BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, manusia memiliki rasa untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, manusia memiliki rasa untuk"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, manusia memiliki rasa untuk selalu terus bersama dengan orang lain. Aristoteles ( SM) seperti dikutip oleh Mg Sri Wiyati (2007) menyatakan bahwa manusia merupakan zoon politicon, artinya manusia adalah makhluk yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan manusia lainnya. Lebih jauh lagi Mg Sri Wiyarti (2007) menjelaskan bahwa, manusia dalam kehidupannya akan merasa kesulitan jika hidup tanpa bantuan orang lain. Kehidupan berhubungan erat dengan interaksi yang hanya akan terjadi jika melibatkan dua orang atau lebih. Interaksi manusia dalam masyarakat menjadi lebih kompleks daripada interaksi antar dua pribadi. Sebab pada saat itu manusia mencari jati diri melalui kebersamaan dengan orang lain yang sekaligus juga membentuk identitas diri. Hal ini semakin mempertegas bahwa manusia menyimpan bakat-bakat sosial atau hasrat yang dibawa sejak lahir yaitu hasrat untuk bergaul. Pergaulan memiliki peranan atas terbentuknya pribadi seseorang atau berkembangnya bakat seseorang. Secara garis besar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan sosial manusia, yaitu warisan biologis, keadaan lingkungan sekitar, warisan sosial (social heritage), dan kelompok sosial (social groups). Bergabung ke dalam suatu kelompok sosial dapat membuat seorang individu tidak lagi merasa sendirian. Kelompok dimanfaatkan oleh beberapa individu yang ingin terlihat sama dalam menyikapi sesuatu, bergaya, dan berbusana. Para 1

2 anggota kelompok ingin selalu menjadi satu bagian dalam upaya pembentukan pribadi secara kolektif. Hal ini terkait dengan salah satu faktor yang melatarbelakangi terbentuknya suatu kelompok, yaitu terdapatnya anggotaanggota yang merasa senasib sehingga menimbulkan rasa ketergantungan satu sama lain. Pada konteks kekinian, banyak kelompok atau komunitas terbentuk sebagai perwujudan cerminan diri dari kebudayaan dan suku tertentu hingga kelompok yang mencerminkan gaya hidup atau fashion style tertentu. Sebut saja Hijabers Commnuity Yogyakarta (HCY), adalah komunitas muslim masa kini yang memadukan jilbab dan fashion sebagai identitas kolektif yang khas dan berbeda dengan kelompok Islam lainnya. Terdiri dari sekumpulan perempuan muslim yang berjiwa muda, dinamis, penuh kreativitas serta pemikiran yang modern terhadap nilai-nilai Islam. Penampilan dan gaya berjilbab para anggota HCY cenderung tidak biasa, yaitu dengan menciptakan praktik jilbab yang fashionable. Dengan perkembangan fashion muslim saat ini, diharapkan dapat membawa jilbab dan Islam berkembang menuju arah yang positif sehingga dapat menjawab tantangan jaman berupa modernitas. Penampilan dan gaya berjilbab kelompok HCY terinspirasi dari trend fashion baju muslim dari negara timur-tengah yang diakses melalui media massa, cetak maupun elektronik. Saat ini trend fashion jilbab dan busana muslim telah menjadi bagian dari budaya populer. Bing Tedjo (2007) menyebutkan bahwa budaya populer adalah budaya dimana segala makna saling bertarung mempengaruhi pola pikir yang terdapat di masyarakat. Budaya populer juga dikenal sebagai budaya praktis, pragmatis, dan instan yang menjadi ciri khas dalam pola kehidupan. Trend jilbab 2

3 fashionable yang diusung oleh kelompok HCY merupakan bagian dari produk budaya populer dan tanpa disadari telah menimbulkan pergeseran makna tentang pemakaian jilbab pada masa dulu dan sekarang. Sejatinya, mengenakan jilbab dalam tuntunan agama Islam merupakan hal yang wajib bagi para perempuan, khususnya perempuan yang telah akil baligh atau dewasa untuk menutupi auratnya. Berikut kutipan ayat dalam Al-Qur an mengenai ketentuan berjilbab: Hendaklah mereka menutupkan khumur (kerudung-nya) ke dadanya. (An-Nuur:31) Jilbab pada masa Nabi Muhammad SAW merupakan pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kaki hingga kepala perempuan dewasa. Terbuat dari kain dengan potongan sederhana dan berbahan tebal. Serta tidak menggunakan perhiasan atau aksesoris yang mengundang perhatian orang lain. Esensi awal jilbab adalah sebagai simbol keagamaan yang menunjukkan identitas dan religiusitas kelompok muslim, namun bagi Raleight (2004) saat jilbab telah menjadi bagian dari budaya populer (fashion) maka terdapat kecenderungan jilbab tidak hanya sebagai simbol yang mencerminkan identitas agama melainkan menjadi identitas kolektif bagi kelompok. Kelompok HCY memperkenalkan praktik berjilbab yang berbeda sehingga para muslimah mampu tampil modis dan fashionable dengan mengenakan jilbab. Ungkapan takwa dalam lingkup budaya populer didaur ulang menjadi ungkapan gaya berbusana. Jilbab yang tadinya kental dengan nilai keagamaan dijadikan komoditas untuk menunjukkan identitas modern tentang selera dan gaya hidup Islami. 3

4 Fashion atau penampilan bagi seorang perempuan menjadi sesuatu yang sifatnya wajib serta berperan penting dalam kehidupan sosialnya. Hal ini merujuk pada kepuasan dan kepribadian, yaitu keinginan dalam diri seseorang bukan hanya tampil, tetapi juga untuk diperhatikan. Ada satu kepuasan dalam diri seseorang jika dapat menjadi pusat perhatian. Mencari perhatian dapat berujung pada mencari sensasi (sensation seeking). Fertobhades (lihat Bing Tedjo, 2007) menjelaskan mencari sensasi adalah tindakan yang diniatkan untuk menampilkan suatu perilaku atau kegiatan yang berbeda dengan yang lain. Berbeda berarti tidak sama, dan ketidaksamaan itu diartikan karena adanya sesuatu yang luar biasa. Kiprah HCY sebagai sebuah kelompok muslimah sekaligus trendsetter bagi perkembangan busana muslim dan jilbab, telah membawa warna baru dalam memaknai jilbab. Saat ini jilbab dan busana muslim tidak lagi identik sebagai sesuatu yang kuno dan ketinggalan jaman, melainkan sebagai simbol identitas yang dapat merepresentasikan gaya dinamis dan modern dari seorang muslimah. Sementara itu timbul pertanyaan adakah unsur nilai keagamaan yang tercermin dalam praktik berjilbab sebagai bagian aktivitas gaya hidup muslimah, atau berjilbab hanya dijadikan simbol identitas yang sifatnya kekinian. Gaya hidup adalah bentuk orientasi individual, namun tidak dapat dilepaskan dari norma sosialisasi lingkungan, salah satunya adalah pengaruh dari kelompok. Kelompok memiliki peranan dalam menanamkan nilai agama terhadap anggota dan mempengaruhi pembentukan perilaku anggota. Sehingga bagaimana suatu kelompok seperti HCYdapat melaksanakan perannya menanamkan nilai 4

5 Islam terhadap tata cara berbusana serta penampilan dari para anggota komitenya, melalui ketentuan dan cara berjilbab yang syar i. 1.2 Rumusan Masalah Merujuk pada latar belakang permasalahan diatas, pertanyaan yang diajukan untuk rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Siapakah Hijabers Community Yogyakarta itu? 2. Bagaimana Hijabers Community Yogyakarta memaknai jilbab sebagai simbol agama sekaligus sebagai simbol identitas kolektif kelompok? 3. Bagaimana Hijabers Community Yogyakarta merepresentasikan identitas muslimah fashionable sebagai bagian dari praktik gaya hidup masa kini? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1. Menjelaskan tentang profil sosial dari HCYdalam rangka mengetahui gaya hidup para anggota komite. 2. Mengetahui proses yang dilakukan HCY dalam memaknai dan memahami jilbab sebagai simbol agama sekaligus simbol identitas kelompok 3. Menggali perananhcy dalam merepresentasikan pemaknaan mengenai jilbab dan berbusana fashionable terhadap para anggota komitenya dalam praktik gaya hidup masa kini. 1.4 Manfaat Penelitian Secara umum, penelitian ini memiliki manfaat untuk menambah wawasan akademis bagi peneliti maupun pembaca. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian sosiologi mengenai dinamika gaya hidup muslimah 5

6 termasuk jilbab dan busana sebagai representasi identitasnya. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya kajian sosiologi agama dengan mengkaji jilbab yang kini telah menjadi bagian dari fashion di Indonesia dan makna jilbab yang tidak hanya sebagai simbol agama melainkan sebagai simbol identitas kolektif. 1.5 Tinjauan Pustaka Berikut ini adalah beberapa studi penelitian mengenai perkembangan jilbab di Indonesia yang dibahas dari sudut pandang sosial maupun budaya. Penelitian tersebut dijadikan penulis sebagai pembanding dan bahan tambahan referensi dalam melakukan penelitian. Maiyusnida (2006) dalam jurnalnya membahas mengenai trend jilbab yang sedang berkembang pada tahun 2003 di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara (USU). Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan beberapa faktor yang melatarbelakangi para mahasiswi tersebut untuk mengenakan jilbab, beberapa diantaranya adalah faktor ketakwaan dan religiusitas sebagai seorang muslimah, faktor penampilan yaitu merasa dirinya lebih cantik serta menarik setelah mengenakan jilbab. Selajutnya adalah timbulrasa aman dan jaminan terlindungi dari godaan-godaan dari luar diri mereka, misalnya laki-laki yang bukan muhrimnya. Faktor lingkungan dan peer group juga ikut melatarbelakangi para mahasiswi tersebut berjilbab. Di luar faktor-faktor yang telah disebutkan, para mahasiswi berjilbab memiliki misi untuk menunjukkan identitas diri mereka sebagai seorang muslimah dan juga pembuktian bahwa dengan berjilbab tidak menghalangi aktivitas serta ruang gerak pemakainya. 6

7 Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Claudia Saluz (2007) bertujuan untuk mengkaji agama Islam sebagai bagian dari budaya popular dan meneliti praktik berjilbab yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya sebagai ekspresi dari budaya pop didalam masyarakat urban. Dalam skripsinya disebutkan bahwa terdapat perbedaan model berjilbab dimana tidak ada konsensus mengenai standar pemakaian jilbab yang seharusnya. Saluz mengkategorikan 3 kelompok muslimah berdasar pada karakteristik model jilbabnya, yaitu kelompok jilbab cadar, kelompok jilbab panjang yang dipadukan dengan rok lebar, dan kelompok jilbab trendi. Kemunculan model jilbab trendi dijelaskan sebagai proses hibridisasi, adalah suatu proses interaksi antara budaya lokal dengan global, hagemoni, dan subaltern. Maka dari itu fenomena jilbab ini sebaiknya dilihat dari perspektif berbeda yang saling berhubungan dimana dimensi religius terkait dengan dimensi sosial dan kultural. Selain itu dijelaskan oleh Saluz (2007) bagaimana konteks sejarah, kebijakan pemerintah, media massa, situasi ekonomi, dan gender saling mempengaruhi dalam proses pembentukan budaya popular Islam serta perkembangan jilbab. Jilbab pada masakolonial mulai dikenal namun hanya dikenakan pada waktu tertentu dan pada umumnya dikenakan oleh santri saja. Saat itu jilbab dijadikan kelas sosial dan religiusitas seseorang dimana sekelompok orang yang telah menunaikan ibadah haji. Selanjutnya timbul larangan terhadap pemakaian jilbab bagi para pelajar di sekolah-sekolah. Barulah pada masa orde baru jilbab dengan bebas dikenakan oleh siapa saja dimana saja. Hingga akhirnya popularitas jilbab meningkat bersamaan dengan fashion muslim 7

8 Indonesia, ditandai dengan banyaknya perancang busana yang mengeluarkan koleksi rancangan jilbab dan busana muslim. Pada era reformasi jilbab semakin berkembang sampai merambah ke media massa dimana semakin banyak diterbitkannya majalah khusus muslimah. Televisi melalui iklan, sinetron dan juga film mulai menampilkan tokoh-tokoh yang diperankan oleh perempuan berjilbab. Saluz menyimpulkan bahwa media massa memiliki peran penting dalam perkembangan jilbab dan pembentukan citra Islam yang friendly serta sociable. Penelitian ini juga menggambarkan bagaimana peranan aktif dari muslimah muda dalam mengkonstruksikan identitasnya melalui model berjilbabnya. Ketentuan ajaran Islam wajib diikuti, namun bagi muslimah usia muda terdapat aspek lain yang dinegoisasikan dalam berjilbab. Perkembangan dari makna jilbab sebagai sebuah simbol agama Islam yang kuat dengan konotasi religius. Namun, di sisi lain terjadi kontestasi dalam pemaknaan jilbab trendi yang saat ini mengarah sebagai aksesori fashion saja sehingga kehilangan konotasi agamanya akibat proses hibridisasi. Jilbab dimanfaatkan untuk membangun identitas serta citra yang baik bagi pemakainya dan menimbulkan destabilisasi makna dari jilbab. Penulisan jurnal yang dilakukan Rinawati (2005) bertujuan untuk membahas lifestyle atau gaya hidup para muslimah berusia muda terkait dengan persoalan pergaulan, fashion, bahasa, penampilan dan aktivitas waktu senggang. Dijelaskan oleh Rinawati bahwa dengan menjamurnya pusat perbelanjaan seperti shopping mall, industri waktu luang, industri mode atau fashion, industri kecantikan, industri kuliner hingga industri gosip, dan tayangan-tayangan di televisi yang mengungkap fenomena budaya pop seperti fashion, penampilan, dan bahasa 8

9 menjadi faktoryang mempengaruhi adanya serbuan trend tersebut. Remaja muslimah telah menjadi bagian komoditas dari industri gaya hidup. Penampilan bagi remaja adalah ciri yang khas, karena budaya anak muda identik dengan penampilan sebagai representasi identitas diri. Ciri seorang muslimah dapat dikenali dari cara berpakaiannya. Namun, gaya berpakaian para muslimah tidak luput dari pengaruh budaya populer yang kemudian memunculkan gaya baru, yaitu jilbab gaul dan menjadi trend bagi para remaja muslimah khususnya yang tidak mau ketinggalan mode. Jilbab gaul adalah gaya jilbab yang cara pakainya dengan dililitkan ke leher dengan paduan baju dan celana berpotongan ketat di badan. Berdasarkan fenomena tersebut Rinawati menemukan adanya budaya Barbies yang menjadi trendsetter bagi penampilan remaja muslimah saat ini. Beberapa hal yang berhubungan dengan tampangisme atau wajahisme (lookism/faceism) menjadi persoalan serius dalam perburuan kecantikan dan untuk selalu tampil cantik dalam kehidupan sehari-hari. Gejala ini dapat ditemui pada muslimah yang terobsesi dengan persoalan gaya hidup dan mendewakan penampilan sehingga salon-salon ramai dipenuhi remaja putri untuk merawat wajah, tubuh, rambut, sampai pada kuku kaki dan tangan. Selain itu, kontribusi dari media bagi perkembangan gaya hidup para remaja sangatlah besar bersamaan menjamurnya media massa. Hal ini tidak lain dikarenakan adanya ledakan informasi secara bertubi-tubi dan dikonsumsi mentah-mentah oleh masyarakat khususnya remaja muslimah. Tayangan di televisi yang mempertontonkan gaya pakaian (fashion) serta aksesoris sebagai 9

10 demonstrasi ideologi dapat memicu para remaja muslimah untuk mengimitasi cara berpakaian yang tidak sesuai syar iat Islam seperti beberapa public figure gemar menampakkan aurat dengan berpakaian minim. Media massa yang sejatinya menjadi cerminan dari masyarakatnya dalam kebudayaan populer justru lebih banyak merefleksikan bayangan-bayangan yang diinginkan oleh masyarakat tersebut. Kehidupan masyarakat kontemporer menunjukkan adanya persinggungan diantara aturan beragama yaitu perintah berjilbab dengan serbuan budaya pop dimana para remaja memaknai jilbab sebagai kewajiban yang dikorelasikan dengan pergaulan dan fashion. Selanjutnya berakibat pada banyaknya remaja muslimah yang tidak dapat memahami hakikat dari berjilbab. Rinawati menarik beberapa kesimpulan atas penelitian, yaitu adanya kolaborasi antara tuntunan ajaran agama dengan budaya pop dan globalisasi media massa yang turut mempengaruhi gaya hidup remaja muslimah. Dari ragam tinjauan pustaka tersebut, secara umum terdapat tiga aspek penting yang berkaitan dengan fokus penelitian, yaitu: (1) sejarah perkembangan jilbab dan busana di Indonesia (2) konteks sosial dan budaya yang mempengaruhi perkembangan fashion jilbab di Indonesia (3) jilbab dapat berfungsi sebagai identitas kelompok satu dengan lainnya. Namun terdapat dua hal yang menjadi keterbatasan pada studi-studi sebelumnya, yaitu: (1) tidak membahas kemunculan kelompok muslim tertentu yang berperan dalam perkembangan dan perubahan makna jilbab (2) pembahasan studi atas jilbab terbatas pada simbol agama saja. Belum banyak studi yang membahas mengenai perubahan makna jilbab sebagai 10

11 identitas kolektif suatu kelompok tertentu. Oleh sebab itu, penelitian ini akan lebih mengarah pada pembahasan profil sosial Hijabers Community Yogyakarta (HCY) sebagai kelompok muslim yang memiliki praktik berjilbab yang berbeda dan upaya-upaya yang dilakukan kelompok ini dalam memadukan nilai tradisional agama Islam berupa kaidah berjilbab syar i dengan pengaruh budaya populer berupa fashion muslim saat ini. 1.6 Kerangka Teori Teori utama yang digunakan penulis dalam pembahasan penelitian ini adalah teori representasi dan identitas yang dikemukakan oleh Stuart Hall. Teori tersebut diyakini dapat menjawab pembahasan mengenai kelompok HCY memaknai jilbab sebagai simbol agama Islam sekaligus sebagai simbol identitas kolektif (identitas kelompok) dan merepresentasikan identitas muslimah fashionable masa kini Representasi Representasi menurut Hall (2003) diartikan sebagai suatu proses dari makna yang diproduksi dan dipertukarkan oleh anggota masyarakat. Secara singkat representasi adalah salah satu proses dalam memproduksi makna. Representation connects meaning and language to culture. Representation is an essential part of the process by which meaning is produced and exchanged between members of culture. (Stuart Hall, 2003:17) Terdapat dua komponen penting dalam sistem representasi, yaitu konsep dalam pikiran dan bahasa. Konsep yang berasal dari dalam pikiran membuat seseorang mengetahui arti makna dari yang kita maksud. Sedangkan bahasa memiliki fungsi sebagai media komunikasi dalam menyampaikan makna. Misalnya, saat kita mengkomunikasikan makna dari jilbab yaitu kain yang 11

12 digunakan oleh perempuan muslim untuk menutup auratnya. Maka dari itu yang terpenting dari sistem representasi adalah terdapat suatu kelompok yang mampu berproduksi dan bertukar makna dengan baik melalui latar belakang pengetahuan yang sama, sehingga dapat menciptakan pemahaman makna yang (hampir) sama. Member of the same culture must share concepts, image, and ideas which enable them to think and feel about the world in roughly similar ways. They must share, broadly speaking the same cultural codes. In this sense, thinking, and feeling are themselves system of representation. (Stuart Hall, 2003:17) Berfikir dan merasa bagi Hall adalah bagian dari sistem representasi serta berfungsi untuk memaknai sesuatu. Oleh karena itu dibutuhkan latar belakang pemahaman yang sama terhadap konsep, gambar, dan ide (cultural codes). Pemaknaan terhadap suatu hal dapat sangat berbeda dalam budaya atau kelompok masyarakat yang berbeda dikarenakan pada masing-masing budaya atau kelompok tersebut telah memiliki cara-cara tersendiri dalam memaknai sesuatu. Kelompok yang tidak memiliki kesamaan latar pemahaman terhadap kode-kode budaya tertentu kesulitan untuk memahami makna yang diproduksi oleh kelompok lainnya. Makna tidak lain adalah sebuah kontruksi. Individu mengkonstruksi makna dengan tegas seolah-olah alamiah dan tidak dapat diubah. Makna dikonstruksi melalui sistem representasi dan difiksasi melalui kode. Kode ini selanjutnya membuat masyarakat berada dalam kelompok budaya yang sama, paham dan menggunakan istilah yang sama serta telah melewati proses konvensi secara sosial. Misalnya, ketika memikirkan kata rumah, maka kita menggunakan kata rumah untuk mengkomunikasikan apa yang ingin diungkapkan pada orang lain. 12

13 Hal ini dikarenakan kata rumah merupakan kode yang telah disepakati masyarakat untuk memaknai suatu konsep rumah yang terdapat dalam pikiran (tempat untuk berlindung atau tempat untuk tinggal). Maka kode membangun korelasi antara sistem konseptual dalam pikiran dengan bahasa yang digunakan. Things don t mean: we construct meaning, using representation system-concept and signs. (Stuart Hall, 2003:25) Representasi adalah suatu proses untuk memproduksi makna dari konsep yang ada dalam pikiran kita melalui bahasa. Proses produksi makna dimungkinkan dengan hadirnya sistem representasi. Namun, proses pemaknaan tersebut bergantung pada latar belakang pengetahuan dan pemahaman suatu kelompok sosial terhadap tanda. Suatu kelompok harus memiliki pengalaman yang sama agar dapat memaknai sesuatu dengan cara yang hampir sama Identitas Telah disebutkan sebelumnya bahwa representasi merupakan proses seorang individu menggunakan bahasa untuk memproduksi makna. Individu tidak hanya memberikan makna terhadap objek, benda mati, atau kejadian yang ada di sekitarnya, namun juga memberikan makna pada individu lain. Dengan memberikan makna kepada individu lain, artinya kita memberi eksistensi kepada orang tersebut dan mengakui keberadaannya. Proses representasi erat kaitannya dengan identitas, dikarenakan identitas terbentuk saat eksistensi seseorang dimaknai oleh orang lain. Hal atau benda yang digunakan, kegiatan yang dijalani, cara seseorang berpakaian dan berpenampilan dapat mendefinisikan siapa kita, di kelompok mana eksistensi kita diakui atau 13

14 tidak diakui. Suatu identitas dapat dimaknai melalui tanda-tanda selera, kepercayaan, sikap, dan gaya hidup. Identitas dianggap personal sekaligus sosial serta sebagai penanda bahwa diri kita berbeda dengan orang lain. Hal ini sekaligus menjadi proses seseorang dalam menentukan identitas. identities are relational and contingent. They depend upon what they are defined against, and this may change over time or be understood differently in different places. (Judy Giles, 1999:34) Identitas memiliki sifat kultural dalam segala aspek, artinya bentuk identitas dapat berubah berkaitan dengan konteks sosial kultural. Identitas bukanlah sebuah benda, melainkan suatu deskripsi dalam bahasa. Identitas merupakan konstruksi diskursif yang berubah maknanya menurut ruang, waktu, dan pemakaian (Barker, 2009) Hall (1992) menyatakan terdapat tiga metode yang berbeda dalam memahami identitas, yaitu subjek pencerahan, subjek sosiologis, dan subjek pascamodern. Memahami subjek pencerahan sekaligus memahami proses kultural yang lebih luas dalam pembentukan subjek dan identitas. Terdapat suatu anggapan dari Barat mengenai identitas dalam memandang orang sebagai sesuatu yang menyatu dan mampu mengorganisasi dirinya sendiri seperti berusaha memahami tentang tanggung jawab indivdu dalam bertindak. Dalam subjek sosiologis, identitas dipahami tidak dapat membangun dirinya sendiri atau berada di dalam dirinya sendiri, melainkan terbangun melalui proses akulturalisasi. Stuart Hall (1992) dalam Chris Barker (2009:177) menyatakan bahwa, inti dari subjek tidak bersifat otonom maupun berdiri sendiri, melainkan dibentuk dalam kaitannya dengan orang lain yang berpengaruh (significant others), yang 14

15 jadi perantara subjek dengan nilai, makna, dan simbol kebudayaan dalam dunia tempat ia hidup. Orang lain yang berpengaruh tersebut merujuk pada anggota keluarga, tempat terdapatnya proses belajar melalui pujian, hukuman, peniruan dan bahasa, bagaimana menjalani hidup dalam kehidupan sosial. Dasar pandangan sosiologis tentang subjek diartikan bahwa manusia adalah makhluk sosial dimana aspek sosial dan individu saling membentuk satu dengan lainnya. Identitas diri dibentuk secara interaktif dengan dunia sosial yang ada diluar. Internalisasi nilai serta peran sosial menstabilkan individu dan memastikan agar individu tersebut cocok dengan struktur sosial. Pada subjek pencerahan dan subjek sosiologis telah dijelaskan bahwa representasi adalah suatu peralihan serta pendeskripsian individu sebagai satu kesatuan menyeluruh menuju pandangan bahwa individu terbentuk secara sosial. Menurut skema Hall, diri pada pascamodern melibatkan subjek dalam perubahan sosial yang terfragmentasi dan beragam. Individu tidak hanya tersusun dari satu melainkan banyak identitas yang terkadang kontradiktif. Subjek memiliki identitas yang berlainan pada kurun waktu yang berbeda, identitas-identitas yang tidak terpusat di sekitar diri yang koheren. Yang ada didalam diri kita adalah identitas-identitas yang kontadiktif, mengarah kepada titik yang berbeda, sehingga identifikasi kita terus-menerus berubah. Jika kita merasa bahwa kita memiliki identitas terpadu sejak lahir sampai mati, itu semua hanya karena kita mengkonstruksikan suatu cerita yang melenakan atau narasi diri tentang kita sendiri. (Stuart Hall dalam Chris Barker 2009:178) Fashion dan Media Massa Dalam teori identitas Stuart Hall (1992) telah menyebutkan bahwa identitas tidak dapat membangun dirinya sendiri, melainkan melalui proses akulturasi. 15

16 Individu atau kelompok dapat menggunakan penampilan dan pilihan berbusana sebagai media representasi identitasnya. John Berger dalam Ibrahim (2007) menyebutkan bahwa pakaian, model rambut, dan seterusnya adalah sama tingkatannya dan digunakan untuk menyatakan identitas kita. Hal ini dipertegas oleh Kellner dalam Ibrahim (2007) bahwa sejatinya fashion, pakaian, busana adalah bagian penting dari sebuah gaya, trend, serta penampilan segari-hari yang sesungguhnya mampu memberikan pencitraan atas identitas pemakainya. Lebih lanjut lagi pada point ini, terdapat dua hal yang saling berkaitan dengan penggunaan teori representasi dan identitas dari Stuart Hall yaitu fashion dan media massa. Berbicara mengenai busana tidak dapat lepas dari istilah fashion. Pohelmus dan Procter (1978) dalam Barnard (2011:13) menjelaskan kata fashion sebagai sinonim dari kata dandanan, gaya berdandan dan busana. Istilah fashion secara konotasi memiliki arti berbusana dengan memperhatikan gaya atau dandanan yang up to date atau sesuai dengan ide-ide masa kini. Maka dari itu tidak semua busana masuk dalam kategori fashionable, bisa saja suatu gaya berbusana sudah ketinggalan zaman dan menjadi tidak fashion lagi. Fashion, pakaian, dan busana dianggap sebagai salah satu makna yang digunakan oleh seseorang atau sejumlah orang untuk mengkomunikasikan identitas mereka ke individu atau kelompok lainnya. Jika seseorang melalui pakaian yang dikenakannya memberikan makna tertentu, maka dapat dikatakan pakaian tersebut adalah produk dari maksud si pemakai (Barnard, 2011:54). Keyakinan, harapan, dan ketakutan dari pemakai diekspresikan melalui cara 16

17 mereka mengenakan pakaian. Fashion dikonstruksikan sedemikian rupa dan menciptakan label-label tertentu. Label fashionable adalah salah satu nilai yang dikonstruksikan melalui pakaian sebagai media komunikasi. Bagi penonton nya, fashionable lebih banyak diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang dengan gaya berpakaian modis, namun bagi pemakainya sendiri bisa berarti lain. Dalam prosesnya, seseorang yang dinilai fashionable telah mengkonstruksikan nilai atau realitas tertentu yang mempengaruhi gaya berpakaiannya. Pakaian khususnya jilbab dan busana muslim adalah tanda yang dapat merepresentasikan karakter, kerapihan, kesopanan atau simbol ketakwaan sebagai seorang perempuan muslim. Informasi yang diperoleh berkaitan dengan bagaimana mereka memaknai pakaian sekaligus menunjukkan orientasinya dalam berpakaian. Walaupun pada hakikatnya pakaian merupakan media representasi diri seseorang, namun pengaruh dari budaya dan nilai disekitarnya tidak dapat dilepaskan pengaruhnya terhadap proses representasi. Bagan 1.1 Pengaruh fashion dan media massa terhadap pergeseran makna dan identitas jilbab Jilbab Representasi Identitas Pengaruh Fashion dan Media Massa Pergeseran makna dan identitas dari jilbab Sumber: Penulis (2013) 17

18 Konsep fashion tidak dapat dilepaskan dari peran media massa. Media massa menyajikan berbagai macam informasi yang aktual dan juga representatif dengan kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini media massa memegang pengaruh yang kuat dalam struktur masyarakat modern, bahkan saat ini media massa telah memenuhi ruang publik dan membawa pengaruh atasnya. Segala hal yang dikonstruksikan oleh media massa tanpa disadari telah diamini oleh masyarakat. Sehingga pakaian tidak lagi sesederhana bentuk representasi diri atas pribadi seseorang, namun menjadi produk realitas pemakai atas budaya dan nilai-nilai tertentu. Budaya populer dalam hal ini adalah perkembangan fashion jilbab, membawa perubahan yang sifatnya revolusioner terhadap kesadaran manusia, khususnya nilai-nilai kepercayaan dan bahkan jaringan emosional kehidupan. 1.7 Metodologi Penelitian Jenis Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif. Penelitian disampaikan berbentuk narasi deskriptif dengan analisis pendekatan induktif. Tujuannya adalah memberikan gambaran menyeluruh terhadap kajian yang diteliti sehingga dapat memberikan penjelasan yang sesuai dan tepat. Proses pemaknaan (perspektif subyek) menjadi hal yang ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum mengenai latar belakang penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Perolehan data dilakukan melalui penelitian 18

19 yang digali secara alamiah. Selanjutnya peneliti akan melakukan pengembangan data berdasarkan kebutuhan penelitian dan sesuai dengan kondisi kenyataannya. Fokus dari penelitian terletak pada studi deskriptif yang menggambarkan fenomena dan fakta yang terjadi dalam perkembangan HCY serta pembentukan identitas diri para anggota komite Unit Analisis Unit analisis penelitian ini terdiri dari kelompok Hijabers Community Yogyakarta (HCY) dan anggota komite yang berpenampilan fashionable. Pemilihannya unit analisis dilakukan berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian, yaitu merupakan kelompok muslim yang merepresentasikan identitas muslimah fashionable sesuai dengan gaya hidup muslimah masa kini dan memiliki pemaknaan atas keberadaan jilbab sebagai simbol agama sekaligus identitas kolektifnya. Melihat terdapatnya kecenderungan tersebut, mendorong rasa keingintahuan dari penulis untuk melakukan penelitian secara mendalam mengenai kelompok ini. Jumlah dari anggota komite yang akan diteliti berjumlah orang, tergantung pada kebutuhan data dan kualitas dari subjek penelitian Lokasi Penelitian Yogyakarta merupakan kota yang dipilih sebagai lokasi penelitian. Tepatnya di Rumah Muslimah yang merupakan sekretariat sekaligus tempat berkumpul dan berkegiatan para anggota komite dari Hijabers Community Yogyakarta. Bertempat di Jl. Cendrawasih No. 32 Lt.2, Demangan Baru terletak dipusat kota Yogyakarta sehingga memudahkan para muslimah yang ingin berkunjung. Pada lantai 1 difungsikan sebagai butik muslimah yang menjual perlengkapan muslimah berupa 19

20 pakaian, hijab, aksesoris dan lainnya dengan model dan gaya up to date. Pemilihan lokasi dilakukan untuk membatasi ruang dari penelitian ini Teknik Pengumpulan Data Lofland dan Lofland (1984) seperti dikutip oleh Moleong (2000:112) menjelaskan bahwa sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan, yaitu dokumen dan lain-lain. Sedangkan menurut Afriani (2009) penulis membutuhkan beberapa metode untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu: 1. Observasi Sebelum secara langsung bertatap muka dengan para informan, sebaiknya penulis telah memiliki informasi terlebih dulu. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, penulis melakukan observasi didalam lingkungan kelompok dengan menjadi bagian dari kelompok. Informasi tersebut berupa ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan. Observasi dilakukan untuk memaparkan gambaran realita atau kejadian yang terdapat di lapangan. Dalam melakukan observasi, penulis mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Hijabers Community Yogyakarta. Selain itu, penulis juga mengamati penampilan para anggota komite dalam hal ini terkait dengan praktik berjilbab dan identitas muslimah fashionable. 2. Wawancara Moleong (2000:135) mengartikan wawacara sebagai percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara merupakan salah satu media pembuktian atas 20

21 informasi atau keterangan yang didapatkan melalui kegiatan observasi. Depth interview atau teknik wawancara mendalam dipilih penulis dalam penelitian ini. Wawancara mendalam merupakan suatu proses mendapatkan keterangan, yaitu melakukan kegiatan tanya jawab secara langsung dengan informan (anggota komite) dengan menggunakan interview guide berupa garis besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Pokok pertanyaan wawancara ditekankan pada pemaknaan serta praktik berjilbab dari kelompok HCY. Selain itu, pertanyaan yang diberikan juga seputar perkembangan trend fashion busana muslim serta muslimah fashionable menjadi bagian dari topik wawancara. 3. Dokumentasi Mengambil segala macam bentuk data pendukung penelitian, berupa gambar, artikel, hasil rekaman kaset, data statistik, video, dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk menjadi data pendukung laporan penelitian selain hasil wawancara dengan anggota komite. Penulis banyak mengambil gambar dari lapangan berupa kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh kelompok Hijabers Community Yogyakarta serta contoh gaya penampilan para anggota komite. Hal tersebut sedikit banyak membantu penulis dalam melakukan proses pengolahan data Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data dibedakan dalam dua kategori, yaitu data primer dan data sekunder. 21

22 a. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh dari informan secara langsung melalui proses wawancara ataupun dari proses pengamatan. Informan dalam penelitian ini adalah komite (pengurus) sekaligus anggota dari Hijabers Community Yogyakarta. Kriteria pemilihan informan dalam penelitian ini didasarkan pada (1) anggota komite yang terlibat sejak awal terbentuknya HCY, agar dapat menggambarkan proses terbentuknya kelompok hingga perkembangannya saat ini (2) dikhususkan pada anggota komite yang dinilai aktif dalam kepengurusan, untuk menggambarkan kelompok secara menyeluruh serta dapat mewakili pendapat dan pemikiran dari keseluruhan komite (3) latar belakang informan, seperti pekerjaan dan pendidikan, berkaitan untuk mengetahui relasi sosial antara anggota komite dengan gaya hidup muslimah masa kini. Hal ini dimaksudkan agar penulis mendapat data yang diinginkan sehingga dapat meneliti dengan lebih dalam profil dari komunitas beserta proses sosial yang berlangsung. b. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua selain data lapangan. Penulis menggunakan data dari literatul, jurnal, buku, serta data yang diakses dengan internet (facebook, twitter, site blog) atau hasil penelitian sebelumnya. Dengan demikian data sekunder berfungsi untuk melengkapi dan mendukung data primer. 22

23 1.7.6 Analisis Data Pada penelitian ini, pendekatan untuk menganalisa data lapangan mengacu pada teori representasi dan identitas Stuart Hall. Melalui teori tersebut dapat dilihat bagaimana jilbab direpresentasikan sebagai simbol agama sekaligus simbol identitas kolektif kelompok tertentu yang sekaligus dapat mempengaruhi identitas berpakaian seorang individu, yaitu anggota kelompok. Kemunculan dari muslimah fashionable tidak lagi menjadi suatu hal yang asing ataupun tabu. Keterbukaan informasi, keterbukaan pola pikir yang modern dan kemudahan akses media massa membuat beberapa dari para muslimah masa kini menjadi muslimah yang melek fashion. Media massa menyediakan berbagai macam informasi yang dapat diserap dengan mudah dan selanjutnya diimitasi oleh pembacanya. Selain media massa, keberadaan kelompok sosial menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi identitas berpakaian seseorang dan sekaligus identitas pribadinya. Identitas kolektif dalam hal ini identitas kelompok menegaskan bagaimana orang-orang cenderung serupa satu dengan lainnya, serta memiliki nilai-nilai yang diyakini bersama. Nilai-nilai tersebut nantinya memberikan perngaruh terhadap pembentukan identitas pribadi seseorang seperti, bagaiman cara dia bersikap dan berpenampilan di depan publik. Selain pembentukan identitas, melalui teori Stuart Hall dapat dilakukan analisa terhadap representasi atas makna jilbab yang sesungguhnya menurut HCY. Bagaimana sebuah praktik berjilbab diciptakan dan menjadi sebuah bagian dari 23

24 kelompok HCY. Bagaimana mereka menempatkan jilbab ke dalam praktik dari gaya hidup modern sebagai seorang muslimah yang fashionable. Tahap analisis data merupakan sebuah proses pencarian dan penyusunan data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, dan studi dokumentasi dengan mengorganisasikan data ke sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih data yang penting dan data yang dipelajari serta membuat kesimpulan agar mudah dipahami. Terdapat tiga teknik analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, display atau penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Bagan 1.2 Proses analisis data Reduksi Data Penyajian Data Kesimpulan Sumber: Miles dan Huberman (1992) 1. Reduksi data adalah proses pemilihan dan penyederhanaan dari data kasar dalam catatan peneliti yang berasal dari lapangan. Proses reduksi data dilakukan dengan mengkategorikan hasil wawancara berdasarkan aspekaspek yang diteliti. Setelah pengumpulan data dilakukan, peneliti mampu merekam data lapangan dalam bentuk catatan lapangan (field note), selanjutnya data harus diseleksi sehingga muncul data relevan dengan fokus masalah. 2. Display atau penyajian data dilakukan dengan membentuk sejumlah daftar kategori setiap data yang didapat, penyajian ini digunakan dalam bentuk teks naratif. Untuk meminimalisir banyaknya data yang diambil, peneliti 24

25 sebaiknya mampu menyusun data yang diperoleh secara sistematis agar sesuai dengan rumusan masalah. 3. Langkah terakhir dari proses analisis data ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Penarikan kesimpulan sementara, masih dapat diuji kembali dengan data lapangan. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat mencapai kebenaran yang ilmiah. Setelah hasil penelitian diuji kebenerannya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan dalam bentuk deskriptif sebagai laporan penelitian. 25

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sebagai komunitas yang dibentuk berdasarkan kesadaran religious, Komunitas Hijabers Yogyakarta ingin menampilkan sebuah identitas baru yaitu berbusana yang modis tapi tetap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam menyerukan seorang wanita muslimah untuk mengulurkan jilbab-jilbab

I. PENDAHULUAN. Islam menyerukan seorang wanita muslimah untuk mengulurkan jilbab-jilbab 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan seorang muslimah, menutup aurat merupakan sebuah kewajiban yang tidak dapat dihindari. Dalam menutup aurat tersebut, ajaran Islam menyerukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat dinikmati dalam balutan busana muslimah, Anak muda sekarang kian menggemari tren busana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara etimologis, dalam Oxford English Dictonary (OED),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara etimologis, dalam Oxford English Dictonary (OED), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara etimologis, dalam Oxford English Dictonary (OED), Fashion is good place to start as any, dari bahasa latin Faction yang berarti make or to do. Sementara itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia selalu memiliki rasa untuk terus bersama dengan orang lain. Hal ini dikemukakan oleh seorang tokoh sosiologi dunia, Aristoteles (384-322 SM) dalam buku Sosiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Jilbab merupakan jenis pakaian yang memiliki arti sebagai kerudung lebar yang dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada (kbbiweb.id). Jilbab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengenakan jilbab atau kerudung sudah menjadi sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengenakan jilbab atau kerudung sudah menjadi sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siapa yang tidak mengenal istilah jilbab? Jilbab atau kerudung merupakan istilah yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Di Indonesia mengenakan jilbab atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menururt Waspodo (2014) Negara Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia, meskipun hanya 88% penduduknya beragama Islam. Besarnya jumlah pemeluk agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus citacita bagi kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. dalam hal ini yaitu kota Yogyakarta bertujuan untuk melihat pola-pola yang

BAB IV PENUTUP. dalam hal ini yaitu kota Yogyakarta bertujuan untuk melihat pola-pola yang BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian mengenai terjadinya variasi penggunaan hijab di masyarakat perkotaan, dalam hal ini yaitu kota Yogyakarta bertujuan untuk melihat pola-pola yang menimbulkan pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan pangan, hal tersebut sangat penting bagi manusia untuk menutup bagian bagian tubuh manusia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita muslim umumnya identik dengan hijab. Dalam agama Islam,

BAB I PENDAHULUAN. Wanita muslim umumnya identik dengan hijab. Dalam agama Islam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita muslim umumnya identik dengan hijab. Dalam agama Islam, berhijab diwajibkan bagi perempuan untuk menjaga fitrahnya. Adapun pengertian hijab ini sebenarnya sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, manusia pada dasarnya akan merasakan kesulitan jika hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan melanjutkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif 50 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Menurut Chaedar Alwasilah dalam Hikmat (2011:37) metode kualitatif memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keindahan dan kecantikan seorang perempuan bersumber dari dua arah, yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam. Kecantikan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama merupakan hal yang boleh dikatakan universal dalam hidup manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar belakang lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia fashion terus mengalami kemajuan sehingga menghasilkan berbagai trend mode dan gaya. Hal ini tidak luput dari kemajuan teknologi dan media sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemikiran Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaya hidup merupakan gambaran bagi setiap orang yang mengenakannya dan menggambarkan seberapa besar nilai moral dalam masyarakat disekitarnya, menurut Suratno dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya.

BAB I PENDAHULUAN. daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia jumlah muslimnya terbesar dan keanekaragaman budaya daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya. Oleh karena itu konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan di mana segala sistem kemasyarakatan yang bersifat tradisional dilepaskan menjadi tatanan yang mengimplikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu

I. PENDAHULUAN. dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, oleh sebab itu manusia pasti berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tengok saja majalah, koran, radio, acara televisi, sampai media online

BAB I PENDAHULUAN. Tengok saja majalah, koran, radio, acara televisi, sampai media online BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa di zaman ini telah menjadi bagian wajib dari kehidupan manusia. Sadar atau tidak, media massa telah menempati posisi penting untuk memuaskan kebutuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang usaha yang sasaran utamanya untuk remaja khususnya mahasiswa, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. bidang usaha yang sasaran utamanya untuk remaja khususnya mahasiswa, misalnya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan kota dengan jumlah mahasiswa yang sangat banyak sehingga tidak heran jika beragam karakteristik kebudayaan ada di kota tersebut. Banyak mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku kegiatan ekonomi dimana masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Masyarakat dalam kegiatan ekonomi melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya mengundang kekaguman pria. M.Quraish Shihab hlm 46

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya mengundang kekaguman pria. M.Quraish Shihab hlm 46 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jilbab berasal dari bahasa Arab yang jamaknya jalaabiib yang artinya pakaian yang lapang atau luas. Pengertiannya adalah pakaian yang lapang dan dapat menutup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Memakai jilbab merupakan kewajiban bagi seorang muslimah. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kehormatan perempuan dengan menutup aurat mereka. Di zaman jahiliyah dulu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2005 merupakan tahun saat penulis memasuki masa remaja awal, yakni 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat itu, masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia sehingga banyak ditemui perempuan muslim Indonesia menggunakan jilbab,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. penegasan identitas diri di kalangan siswa SMA dilakukan di Daerah Istimewa

METODE PENELITIAN. penegasan identitas diri di kalangan siswa SMA dilakukan di Daerah Istimewa METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai penggunaan produk distro sebagai bentuk penegasan identitas diri di kalangan siswa SMA dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Topik mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi merupakan salah satu alat media massa yang paling digemari oleh masyarakat. Karena televisi telah ada di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Televisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion kini merambah begitu besar. Para pelaku bisnis dan perancang busana berlombalomba untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jilbab. Selain dari perkembangan fashion atau mode, jilbab juga identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. jilbab. Selain dari perkembangan fashion atau mode, jilbab juga identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Fashion atau mode saat ini semakin berkembang di Indonesia, begitu pula dengan perkembangan jilbab. Saat ini semakin banyak wanita yang memakai jilbab. Selain dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diskriminasi jilbab menjadi salah satu catatan penting diberbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diskriminasi jilbab menjadi salah satu catatan penting diberbagai 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskriminasi jilbab menjadi salah satu catatan penting diberbagai pelosok dunia. Terlebih lagi di barat, jilbab sudah menjadi momok yang mengerikan dan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan fashion, model busana, rancangan pakaian, gaya kostum dan lain-lain di Indonesia sudah sampai dititik yang mengesankan. Ini bisa dilihat dengan begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk muslim. Jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia pada tahun 2010 sekitar 217 juta jiwa dari total penduduk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media, 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pemikiran Baudrillard mendasarkan diri pada beberapa asumsi hubungan manusia dan media. Baudrillard banyak mengkaji tentang fenomena media, terutama peran media elektronik

Lebih terperinci

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan inti permasalahan yang dihadapi, sebagai berikut :.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan inti permasalahan yang dihadapi, sebagai berikut :. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fashion, sepintas adalah mengenai pakaian atau busana. Jika kita berbicara tentang pakaian, hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan diri kita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebudayaan sebagai warisan leluhur yang dimiliki oleh masyarakat setempat, hal ini memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1 Latar belakang Banyak kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia dan dijadikan trend bagi masyarakat Indonesia. Kebudayaan yang masuk pun datang dari barat dan timur dunia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat memiliki sifat yang dinamis, selalu berubah-ubah mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat memiliki sifat yang dinamis, selalu berubah-ubah mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat memiliki sifat yang dinamis, selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman, begitu pula dengan mode berpakaian perempuan, khususnya dalam penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV. Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga

BAB IV. Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga BAB IV Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga UKSW merupakan satu-satunya Universitas Swasta yang ada di kota Salatiga. Kebanyakan masyarakat mengeanal UKSW sebagai Indonesia mini. Karena didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2016). Belakangan ini, fenomena perkembangan fashion yang sedang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 2016). Belakangan ini, fenomena perkembangan fashion yang sedang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan Negara Muslim terbesar didunia, dengan jumlah penduduk Muslim mencapai 88% atau ± 205 juta jiwa (Indonesia halal food expo, 2016). Belakangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu mengetahui perilaku konsumtif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael menjelaskan penelitian deskriptif adalah melukiskan secara fakta atau karakteristik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. IV, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu: pada masa remaja awal. Sedangkan pada subyek A memutuskan untuk

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. IV, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu: pada masa remaja awal. Sedangkan pada subyek A memutuskan untuk BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah didapat dan dijelaskan dalam Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Ketiga subyek memiliki persamaan dan perbedaan dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis terhadap film Air Terjun Pengantin

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis terhadap film Air Terjun Pengantin BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap film Air Terjun Pengantin yang diproduksi oleh Maxima Pictures dengan menggunakan pendekatan signifikansi dua tahap dari Roland

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Life style atau gaya hidup, salah satu unsur penting di kalangan masyarakat modern. Gaya hidup sudah menjadi bagian dari salah satu ciri-ciri masyarakat modern, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kita hidup di zaman modern yang menuntut setiap individu untuk meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang dianggap kuno dan memperbaharui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ide baru untuk menemukan cara-cara baru untuk melihat masalah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. ide baru untuk menemukan cara-cara baru untuk melihat masalah dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Zimmerer, Scarborough, & Wilson dalam Wijatno (2009: 42) kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan suatu gagasan atau ide baru untuk menemukan cara-cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Timur. Peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan Kota Nganjuk

BAB III METODE PENELITIAN. Timur. Peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan Kota Nganjuk 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kota Nganjuk, Provinsi Jawa Timur. Peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan Kota Nganjuk merupakan daerah asal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. busana yang ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya. istilah jilboobs baru muncul belakangan ini.

BAB I PENDAHULUAN. busana yang ketat dan menonjolkan lekuk tubuhnya. istilah jilboobs baru muncul belakangan ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jilboobs berasal dari kata jilbab dan boobs. Jilbab adalah kain yang digunakan untuk menutup kepala sampai dada yang dipakai oleh wanita muslim, sedangkan boobs berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara individu dengan individu maupun kelompok. Interaksi sosial terjadi. pada setiap usia dan gender pada manusia.

BAB I PENDAHULUAN. antara individu dengan individu maupun kelompok. Interaksi sosial terjadi. pada setiap usia dan gender pada manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan individu lainnya untuk hidup. Dalam kehidupan setiap hari manusia selalu bertemu dengan manusia lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi saat ini telah merambah cepat ke seluruh pelosok dunia, tak terkecuali bangsa Indonesia yang merupakan negara berkembang. Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Lokasi penelitian ini berada di kompleks Mulawarman, dilihat dari

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Lokasi penelitian ini berada di kompleks Mulawarman, dilihat dari 33 BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di kompleks Mulawarman, dilihat dari geografisnya terletak di daerah Kelurahan Teluk Dalam Kecamatan Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang pesat memberikan berbagai pengaruh bagi para penggunanya. Dalam pengembangannya teknologi memberikan kelebihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian studi deskriptif yaitu memaparkan

BAB III METODE PENELITIAN. kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian studi deskriptif yaitu memaparkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian studi deskriptif yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari yang namanya gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin factio,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Sugiyono (2012), metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang akan menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Masyarakat dituntut untuk lebih mampu memanfaatkan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah mencapai tahap pemikiran yang sangat modern. Pada konteks sejarah manusia, tercatat beberapa kali telah terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencari pekerjaan. Alasan pelarangan yang dikemukakanpun sangat tidak rasional,

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencari pekerjaan. Alasan pelarangan yang dikemukakanpun sangat tidak rasional, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelarangan penggunaan jilbab sebagai atribut Islam sangat ketat di beberapa negara. Setelah umat Islam mendapat kemerdekaan menggunakan segala bentuk atribut Islam,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian (Moleong, 2011:6). Desain penelitian studi kasus dilakukan untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian (Moleong, 2011:6). Desain penelitian studi kasus dilakukan untuk 37 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif yaitu metode penelitian yang bermaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam setiap aktivitasnya. Pemandangan perempuan berjilbab di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam setiap aktivitasnya. Pemandangan perempuan berjilbab di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini banyak kita lihat perempuan yang menggunakan jilbab dalam setiap aktivitasnya. Pemandangan perempuan berjilbab di Indonesia pada saat ini bermula dengan

Lebih terperinci

2016 PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHAD AP GAYA HID UP SISWA SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI

2016 PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHAD AP GAYA HID UP SISWA SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Generasi muda memiliki peranan penting sebagai penerus bangsa untuk memberikan kontribusinya di masa yang akan datang. Sehingga perlu ditanamkan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif,

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Musik dangdut merupakan sebuah genre musik yang mengalami dinamika di setiap jamannya. Genre musik ini digemari oleh berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Berkembangnya dangdut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian Penelitian tentang volunterisme pemuda kota dalam KOPHI (Koalisi Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran internet di tengah masyarakat saat ini, tentu membuat sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran internet di tengah masyarakat saat ini, tentu membuat sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia yang dinamis adalah salah satu yang membuat berbagai perkembangan-perkembangan yang sangat menarik untuk di pelajari dan di ikuti.inovasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELTIAN. variabel (Kriyantono, 2006:69). Hal ini berarti bahwa peneliti terjun langsung

BAB III METODE PENELTIAN. variabel (Kriyantono, 2006:69). Hal ini berarti bahwa peneliti terjun langsung BAB III METODE PENELTIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang akan digunakan adalah tipe dekriptif kualitatif, yaitu tipe penelitian yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam era informasi sekarang ini, kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari peran media. Dari zaman ke zaman media massa mengalami perkembangan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pemilihan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di FKIP PGSD yang berlokasi di jalan Diponegoro 52-60 Salatiga. Alasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian lapangan (field research), yang dimaksud dengan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian lapangan (field research), yang dimaksud dengan penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yang dimaksud dengan penelitian lapangan menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan penelitian dan juga merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

TEORI PENELITIAN METODE PENELITIAN

TEORI PENELITIAN METODE PENELITIAN PENDAHULUAN Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada suatu perguruan tinggi (Paryati Sudarman, 2004: 32). Mahasiswa juga dapat diartikan sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi,

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPTIF PROSES DAN HASIL PRODUKSI. Profil Tayangan Feature Dibalik Wanita adalah sebagai berikut:

BAB IV DESKRIPTIF PROSES DAN HASIL PRODUKSI. Profil Tayangan Feature Dibalik Wanita adalah sebagai berikut: BAB IV DESKRIPTIF PROSES DAN HASIL PRODUKSI 4.1 Profil Tayangan Profil Tayangan Feature Dibalik Wanita adalah sebagai berikut: Judul Tayangan : Dibalik Wanita Jenis Tayangan : Feature Durasi : 15 menit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehingga setiap manusia senantiasa selalu berkomunikasi. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehingga setiap manusia senantiasa selalu berkomunikasi. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam aspek kehidupan sehingga setiap manusia senantiasa selalu berkomunikasi. Komunikasi merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Lokasi penelitian mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan. mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan. mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan pola pikir manusia mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami banyaknya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat yang disebabkan oleh adanya ide kreatif dan inovatif dari pelaku

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat yang disebabkan oleh adanya ide kreatif dan inovatif dari pelaku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini membawa dunia usaha pada perkembangan sangat pesat yang disebabkan oleh adanya ide kreatif dan inovatif dari pelaku usaha. Setiap

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. akademis dengan belajar, yang berguna bagi nusa dan bangsa di masa depan 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa di masa depan yang diharapkan dapat memenuhi kewajiban dalam menyelesaikan pendidikan akademis dengan belajar, yang berguna bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki beberapa fakultas, yaitu Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Keolahragaan,

Lebih terperinci

penyumbang terbesar untuk pertumbuhan ekonomi (Hadi, 2015).Di samping itu, ternyata gaya busana muslim Indonesia kini menjadi trend setter di Asia

penyumbang terbesar untuk pertumbuhan ekonomi (Hadi, 2015).Di samping itu, ternyata gaya busana muslim Indonesia kini menjadi trend setter di Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Perkembangan jilbab yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang cukup besar terhadap citra jilbab yang sebelumnya dipandang sebagai busana kuno dan tidak modis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Media massa sudah menjadi bagian hidup bagi semua orang. Tidak dikalangan masyarakat atas saja media massa bisa diakses, akan tetapi di berbagai kalangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Perspektif Sosiologis Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terkait dengan tren yang sedang berlaku. Masyarakat sudah menyadari

BAB I PENDAHULUAN. dan terkait dengan tren yang sedang berlaku. Masyarakat sudah menyadari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan globalisasi telah membawa pengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi dunia. Pesatnya pangsa pasar yang disebabkan oleh semakin dinamisnya perokonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tanah Jawa, khususnya Jawa Barat. Di kota ini pula pernah berdiri kerajaan Islam yang

BAB I PENDAHULUAN. di tanah Jawa, khususnya Jawa Barat. Di kota ini pula pernah berdiri kerajaan Islam yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Cirebon pernah menjadi pusat peradaban Islam. Berawal dari kota ini Islam menyebar di tanah Jawa, khususnya Jawa Barat. Di kota ini pula pernah berdiri kerajaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Metodologi 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Metodologi dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terlaksananya kegiatan komunitas IBLBC yang dilakukan di sekitaran Panahan,

BAB III METODE PENELITIAN. terlaksananya kegiatan komunitas IBLBC yang dilakukan di sekitaran Panahan, BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di daerah-daerah yang menjadi pusat terlaksananya kegiatan komunitas IBLBC yang dilakukan di sekitaran Panahan, Senayan (Jakarta

Lebih terperinci