oleh : Teguh Kurniawan **

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "oleh : Teguh Kurniawan **"

Transkripsi

1 1 Kerangka Kebijakan dalam bidang Administrasi Umum (Perijinan dan Non Perijinan/Kependudukan): Telaah Kritis berdasarkan Pendekatan Berbasis Hak (Right Based Approach) * oleh : Teguh Kurniawan ** Pengantar Berdasarkan Term of Reference (TOR) dari Panitia, saya diminta untuk memberikan materi sesuai dengan judul di atas, dimana hasil akhir yang diharapkan adalah dicapainya pemahaman para peserta diskusi mengenai kerangka kebijakan yang membingkai masalah administrasi umum; gambaran mengenai masalah yang dihadapi baik secara filosofis, sosiologis, yuridis dan teknis dalam implementasi kebijakan tersebut; serta advokasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat di Daerah terkait dengan permasalahan tersebut. Untuk itu, dalam makalah ini saya akan membaginya kedalam sejumlah pokok bahasan, yakni pemahaman mengenai administrasi umum dan pendekatan berbasis hak; kerangka kebijakan dalam pelayanan perijinan dan non perijinan/kependudukan; permasalahan dan tantangan yang dihadapi; serta advokasi yang dapat dilakukan dalam mewujudkan pelayanan yang lebih baik dalam bidang pelayanan perijinan dan non perijinan tersebut. Pengertian Administrasi Umum dan Pendekatan Berbasis Hak Dalam pandangan saya, sebelum terlalu jauh saya membahas materi seperti judul di atas maka saya terlebih dahulu ingin memperjelas apa yang dimaksud oleh Panitia sebagai bidang Administrasi Umum (Perijinan dan Non Perijinan/Kependudukan) serta Pendekatan Berbasis Hak. Terus terang, saya cenderung tidak sepakat dengan penggunaan istilah Administrasi Umum sebagaimana digunakan oleh Panitia. * Makalah disampaikan dalam Diskusi Isu Administrasi Umum, diselenggarakan oleh Yappika, Hotel Gren Alia Jakarta, 9 Februari 2007 ** Staf Pengajar Tetap Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada. Dapat dihubungi di teguh1@ui.edu dan teguh1@mail.ugm.ac.id atau website:

2 2 Administrasi umum dari sejumlah literatur yang saya temukan, merujuk kepada administrasi yang berkenaan dengan penyelenggaraan sehari-hari perkantoran seperti kepegawaian, keuangan, peralatan, atau perlengkapan (kantor, keuangan, aset). Dimana tanggung jawab dari administrasi umum dalam sebuah organisasi termasuk pemerintahan adalah dalam rangka mengarahkan, mengawasi dan menyediakan dukungan bagi kegiatan operasional organisasi. Administrasi umum dalam konteks ini memiliki tanggungjawab dalam merencanakan dan memantau anggaran, penyelenggaraan rapat, penyusunan prosedur dan kebijakan, pelayanan jasa hukum, serta dukungan operasional lainnya. Jadi bisa dikatakan bahwa administrasi umum berkaitan erat dengan upaya pencapaian efektivitas dan efisiensi pelaksanaan fungsi dan tugas dari sebuah organisasi. Apa yang dimaksud oleh Panitia dengan Administrasi Umum menurut hemat saya lebih merujuk kepada pelaksanaan dari sejumlah fungsi Pemerintahan khususnya terkait dengan pemenuhan pelayanan dasar kepada masyarakat dalam bidang perijinan dan non perijinan/kependudukan. Sebagaimana kita ketahui bahwa keberadaan Pemerintahan yang ada saat ini baik di tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsi tertentu sebagai pelaksanaan kongkrit dari tujuan keberadaan sebuah Negara. Dalam konteks Indonesia, sebagaimana dapat kita temukan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, maka tujuan dari didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan ini yang kemudian menurut kolega saya (Prof. Dr. Eko Prasojo) melahirkan tiga fungsi utama dari Pemerintahan di Indonesia yakni penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan penyediaan pelayanan kepada masyarakat. Karenanya, makna administrasi umum sebagaimana yang dimaksudkan oleh Panitia untuk tujuan diskusi pada hari ini

3 3 adalah Pelayanan Publik kepada masyarakat, khususnya dalam hal penerbitan ijin dan dokumen kependudukan. Oleh karena itu, untuk kepentingan diskusi pada hari ini saya ingin menyebutnya sebagai Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan. Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan ini merupakan jenis Pelayanan Publik yang sangat dibutuhkan oleh semua warga negara sehingga pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan Perijinan Usaha misalnya merupakan bentuk pelayanan perijinan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk dapat terlibat dalam sebuah kegiatan usaha guna mencapai kesejahteraan sekaligus dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pengaturan penyelenggaraan kegiatan usaha. Sementara itu, Pelayanan pengurusan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan bentuk pelayanan non perijinan dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai kependudukan sekaligus dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik lainnya yang biasanya membutuhkan persyaratan dokumen kependudukan seperti KTP. Karenanya dapat dikatakan bahwa Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan merupakan pelayanan publik yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan hakhak dasar masyarakat khususnya dalam upaya mensejahterakan diri dan memasuki dunia pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD Dalam konteks pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dasar masyarakat tersebut, terdapat sebuah konsep yang disebut sebagai Pendekatan Berbasis Hak (PBH), yakni pendekatan yang menurut Moser et. al. (2001) memfokuskan kepada pemenuhan hak dan klaim yang diharapkan dapat membantu masyarakat miskin dan kelompok yang selama ini termarginalisasi dalam pembangunan untuk

4 4 memasukkan prioritas, pandangan dan persepsi mereka untuk memperoleh manfaat dari program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah (lihat dalam Yappika, 2006). PBH melihat bahwa Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memenuhi sejumlah hak-hak dasar masyarakat yang apabila diabaikan akan dapat menyebabkan kemiskinan (Ljungman, 2004 dalam Yappika, 2006). PBH ini menurut Ljungman (2004) memiliki enam prinsip dasar yakni: (1) prinsip dasar dari hak asasi manusia yang universal dan inalienability (tidak dapat diabaikan atau diingkari); (2) prinsip kesetaraan dan non diskriminasi; (3) prinsip indivisibility dan keterkaitan dari hak-hak; (4) prinsip partisipasi; (5) prinsip akuntabilitas; dan (6) prinsip rule of law (Yappika, 2006). Berdasarkan pemahaman terhadap kedua konsep di atas, maka makalah singkat saya pada hari ini berusaha untuk menelaah kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pelayanan perijinan dan non perijinan yang ada saat ini serta sejauhmana pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang ada tersebut di lapangan dan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip dalam PBH. Kerangka Kebijakan dalam Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan/Kependudukan Dalam konteks pemenuhan kebutuhan dan hak-hak masyarakat terkait perijinan dan non perijinan oleh Pemerintahan Daerah yang berkesesuaian dengan PBH, maka dapat diidentifikasi sejumlah peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan sebagai dasar/pijakan hukumnya. Peraturan perundang-undangan yang utama tentu saja berupa pasal-pasal yang ada dalam konstitusi negara kita baik sebelum maupun sesudah perubahan. Pasal-pasal tersebut diantaranya adalah Pasal 18 (6), Pasal 18A (2); Pasal 27 (1) dan (2); Pasal 28C, 28D, 28F, 28H, serta Pasal 34 (3). Pasal-pasal tersebut menjamin hak yang dimiliki Pemerintahan Daerah dalam membuat Peraturan Daerah (Perda) dan peraturan lainnya guna melaksanakan otonominya khususnya dalam penyediaan pelayanan umum; serta menjamin hak-hak

5 5 masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan hidupnya dalam suatu sistem masyarakat yang berlandaskan hukum dan kesetaraan masyarakat dalam hukum dan pemerintahan. Aturan lainnya adalah aturan yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yakni Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU ini, pasal-pasal yang relevan dan dapat dijadikan dasar/pijakan hukum adalah pasal 11 (4) yang mengamanatkan perlunya pedoman mengenai standar pelayanan minimal oleh Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota; serta pasal 13 (1) dan 14 (1) yang mengatur mengenai urusan wajib dari Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam konteks Nangroe Aceh Darussalam (NAD), maka UU yang relevan adalah UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam UU ini, pasal-pasal yang relevan adalah pasal 16 (1) dan pasal 17 (1) yang mengatur mengenai urusan wajib dari Pemerintahan Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta pasal 20 yang mengatur mengenai Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan (AUPP). Aturan lainnya yang berbentuk UU yang dapat dijadikan dasar/pijakan hukum adalah UU No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). Melalui pemberlakuan kedua UU ini, maka secara resmi Indonesia terikat untuk melaksanakan kedua kovenan tersebut dan memasukkannya kedalam sistem hukum nasional kita. Dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), maka aturan yang relevan dan dapat dijadikan sebagai dasar/pijakan hukum guna pemenuhan hak dasar masyarakat akan pelayanan perijinan dan non perijinan yang sesuai dengan PBH adalah PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan PP

6 6 No. 65 Tahun 2005 tentang Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Dalam PP No. 23 Tahun 2005 terdapat aturan yang mengatur mengenai standar pelayanan dan tarif layanan dari Badan Layanan Umum (BLU) yakni pasal 8 dan pasal 9. Sementara PP No. 65 Tahun 2005 memberikan arahan mengenai pembuatan pedoman standar pelayanan minimal untuk urusan wajib Provinsi dan Kabupaten Kota berkaitan dengan pelayanan dasar. Aturan yang berbentuk Keputusan Presiden (Keppres) yang relevan adalah Keppres No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional dan Keppres No. 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan. Terkait dengan kedua aturan ini, sampai saat ini di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang dilakukan pembahasan terhadap RUU Ombudsman dan RUU Administrasi Kependudukan. Dari draft RUU yang saya dapatkan, dalam RUU Ombudsman akan diatur juga mengenai keberadaan Ombudsman Daerah serta Sanksi Administratif yang akan diterima oleh Pimpinan Instansi Pemerintah apabila tidak menindaklanjuti rekomendasi yang dibuat oleh Komisi Ombudsman. Sementara itu, dibawah Keppres terdapat sejumlah Keputusan Menteri (Kepmen) dan Peraturan Menteri (Permen) yang dapat dijadikan landasan operasional dalam pemenuhan hak-hak dasar masyarakat akan pelayanan perijinan dan non perijinan yakni: Kepmen PAN No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik; Kepmen PAN No. Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; Kepmen PAN No. Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik; Kepmen PAN No. Kep/118/M.PAN/8/2004 tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan Masyarakat bagi Instansi Pemerintah; Permen Dagri No. 28 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di

7 7 Daerah; dan Permen Dagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepmen PAN No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 mengatur mengenai Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang merupakan acuan bagi Instansi Pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Kepmen PAN No. Kep/25/M.PAN/2/2004 mengatur mengenai Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat yang digunakan sebagai acuan bagi unit pelayanan instansi pemerintah dalam melakukan penyusunan indeks kepuasan masyarakat secara periodik. Kepmen PAN No. Kep/26/M.PAN/2/2004 mengatur mengenai Transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang utamanya diwujudkan pada aspek-aspek pembiayaan, waktu, persyaratan, prosedur, informasi, pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab, mekanisme pengaduan masyarakat, standar, dan lokasi pelayanan. Aturan ini dijadikan sebagai acuan bagi seluruh pimpinan instansi dan pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah di Pusat dan Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik, sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan serta tugas dan fungsi masing-masing. Selain Kepmen dan Permen di atas, terdapat juga sejumlah Surat Edaran (SE) Menteri yakni: SE Mendagri No. 100/757/Otda Tahun 2002 perihal Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM); SE Menpan No. 80/M.PAN/3/2002 perihal Intensifikasi Penanganan Pengaduan Masyarakat; dan SE Menpan No. SE/26.1/M.PAN/10/2004 perihal Pedoman Umum Tatalaksana Administrasi Pemerintahan. Ketiga SE tersebut diharapkan dapat mendukung bagi upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat akan Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan yang sesuai dengan PBH. Terkait dengan kerangka kebijakan di atas, maka dapat disampaikan pula bahwa saat ini di DPR sedang dibahas sejumlah RUU yang relevan dan

8 8 mendukung dalam mewujudkan Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan yang sesuai dengan PBH, yakni: RUU Pelayanan Publik; RUU Informasi dan Transaksi Elektronik; RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik; serta RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Namun demikian, khusus untuk RUU Pelayanan Publik dianggap belum sesuai dengan PBH sehingga mendapat kritikan dan masukan dari sejumlah lembaga diantaranya yang berasal dari Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) dimana Yappika juga turut serta didalamnya. Permasalahan dan Tantangan yang Dihadapi Berdasarkan identifikasi mengenai kerangka kebijakan yang ada, maka dapat dikatakan telah adanya sejumlah sarana dan upaya guna mewujudkan pelayanan publik bidang perijinan dan non perijinan yang berkualitas dan berkesesuaian dengan PBH. Namun demikian, kenyataan yang ada membuktikan bahwa hanya sedikit Daerah saja yang dapat dikatakan berhasil dan sukses dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan dan non perijinan tersebut. Terdapat sejumlah permasalahan umum yang disinyalir menjadi sebab buruknya penyediaan pelayanan publik khususnya pelayanan perijinan dan non perijinan di sejumlah Daerah, yang diantaranya adalah sebagai berikut ini (lihat misalnya dalam Dwiyanto, 2005): Pertama, tradisi pemerintahan yang ada di Indonesia masih belum memberi ruang yang cukup kepada aktor lembaga non pemerintah untuk berperan secara optimal dalam kegiatan pemerintahan sehingga memungkinkan adanya sinergi diantara aktor dan lembaga pemerintah dengan non pemerintah. Terkait hal ini, maka kita dapat melihat bahwa Administrasi Publik kita baik di Pusat maupun di Daerah masih menganut paradigma lama yang tradisional sementara perkembangan di dunia global telah menuntut akan Administrasi Publik yang menjunjung prinsip-prinsip governance yang berbasis jejaring.

9 9 Kedua, kemampuan pemerintah melaksanakan kegiatan secara efisien, berkeadilan dan bersikap responsif terhadap kebutuhan masyarakat masih sangat terbatas. Hal ini terkait dengan permasalahan pertama dimana sifat administrasi publik kita yang masih tradisional tersebut menyebabkan administrasi publik kita sangat berorientasi kepada aturan dan tersentralisasi serta tidak memiliki inisiatif dan inovasi. Padahal, kecenderungan administrasi publik modern adalah berbasis fungsi dan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi serta dengan mendelegasikan banyak kewenangan kepada tingkatan yang lebih rendah. Administrator publik modern juga dibekali dengan etika pelayanan yang menjunjung keberpihakannya kepada masyarakat. Ketiga, praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) masih terus menggurita dalam kehidupan semua lembaga pemerintahan baik yang ada di Pusat ataupun di Daerah. Hal ini menurut hemat saya sangat terkait dengan mindset lama yang dimiliki oleh para administrator publik kita yang dibangun sejak jaman kerajaan dan kolonial Belanda yang menempatkan pejabat sebagai penguasa daripada pelayan masyarakat. Selain permasalahan umum di atas, dalam kaitannya dengan keberadaan sejumlah aturan yang sebenarnya mendukung bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan perijinan dan non perijinan yang sesuai dengan PBH maka dapat diidentifikasi sejumlah permasalahan khusus menyangkut filosofis, sosiologis, yuridis dan teknis dari kerangka kebijakan yang ada sebagaimana berikut ini: Secara filosofis dapat dikatakan bahwa peraturan-peraturan yang ada masih cenderung bernuansa serba negara. Artinya belum memberikan peran yang optimal kepada aktor di luar negara. Pengaturan yang ada kebanyakan hanya ditujukan untuk aktor-aktor negara. Padahal dalam konteks perkembangan global yang menjunjung nilai-nilai governance, maka pengaturan juga harus diarahkan kepada peranan aktor masyarakat sipil dan pelaku pasar.

10 10 Secara sosiologis dapat dikatakan bahwa paradigma dari para administrator publik kita masih cenderung menganggap dirinya sebagai penguasa dan bukan pelayan masyarakat. Karenanya diperlukan adanya perubahan budaya dari para administrator publik untuk mulai menempatkan dirinya dalam peranan yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat. Secara yuridis dapat dikatakan bahwa aturan yang ada khususnya yang berbentuk dibawah Kepres/Perpres tidak memiliki daya mengikat yang kuat mengingat tidak adanya aturan sanksi dalam peraturan tersebut. Belum lagi, apabila kita merujuk kepada Ketetapan (Tap) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan serta UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan maka untuk aturan di tingkat Pusat hanya sampai kepada bentuk Kepres/Perpres, dan tidak diatur mengenai peraturan lain di bawahnya. Selain itu, banyak konsideran dari sejumlah peraturan di atas yang sudah tidak berlaku lagi sehingga tidak kontektual. Secara teknis dapat dikatakan bahwa banyak dari Daerah kita yang masih memiliki budaya menunggu petunjuk. Artinya mereka tidak mempunyai inisiatif untuk membuat peraturan operasional untuk melaksanakan peraturanperaturan tersebut di Daerah sebelum ada petunjuk dari atasannya. Hanya sedikit Daerah yang berani berinisiatif dan bahkan menggunakan diskresi untuk mengatur sejumlah hal terkait dengan peningkatan kualitas pelayanan publik khususnya dalam bidang perijinan dan non perijinan. Advokasi yang dapat Dilakukan Berdasarkan kerangka kebijakan yang ada beserta permasalahan yang dihadapi dalam penerapan kebijakan tersebut dan dengan berpedoman pada PBH, maka dapat diidentifikasi sejumlah hal untuk dilakukan dalam melakukan advokasi guna mewujudkan pemenuhan hak masyarakat yang memadai dalam penyediaan pelayanan perijinan dan non perijinan sebagai berikut:

11 11 1. Penyebaran informasi (sosialisasi) kepada masyarakat dan Pemerintahan Daerah mengenai keberadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung bagi perwujudan pelayanan perijinan dan non perijinan yang sesuai dengan PBH serta kisah keberhasilan pelayanan perijinan dan non perijinan yang ada di Daerah lain 2. Mendorong Pemerintahan Daerah untuk mau dan dapat menerapkan sistem pelayanan perijinan dan non perijinan yang telah teruji atau berhasil di Daerah lain. Untuk itu dapat dilakukan melalui kerjasama antar Daerah dan dengan melibatkan segenap komponen masyarakat yang terkait 3. Mendorong dan mendidik aparat Pemerintahan Daerah dan masyarakat untuk dapat memiliki budaya dan etika yang mendukung bagi perwujudan pelayanan perijinan dan non perijinan yang berkualitas dan sesuai dengan PBH 4. Karena dalam banyak hal figur pemimpin di Daerah memainkan peranan yang sangat penting dalam perbaikan pelayanan publik di Daerah termasuk dalam pelayanan perijinan dan non perijinan, maka upaya yang dapat dilakukan lainnya adalah dengan membantu menjaring dan mendukung individu-individu yang potensial untuk menjadi pimpinan daerah yang memiliki keberpihakan terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik yang sesuai dengan PBH 5. Memberikan dukungan dan dorongan dalam upaya penyusunan peraturan perundang-undangan di tingkat Nasional dan Daerah yang mendukung bagi perwujudan pelayanan perijinan dan non perijinan yang sesuai dengan PBH Penutup Demikianlah paparan makalah yang dapat saya sampaikan pada hari ini. Semoga apa yang saya coba sampaikan dalam makalah singkat ini dapat dimengerti dan memberikan pencerahan bagi kita semua khususnya mengenai langkah-langkah dan upaya yang dapat kita lakukan bersama dalam mengadvokasi penyediaan

12 12 pelayanan perijinan dan non perijinan yang berbasis pada hak-hak masyarakat. Semoga... Bahan Referensi Dwiyanto, Agus (editor), 2005, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Kementerian PAN dan GTZ, tanpa tahun, Terobosan dan Inovasi Daerah dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta: Kementerian PAN dan GTZ Kurniawan, Teguh (penyunting), 2006, Kinerja Pelayanan Publik: Persepsi Masyarakat terhadap Kinerja, Keterlibatan dan Partisipasi dalam Pelayanan Bidang Pendidikan, Kesehatan dan Kependudukan, Jakarta: Yappika The Asia Foundation, 2004, Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA), Laporan Keempat, Jakarta: The Asia Foundation Yappika, 2006, Penelitian Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia, Laporan Penelitian, Jakarta: Yappika

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM I. UMUM Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi 4.1.1 Visi Visi adalah pandangan ideal keadaan masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan, dan secara potensial

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK MELALUI REFORMASI BIROKRASI PEMDA MELALUI PTSP

ARAH KEBIJAKAN PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK MELALUI REFORMASI BIROKRASI PEMDA MELALUI PTSP KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA ARAH KEBIJAKAN PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK MELALUI REFORMASI BIROKRASI PEMDA MELALUI PTSP Jeffrey Erlan Muler, SH Asisten

Lebih terperinci

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ciri-ciri kependudukan di Indonesia selain jumlah penduduk yang besar, adalah bahwa kepadatan penduduk di perkotaan tinggi, penyebaran penduduk desa kota dan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003

LAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003 PEDOMAN UMUM PENYELENGARAAN PELAYANAN PUBLIK I. Pendahuluan A. Latar Belakang Ketetapan MPR-RI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PENERAPAN PAKTA INTEGRITAS DAN PENGELOLAAN PENGADUAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Hukum merupakan landasan penyelenggaraan negara dan landasan pemerintahan untuk memenuhi tujuan bernegara, yaitu mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,

Lebih terperinci

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kependudukan Banyak hal yang terkait bilamana kita akan membahas topik kependudukan terlebih pada wilayah administrasi kependudukan dengan berbagai hal yang melekat di dalamnya

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2014 SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk mewujudkan dan memberikan perlindungan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N No.87,2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengaduan Publik. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PUBLIK DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpedoman pada peraturan pemerintah (PP). Kecamatan dipimpin oleh. Camat juga bertugas melaksanakan tugas umum pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berpedoman pada peraturan pemerintah (PP). Kecamatan dipimpin oleh. Camat juga bertugas melaksanakan tugas umum pemerintahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah (PP). Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 9/DPD RI/I/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

B. Maksud dan Tujuan Maksud

B. Maksud dan Tujuan Maksud RINGKASAN EKSEKUTIF STUDI IDENTIFIKASI PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DAN PENANGANANNYA DI KOTA BANDUNG (Kantor Litbang dengan Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I LAN-RI ) Tahun 2002 A. Latar belakang Hakekat

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan, sampai seluruh bangsa Indonesia benar-benar merasakan keadilan dan

Lebih terperinci

PENGAWASAN KINERJA PEMERINTAHAN DAN LKPJ KDH OLEH DPRD

PENGAWASAN KINERJA PEMERINTAHAN DAN LKPJ KDH OLEH DPRD PENGAWASAN KINERJA PEMERINTAHAN DAN LKPJ KDH OLEH DPRD Teguh Kurniawan Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI http://www.admsci.ui.edu Email: teguh1@ui.edu PENGAWASAN KINERJA PEMERINTAHAN OLEH DPRD: PERSPEKTIF

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun daerah. Salah satu dampak dari reformasi tersebut adalah keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola yang baik (good governance) adalah suatu sistem manajemen pemerintah yang dapat merespon aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PENYELENGARAAN PELAYANAN PUBLIK

PEDOMAN UMUM PENYELENGARAAN PELAYANAN PUBLIK KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUS NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGARAAN PELAYANAN PUBLIK MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) UNIT PELAYANAN INFORMASI PUBLIK PPID RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PELAYANAN INFORMASI PUBLIK Melayani Informasi, Memajukan Negeri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu prasyarat penting dalam

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH (JFP2UPD) DAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR (JFA)

JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH (JFP2UPD) DAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR (JFA) JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH (JFP2UPD) DAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR (JFA) Muhadi Prabowo (muhadi.prabowo@gmail.com) Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi

Lebih terperinci

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia

Lebih terperinci

OLEH: DR. WICIPTO SETIADI, S.H., M.H. PENDAHULUAN. law as a tool of social engineering

OLEH: DR. WICIPTO SETIADI, S.H., M.H. PENDAHULUAN. law as a tool of social engineering TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN HUKUM DAN IMPLIKASI PERSETUJUAN MENTERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN OLEH: DR. WICIPTO SETIADI, S.H., M.H.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan Publik adalah suatu kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 07 TAHUN 2006 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA ANTAR PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga

Lebih terperinci

birokrasi, agar dapat ditetapkan langkah deregulasi dan/atau reregulasi sesuai kebutuhan regulasi yang menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam

birokrasi, agar dapat ditetapkan langkah deregulasi dan/atau reregulasi sesuai kebutuhan regulasi yang menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam RINGKASAN EKSEKUTIF Di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, ditetapkan bahwa Kementerian Dalam Negeri merupakan salah satu unsur kementerian/ lembaga yang memiliki tugas

Lebih terperinci

TRANSPARANSI PELAYANAN PUBLIK DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

TRANSPARANSI PELAYANAN PUBLIK DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL TRANSPARANSI PELAYANAN PUBLIK DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL (Suatu Studi Pelayanan Akta Kelahiran Di Kantor Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Minahasa Selatan) OLEH : ATIKA EUNIKE

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Good Governance muncul sebagai kritikan atas dominasi lembaga pemerintah dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah suatu penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat peraturan perundang-undangan),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN

BAB III OBJEK PENELITIAN BAB III OBJEK PENELITIAN A. Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Salah satu unsur yang sangat penting dalam rangka mendukung tugastugas Dewan adalah Sekretariat Jenderal DPR RI (Setjen DPR RI)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI A. Pendahuluan Salah satu area perubahan dalam reformasi birokrasi yang wajib dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah adalah penataan tata

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan OPD

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan OPD BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI III.1. Identifikasi Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan OPD Aspek Kajian Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Biro Organisasi terdapat beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. MENGAPA DAPAT DINILAI PENTING 1. Indonesia adalah negara yang sangat besar dengan penduduk terbesar

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDASARI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN *

POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDASARI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN * POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDASARI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN * Oleh: Dra. Hj. IDA FAUZIAH (Wakil Ketua Badan Legislasi DPR) A. Pendahuluan Dalam Pasal

Lebih terperinci

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia KOMISI B KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia Mukadimah Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TOR (TERM OF REFERENCE) KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS DPR RI DALAM RANGKA MENDAPAT MASUKAN UNTUK PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DESA KE NEGARA BRAZIL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa peraturan daerah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan yang dihadapi dewasa ini dan di masa mendatang mensyaratkan perubahan paradigma kepemerintahan, pembaruan sistem kelembagaan, peningkatan kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. governance) melalui upaya penegakan asas-asas pemerintahan yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. governance) melalui upaya penegakan asas-asas pemerintahan yang baik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan reformasi mengamanatkan perubahan kehidupan ketatanegaraan yang didasarkan pada pemerintahan yang demokratis dan berlandaskan hukum (rule of law). Sebelum reformasi,

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK. menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK. menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUBLIK A. Pelayanan Publik Istilah Pelayanan berasal dari kata layani yang artinya menolong menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT I. Pendahuluan Badan Legislasi telah menerima surat tertanggal 27 Juli 2017 perihal usulan Rancangan

Lebih terperinci

Hotel Le Meridien Jakarta, 25 Juli 2011

Hotel Le Meridien Jakarta, 25 Juli 2011 PENGARUSUTAMAAN AKSES TERHADAP KEADILAN DALAM KEBIJAKAN DISABILLITIES Oleh: Diani Sadiawati Direktur Hukum dan HAM Bappenas Hotel Le Meridien Jakarta, 25 Juli 2011 Latar Belakang dari Pembuatan Akses terhadap

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.763, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Pokok-Pokok. Pengawasan. BNN. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG POKOK-POKOK PENGAWASAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA 2012 Kedeputian Pelayanan Publik Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Akuntabilitas sebagai salah satu pilar tata kepemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR MINIMAL PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH I. UMUM Salah satu kewenangan Pemerintah Aceh yang diamanatkan dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI PROPINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

Disampaikan Pada : Diskusi Publik: Empat Tahun UU Pelayanan Publik YAPPIKA Jakarta, 24 Juli 2013

Disampaikan Pada : Diskusi Publik: Empat Tahun UU Pelayanan Publik YAPPIKA Jakarta, 24 Juli 2013 KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Oleh: Wiharto Staf Ahli Bidang Sistem Manajemen Disampaikan Pada : Diskusi Publik: Empat Tahun UU Pelayanan Publik YAPPIKA Jakarta, 24

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan

Lebih terperinci

HAK AKSES INFORMASI PUBLIK. Oleh: Mahyudin Yusdar

HAK AKSES INFORMASI PUBLIK. Oleh: Mahyudin Yusdar HAK AKSES INFORMASI PUBLIK Oleh: Mahyudin Yusdar PENGAKUAN HAK ATAS INFORMASI Pengakuan terhadap hak atas informasi di negara-negara demokrasi sekaligus merupakan sarana untuk: memantau dan mengawasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik. Dilingkungan birokrasi juga telah dilakukan sejumlah inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik. Dilingkungan birokrasi juga telah dilakukan sejumlah inisiatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia telah berjalan selama tujuh belas tahun, berbagai usaha dan inovasi telah dilakukan untuk mencari model yang lebih efektif dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya guna menciptakan keteraturan dan kesinambungan dalam sistem tata pemerintahan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA ANTAR PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. selaku pejabat publik dengan masyarakat. Dan komunikasi tersebut akan berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. selaku pejabat publik dengan masyarakat. Dan komunikasi tersebut akan berjalan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi adalah kebutuhan pokok bagi setiap manusia untuk dapat mengembangkan hidupnya baik secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial budaya serta keamanan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan memiliki kewajiban dalam menangani permasalahan kemiskinan pada masing-masing wilayahnya. Upaya penanggulangan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 12 TAHUN 2011 T E N T A N G KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATEN

Lebih terperinci

Arsip Nasional Republik Indonesia

Arsip Nasional Republik Indonesia Arsip Nasional Republik Indonesia LEMBAR PERSETUJUAN setujui. Substansi Prosedur Tetap tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat telah saya Disetujui di Jakarta pada tanggal Februari 2011 SEKRETARIS UTAMA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1913, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BEKRAF. Pengaduan Masyarakat. PERATURAN BADAN EKONOMI KREATIF NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN EKONOMI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci