas dalam sistem BI-RTGS pada grafik sebagaimana disebutkan di atas, peningkatan rasio dimaksud dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa penggunaan likuiditas dalam Sistem BI-RTGS semakin efisien. Namun demikian, peningkatan rasio tersebut dapat pula mengindikasikan kecenderungan kemungkinan semakin ketatnya likuiditas pada Sistem BI-RTGS, atau dapat pula mengindikasikan kecenderungan kemungkinan semakin tingginya ketergantungan bank-bank peserta sistem BI-RTGS untuk menggunakan incoming payments dari bank peserta lainnya sebagai source of liquidity untuk mencover outgoing payments-nya. Kondisi semakin tingginya ketergantungan bank-bank peserta sistem RTGS untuk menggunakan incoming payments sebagai source of liquidity untuk men-cover outgoing payments tersebut telah digunakan oleh beberapa bank sentral penyelenggara sistem RTGS sebagai dasar pertimbangan dalam mengembangkan hybrid settlement sistem. Dengan hybrid settlement system, jumlah dan durasi dari transaksi pembayaran dalam antrian (queue payments) dapat direduksi dan pada gilirannya potensi penyebab terjadinya gridlock dapat dihilangkan. Selain itu, penyelenggaraan high Halaman 27

32 Working hours Bank2 koresponden di NY D+1 (3e) Advis Kredit (3c) Tranfer USD (3a) Perintah Tranfer USD per-deal ticket AMERIKA SERIKAT (3g) USD Settlement Info Melalui SWIFT Window Time BI-RTGS D INDONESIA 28 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia BANK ASING BANK CAMPURAN BANK PEMERINTAH BANK PEMERINTAH DAERAH BANK SWASTA NASIONAL BANK SYARIAH DAN UUS Perkembangan Turn Over Ratio Per Kelompok Bank value payment system dengan menggunakan sistem setelmen yang dapat menghemat penggunaan likuiditas diperkirakan akan meningkatkan resiliency dari high value payment system tersebut terhadap unanticipated liquidity shortage/shocks. Penambahan sistem hybrid ini merupakan salah satu pengembangan functionality yang akan dilakukan pada Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II sendiri telah dimulai pada tahun laporan dimana kegiatan yang telah dilakukan antara lain penyusunan business requirements dan grand design dari Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II. Mitigasi Risiko Setelmen Transaksi Perdagangan Valuta Asing Antarbank di Indonesia Salah satu jenis transaksi bernilai besar yang dilakukan oleh perbankan di Indonesia dan diselesaikan melalui Sistem BI-RTGS adalah transaksi jual-beli valuta asing (valas) antarbank. Dalam transaksi ini setelmen sisi Rupiah dilakukan melalui sistem BI-RTGS, sedangkan setelmen sisi valas dilakukan melalui sistem pembayaran di negara asal valas. Mekanisme penyelesaian transaksi perdagangan USD/IDR antarbank di Indonesia saat ini adalah sebagaimana contoh bagan dibawah. Jakarta Time Jual IDR9,200 juta untuk Beli USD1 juta Bank A (1) Perdagangan Valas Jual USD1 juta untuk Beli IDR9,200 juta Bank B 17:00 (2 a) Transfer IDR per-deal ticket (2c) Advis Debit BI-RTGS (IDR RTGS) Debit Bank A Kredit Bank B (2b) Transfer IDR9,200 juta (2c) Advis Kredit 20:00 FEDWIRE (US-RTGS) Kredit Bank X New York Debit Bank Y di New York (Bank Koresponden Bank A) Bank X di New York (3d) Transfer USD1 juta (Bank Koresponden Bank B) Bank Y di New York (3f) Kredit: Rekg USD Bank A (di Bank X) (3b) Debit: Rekg USD Bank B (di Bank Y) Contoh bagan mekanisme penyelesaian transaksi perdagangan USD/IDR antarbank di Indonesia saat ini Halaman 28

33 (Rp Triliun) Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 29 Dari mekanisme di atas terlihat bahwa setelmen sisi Rupiah (IDR) dan sisi Dolar Amerika Serikat (USD) tidak dilakukan secara bersamaan (bukan simultaneous setelmen). Pada umumnya, bank penjual IDR di Indonesia melakukan transfer IDR melalui sistem BI- RTGS ke bank penjual USD di Indonesia terlebih dahulu, baru kemudian setelah perbankan di Amerika Serikat buka (dan saat itu Indonesia telah memasuki malam hari), transfer USD dalam rangka penyelesaian setelmen sisi USD dilakukan. Kondisi ini disebabkan karena adanya perbedaan waktu (time zone difference) yang signifikan antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Kondisi tersebut berpotensi terjadinya risiko, misalnya bank penjual IDR di Indonesia telah melakukan transfer IDR namun transfer USD-nya baru diterima kemudian (ada time lag antara setelmen sisi IDR dengan sisi USD), atau bahkan tidak menerima transfer USD karena ketidakcukupan saldo rekening USD pada bank penjual USD di Indonesia pada bank korespondennya di Amerika Serikat. Risiko kegagalan setelmen dalam penyelesaian transaksi yang melibatkan 2 (dua) currency tersebut disebut foreign exchange (FX) settlement risk. kegiatan bank (penerimaan transfer USD baru pada malam hari waktu Indonesia). Penyelesaian (setelmen) sisi Rupiah pada Sistem BI- RTGS dari transaksi jual-beli valas antarbank, khususnya antarbank di dalam negeri menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun baik dari sisi nilai maupun volume. Peningkatan tersebut mengindikasikan ekposur dari potensi terjadinya FX settlement risk relatif meningkat dari waktu ke waktu. Untuk memitigasi potensi risiko dimaksud, bank-bank di Indonesia yang melakukan perdagangan valas antarbank membatasi diri melakukan transaksi jual-beli valas dengan bank-bank berskala besar yang memiliki kapasitas setelmen pembayaran valas yang relatif besar. Tabel di bawah menunjukkan proporsi nilai transaksi setelmen Rupiah pada sistem BI-RTGS dan transaksi valas antarbank per kelompok bank % 10.96% T rans aks i J ual-b eli Valuta As ing (Valas ) Antar-B ank di Indones ia % 38.78% Bank Persero Bank Asing BUSN Bank Asing Campuran Proporsi Nilai Transaksi Setelmen Rupiah di Sistem BI-RTGS dan Transaksi Valas Antarbank per Kelompok Bank Total Nilai V olume Trans aks i Perkembangan Transaksi Setelmen Rupiah dari Transaksi Jual-Beli Valuta Asing Antarbank di Indonesia Selain FX settlement risk, penerimaan transfer USD yang tidak bersamaan dengan transfer IDR menyebabkan bank penjual IDR tidak dapat segera memanfaatkan dana USD-nya atau menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan likuiditas bank penjual IDR. Selain itu, rekonsiliasi yang dilakukan oleh bank pada akhir hari tidak sepenuhnya dapat dilakukan karena transfer USD baru diterima setelah berakhirnya Dengan melihat kecenderungan peningkatan transaksi setelmen Rupiah dari perdagangan valas antarbank dan potensi FX settlement risk yang ada dalam mekanisme setelmen saat ini maka perlu diambil langkah untuk memitigasi risiko setelmen tersebut. Berdasarkan hasil survei tahun 2005 diketahui terdapat kebutuhan perbankan akan mekanisme penyelesaian transaksi perdagangan valas yang tidak hanya dapat memitigasi FX settlement risk, namun juga kebutuhan mekanisme setelmen yang dapat meningkatkan efisiensi di sisi perbankan. Halaman 29

34 30 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Sebagai tindak lanjut hasil survey tersebut, pada tahun 2008 dibentuk Working Group pengembangan Payment-Versus-Payment (WG PVP) yang beranggotakan 15 bank pelaku aktif perdagangan valas antarbank. Penetapan anggota WG PVP lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa perbankan sebagai pelaku pasar valas lebih memahami requirements yang dibutuhkan, sehingga diharapkan pengembangan yang dilakukan benar-benar dapat mengakomodir kebutuhan perbankan tanpa mengesampingkan upaya Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap valas. mekanisme PVP yang akan dikembangkan adalah mekanisme PVP yang menghubungkan sistem BI-RTGS (untuk setelmen sisi Rupiah) dengan sistem RTGS Dolar Amerika Serikat di HongKong (untuk setelmen sisi Dolar Amerika Serikat) dengan mekanisme sebagaimana bagan di bawah. USD USD/IDR PVP link merupakan mekanisme yang menghubungkan 2 (dua) sistem RTGS dengan Dalam mekanisme tersebut, transfer sisi Rupiah hanya akan dilakukan jika transfer sisi Dolar Amerika Serikat Bank A Hold fund Step 1 Initiate PvP (Sell IDR) Indonesia Bank A buys USD from Bank B Step 4 Hold funds In IDR RTGS (BI-RTGS) Step 5* Effect funds transfer in IDR RTGS IDR RTGS (BI-RTGS) BI Bank B Bank X di HK Step 3 Matching of PvP Step 1 IDR CCPMP** USD CCPMP** Step 2 Message flow Payment flow Correspondent of Bank A in HK Hong Kong Step 4 Hold funds in USD CHATS Step 5* Effect funds transfer in USD CHATS Correspondent of Bank B in HK Bank Y di HK Hold fund Settlement Institution (HSBC & SCB) Appointed by HKMA Step 5 will be done in the IDR and USD RTGS respectively in a synchronised/simultaneous manner. ** CCPMP - Cross Currency Payment Matching Processor USD & EUR CHATS (operated by HKICL belonging to HKMA & HongKong Banka Association) Window times of IDR RTGS in Indonesia, USD RTGS (USD CHATS) and working hours of correspondent banks in Hongkong overlap (Hongkong is 1 hour ahead of Jakarta) Step 2 Initiate PvP (Sell USD) Bagan USD/IDR PVP Link antara Sistem BI-RTGS dengan Sistem USD CHATS di Hong Kong Mengingat transaksi jual-beli valas antarbank merupakan high value payment maka pengembangan PVP akan dilakukan dengan mekanisme gross settlement pada sisi Rupiah dan valas. Dengan mekanisme tersebut, bank-bank pelaku pasar valas hanya akan melakukan transaksi jual-beli valas sesuai dengan payment capacity yang dimilikinya (berbasis good funds). Sesuai dengan business requirements pengembangan infrastruktur PVP yang telah disiapkan dan telah diserahkan kepada Bank Indonesia, siap pula untuk dilakukan. Jika setelmen pada salah satu currency belum siap dilakukan, maka setelmen pada currency lawan juga tidak akan dilakukan, sehingga terdapat jaminan atas setelmen currencies yang ditransaksikan. Dengan demikian, potensi terjadinya risiko gagal bayar (FX settlement risk) oleh salah satu pihak dapat dimitigasi. Mitigasi terhadap FX settlement risk tersebut diharapkan dapat mengurangi keraguan bank untuk melakukan transaksi dengan bank lain dari level yang berbeda, atau dengan kata Halaman 30

35 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 31 lain bank pelaku pasar valas dapat melakukan transaksi dengan semua kelompok bank, baik bank berskala besar, menengah maupun kecil. Pada gilirannya hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kedalaman pasar valas. Selanjutnya, mekanisme tersebut tidak lagi menimbulkan time lag karena operasional kedua sistem RTGS ter-cover pada zona waktu yang sama. Kondisi ini akan mendukung efektivitas dan efisiensi pengelolaan likuiditas di perbankan. Terkait dengan pengembangan USD/IDR PVP Link yang akan menghubungkan Sistem BI-RTGS dengan Sistem USD CHATS, maka pada tanggal 24 Oktober 2008 telah dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) pengembangan dan implementasi USD/IDR PVP Link antara Bank Indonesia dengan HongKong Monetary Authority (HKMA). USD/IDR PVP Link ini direncanakan akan diimplementasikan pada awal tahun Implementasi USD/IDR PVP link diharapkan dapat memitigasi risiko kegagalan setelmen oleh salah satu pihak dalam penyelesaian transaksi perdagangan USD/IDR antarbank yang merupakan jenis transaksi perdagangan valas antarbank terbesar di Indonesia. Efisiensi Manajemen Pengelolaan Rekening Pemerintah Dalam mengelola rekening Pemerintah, Bank Indonesia menyusun sistem yang disebut sistem BIGeB. Sistem tersebut merupakan suatu sistem layanan transaksi dan informasi secara elektronik (berbasis web) yang disediakan untuk Departemen Keuangan, sehingga pelaksanaan transaksi transfer dana dan pemantauan informasi mutasi dan posisi saldo rekening Pemerintah yang ditatausahakan di Bank Indonesia dapat dilakukan secara online dan mandiri. Modul-modul dalam Sistem BIG-eB dikembangkan secara bertahap dan mulai diimplementasikan sejak tahun Pertama, pada tanggal 27 Desember 2007 diimplementasikan untuk modul informasi, fasilitas layanan monitoring secara on-line atas informasi mutasi dan posisi saldo rekening Rupiah Pemerintah. Kedua, pada tanggal 14 Mei 2008 untuk fasilitas layanan monitoring secara on-line atas informasi mutasi dan posisi saldo rekening valuta asing (valas) Pemerintah. Sistem BIG-eB terus dikembangkan untuk mengakomodasi kebutuhan Departemen Keuangan dan internal Bank Indonesia. Selanjutnya, pengembangan untuk modul transaksi yang terdiri dari layanan transaksi pemindahbukuan antar rekening Pemerintah di Bank Indonesia dan transfer dana dari rekening Pemerintah di Bank Indonesia ke rekening giro bank komersial di Bank Indonesia (pengembangan modul interface ke Sistem BI-RTGS) sedang dilakukan dan direncanakan akan diimplementasikan secara bertahap pada tahun Terkait dengan modul informasi pada Sistem BIG-eB, fasilitas tersebut telah digunakan oleh Departemen Keuangan untuk mendukung pelaksanaan Treasury Single Account (TSA). Dengan adanya Sistem BIG-eB, Departemen Keuangan telah dapat memantau secara mandiri dan on line real time atas mutasi dan posisi saldo rekening Pemerintah. Selain itu, dengan modul informasi tersebut, Departemen Keuangan dapat mengunduh (men-download) data mutasi dan posisi saldo rekening Pemerintah sehingga dapat mempercepat proses penyusunan laporan serta membantu pelaksanaan cash management, forecasting, dan pengelolaan keuangan lainnya secara lebih baik dan akurat. Di sisi Bank Indonesia, Sistem BIG-eB telah dimanfaatkan untuk memantau aktivitas transaksi Pemerintah, baik transaksi penerimaan maupun pengeluaran yang secara signifikan dapat mempengaruhi likuiditas pasar. Informasi tersebut diperlukan dalam rangka mendukung pelaksanaan operasi moneter oleh Bank Indonesia dan untuk koordinasi kebijakan moneter Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal Departemen Keuangan. Sedangkan modul transaksi yang akan diimplementasikan pada tahun 2009 diharapkan dapat mendukung peningkatan efisiensi serta mempercepat proses setelmen transaksi transfer dana yang dilakukan oleh Halaman 31

36 32 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Departemen Keuangan melalui fasilitas yang disediakan oleh Bank Indonesia tersebut. Seiring dengan dinamika kebutuhan pengelolaan rekening Pemerintah di Bank Indonesia dan pemrosesan transaksi pemerintah yang semakin efisien, muncul kebutuhan-kebutuhan baru untuk terus mengembangkan Sistem BIG-eB. Adanya kesepakatan antara Bank Indonesia dan Departemen Keuangan terkait dengan penempatan kelebihan kas Pemerintah pada rekening penempatan di Bank Indonesia serta kompensasinya (remunerasi) menyebabkan adanya kebutuhan pengembangan/penambahan fungsi pada modul transaksi Sistem BIG-eB. Pengembangan lebih lanjut pada modul transaksi tersebut direncanakan diimplementasikan pada semester I tahun Selain itu, terdapat pula kebutuhan pengembangan mekanisme bulk payment/funds transfer pada Sistem BIG-eB antara lain untuk memfasilitasi transaksi pelimpahan Dana Alokasi Umum (DAU) dan dana bagi hasil/perimbangan ke rekening pemerintah propinsi/kabupaten/kota yang ditatausahakan di perbankan. Perubahan Batas Transfer Antar Penerbit melalui Mesin ATM Dalam rangka meningkatkan prinsip kehati-hatian, perlindungan kepada nasabah dan keamanan dalam penyelenggaraan kegiatan APMK, Bank Indonesia menetapkan dan mengatur batas maksimum nilai nominal yang dapat ditransfer antar bank dan penarikan tunai melalui mesin ATM. Pembatasan tersebut antara lain dimaksudkan sebagai upaya untuk meminimalkan kerugian yang timbul apabila kartu hilang atau dicuri dan membantu bank dalam pengelolaan likuiditas. Dengan semakin berkembangnya pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan kartu ATM sebagai salah satu alat pembayaran dan semakin tingginya kebutuhan masyarakat dalam melakukan transfer dana melalui mesin ATM, Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap penetapan batas maksimum transaksi melalui mesin ATM, khususnya untuk transaksi transfer antar bank. Melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/20/DASP tanggal 8 Mei 2008 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, batas maksimum nilai nominal yang dapat ditransfer antar bank per rekening dalam 1 (satu) hari melalui mesin ATM ditingkatkan menjadi Rp25 juta dari semula Rp10 juta. Sedangkan untuk batas maksimum penarikan tunai, Bank Indonesia menilai belum perlu untuk ditingkatkan karena belum adanya kebutuhan dari industri maupun masyarakat akan kenaikan batas maksimum penarikan tunai melalui mesin ATM tersebut. Komitmen dan Kerjasama ASEANPay ASEANPay Steering Committee Meeting (ASEANPay SCM) merupakan forum pertemuan antar bank sentral se-asia Tenggara yang diagendakan secara rutin setiap tahunnya. Forum tersebut dibentuk sebagai ajang tukar-menukar pengalaman, informasi dan kerjasama antar bank sentral se-asia Tenggara. Saat ini forum tersebut beranggotakan 5 (lima) bank sentral yaitu Bank Indonesia, Monetary Authority of Singapore, Bank Negara Malaysia, Bank of Thailand, dan Bangko Sentral Ng Pilipinas. Melalui ASEANPay SCM, sampai dengan saat ini telah dilakukan cross border ATM linkage untuk transaksi tarik tunai melalui mesin ATM antara: Malaysian Electronic Payment System (MEPS) dengan PT. Artajasa Pembayaran Elektronis; MEPS dengan PT.Rintis; Network for Electronic Transfers Singapore (NETS) dengan MEPS; ATM Operators of Thailand (National ITMX) dengan MEPS. Halaman 32

37 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 33 Ke depan, selain memperluas interkoneksi antar sistem ATM di masing-masing negara, ASEANPay SCM juga akan mengembangkan fitur layanan cross border ATM linkage sehingga tidak saja terbatas pada transaksi penarikan tunai namun juga untuk transaksi transfer. Selain itu, ASEANPay SCM juga telah sepakat untuk mengembangkan sistem setelmen yang efisien dalam cross border payment baik untuk corporate maupun bisnis ritel. Perlindungan Hukum dalam Transaksi Sistem Pembayaran Tahun 2008 merupakan babak baru dalam penguatan kepastian hukum terhadap pelaksanaan transaksi elektronik di Indonesia. Hal yang dulu dianggap sebagai sebuah keniscayaan mulai terbantahkan dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tanggal 21 April 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Dalam industri Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU), kebijakan Bank Indonesia di tahun 2008 masih difokuskan pada upaya mendorong terjadinya shifting dari penyelenggara KUPU informal menjadi penyelenggara KUPU formal melalui mekanisme pendaftaran. Dengan pendaftaran tersebut diharapkan penyelenggara KUPU lebih meningkatkan aspek keamanan, transparansi, dan perlindungan nasabah dalam melakukan kegiatan usahanya. Sejak diberlakukannya ketentuan pendaftaran bagi penyelenggara KUPU pada tahun 2006, sampai dengan tahun 2008 telah tercatat 20 (dua puluh) penyelenggara KUPU non bank di Indonesia. Dari jumlah tersebut 15 (empat belas) merupakan penyelenggara badan usaha berbadan hukum dalam bentuk Perseroan Terbatas, 4 (empat) merupakan penyelenggara badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan 1 (satu) merupakan penyelenggara perorangan. Tidak seluruh penyelenggara yang terdaftar ini berkantor pusat di wilayah Jakarta, namun terdapat beberapa penyelenggara yang berkantor pusat di luar wilayah Jakarta seperti Bandung, Medan, Batam, Kediri, Malang, dan Pontianak. Nama-nama penyelenggara tersebut telah dicantumkan dalam website Bank Indonesia ( Dengan dicantumkannya nama-nama penyelenggara KUPU dalam website Bank Indonesia diharapkan masyarakat akan terdorong untuk menggunakan jasa dari penyelenggara yang telah terdaftar tersebut. Pengaturan transaksi elektronik dalam UU ITE memperoleh porsi yang cukup besar sebagaimana terlihat pada Bab V UU ITE tersebut. Hal ini tentunya memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dalam melakukan transaksi elektronik. Pasal-pasal dalam Bab V UU ITE yang mengatur secara khusus transaksi elektronik dapat diuraikan secara sederhana sebagai berikut: 1. Pasal 17 Mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi elektronik yang dapat dilakukan dalam lingkup publik maupun perdata. Hal ini membuka peluang untuk penyelenggaraan transaksi elektronik yang memanfaatkan teknologi informasi penyelenggara negara, orang, badan usaha serta masyarakat. 2. Pasal 18 Mengatur mengenai permasalahan kontrak elektronik untuk kepentingan transaksi elektronik. Termasuk didalamnya adalah aspek penyelesaian sengketa, berupa pilihan hukum (choice of law) dan kewenangan untuk menetapkan alternatif penyelesaian sengketa lainnya. 3. Pasal 19 Mengingatkan betapa pentingnya kesepakatan para pihak mengenai sistem elektronik yang akan digunakan untuk melakukan transaksi elektronik. Kesepakatan tersebut mencakup pula prosedur yang terdapat dalam sistem elektronik. 4. Pasal 20 Halaman 33

38 34 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Merupakan penegasan kapan suatu transaksi elektronik dianggap telah terjadi, yaitu ketika penerima telah menerima dan setuju terhadap penawaran transaksi yang dikirimkan oleh pengirim. 5. Pasal 21 Pada prinsipnya pelaksanaan transaksi elektronik tidak hanya dapat dilakukan sendiri oleh pihak pengirim dan penerima, namun juga dapat dilakukan melalui pihak yang dikuasakan atau melalui agen elektronik. Oleh karenanya diperlukan kejelasan mengenai peletakan beban tanggung jawab atas segala akibat hukum maupun kerugian yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi elektronik. 6. Pasal 22 Mengatur mengenai kewajiban penyelenggara agen elektronik untuk menyediakan fitur bagi pengguna agar pengguna dapat melakukan perubahan informasi yang disampaikan. Fitur tersebut misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, maupun konfirmasi ulang. Selain pasal-pasal tersebut, terdapat juga pasal-pasal lainnya yang secara tidak langsung mendukung pelaksanaan transaksi elektronik yang lebih aman dan efisien. Misalnya, pengakuan sebagai alat bukti yang sah terhadap informasi elektronik, dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya; pengaturan mengenai sertifikasi terhadap pelaku usaha yang menyelenggarakan transaksi elektronik; serta penegasan legitimasi atas tanda-tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum maupun akibat hukum yang sah. Pengaturan materi-materi yang terkait dengan transaksi elektronik dalam UU ITE tersebut diharapkan dapat segera dilengkapi dengan aturan pelaksanaannya. Sebagaimana dalam penyusunan UU ITE, Bank Indonesia juga terlibat dalam penyusunan peraturan pelaksanaannya. Pola Pengaturan Sistem BI-RTGS yang Mengacu pada Core Principles for Sistemically Payment Sistems Sistem BI-RTGS merupakan sistem pembayaran yang kritikal di Indonesia sebab dirancang sebagai sarana penyelesaian transaksi keuangan bernominal besar. Termasuk dalam hal ini adalah penyelesaian transaksi keuangan yang berasal dari pasar uang, pasar modal, transaksi pemerintah maupun transaksi hasil kliring. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika sekecil apapun gangguan pada sistem BI-RTGS akan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap keadaan pasar keuangan Indonesia. Atas dasar kondisi tersebut, sistem BI-RTGS dikategorikan sebagai Sistemically Important Payment Sistems (SIPS). 8 Seluruh negara di dunia pada dasarnya memiliki SIPS. Bagi keadaan pasar keuangan suatu negara, kedudukan SIPS sangat strategis karena dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan negara tersebut. Menyadari realita tersebut, Bank for International Setelmen (BIS) pada Januari 2001 menerbitkan suatu pedoman yang perlu diperhatikan oleh suatu negara dalam mengelola dan menjaga SIPSnya. Pedoman tersebut dikenal sebagai Core Principles for Sistemically Important Payment Sistems (CP-SIPS) yang diformulasikan dalam bentuk 10 (sepuluh) prinsip dasar. Bank Indonesia baik sebagai regulator, operator maupun overseer sistem BI-RTGS sangat concern terhadap penyelenggaraan sistem BI-RTGS yang aman dan efisien. Untuk mencapai hal tersebut, Bank Indonesia memastikan bahwa perangkat hukum yang mendasari pelaksanaan kegiatan operasional sistem BI- RTGS harus sesuai dengan CP-SIPS. Salah satu upaya pemenuhan CP-SIPS telah direalisasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2008, dengan menerbitkan paket ketentuan sistem BI-RTGS dalam bentuk dan 8 Sistemically Important Payment Sistems is a payment sistem that is capable of triggering disruptions or transmitting shocks across the financial sistem, Core Principles for Sistemically Payment Sistems, hal 14. Halaman 34

39 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 35 format sesuai urutan 10 (sepuluh) prinsip dalam CP- SIPS. Penyesuaian tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pembaca/pengguna memahami materi ketentuan sistem BI-RTGS, khususnya jika dikaitkan dengan CP-SIPS. Adapun paket ketentuan sistem BI- RTGS tersebut, adalah: 1. PBI No. 10/6/PBI/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Sistem BI-RTGS PBI ini mengatur hal-hal yang harus dilakukan penyelenggara agar penyelenggaraan sistem BI- RTGS dapat memenuhi standar/prinsip-prinsip dalam CP-SIPS. Susunan PBI ini disesuaikan dengan urutan prinsip-prinsip dalam CP-SIPS. Hal ini dimaksudkan agar pembaca dapat dengan mudah melihat korelasi antara PBI dengan CP- SIPS. Sedangkan bagi penyelenggara diharapkan dapat menyelenggarakan kegiatan operasional sistem BI-RTGS sesuai standar CP-SIPS. 2. SEBI No. 10/9/DASP tanggal 5 Maret 2008 perihal Prinsip-prinsip Penyelenggaraan dan Pengawasan Sistem BI-RTGS SEBI ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari PBI sistem BI-RTGS di atas. Dalam SEBI ini diatur antara lain jenis transaksi yang dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS. Selain itu juga memuat keterangan mengenai kewenangan Bank Indonesia untuk melakukan pengawasan kepada Penyelenggara. 3. SEBI No. 10/10/DASP tanggal 5 Maret 2008 perihal Pelaksanaan Transaksi Melalui Sistem BI- RTGS dalam rangka Perlindungan kepada Nasabah Peserta Sistem BI-RTGS SEBI ini mengatur hal-hal yang harus dilaksanakan dan diperhatikan oleh bank pada saat melakukan transaksi melalui sistem BI-RTGS untuk kepentingan nasabahnya. Materi yang diatur dala SEBI ini meliputi tata cara pengisian instruksi transfer, pelaksanaan instruksi transfer dari nasabah pengirim, kesesuaian penulisan instruksi transfer, penyampaian dana kepada nasabah penerima, pengumuman biaya transfer dan jam pelayanan nasabah, serta tata cara penghitungan bunga dan kompensasi. 4. SEBI No. 10/11/DASP tanggal 5 Maret 2008 perihal Penyelenggaraan Sistem BI-RTGS SEBI ini merupakan pedoman teknis pelaksanaan kegiatan dalam sistem BI-RTGS baik bagi penyelenggara maupun peserta. Materi yang dicakup dalam SEBI ini antara lain persyaratan bagi calon peserta, kewajiban peserta, dan teknis pelaksanaan kegiatan sistem BI-RTGS sehari-hari. Apabila kita perhatikan, terdapat beberapa perbedaan materi pengaturan dalam ketentuan sistem BI-RTGS baru, antara lain: 1. Adanya penegasan pemisahan fungsi Bank Indonesia sebagai pengatur dan pengawas sistem pembayaran (payment sistem overseer) dengan fungsi Bank Indonesia sebagai penyelenggara (operator); 2. Penyesuaian sifat hubungan hukum antara Bank Indonesia (sebagai penyelenggara sistem BI- RTGS) dengan bank dan lembaga lainnya (sebagai peserta sistem BI-RTGS) menjadi lebih bersifat keperdataan, khususnya mengenai sanksi; 3. Diperkenalkannya konsep Guest Bank 9 ; dan 4. Perubahan konsep kepesertaan tidak langsung. 9 Guest Bank adalah fasilitas terminal BI-RTGS yang disediakan oleh Bank Indonesia sebagai penyelenggara untuk ditempatkan di masingmasing peserta BI-RTGS sebagai alat bantu jika terjadi gangguan pada terminal RTGS peserta. Halaman 35

40 36 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman 36

41 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 37 Kebijakan dan Arah Sistem Pembayaran Tahun 2009 Halaman 37

42 38 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Kebijakan dan Arah Sistem Pembayaran Tahun 2009 Sebagaimana pada tahun sebelumnya, kebijakan dan arah sistem pembayaran pada tahun 2009 masih difokuskan antara lain pada peningkatan efisiensi dan keamanan untuk mendukung terwujudnya kelancaran dan kehandalan sistem pembayaran secara keseluruhan. Kegiatan ini akan dilakukan antara lain dengan penerbitan regulasi baru di bidang APMK dan uang elektronik, perubahan dari mekanisme pendaftaran menjadi perizinan dalam kegiatan usaha pengiriman uang, efisiensi High Value Payment Sistem (HVPS) melalui pengembangan infrastruktur RTGS Generasi II, mitigasi risiko kliring debet, dan mitigasi risiko transaksi Payment Versus Payment (PVP). Selain itu juga akan dilakukan implementasi standarisasi kartu ATM/Debet berbasis chip, upaya mewujudkan interoperability sistem uang elektronik, pembentukan Self Regulatory Organization (SRO), dan inisiasi pengembangan National Payment Gateway (NPG) untuk mendukung peningkatan efisiensi sistem pembayaran ritel dan mikro. Babak Baru APMK dan Uang Elektronik Dinamika perkembangan ekonomi nasional selama hampir dua dekade terakhir, dimana perbaikan struktural perekonomian domestik yang terus berlangsung di sela-sela tingginya derajat keterbukaan ekonomi telah menjadikan proses globalisasi ekonomi dan integrasi pasar keuangan tidak hanya sebagai suatu peluang untuk membangun bangsa ini, namun juga sebuah tantangan. Dalam kaitan ini, ritme globalisasi yang sangat cepat di sektor keuangan ternyata belum disertai oleh perbaikan dalam tatanan kelembagaan dan sistem yang begitu memadai, sehingga dalam tataran praktis, sering kita menjumpai fakta dimana proses globalisasi berkecenderungan meningkatkan potensi konflik yang dapat mempengaruhi struktur atau tatanan dalam masyarakat serta ketimpangan ekonomi. Dalam perkembangan tatanan sosial dan ekonomi masyarakat yang semakin dinamis, dan di sisi lain peran uang yang sangat vital dari waktu ke waktu, serta kecenderungan berkurangnya penggunaan uang tunai (cash) dalam kegiatan ekonomi sehari-hari, telah mendorong Bank Indonesia untuk lebih fokus dalam memantau pengembangan alternatif instrumen pembayaran yang dilakukan oleh industri sistem pembayaran di Indonesia. Perkembangan teknologi dalam sistem pembayaran telah mendorong munculnya less cash society dimana masyarakat menggunakan lebih banyak instrumen pembayaran non tunai dibandingkan dengan instrumen pembayaran dalam bentuk cash (tunai). Perkembangan tersebut telah memberikan pengaruh positif pada perkembangan teknologi pembayaran yang semakin inovatif, efisien serta mudah digunakan. Saat ini telah dikenal beragam instrumen pembayaran non tunai seperti cek/bilyet giro, kartu ATM, kartu debet dan kartu kredit, serta instrumen pembayaran elektronik lain yang dapat dilakukan melalui sistem BI- RTGS dan SKNBI. Pada dasarnya, seluruh instrumen pembayaran tersebut dirancang untuk berfungsi sebagaimana instrumen pembayaran tunai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bertransaksi. Selain kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit, saat ini telah berkembang pula kartu prabayar sebagai bentuk dari perkembangan instrumen pembayaran di Indonesia. Kegiatan dari jenis instrumen pembayaran tersebut diatur dalam peraturan Bank Indonesia yang Halaman 38

43 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 39 mengatur mengenai kegiatan APMK yang diterbitkan pada tahun Melihat perkembangan instrumen pembayaran, khususnya instrumen pembayaran yang bersifat store value dimana nilai dalam instrumen pembayaran yang bersifat store value tersebut tidak saja disimpan dalam media chip (chip based) seperti dalam bentuk kartu dan stiker, namun juga dalam media server (server based), Bank Indonesia sebagai otoritas yang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan kelancaran sistem pembayaran melakukan evaluasi terhadap ketentuan dan aturan main dari kegitan APMK tersebut. Kebijakan Bank Indonesia yang mengakomodir perkembangan uang elektronik tersebut memberikan peluang yang lebih besar terhadap pengembangan instrumen pembayaran non tunai dan penetrasi pasar atas produk uang elektronik, yang pada gilirannya sudah barang tentu akan mempengaruhi masyarakat untuk lebih memilih dan menggunakan instrumen pembayaran non tunai. Penetrasi pasar atas produk uang elektronik juga didukung dengan diberinya akses yang sama bagi lembaga non bank untuk menerbitkan uang elektronik. Dalam kaitan ini, persyaratan terkait dengan entry policy untuk penerbit uang elektronik yang merupakan lembaga non bank juga merupakan salah satu hal yang akan dievaluasi dalam penetapan arah kebijakan Bank Indonesia di tahun Selain entry policy untuk penerbit uang elektronik yang merupakan lembaga non bank, cakupan kartu prabayar dan pengaturan kegiatannya juga akan disesuaikan dengan mengakomodir perkembangan uang elektronik saat ini. Peraturan baru terkait dengan uang elektronik yang diharapkan dapat diterbitkan di tahun 2009 mengacu pada empat prinsip utama dalam kebijakan sistem pembayaran, yakni: 1) minimalisasi risiko sistem pembayaran, 2) optimalisasi efisiensi nasional, 3) kesetaraan akses bagi pelaku sistem pembayaran, dan 4) prinsip perlindungan konsumen. Ketentuan baru tersebut diharapkan dapat lebih mendukung perkembangan uang elektronik secara sehat, aman dan efisien. Terhadap langkah-langkah tersebut, Bank Indonesia bersama-sama dengan seluruh pelaku industri di sektor pembayaran akan terus berupaya untuk menciptakan efisiensi dan mendukung kolaborasi antar pelaku industri guna mendukung terwujudnya standar platform pembayaran yang dapat saling interoperable atau dapat digunakan oleh seluruh pelaku industri. Dari sisi masyarakat, pengembangan instrumen pembayaran uang elektronik ini disadari masih terdapat kendala khususnya terkait dengan kesiapan masyarakat dalam menghadapi era less cash society. Disadari sepenuhnya bahwa masyarakat Indonesia masih merupakan cash society dimana memegang uang masih merupakan suatu kebiasaan, apabila tidak ingin dikatakan sebagai budaya. Sedangkan dari sisi industri, masalah infrastruktur pengamanan, teknologi, dan kesiapan perangkat hukum juga masih membutuhkan pembenahan lebih lanjut. Dengan demikian, kesiapan masyarakat perlu didorong oleh perubahan budaya dan dibarengi dengan kesiapan infrastruktur serta perangkat hukum yang mampu memberikan perlindungan kepada seluruh pihak. Diaturnya secara khusus kegiatan uang elektronik juga mengakibatkan perubahan dalam ketentuan APMK. Apabila saat ini pengaturan APMK meliputi kartu ATM, kartu debet, kartu kredit, dan kartu prabayar, ke depan, kartu prabayar merupakan salah satu jenis dari uang elektronik sehingga tunduk kepada ketentuan uang elektronik. Selain itu, terhadap peran dari masing-masing penyelenggara APMK akan dilakukan evaluasi sehingga dimungkinkan akan terjadi reposisi terhadap peran dari masing-masing penyelenggara dengan berlakunya ketentuan APMK baru tersebut. Efisiensi High-Value Payment Sistem Melalui Pengembangan Sistem BI-RTGS Generasi II Pengembangan sistem BI-RTGS dimaksudkan untuk memitigasi risiko 10 di dalam sistem pembayaran antarbank khususnya sistem pembayaran antarbank 10 Mitigasi risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko sistemik dalam sistem pembayaran antar-bank. Halaman 39

44 40 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia bernilai besar (high-value payment sistem). Dengan diimplementasikannya sistem BI-RTGS maka setiap transaksi pembayaran antarbank yang merupakan kategori high-value payment 11 harus diproses melalui sistem pembayaran yang menggunakan mekanisme gross settlement dan menggunakan prinsip setelmen no money no game (apabilia dana tidak cukup, transaksi pembayaran tidak akan di-settle dan akan dimasukkan dalam antrian). Dari tahun ke tahun, jumlah transaksi pembayaran yang diproses melalui Sistem BI-RTGS terus meningkat secara signifikan, begitu pula dengan total nilainya. infrastruktur baru yang lebih handal, aman dan efisien. Pengembangan sistem BI-RTGS Generasi II juga dimaksudkan untuk mengembangkan (menambah) functionality dari sistem BI-RTGS dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kemampuan mitigasi risiko dari Sistem BI-RTGS. Salah satu functionality yang akan dikembangkan tersebut adalah menambah mekanisme offsetting 12 yang dimaksudkan untuk menghemat penggunaan likuiditas (economizing the use of liquidity) untuk setelmen dalam sistem BI-RTGS. Dengan demikian, sistem BI-RTGS Generasi II akan menjadi suatu hybrid settlement sistem 13. RIbu Transaksi/Rp Triliun RRH Volume (Ribu transaksi) RRH Nilai(Rp Triliun) Perkembangan Rata-Rata Transaksi Harian melalui Sistem BI-RTGS Seiring dengan peningkatan yang signifikan dari jumlah transaksi yang diproses melalui sistem BI-RTGS dan sebagai upaya untuk menjaga kehandalan infrastruktur sistem pembayaran, Bank Indonesia pada tahun 2008 telah mengembangkan sistem BI-RTGS dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) Generasi II. Terkait dengan infrastruktur, pengembangan yang akan dilakukan merupakan penggantian infrastruktur lama dengan 11 Transaksi pembayaran yang merupakan kategori high-value payment adalah transfer dana antar-bank untuk penyelesaian (setelmen) transaksi pasar uang antar-bank (PUAB), transfer dana antar-bank untuk setelmen sisi dana (cash-leg) dari transaksi perdagangan surat berharga, transfer dana antar-bank untuk setelmen Rupiah dari transaksi perdagangan valuta asing (valas) antar-bank, transaksi pembayaran yang terkait dengan operasi moneter dan kegiatan pemerintah, serta transfer dana antar-bank untuk kepentingan nasabah bank yang bersifat time-critical. Selain itu, pengembangan sistem BI-RTGS dimaksudkan untuk mempersiapkan infrastruktur sistem BI-RTGS sehingga dapat memfasilitasi crossborder transactions yang ke depan diperkirakan semakin berkembang karena adanya inisiatif pengembangan perekonomian dan pasar keuangan Mekanisme offsetting yang akan dikembangkan dimaksudkan untuk meng-offset transaksi-transaksi pembayaran dalam antrian (yang masuk ke antrian di Komputer Penyelenggara karena ketidakcukupan saldo rekening bank Peserta dan ketidakcukupan/ketidaktersediaan fasilitas pendanaan intrahari dari Penyelenggara) sehingga jumlah dan durasi transaksi pembayaran dalam antrian dapat direduksi sebanyak mungkin. Pada gilirannya, dengan mekanisme tersebut, penggunaan likuiditas untuk keperluan setelmen dapat diekonomisasi. Hybrid setelmen sistem telah diimplementasikan antara lain pada sistem RTGS Singapura (MEPS Plus), HongKong (CHATS), Jepang (BOJ RTGS-XG), Korea (BOK Wire), dan Eropa (TARGET2) serta akan dikembangkan pada sistem RTGS Malaysia (RENTAS) dan Thailand (BOT BAHTNET). Halaman 40

45 Transfer Dana & Sekuritas Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 41 regional yang terintegrasi. Salah satu contoh pengembangan pasar keuangan yang terintegrasi adalah inisiatif Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang rencananya pada tahun 2015 akan mengintegrasikan perekenomian dan pasar keuangan (pasar modal dan obligasi) negara-negara ASEAN. Untuk menyiapkan diri dan mendukung intra ASEANcross border transactions perlu adanya linked payment and settlement systems. Linked atau integrated payment and settlement sistems telah bekembang dan diimplementasikan pada beberapa perekonomian regional lainnya seperti Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Pengembangan linked payment and settlement systems tersebut akan mudah dilakukan jika ada harmonisasi platform dari seluruh payment and settlement systems yang ada pada negara-negara yang akan melakukan integrasi perekonomian dan pasar keuangan, seperti harmonisasi format instruksi transaksi keuangan dan message format dalam financial transactions messaging 14. Selain itu, untuk meningkatkan efisiensi cross border transactions akan diimplementasikan single access point (penggunaan single terminal di pelaku sistem keuangan seperti bank) untuk mengakses infrastruktur sistem keuangan domestik dan negara lain. Dengan single access point, pelaku di sistem keuangan (misalnya bank) di suatu negara hanya cukup menggunakan satu terminal untuk mengakses sistem transfer dana antarbank domestik (RTGS), sistem transfer surat berharga domestik (SSS), dan bahkan untuk mengirimkan perintah transfer dalam valas atau surat berharga yang ditatausahakan di negara lain kepada peserta payment and settlement systems di negara lainnya. Penerapan single access point tersebut dilakukan melalui pengoperasion global financial communication network 15 untuk menghubungkan peserta dengan penyelenggara payment and settlement systems Seperti penggunaan SWIFT (Society for Worldwide Inter-bank Financial Telecommunication) message format. Seperti penggunaan SWIFT netwok. SWIFT network ini telah digunakan untuk menghubungkan Peserta dengan Penyelenggara sistem RTGS di 61 negara termasuk Singapura, Thailand dan Filipina. Juga telah digunakan untuk menghubungkan Peserta dengan Penyelenggara sistem SSS di 48 negara termasuk Singapura dan Thailand). domestik (seperti sistem RTGS, clearing houses dan SSS domestik). R TGS SSS (C entral Bank) Beberapa Contoh Single Access Point & Penggunaan Global Financial Communication Network Negara/ Ekonomi Payment & Settlement Systems 1. Eropa - TARGET2 (RTGS) - TARGET2 Securities (SSS) - SEPA (Retail Payments) 2. Singapura - MEPS+ (RTGS & SSS) 3. HongKong - HKD CHATS, USD CHATS, Euro CHATS (RTGS) - CMU (SSS) DOMESTIK C learing Hous es of R etail Payments (Global) Financial Messaging Network (Contoh SWIFT Network) Single (Global) Access Point (Terminal) (Contoh: SWIFT Terminal) (S ingle) Interface C ore S ys tem Peserta PSS (termasuk bank) S S S /C S D (Equity & C orporate Bonds ) Instruksi LUAR NEGERI Payment & Settlement Systems (PSS) di LN Peserta PSS (termasuk bank) di LN Contoh Single Access Point & Global Financial Communication Network Pembentukan Self Regulatory Organization Perkembangan teknologi dan informasi sistem pembayaran yang sangat pesat telah mendorong munculnya berbagai macam produk dan layanan serta pelaku dalam industri sistem pembayaran. Kondisi ini tentunya menuntut Bank Indonesia selaku pengatur dan pengawas sistem pembayaran untuk dapat memberikan kebijakan yang responsif khususnya terhadap perkembangan teknologi tersebut yang dapat dijadikan acuan bagi para pelaku industri dalam mengembangkan produknya, dan sekaligus dapat dijadikan pedoman dalam upaya meningkatkan keamanan transaksi sistem pembayaran itu sendiri. Agar kebijakan Bank Indonesia tersebut tepat sasaran dan dapat diimplementasikan oleh industri, Bank Indonesia menilai perlu segera dibentuk Self Regulatory Organization (SRO) sebagai mitra Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Secara umum, tujuan pembentukan SRO dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengaturan khususnya terhadap pengaturan yang bersifat teknis dan mikro. Dengan diberikannya kewenangan bagi SRO untuk mengatur hal-hal yang Halaman 41

46 42 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia bersifat teknis dan mikro dalam industri sistem pembayaran diharapkan inovasi produk sistem pembayaran dapat berkembang secara optimal namun tetap berada dalam koridor yang aman. Di sisi lain, keberadaan SRO juga diharapkan dapat meminimalisir terjadinya konflik antar pelaku industri mengingat ketentuan dan aturan main yang ditetapkan SRO selalu melibatkan secara langsung atau berdasarkan kesepakatan para pelaku industri. Selanjutnya, untuk menghindari potensi konflik antara SRO dengan regulator, Bank Indonesia akan memberikan ramburambu yang tegas sehingga fungsi dan tanggung jawab SRO maupun regulator dapat dibedakan secara jelas. Dalam hal ini, setiap aturan yang ditetapkan oleh SRO tentunya harus terlebih dahulu dikomunikasikan atau mendapat approval dari Bank Indonesia dan Bank Indonesia harus memastikan bahwa peraturan yang dibuat oleh SRO efektif dan tidak menyimpang dari kebijakan dan peraturan Bank Indonesia. Meskipun SRO ini direspon sangat positif oleh industri, disadari sepenuhnya bahwa hal tersebut memerlukan waktu yang tidak singkat dalam pembentukannya. Untuk mempercepat terwujudnya SRO tersebut Bank Indonesia meminta kepada pelaku industri untuk segera membentuk Tim Task Force yang beranggotakan wakil dari seluruh pelaku industri sistem pembayaran. Perizinan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang Dengan berakhirnya masa pendaftaran bagi penyelenggaraan KUPU pada tanggal 31 Desember 2008, Bank Indonesia pada tanggal 24 Desember 2009 telah menerbitkan Surat Edaran No. 10/49/DASP perihal Perizinan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang bagi Perorangan dan Badan Usaha Selain Bank (SEBI Perizinan KUPU). Dengan diberlakukannya SEBI perizinan KUPU dimaksud, mulai tanggal 1 Januari 2009 berlaku mekanisme perizinan bagi penyelenggaraan KUPU. Secara prinsip, tidak terdapat perbedaan yang mendasar dalam mekanisme pendaftaran dan perizinan. Secara ketentuan, cakupan materi baik dalam ketentuan pendaftaran maupun perizinan mencakup 3 (tiga) aspek pengaturan yaitu aspek 1) sistem pembayaran, termasuk perizinan dan pengawasan, 2) prudential, dan 3) consumer protection. Hal yang menjadi pembeda dalam kedua ketentuan tersebut antara lain pengaturan penerapan prinsip Know Your Customer (KYC) bagi penyelenggara KUPU. Evaluasi terhadap penerapan prinsip KYC dalam ketentuan perizinan KUPU dimaksudkan untuk memastikan peran serta penyelenggara KUPU dalam mencegah kejahatan pencucian uang dan pembiayaan terorisme melalui mekanisme/sistem pengiriman uang. Berdasarkan ketentuan perizinan KUPU, prinsip KYC yang harus diterapkan oleh penyelenggara KUPU meliputi: 1) identifikasi dan verifikasi identitas pengirim dan atau penerima, 2) pemantauan transaksi pengiriman dan atau penerimaan, 3) program pelatihan pengurus dan atau pegawai, 4) pengendalian intern, dan 5) pelaporan transaksi keuangan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dengan pengaturan yang detail dari prinsip KYC tersebut diharapkan industri pengiriman uang dapat berkembang secara lebih sehat sehingga dapat mendukung penciptaan iklim usaha pengiriman uang yang kondusif. Efisiensi Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) Setelah mendorong terjadinya shifting dari penyelenggara KUPU informal menjadi penyelenggara KUPU formal melalui mekanisme pendaftaran dan perijinan, pada tahun 2009 Bank Indonesia akan memfokuskan kebijakannya untuk meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan KUPU. Pertama, Bank Indonesia akan melakukan kajian mengenai penyelenggaraan KUPU yang ideal dengan berprinsip pada keamanan, kelancaran, dan efisiensi. Kedua, Bank Indonesia akan memfasilitasi pembentukan asosiasi penyelengara KUPU yang telah memperoleh izin. Halaman 42

47 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 43 Kajian mengenai penyelenggaraan KUPU bertujuan untuk mengetahui peta dan kondisi industri KUPU serta sejauh mana potensi kontribusi penyelenggaraan KUPU terhadap perekonomian nasional. Dari kajian tersebut akan diperoleh gambaran umum dari kondisi industri KUPU di Indonesia terhadap kondisi ideal. Selanjutnya, akan diulas berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengatasi gap industri KUPU di Indonesia. Informasi berupa kajian, data dan statistik mengenai gap kondisi penyelenggaraan KUPU di Indonesia dengan kondisi ideal diharapkan dapat memberikan masukan bagi kebijakan Bank Indonesia untuk mengarahkan industri KUPU agar menjadi lebih aman, lancar, dan efisien. Untuk membangun komunikasi yang efektif antara Bank Indonesia dengan penyelenggara KUPU dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk mendukung perkembangan industri KUPU, Bank Indonesia telah menfasilitasi pembentukan asosiasi penyelenggara KUPU. Meskipun upaya pembentukan asosiasi ini masih dalam tahap awal, namun Bank Indonesia berharap hal ini dapat menjadi langkah awal yang baik dalam memajukan industri KUPU. Kendala utama dalam pembentukan asosiasi ini adalah kondisi dan karakteristik yang berbeda-beda dari masingmasing penyelenggara. Hal ini sangat dipahami mengingat pelaku dari industri KUPU tidak saja dari badan usaha namun juga perorangan. Selain itu, tersebarnya lokasi dari penyelenggara KUPU yang tidak seluruhnya berkantor pusat di Jakarta juga menjadi pertimbangan Bank Indonesia dalam mengatur strategi pembentukan asosiasi KUPU. Sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam mempercepat terwujudnya efisiensi nasional di bidang sistem pembayaran, terealisasinya pembentukan asosiasi KUPU tersebut diharapkan akan mempermudah integrasi infrastruktur dalam kegiatan pengiriman uang sehingga industri dapat memberikan layanan pengiriman uang yang lebih cepat, aman, dan murah bagi masyarakat pengguna, dan di sisi lain efisiensi dalam pemanfaatan teknologi oleh industri dapat dicapai. Implementasi Standarisasi Kartu ATM/Debet Berbasis Chip Setelah penyusunan standar nasional untuk kartu ATM/Debet selesai dilakukan pada tahun 2008, langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan standar tersebut pada kartu ATM/Debet yang diterbitkan oleh industri. Keberadaan standar nasional kartu ATM/Debet yang berbasis chip merupakan milestone penting dalam perkembangan industri sistem pembayaran di Indonesia, khususnya untuk instrumen pembayaran berbasis kartu. Keberhasilan implementasi standar nasional kartu ATM/Debet ini sangat ditentukan oleh kerjasama dan dukungan dari industri, karena itu Bank Indonesia akan terus memfasilitasi agar seluruh bank penerbit mendukung dan menjadikan standar tersebut sebagai acuan dalam pengembangan kartu ATM/Debet di Indonesia. Tahapan yang akan dilakukan dalam implementasi standar nasional kartu ATM/Debet berbasis chip meliputi: pilot preparation, pilot implementation, dan national implementation. Tahapan pilot preparation dan pilot implementation direncanakan selesai pada tahun 2009 dengan kegiatan sebagai berikut: Uji coba awal atau proof-of-concept (PoC). Sosialisasi standar kartu ATM/Debet kepada industri. Pembentukan Certification Authority (CA) sebagai lembaga pengelola Public Key Infrastructure dan Certification Body (CB) sebagai lembaga sertifikasi untuk kartu dan terminal yang akan digunakan oleh bank. Pilot implementation migrasi kartu ATM/Debet berbasis chip. Sosialisasi rencana implementasi nasional dan penetapan batas waktu migrasi kartu ATM/Debet berbasis chip oleh perbankan. Halaman 43

48 44 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Interoperability Sistem Uang Elektronik Sebagaimana dalam industri kartu ATM/Debet, interoperability dalam sistem uang elektronik juga dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi nasional dalam kegiatan uang elektronik. Pada dasarnya industri merespon positif upaya mewujudkan interoperability ini. Selanjutnya Bank Indonesia telah menetapkan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam mewujudkan interoperability tersebut antara lain dengan 1) memfasilitasi penerbit uang elektronik untuk berkomitmen terhadap upaya interoperability, 2) memfasilitasi pembentukan working group untuk membahas permasalahan dan merumuskan kerjasama menuju interoperability, dan 3) memfasilitasi working group untuk menyusun standar uang elektronik dalam rangka interoperability. Inisiasi Pengembangan National Payment Gateway (NPG) Sebagai upaya meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem pembayaran ritel dan mikro, Bank Indonesia mendorong industri sistem pembayaran ritel dan mikro untuk mengembangkan National Payment Gateway (NPG). NPG merupakan suatu switching nasional untuk berbagai transaksi antar bank yang dilakukan melalui front end delivery channel seperti: ATM, EDC, internet, telepon, dan mobile payment. Dalam rangka pengembangan NPG tersebut langkah-langkah yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia antara lain merumuskan strategi pengembangan NPG, menyusun jadwal pengembangan NPG, dan memfasilitasi pengembangan NPG melalui kebijakan dan regulasi yang akurat tanpa mengabaikan kemampuan dan kondisi industri. Dengan adanya NPG tersebut diharapkan efisiensi nasional dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia dapat segera terwujud, sehingga pelaku industri tidak perlu mengembangkan infrastruktur sendiri-sendiri untuk kegiatan sistem pembayaran yang dilakukannya, namun hal tersebut dapat dilakukan dengan cara yang lebih efisien yaitu melalui sharing infrastruktur dengan pelaku industri lainnya. Lebih jauh, NPG diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan shared ATM yang ada saat ini, mengembangkan fitur-fitur pembayaran (billing payment) melalui berbagai front-end delivery channel, dan mengurangi atau menghilangkan duplikasi terminal/edc untuk card-based payment di berbagai point of sales/merchant. Halaman 44

49 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 45 Oversight Sistem Pembayaran Halaman 45

50 46 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Oversight Sistem Pembayaran Penyelenggara Kiring Lokal Bank Indonesia (PKL BI), Penyelengara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia (PKL Selain BI). 3. Penyelenggara APMK, yaitu : Prinsipal, Penerbit dan Acquirer 4. Peserta sistem pembayaran antara lain peserta Sistem BI-RTGS dan Peserta SKNBI 5. Penyedia jasa pendukung penyelenggaraan SP, antara lain Perusahaan Switching. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Untuk membantu terwujudnya sistem pembayaran yang cepat, aman dan handal serta untuk menghindari terjadinya gangguan pada sistem keuangan akibat risiko sistemik dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia diberikan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap sistem pembayaran atau oversight Sistem Pembayaran (oversight SP). Oversight SP Tujuan dari oversight SP adalah untuk memastikan penyelenggaran sistem pembayaran dilakukan secara efisien, cepat, aman, dan handal untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan pinsip perlindungan konsumen. Sedangkan obyek oversight SP adalah seluruh penyelenggaraan sistem pembayaran yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan pihak selain Bank Indonesia, meliputi namun tidak terbatas pada: 1. Penyelenggara Sistem BI-RTGS 2. Penyelenggara SKNBI, yaitu : Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), Pelaksana oversight SP terhadap peserta sistem BI- RTGS dilakukan oleh penyelenggara sistem BI-RTGS. Oversight terhadap PKL BI, PKL non BI dan Peserta SKNBI dilakukan oleh PKN. Fokus dan Metode Oversight SP Oversight SP dilaksanakan dengan memprioritaskan pengawasan yang memenuhi kriteria SIPS dan SWIPS. Untuk oversight SP terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran selain difokuskan pada penilaian aspek keamanan, efisiensi dan perlindungan konsumen, juga difokuskan kepada penilaian kepatuhan (compliance), aturan main dan operasionalisasi sistem terhadap parameter yang tercantum dalam Core Principle- Sistemically Important payment Sistems (CP-SIPS). Metode yang digunakan dalam pelaksanaan oversight SP terhadap sistem BI-RTGS dan SKNBI dilakukan melalui kegiatan monitoring (pemantauan), assessment, dan inducing change (upaya mendorong perubahan) yang antara lain meliputi moral suasion, public statement dan consultative meetings. Pemenuhan CP-SIPS dalam rangka Assesment dan Mitigasi Risiko Penyelenggaraan BI-RTGS Pengelolaan risiko sistem pembayaran menjadi hal yang sangat krusial. Berbagai risiko mulai dari risiko Halaman 46

51 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 47 operasional, risiko likuiditas, fraud sampai ke risiko sistemik sangat mungkin terjadi apabila mitigasi risiko kurang memadai. Terkait pengelolaan risiko, oversight SP sepenuhnya mengacu kepada CP-SIPS yang meliputi 10 prinsip. CP-SIPS diterapkan untuk penyelenggaraan sistem pembayaran yang termasuk dalam kategori SIPS, dalam hal ini sistem BI-RTGS. Pokok-pokok pemenuhan CP-SIPS dalam penyelenggaraan sistem BI-RTGS dapat dilihat dalam table di bawah ini: CP.II Understanding Financial Risk Tahun 2008 merupakan tahun ke-2 bagi Bank Indonesia sebagai penyelenggara sistem pembayaran yang telah fully compliant terhadap prinsip II dari CP- SIPS ini. Penyelenggara telah menyusun ketentuan dan prosedur yang memberikan kejelasan kepada peserta mengenai risiko finansial yang dihadapi peserta sehubungan dengan keikutsertaannya dalam sistem BI-RTGS. Core Principles Assessment 2005 Review 2006 Review 2007 Review 2008 Legal Framework - CP. I Largely compliant Largely compliant Largely compliant Largely compliant Understand and Management Risks - CP. II Largely compliant Largely compliant Fully Compliant Fully Compliant - CP. III Fully Compliant Fully Compliant Fully Compliant Fully Compliant Settlement - CP. IV Largely compliant Largely compliant Largely compliant Fully Compliant - CP. V is not applicable to the RTGS System is not applicable to the RTGS System is not applicable to the RTGS System is not applicable to the RTGS System - CP. VI Fully Compliant Fully Compliant Fully Compliant Fully Compliant Operational reliability and efficiency - CP. VII Largely compliant Largely compliant Largely compliant Largely compliant - CP. VIII Largely compliant Largely compliant Fully Compliant Fully Compliant Access and Governance - CP. IX Largely compliant Fully Compliant Fully Compliant Fully Compliant - CP. X Largely compliant Largely compliant Largely compliant Fully Compliant CP.1 Legal Basis Pada awal tahun 2008 telah diterbitkan ketentuan baru tentang BI-RTGS, yaitu PBI No.10/6/PBI/2008 sebagai penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya. Berbagai aturan dalam ketentuan baru tersebut telah merefleksikan 4 prinsip yang dianut dalam kebijakan sistem pembayaran. PBI baru ini memuat materi tentang CP-SIPS dengan maksud untuk memudahkan proses assessment yang terkait dengan landasan hukum dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan BI-RTGS seperti misalnya perlunya legal opinion dari lembaga independen atas penyelenggaraan sistem BI- RTGS. CP.III Management of Financial Risk Sejak CP-SIPS diterapkan sebagai acuan pelaksanaan Oversight SP, Bank Indonesia telah sepenuhnya memenuhi prinsip ke-3 CP-SIPS (fully compliant). Aturan dalam PBI dan ketentuan-ketentuan Bank Indonesia lainnya telah menjabarkan secara jelas berbagai risiko yang dihadapi dalam penyelenggaraan BI-RTGS dan mekanisme pengelolaan risiko yang dilakukan. CP.IV Prompt Final Settlement Prinsip ke-4 ini mengatur mengenai jaminan (assurance) bahwa disain sistem RTGS dapat mendukung prinsip finality dan irrevocability transfer dana yang telah dilakukan melalui sistem BI-RTGS dan Halaman 47

52 48 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia penyelesaian akhir yang dilakukan secara real time sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (window time). Gap pemenuhan CP IV sebelum tahun 2008 yaitu dimungkinkannya Bank Indonesia melakukan pendebetan langsung untuk melakukan koreksi atas kesalahan transaksi BI-RTGS yang dibuat oleh Bank Indonesia. Pada tahun 2008, gap ini telah ditiadakan melalui penerbitan SE No.10/11/DASP tanggal 5 Maret 2008 dan SE No.10/95/Intern tanggal 31 Desember Pendebetan langsung oleh Bank Indonesia hanya diperkenankan untuk transaksi atas perintah nasabah, sedangkan koreksi dilakukan dengan mekanisme koreksi transaksi 1 Rupiah 16. CP.V Settlement in Multilateral Netting System Sejauh ini, multilateral netting system tidak diterapkan dalam penyelesaian transaksi melalui BI-RTGS, dengan demikian pemenuhan prinsip ke-5 ini tidak diperlukan. CP.VI Settlement Asset Pemenuhan prinsip ke-6 yang menegaskan mengenai sumber dana untuk melakukan penyelesaian akhir adalah menggunakan dana milik peserta yang berada pada rekening yang bersangkutan di Bank Indonesia. Dalam rangka meningkatkan kemampuan mitigasi risiko dari sistem pembayaran dan settlement yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan sebagai upaya mengantisipasi dampak krisis global yang berpotensi menekan ketersediaan likuiditas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), serta mengeluarkan ketentuan baru mengenai Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD). CP.VII Security and Operational Reliability Prinsip security and operational reliability mempertegas kewajiban penyelenggara untuk menyediakan sistem yang aman dan handal. Meskipun kewajiban ini telah dilakukan, namun berdasarkan hasil assessment 16 Mekanisme koreksi transaksi 1 rupiah adalah penandaan transaksi BI-RTGS yang mengalami koreksi dengan ditandai oleh pengenaan biaya 1 rupiah untuk setiap kali koreksi. pemenuhan pada prinsip ini baru pada taraf largely compliant, belum mencapai fully compliant. CP.VIII Efficiency Materi pengaturan prinsip ini dimaksudkan untuk memberikan transparansi terkait dengan efisiensi penyelenggaraan BI-RTGS seperti pricing policy (perlu tidaknya subsidi), biaya transaksi BI-RTGS, dan mekanisme pembebanan biaya. Berbagai aturan yang ada telah menjabarkan secara jelas prinsip efisiensi dalam pelaksanaan BI-RTGS. CP.IX Access Criteria Prinsip ke-9 mengatur kewajiban penyelenggara untuk menjamin bahwa kriteria kepesertaan bersifat obyektif dan dipublikasikan. Penyelenggara telah fully compliant terhadap prinsip ini. CP.X Governance Upaya untuk memenuhi CP-SIPS oleh Bank Indonesia mencakup pula peningkatan good corporate governance yang dilakukan melalui reorganisasi satuan kerja penyelenggara BI-RTGS dan pembentukan working group BI-RTGS. Pada akhir tahun 2008, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Intern No.10/86/Intern tanggal 23 Desember 2008 perihal Reorganisasi Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) sebagai salah satu langkah agar penyelenggaraan sistem pembayaran dilakukan secara efektif dan transparan. Reorganisasi DASP menggambarkan pula pemenuhan SIPS untuk menerapkan prinsip tata kelola yang baik antara lain melalui pemisahan tanggung jawab pelaporan (reporting line) unit kerja yang menangani payment system oversight dengan unit kerja yang melaksanakan operasional BI-RTGS. Selain itu, Bank Indonesia bekerjasama dengan beberapa peserta BI-RTGS membentuk suatu working group sebagai bagian dari upaya meningkatkan transparansi antara penyelenggara dan peserta dengan melibatkan para peserta dalam pengembangan BI-RTGS. Pendekatan ini diharapkan Halaman 48

53 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 49 akan meningkatkan efisiensi dan kehandalan sistem yang ada serta senantiasa dapat mengakomodir perkembangan yang terjadi. Issues Penyelenggaraan Sistem Pembayaran di Luar Bank Indonesia Non Performing Loan Kartu Kredit Rp Triliun Outstanding NPL % Perkembangan Outstanding dan NPL Kartu Kredit Peningkatan nilai transaksi kartu kredit selama tahun 2008 diikuti pula oleh peningkatan outstanding-nya. Pada tahun laporan, total outstanding mencapai Rp29,7triliun atau meningkat 24,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan outstanding tersebut ternyata tidak diikuti oleh naiknya Non Performing Loan (NPL) kartu kredit. Posisi NPL pada akhir tahun 2008 sebesar 10,8% lebih rendah dibandingkan posisi pada akhir tahun sebelumnya yang mencapai 11,8%. Penurunan nilai NPL tersebut mencerminkan kualitas industri kartu kredit yang terjaga dengan baik. Selain penerapan manajemen risiko yang semakin baik dari penerbit kartu kredit, kondisi ini juga tercipta karena kerjasama antara Bank Indonesia dengan AKKI diantaranya melalui edukasi ke masyarakat mengenai pengunaan kartu kredit secara bijak dan tips 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% keamanan bertransaksi dengan kartu kredit. Untuk lebih meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan kartu kredit, saat ini AKKI juga telah menyiapkan atau membangun sistem informasi positive list pemegang kartu kredit. Sistem ini diharapkan dapat dengan cepat dan akurat memberikan informasi terkait dengan kelayakan dan track record dari pemegang kartu kredit secara lebih rinci. Implementasi Chip pada Kartu Kredit Langkah migrasi ke penggunaan chip pada industri kartu kredit telah dicanangkan sejak akhir tahun Kewajiban ini tidak hanya diberlakukan untuk kartu kredit, namun juga termasuk perangkat pemrosesan transaksinya, EDC, dan back end system. Upaya ini bertujuan meningkatkan keamanan penggunaan kartu kredit, terutama untuk mencegah terjadinya fraud dengan cara melakukan skimming atau penggandaan data pada kartu sebagaimana yang seringkali terjadi pada kartu kredit yang masih menggunakan teknologi magnetic stripe. Sampai dengan posisi akhir tahun 2008, pemenuhan terhadap migrasi chip adalah sebagai berikut : Jumlah Kartu Kredit Jumlah kartu kredit yang telah menggunakan chip sampai dengan akhir Triwulan IV tahun 2008 atau posisi Desember 2008 adalah sebanyak 4,7 juta kartu atau mengalami peningkatan sebanyak 1 juta kartu (meningkat sebesar 28%) dari posisi akhir Triwulan III tahun 2008 (posisi September 2008). Jika dibandingkan dengan seluruh kartu kredit yang diterbitkan, total kartu yang telah chip mencapai 41% dengan rincian sebagaimana tabel di bawah. Penerbit Total Kartu Chip % Chip thd Total Kartu Kelompok Dec-08 Sep-08 Dec-08 Dec-08 Jumlah % Bank Asing 2,839,382 1,355,032 1,556,357 55% 201, % Bank Campuran 412, , ,978 35% 27, % Bank Swasta Nasional 4,200,747 1,811,514 2,434,972 58% 623, % Bank Pemerintah 2,781,607 60, ,092 9% 193, % Non Bank 1,051, , ,084 28% % Jumlah 11,285,330 3,658,030 4,689,483 42% 1,031, % Tabel Total Kartu yang telah Menggunakan Chip per Kelompok Penerbit Perkembangan Chip Halaman 49

54 50 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Tahapan Implementasi Chip Penerbit Jumlah Tahap Tahap Implementation Preparation Development Partial Full Bank Asing Bank Campuran Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Non Bank Jumlah Tabel Total Kartu Kredit yang telah Menggunakan Chip dan Tahapan Rinci Implementasi Chip Adapun tahapan implementasi yang telah dilakukan oleh Penerbit sebagaimana dalam tabel di atas. 15 penerbit telah masuk tahap implementasi dimana 4 penerbit telah mengimplementasikan secara penuh dan 11 masih partial implementation. Sisanya, 1 penerbit sedang dalam tahap development dan 4 penerbit masih dalam tahap preparation. Acquirer Jumlah EDC yang telah memenuhi standar Europay Master Visa (EMV) pada akhir Desember 2008 mencapai EDC atau meningkat sebesar 14% ( EDC) dari posisi September Secara keseluruhan, EDC yang telah memenuhi standar EMV mencapai 61% dari total seluruh EDC atau EDC. Adapun rinciannya sebagaimana tabel di bawah. Sampai dengan Desember 2008, terdapat 7 acquirer yang telah melakukan implementasi teknologi chip terhadap EDC, diantaranya 1 acquirer bank swasta nasional telah fully implementation. Berbicara mengenai kartu kredit tidak terlepas dari potensi risikonya. Kartu kredit memiliki ekposur risiko paling tinggi dibandingkan jenis instrumen kartu lainnya. Kasus-kasus fraud dalam penggunaan kartu kredit yang paling sering dijumpai diantaranya adalah pencurian data kartu kredit (counterfeit), penggunaan kartu kredit palsu, dan fraud application. Sepanjang tahun 2008, berdasarkan laporan dari AKKI jumlah kasus fraud yang telah diselesaikan putusan pidananya di pengadilan negeri adalah 26 kasus, dan 1 kasus pencurian data kartu kredit saat ini masih ditangani oleh pihak berwajib. Seiring dengan langkah Acquirer Total EDC EDC standard EMV % EMV comply thd Total EDC Perkembangan Kelompok Jumlah Dec-08 Sep-08 Dec-08 Dec-08 Jumlah % Bank Asing 1 5,230 2,600 3,000 57% % Bank Swasta Nasional 7 110,058 78,341 87,530 80% 9, % Bank Pemerintah 3 58,683 12,000 15,830 27% 3, % Jumlah ,971 92, ,360 61% 13, % Total jumlah EDC yang telah memenuhi standard EMV dan perkembangannya Penerbit Jumlah Tahap Preparation Tahapan Implementasi Chip Tahap Development Partial Bank Asing Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Jumlah Tabel Total EDC yang telah Menggunakan Chip dan Tahapan Rinci Implementasi Chip Implementation Full Halaman 50

55 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 51 migrasi ke penggunaan teknologi chip pada industri kartu kredit sejak tahun 2005, jumlah kasus fraud dengan jenis counterfeit cenderung mengalami penurunan. Perkembangan penyelesaian kasus fraud terdapat pada tabel di bawah ini: Fraud Type Counterfeit Fraud Applications 6 7 Lost/Stolen 2 1 Others 1 7 Total Sumber : Data AKKI Penyelesaian Kasus Fraud dari tahun Gesek Tunai dan Penggunaan Pengacara oleh Pemegang Kartu Kredit Selama tahun 2008 terjadi pula beberapa perilaku yang cukup mengganggu kelancaran penyelenggaraan kartu kredit di masyarakat. Penarikan tunai atau tunai oleh pemegang kartu pada pedagang merupakan salah satu transaksi yang dilarang pada kegiatan kartu kredit. Seharusnya pemegang kartu kredit hanya boleh berbelanja barang dan jasa pada pedagang dan tidak melakukan penarikan tunai. Penarikan tunai dengan menggunakan kartu kredit hanya dapat dilakukan melalui mesin ATM yang disediakan. Meskipun nilai dan volume transaksi ini belum dapat dihitung secara tepat, namun menurut laporan dari AKKI perilaku bertransaksi seperti ini cukup marak, terutama ditujukan untuk menghindari bunga yang tinggi atas penarikan tunai melalui mesin ATM oleh pemegang kartu. Di sisi lain, pedagang yang menyediakan fasilitas penarikan tunai juga bermaksud mendapatkan keuntungan lebih dengan memanfaatkan selisih (spread) antara merchant discount rate dengan fee yang dikenakan untuk transaksi tunai. Fee penarikan tunai yang dikenakan ke pemegang kartu biasanya lebih tinggi dari merchant discount rate yang harus dibayar oleh pedagang kepada acquirer. Perilaku ini apabila terus dibiarkan dapat meningkatkan exposure risiko kredit pada industri kartu kredit. Pedagang yang nakal seringkali juga berupaya mendapatkan keuntungan dengan menawarkan dana talangan untuk membayar kredit macet pemegang kartu. Pemegang kartu hanya diminta untuk membayar cicilan setiap bulan dan menyerahkan kartu kreditnya sebagai jaminan kepada pedagang. Sementara itu, apabila pemegang kartu lalai membayar cicilan atau wanprestasi terhadap kewajibannya kepada penerbit, maka pedagang akan langsung menggesek kartu kredit yang dijaminkan untuk membayar kekurangan cicilannya. Transaksi ini tentu saja berpotensi menambah risiko kredit macet. Tidak hanya tawaran dari pedagang, para pengacara pemegang kartu kredit yang macet. Dengan dalih membantu menyelesaikan tunggakan pembayaran kredit macet, pengacara secara sistematis mempengaruhi pemegang kartu untuk tidak menyelesaikan tunggakannya. Upaya penyelesaian kredit macet yang ditawarkan pengacara sebenarnya tidak ada, mereka hanya melakukan kampanye negatif melalui media massa untuk mempengaruhi publik tentang industri kartu kredit. Tindakan ini dikhawatirkan akan meningkatkan exposure risiko kredit. Penyelesaian kredit macet sebenarnya dapat ditempuh melalui mekanisme restrukturisasi kredit macet yang dimiliki oleh masing-masing penerbit. Pemegang kartu yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya dapat menghubungi penerbit untuk meminta restrukturisasi, rescheduling ataupun bentuk keringanan lainnya dalam menyelesaikan kewajiban tersebut. Halaman 51

56 52 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman 52

57 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 53 Isu dan Langkah Strategis dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengedaran Uang Halaman 53

58 54 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia kenaikan sebesar 16,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Isu dan Langkah Strategis dalam Pelaksanaan Tugas di Bidang Pengedaran Uang Perkembangan uang kartal dalam kegiatan transaksi masyarakat sepanjang tahun 2008 dipengaruhi antara lain oleh tekanan inflasi yang terjadi sejak triwulan-2, serta krisis keuangan global pada awal triwulan-4. Secara tahunan rata-rata pertumbuhan uang kartal yang diedarkan (UYD) tercatat mencapai pertumbuhan tertinggi selama 10 tahun terakhir. Laju pertumbuhan UYD rata-rata pada tiga triwulan pertama menunjukkan kecenderungan yang meningkat, namun terjadi perlambatan di triwulan-4. Perlambatan pertumbuhan di triwulan-4 tersebut terutama dipengaruhi oleh faktor musiman serta indikasi dampak krisis keuangan global terhadap perilaku penggunaan uang kartal. Sejalan dengan kenaikan permintaan uang kartal, kegiatan pengedaran uang di tahun 2008 berupa aliran uang kartal keluar (outflow) dan aliran uang kartal masuk (inflow), serta pemusnahan uang kartal meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Ditengah periode krisis keuangan global dan menjelang berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, jumlah temuan uang palsu juga menunjukkan Menghadapi berbagai dinamika perkembangan ekonomi yang masih dipengaruhi oleh dampak krisis global, BI merespon dengan menetapkan kebijakan di bidang pengedaran uang yang terfokus pada upaya efisiensi dan optimalisasi baik di bidang layanan, operasional kas, serta mendorong peningkatan manajemen pengelolaan uang kartal perbankan dengan tetap memperhatikan misi BI di bidang pengedaran uang yaitu pemenuhan kebutuhan uang kartal dalam jumlah yang cukup, nominal yang sesuai, layak edar, dan tepat waktu. Melalui kebijakan yang terfokus pada upaya efisiensi dan optimalisasi di bidang pengedaran uang tersebut secara eksternal berpengaruh terhadap optimalisasi manajemen likuiditas perbankan serta secara internal berdampak terhadap efisiensi biaya dan optimalisasi sumber daya, sehingga pada gilirannya dapat berperan serta dalam menjaga stabilitas perekonomian dalam menghadapi dampak gejolak krisis keuangan global. Selanjutnya untuk mengantisipasi peningkatan temuan uang palsu, upaya penanggulangan beredarnya uang palsu masih menjadi fokus kebijakan yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Penjabaran kebijakan pengedaran uang di tahun 2008 dalam mendukung upaya optimalisasi dan efisiensi pengedaran uang mengacu pada tiga pilar pengedaran uang, yaitu 1) Ketersediaan Uang Rupiah yang berkualitas, 2) Layanan kas prima, dan 3) Pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien. Pelaksanaan kebijakan dalam rangka mengupayakan ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas dilakukan antara lain dengan melakukan perencanaan kebutuhan yang Rupiah secara komprehensif dan merealisasikan pengadaan uang baru, mencabut dan menarik uang kertas Rupiah yang masa edarnya sudah terlalu lama, serta meningkatkan penanggulangan terhadap pengedaran uang palsu. Halaman 54

59 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 55 Upaya yang dilakukan dalam mendukung layanan kas prima sepanjang tahun 2008 meliputi optimalisasi layanan kas oleh satuan kerja kas baik di dalam dan luar kantor, pengembangan kerjasama layanan kas tanpa fee, penerapan ketentuan mengenai setoran bayaran bank, implementasi fungsi cash centre di perbankan serta peningkatan kemampuan kasir. Strategi yang ditempuh dalam mengupayakan pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien meliputi realisasi dan pelaksanaan distribusi uang secara aman, lancar, efisien, dan tepat waktu. Selain itu dilakukan optimalisasi kinerja sarana pengolahan uang dan pengembangan informasi yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas. Dalam rangka menjaga konsistensi kebijakan dan acuan pokok dalam pelaksanaan kegiatan pengedaran uang dalam jangka menengah panjang, di 2008 disusun draft awal penyempurnaan blue print manajemen pengedaran uang (MPU) yang meliputi grand design uang rupiah, grand design perencanaan kebutuhan uang, grand design pengadaan uang dan pemenuhan bahan uang, grand design penanggulangan uang palsu dan kejahatan mata uang, grand design distribusi uang, grand design pengolahan uang, dan grand design manajemen layanan kas. Halaman 55

60 56 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman 56

61 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 57 Perkembangan Indikator Pengedaran Uang Dan Temuan Uang Palsu Halaman 57

62 58 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia uang kartal yang keluar dari BI (outflow) lebih rendah dari aliran uang yang masuk ke BI (inflow), dibarengi dengan pangsa UYD diperbankan pada triwulan I-IV yang lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya mencerminkan upaya optimalisasi manajemen kas perbankan masih berlanjut. Perkembangan Indikator Pengedaran Uang Dan Temuan Uang Palsu Preferensi masyarakat untuk menggunakan uang kartal dalam kegiatan transaksi masih cenderung meningkat di 2008, tercermin dari kenaikan laju pertumbuhan rata-rata uang kartal yang diedarkan (UYD) dari 21,0% di 2007 menjadi 26,3%. Sejalan dengan kenaikan permintaan uang kartal tersebut, kegiatan pengedaran uang berupa layanan kas dan pemusnahan uang juga menunjukkan kenaikan. Demikian pula dengan temuan uang palsu yang meningkat sebesar 16,6% dibandingkan 2007, dengan peningkatan pemalsuan pada uang pecahan Rp Mengantisipasi kebutuhan uang kartal sebagai dampak krisis global yang terjadi di triwulan IV, perbankan merespons secara positif, dengan meningkatkan pangsa cash in vault yang cenderung lebih tinggi dari triwulan-triwulan sebelumnya. Laju pertumbuhan uang kartal di 2008 mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan dengan beberapa periode sebelumnya. Kenaikan tersebut cenderung dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa kondisi politik maupun preferensi masyarakat untuk mengantisipasi kenaikan harga. Pertumbuhan aliran Perkembangan Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) Lajut pertumbuhan uang kartal di masyarakat sepanjang 2008 tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Meskipun demikian, pola permintaan uang kartal tersebut masih searah dengan pola musiman. Peningkatan permintaan uang kartal sebenarnya mulai terjadi di akhir 2007 yang berlanjut hingga 2008, dengan laju pertumbuhan ratarata harian UYD dari 21,0% di 2007 menjadi 26,3%, yaitu dari Rp174,8 triliun menjadi Rp220,8 triliun. Secara umum, peningkatan permintaan uang kartal tersebut terjadi akibat pelaksanaan Pilkada yang cenderung marak selama 1 tahun terakhir, kenaikan harga BBM yang diiringi dengan penyaluran BLT, peningkatan pendapatan sektor pertanian di luar Jawa, dan persiapan menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional tahun Grafik 1. Perkembangan UYD Pertumbuhan rata-rata UYD harian meningkat signifikan pada tiga triwulan pertama dan melambat pada triwulan IV Pertumbuhan rata-rata UYD harian pada triwulan I-2008 sebesar 26,9% atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya Halaman 58

63 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 59 sebesar 21,2% dan menunjukkan kecenderungan meningkat pada triwulan II dan III masing-masing 28,5% dan 30,2%. Sedangkan pada triwulan IV terjadi perlambatan laju pertumbuhan UYD yang dipengaruhi oleh faktor musiman yaitu berakhirnya hari raya keagamaan (tabel 1). Sebagian besar UYD di 2008 berada di masyarakat yang mencapai kisaran rata-rata bulanan 80,3% sampai dengan 87,3% dari total UYD. Selama 3 triwulan pertama, pangsa UYD di perbankan menunjukkan persentase yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, dan mulai menunjukkan persentase yang lebih tinggi pada triwulan IV (tabel 2). Kondisi tersebut menunjukkan optimalisasi manajemen kas oleh perbankan masih berlanjut. Pangsa UYD di perbankan yang cenderung lebih tinggi pada triwulan IV menunjukkan adanya respons positif perbankan untuk mengantisipasi kemungkinan pemenuhan kebutuhan uang kartal sebagai dampak krisis keuangan global yang mulai terjadi di awal triwulan IV. Pangsa uang kertas (UK) yang diedarkan sedikit meningkat dari 98,8% menjadi 98,9% dari total UYD. Berdasarkan komposisi UYD per pecahan, pangsa UYD Tabel 1. Perkembangan Rata-rata UYD Tabel 2. Pangsa UYD di Masyarakat dan Perbankan Nominal (Triliun Rp) Periode Masy Bank Masy Bank Rata2 Harian Posisi akhir th Rata2 triwulan - Tw Tw Tw Tw Pertumbuhan (yoy) Rata2 Harian 13.49% 14.60% 20.97% 26.33% Posisi akhir th 14.16% 23.26% 23.64% 19.75% Rata2 triwulan - Tw % 12.62% 21.17% 26.88% - Tw % 15.22% 18.24% 28.46% - Tw % 15.59% 20.03% 30.22% - Tw % 14.82% 23.93% 20.77% Januari 81.9% 18.1% 82.1% 17.9% Februari 83.6% 16.4% 84.0% 16.0% Maret 84.1% 15.9% 84.4% 15.6% April 84.5% 15.5% 86.0% 14.0% Mei 84.8% 15.2% 85.7% 14.3% Juni 85.5% 14.5% 87.3% 12.7% Juli 84.4% 15.6% 85.9% 14.1% Agustus 85.2% 14.8% 85.8% 14.2% September 86.1% 13.9% 85.6% 14.4% Oktober 81.8% 18.2% 80.3% 19.7% November 84.0% 16.0% 84.1% 15.9% Desember 86.0% 14.0% 84.1% 15.9% Rata-rata Bulanan 84.3% 15.7% 84.6% 15.4% Triwulan I 83.1% 16.9% 83.4% 16.6% Triwulan II 84.9% 15.1% 86.3% 13.7% Triwulan III 85.2% 14.8% 85.7% 14.3% Triwulan IV 83.9% 16.1% 82.8% 17.2% Total 84.3% 15.7% 84.6% 15.4% Halaman 59

64 60 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia terbesar adalah pecahan Rp (45,1%), sedangkan pangsa terbesar tahun sebelumnya adalah pecahan Rp (45,0%). Adapun pangsa pecahan Rp dan Rp ke bawah masih menunjukkan kecenderungan menurun (Grafik 2). Berdasarkan jumlah lembar/ keping, uang kartal di masyarakat pecahan Rp ke bawah masih mendominasi yaitu mencapai 84,8% dari total jumlah lembar/keping uang yang diedarkan. Namun demikian, pangsanya menunjukkan penurunan dari 86,3% di tahun sebelumnya (Grafik 3). Penurunan tersebut menunjukkan kenaikan tingkat kebutuhan uang pecahan besar untuk transaksi seiring dengan kenaikan harga-harga umum. Jumlah aliran uang yang keluar dari BI ke perbankan dan masyarakat (outflow) dan aliran uang yang masuk ke BI dari perbankan dan masyarakat (inflow) meningkat masing-masing 15,4% dan 19,6% dari tahun sebelumnya. Jumlah outflow sebesar Rp226,1 triliun dan jumlah inflow sebesar Rp184,6 triliun. Jumlah outflow dan inflow tersebut masih lebih rendah dari inflow dan outflow yang terjadi di Laju pertumbuhan outflow yang lebih rendah dari pertumbuhan inflow tersebut mencerminkan optimalisasi manajemen uang kartal perbankan masih berlanjut. Kondisi tersebut juga dicerminkan melalui kenaikan transaksi di pasar uang kartal antar bank dari Rp15,7 triliun di tahun 2007 menjadi Rp20,7 triliun di tahun 2008 atau naik 31,5%. Jumlah outflow dan inflow yang meningkat di 2008 mencerminkan kebutuhan uang kartal sudah berada dalam kondisi normal sesuai dengan pola tahunannya, setelah sempat mengalami penurunan secara signifikan di tahun 2007 paska diberlakukannya uji coba setoran bayaran kepada perbankan. Grafik 2. Pangsa Pecahan UYD Berdasarkan Nominal Grafik 3. Pangsa Pecahan UYD Berdasarkan jumlah bilyet/keping Perkembangan Aliran Keluar dan Masuk Uang Kartal Melalui BI Sepanjang triwulan I sampai triwulan III, jumlah outflow cenderung meningkat, sedangkan di triwulan IV mengalami penurunan. Kenaikan permintaan uang kartal tersebut sejalan dengan kebutuhan uang kartal yang meningkat pada periode liburan/pendaftaran anak sekolah di triwulan II dan periode hari raya keagamaan di triwulan III yang dibarengi kenaikan harga BBM yang diiringi dengan penyaluran BLT, serta peningkatan pendapatan sektor pertanian di luar Jawa. Krisis keuangan global yang dibarengi dengan penurunan harga minyak dunia di triwulan IV yang menyebabkan harga BBM diturunkan berdampak terhadap penurunan jumlah outflow di triwulan tersebut. Meskipun di triwulan IV bertepatan dengan hari raya keagamaan dan tahun baru, namun rendahnya jumlah permintaan uang kartal di awal triwulan IV, menyebabkan jumlah outflow di triwulan IV tidak setinggi jumlah outflow pada periode yang sama tahun sebelumnya. Halaman 60

65 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2008 Bank Indonesia 61 Grafik 4. Perkembangan Outflow dan Inflow Uang Kartal Grafik 6. Perkembangan Inflow Uang Kartal Grafik 7. Perkembangan Net Flow Uang Kartal Grafik 5. Perkembangan Outflow Uang Kartal Jumlah inflow secara triwulanan di tahun 2008 menunjukkan pola yang sejalan dengan tahun sebelumnya namun dengan jumlah yang lebih tinggi. Kenaikan jumlah inflow di triwulan I dan IV berkaitan dengan penerapan kebijakan diskresi untuk menyerap kelebihan likuiditas uang kartal layak edar di perbankan paska liburan hari raya keagamaan yang terjadi di triwulan sebelumnya. Jumlah outflow di tahun 2008 masih lebih tinggi dari jumlah inflow atau terjadi net outflow, yang mencerminkan kebutuhan uang kartal masyarakat masih cukup tinggi. Jumlah net outflow di tahun 2008 sebesar Rp41,4 triliun atau relatif sama dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp41,6 triliun. Fluktuasi net flow uang kartal secara triwulanan di tahun 2008 masih dipengaruhi oleh pola musiman berupa kenaikan kebutuhan uang kartal pada periode liburan hari raya keagamaan di triwulan III yang dilanjutkan dengan kenaikan pengaliran uang kartal yang kembali ke BI sehingga terjadi net inflow di triwulan IV. Jumlah outflow terbesar terjadi di KP dan wilayah Sumatera yang mencapai masing-masing 29,6% dan 27,5% (grafik 8). Tingginya jumlah outflow di wilayah Sumatera tersebut menggantikan posisi outflow di wilayah Pulau Jawa (tidak termasuk KP) sejak tahun Hal ini antara lain dipengaruhi faktor peningkatan pendapatan sektor pertanian di wilayah tersebut yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan uang kartal. Grafik 8. Pangsa Outflow Berdasarkan Wilayah Halaman 61

ekonomi Kelas X SISTEM PEMBAYARAN DAN ALAT PEMBAYARAN K-13 A. Pengertian Sistem Pembayaran Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X SISTEM PEMBAYARAN DAN ALAT PEMBAYARAN K-13 A. Pengertian Sistem Pembayaran Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X ekonomi SISTEM PEMBAYARAN DAN ALAT PEMBAYARAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan sistem pembayaran

Lebih terperinci

ANALISA Bank dan Lembaga Keuangan II

ANALISA Bank dan Lembaga Keuangan II ANALISA Bank dan Lembaga Keuangan II SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA (SKNBI) dan Real Time Gross Settlement (RTGS) Disusun oleh : Candy Gloria (2121 0516) Kelas: SMAK 04-05 Jurusan Akuntansi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembayaran yang digunakan oleh masyarakat. Seiring dengan semakin tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. pembayaran yang digunakan oleh masyarakat. Seiring dengan semakin tingginya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini ikut mempengaruhi perkembangan alat pembayaran yang digunakan oleh masyarakat. Seiring dengan semakin tingginya tingkat ketergantungan

Lebih terperinci

Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang

Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2009 Bank Indonesia Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Direktorat Pengedaran Uang Halaman ini sengaja dikosongkan DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF...

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode 1997-1999 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Sistem Pembayaran 2 Periode 1997-1999 2. Arah Kebijakan 1997-1999 3 3. Langkah-Langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu jenis jasa bank (service) yang ada di Indonesia adalah jasa kliring

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu jenis jasa bank (service) yang ada di Indonesia adalah jasa kliring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu jenis jasa bank (service) yang ada di Indonesia adalah jasa kliring (clearing). Kliring adalah penagihan warkat bank yang berasal dari dalam kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dapat dilakukan oleh pelaku dengan wilayah yang berdekatan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dapat dilakukan oleh pelaku dengan wilayah yang berdekatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan kondisi perekonomian saat ini dimana terjadi persaingan yang cukup keras, memaksa pelakunya untuk efisien dalam segala hal, termasuk dalam melakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang memiliki fungsi yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Uang memiliki fungsi yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang memiliki fungsi yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Layaknya fungsi uang sebagai alat pembayaran dalam transaksi ekonomi, uang tidak terlepas dari

Lebih terperinci

TUGAS REVIEW KULIAH UMUM

TUGAS REVIEW KULIAH UMUM PENDIDIKAN DAN KEWARGANEGARAAN TUGAS REVIEW KULIAH UMUM OLEH : CLARENITA F.P. 1130106 / KP B FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SURABAYA 2014 Sekilas Sistem Pembayaran Pembayaran adalah perpindahan nilai antara

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Uang Rupiah. Pembayaran dan Pengelolaan. Sistem (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 106). PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/9/PBI/2016 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/9/PBI/2016 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/9/PBI/2016 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Instrumen/alat pembayaran merupakan media yang digunakan dalam pembayaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. Instrumen/alat pembayaran merupakan media yang digunakan dalam pembayaran. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Instrumen/alat pembayaran merupakan media yang digunakan dalam pembayaran. Instrumen pembayaran saat ini dapat diklasifikasikan atas tunai dan non-tunai. Instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit dan produk produk lainnya dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit dan produk produk lainnya dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam memajukan perekonomian negara, perbankan mempunyai peranan yang sangat penting. Hal ini karena bank mempunyai fungsi utama untuk menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BANK INDONESIA Laporan Perkembangan Sistem Pembayaran 2007

BANK INDONESIA Laporan Perkembangan Sistem Pembayaran 2007 1 2 Laporan Perkembangan Sistem Pembayaran 2007 3 DAFTAR ISI PENDAHULUAN... 7 Ringkasan Eksekutif... 7 Perkembangan Aktivitas Sistem Pembayaran Dan Pengedaran Uang Indonesia... 9 BAGIAN I... 13 BAB I STABILITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pembayaran Menurut Aulia Pohan (2011 : 71), sistem pembayaran adalah suatu sistem yang melakukan pengaturan kontrak, fasilitas pengoperasian dan mekanisme teknis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Indonesia dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Indonesia dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penggunaan Transaksi Non-Tunai di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Disatu sisi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belum secanggih saat ini. Awalnya masyarakat memunuhi kebutuhannya. logam dan sampai lah ke tahap penetapan uang kertas.

BAB I PENDAHULUAN. belum secanggih saat ini. Awalnya masyarakat memunuhi kebutuhannya. logam dan sampai lah ke tahap penetapan uang kertas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Transaksi ekonomi telah berevolusi berabad-abad lamanya dan dapat dikatakan sangat pesat baik dalam kegiatan transaksinya maupun faktorfaktor pendukungnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan bank sangat memengaruhi kegiatan ekonomi suatu negara. Bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena itu kemajuan suatu bank dapat pula

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam perekonomian terdapat dua jenis transaksi, yaitu transaksi tunai dan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam perekonomian terdapat dua jenis transaksi, yaitu transaksi tunai dan BAB II LANDASAN TEORI A. Jenis-jenis Transaksi Dalam perekonomian terdapat dua jenis transaksi, yaitu transaksi tunai dan non tunai. Perbedaan dari dua jenis transaksi tersebut terletak pada alat/instrument

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemahaman 2.1.1.Definisi Pemahaman Secara umum pemahaman adalah usaha konsumen untuk mengartikan atau menginterpretasikan stimulus. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia pemahaman

Lebih terperinci

KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGEDARAN UANG

KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGEDARAN UANG KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGEDARAN UANG dalam Mendukung Aktivitas Perokonomian Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang 2011 Kata Pengantar Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pola hidup konsumtif kini menjadi hal yang biasa bagi masyarakat. Ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pola hidup konsumtif kini menjadi hal yang biasa bagi masyarakat. Ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pola hidup konsumtif kini menjadi hal yang biasa bagi masyarakat. Ini dapat ditandainya dengan fenomena yang terjadi salah satunya adalah kartu kredit sudah

Lebih terperinci

BOKS 3 Survei Optimalisasi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Di Sulawesi Tenggara

BOKS 3 Survei Optimalisasi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Di Sulawesi Tenggara BOKS 3 Survei Optimalisasi Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Di Sulawesi Tenggara Salah satu tugas Bank Indonesia sesuai dengan UU No.23/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.3/2004 adalah mengatur

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2013 Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

Kusnul Latifah Education SISTEM PEMBAYARAN & ALAT PEMBAYARAN. Kusnul Ekonomi Kelas X

Kusnul Latifah Education SISTEM PEMBAYARAN & ALAT PEMBAYARAN. Kusnul Ekonomi Kelas X SISTEM PEMBAYARAN & ALAT PEMBAYARAN Ekonomi Kelas X Kusnul Latifah Education Kusnul Latifah @latifahhk ifahlatifah719@gmail.com A. Pengertian sistem pembayaran dan alat pembayaran a. Sistem pembayaran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perkembangan Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH 34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2012 Perbankan Aceh Kinerja perbankan di

Lebih terperinci

Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012

Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012 Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang 2012 Kata Pengantar Laporan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang (LSPPU) adalah publikasi bersama antara Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran dan Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mencegah kelemahan dari penggunaan uang tunai tersebut, kini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mencegah kelemahan dari penggunaan uang tunai tersebut, kini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Uang selalu dibutuhkan manusia dalam kegiatan ekonomi. Uang telah lama digunakan sebagai alat pembayaran yang sah, namun penggunaan uang tunai dirasa memberikan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. sependapat dalam buku Bunga Rampai Hukum Ekonomi Dan Hukum

BAB I PENGANTAR. sependapat dalam buku Bunga Rampai Hukum Ekonomi Dan Hukum 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peran sangat besar dalam perekonomian, dimana peranan Bank adalah sebagai penyimpan dana dan penyalur dana. Peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi yang canggih. Kemajuan teknologi dalam sistem

I. PENDAHULUAN. dengan perkembangan teknologi yang canggih. Kemajuan teknologi dalam sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pembayaran dalam transaksi ekonomi mengalami kemajuan yang pesat seiring dengan perkembangan teknologi yang canggih. Kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan bank sangat memengaruhi kegiatan ekonomi suatu negara. Bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena itu kemajuan suatu bank dapat pula

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ($'nrxrurruhbrunsr,e. I Dnrrnn lsr I. KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK. vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM...

DAFTAR ISI. ($'nrxrurruhbrunsr,e. I Dnrrnn lsr I. KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK. vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM... I Dnrrnn lsr I DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR tst... DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK I ilt vii ix BAB 1. TINJAUAN UMUM... BAB 2. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI TERKINI 1. Pertumbuhan Ekonomi 2. Kondisi Keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Bank Indonesia 2.1.1 Status dan Kedudukan Bank Indonesia Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (non cash), yang diawali dengan alat pembayaran menggunakan kertas (paper

BAB I PENDAHULUAN. (non cash), yang diawali dengan alat pembayaran menggunakan kertas (paper BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang semakin maju, mendorong pergerakan kegiatan ekonomi untuk bergerak semakin cepat. Untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut di perlukan

Lebih terperinci

Commerce & Payment System

Commerce & Payment System Commerce & Payment System Aliran Data CUSTOMER SATISFACTION PRODUCT & SERVICE DELIVERY PAYMENT SYSTEM DECISION INFORMATION NPG to Drive Digital Economy Growth Konsep CUSTOMER SATISFACTION PRODUCT & SERVICE

Lebih terperinci

2 1. Perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada Bank Umum Saat ini kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank Umum sehingga transfer dana melalui

2 1. Perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada Bank Umum Saat ini kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank Umum sehingga transfer dana melalui TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Transfer Dana. Kliring. Berjadwal. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 122). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang dari suatu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan

BAB I PENDAHULUAN. uang dari suatu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pembayaran (SP) adalah sistem yang berkaitan dengan pemindahan uang dari suatu pihak ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut

Lebih terperinci

Boks 2. SURVEI KEBUTUHAN UANG KOTA JAMBI

Boks 2. SURVEI KEBUTUHAN UANG KOTA JAMBI Boks 2. SURVEI KEBUTUHAN UANG KOTA JAMBI Sejarah perkembangan peradaban manusia menunjukkan bahwa uang memiliki peranan strategis dalam perekonomian terutama karena fungsi utamanya sebagai alat tukar (medium

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kasmir (2008), mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan

BAB II LANDASAN TEORI. Kasmir (2008), mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Kasmir (2008), mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uang sebagai sistem pembayaran tidak dapat dipisahkan dari fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Uang sebagai sistem pembayaran tidak dapat dipisahkan dari fungsinya untuk digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia mendorong masyarakat memperoleh segala sesuatu secara praktis dan aman dalam melakukan transaksi keuangan. Uang sebagai

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH JARINGAN KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN MODAL

Lebih terperinci

Solusi Cerdas Bisnis Anda

Solusi Cerdas Bisnis Anda PermataSME Cash Management Solusi Cerdas Bisnis Anda GRATIS biaya transaksi LLG, RTGS, Transfer online melalui Permatae-Business sampai dengan 31 Desember 2015 Jutaan Keluarga. Satu Bank. SME Cash Management

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga perputaran uang dalam pembayarannya diperlukan keamanan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga perputaran uang dalam pembayarannya diperlukan keamanan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, di jaman sekarang ini kegiatan perdagangan ataupun bisnis semakin ramai dan beragam dalam skala besar, menengah ataupun kecil. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan bank sangat memengaruhi kegiatan ekonomi suatu negara. Bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian negara. Oleh karena itu kemajuan suatu bank dapat pula

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecenderungan nasabah untuk melihat sebuah bank sebagai financial supermarket

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecenderungan nasabah untuk melihat sebuah bank sebagai financial supermarket BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan inovasi produk dan jasa perbankan dalam satu dekade terakhir ini memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Produk dan jasa yang ditawarkan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA, -1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung tercapainya sistem pembayaran

Lebih terperinci

Menguak Potensi Sistem Pembayaran bagi Perekonomian

Menguak Potensi Sistem Pembayaran bagi Perekonomian Menguak Potensi Sistem Pembayaran bagi Perekonomian 1 Oleh Dicetak Tahun : 2012 : Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran 2 PENDAHULUAN Tak bisa dipungkiri, teknologi informasi berkembang kian pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi adalah munculnya internet. Walaupun internet tidak dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi adalah munculnya internet. Walaupun internet tidak dapat dikatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teknologi merupakan hal yang tidak terlepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari, baik dalam pekerjaan, sekolah maupun untuk sekedar hiburan. Teknologi berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Menurut Peraturan Bank Indonesia yang menjelaskan mengenai Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). APMK adalah alat pembayaran yang berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting, salah satunya adalah kepuasan pelanggan yang merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting, salah satunya adalah kepuasan pelanggan yang merupakan isu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pelanggan pada kondisi pasar yang kompetitif merupakan faktor penting, salah satunya adalah kepuasan pelanggan yang merupakan isu utama dari bisnis pada

Lebih terperinci

Pencegahan dan Penanganan Kejahatan. Pada Layanan Perbankan Elektronik. Ronald Waas 1

Pencegahan dan Penanganan Kejahatan. Pada Layanan Perbankan Elektronik. Ronald Waas 1 Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Pada Layanan Perbankan Elektronik Ronald Waas 1 Yang saya banggakan, Ketua Umum dan Jajaran Pengurus Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia, Para Pembicara dari Bank Indonesia,

Lebih terperinci

PETA PERSAINGAN JASA KEUANGAN VS FINTECH DI ERA DIGITAL. Finansial Inclusion & Financial Technology. Widya T Harjono

PETA PERSAINGAN JASA KEUANGAN VS FINTECH DI ERA DIGITAL. Finansial Inclusion & Financial Technology. Widya T Harjono PETA PERSAINGAN JASA KEUANGAN VS FINTECH DI ERA DIGITAL Finansial Inclusion & Financial Technology Widya T Harjono director@invest.co.id Pelatihan Digital Banking dan Financial Technology 18 November 2017

Lebih terperinci

No Bank Indonesia sebagai otoritas yang diberi mandat oleh Undang- Undang untuk mengatur, menyelenggarakan perizinan, dan melakukan pengawasan

No Bank Indonesia sebagai otoritas yang diberi mandat oleh Undang- Undang untuk mengatur, menyelenggarakan perizinan, dan melakukan pengawasan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6081 PERBANKAN. BI. Gerbang Pembayaran Nasional. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 134) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Sistem Pembayaran 2006

Laporan Perkembangan Sistem Pembayaran 2006 1 DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN.6 Ringkasan Eksekutif... 6 Perkembangan Umum Aktifitas Pembayaran dan Pengedaran Uang Di Indonesia... 8 BAB II : PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA.10 STABILITAS

Lebih terperinci

Perbankan Komersial dan UKM

Perbankan Komersial dan UKM 01 Ikhtisar Data 02 Laporan Tinjauan Bisnis 04 122 PT Bank Central Asia Tbk 03 Profil 04 Analisis dan Pembahasan 05 Tata Kelola Pendukung Bisnis 06 Tanggung Jawab Sosial Tinjauan Perbankan Komersial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan antara kemampuan dan keinginan untuk mencapai suatu yang

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan antara kemampuan dan keinginan untuk mencapai suatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perbankan dewasa ini, makin hari menujukan peranan yang semakin besar dan semakin menentukan dalam meningkatkan perkembangan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana kepada masyarakat serta memberikan jasa-jasa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana kepada masyarakat serta memberikan jasa-jasa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang bertujuan menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat serta memberikan jasa-jasa pelayanan lainnya. Menurut undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, hlm. 185

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, hlm. 185 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan syariah adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki pengaruh besar dalam roda perekonomian masyarakat. Bank adalah sebuah lembaga bagi masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat kita terutama yang hidup di perkotaan atau kota-kota besar

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat kita terutama yang hidup di perkotaan atau kota-kota besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat kita terutama yang hidup di perkotaan atau kota-kota besar sudah tidak asing lagi jika mendengar kata bank. Bahkan sekarang ini sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

- 3 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup jelas.

- 3 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 8 /PBI/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) I. UMUM Seiring perkembangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.34, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Modal. BPR. Jaringan Kantor. Kegiatan Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5849) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan sistem berbasis teknologi khususnya yang berkaitan dengan internet berpengaruh terhadap perusahaan termasuk perbankan untuk berinteraksi

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

Sosialisasi PBI Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran Bank Indonesia

Sosialisasi PBI Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran Bank Indonesia Sosialisasi PBI Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran Bank Indonesia Jakarta, 21 Februari 2014 Bank Indonesia Agenda I Pendahuluan II Perlindungan Konsumen SP III Statistika IV Mekanisme dan Cakupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Bank memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan uang, penyaluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Bank memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan uang, penyaluran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan uang, penyaluran kredit dan juga perantara dalam lalu lintas pembayaran. Era sekarang ini perbankan memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan dan diinvestasikan ke sektor-sektor ekonomi yang produktif.

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan dan diinvestasikan ke sektor-sektor ekonomi yang produktif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi membantu kelancaran sistem pembayaran dan juga sebagai lembaga atau sarana dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Suatu himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur dan memiliki pola kerja yang tetap dan telah ditentukan untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN Kelompok Kerja Edukasi Masyarakat Di Bidang Perbankan 2007 1. Pendahuluan Bank sebagai lembaga intermediasi dan pelaksana sistem pembayaran memiliki peranan

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode SEJARAH BANK INDONESIA : SISTEM PEMBAYARAN Periode 1999-2005 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Sistem Pembayaran 2 Periode 1999-2005 2. Arah Kebijakan 1999-2005 3 3. Langkah-Langkah

Lebih terperinci

2017, No payment gateway) merupakan pemenuhan atas kebutuhan masyarakat dalam bertransaksi secara nontunai dengan menggunakan instrumen pembaya

2017, No payment gateway) merupakan pemenuhan atas kebutuhan masyarakat dalam bertransaksi secara nontunai dengan menggunakan instrumen pembaya LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.134, 2017 PERBANKAN. BI. Gerbang Pembayaran Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6081) PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/8/PBI/2017

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan teknologi telah memberi dampak yang signifikan terhadap perkembangan layanan jasa perbankan. Jika dahulu nasabah harus berkunjung ke bank setiap kali akan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI tentang perbankan, adalah sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI tentang perbankan, adalah sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian, Fungsi dan Jenis Bank 2.1.1 Pengertian Bank Pengertian bank menurut pasal 1 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, adalah sebagai berikut : Bank adalah

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/10/PADG/2017 TENTANG GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (NATIONAL PAYMENT GATEWAY)

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/10/PADG/2017 TENTANG GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (NATIONAL PAYMENT GATEWAY) PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/10/PADG/2017 TENTANG GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (NATIONAL PAYMENT GATEWAY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007

KINERJA PERBANKAN 2008 (per Agustus 2008) R e f. Tabel 1 Sumber Dana Bank Umum (Rp Triliun) Keterangan Agustus 2007 KINERJA PERBANKAN (per ) R e f A. Sumber Dana Bank A.1. Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan sumber utama dana perbankan. Hingga total sumber dana bank umum mencapai Rp1.746,80 triliun atau naik 10,89% dibandingkan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5498 PERBANKAN. BI. Perlindungan Konsumen. Sistem Pebayaran. Jasa. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 10) PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang memiliki spesialisasi yang tinggi. Hal ini berarti tidak ada seorangpun yang mampu memproduksi semua apa yang dikonsumsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistematika penelitian yang akan menggambarkan beberapa informasi awal tentang

BAB I PENDAHULUAN. sistematika penelitian yang akan menggambarkan beberapa informasi awal tentang BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang akan memaparkan tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian yang akan

Lebih terperinci

Menuju Less Cash Society Finansial Inclusion & Digital Divide

Menuju Less Cash Society Finansial Inclusion & Digital Divide Menuju Less Cash Society Finansial Inclusion & Digital Divide Seminar Perkembangan Sistem Informasi Perbankan Di Indonesia Budi Hermana Universitas Gunadarma 24 Februari 2014 Digital + Finansial bi.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan bagi penggunannya serta membuat lebih efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan bagi penggunannya serta membuat lebih efektif dan efisien 1 BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Perkembangan teknologi saat ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Teknologi sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/8/PBI/2017 TENTANG GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (NATIONAL PAYMENT GATEWAY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/8/PBI/2017 TENTANG GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (NATIONAL PAYMENT GATEWAY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/8/PBI/2017 TENTANG GERBANG PEMBAYARAN NASIONAL (NATIONAL PAYMENT GATEWAY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Perkembangan Uang Elektronik di Indonesia Tahun : Kajian Regulasi, Pertumbuhan Volume dan Nilai Transaksi

Perkembangan Uang Elektronik di Indonesia Tahun : Kajian Regulasi, Pertumbuhan Volume dan Nilai Transaksi Perkembangan Uang Elektronik di Indonesia Tahun 2009-2011: Kajian Regulasi, Pertumbuhan Volume dan Nilai Transaksi Noversyah Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma nover@staff.gunadarma.ac.id Abstrak Uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mandiri e-cash merupakan salah satu alternatif alat pembayaran secara

BAB I PENDAHULUAN. Mandiri e-cash merupakan salah satu alternatif alat pembayaran secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mandiri e-cash merupakan salah satu alternatif alat pembayaran secara online yang dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia. Uang elektronik ini, adalah produk yang

Lebih terperinci

No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N. Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N. Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang

Lebih terperinci

Usulan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan

Usulan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan BAB I KETENTUAN UMUM 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1 Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran penting perbankan. Peranan penting perbankan dalam era pembangunan nasional adalah sebagai sumber permodalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menekankan pada komponen atau suatu elemen (Jogiyanto 2005: 1).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menekankan pada komponen atau suatu elemen (Jogiyanto 2005: 1). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Sistem adalah suatu sarana yang menekankan pada prosedur dan yang menekankan pada komponen atau suatu elemen (Jogiyanto 2005: 1). Menurut Jogiyanto, sistem dapat

Lebih terperinci

Pertama-tama, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat

Pertama-tama, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat Aspek Hukum Transaksi Elektronik; Perikatan, Pembuktian dan Penyelesaian Sengketa, oleh Resa Raditio. S.H., M.H. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262;

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung kelancaran sistem pembayaran diperlukan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/24/PBI/2015 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/24/PBI/2015 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/24/PBI/2015 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, -1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan alat pembayaran

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Industri perbankan Indonesia pada masa pra-krisis merupakan salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan yang pesat antara tahun

1.1. Latar Belakang Industri perbankan Indonesia pada masa pra-krisis merupakan salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan yang pesat antara tahun 1.1. Latar Belakang Industri perbankan Indonesia pada masa pra-krisis merupakan salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan yang pesat antara tahun 1992 dan 1997 dengan tingkat pertumbuhan aset sebesar

Lebih terperinci