II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
|
|
- Sudirman Kusnadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 butir 5, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sistem hubungan pusat dan daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 dapat dirangkum dalam 3 prinsip yaitu : 1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI. 2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. 3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Prinsip otonomi yang terkandung di dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 mempunyai implikasi langsung terhadap kemampuan keuangan daerah, kesiapan sumber daya manusia dan sumber daya alam, dalam menjalankan roda pemerintahan dan kelanjutan pembangunan. Selanjutnya pada Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dikemukakan sebagai berikut:
2 10 1. Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta antara Provinsi dan Kabupaten/Kota yang merupakan prasyarat dalam sistem Pemerintahan Daerah. 2. Dalam rangka menyelenggaraan otonomi daerah, kewenangan keuangan yang melekat pada setiap kewenangan Pemerintahan menjadi kewenangan Daerah Sumber-Sumber Pendapatan Daerah Dalam hubungannya dengan keuangan daerah, maka ketentuan perundangundangan yang mengaturnya adalah pada Pasal 79 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 J.O Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana disebutkan sumber pendapatan daerah terdiri atas : 1. Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah yang dijadikan sebagai barometer bagi potensi perekonomian suatu daerah, sekaligus mencerminkan efektifitas dan efisiensi aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan pekerjaannya. Untuk mengetahui potensi sumber-sumber PAD dibutuhkan pengetahuan tentang analisis perkembangan beberapa variabel yang dapat dikendalikan (variabel-variabel ekonomi) yang dapat mempengaruhi kekuatan sumbersumber penerimaan PAD. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu :
3 11 a. Hasil pajak daerah. Menurut UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No 18. Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Dari definisi di atas jelas bahwa pajak daerah merupakan iuran wajib yang dapat dipaksakan kepada setiap orang (wajib pajak) tanpa kecuali, dan ditegaskan pula bahwa hasil dari pajak daerah ini diperuntukkan bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah (Prakosa, 2003). Jenis-jenis pajak daerah menurut UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah, pendapatan pajak daerah dibagi menjadi 2 menurut wilayahnya, yaitu pendapatan pajak yang berasal dari provinsi dan pendapatan pajak yang berasal dari kabupaten/kota, dan dapat dijelaskan sebagai berikut sebagai berikut : 1. Pajak Provinsi Pajak provinsi adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat provinsi, pajak yang masih berlaku sampai saat ini adalah : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Kendaraan di atas Air.
4 12 b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Pajak Kabupaten Pajak kabupaten/kota adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat II yakni pemerintah daerah kabupaten/kota. Jenis-jenis pajak kabupaten/kota adalah : a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian C g. Pajak Parkir Berdasarkan kelengkapan dan kemampuan variabel serta menggabungkan berbagai literatur dan pengamatan untuk menjelaskan keragaman karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah, maka variabel dasar yang digunakan dalam analisis penerimaan pajak daerah Kabupaten Tulungagung adalah jumlah hotel, jumlah restoran, jumlah perusahaan, jumlah rumah tangga, jumlah penduduk, tingkat inflasi dan pendapatan perkapita.
5 13 b. Hasil retribusi daerah Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta PP No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Semakin banyak jenis pelayanan publik dan meningkatnya mutu pelayanan publik yang diberikan pemerintah daerah terhadap masyarakatnya, maka kecenderungan perolehan dana retribusi semakin besar Objek atau jenis retribusi daerah menurut Undang-Undang. No. 34 Tahun 2000 serta prinsip atau kriteria penentuan tarifnya adalah sebagai berikut : 1) Retribusi jasa umum dengan kriteria penentuan tarif kebijakan daerah yang bersangkutan, besarnya biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. Yang termasuk dalam retribusi jasa umum antara lain retribusi pelayanan kesehatan, pelayanan parkir, pelayanan pasar, penggantian cetak akte. 2) Retribusi jasa usaha dengan kriteria penentuan tarifnya, yaitu tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. Yang termasuk dalam retribusi jasa usaha antara lain jasa usaha terminal, jasa usaha tempat rekreasi. 3) Retribusi perizinan tertentu dengan kriteria penentuan tarifnya yaitu tujuan untuk menutup sebagian/seluruhnya biaya penyelenggaraan
6 14 pemberian izin yang bersangkutan. Termasuk dalam retribusi perizinan tertentu antara lain retribusi izin trayek, izin gangguan. Berdasarkan kelengkapan dan kemampuan serta menggabungkan literatur dan pengamatan untuk menjelaskan keragaman karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan retribusi daerah, maka variabel dasar yang digunakan dalam analisis penerimaan retribusi daerah kabupaten Tulungagung adalah panjang jalan, jumlah rumah tangga, jumlah tempat pelayanan kesehatan, jumlah kendaraan bermotor wajib uji, jumlah penduduk, pendapatan perkapita, tingkat inflasi, jumlah karcis di terminal, jumlah pasar, jumlah juru parkir, jumlah perusahaan, jumlah akte yang di cetak. c. Bagian Laba Perusahaan Daerah. Posisi perusahaan daerah atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di era otonomi sebenarnya sangat penting dan strategis sebagai salah satu institusi milik daerah dalam meningkatkan penerimaan Perusahaan Daerah. d. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah. Lain-lain PAD yang sah adalah pendapatan yang berasal dari dinas-dinas daerah serta pendapatan-pendapatan lainnya yang diperoleh secara sah oleh pemerintah daerah. Yang termasuk dalam kategori lain-lain PAD yang sah, antara lain : 1) Hasil Penjualan Aset Yang tidak Dipisahkan, 2) Penjualan Kendaraan Bermotor,
7 15 3) Penjualan Kendaraan Milik Daerah Lainnya, 4) Jasa Giro, 5) Pendapatan lainnya. 2. Dana perimbangan; Selanjutnya di dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 J.O Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 79, terdiri atas: 1. Bagi Hasil Pajak, yang termasuk didalamnya antara lain bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak penghasilan orang pribadi dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. 2. Bagi Hasil bukan Pajak, diantaranya adalah iuran hak penguasaan Hutan, provisi Sumber Daya Hutan, dll 3. Dana Alokasi Umum (DAU) atau sering disebut dengan block grant yang besarnya didasarkan atas formula. Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dimaksudkan sebagai pengganti dua transfer utama dari pusat ke daerah yang selama ini dilakukan yaitu Subsidi Daerah Otonom (SDO) dan Inpres 4. Dana Alokasi Khusus (DAK) identik dengan spcial grand yang ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai fungsi yang sangat khusus. Namun prosesnya tetap dari bawah
8 16 (bottom Up). Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang disediakan kepada daerah untuk memenuhi kebutuhan khusus, yaitu: kebutuhan yang tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus DAU, kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional, kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dan penghijauan oleh daerah penghasil. 3. Pinjaman Daerah. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menetapkan pinjaman daerah adalah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang dicatat dan dikelola dalam APBD. Pinjaman daerah dapat bersumber dari dalam dan luar negeri. 4. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah. Lain-lain pendapatan yang sah adalah pendapatan lainnya dari pemerintah pusat dan atau dari instansi pusat, serta dari daerah lainnya. Lain-lain pendapatan yang sah terdiri dari bantuan dana kontijensi/penyeimbang/penyesuaian dari pemerintah dan dana darurat yang merupakan dana dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa Pengeluaran Keuangan Daerah Pengeluaran keuangan daerah merupakan alokasi belanja pemerintah daerah dalam rangka kegiatan pemerintahan yang meliputi urusan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan APBD kabupaten/kota dalam suatu tahun anggaran (Putra, 2003:22). Dalam UU Nomor 32 dan 33 tahun 2004, pengeluaran pemerintah terdiri atas
9 17 anggaran belanja dan pembiayaan. Anggaran belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja. Sebelumnya, pengeluaran pemerintah terdiri atas belanja rutin dan belanja pembangunan. Dengan adanya perbedaan tersebut, dalam penelitian ini, pengeluaran pemerintah daerah dikonversi sesuai dengan UU Nomor 32 dan 33 Tahun Selanjutnya, penulis mengklasifikasikan pengeluaran pemerintah menjadi belanja modal/pembangunan dan belanja rutin. Belanja Modal/Pembangunan adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi (menambah aset). Belanja Modal/Pembangunan terdiri dari belanja modal tanah, belanja modal jalan dan jembatan, belanja modal bangunan air (irigasi), belanja modal instalasi, belanja modal jaringan; belanja modal bangunan gedung, belanja modal monument; belanja modal alat-alat besar, belanja modal alat-alat angkutan, belanja modal alat-alat bengkel, belanja modal alat-alat pertanian, belanja modal alat-alat kantor dan rumah tangga, belanja modal alatalat studio, belanja modal alat-alat komunikasi, belanja modal alat-alat kedokteran, belanja modal alat-alat laboratorium, belanja modal buku/perpustakaan, belanja modal barang bercorak kesenian dan kebudayaan, belanja modal hewan, ternak serta tanaman dan belanja modal alat-alat persenjataan/keamanan (BPS, 2005). Sedangkan selain yang termasuk belanja modal/pembangunan di atas, termasuk dalam belanja non modal (belanja rutin) Penelitian Sebelumnya Dio Hakki (2008) meneliti komponen-kompenen utama yang mempengaruhi pajak dan retribusi daerah sebelum dan pada masa otonomi di Kota Bogor. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerimaan pajak
10 18 sangat dipengaruhi oleh variabel tingkat inflasi. Tingkat inflasi ini berbanding terbalik terhadap penerimaan pajak daerah Kota Bogor yang berarti apabila tingkat inflasi mengalami peningkatan, maka penerimaan pajak daerah akan menurun. Sedangkan retribusi daerah dipengaruhi oleh tingkat inflasi, uji kendaraan bermotor dan jumlah pengunjung obyek wisata. Pada penelitian ini variabel dummy tidak memperlihatkan angka yang signifikan terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah. Anggawen (2006) meneliti tentang disparitas kontribusi pajak dan retribusi dalam kaitannya dengan perkembangan wilayah di Kabupaten dan Kota Bogor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk menjalankan roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di Kota Bogor, perlu ditunjang dengan pembiayaan yang cukup melalui sumber penerimaan daerah yang terdiri dari PAD dan pendapatan dari pemerintah pusat serta lainlain pendapatan yang sah. Terjadinya pemusatan setiap jenis pajak pada suatu wilayah kecamatan, analisis korelasi antara hirarki wilayah dengan pajak dan penduduk menunjukkan bahwa di Kota Bogor hanya terjadi korelasi antara hirarki wilayah atau ketersediaan infrastruktur dengan pajak hotel dan retribusi pasar. Penerimaan pajak dan retribusi yang belum maksimal serta pembangunan yang tidak merata menyebabkan rendahnya keterkaitan antara pajak dan hirarki wilayah. Dalam penelitian yang bertujuan mengetahui komponen pajak daerah dan retribusi yang dominan dalam mempengaruhi kenaikan pajak daerah dan retribusi di Kabupaten Bengkulu Utara, Lidyastri (2004) mengatakan bahwa
11 19 komponen PAD yang paling berpengaruh adalah pajak daerah dan retribusi. Sedangkan komponen dari pajak daerah dan retribusi yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pajak daerah dan retribusi secara langsung dan terhadap PAD secara tidak langsung adalah retribusi ijin bangunan dan retribusi pasar. Penelitian Yanti (2004) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi PAD kota Bogor, menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap penerimaan PAD Kota Bogor adalah pendapatan perkapita, dummy pemberlakuan otonomi daerah, jumlah perusahaan, jumlah kamar hotel, jumlah kendaraan bermotor, jumlah izin mendirikan bangunan dan laba perusahaan. Lum atul Qomariah (2007) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen penerimaan keuangan daerah yang berpengaruh terhadap belanja pembangunan daerah di Propinsi Kalimantan Timur, menunjukkan bahwa komponen penerimaan daerah yang berpengaruh signifikan terhadap belanja pembangunan daerah masih didominasi oleh sumber-sumber keuangan dari pusat. Hal ini menunjukkan bahwa PAD kurang berperan dalam belanja pembangunan daerah atau dapat dikatakan bahwa pajak daerah belum optimal kembali ke masyarakat, baik dalam bentuk infrastruktur maupun pelayanan publik Kerangka Teoritis Analisis Deskriptif Memberikan gambaran umum mengenai kontribusi dan pertumbuhan masing-maing komponen penerimaan keuangan daerah terhadap total penerimaan keuangan daerah.
12 Analisis Komponen Utama. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis data yang memiliki variabel yang banyak adalah metode analisis komponen utama. Metode ini akan digunakan untuk mengukur karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi pajak dan retribusi daerah di Kabupaten Tulungagung. Variabelvariabel yang merupakan variabel dasar yang digunakan dalam analisis ini akan diseleksi berdasarkan kelengkapan dan kemampuan variabel dalam menjelaskan keragaman karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi pajak dan retribusi daerah. Proses analisis ini akan menghasilkan beberapa faktor utama penciri utama keragaman perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak dan retribusi daerah tersebut. Secara umum dapat digambarkan prosedur umum dalam analisis komponen utama : Variabel S a m p e l V 1 V 2 V 3. V k 1 Variabel 2 V 1 V 2 V 3. V k Komponen Utama 3 V V 1 F 1 F 2 F 3. F k 4 Observasi data a V V 2 V 1 r a. V 3 V i Coefisien Corelasi 2 r. a. V i 3 Akar Ciri n b. a. e. b. DATA l V k e. MATRIK KORELASI l V k KOMPONEN UTAMA Gambar 1 : Prosedur Umum dalam Analisis Komponen Utama Dengan menggabungkan berbagai literatur dan pengamatan serta kelengkapan dan kemampuan variabel dalam menjelaskan keragaman
13 21 karakteristik, akhirnya metode ini akan menggunakan 7 variabel yang akan dijadikan pada analisis faktor yang mempengaruhi pajak daerah dan 12 variabel yang dijadikan bahan analisis pada faktor yang mempengaruhi retribusi daerah. Analisis ini menggunakan alat bantu SPSS.13 Konsep dasar analisis komponen utama ini adalah : 1. Analisis komponen utama tidak mengkaitkan antara variabel independent dan dependent tapi mereduksi atau meringkas dari banyak variabel menjadi sedikit variabel. 2. Teknik yang digunakan adalah teknik interdepensi, yakni seluruh set hubungan yang interdependent di teliti. Prinsipnya menggunakan korelasi. 3. Analisis komponen utama menekankan adanya COMMUNALITY = jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel pada variabel lainnya. 4. Adanya koefisien nilai komponen utama, sehingga komponen utama 1 menyerap sebagian besar seluruh variabel, komponen utama 2 menyerap sebagian besar sisa varian setelah diambil untuk komponen utama 1. Komponen utama 2 tidak berkorelasi dengan komponen utama 1, sehingga jumlah variansi yang dijelaskan adalah semua komponen utama nantinya adalah 100 persen Sedangkan teknik statistik untuk analisis komponen utama adalah : 1. Matrik korelasi 2. Communality : Jumlah varian yang disumbangkan oleh variabel terhadap variabel lainnya.
14 22 3. Akar ciri (Eigen value) : Jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap komponen utama. Hanya akar ciri > 1 yang dimasukkan dalam model. 4. Scree plot. Plot dari eigen value sebagai sumbu vertikal dan banyaknya faktor sebagai sumbu dasar, untuk menentukan banyaknya faktor yang bias di tarik Kerangka Pemikiran Pemberlakuan otonomi daerah yang dilandasi oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya termasuk pemberian kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan daerahnya sendiri. Oleh karena itu pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dalam rangka untuk membiayai jalannya roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di daerahnya. Salah satu sumber penerimaan daerah yang merefleksikan kualitas ekonomi daerah adalah PAD. PAD merupakan penerimaan daerah dari berbagai komponen seperti pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah dan lain-lain PAD yang sah. Potensi PAD dan komponen PAD dapat diketahui dengan menganalisis kontribusi penerimaan PAD terhadap total penerimaan daerah dan kontribusi komponen PAD terhadap penerimaan PAD yang dilakukan dengan analisis secara deskriptif. Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya, belanja modal/pembangunan sebagai wujud investasi pemerintah merupakan salah satu pos keuangan pemerintah daerah yang penting untuk pembangunan wilayah. Pada masa implementasi kebijakan desentralisasi fiskal, sudah sepantasnya bila daerah
15 23 mampu meningkatkan pendapatan asli daerahnya, untuk kemudian kembali digunakan bagi kepentingan pembangunan wilayah baik dalam bentuk investasi maupun pelayanan publik. Namun dalam lima tahun implementasi kebijakan tersebut, perlu dievaluasi apakah daerah telah memanfaatkan kewenangan yang diberikan untuk mengembangkan sumber-sumber keuangan asli daerah dengan optimal. Oleh karena itu, perlu diketahui komponen-komponen penerimaan keuangan daerah yang berpengaruh terhadap belanja rutin maupun belanja pembangunan, sehingga dapat dievaluasi sejauh mana pengaruhnya terhadap kemandirian keuangan daerah. Secara sistematis kerangka pemikiran konseptual dapat dijelaskan dengan gambar 2.
16 24 Otonomi Daerah dan Desentralisasi UU No.32 dan UU No. 33 Tahun 2004 Pemerintah Daerah - APBD Penerimaan Daerah -PAD -Dana Perimbangan -Pinjaman Daerah -Lain-lain Penerimaan yang Sah Pengeluaran daerah - Belanja Rutin - Belanja Modal/Pembangunan Variabel Penelitian yang Digunakan Pajak Daerah Retribusi Daerah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah Analisis Deskriptif Analisis Komponen Utama Mengetahuhi Perkembangan APBD Kabupaten Tulungagung Tahun serta keterkaitan di dalamnya Faktor faktor Utama yang Mempengaruhi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pembangunan Daerah Kabupaten Tulungagung Gambar 2. Kerangka Pemikiran
ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH (STUDI KASUS : DI KABUPATEN TULUNGAGUNG) OLEH SITI ANNI MAKRIFAH H
ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH (STUDI KASUS : DI KABUPATEN TULUNGAGUNG) OLEH SITI ANNI MAKRIFAH H14084019 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung Berdasarkan ringkasan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung, setiap tahunnya
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciLANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang
8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti
Lebih terperinciAPBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan
APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2006 1) dan Pendapatan Dalam tahun anggaran 2006, Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp.1.028.046.460.462,34 dan dapat direalisasikan sebesar Rp.1.049.104.846.377,00
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah 2.1.1 Pengertian Pemerintah Daerah Definisi Pemerintah Daerah menurut Indra Bastian (2000, 203) menyatakan bahwa: Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah membawa perubahan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, Undangundang tersebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciRETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK
65 RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA Oleh Zainab Ompu Zainah ABSTRAK Keywoods : Terminal, retribusi. PENDAHULUAN Membicarakan Retribusi Terminal sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang menjelaskan pengertian Belanja Modal, Fiscal Stress, Dana Bagi Hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel-variabel yang diteliti serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan
Lebih terperinciRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Stewardship Theory Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship Theory, Teori Stewardship menjelaskan mengenai situasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk
19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Pembangunan daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dijalankan selama ini. Keberhasilan akan ditentukan dari bagaimana kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan pada prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip otonomi daerah memberi kewenangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada
Lebih terperinciNegara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah
Lebih terperinciV. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk
V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan
Lebih terperinciketentuan perundang-undangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan Nomor 2 adalah: Semua pengeluaran dari Rekening kas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
13 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Anggaran Daerah Perencanaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkkan dari proses manajemen organisasi. Demikian juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola pemerintah semakin besar jumlahnya. Semakin besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan otonomi daerah diawali dengan dikeluarkannya ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian otonomi dimaksud adalah
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
Lebih terperinciHubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Istilah Otonomi Daerah atau Autonomy berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh
12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sistem administrasi keuangan daerah di Indonesia ditandai dengan dua pendekatan, yaitu dekonsentarsi dan desentralisasi. Dekonsentrasi adalah administrasi dan
Lebih terperinciDaerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,
APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.32 Tahun 2004 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yaitu melalui pembangunan yang dilaksanakan secara merata. Pembangunan di Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan
Lebih terperinciBAB IV METODA PENELITIAN
BAB IV METODA PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi dan kateristik obyek penelitian, maka penjelasan terhadap lokasi dan waktu penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada tahun 1997 Pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kalau dilihat dari segi waktu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara, dimana kawasan daerahnya terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya pada bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan. Reformasi tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil
2.1 Hasil Penelitian terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sesuai dengan judul penelitian yang penulis lakukan, banyak peneliti yang telah melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI
ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi. Bentuk pelaksanaan desentralisasi ditandai dengan diberlakukannya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan
Lebih terperinci