PROCALCITONIN PADA PASIEN SEPSIS YANG TELAH MENDAPAT PERAWATAN DI RUANG RAWAT INTENSIF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROCALCITONIN PADA PASIEN SEPSIS YANG TELAH MENDAPAT PERAWATAN DI RUANG RAWAT INTENSIF"

Transkripsi

1 PROCALCITONIN PADA PASIEN SEPSIS YANG TELAH MENDAPAT PERAWATAN DI RUANG RAWAT INTENSIF TESIS OLEH: CUT MURZALINA DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2007

2 KATA PENGANTAR Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dengan mengucapkan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah Nya, sehingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan karya tulis ( tesis ) ini yang berjudul Procalcitonin Pada Pasien Sepsis Yang Telah Mendapat Perawatan Di Ruang Rawat Intensif. Selama saya mengikuti pendidikan, saya telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan dari berbagai pihak sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Untuk kesemuanya itu, izinkanlah saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih saya yang tidak terhingga kepada : Yth. dr. Zulfikar Lubis SpPK, sebagai pembimbing saya yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan sampai selesainya tesis ini. Saya mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya. Yth. dr. Hasanul Arifin, SpAn sebagai pembimbing II dari Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan sejak mulainya penyusunan sampai selesainya tesis

3 ini. Saya mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya. Yth. Prof. dr. Adi Koesoema Aman SpPK-KH, FISH, Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama saya dalam pendidikan. Yth. Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK, FISH dan dr. Ricke Loesnihari, SpPK, sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi sejak awal pendidikan sehingga dapat menyelesaikannya. Yth. Prof. dr. Herman Hariman, PhD, SpPK-KH, FISH, Prof. dr. Burhanuddin Nasution SpPK-KN, FISH, Prof. dr. Imam Sukiman SpPK- KH, FISH, dr. R. Ardjuna M. Burhan DMM, SpPK-K, dr. Muzahar, DMM, SpPK-K, dr. Tapisari Tambunan SpPK, dr. Farida Siregar SpPK, dr. Ulfa Mahidin SpPK, dr. Lina SpPK, dr. Ozar Sanuddin SpPK, dr. Nelly Elfrida Samosir SpPK, Alm. dr. Irfan Abdullah SpPK-KH, Alm. dr.paulus Sembiring SpPK-K, Alm dr. Hendra Lumanauw SpPK-K, yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, arahan selama saya mengikuti pendidikan sampai selesainya tesis ini. Yth. Kepala Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian di bagian tersebut.

4 Yth. Drs. Abdul Jalil Amri Arma,M Kes yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bantuan di bidang statistik selama saya memulai penelitian sampai selesainya tesis saya ini. Terima kasih saya ucapkan. Tidak lupa juga saya ucapkan terimakasih kepada Elliana Ginting AMK atas bantuan dan dorongan yang diberikan kepada saya, sejak saya mulai pendidikan sampai selesainya tesis saya ini. Seluruh teman-teman sejawat Program Studi Patologi Klinik FK USU, dan para analis, serta pegawai yang telah memberikan bantuan dan kerja sama yang baik selama saya mengikuti pendidikan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak yang tercinta dr. T. H. Makmur M. Zain, SKM. PKK dan Ibunda tercinta Hj. Cut Nurhaida yang telah membesarkan, mendidik, mendorong dan memberikan bantuan serta selalu mendo a kan saya sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Akhirnya terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada suami tercinta Ikhwan Wahyudi, ST serta putra-putri saya yang telah mendampingi saya dengan penuh pengertian serta kesabaran, dan banyak memberikan perhatian dan dorongan agar tetap bersemangat mulai sejak mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Tak lupa juga terima kasih saya ucapkan kepada adik-adik saya yang memberikan dorongan dan do a hingga tesis ini selesai.

5 Akhirul kalam, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah SWT senantiasa mellimpahkan Rahmat dan Hidayahnya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin. Medan, September 2007 Penulis dr. Cut Murzalina

6 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar Daftar isi... Daftar Gambar, Tabel dan Lampiran... Daftar singkatan... Ringkasan... i iv vi viii x BAB 1. PENDAHULUAN Latar belakang Hipotesa Tujuan penelitian Manfaat penelitian... 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Procalcitonin Biosintesis dan patofisiologi procalcitonin Hal-hal yang mempengaruhi kadar procalcitonin Sepsis Epidemiologi Etiologi Patogenesis dan patofisiologi Peran mediator inflamasi pada sepsis... 15

7 BAB 3. METODE PENELITIAN Desain penelitian Waktu dan tempat penelitian Populasi penelitian Sampel penelitian Persyaratan umum sampel Besar sampel populasi Prosedur penelitian Pengambilan sampel darah Pemeriksaan laboratorium Quality control Analisa data Kerangka kerja operasional BAB 4. HASIL PENELITIAN BAB 5. PEMBAHASAN BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran. 40 DAFTAR PUSTAKA.. 41 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 54

8 DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN LAMPIRAN GAMBAR Gambar 1. Skema asam amino dari procalcitonin... 6 Gambar 2. Reaksi Imunologi PCT. 20 Gambar 3. Tingkatan kadar PCT pada populasi penelitian Gambar 4. Kadar PCT dengan tingkatan sepsis Gambar 5. Perbandingan Leukosit pada kelompok sepsis dan kontrol Gambar 6. Perbandingan LED pada kelompok sepsis dan kontrol.. 30 Gambar 7. Perbandingan Hemoglobin pada kelompok sepsis dan kontrol Gambar 8. Korelasi antara kadar PCT dan leukosit Gambar 9. Korelasi antara kadar PCT dan LED. 34 TABEL Tabel 1. Kadar PCT dengan tingkatan sepsis...27 Tabel 2. Perbedaan rata-rata leukosit dan LED pada sepsis, sepsis berat dan septic shock...29 Tabel 3. Korelasi kadar PCT pada penderita sepsis dengan Leukosit dan LED... 32

9 LAMPIRAN Lampiran 1. Status pasien 48 Lampiran 2. Data primer Pasien sepsis.50 Lampiran 3. Data primer kontrol normal 51 Lampiran 4. Surat Persetujuan Komite Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan 52 Lampiran 5. Izin Penelitian dari Rumah sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan 53

10 DAFTAR SINGKATAN AA ACCP APC BM : Asam Amino : American College of Chest Physician : Antigen Precenting Cell : Berat Molekul C1 : Complemen 1 C4 : Complemen 4 CD CGRP CRP EDTA ICU IL LBP LED LPS LTA MHC mrna MRSA NFKB PCT PKC PG : Cluster Differentiation : Calcitonin Gene-Related Peptide : C-Reaktive Protein : Ethylenediaminetetraacetate : Intensive Care Unit : Interleukin : Lipopolysacharide Binding Protein : Laju Endap Darah : Lipopolisakarida : Lipotheichoid Acid : Mayor Histocompatibilitas Compleks : messenger Ribonucleid Acid : Methicillin-Resistant Stephylococcus Aureus : Nuclear Factor Kappa B : Procalcitonin : Protein Kinase C : Peptidoglikan

11 RNA SCCM SIRS SPSS TCR TNF TD TK : Ribonucleid Acid : Society for Critical Care Medicine : Systemic Inflammatory Response Syndrome : Statistical Product and Service Solution : T Cell Receptor : Tumor Necrosis Factor : Tekanan Darah : Tyrosin Kinase TLR2 : Toll Like Receptor 2 TSS : Toxic Shock Syndrome

12 RINGKASAN Beberapa penelitian melaporkan bahwa kadar procalcitonin (PCT) meningkat pada pasien sepsis. Kadar PCT yang tinggi dalam darah memprediksikan prognosa dan keparahan penyakit. Penelitian ini dilaksanakan mulai awal Januari 2007 sampai dengan akhir Mei 2007 dengan jumlah sampel pasien sepsis sebanyak 13 orang dan sebagai kontrol sebanyak 9 orang normal. Penderita sepsis adalah pasien sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif RSUP. H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria sepsis menurut the American College of Chest Physicians (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis. Sebanyak 6 cc darah pasien diambil melalui vena mediana cubiti, kemudian darah dibagi dalam 2 tabung, dimana pada 1 tabung yang berisi antikoagulan EDTA dimasukkan 3 cc darah dan segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan alat Cell Dyne 3700, dan pada tabung kedua dimasukkan 3 cc darah tanpa antikoagulan, dipisahkan serumnya, selanjutnya dilakukan pemeriksaan procalcitonin dengan PCT-Q, merupakan suatu tes immunokromatografi secara semi-kuantitatif, dimana hasil assay dibaca melalui pengamatan langsung yang membandingkan intensitas warna dengan referensi warna yang dibuat oleh perusahaan yang menunjukkan kadar PCT setara dengan <0,5 ng/ml, >0,5 ng/ml, >2 ng/ml dan >10 ng/ml. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan perangkat computer SPSS (Statistical Product and Service Solution) 11,0.

13 Berdasarkan pengolahan dan analisa data diatas diperoleh hasil bahwa pada penderita sepsis didapatkan kadar PCT >0,5 ng/ml, sedangkan pada kontrol normal kadar PCT <0,5 ng/ml. Juga didapatkan kadar PCT >10 ng/ml sebanyak 6 orang, PCT >2 ng/ml sebanyak 5 orang dan PCT >0,5 ng/ml sebanyak 2 orang. Peningkatan kadar PCT menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan, sedangkan penurunan kadar PCT menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi penyembuhan infeksi. Kadar leukosit pada pasien sepsis meningkat secara bermakna dibandingkan kontrol normal [(18,89 ± 7,403) x 10 3 / mm 3 vs (8,33 ± 1,30) x 10 3 / mm 3, p < 0,05]. Demikian pula laju endap darah (LED) pada pasien sepsis meningkat secara bermakna dibandingkan kontrol normal [(70,77 ± 31,09) mm/jam vs (13,89 ± 10,45) mm/jam, p < 0,05]. Juga dijumpai bahwa leukosit pada pasien sepsis berkorelasi dengan kadar PCT dengan nilai p < 0,05, sedangkan LED pada penderita sepsis tidak berkorelasi dengan kadar PCT dengan nilai p > 0,05.

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Telah lama diketahui beberapa tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya proses-proses inflamasi seperti jumlah lekosit, laju endap darah, C-reaktif protein (CRP), Tumor necrosis factor ά dan Interleukin 1 dan 6. Akan tetapi tes-tes tersebut tidaklah terlalu spesifik, karena itu sulit sekali membedakan diagnosa antara systemic inflammatory respons syndrome (SIRS) dan sepsis pada pasien-pasien di ruang rawat intensif dalam waktu yang cepat, karena harus menunggu hasil kultur darah selama beberapa hari, sementara pasien harus mendapat pengobatan yang tepat dalam waktu segera dan hasil kultur darah positif bisa juga karena faktor kontaminasi dan hasil kultur darah negatif belum tentu menyingkirkan sepsis. 1,2,3,4 Oleh karena pengukuran secara klinis dan laboratorium yang kurang sensitif dan spesifik, diperlukan tes yang dapat membedakan antara inflamasi karena infeksi dan inflamasi karena non infeksi. Akhir-akhir ini telah dikembangkan tes baru untuk mendeteksi inflamasi karena infeksi yaitu procalcitonin (PCT). Tes ini banyak dipakai untuk membedakan antara SIRS dan sepsis. Procalcitonin merupakan pemeriksaan yang dapat menegakkan diagnosa infeksi bakteri akut. Selain itu pemeriksaan ini dapat pula digunakan untuk memantau hasil pengobatan. 2,3,5,6,7

15 Procalcitonin dikenal sebagai protein yang dirangsang oleh inflamasi sejak tahun Sejak saat itu banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan protein ini pada plasma yang berhubungan dengan infeksi berat, sepsis dan septic shock. PCT juga dapat membantu dalam differential diagnosa penyakit infeksi atau bukan, menilai keparahan sepsis dan juga respon dari pengobatan. 2,7,8 Pemeriksaan PCT sangat bermanfaat dan lebih baik dari marker inflamasi lainnya, seperti Tumor necrosis factor ά, Interleukin 6, Interleukin 1 dan CRP dalam hal memprediksi prognosis pada pasien penyakit kritis. 9,10 Pengukuran PCT secara berkala dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut (monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Peningkatan nilai PCT atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai PCT menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi penyembuhan infeksi. 9,10 Canan Balci dkk, pada tahun 2002 melakukan penelitian tentang penggunaan PCT untuk diagnosis sepsis yang dilakukan pada ruang rawat intensif. Mereka mendapatkan bahwa procalcitonin merupakan parameter diagnostik yang paling akurat untuk membedakan antara SIRS dan sepsis, dan PCT dapat membantu dalam monitoring pasien yang sakit berat. 5 Infeksi berat dan sepsis merupakan penyebab yang tersering kesakitan dan kematian di ruang rawat intensif. Infeksi dan sepsis biasanya bersamaan dengan tanda klinis dan tanda laboratorium seperti perubahan temperatur tubuh, leukositosis dan takikardi. Respon yang sama terhadap

16 inflamasi juga terdapat pada pasien pankreatitis, trauma yang luas dan luka bakar tanpa komplikasi infeksi. 3,7,11,12, Perumusan masalah Apakah ada peningkatan kadar PCT pada penderita sepsis? 1.3. Hipotesa Adanya peningkatan kadar PCT pada penderita sepsis Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui kadar PCT pada penderita sepsis. 2. Untuk mendeteksi lebih awal infeksi sistemik yang disebabkan oleh infeksi bakteri Manfaat penelitian Dengan dilakukan pemeriksaan kadar PCT dan didapatkan kadar PCT yang meningkat dapat menandakan adanya sepsis, sehingga diagnosis dan penatalaksanaan penyakit menjadi lebih cepat dan tepat.

17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Procalcitonin Biosintesis dan patofisiologi Procalcitonin Procalcitonin pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino (AA) dengan BM ± 13 kda, yang dikode dengan gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari calcitonin. 3,5,7,14,15,16,17,18 Gen Calc-I menghasilkan dua transkripsi yang berbeda oleh tissuespesific alternative splicing. Yang pertama, didapat dari exon 1-4 dari 6 exon yang merupakan kode untuk prepct, adalah sebuah rantai peptide yang terdiri dari 141 asam amino dimana memiliki sebuah rantai peptide yang terdiri dari 25 asam amino signal hidrophobik. Pada sel C kelenjar tiroid, proses proteolitik menghasilkan sebuah fragmen N-terminal (57 AA), calcitonin (32 AA) dan katacalcin (21 AA). Kehadiran sinyal peptide membuat PCT disekresikan secara intak setelah glikosilasi oleh sel lain. Transkrip yang kedua di potong secara terpilih yang mengandung exon 1,2,3,5,6 dan merupakan kode untuk Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP), dimana CGRP diekspresikan secara luas pada saraf diotak, pembuluh darah dan saluran cerna. CGRP ini mempunyai peranan dalam immunomodulasi, neurotransmitter dan mengontrol vaskuler. 7,14,15,17,19,20

18 dikutip dari 1 Gbr.1. Skema asam amino dari procalcitonin Peningkatan nilai PCT pada tiroidektomi yang sepsis, menjelaskan bahwa tiroid C cell bukanlah satu-satunya tempat asal PCT. PCT, mensekresikan semua produk-produk biosintetik pathway dan telah dideteksi dalam homogenates small cell carcinoma pada paru manusia. PCT mrna diekspresikan pada sel mononuklear darah perifer manusia dan bermacammacam sitokin proinflamatory dan lipopolisakarida mempunyai efek stimulasi. Sekitar 1/3 dari limfosit dan monosit manusia yang tidak di stimulasi mengandung protein PCT yang dapat didemonstrasikan secara imunologi, keadaan ini di picu oleh lipopolisakarida bakteri, tetapi monosit dari pasien dengan septik shock memperlihatkan nilai basal yang meningkat dan peningkatan kadar PCT yang di stimulasi oleh lipopolisakarida. 3,7,14,15,19 Pada infeksi bakteri yang berat atau sepsis, proteolisis spesifik gagal sehingga terjadi konsentrasi yang tinggi dari protein prekursor, begitu juga

19 fragmen PCT yang berakumulasi dalam plasma. Asal mula sintesis PCT yang dirangsang oleh inflamasi belum diketahui dengan jelas saat ini. Sel-sel neuroendokrin di paru atau usus saat ini dianggap sumber utama PCT, karena pasien-pasien dengan tiroidektomi total tetap mampu menghasilkan PCT pada keadaan sepsis. 15,19 Produksi plasma PCT dapat diinduksi dari manusia sehat dengan injeksi lipopolisakarida (LPS) dalam jumlah yang rendah. Peninggian konsentrasi PCT, pertama kali terdeteksi 2 jam sesudah injeksi endotoksin dan dalam waktu 6 hingga 8 jam kadar PCT akan meningkat dan mencapai plateu dalam waktu ± 12 jam. Setelah 2-3 hari, kadar PCT akan kembali normal. Induksi yang spesifik dan cepat oleh stimulus yang adekuat akan menimbulkan produksi yang tinggi dari PCT pada pasien dengan infeksi bakteri berat atau sepsis. Keadaan ini memperlihatkan patofisiologi PCT pada respon imun akut. 4,21,22,23,24 Pada orang sehat PCT diubah dan tidak ada sisa yang bebas ke aliran darah, karna itu kadar PCT tidak terdeteksi (< 0,1 ng/ml). Tetapi selama infeksi berat yang bermanifestasi sistemik, kadar PCT dapat meningkat hingga melebihi 100 ng/ml. Berbeda dengan waktu paruh calcitonin yang hanya 10 menit, PCT memiliki waktu paruh yang panjang yaitu jam. 3, Hal-hal yang mempengaruhi kadar Procalcitonin. Kadar PCT sangat stabil baik secara in vivo atau ex vivo walaupun pada suhu ruangan. Juga terhadap pembekuan dan pencairan tidak mempengaruhi konsentrasi PCT secara signifikan. Konsentrasi PCT pada

20 sampel arteri dan vena juga tidak berbeda. Tidak ada perbedaan konsentrasi PCT dalam sampel serum dan plasma dengan anti koagulan yang berbeda, perbedaan yang signifikan hanya pada plasma lithium-heparin. Bagaimanapun, perbedaan ini sangat kecil dengan rata-rata perbedaan < 8%. Selain itu, kehilangan konsentrasi PCT sehubungan dengan penyimpanan pada suhu 25 0 C juga rendah. Walau setelah 24 jam penyimpanan pada temperatur ruangan, hanya 12,4% (mean) dari konsentrasi sebenarnya yang hilang dan sebanyak 6,3% (mean) yang hilang pada suhu 4 0 C. Penyimpanan pada suhu ruangan lebih disarankan. Persentase kerusakan konsentrasi PCT pada suhu 25 0 C dan 4 0 C adalah sama untuk kadar yang tinggi (PCT > 8 ng/ml) dan kadar yang rendah (PCT < 8 ng/ml). 25 Konsentrasi PCT berhubungan dengan ringan atau beratnya infeksi, tetapi tidak dipengaruhi oleh tipe kuman. Namun demikian, kadar PCT tertinggi dijumpai pada pasien infeksi jamur, khususnya infeksi aspergillus. Pada infeksi jamur lokal seperti kandidiasis mukosa mulut, kadar PCT berada dalam batas normal. Rata-rata kadar PCT tidak dapat dibedakan secara signifikan pada pasien yang diinfeksi oleh bakteri atau jamur yang berbeda. Kadar PCT menurun pada pasien yang berhasil (membaik) diterapi dengan antibiotik atau anti jamur yang efektif. 26,27 Anna Fernandez L dkk, tahun 2003, melakukan penelitian tentang PCT pada pediatrik di Emergency Departments untuk diagnosis awal pada infant yang febril dengan infeksi bakteri. Mereka mendapatkan bahwa PCT merupakan marker yang paling baik untuk deteksi infeksi pada emergency

21 department dan juga digunakan untuk deteksi awal pada infeksi jika demam kurang dari 12 jam SEPSIS Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah lekosit, tachycardia dan tachypnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ. 29 Pada tahun 1992, menurut The American College of Chest Physician (ACCP) and The Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis, telah mempublikasikan suatu konsensus dengan definisi baru dan kriteria diagnosis untuk sepsis dan keadaan-keadaan yang berkaitan dan menetapkan kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis berat dan septic shock dibawah ini: - Bakteremia : adanya bakteri dalam darah, yang dibuktikan dengan kultur darah positif. - SIRS : respon tubuh terhadap inflamasi sistemik, ditandai dua atau lebih keadaan berikut: 1. Suhu > 38 0 C atau < 36 0 C 2. Takikardia (HR > 90 kali/menit) 3. Takipnue (RR > 20 kali/menit) atau PaCO 2 < 32 mmhg

22 4. Lekosit darah > /μL, < 4.000/μL atau neutrofil batang > 10% - Sepsis : SIRS yang dibuktikan atau diduga penyebabnya kuman. - Sepsis berat : sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi Atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran. - Septic shock : sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat, bersama dengan disfungsi organ. - Hipotensi : tekanan darah sistolik < 90 mmhg atau berkurang 40 mmhg dari tekanan darah normal pasien. - Multiple Organ Dysfunction Syndrome: Disfungsi dari satu organ atau lebih, memerlukan Intervensi untuk mempertahankan homeostasis. 29,30 Internasional Sepsis Definitions Conference pada tahun 2001 menambahkan beberapa kriteria diagnosis baru untuk sepsis. Rekomendasi yang utama adalah implementasi sistem PIRO yaitu penetapan predisposisi, insult infection (keadaan infeksi), respon fisiologis dan organ disfunction. 31, Epidemiologi Sepsis dalam 20 tahun terakhir meningkat di Amerika Serikat, di perkirakan jumlah kasus sepsis setiap tahunnya. 29 Data di Amerika Serikat menunjukkan pada tahun 1979 tercatat kasus sepsis (82,7/ populasi), sedangkan pada tahun 2000 tercatat

23 kasus (240,4/ populasi) sehingga terjadi peningkatan insiden per tahun 8,7%. 33 Sepsis merupakan penyebab terbanyak kematian di ruang rawat intensif pada seluruh dunia dengan angka mortality 20% untuk sepsis, 40% sepsis berat dan > 60% septic shock. Di Amerika Serikat, sepsis merupakan penyebab kematian utama pada pasien jantung yang dirawat di Intensive care unit (ICU) Etiologi Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif atau gram positif. Selama periode di Amerika Serikat angka sepsis terus meningkat sampai 13,7% per tahun. Dari 51% hasil biakan kuman yang tumbuh, 52,1% diantaranya adalah gram positif, 37,5% gram negatif, 4,7% polimikrobial, 4,6% jamur dan 1% bakteri anaerob. Infeksi bakteri gram positif terus meningkat disebabkan oleh peningkatan infeksi nosokomial dari berbagai sumber seperti kateterisasi atau terapi imunosupresif. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya kasus MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) dari 29% menjadi 45%. Infeksi terutama terjadi pada saluran nafas (40-44%), diikuti oleh infeksi saluran genitourinarius (9-18%) dan infeksi intra abdominal (9-14%) Patogenesis dan patofisiologi Perbedaan stadium pada sepsis merupakan suatu kesinambungan, dimana kondisi pasien sering berubah dari stadium ke stadium selanjutnya

24 dalam beberapa hari atau bahkan hanya beberapa jam setelah masuk rumah sakit. 36 Sepsis umumnya dimulai dengan infeksi lokal, dimana bakteri masuk kedalam aliran darah secara langsung menyebabkan bakteremia atau bisa juga berproliferasi secara lokal dan melepaskan toksin kedalam aliran darah. Toksin ini bisa muncul dari komponen struktur bakteri (contohnya, endotoksin, teichoic acid antigen) atau bisa juga sebagai eksotoksin dimana protein-protein disintesa dan dilepaskan oleh bakteri. Endotoksin yang dimaksud adalah lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada bakteri gram negatif. Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. 8,36 Pada bakteri gram negatif, dinding sel terdiri dari 3 lapisan yaitu membran luar, periplasma dan membran dalam. Lipopolisakarida terdapat pada membran luar dinding sel, yang terdiri dari 3 bagian: antigen O, core dan lipid A. Antigen O adalah polimer yang tersusun dari 4-5 monosakarida, salah satu ujung dari rantainya terpapar pada permukaaan bakteri, ujung lainnya berikatan dengan core. Core berikatan dengan lipid A. Lipid A merupakan fosfolipid dengan basis glukosamin. Lipid A berikatan dengan membran luar dinding sel pada gugus asil yang bersifat hidrofobik. Lipid A merupakan bagian LPS yang bersifat toksik, dimana gugus fosfat pada posisi C1 dan C4 menentukan toksisitasnya. Struktur core pada LPS berbeda pada setiap spesies bakteri. Core LPS pada E.coli berbeda dengan Pseudomonas aeruginosa ataupun dengan Klebsiella pneumoniae. 37

25 Injeksi LPS pada hewan percobaan dan manusia menimbulkan tanda dan gejala demam, hipotensi dan pelepasan mediator inflamasi. Monosit atau makrofag, netrofil dan sel endotel berperan dalam respon terhadap infeksi dan mempunyai reseptor terhadap endotoksin. Suatu protein di dalam plasma dikenal dengan lipopolysacharide binding protein (LBP), dengan berat molekul 55 kda dan disintesis oleh hepatosit berperan penting dalam metabolisme LPS. LBP terdapat dalam 2 bentuk, bentuk terlarut dan dalam ikatan dengan reseptor LPS yaitu CD14. 36,37 Bila LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14 di permukaan sel maupun CD14 terlarut. Selanjutnya kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappa B (NFkB), tyrosin kinase (TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like resceptor-2 (TLR2). 36,37 Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri yang merupakan induktor sitokin adalah lipotheichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG). LTA merupakan polimer gliserol dan fosfat, berikatan dengan membran sel monosit pada gugus asil di reseptor LTA (reseptor scavenger tipe 1). Mekanisme transduksi sinyal intrasel LTA masih belum jelas. Peptidoglikan terdiri dari polimer ß1-4, glukosamin-n- asam asetilmuramat, dengan ikatan

26 silang peptida. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa PG dapat menginduksi produksi sitokin pada monosit dengan ikatan pada CD14. Mekanisme transduksi sinyal intrasel PG juga belum diketahui. 36,37 Pada infeksi Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes dapat terjadi sindrom renjatan toksik (toxic shock syndrome/tss). Mekanisme yang berperan adalah diproduksinya eksotoksin yang bersifat superantigen. Pada keadaan normal antigen akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) dan membentuk kompleks histokompatibilitas mayor (MHC) tipe II dan dipresentasikan pada reseptor sel T (T cell resceptor /TCR). Superantigen akan secara langsung membentuk kompleks dengan MHC dan TCR sehingga terjadi proliferasi sel T dan produksi sitokin yang berlebih. 36, Peran mediator inflamasi pada sepsis Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan host terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Immunitas host bereaksi dengan melepaskan protein endogen, aktivasi sel sehingga mikroorganisme dapat dibunuh, sel-sel yang rusak dibersihkan dan terjadi perbaikan jaringan. 37 Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih. Mediator inflamasi ini mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik, mengaktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya; aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen, sistem koagulasi dan fibrinolisis; pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator yang bersifat proinflamasi, dilepaskan pula mediator yang bersifat anti inflamasi seperti sitokin anti inflamasi,

27 reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon. 37

28 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain penelitian Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, mulai Januari 2007 sampai dengan Mei 2007, bekerja sama dengan Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan Populasi penelitian Pasien-pasien rawat inap di ruang rawat intensif RSUP H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria sepsis dari The American College of Chest Physicians (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis, dimana didiagnosa sepsis apabila dijumpai dua atau lebih dari keadaan berikut, yang dibuktikan atau diduga penyebabnya kuman yaitu: 1. Demam (> 38 0 C) atau hipotermi (< 36 0 C) 2. Takipnue (RR > 24x/menit) 3. Takikardia (HR > 90x/menit) 4. Leukositosis (> /μL), leukopenia (< 4000/μL), atau > 10% neutrofil batang.

29 Didiagnosa septic shock jika dijumpai penderita sepsis dengan hipotensi (TD sistolik < 90 mmhg atau berkurang 40 mmhg dari TD normal pasien) meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat, bersama dengan disfungsi organ Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah pasien rawat inap di ruang rawat intensif RSUP H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria sepsis. Sebagai kelompok kontrol diambil orang sehat. Disesuaikan (matching) antara jenis kelamin dan umur Sampel penelitian Persyaratan umum sampel Kriteria inklusi: 1. Pasien yang dimasukkan dalam penelitian adalah penderita sepsis atau septic shock yang telah didiagnosa oleh Dept. Anestesiologi dan Reanimasi yang dirawat di ruang rawat intensif RSUP H. Adam Malik Medan, sesuai dengan kriteria The American College of Chest Physicians (ACCP) and the Society for Critical Care Medicine (SCCM) Consensus Conference on Standardized Definitions of Sepsis Kriteria eksklusi: 1. Sepsis dengan Hb < 5 g/dl 2. Sepsis dengan pancreatitis

30 3. Sepsis dengan Carcinoma Thyroid 4. Infeksi jamur Semua kriteria eksklusi akan mempengaruhi kadar PCT, dimana akan meningkatkan kadar PCT Besar sampel populasi Besar sampel ditentukan secara non probability sampling yaitu dengan Quota sampling sebanyak 25 sampel dengan pertimbangan jumlah dalam satu kit PCT hanya 25 buah dimana 13 pasien sepsis untuk kasus dan 9 orang untuk kontrol. Pengambilan sampel populasi dilakukan dengan cara consecutive sampling Prosedur pemeriksaan Pengambilan sampel darah Sampel darah diambil dari vena mediana cubiti dengan terlebih dahulu dilakukan tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering. Pengambilan darah sebanyak 6 cc dilakukan dengan menggunakan dispossible syringe 10 cc yang dibagi atas 2 bagian: 1. 3 cc darah dengan antikoagulan EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap 2. 3 cc darah tanpa antikoagulan dan diambil serumnya untuk pemeriksaan PCT Pengambilan sampel darah dilakukan tanpa memperdulikan hari keberapa pasien dirawat, dimana apabila ditemukan pasien sepsis maka

31 diambil sampel darahnya dalam waktu 24 jam. Dan pada saat pengambilan sampel darah, pasien dalam posisi berbaring Pemeriksaan Laboratorium Pada mulanya pengukuran PCT hanya dimungkinkan di laboratorium khusus, dimana hasil tes diperoleh jauh lebih lama. Belakangan ini, sebuah point of care test, sebuah solid phase immunoassay BRAHMS Diagnostica Gmbh, Henningsdorf, Germany, PCT-Q, merupakan tes immunokromatografi secara semi-kuantitatif one step solid phase untuk mendeteksi PCT. PCT-Q ini dapat diukur secara cepat dimanapun, tanpa bantuan teknis atau alat yang rumit. Hasil dari serum atau plasma dapat secara langsung dibaca dengan perbandingan skala warna setelah inkubasi selama 30 menit dan tidak memerlukan kalibrasi. Poliklonal antibodi anti-calcitonin yang berasal dari domba diikat pada solid phase dan sebuah monoclonal gold-conjugated anti-catacalcin antibodi yang berasal dari tikus digunakan sebagai tracer dalam phase soluble. Serum atau plasma dari sampel akan melarutkan antibodi tracer ketika dicampur pada area tes. Baik plasma atau serum dapat digunakan dengan assay ini. Antigen-antibodi kompleks menjadi terlihat ketika terikat pada anti-calcitonin antibodi yang tidak bergerak pada area tes, akan terlihat garis warna merah pada konsentrasi diatas 0,5 ng/ml. Densitas warna sejalan dengan konsentrasi PCT dalam sampel dan dapat dibandingkan dengan skala berikut: - kategori I : < 0,5 ng/ml

32 - kategori II : 0,5 ng/ml - < 2 ng/ml - kategori III : 2 ng/ml - < 10 ng/ml - kategori IV : 10 ng/ml Penutup assay yang kedap udara dibuka hanya sesaat sebelum di gunakan, karena variasi kelembaban udara pada setiap ruangan bisa mempengaruhi hasil tes. 2,38 Antibodi Anti calcitonin Antigen Kompleks antigen antibodi Gbr 2. Reaksi immunologi PCT Darah dengan antikoagulan EDTA segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan morfologi darah tepi. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan dengan alat Cell Dyne 3700 dan morfologi darah tepi diidentifikasi dari blood film dengan pewarnaan Giemsa. Pemeriksaan Laju Endap Darah dilakukan dengan cara Westergren. Darah tanpa antikoagulan dibiarkan membeku pada suhu ruangan, selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 1500 g selama 15 menit dan dipisahkan serumnya. Kemudian dilakukan pemeriksaan PCT. Cara kerja: enam tetes serum diteteskan ke rongga bulat dari assay menggunakan pipet yang tersedia. Nilai ini sama dengan 200 μl sampel.

33 Waktu penetesan dimulai harus dicatat. Setelah inkubasi 30 menit hasil tes dibaca, garis kontrol berwarna merah tua menandakan sistem tes berjalan dengan baik, dan bila tidak berwarna menandakan tidak valid. Secara umum hasil tes tidak boleh dibaca lebih dari 45 menit setelah penetesan sampel. Kadar PCT yang tinggi (10 ng/ml) menunjukkan intensitas warna maksimal setelah 30 menit penetesan sampel. Pada konsentrasi PCT yang lebih rendah ( 2 ng/ml), intensitas maksimum muncul lebih awal, kira-kira setelah inkubasi 25 menit. Ketika assay diinkubasi lebih lama, warna berubah dari merah menjadi ungu setelah lebih dari 45 menit. Oleh karena itu, assay tidak boleh dibaca 30 menit lebih awal dan 45 menit lebih lambat setelah penetesan sampel. Hasil assay dibaca melalui pengamatan langsung yang membandingkan intensitas warna dengan referensi warna yang dibuat oleh perusahaan yang menunjukkan konsentrasi PCT setara dengan 0,5 ng/ml, 2 ng/ml, dan 10 ng/ml. Hasil tes kurang dari 0,5 ng/ml menunjukkan hasil tes yang negatif. Konsentrasi ini mendefinisikan 4 kategori tes yang berbeda:

34 Pasien PCT (ng/ml) Normal < 0,5 Chronic, inflammatory processes and autoimmune diseases < 0,5 Viral infections < 0,5 Minor to moderate bacterial, local infections < 0,5 SIRS, polytrauma, burns 0,5 2 Severe, bacterial infection, sepsis, > 2 Multi-organ failure (frequently ) Quality Kontrol Pada waktu pembacaan hasil, validitas pemeriksaan dibantu dengan garis kontrol (control band) yang terlihat jelas. A. Bila tidak ada garis (band) atau hanya test band yang terlihat, maka pemeriksaan itu tidak valid dan tidak bisa dinilai. B. Bila hanya terlihat garis kontrol, maka pemeriksaan ini bermakna negatif. Konsentrasi PCT < 0,5 ng/ml

35 C. Bila garis kontrol dan garis test terlihat, maka pemeriksaan ini bermakna positif. Rentang konsentrasi PCT ditentukan dengan membandingkan intensitas warna dan garis test dengan garis warna di kartu referensi Analisa data Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer. 1. Untuk melihat gambaran kadar PCT pada kelompok pasien dan kontrol normal disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan. 2. Untuk melihat perbedaan jumlah leukosit dan LED pada pasien dan kontrol normal digunakan analisa statistik T-independent. 3. Untuk melihat gambaran proporsi kadar PCT berdasarkan tingkatan sepsis digunakan analisa statistik Chi-Square 4. Untuk melihat perbedaan rata-rata jumlah leukosit dan LED berdasarkan tingkatan sepsis digunakan analisa statistik Anova.

36 5. Untuk melihat korelasi antara variabel leukosit dan laju endap darah dengan kadar PCT pada pasien sepsis digunakan analisa statistik Spearman s rho correlation test. Dikatakan signifikan bila p< 0, Kerangka kerja operasional Pasien Sepsis Kriteria inklusi berdasarkan kriteria ACCP Dan SCCM Pemeriksaan: - PCT - Darah lengkap Kriteria eksklusi : Sepsis dengan: - Hb < 5 g/dl - pancreatitis - Ca thyroid - infeksi jamur

37 BAB IV HASIL PENELITIAN Selama periode Januari 2007 sampai dengan Mei 2007 telah dilakukan penelitian secara cross sectional dengan memeriksa kadar PCT pada 13 orang penderita sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif RSUP H.Adam Malik Medan yang bekerjasama dengan Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK-USU / RSUP H.Adam Malik Medan dan sebagai kontrol 9 orang normal. Pada awalnya populasi penelitian sebanyak 25 orang dengan perincian 16 orang penderita sepsis dan 9 orang kontrol normal. Dari 16 orang penderita sepsis ini, 3 orang dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi persyaratan berdasarkan kriteria eksklusi (Hb < 5 gr/dl). Semua populasi sepsis memenuhi kriteria sepsis dari ACCP dan SCCM, yaitu di diagnosa sebagai sepsis apabila dijumpai dua atau lebih dari keadaan berikut: (1) demam (> 38 0 C) atau hipotermi (< 36 0 C), (2) takipnue (RR> 24 x / menit), (3) takikardia (HR > 90 x / menit), (4) leukositosis (>12.000/μL), leukopenia (<4000/μL), atau >10 % neutrofil batang, yang dibuktikan atau diduga penyebabnya kuman. Dan didiagnosa sebagai septic shock apabila dijumpai penderita sepsis dengan hipotensi (TD sistolik < 90 mmhg atau berkurang 40 mmhg dari TD normal pasien) yang tidak respon dengan resusitasi cairan, bersama dengan disfungsi organ. 29,30 Dari 13 orang penderita sepsis didapati: 8 orang memenuhi 4 kriteria sepsis tersebut diatas.

38 3 orang memenuhi 3 kriteria sepsis yaitu: RR > 24 x/menit, HR > 90 x/menit dan Leukosit >12.000/μL. 2 orang memenuhi 2 kriteria sepsis, yaitu: - 1 orang dengan RR > 24 x/menit dan HR > 90 x/menit. - 1 orang dengan HR > 90 x/menit dan temperatur < 36 0 C Dari hasil penelitian didapatkan penderita sepsis 5 orang perempuan (38,5 %) dan 8 orang laki-laki (61,5%), sedangkan pada kontrol dijumpai 5 orang perempuan (55,6 %) dan 4 orang laki-laki (44,4 %). Hasil uji statistik dengan uji Chi Square diperoleh p > 0,05 artinya sebaran sampel penderita sepsis dan kontrol antara perempuan dan laki-laki tidak beda bermakna.

39 Gambar 3. Tingkatan kadar PCT pada populasi penelitian <.05 >0.5 >2 > 10 Kadar PCT Pada gambar 3 terlihat bahwa pada pasien sepsis dengan kadar PCT >10 ng/ml sebanyak 6 orang (46,2%), dan PCT > 2 ng/ml sebanyak 5 orang (38,5%), PCT > 0,5 ng/ml sebanyak 2 orang (15,4%). Pada kelompok kontrol kadar PCT semuanya < 0,5 ng/ml yaitu sebanyak 9 orang (100%). Tabel 1. Kadar PCT dengan tingkatan sepsis PCT (ng/ml) >10 > 2 > 0,5 Sepsis Sepsis berat Septic shock p value n % n % n % 2 15,4 1 7,7 3 23,1 3 23, ,7 0, , Jumlah 7 53,8 2 15,4 4 30,8 Ket: n ; jumlah pasien penelitian P signifikan bila 0,05

40 Gambar 4. Kadar PCT dengan tingkatan sepsis Sepsis Sepsis berat Sepsis Shock Tingkatan sepsis >0.5 >2 >10 Pada tabel 1 dan gambar 4 terlihat kadar PCT >10 ng/ml pada pasien sepsis sebanyak 2 orang (15,4%), pada sepsis berat sebanyak 1 orang (7,7%) dan pada septic shock sebanyak 3 orang (23,1%). Sedangkan kadar PCT >2 ng/ml pada pasien sepsis sebanyak 3 orang (23,1%), pada sepsis berat sebanyak 1 orang (7,7%) dan pada septic shock sebanyak 1 orang (7,7%). Kadar PCT >0,5 ng/ml hanya terdapat pada pasien sepsis sebanyak 2 orang (15,4%). Hasil uji statistik dengan uji Chi Square diperoleh P > 0,05 artinya kadar PCT tidak beda bermakna antara penderita sepsis, sepsis berat dan septic shock.

41 Gambar 5. Perbandingan Leukosit pada kelompok sepsis dan kontrol P<0,001 Pada gambar ini terlihat bahwa jumlah leukosit (x10 3 /μl) pada pasien sepsis rata-rata lebih tinggi dari kontrol normal, dimana pada kelompok sepsis Mean ± SD adalah 18,89 ± 7,40, dan pada kelompok kontrol Mean ± SD adalah 8,33 ± 1,30.

42 Gambar 6. Korelasi antara kadar PCT dan leukosit PCT 10.0 Observed Linear 8.0 r = 0, Leukosit Gambar ini menunjukkan korelasi berbanding lurus antara kadar PCT dan leukosit pada pasien sepsis dengan coefficient of correlation, r = 0,588, p=0,034.

43 Gambar 7. Perbandingan LED pada kelompok sepsis dan kontrol P<0,001 Gambar ini menunjukkan nilai rata-rata laju endap darah (mm/jam) dari pasien sepsis dan kelompok kontrol. Dimana pada pasien sepsis nilai LED nya secara bermakna lebih tinggi dari kelompok kontrol (p< 0,001).

44 Gambar 8. Korelasi antara kadar PCT dan LED PCT 10.0 Observed Linear r = 0, LED Gambar ini menunjukkan korelasi yang lemah antara kadar PCT dengan LED pada pasien sepsis dengan coefficient of correlation, r = 0,323 dan p= 0,281.

45 Gambar 9. Perbandingan Hemoglobin pada kelompok sepsis dan Kontrol P<0,001 Gambar 9 menunjukkan perbandingan kadar hemogoblin pada pasien sepsis (9,84 ± 1,91) gr/dl dan pada kelompok kontrol (14,48 ± 1,68) gr/dl dan secara bermakna lebih rendah dibanding kontrol (p < 0,001). Tabel 2. Korelasi kadar PCT pada penderita sepsis dengan Leukosit dan LED Variabel (r) p NS/S PCT-Leukosit 0,588 0,034 S* PCT-LED 0,323 0,281 NS* Ket : p signifikan bila 0,05 * Spearman s rho Correlation NS/S : Non signifikan/signifikan

46 Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa leukosit pada penderita sepsis berkorelasi dengan kadar PCT dengan nilai p < 0,05. Sedangkan LED pada penderita sepsis tidak berkorelasi dengan kadar PCT dengan nilai p > 0,05.

47 BAB V PEMBAHASAN Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi ditandai dengan demam, takikardia, takipnue dan leukositosis atau leukopenia. Sepsis juga merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil. Proses ini mengakibatkan terjadinya disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit, sehingga terjadi gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel. 1 Belakangan ini dikenal suatu pemeriksaan terbaru yaitu procalcitonin yang merupakan serangkaian protein yang muncul karena proses inflamasi. 1,2,3,5 Kadar PCT meningkat seiring dengan peningkatan beratnya respon inflamasi terhadap infeksi. 3 Pada gambar 3 terlihat bahwa semua pasien sepsis yang jumlahnya 13 orang (laki-laki 8 orang [61,5%] dan perempuan 5 orang [38,5%]) memiliki kadar PCT > 0,5 ng/ml, sedangkan pada kelompok kontrol kadar PCT < 0,5 ng/ml. Nilai > 0,5 ng/ml adalah batas untuk menyatakan nilai abnormal yang artinya ada proses inflamasi dengan manifestasi sistemik yang disebabkan oleh infeksi. Peningkatan kadar PCT pada 13 orang yang menderita sepsis (PCT > 0,5 ng/ml), kemungkinan karena PCT distimulasi karena ada proses inflamasi, sehingga konsentrasinya akan meningkat pada infeksi bakteri

48 sistemik. Peningkatan tersebut dapat terjadi karena gagalnya proteolisis spesifik sehingga terjadi peningkatan konsentrasi dari protein precursor, dalam hal ini fragmen PCT yang merupakan precursor dari calcitonin berakumulasi dalam plasma. Stimulasi utama dari PCT adalah endotoksin dari bakteri (lipopolisakarida) dan produksi dari PCT diduga berasal dari sel neuroendokrin di jaringan paru atau usus dan sedikit dari sel-sel limfosit dan monosit. 15,19 Hasil yang sama diperoleh oleh peneliti lain terhadap pasien-pasien di ICU yang terdiri dari pasien SIRS, sepsis, sepsis berat dan septic shock yang mendapatkan kadar PCT semakin meningkat pada pasien dengan sepsis, sepsis berat dan septic shock, sedangkan pada SIRS tidak didapati peningkatan kadar PCT. 12,39,40 Pada infeksi virus tidak terjadi peningkatan kadar PCT walaupun infeksi virus yang berat, pada kasus HIV, pada infeksi cytomegalovirus maupun hepatitis B karena tidak didapati substans lipopolisakarida. Kadar PCT merupakan suatu tanda untuk membedakan antara infeksi yang disebabkan oleh bakteri dengan non bakteri. 1,15,19 Pada gambar 4 terlihat bahwa tidak ada perbedaan bermakna kadar PCT pada masing-masing tingkatan sepsis, hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh oleh FM. Brunkhorst yang mendapatkan hasil berbeda cukup signifikan pada masing-masing tingkatan sepsis. Hal ini kemungkinan karena metode pemeriksaan yang berbeda, dimana FM. Brunkhorst dan kawankawan memakai metode immunoluminometric assay yang hasilnya jelas sangat akurat, sedangkan pada penelitian ini memakai metode

49 immunokromatografi (semi kuantitatif) yang sudah ditetapkan batasan nilai berupa <0,5 ng/ml; >0,5 ng/ml ; >2 ng/ml dan >10 ng/ml, atau juga kemungkinan karena jumlah sampel pada penelitian ini relatif sedikit. Pada penelitian ini didapat perbedaan bermakna antara jumlah leukosit antara pasien sepsis dan kontrol (p<0,05; gambar 5). Jumlah leukosit umumnya meningkat pada proses infeksi yang biasanya didominasi oleh selsel neutrofil, yang mana neutrofil tersebut merupakan barisan terdepan dari sistem pertahanan. Keadaan ini terjadi karena adanya peningkatan inflow neutrofil Marrow Storage Pool ke Marginal Granulocyte Pool dan Circulating Granulocyte Pool yang selanjutnya akan melepas neutrofil ke sirkulasi dan sebagian ke jaringan. Keadaan tersebut dipicu oleh adanya kemotaktik substance yang dilepas oleh jaringan endotel yang rusak (endothelial damage) karena proses inflamasi 41,42,43. Dari gambar 6 tampak bahwa ada korelasi yang kuat antara kadar PCT dengan leukosit (r=0,558; p=0,034), keadaan ini mencerminkan bahwa peningkatan kadar PCT dalam hal ini infeksi, selalu diikuti dengan peningkatan jumlah leukosit. Pada penelitian ini (gambar 7) didapat perbedaan bermakna antara LED pada kelompok sepsis dan kontrol (p<0,05). Hal ini terjadi karena proses inflamasi pada sepsis akan menimbulkan keadaan hiperglobulinemia. Selain itu juga kemungkinan peningkatan kadar LED akibat dari berkurangnya jumlah eritrosit dari keadaan normal (anemia). 43

50 Walaupun adanya peningkatan LED, namun tidak didapati korelasi antara peningkatan kadar PCT dengan peningkatan LED (gambar 8). Hal ini kemungkinan karena peningkatan LED bisa disebabkan oleh keadaan lain diluar infeksi/sepsis, seperti pada penyakit-penyakit inflamasi, penyakit kolagen, pada paraproteinemia maupun neoplastic disease. Oleh karena itu peningkatan LED tidak spesifik untuk pasien sepsis. 44,45,46 Pada gambar 9 didapati perbedaan bermakna antara kadar Hemoglobin pada pasien sepsis dan kontrol. Pada penelitian ini 11 pasien dari 13 pasien sepsis dengan status Hb dalam kategori anemia.(menurut klasifikasi WHO: laki-laki Hb <13 gr/dl, wanita Hb <12 gr/dl). Sementara tidak ditemukan anemia pada kelompok kontrol. Selama penelitian tidak ditemukan adanya pendarahan maupun tanda-tanda proses hemolitik, oleh karena itu kemungkinan anemia pada penelitian ini disebabkan oleh penyakit-penyakit kronik (anemia chronic disease) dan anemia defisiensi. Walaupun untuk kepastian tersebut harus dilakukan pemeriksaan marker anemia. 43,47,48

51 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pada pasien sepsis dijumpai peningkatan kadar PCT yang bermakna dibandingkan dengan kontrol normal. 2. Penelitian ini membuktikan bahwa kadar PCT hanya meningkat pada penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri akut secara sistemik. 3. Terdapat perbedaan bermakna pada leukosit dan LED pada Kelompok sepsis dengan kontrol. 4. Peningkatan kadar PCT dapat dijadikan untuk menegakkan diagnosa sepsis secara dini dan untuk menilai keparahan penyakit. 6.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian cross sectional yang lebih lanjut tentang kadar PCT dengan jumlah sampel yang lebih banyak. 2. Perlu dilakukan pemeriksaan kadar PCT pada penderita sepsis agar dapat mengetahui prognosa dari penyakit.

52 DAFTAR PUSTAKA 1. Pohan HT, Pemeriksaan Procalcitonin untuk Diagnosis Infeksi Berat, dalam. Pohan HT, Widodo D editor, Penyakit Infeksi. Jakarta: FKUI; hal: Meisner M, Brunkhorst FM, Reith H, Schmidt J, et al. Clinical Experiences with a New Semi-Quantitative Solid Phase Immunoassay for Rapid Measurement of Procalcitonin. Clin Chem Lab Med, 2000; 38 (10): Vienna. Procalcitonin- a New Marker of The Systemic Inflammatory Response to Infections. Klinik Fur Anasthesiaologie und Intensiv Therapie Jena, Germany. April 2, Simon L, Gauvin F, Amre DK, et al. Serum Procalcitonin and C-Reaktive Protein Levels as Marker of Bacterial Infection : A Systematic Review and Meta-analysis. Clinical Infectious Diseases, 2004; 39: Balci C, Sungurtekin H, Gurses E, et al. Usefulness of Procalcitonin for Diagnosis of Sepsis in The Intensive Care Unit. Critical Care, 2003, 7: Hatherill M, Tibby SM, Sykes K, et al. Diagnostic Marker of Infection: Comparison of Procalcitonin with C-Reaktive Protein and Leucocyte Count. Arch Dis Child, 1999; 81:

53 7. O'Connor E, Venkatesh B, lipman J, et al. Procalcitonin in Critical Illness. Critical Care and Resuscitation. 2001; 3: Delevaux I, Andre M, Colombier M, et al. Can Procalcitonin Measurement Help in Differentiating Between Bacterial Infection and Other Kinds of Inflammatory Processes?. Ann Rheum Dis, 2003; 62: Raghavan M, Marik PE. Management of Sepsis During the Early Golden Hours. The Journal of Emergency Medicine, 2006, Vol 31, No.2. pp Meisner M. Biomarkers of Sepsis : Clinically Useful?. Current Opinion in Critical Care, 2005, 11: Ugarte D, Silva E, Mercon D, et al. Procalcitonin Used a Marker of Infection In the Intensive Care Unit. Critical Care Medicine, 1999; 27: Brunkhorst FM, Wegscheider K, Forycki ZF, et al. Procalcitonin For Early Diagnosis and Differentiation of SIRS, Sepsis, Severe Sepsis, and Septic Shock. Jour. Intensive Care Med.2000 : 26; s148-s Poulton B. Advances in the Management of Sepsis: the Randomized Controlled Trials Behind the Surviving Sepsis Campaign Recommendations. (review). International Journal of Antimicrobial Agents 27.(2006)

54 14. Meisner M, Schaikowsky k, Schmidt J, et al. Procalcitonin (PCT) Indications for a New Diagnostic Parameter of Severe Bacterial Infection and Sepsis in Tansplantation, Immunosupression and Cardiac Assist Devices. In : Cardiovascular Engineering. 1996:1; Whicher J, Bienvenu J, Monneret G. Procalcitonin as an Acute Phase Marker. Ann Clin Biochem. 2001; 38: Flores Juan C, Quiros Alfredo B, Asensio J, et al. Serum Procalcitonin in Children with Suspected Sepsis : A Comparison with C-Reaktive Protein And Neutrophil Count. Pediatr Crit Care Med 2003, Vol 4, no Rau B, Kruger CM, Schilling MK. Procalcitonin:Improved Biochemical Severity Stratification and Post Operative Monitoring in Severe Abdominal Inflammation and Sepsis. Langenbecks Arch Surg, 2004; 389: Melzi Gian V, Merlini G, Finazzi S, et al. Procalcitonin Is not a Reliable Marker for the Assessment of Severity in Acute Pancreatitis Without Infectious Complications. Clinical Chemistry, 2000; 46: Meisner M. Pathobiochemistry and Clinical Use of Procalcitonin. Clinica Chimica Acta. 2002; 323: Miller B, Berker KL. Procalcitonin: How a Hormone Became a Marker and Mediator of Sepsis. Swiss Med WKLY.2001;131 :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. PCT pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. PCT pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biosintesis dan patofisiologi Procalcitonin PCT pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid carcinoma. PCT adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino (AA) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LEUKOSIT DENGAN PROCALCITONIN SEBAGAI BIOMARKER SEPSIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK BULAN AGUSTUS - OKTOBER 2015 MEDAN

HUBUNGAN ANTARA LEUKOSIT DENGAN PROCALCITONIN SEBAGAI BIOMARKER SEPSIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK BULAN AGUSTUS - OKTOBER 2015 MEDAN HUBUNGAN ANTARA LEUKOSIT DENGAN PROCALCITONIN SEBAGAI BIOMARKER SEPSIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK BULAN AGUSTUS - OKTOBER 2015 MEDAN Oleh: SHERLY OCTAVIA 120100072 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis adalah penyakit sistemik disebabkan penyebaran mikroba atau toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti disfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR LDL KOLESTEROL PADA DM TIPE 2 DENGAN ATAU TANPA HIPERTENSI TESIS

PERBANDINGAN KADAR LDL KOLESTEROL PADA DM TIPE 2 DENGAN ATAU TANPA HIPERTENSI TESIS PERBANDINGAN KADAR LDL KOLESTEROL PADA DM TIPE 2 DENGAN ATAU TANPA HIPERTENSI TESIS OLEH : JELITA SIREGAR PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK ILMU PATOLOGI KLINIK DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Leukosit Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing yang berpotensi merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom respons inflamasi sistemik atau yang lebih dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons inflamasi tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia adalah keberadaan bakteri pada darah yang dapat mengakibatkan sepsis (Tiflah, 2006). Sepsis merupakan infeksi yang berpotensi mengancam jiwa yang

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, 65% di antaranya laki-laki, dengan rentang umur 6-156 bulan, dengan 75% gizi baik, 25%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) sebagai respons klinis terhadap adanya infeksi. SIRS akan melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi dan sepsis termasuk salah satu dari penyebab kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun dari mikroorganisme di dalam darah dan munculnya manifestasi klinis yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Sepsis Neonatorum Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pneumonia kerap kali terlupakan sebagai salah satu penyebab kematian di dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah yang

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PK. (14) Hingga saat ini, biomarker belum memiliki definisi yang universal. Akan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biomarker pada Pneumonia Pneumonia merupakan kumpulan gejala (demam, nyeri pleuritik, sesak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil

Lebih terperinci

KADAR PEMULIHAN FAKTOR VIIIPADA PEMBUATAN KRIOPRESIPITAT

KADAR PEMULIHAN FAKTOR VIIIPADA PEMBUATAN KRIOPRESIPITAT KADAR PEMULIHAN FAKTOR VIIIPADA PEMBUATAN KRIOPRESIPITAT T E S I S OLEH: dr. EVI MUSAFNI SILITONGA 10711010 / PK PROGRAM MAGISTER KLINIK SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi Menurut Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan sebagai munculnya

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju Endap Darah (LED) adalah pengukuran kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma (Burns, 2004). Pemeriksaan LED merupakan pemeriksaan sederhana yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL DAN ETOMIDATE TERHADAP KADAR PROCALCITONIN PADA OPERASI MASTEKTOMI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL DAN ETOMIDATE TERHADAP KADAR PROCALCITONIN PADA OPERASI MASTEKTOMI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PERBEDAAN PENGARUH PEMBERIAN PROPOFOL DAN ETOMIDATE TERHADAP KADAR PROCALCITONIN PADA OPERASI MASTEKTOMI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KADAR SERUM TRANSFERRIN RECEPTOR (stfr) UNTUK DIAGNOSTIK ANEMIA DEFISIENSI BESI

PEMERIKSAAN KADAR SERUM TRANSFERRIN RECEPTOR (stfr) UNTUK DIAGNOSTIK ANEMIA DEFISIENSI BESI PEMERIKSAAN KADAR SERUM TRANSFERRIN RECEPTOR (stfr) UNTUK DIAGNOSTIK ANEMIA DEFISIENSI BESI T E S I S OLEH PITA OMAS LUMBAN GAOL DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H. ADAM MALIK

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SEPSIS AKIBAT ACINETOBACTER BAUMANNII DAN MORTALITAS PADA PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT KRITIS DI PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT

HUBUNGAN ANTARA SEPSIS AKIBAT ACINETOBACTER BAUMANNII DAN MORTALITAS PADA PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT KRITIS DI PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT HUBUNGAN ANTARA SEPSIS AKIBAT ACINETOBACTER BAUMANNII DAN MORTALITAS PADA PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT KRITIS DI PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT (PICU) RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN, 2011 2013 Oleh : RIMA NOVIA

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1. mematikan namun dapat dihindari. Berdasarkan laporan World Health 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan problem kesehatan yang serius yang menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi. 1 Merokok adalah penyebab kematian satu dari sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepsis merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat (AS). Diperkirakan terdapat 751.000 kasus sepsis berat setiap tahunnya di AS dengan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori. digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi telah didapatkan data-data penelitian yang disajikan dalam tabel pada Bab IV. Pada penelitian ini didapatkan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

GAMBARAN SEROLOGI IgG HELICOBACTER PYLORI PADA PENDERITA DISPEPSIA TIPE TUKAK. Muhammad Yusuf

GAMBARAN SEROLOGI IgG HELICOBACTER PYLORI PADA PENDERITA DISPEPSIA TIPE TUKAK. Muhammad Yusuf GAMBARAN SEROLOGI IgG HELICOBACTER PYLORI PADA PENDERITA DISPEPSIA TIPE TUKAK Tesis Oleh: Muhammad Yusuf DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem imun yang distimulasi oleh mikroba atau bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bloch KC. Infectious Diseases In : Mc Phee SJ, Ganong WF. Pathophysiology of Disease. Fifth Edition. New York P:83-84.

DAFTAR PUSTAKA. Bloch KC. Infectious Diseases In : Mc Phee SJ, Ganong WF. Pathophysiology of Disease. Fifth Edition. New York P:83-84. 34 DAFTAR PUSTAKA American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine Consensus Conference: Definitions for Sepsis and Organ Failure and Guidelines for The Use of Innovative Therapies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka

Lebih terperinci

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya ABSTRAK Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Untuk membedakan ADB

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis LPS CD14 TLR 4 TRAF poliubikuitinisa IKK MN / PMN LPS EKSTRA SEL SITOSOL Degradasi IKB NFƙB aktif Migrasi ke dalam nukleus NLRP3

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi sasaran pada penelitian ini adalah orang sehat/normal, pasien SIRS, dan pasien sepsis dengan usia tahun.

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi sasaran pada penelitian ini adalah orang sehat/normal, pasien SIRS, dan pasien sepsis dengan usia tahun. BAB III METODE PENELITIAN III. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

B. Kriteria Sepsis ( ada 2 atau lebih ):

B. Kriteria Sepsis ( ada 2 atau lebih ): SEPSIS I. PENGERTIAN Deskripsi: Sepsis terjadi mikroorganisme memasuki tubuh dan menginisiasi respon sistem inflamasi, pada sepsis berat terjadi perfusi jaringan abnormal disertai disfungsi organ. Sepsis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital

EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital BACKGROUND Prevalensi SIRS mencakup 1/3 total pasien rawat inap di RS dan > 50 % dari seluruh

Lebih terperinci

PERBEDAAN MORTALITAS ANTARA PASIEN SEPSIS DAN SEPSIS DENGAN KOMPLIKASI ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN MORTALITAS ANTARA PASIEN SEPSIS DAN SEPSIS DENGAN KOMPLIKASI ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN MORTALITAS ANTARA PASIEN SEPSIS DAN SEPSIS DENGAN KOMPLIKASI ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian peringkat ketiga dan penyebab utama kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus,

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Penny Setyawati Martioso, dr., Sp.PK., M.Kes.

ABSTRAK. Penny Setyawati Martioso, dr., Sp.PK., M.Kes. ABSTRAK UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH METODE WESTERGREN DAN METODE CLINICAL LABORATORY AND STANDARDS INSTITUTE (CLSI) 2011 TERHADAP METODE RUJUKAN INTERNATIONAL COUNCIL FOR STADARDIZATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan antara jumlah trombosit dengan kejadian pada pasien DBD (DSS) anak ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Bantul pada tanggal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak sakit kritis Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat menyebabkan kematian, dapat berupa

Lebih terperinci

ABSTRAK UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH METODE MODIFIKASI WESTERGREN DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 45 0 TERHADAP METODE RUJUKAN ICSH 1993

ABSTRAK UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH METODE MODIFIKASI WESTERGREN DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 45 0 TERHADAP METODE RUJUKAN ICSH 1993 ABSTRAK UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH METODE MODIFIKASI WESTERGREN DENGAN SUDUT KEMIRINGAN 45 0 TERHADAP METODE RUJUKAN ICSH 1993 Anthony M. Hartono, 2012 ; Pembimbing : Penny S. Martioso,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 37 penderita kritis yang mengalami hiperbilirubinemia terkonjugasi pada hari ketiga atau lebih (kasus) dan 37 penderita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian terpenting dari sistem kekebalan tubuh, Sel ini juga

Lebih terperinci