KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan"

Transkripsi

1 KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan Salah satu tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan kesejahteraan Rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk mencapai hal tersebut tidaklah semudah membalik telapak tangan, melainkan dibutuhkan komitmen pemimpin bangsa atau penguasa, dukungan dana atau anggaran pembangunan yang memadai, aparat penegak hukum yang handal dan berani serta dukungan dari rakyat itu sendiri. Pembangunan Nasional sampai Kabinet Indonesia Bersatu jilid II telah dilakukan diberbagai sektor kehidupan dengan dukungan dana yang cukup, namun penggunaan dana atau anggaran tersebut haruslah tepat sasaran dan sesuai dengan aturan yang ada, namun aturan/sistem yang sudah ada juga harus didukung oleh aparat pelaksana yang baik, bekerja keras, bersih dan mempunyai komitmen yang kuat untuk lebih mengutamakan kepentingan rakyat/masyarakat dari pada kepentingan pribadi/kelompok. Dewasa ini diakui telah banyak masyarakat telah merasakan manfaat pembangunan diberbagai sektor, namun secara objektif juga diakui disana-sini masih banyak sektor yang memerlukan pembenahan terutama kurang tersedianya lapangan pekerjaan guna mengurangi angka penggangguran, perbaikan pelayanan kesehatan masyarakat, sektor pelayanan publik dan biaya pendidikan yang semakin mahal. Guna menjawab kenapa belum terwujudnya kesejahteraan bagi rakyat sebagaimana yang diharapkan? Adalah salah satu faktor penghambatnya karena Praktek korupsi atau Pelaku korupsi cenderung meningkat seiring dengan makin besarnya anggaran pembangunan setiap tahunnya, maka untuk mengobati penyakit korupsi tersebut tentu diperlukan terapi yang lebih konprehensif dalam pemberantasan korupsi, diantaranya yang dilakukan oleh Pemerintah adalah lahirnya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun Harapan masyrakat agar korupsi diberantas sampai keakar-akarnya atau paling tidak ditekan baik kualitasnya maupun kuantitasnya, sehingga tidak menghambat atau menggannggu lajunya pembangunan, karena sampai sekarang ini harapan tersebut masih belum dilakukan secara optimal atau belum sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh rakyat atau masyarakat. Angka kasus korupsi yang cenderung meningkat telah banyak dilansir oleh berbagai media yang dapat langsung diakses oleh masyarakat, sehingga terbentuk opini masyarakat merasa bahwa lembaga-lembaga penegak hukum khususnya dalam penanganan perkara korupsi yang terjadi baik ditingkat pusat maupun daerah masih belum dilakukan secara maksimal. Arti Korupsi dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme diatur secara limitatif dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 yang memberi pengertian Korupsi yaitu Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan, wewenang dan jabatan atau kedudukan yang memberikan keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menimbulkan kerugian Negara atau perekonomian Negara atau pihak lain yang dirugikan. 1

2 Perbuatan tindak pidana korupsi telah ada sejak berdirinya suatu Negara yang dipimpin oleh penguasa, namun prakteknya (modus operandinya) tidak sehebat sekarang ini atau masih bersifat konvensional, maka dasar hukum tentang pengaturan korupsi tersebut telah ada sejak dulu dan telah mengalami perubahan / perbaikan sesuai perkembangannya yaitu : 1. Masa berlakunya Peraturan Penguasa Militer periode 1957 sampai dengan1958, semula korupsi diatur secara umum dalam KUHP, dengan perkembangan situasi maka korupsi diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri, maka peraturan perundangan tentang Tindak Pidana Korupsi untuk pertama kali diadakan pada tahun 1957 dan selanjutnya mengalami beberapa kali perubahan sesuai perkembangan zaman. 2. Masa berlakunya Undang-Undang Nomor 24 / Prp/ Tahun 1960 tentang pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi. 3. Masa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 4. Masa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diberlakukan sampai sekarang ini. Adapun perubahan tersebut adalah menyangkut beberapa Pasal yang substansial termasuk juga rumusan dan penjelasan serta penambahan beberapa Pasal dalam Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 itu sendiri dengan asumsi perbaikan sistem perundangan akan dapat mendukung upaya memberantas praktek korupsi. Arti Tindak Pidana Korupsi telah dirumuskan secara normatif dan tegas dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dengan pengertian adalah : Perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara melawan hukum dalam pengertian formil dan materil, maka arti melawan hukum yang terjadi dalam tindak pidana korupsi juga mencakup perbuatan-perbuatan yang tercela yang dirasakan oleh masyarakat dan terhadap pelakunya harus diadili dan dipidana apabila terbukti disidang Pengadilan. Sementara itu perbuatan korupsi sebagai tindak pidana formil berarti : Suatu perbuatan walaupun resiko akibat dari kerugian Negara tersebut pelaku telah mengembalikan kepada Negara, namun pengembalian tersebut tidaklah menghapus / menghilangkan / meniadakan unsur perbuatan pidananya, dengan pengertian terhadap pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan kesidang Pengadilan dan apabila terbukti perbuatannya tetap dipidana, sedangkan pengembalian keuangan Negara tersebut hanya bersifat meringankan pelaku sesuai Pasal 4 Undang-Undang 31 Tahun Penegak Hukum Tindak Pidana Korupsi Institusi Kepolisian dan Kejaksaan yang telah ada dinilai belum maksimal dalam melaksanakan Penyidikan dan Penuntutan terhadap pelaku korupsi, maka respon masyarakat ini Pemerintah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 dengan maksud agar pemberantasan korupsi dapat dilakukan seoptimal mungkin atau paling tidak dapat menekan angka jumlah keuangan Negara yang telah disalahgunakan atau diselewengkan artinya apabila suatu saat pemberantasan korupsi telah berhasil melaksanakan fungsi dan misinya tidak tertutup kemungkinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk secara temporer tersebut dapat dikembalikan pada institusi Kepolisian dan Kejaksaan. 2

3 Memang diakui dari tahun ketahun APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) mengalami peningkatan yang signifikan dengan orientasi agar pembangunan dapat langsung menyentuh semua lapisan masyarakat, namun pada aspek lain besarnya anggaran yang digulirkan oleh Pemerintah juga membuka peluang untuk dikorupsi (disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu), maka untuk menghantarkan pembangunan tepat sasaran dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat, diperlukan pengawasan yang ketat dan tegas baik secara internal maupun eksternal disertai dukungan positif masyarakat untuk mengawasi jalannya roda pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Selama ini banyak kasus-kasus korupsi mencuat ke permukaan baik dalam jumlah yang besar maupun kecil adalah bersumber dari hasil audit BPK, BPKP, laporan langsung dari masyarakat, pihak korban yang merasa dirugikan, LSM, sehingga atas laporan tersebut tentu telah banyak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dan dibawa ke Persidangan, namun ada juga kasus-kasus tertentu yang belum disentuh penyidikannya apalagi dibawa ke Persidangan, hal inilah yang membuat sebagian masyarakat belum puas atas hasil kerja aparat penegak hukum khususnya dalam penanganan kasus korupsi Dampak Korupsi Pada Pembangunan 1. Sasaran program pembangunan sulit tercapai, baik dipusat maupun di daerahdaerah. 2. Terjadi kesenjangan sosial sehingga dapat memicu tingkat kriminalitas yang mengganggu Kamtibmas. 3. Rendahnya pelayanan publik yang seharusnya dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. 4. Sulit menekan angka pengangguran yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. 5. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap pimpinan (penguasa) baik di pusat maupun di daerah semakin menurun. 6. Lahirnya kecemburuan sosial terhadap mereka yang menyandang OKB (Orang Kaya Baru). 7. Dapat mengancam Kesatuan Nasionalisme apabila tidak segera dilakukan upaya pemberantasan korupsi secara terpadu dan optimal. Penyebab Timbulnya Korupsi 1. Pengahayatan pada nilai-nilai agama rendah apalagi pelaksanaannya. 2. Sulit memberi keteladanan terhadap lingkungan kerjanya. 3. Kebutuhan hidup dan pola konsumtif yang tidak seimbang dengan penghasilan/pendapatannya. 4. Budaya masyarakat Timur yang selalu memberi upeti kepada pihak lain yang berkedudukan. 5. Kurang transparan dalam pengelolaan keuangan suatu lembaga atau suatu proyek. 6. Adanya kepentingan panitia lelang dalam pelaksanaan proyek baik dalam skala kecil maupun skala besar. 7. Sanksi yang terlalu ringan sehingga manfaat pemidanaan untuk mencegah orang lain tidak berbuat yang sama sulit diwujudkan. 8. Orang yang menduduki suatu jabatan tertentu telah banyak mengeluarkan dana seperti biaya pelaksanaan pilkada, sehingga untuk mengembalikan dana tersebut yang bersangkutan melakukan korupsi. Peran Masyarakat Upaya pemerintah memberantas penyakit korupsi tidak lepas dari peranan masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 pada Bab V Pasal 4 ayat (1) sampai dengan ayat (5) dan juga mengacu pada banyaknya laporan masyarakat atau pengaduan masyarakat atau para pihak yang merasa dirugikan hal ini menggambarkan harapan masyarakat terhadap Pemerintah dan aparat penegak hukum khususnya adalah sangat tinggi untuk memberantas korupsi. 3

4 Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah dan banyaknya wilayah yang dimekarkan beberapa tahun terakhir ini secara otomatis anggaran pambangunan di daerah semakin besar dan pemanfaatan anggaran tersebut dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat di daerah. Namun besarnya anggaran tersebut belum menjawab apa yang menjadi harapan masyarakat, hal ini dirasakan banyaknya laporan masyarakat yang belum ditindaklanjuti, walaupun alasan tersebut bisa dari laporan yang tidak akurat, pelapor tidak memberi identitas dengan lengkap atau telah dilakukan pengecekan atau penyelidikan ternyata tidak ada unsur kerugian Negara atau tidak ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga informasi penyelidikan aparat tersebut tidak sampai ke masyarakat, sehingga kurang adanya informasi tentang hasil penyelidikan dengan dugaan sebagian masyarakat terhadap para pemimpinnya di daerah maupun di pusat, sehingga terbentuk opini sebagian masyarakat bahwa aparat lamban dalam merespon keinginan rakyat. Upaya yang dilakukan Tahun Penyerahan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) tahun 2011 telah diserahkan Pemerintah kepada seluruh instansi, baik pada Departemen dan non Departemen, untuk itu diharapkan KPK dan lembaga-lembaga aparat penegak hukum lainnya sudah harus bekerja secara maksimal untuk melakukan pengawasan terhadap penyalahgunaan anggaran termasuk memproses kasus-kasus korupsi yang dilakukan pada tahun anggaran sebelumnya, dengan maksud agar program pembangunan baik dipusat maupun didaerah tepat sasaran. 2. Guna memaksimalkan fungsi KPK karena bukan hanya memberantas korupsi tetapi juga sebagai alat pengontrol (supervisi) terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi baik bagi penggunaan anggaran terutama di daerah-daerah dimana anggaran yang banyak disalahgunakan dengan penerapan otonomi, seyogianya KPK tidak hanya berada dipusat melainkan juga di setiap Propinsi supaya dibentuk KPK daerah, sehingga lebih efektif dan efisien dalam menangani kasus korupsi yang ada di daerah. 3. Kedepan perlu diberi batas lamanya waktu proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK, sehingga tidak terlalu lama dalam menangani suatu perkara apalagi perkaraperkara yang mencuat dimana publik mengetahui dan menunggu penyelesaiannya dengan cepat sesuai prosedur hukum. 4. Dasar hukum pemberantasan korupsi cukup memadai, aparat penegak hukum yang diperkuat dengan adanya KPK bahkan pada tahun 2011 Pengadilan Tipikor telah dibuka dan dioperasionalkan dibeberapa daerah, tentu hal ini memerlukan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, agar bangsa kita suatu saat terbebaskan dari praktek-praktek korupsi yang menghambat jalannya pembangunan Nasional kita. 5. Korupsi memang sulit diberantas secara menyeluruh sampai ke akar-akarnya karena butuh sistem perundang-undangan yang baik, aparat penegak hukum yang tegas dan bersih serta dukungan masyarakat, namun paling tidak dapat ditekan dari aspek kuantitas sehingga pembangunan diberbagai bidang dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat. 6. Kinerja KPK ke depan harus lebih transparan dalam penyelesaian kasus-kasus korupsi, karena selama ini masyarakat kurang mengetahui berapa jumlah perkara yang diproses di KPK, berapa yang diselesaikan pada tahun 2010, berapa jumlah yang belum diselesaikan dan apa kendalanya sehingga proses penyidikan agak lama, dan sudah berapa jumlah keuangan Negara dari pelaku korupsi yang diserahkan realisasinya ke Negara? Hal ini kurang dipublikasikan sehingga masyarakat sulit menilai secara akurat kinerja KPK yang tugas dan wewenangnya 4

5 sangat besar dalam memberantas korupsi (Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2001). 7. Besarnya Anggaran Pembangunan Nasional kita akan tepat sasaran penggunaannya dan bisa memakmurkan Rakyat apabila penyakit korupsi sebagai penghambat dapat diberantas dengan tuntas atau paling tidak mampu ditekan baik kualitas maupun kuantitasnya. 5

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan korupsi merupakan masalah yang sangat sentral dalam kurun waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah penyakit yang tidak mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB IV PENUTUP. dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan dalam bab sebelumnya di dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Koordinasi dan supervisi merupakan tugas

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENANGANAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWER SYSTEM) TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) -------------------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BANTUAN BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) KEPADA KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TERHADAP PENYELEWENGAN KEUANGAN NEGARA

BANTUAN BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) KEPADA KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TERHADAP PENYELEWENGAN KEUANGAN NEGARA BANTUAN BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP) KEPADA KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TERHADAP PENYELEWENGAN KEUANGAN NEGARA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* * TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : Sulistyo Utomo, SH* * Abstraksi Korupsi adalah sesuatu yang sangat sulit dihilangkan di Indonesia. Tetapi, bukan berarti pemerintah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang pengelolaannya diimplemantasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01/KB/I-VIII.

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01/KB/I-VIII. KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01/KB/I-VIII.3/07/2007 NOMOR: KEP- 071/A/JA/07/2007 TENTANG TINDAK LANJUT PENEGAKAN HUKUM TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian:

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dirumuskan demikian: pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Lebih terperinci

barang dan jasa yang dibutuhkan, untuk mendapatkan mitra kerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan diperlukan suatu proses untuk pemilihan

barang dan jasa yang dibutuhkan, untuk mendapatkan mitra kerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan diperlukan suatu proses untuk pemilihan BAB IV TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENGADAAN BARANG DAN JASA MELALUI SISTEM ELEKTRONIK PADA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1269,2014 KEMENHUT. Pengaduan. Penyalahgunaan Wewenang. Korupsi. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.63/MENHUT-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. ini berarti bahwa Republik Indonesia

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data.

BAB III METODE PENELITIAN sampai dengan Desember peneliti untuk melakukan pengumpulan data. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitan : Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Desember 2010. 2. Tempat Penelitian : Penelitian ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

PENUTUP. Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dapat. Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara independen dalam sistem

PENUTUP. Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dapat. Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara independen dalam sistem BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: A. Kesimpulan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam tahun 2005 mencatat

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi dengan ini menginstruksikan:

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Penghormatan, pengakuan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN ATAS PENYALAHGUNAAN WEWENANG, PELANGGARAN DAN TINDAK PIDANA KORUPSI LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang

Lebih terperinci

hanya di Indonesia melainkan di bebagai Negara lainya. ini bukan hanya di lakukan oleh kalangan menengah melainkan oleh pejabat

hanya di Indonesia melainkan di bebagai Negara lainya. ini bukan hanya di lakukan oleh kalangan menengah melainkan oleh pejabat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan suatu tindak pidana yang menjadi perbincangan banyak kalangan, mulai dari kalangan atas sampai kekalangan bawah. Tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat dan perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan negara hukum yang berlandaskan pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.70, 2015 KEMENLU. Pelaporan. Tindak Lanjut. Pengelolaan. Pelanggaran. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi

Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi 2004-2007 Draft untuk mendapatkan masukan Daftar Isi Daftar Isi... 2 Pendekatan Perencanaan Stratejik... 3... 4... 4... 5... 6... 7... 8 Sumberdaya Yang Diperlukan...

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI RESUME KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I. Latar Belakang Tindak pidana korupsi maksudnya adalah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau pejabat Negara dengan maksud

Lebih terperinci

APA ITU CACAT HUKUM FORMIL?

APA ITU CACAT HUKUM FORMIL? APA ITU CACAT HUKUM FORMIL? Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH, MH Kadilmil II-09 Bandung Dalam praktek peradilan hukum pidana, baik Penyidik POM TNI, Oditur Militer, Penasihat Hukum (PH) dan Hakim Militer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tindak pidana yang menjadi permasalahan seluruh bangsa di dunia ini adalah korupsi. Korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA, SALINAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI PADANG LAWAS UTARA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH OLEH INSPEKTORAT KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah

BAB I PENDAHULUAN. tua. Bahkan korupsi dianggap hampir sama kemunculanya dengan masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korupsi adalah masalah yang sudah cukup lama lahir dimuka bumi ini. Pada umumnya diakui bahwa korupsi adalah problem yang berusia tua. Bahkan korupsi dianggap hampir

Lebih terperinci

MONITORING PERADILAN DI ACEH SELAMA TAHUN Lhokseumawe, 26 Desember 2011

MONITORING PERADILAN DI ACEH SELAMA TAHUN Lhokseumawe, 26 Desember 2011 MONITORING PERADILAN DI ACEH SELAMA TAHUN 2011 Lhokseumawe, 26 Desember 2011 Tujuan Monitoring Tujuan dari monitoring kinerja aparat penegak hukum ini adalah: 1. Mendapatkan informasi tentang kasus korupsi

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM BAB III PEMBANGUNAN HUKUM A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang kedua, yaitu mewujudkan supremasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang sedang menurun dan kurang optimalnya dampak dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintahan Indonesia saat ini, menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan

Lebih terperinci

Nama : ALEXANDER MARWATA

Nama : ALEXANDER MARWATA Nama : ALEXANDER MARWATA 1. Pengadilan adalah tempat seseorang mencari keadilan. Pengadilan bukan tempat untuk menjatuhkan hukuman. Meskipun seorang Terdakwa dijatuhi hukuman penjara hal itu dalam rangka

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 1999 TENTANG KOMISI INDEPENDEN PENGUSUTAN TINDAK KEKERASAN DI ACEH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 1999 TENTANG KOMISI INDEPENDEN PENGUSUTAN TINDAK KEKERASAN DI ACEH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 1999 TENTANG KOMISI INDEPENDEN PENGUSUTAN TINDAK KEKERASAN DI ACEH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berbagai tindak kekerasan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemberantasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Polemik terkait kewenangan perhitungan kerugian keuangan negara dalam penanganan kasus korupsi masih terus bergulir, meskipun telah diterbitkannya Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.584, 2015 OMBUDSMAN. Whistleblowing System. Pelanggaran. Penanganan. Pelaporan. Sistem. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) -------------------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai alat kontrol sosial dalam kehidupan masyarakat dituntut untuk dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan. Meskipun

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

TREN PENANGANAN KASUS KORUPSI SEMESTER I 2017

TREN PENANGANAN KASUS KORUPSI SEMESTER I 2017 TREN PENANGANAN KASUS KORUPSI SEMESTER I 217 LATAR BELAKANG 1. Informasi penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum tidak dipublikasi secara transparan, khususnya Kepolisian dan

Lebih terperinci

KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang besar dalam setiap tindakan manusia. Persaingan di dalam

BAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang besar dalam setiap tindakan manusia. Persaingan di dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era seperti sekarang ini, kasus kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh berbagai pihak tidak pernah ada habisnya. Perkembangan dunia telah membawa pengaruh

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015 SUATU KAJIAN TENTANG KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SEBAGAI UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI (PASAL 2 DAN 3 UU NO. 31 TAHUN 1999) 1 Oleh : Rixy Fredo Soselisa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA POLICY BRIEF PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Penguatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Pasca UU Administrasi Pemerintahan LATAR BELAKANG Disahkannya UU No.

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI Sigit Budi Santosa 1 Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang Abstraksi: Korupsi sampai saat ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya Negara-negara di dunia karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat luar biasa. Khusus di Negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELAPORAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING SYSTEM) DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan narkoba memiliki dimensi yang sangat kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial ekonomi, politik, sosial,

Lebih terperinci

Opini H ukum: Gugatan Ganti Kerugian dalam mekanisme Pengadilan Tipikor. Disiapkan oleh:

Opini H ukum: Gugatan Ganti Kerugian dalam mekanisme Pengadilan Tipikor. Disiapkan oleh: Opini H ukum: Gugatan Ganti Kerugian dalam mekanisme Pengadilan Tipikor Disiapkan oleh: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) 1. Apa itu Gugatan Ganti Kerugian? Tuntutan ganti kerugian sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA http://welcome.to/rgs_mitra ; rgs@cbn. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.258, 2015 LIPI. Whistleblowing System. Pengaduan. Pengelolaan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN WHISTLEBLOWING

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Menimbang : Mengingat : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan

Lebih terperinci

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi Oleh Suhadibroto Pendahuluan 1. Salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan Negara. Terhadap kerugian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.806, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi. Permintaan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-08/1.02/PPATK/05/2013

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang diharapkan mampu memberikan kedamaian pada masyarakat saat kekuasaan negara seperti eksekutif dan kekuasaan legislatif hanya

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan Negara yang kini berada di pundak para aparatur Negara (Pemerintah) bukanlah pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. korupsi yang telah dilakukan oleh institusi kelembagaan pemerintah selama ini

BAB I PENDAHULUAN. korupsi yang telah dilakukan oleh institusi kelembagaan pemerintah selama ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kasus korupsi di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Pemberantasan korupsi yang telah dilakukan oleh institusi kelembagaan pemerintah selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.21, 2014 KEMEN PDT. Pengaduan. Penanganan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan dan pembentukan lembaga untuk pemberantasan korupsi sudah banyak terjadi, namun tindak pidana korupsi di Indonesia hingga hari ini masih merupakan

Lebih terperinci

V. PENUTUP. 1. Bagaimana Efektivitas Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi di Polres Lampung Barat.

V. PENUTUP. 1. Bagaimana Efektivitas Peranan Penyidik Polri Dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi di Polres Lampung Barat. V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian yang telah penulis sampaikan dalam penulisan tesis ini, maka dapat penulis simpulkan dalam uraian yang lebih singkat dalam bab ini sebagai berikut : 1. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak khususnya pada masa reformasi sekarang. lagi dengan semakin kritisnya masyarakat dewasa ini, maka rumusan pengawasan

BAB I PENDAHULUAN. mendesak khususnya pada masa reformasi sekarang. lagi dengan semakin kritisnya masyarakat dewasa ini, maka rumusan pengawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan efesiensi dan efektifitas pelaksanaan pemerintah daerah, maka partisipasi semua pihak sangat dibutuhkan bagi masyarakat terlebih dari pihak

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng No.1036, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA OMBUDSMAN. Sistem Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Internal. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PELAPORAN

Lebih terperinci

PERAN SERTA MASYARAKAT

PERAN SERTA MASYARAKAT PERAN SE R MASYARA TA KAT KORUPSI TERJADI DI BANYAK SEKTOR. SETIDAKNYA ADA 11 SEKTOR YANG POTENSIAL RAWAN KORUPSI: PENDIDIKAN ANGGARAN DANA BANTUAN SOSIAL PENYALAHGUNAAN APBD MAFIA HUKUM DAN PERADILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan terbatas maupun lingkungan yang lebih luas. kebutuhan manusia yang satu dengan yang lain. Berbagai kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan terbatas maupun lingkungan yang lebih luas. kebutuhan manusia yang satu dengan yang lain. Berbagai kebutuhan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Manusia tercipta di dunia sebagai makhluk individu yang kemudian membentuk menjadi sebuah kelompok dalam suatu kumpulan masyarakat. Sebagai salah satu cara dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan jabatan di sektor publik untuk kepentingan pribadi (Tuanakotta). Korupsi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. a.bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 47 RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia yang

Lebih terperinci

MEKANISME KOORDINASI PENINDAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

MEKANISME KOORDINASI PENINDAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEKANISME KOORDINASI PENINDAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia oleh : BRIGJEN POL Dr. Akhmad Wiyagus Msi, M.M Dir TIPIDKOR BARESKRIM POLRI TANNAS GLOBAL BANGNAS

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 I. PARA PEMOHON Prof. DR. Nazaruddin Sjamsuddin sebagai Ketua KPU PEMOHON I Prof. DR. Ramlan Surbakti, M.A., sebagai Wakil Ketua

Lebih terperinci

KASUS BANTUAN SOSIAL FIKTIF DI KLUNGKUNG TERANCAM. nusabali.com

KASUS BANTUAN SOSIAL FIKTIF DI KLUNGKUNG TERANCAM. nusabali.com KASUS BANTUAN SOSIAL FIKTIF DI KLUNGKUNG TERANCAM nusabali.com Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (bansos) fiktif pembangunan Merajan Sri Arya Kresna Kepakisan di Banjar Anjingan, Desa Pakraman Getakan,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA I. Permasalahan yang Dihadapi Penegakan hukum sebagai salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan hukum sangat

Lebih terperinci