Penjelasan Pjs.Gubernur Bank Indonesia Dalam Press Conference

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penjelasan Pjs.Gubernur Bank Indonesia Dalam Press Conference"

Transkripsi

1 Penjelasan Pjs.Gubernur Bank Indonesia Dalam Press Conference bersama Departemen Keuangan, BI, & LPS Mengenai Hasil Audit Investigasi BPK di Departemen Keuangan Tanggal 24 November Selama proses audit investigasi, Bank Indonesia sudah bersikap kooperatif dan terbuka dalam mendukung kelancaran proses tersebut, dengan memberikan seluruh data dan informasi yang diperlukan. Bank Indonesia juga sudah memberikan penjelasan maupun klarifikasi atas kebijakan maupun tindakan Bank Indonesia dalam penanganan Bank Century dari saat proses merger hingga keputusan penyelamatan Bank Century. Namun Bank Indonesia sangat menyayangkan bahwa hasil audit BPK belum sepenuhnya menggambarkan fakta dan permasalahan yang sesungguhnya sebagaimana respon yang telah disampaikan Bank Indonesia kepada BPK. 2. Bank Indonesia juga menyayangkan bahwa pertimbangan kondisi krisis global dan dampaknya pada perekonomian Indonesia yang melatarbelakangi penyelamatan Bank Century tidak tampak dalam laporan audit tersebut. Dalamnya ancaman dan ketidakpastian yang tinggi terkait dampak krisis keuangan global terhadap perekonomian nasional, telah menuntut Pemerintah untuk menempuh langkah hukum yang mendesak yaitu dengan menerbitkan Perpu sebagai dasar bagi pengambilan kebijakan sektor keuangan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. 3. Dalam upaya menangani dampak krisis global tersebut, hanya dalam kurun waktu 2 bulan saja (Oktober November 2008) Bank Indonesia telah menerbitkan berbagai kebijakan, baik di bidang moneter maupun di bidang perbankan. Fokus dari sebagian besar kebijakan tersebut adalah pada pelonggaran likuiditas perbankan, antara lain dalam bentuk perubahan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah dan valas, penurunan over night Repo Rate, penyesuaian Fasbi rate, perpanjangan waktu Fine Tune Operation, peniadaan pembatasan saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek, perpanjangan tenor forex swap, komitmen penyediaan valas bagi korporasi domestik melalui perbankan, perubahan ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari, perubahan ketentuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, serta penerbitan Peraturan Bank Indonesia mengenai Fasilitas Pendanaan Darurat. 4. Oleh karena itu, penyelamatan Bank Century harus dilihat dalam konteks penyelamatan sistem keuangan, perbankan dan perekonomian secara keseluruhan yang pada periode tersebut diambang krisis sebagai dampak daripada krisis perekonomian global yang saat itu tengah berlangsung. Kebijakan Bank Indonesia dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik, merupakan bagian dari kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam upaya penanganan dampak krisis global, dengan maksud untuk menyelamatkan sistem keuangan, perbankan dan perekonomian Indonesia. 5. Kondisi Makro global: 5.1. Kondisi Makro Global Hingga menjelang kuartal IV/2008, perkembangan perekonomian global menunjukkan keadaan yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini diawali dengan adanya gagal bayar dari Home buyers di Amerika Serikat sejak paruh III tahun Kondisi keuangan yang memburuk tersebut memicu terjadinya krisis kepercayaan investor dan keketatan likuiditas di pasar keuangan global yang kemudian segera menyebar ke belahan dunia lain dan menyulitkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam mencari dana di pasar internasional (contagion effects). 1

2 Crash pasar keuangan yang terjadi di Amerika Serikat tersebut terjadi setelah Lehman Brothers ditutup dan dengan cepat menyebar ke negara emerging, termasuk Indonesia. Risiko negara (credit default swap) Indonesia memburuk secara dramatis hingga mencapai sekitar 1200 bps sehingga praktis akses Indonesia kepada pasar keuangan internasional tertutup di paruh terakhir Kwartal III Krisis keuangan dunia menjadi semakin memburuk sejak Oktober Hal ini tercermin dari kerugian kredit yang melonjak sebagai akibat insolvabilitas dan penutupan operasi beberapa perusahaan keuangan raksasa, pengalihan risiko dan ketatnya likuiditas global. Selanjutnya kondisi ini memperburuk pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara emerging market cenderung menurun, diikuti oleh harga-harga komoditas yang menurun. Menyikapi kondisi keuangan global yang memburuk tersebut, semua negara melakukan konsolidasi kebijakan untuk meminimalkan dampak ketidakstabilan di pasar keuangan dan menjaga stabilitas makro dengan cara menjaga kecukupan likuiditas di pasar keuangan, mengurangi risiko dan menjaga kepercayaan deposan. Beberapa kebijakan ekonomi yang ditempuh oleh negara-negara tersebut antara lain adalah dengan menurunkan suku bunga kebijakan, seperti yang dilakukan oleh AS, Inggris, ECB, Kanada dan Korea, guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang melambat; menambah obligasi dari sektor swasta secara langsung (Commercial Paper Funding) seperti yang dilakukan oleh AS, ECB, Kanada, Jepang, Australia, Chili; menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) guna menambah likuiditas perekonomian domestik seperti yang diterapkan di China, India, Brazil dan Chili; melakukan penjaminan deposito dan antar bank seperti yang diberlakukan di AS, Inggris, Yunani, Denmark, Irlandia dan penerapan blanket guarantee di Singapura dan Malaysia untuk menjaga kepercayaan publik terhadap perbankan; bail out terhadap sistem perbankan dengan melakukan rekapitalisasi seperti di Inggris; intervensi valuta asing yang dilakukan oleh Korea, Brazil dan Thailand; serta meminta bantuan dari IMF oleh Pakistan, Hungaria, Eslandia, Ukrania dan Belarusia Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perekonomian Indonesia Dampak krisis keuangan memberikan dampak yang cenderung memburuk dan mencapai puncaknya pada bulan November Terlebih lagi disaat negara sekitar kawasan telah memberlakukan full blanket guarantee sedangkan Indonesia hanya meningkatkan batas penjaminan dana pihak ketiga. Pemburukan kondisi makro ekonomi Indonesia ditandai dengan adanya tekanan terhadap pasar valas dan stabilitas nilai tukar, pasar modal, kondisi global bond, memburuknya likuiditas dan ketatnya pasar uang, melemahnya kinerja neraca pembayaran, dan pada akhirnya menyebabkan resikoresiko perbankan cenderung meningkat secara drastis. Tekanan terhadap pasar valuta asing Indonesia pada kurun waktu tersebut diawali dengan adanya penarikan modal oleh investor asing (capital outflow) karena menganggap adanya peningkatan risiko pada negara-negara berkembang. Pada bulan 2

3 Agustus 2008 kepemilikan asing pada SBI dan SUN mulai menunjukkan penurunan dan mencapai puncaknya pada bulan Oktober Penurunan modal asing secara drastis tersebut menimbulkan tekanan terhadap kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari terdepresiasinya rupiah secara cepat dari sekitar Rp.9.000,00 an di bulan September 2008 menjadi sekitar Rp ,00 dibulan November Pelemahan rupiah yang cukup drastis tersebut diiringi dengan menurunnya kepemilikan asing di SBI, SUN dan saham mulai dari September 2008 dan terus berlangsung sampai dengan Maret Berkurangnya kepemilikan asing yang sangat signifikan tersebut semakin menimbulkan tekanan (volatility) terhadap penurunan nilai rupiah secara signifikan. Menipisnya kepercayaan investor asing secara umum selanjutnya memperburuk kinerja pasar seperti tercermin pada penurunan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang mencapai titik terendah 1111,39 dan bahkan pada tanggal 8 s.d. 10 Oktober 2009, Bursa Efek Indonesia ditutup untuk sementara. Pemburukan di Pasar Keuangan juga ditandai dengan kenaikan imbal hasil yang diminta oleh investor untuk instrument SUN Pemerintah RI. Kondisi pasar SUN yang mengalami pelemahan tersebut ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata yield SUN hingga mencapai 16,10% dibulan September 2008 dan mencapai tingkat tertinggi pada bulan Oktober 2008 di tingkat 17,14%. Sementara itu, terjadi peningkatan drastis atas premi risiko Indonesia sebagaimana tercermin pada data Credit Default Swap/CDS yang melonjak dari kisaran 350 bps menjadi 1200 bps hanya dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, yaitu awal Oktober-akhir Oktober Sebagai perbandingan, saat ini CDS Indonesia adalah di bawah angka 200 bps, yang menunjukkan tingginya keyakinan investor kepada Indonesia. Waktu CDS (bps) 1 Januari ,83 1 Oktober ,22 23 Oktober ,84 24 Oktober ,35 28 November 2008 (setelah bail-out BC) 708,89 Peningkatan intensitas krisis keuangan global dan pelemahan nilai tukar dollar AS pada semester I-2008 mendorong beralihnya arus dana investasi ke pasar komoditi sehingga mendorong naiknya harga-harga komoditas yang mencapai puncaknya pada Juli Kondisi ini berdampak kepada peningkatan tekanan inflasi domestik hingga pada Juli 2008 mencapai level 12.56%, tertinggi sejak September Kondisi Sistem Perbankan Indonesia Sejak pertengahan tahun 2008, liquidity gap di industri perbankan mulai meningkat. Perbankan berupaya memenuhi kebutuhan likuiditasnya melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Namun demikian situasi krisis mengakibatkan seluruh bank di dunia termasuk bank-bank di Indonesia mempertahankan likuiditas yang ada guna memenuhi kewajibannya kepada nasabah penyimpan dana. Dalam perkembangannya hal ini mengakibatkan segmentasi di PUAB. Kondisi ini dapat diindikasikan dari sangat 3

4 menurunnya rata-rata transaksi PUAB dari periode Januari-September 2008 dan Oktober- Desember 2008, baik pada PUAB Rupiah maupun PUAB valuta asing. Pada saat ini, yang sangat dikhawatirkan adalah terjadinya flight to quality dari bank-bank kecil dan menengah ke bank-bank besar. Ditengah risiko yang meningkat tersebut, kinerja industri perbankan secara umum sampai Tw III-2008 baik. Modal sebagian besar bank masih mencukupi, kredit macet masih rendah (NPL Gross= 3.5 4%) dan fungsi intermediasi berjalan baik. Namun pada saat itu ditengarai berbagai risiko (risiko pasar, risiko kredit) yang sudah mulai meningkat, khususnya menurunnya rasio alat likuid dibandingkan dengan non core deposits (NCD) yang mencapai titik terendah yaitu 84,9% pada November 2008 (rasio alat likuid pada masa-masa normal adalah di atas 200%). 6. Respons Kebijakan yang Ditempuh Menghadapi tekanan kondisi makro-ekonomi dan dampaknya terhadap sistem perbankan, dalam rangka menjaga kestabilan sistem keuangan, Pemerintah dan Bank Indonesia harus mengambil beberapa langkah kebijakan terutama untuk mengurangi risiko terjadinya instabilitas pasar uang antar bank (risiko likuiditas) dan instabilitas sektor keuangan secara keseluruhan (risiko sistemik). Selanjutnya, BI selaku otoritas moneter dan pengawas perbankan, mengambil serangkaian langkah kebijakan untuk untuk mengurangi risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit dan risiko sistemik, sebagai berikut: penurunan O/N repo rate dari BI rate plus 300 bps menjadi BI rate plus 100 bps, penyesuaian FASBI rate dari BI rate minus 200 bps menjadi BI rate minus 100 bps; perpanjangan jangka waktu Fine Tune Operation (FTO) dari 1 hari s.d 14 hari menjadi 1 hari s.d 3 bulan; perubahan beberapa ketentuan untuk meningkatkan likuiditas perbankan seperti ketentuan GWM dan peniadaan pembatasan posisi saldo harian Pinjaman Luar Negeri (PLN) jangka pendek; beberapa ketentuan untuk menjamin ketersedian valas di pasar domestik melalui perpanjangan tenor FX Swap dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan, komitmen penyediaan valas bagi korporasi domestik melalui perbankan; ketentuan yang melarang transaksi spekulative valas terhadap rupiah dengan mewajibkan adanya underlying transaksi dan melarang transaksi derivatif structured product yang terkait dengan transaksi valas. Sebagai antisipasi mencegah krisis dan memberikan landasan hukum yg lebih kuat ketika terjadi krisis, Pemerintah menerbitkan 3 Perpu yang terdiri dari PERPPU No.2 Tahun 2008 tentang perubahan Undang-Undang Bank Indonesia yang memungkinkan kredit berkolektibilitas lancar dijadikan agunan untuk mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP); Penerbitan PERPPU No.3 Tahun 2008 yang mengatur kenaikan nilai simpanan nasabah yang dijamin LPS dari Rp.100 juta menjadi Rp.2 milyar; PERPPU No.4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). 4

5 6.1. Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Mempertimbangkan kondisi makro-ekonomi tersebut di atas, Pemerintah memandang bahwa perekonomian Indonesia memasuki kondisi yang mengkhawatirkan. Dengan mengacu kepada Pasal 22 UUD 1945 maka Pemerintah menerbitkan 3 PERPU, yaitu: a. PERPU No.2 Tahun 2008 tentang Amandemen UU Bank Indonesia Perpu ini diterbitkan dilatarbelakangi oleh keterbatasan kepemilikan surat berharga perbankan sebagai secondary reserve yang dapat diagunkan kepada Bank Indonesia dikaitkan dengan peran sebagai Lender of The Last Resort. Untuk itu, PERPU ini mengubah syarat agunan FPJP (Pasal 11 UU Bank Indonesia) yang semula hanya berupa surat berharga yang bernilai tinggi dan mudah dijual, menjadi sebagai berikut:.surat berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten dan sewaktu-waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai dan aset kredit kolektibilitas lancar.. b. PERPU No.3 Tahun 2008 tentang Amandemen UU LPS PERPU ini diterbitkan dilatarbelakangi dengan adanya kebutuhan peningkatan cakupan penjaminan dana pihak ketiga LPS yang tidak mungkin dilakukan tanpa mengamandemen UU LPS yang mengatur kriteria dan persyaratan cakupan penjaminan dana pihak ketiga. Sehingga dengan PERPU ini, LPS mengubah penjaminan dana pihak ketiga dari Rp.100 juta menjadi Rp.2 milyar. 5

6 c. PERPU No.4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan Dilatarbelakangi kebutuhan untuk memperjelas crisis management protocol (CMP) Sistem Keuangan Indonesia, terutama terkait dengan otoritas yang berkepentingan dan pengaturan mengenai hak dan kewajiban serta belum selesainya penyusunan RUU JPSK maka Pemerintah mengeluarkan PERPU yang mengatur sebagaimana tabel berikut: Sumber : Sekretariat KSSK 7. Tanggapan BI terhadap Temuan BPK terkait Pemberian FPJP kepada Bank Century Perubahan ketentuan tentang FPJP dan pemberian FPJP ke Bank Century harus dilihat dalam konteks penyelamatan sistem perbankan, keuangan, dan perekonomian nasional secara keseluruhan. Karena di samping kebijakan FPJP tersebut terdapat sejumlah kebijakan lain dalam rangka merespon dampak krisis global sebagaimana telah dijelaskan di atas. Dalam Laporan Temuan Audit Investigasi BPK terkait dengan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) pada intinya terdapat 3 hal yang menjadi pertimbangan kesimpulan BPK, yaitu yang terkait dengan: a) Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century dilakukan dengan cara merubah ketentuan. b) Nilai CAR Bank Century pada saat persetujuan pemberian FPJP oleh Bank Indonesia tanggal 14 November 2008 adalah negative. c) Nilai Agunan FPJP berada dibawah 150% dari Plafon Kredit. Terhadap temuan tentang FPJP, Bank Indonesia berpandangan bahwa BPK tidak secara lengkap dan utuh menyampaikan fakta, keterangan, data dan informasi yang relevan serta terkait 6

7 dengan FPJP. Beberapa hal hanya dimuat sebagian saja atau bahkan tidak dimuat. Hal ini berakibat bahwa kesimpulan BPK tidak didukung data/keterangan/informasi yang memadai. Beberapa hal yang tidak digali dan dimuat secara lengkap oleh BPK terhadap FPJP ini adalah menyangkut: a) Latar Belakang PERPU No.2 Tahun 2008 tentang Amandemen UU Bank Indonesia yang erat kaitannya dengan FPJP b) Pertimbangan perkembangan kondisi makro-ekonomi dan perbankan yang terjadi sebagai dasar pengambilan keputusan yang terkait dengan ketentuan FPJP. c) Tidak mengungkapkan proses penyusunan sistem Laporan Bulanan Bank Umum yang memiliki time-lag 25 hari sebagai dasar formal penetapan neraca Bank Umum yang kemudian digunakan sebagai dasar pembuatan rasio keuangan pokok untuk keperluan pengawasan. d) Kutipan transkrip hanya sepotong-potong, sehingga membuat kesimpulan yang tidak sesuai dengan jika keseluruhan transkrip tersebut dimuat secara utuh. e) Pemahaman hukum yang lemah terhadap Agunan FPJP. Karena BPK hanya mendasarkan kepada memorandum internal BI yang di dalamnya masih mengandung pemahaman yang belum tepat dari beberapa pihak di BI tentang pengertian aset kredit sebagai agunan FPJP, dimana seharusnya yang diagunkan adalah hak tagih kepada debitur dan bukan agunan kredit debitur tersebut. Sehingga kalau kemudian, BPK mengumpulkan dan mengungkapkan data/keterangan/ informasi yang memadai maka dapat tergambarkan bahwa pemberian FPJP pada saat itu merupakan pelaksanaan dari amanat PERPU No.2 Tahun 2008 tentang Amandemen UU BI yang pada dasarnya mempermudah akses perbankan dalam mendapatkan likuiditas dalam periode krisis. Oleh karena itu, persyaratan yang diberlakukan di dalam aturan FPJP periode krisis diperlonggar agar maksud dan tujuan PERPU dalam mencegah dan mengatasi ketidakstabilan sistem keuangan dapat tercapai. Dengan demikian, keterkaitan FPJP sebagai bagian dari kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia dan Pemerintah merupakan respon kondisi makro yang sudah mengkhawatirkan, sehingga kebijakan tersebut ditujukan untuk melakukan penyelamatan sistem keuangan tidak untuk kepentingan individual lembaga keuangan baik bank maupun non-bank. Fakta juga menunjukkan bahwa data permodalan bank-bank saat itu (posisi 30 September 2008) terdapat beberapa bank yang CAR-nya di bawah 8% dan beberapa bank lagi yang CAR-nya berada pada ambang batas minimum. 7.1 Tanggapan BI terhadap Nilai CAR Bank Century pada Saat Persetujuan Pemberian FPJP oleh BI tanggal 14 November 2008 adalah Negatif. a. Sumber data perhitungan CAR yang digunakan BI adalah neraca per kantor bank (kantor cabang) yang disampaikan oleh bank secara on-line melalui sistem Laporan Bank Umum (LBU) setiap awal bulan untuk periode bulan sebelumnya. Berdasarkan sistem tersebut, neraca per kantor bank dikirim ke BI. Jangka waktu yang diberikan kepada bank untuk mengirim laporan tersebut dari masing-masing kantor cabangnya sampai selesainya koreksi oleh bank adalah s.d tanggal 20 bulan yang bersangkutan. Selanjutnya, seluruh laporan dari seluruh kantor cabang dari 123 bank tersebut dikompilasi dan diproses di dalam sistem secara bersamaan. Proses tersebut memakan waktu 2 hari. Selanjutnya, hasil pemrosesan diteruskan ke sistem pengawasan bank (SIMWAS) pada sekitar tanggal 22/23. Setelah pemrosesan lebih lanjut di SIMWAS, pengawas bank baru dapat menarik (retrieve) data neraca melalui SIMWAS pada 7

8 tanggal 25. Dengan demikian, CAR posisi bulan Oktober 2008 baru dapat diperoleh pengawas bank pada tanggal 25 November b. Sementara itu, mengingat BC mengalami permasalahan likuiditas yang parah, maka Bank Indonesia mengupayakan untuk memperoleh neraca posisi 31 Oktober 2008 guna menghitung CAR posisi tersebut. Untuk itu, pada tanggal 11 November 2008 pengawas yang ditempatkan di BC telah mendesak bank agar menyampaikan neraca dan perhitungan CAR posisi 31 Oktober 2008, namun ternyata bank tidak mampu memenuhinya. Bank baru dapat menyediakan neraca posisi 31 Oktober 2008 pada tanggal 19 November 2008 sore hari dan selanjutnya pada tanggal 20 November 2008 BI melakukan perhitungan CAR yang ternyata CAR bank posisi 31 Oktober 2008 sebesar negatif 3,53%. Dengan demikian, pada saat pemberian FPJP tanggal 14 November 2008, data CAR yang ada hanyalah posisi September 2008 yaitu positif 2,35%. 7.2 Tanggapan BI terhadap Temuan BPK Terkait Nilai Agunan Berada di Bawah 150% dari Plafon Kredit a. Sesuai dengan PBI FPJP, ketentuan bahwa nilai agunan FPJP paling kurang sebesar 150% dari plafon FPJP adalah mengacu pada agunan FPJP berupa Aset Kredit dan tidak mengacu untuk seluruh jenis agunan (vide Pasal 5 PBI FPJP). b. Sesuai dengan PBI FPJP, agunan FPJP adalah berupa surat berharga (SBI, SUN), surat berharga yang diterbitkan oleh badan hukum lainnya (obligasi korporasi) dan piutang/hak tagih yang dimiliki oleh bank kepada debitur (aset kredit) c. Persyaratan aset kredit sebagai agunan FPJP adalah: Kolektibilitas Lancar selama minimal 3 (tiga) bulan terakhir; Bukan merupakan kredit konsumsi kecuali kredit pemilikan rumah (KPR); Bukan merupakan kredit pada pihak terkait; Aset kredit memiliki agunan; Baki debet (outstanding) kredit tidak melebihi plafon kredit dan BMPK pada saat kredit diberikan; memiliki perjanjian kredit dan pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum. d. Besarnya aset kredit (nilai hak tagih) adalah sebesar outstanding kredit dan tidak digantungkan pada nilai agunan dari kredit dimaksud. Apabila pada saat bank gagal bayar maka yang dilakukan oleh BI adalah melakukan eksekusi atas aset kredit yang menjadi agunan FPJP dimaksud sesuai dengan UU Jaminan Fidusia yakni pelaksanaan titel eksekutorial, penjualan melalui secara langsung atau lelang, dan/atau penjualan di bawah tangan. Dalam hal hasil eksekusi agunan FPJP nilainya tidak mencukupi untuk melunasi FPJP, BI selaku kreditur tetap mempunyai hak untuk menagih kepada Bank atas FPJP yang belum dilunasi. BI menilai bahwa BPK RI tidak konsisten dalam menilai jaminan asset kredit. BPK lebih mendasarkan kepada nilai agunan dari hak tagih kepada debitur yang diagunkan kepada BI. Cara penilaian jaminan FPJP oleh BPK RI tersebut tidak sesuai dengan PBI No.10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.10/30/PBI/2008 tanggal 14 November 2008 tentang FPJP bagi Bank Umum yang 8

9 mengatur bahwa aset kredit yang dapat dijadikan jaminan FPJP wajib memiliki agunan dan nilai jaminan FPJP berupa aset kredit dihitung berdasarkan baki debet aset kredit. Dengan demikian sesuai PBI tersebut aset kredit yang memiliki agunan berapapun nilainya dan apapun jenisnya (baik deposito atau selain deposito) semuanya dapat digunakan sebagai jaminan FPJP dan dinilai berdasarkan baki debet aset kredit. Berdasarkan ketentuan tersebut maka nilai jaminan FPJP berupa aset kredit dengan agunan deposito dari beberapa debitur yang disebutkan dalam laporan BPK seharusnya dihitung berdasarkan baki debet debitur-debitur tersebut. Berdasarkan perhitungan tersebut maka agunan (yang berupa hak tagih kepada debitur) adalah 150% dari nilai FPJP. 8. Tanggapan BI terhadap Temuan BPK Terkait Analisis Dampak Sistemik a. Dalam PERPU No.4 Tahun 2008 mengenai Jaring Pengaman Sistem Keuangan tidak diatur secara jelas mengenai ukuran dan kriteria bank dapat dikategorikan sebagai bank yang ditengarai berdampak sistemik. Secara international best practices tidak pernah ditemui adanya definisi dan ukuran baku mengenai dampak sistemik di dunia ini. Apabila didalam PERPU tidak diatur secara jelas dan tegas mengenai ukuran dan kriteria dampak sistemik, hal tersebut bukanlah merupakan kelemahan PERPU, karena pengaturan yang rinci dan jelas dapat menimbulkan moral hazard bagi pengurus dan pemilik bank untuk dengan sengaja mengarahkan agar banknya memenuhi kriteria sistemik sehingga harus diselamatkan oleh otoritas apabila mengalami permasalahan. b. Dalam menganalisa dampak sistemik, dalam hal ini Bank Century sebagai Bank yang Ditengarai berdampak sistemik, Bank Indonesia mengadaptasi kriteria yang terdapat dalam MoU Uni Eropa yang menjadi acuan untuk diterapkan Otoritas Pengawasan dan Bank Sentral anggota EU. MoU ini mempertimbangkan beberapa aspek kuantitif dan kualitatif serta unsur judgment yang tercantum dalam petikan MoU di bawah ini :... Prioritisation in the assessment. In the case of a rapidly unfolding crisis, one may need to focus the assessment on the most critical parts of the financial system. These are likely to be the (major) banks, the markets they use for their daily funding and active balance sheet management, and the related infrastructure (e.g. large value payment systems). In such a situation, one may also need to place more reliance on qualitative judgements rather than on up-to-date quantitative information...(page 34 MoU on Cooperation Between the Financial Supervisory Authorities, Central Banks and Finance Ministries of The European Union 1 Juni 2008)... c. Dari MoU uraian di atas cukup jelas bahwa penggunaan unsur penilaian kualitatif menjadi lebih penting daripada informasi kuantitatif yang up to date. Pertimbangan yang mendasari MoU Uni Eropa diatas tentu telah didasari baik oleh hasil kajian maupun pengalaman mereka didalam mencegah dan menangani krisis keuangan. d. Bank Indonesia mengadaptasi framework MoU Uni Eropa dengan menambahkan satu aspek yaitu psikologi pasar yang merupakan ciri khas masyarakat Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dari pengalaman penanganan krisis 1997/98. Pada tahun 1997, penutupan 16 bank yang pangsa pasarnya hanya mencapai 2,3% dari total aset perbankan ternyata telah menyebabkan psikologis pasar keuangan dan mengakibatkan dampak contagion terhadap bank umum lainnya sehingga menyebabkan krisis perbankan. Penambahan aspek psikologi pasar tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa MoU Uni Eropa tersebut tidak dapat diterapkan secara serta merta di Indonesia, karena kondisi yang berbeda. Perbedaan yang paling menonjol adalah pada kondisi sosial politik yang relatif lebih labil dan perangkat kelembagaan (institutional setup) yang belum mapan di Indonesia dibandingkan dengan kondisi negara-negara Uni 9

10 Eropa. Dengan kondisi sedemikian, gangguan pada sektor keuangan dapat dengan cepat menjalar ke berbagai sektor lainnya, sehingga menciptakan ketidakstabilan sosial politik yang dapat cepat mengganggu psikologi pasar dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu dalam kondisi krisis di Indonesia, masih diperlukan satu lagi aspek yaitu aspek psikologi pasar yang akan dapat menghubungkan antara analisis makro perbankan dengan analisis mikro Bank Century itu sendiri atau dengan kata lain dapat menghubungkan empat aspek lainnya serta dampaknya kepada ketidakstabilan sosial politik yang dapat mengganggu kepercayaan masyarakat. e. Sehingga agar analisis lebih komprehensif, terdapat lima aspek yang digunakan Bank Indonesia untuk melakukan analisis terhadap bank gagal yang ditengarai sistemik yaitu: i. Institusi Keuangan ii. Pasar Keuangan iii. Sistem Pembayaran iv. Sektor Riil, dan v. Psikologi Pasar f. Perlu kami tegaskan bahwa kerangka analisis dengan menggunakan lima aspek tersebut diatas telah dapat diterima oleh Panitia Kerja RUU - JPSK Komisi XI- DPR RI periode seperti tercantum dalam Pasal 7 dan Penjelasan Pasal 7 Draft RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). g. Dalam melakukan analisis terhadap Bank Century sebagai Bank Gagal yang Berdampak Sistemik, Bank Indonesia menggunakan data kuantitatif dan kualitatif dalam merumuskan assesment dari kelima aspek diatas. Data kuantitatif yang menjadi dasar analisis bank Century sebagai bank yang ditengarai berdampak sistemik memperhatikan data kuantitatif sebagai berikut: i. kondisi makro ekonomi, termasuk data mengenai pertumbuhan ekonomi, kondisi neraca pembayaran, nilai tukar rupiah, kondisi pasar modal, dan kondisi pasar keuangan internasional. Sumber data-data ini berasal baik dari Bank Indonesia maupun BPS, Bapepam-LK dan publikasi keuangan luar negeri; ii. penurunan DPK (sebagai indikator penurunan kepercayaan), yang bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) maupun hasil pengamatan langsung oleh pengawas Bank Indonesia; iii. interbank stress-testing (dampak contagion), yang bersumber dari hasil kajian Bank Indonesia dengan menggunakan data-data dari LBU; iv. simulasi ketahanan likuiditas perbankan (terhadap 18 bank peer dan 5 bank dengan total aset yang hampir sama dengan Bank Century) yang bersumber dari hasil kajian Bank Indonesia dengan menggunakan data LBU dan informasi pengawas. v. dampak terhadap sistem pembayaran, yang bersumber dari data Real Time Gross-Settlement (RTGS) dan Kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. 10

11 h. Data kuantitatif maupun kualitatif serta hasil uji ketahanan sistem perbankan selalu dilaporkan dan disajikan dalam RDG Bank Indonesia secara regular (baik mingguan maupun bulanan) sehingga Dewan Gubernur memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup ketika mengambil kebijakan di bidang moneter dan perbankan. Bahkan sejak tanggal 29 Oktober 2008 ketika Dewan Gubernur mengaktifkan Crisis Management Protocol - sebagai tanda semakin berbahayanya situasi moneter dan perbankan laporan dan penyajian data dan informasi mengenai kondisi moneter dan perbankan dilakukan setiap hari. Termasuk dalam hal ini informasi mengenai berita-berita negatif dan rumor yang mempengaruhi psikologi pasar atau kepercayaan masyarakat. Data dan informasi inipun telah disajikan baik dalam rapat konsultasi KSSK maupun dalam rapat KSSK. i. Oleh karena itu Dewan Gubernur Bank Indonesia maupun KSSK ketika melakukan analisis Bank Century yang ditengarai berdampak sistemik, tidak hanya didukung oleh data yang berasal dari LBU, namun telah didukung data dan informasi yang lengkap dan mutakhir dari berbagai sumber. Dengan demikian Dewan Gubernur memiliki data dan informasi yang cukup mengenai kondisi dan kerentanan sistem keuangan dan perbankan guna mengambil keputusan yang bertujuan untuk mencegah krisis dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Sehingga tudingan bahwa analisis sistemik ini dibuat terburu-buru adalah tidak benar. j. Berdasarkan Surat Gubernur Bank Indonesia BI No.10/232/GBI/Rahasia tanggal 20 November 2008, analisis dampak sistemik terhadap kegagalan Bank Century dilakukan dengan mempertimbangkan aspek mikro kondisi bank dan aspek kondisi ekonomi makro sebagaimana kelima aspek yang telah dijelaskan sebelumnya. Perlu ditegaskan kembali bahwa analisis dampak sistemik ini pada dasarnya merupakan analisis kegagalan Bank Century yang dikaitkan dengan perkembangan ekonomi makro dan risiko-risiko yang dihadapi sektor keuangan/perbankan Indonesia yang telah secara regular dilaporkan ke RDG maupun rapat konsultasi KSSK. Ringkasan analisis yang menggambarkan kondisi pada waktu itu adalah sebagai berikut: i. Karakteristik kejadian: Kondisi Bank Century telah memicu rumor yang menurunkan kepercayaan masyarakat serta mengganggu kinerja bank-bank lainnya. Walaupun gangguan/shock di sektor keuangan/perbankan masih bersifat sporadis, pada saat yang bersamaan terdapat 23 bank dan beberapa BPR yang kondisi likuiditasnya sangat rentan terhadap adanya isu-isu tersebut. Dikhawatirkan eskalasi permasalahan menjadi lebih cepat dan berpotensi menjalar ke bankbank lainnya. ii. Kondisi sistem keuangan dan sektor riil Dengan kondisi ekonomi dan keuangan global yang terus memburuk, kondisi sistem keuangan domestik terus tertekan. Kondisi neraca pembayaran terus tertekan, cadangan devisa menurun. Peningkatan pembayaran utang luar negeri dalam Q-IV/2008 diwaspadai, khususnya pengaruhnya terhadap ketersediaan USD dan kestabilan nilai tukar. Selain itu pelemahan kegiatan ekonomi berpotensi meningkatkan kredit bermasalah. Kondisi sektor swasta memburuk. Berbagai informasi menunjukkan bahwa sektor swasta sedang mempertimbangkan 11

12 berbagai penyesuaian dalam bentuk kenaikan upah buruh, peningkatan biaya produksi dan pemutusan hubungan kerja; Respons dari Pemerintah dan Bank Indonesia untuk menenangkan pasar telah dilakukan antara lain dengan pelonggaran likuiditas, kenaikan batas atas penjaminan simpanan menjadi Rp.2 miliar, pemberian jaminan ketersediaan valas bagi perusahaanperusahaan domestik, dll. Namun langkah-langkah ini masih membutuhkan waktu sebelum diketahui efektivitasnya. Sementara itu untuk menghadapi gejolak dan potensi krisis yang mungkin timbul di sektor keuangan Pemerintah telah mengeluarkan 3 PERPPU, yaitu tentang JPSK, amandemen UU LPS dan amandemen UU BI. iii. Analisis Peran Bank Century o Peran Bank ini dilihat dari sisi fungsinya dalam intermediasi/pemberian kredit, ukuran bank, substitutability, dan keterkaitan dengan bank / lembaga keuangan lainnya tidak signifikan. Namun, dari sisi jumlah nasabah dan jaringan kantor cabang, Bank ini termasuk memiliki jumlah nasabah yang cukup besar ( nasabah) dan jaringan cukup luas di seluruh Indonesia (30 KC). Oleh karena itu, penjaminan secara penuh menjadi sangat penting untuk diterapkan. o Dalam kondisi pasar yang normal, jika bank ini ditutup maka diperkirakan relatif tidak akan menimbulkan dampak sistemik bagi bank lain. o Namun dalam kondisi pasar yang saat itu cenderung rentan terhadap berita-berita negatif maka penutupan bank ini berpotensi menimbulkan contagion effect berupa upaya rush terhadap bank-bank lainnya, terutama peer banks atau bank yang lebih kecil. Dengan demikian, penutupan bank ini dikhawatirkan dapat mengganggu kelancaran sistem pembayaran, serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan sistem keuangan secara keseluruhan; o Patut dipertimbangkan pula, kondisi makroekonomi yang sedang mengalami tekanan, serta adanya gangguan pada sistem perbankan/keuangan dapat memperburuk situasi sehingga dapat menimbulkan instabilitas yang signifikan. iv. Analisis Dampak terhadap Pasar Keuangan Situasi pasar keuangan saat itu relatif labil terhadap beritaberita negatif. Pasar modal mengalami penurunan harga saham terus menerus, penurunan kepercayaan investor asing terhadap pasar modal Indonesia, serta penurunan harga saham sektor keuangan. Sementara itu terjadi asymmetric information di PUAB. Pasar SUN mengalami penurunan harga SUN terus menerus yang berdampak terhadap harga obligasi korporasi. Credit Default Swap spread Indonesia mengalami peningkatan sebagai cerminan peningkatan country risk. Selain itu terdapat gangguan likuiditas di pasar karena peningkatan liquidity premium akibat pelebaran bidask spread dalam perdagangan di pasar saham. Secara keseluruhan penanganan kegagalan bank yang tidak dilakukan secara komprehensif akan memperburuk kinerja 12

13 pasar keuangan yang dapat berakibat turunnya kepercayaan internasional. v. Analisis Sistem Pembayaran Sistem pembayaran berjalan normal, namun dengan gejala segmentasi di PUAB yang semakin meluas. Data selama seminggu terakhir menunjukkan bahwa transaksi PUAB dilakukan antara sesama bank di kelompok Bank Besar. Hal yang sama terjadi dengan kelompok bank menengah dan kecil. Hal ini menimbulkan kerentanan apabila terjadi flight to quality atau capital outflow yang mengakibatkan bank-bank menengah kecil akan mengalami kesulitan likuiditas. Pemantauan menunjukkan terdapat 18 bank yang berpotensi tinggi akan mengalami kesulitan likuiditas bila hal tersebut terjadi. Sementara terdapat 5 bank yang memiliki karakteristik mirip seperti Bank Century diduga juga akan mengalami kesulitan likuiditas. Situasi seperti ini membuat bank-bank cenderung menahan likuiditas baik Rupiah atau valas untuk keperluan likuiditasnya masing-masing. Kondisi seperti ini akan membahayakan bank-bank yang tidak memiliki kekuatan likuiditas yang cukup. Jika kemudian muncul rumor atau berita negatif mengenai kegagalan 23 bank di atas dalam settlement kliring/rtgs, hal ini akan dengan cepat memicu terjadinya kepanikan di kalangan masyarakat dan berpotensi untuk menimbulkan bank run. Penjaminan penuh untuk transaksi antar bank menjadi isu penting dan strategis untuk mengurangi segmentasi. vi. Kesimpulan Penutupan Bank Century berpotensi menimbulkan dampak sistemik terutama dilihat dari jalur-jalur sebagai berikut: Melalui sistem pembayaran: medium to high impact Apabila bank ini ditutup dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya rush pada peer banks dan bank-bank yang lebih kecil, sehingga akan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Melalui pasar keuangan: medium to high impact Penutupan bank ini akan menimbulkan sentimen negatif di pasar keuangan, terutama dalam kondisi pasar yang sangat rentan terhadap berita-berita yang dapat merusak kepercayaan terhadap pasar keuangan. Melalui psikologi pasar: medium to high impact Kegagalan bank ini dapat menambah ketidakpastian pada pasar domestik yang dapat berakibat fatal pada psikologi pasar yang sedang sensitif. Melalui lembaga keuangan: low to medium impact Secara institusi, penutupan bank ini tidak berdampak signifikan terhadap sektor perbankan, karena pangsanya terhadap industri yang tidak terlalu besar. 13

14 Melalui sektor riil: low impact Karena perannya pada pemberian kredit terhadap sektor riil tidak signifikan, maka kegagalan bank ini memiliki dampak yang relatif terbatas terhadap sektor riil. Dari analisis tersebut di atas, permasalahan pada Bank Century berpotensi menimbulkan dampak sistemik terutama melalui jalur psikologi pasar, sistem pembayaran, dan pasar keuangan. 9. Tanggapan terhadap Penghitungan Biaya Penyelamatan Bank Century Tidak didasarkan pada Data Bank Century yang Sesungguhnya Konsepsi/policy mengenai penyelamatan bank berdampak sistemik atas dasar PERPU No.4. Pada dasarnya keputusan untuk menyelamatkan Bank Century tidak didasarkan oleh besarnya biaya penyelamatan tetapi atas dasar penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sebagaimana diatur dalam pasal 22 ayat (1) b Undang-Undang RI No.24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Sementara itu, tidak tepat jika disimpulkan bahwa penghitungan biaya penyelamatan Bank Century tidak didasarkan pada data yang sesungguhnya karena perhitungan tersebut sebenarnya telah didasarkan pada data/informasi yang ada pada saat itu, sebagai berikut: a. Bank Indonesia sudah melakukan koordinasi dengan KSSK mengenai permasalahan Bank Century sejak tanggal 13 November b. Pada saat menyampaikan surat GBI kepada KSSK tanggal 20 November 2008, pemeriksaan Bank Indonesia terhadap Bank Century masih berlangsung sehingga kondisi riil Bank Century secara utuh belum dapat diketahui, sehingga perhitungan CAR pun masih bisa berubah sesuai dengan hasil temuan pemeriksaan. Setelah Bank Indonesia menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berpotensi sistemik pada tanggal 20 November 2008, Bank Indonesia menyampaikan kebutuhan modal untuk mengembalikan CAR ke posisi 8%. Pada saat itu, pengawas Bank Indonesia mengetahui bahwa terdapat SSB valas jatuh tempo pada bulan November 2008 (USD45 juta) dan Desember 2008 (USD40,36 juta). Pengawas memperkirakan SSB tersebut tidak akan terbayar dan apabila tidak terbayar, maka SSB tersebut dikategorikan Macet. Atas dasar pengetahuan tersebut, dengan mengikuti prinsip konservatif, BI memperkirakan kebutuhan modal adalah sebesar Rp 1,77 Trilyun (Rp.632 miliar + Rp.1,138 triliun). Di samping itu BI juga memberikan informasi kepada KSSK bahwa bank memerlukan tambahan likuiditas sebesar Rp.4,79.Trilyun, sehingga secara total kebutuhan dana untuk penyelamatan bank diperkirakan sebesar Rp.6,56.Trilyun. Selanjutnya hasil pembahasan dengan sekretaris KSSK menyepakati bahwa yang digunakan adalah data kebutuhan modal berdasarkan neraca per 31 Oktober 2008 dengan pertimbangan asumsi SSB macet masih merupakan perkiraan. Disepakati juga bahwa jumlah tersebut akan terus bertambah seiring dengan pemburukan kondisi bank selama bulan November Hal itu disebabkan pemeriksaan belum tuntas dan masih berlangsung sehingga terdapat kemungkinan pemburukan kondisi bank. 10. Perlu kami informasikan bahwa dari serangkaian langkah kebijakan dan tindakan yang ditempuh selama ini menghasilkan hal positif bagi stabilitas sistem keuangan dan perenomian nasional. Hal ini tercermin dari indikator dan opini-opini yang muncul dari para pelaku pasar. Jakarta, 24 November 2009 Bank Indonesia 14

15 15

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY 1. Mengapa Bank Century harus diselamatkan pada 20 November 2008? a. Kegagalan Bank Century terjadi di tengah-tengah situasi dan kondisi ekonomi dan sistem perbankan

Lebih terperinci

Q & A TERKAIT FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP)

Q & A TERKAIT FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP) Q & A TERKAIT FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP) 1. Apakah itu FPJP? FPJP merupakan singkatan dari Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) yang merupakan salah satu fasilitas dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD)

SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD) DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SEPUTAR FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT (FPD) 1. Apakah yang dimaksud dengan Satbilitas Sistem Keuangan (SSK)? Stabilitas sistem keuangan merupakan suatu upaya yang

Lebih terperinci

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1997-1999 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1997-2 1999 2. Arah Kebijakan 1997-1999 3 3. Langkah-Langkah Strategis 1997-1999

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat mengalami kesulitan likuiditas

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta

-2- Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk mengatur kembali PLJP bagi Bank yang diharapkan dapat memelihara stabilitas sistem keuangan teruta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 82) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Permasalahan Hukum & Penangannya di Pengadilan Negeri atas Bank Bermasalah 1 Oleh: Dr. Luhut M.P Pangaribuan.,SH.,LL.M 2

Permasalahan Hukum & Penangannya di Pengadilan Negeri atas Bank Bermasalah 1 Oleh: Dr. Luhut M.P Pangaribuan.,SH.,LL.M 2 KEDUDUKAN UU NO 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN & PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DAN PERAN KONSULTAN HUKUM Permasalahan Hukum & Penangannya di Pengadilan Negeri atas Bank Bermasalah 1 Oleh: Dr. Luhut

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 16 /PBI/2012 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kondisi makro ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/3/PBI/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya

Lebih terperinci

Q & A TERKAIT PENGAWASAN BANK CENTURY

Q & A TERKAIT PENGAWASAN BANK CENTURY Q & A TERKAIT PENGAWASAN BANK CENTURY Bank Indonesia melakukan tugas pengawasan bank berdasarkan Undang-Undang Perbankan khususnya pasal 37 dan PBI No.6/9/PBI/2004 tentang Tindaklanjut Pengawasan dan Penetapan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 31 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 31 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 31 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menjalankan kegiatan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah akan tetapi faktor utama yang menyebabkan krisis

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang

2017, No menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : 1. Undang-Undang No.82, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum. Konvensional. Jangka Pendek. Likuiditas. Pinjaman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6044) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan investasi di Pasar Modal. Dalam hal ini Pasar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/11/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/15/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/26/PBI/2000 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/26/PBI/2000 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/26/PBI/2000 TENTANG FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk meminimalkan risiko dalam sistem pembayaran di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal akhir-akhir ini membawa peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal akhir-akhir ini membawa peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan pasar modal akhir-akhir ini membawa peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian dunia. Bahkan pasar modal dapat juga dipandang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 30 / PBI/ 2008

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 30 / PBI/ 2008 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 30 / PBI/ 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 / PBI/ 2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Salah satu fungsi dari perbankan adalah intermediasi keuangan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Krisis global tahun 2008 disebabkan oleh permasalahan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS terjadi karena

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai penggerak pembangunan dan menjaga stabilitas perekonomian suatu negara, peranan bank sangatlah penting. Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan.

I. PENDAHULUAN. melakukan berbagai transaksi bisnis dan pembayaran-pembayaran tagihan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan Indonesia telah memainkan berbagai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Salah satu fungsi dari perbankan adalah intermediasi keuangan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

PRUlink Quarterly Newsletter

PRUlink Quarterly Newsletter PRUlink Quarterly Newsletter Publikasi dari PT Prudential Life Assurance Kuartal Kedua 2012 Sekilas Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia Informasi dan analisis yang tertera merupakan hasil pemikiran internal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 25 /PBI/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/19/PBI/2008 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pesat pasar keuangan global di masa sekarang semakin cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi direspon oleh pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan perekonomian suatu negara dan tingkat kesejahteraan penduduk secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/6/PADG/2017 TENTANG PINJAMAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah

BAB I PENDAHULUAN. dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan arus perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri perbankan Indonesia telah mengalami pasang surut. Dimulai pada tahun 1983 ketika berbagai macam deregulasi mulai dilakukan pemerintah, kemudian bisnis

Lebih terperinci

No resort. Akses Bank untuk memperoleh pembiayaan likuiditas tersebut juga merupakan upaya Bank Indonesia untuk turut serta mencegah dan menan

No resort. Akses Bank untuk memperoleh pembiayaan likuiditas tersebut juga merupakan upaya Bank Indonesia untuk turut serta mencegah dan menan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6045 PERBANKAN. BI. Bank Umum Syariah. Jangka Pendek. Likuiditas. Pembiayaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 83) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve

I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekses likuiditas merupakan jumlah cadangan bank yang didepositokan di bank sentral ditambah dengan uang kas yang disimpan untuk keperluan operasional harian bank (cash

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7 / 36 / PBI / 2005 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

PENGUNGKAPAN NILAI LIQUIDITY COVERAGE RATIO (LCR)

PENGUNGKAPAN NILAI LIQUIDITY COVERAGE RATIO (LCR) PENGUNGKAPAN NILAI LIQUIDITY COVERAGE RATIO (LCR) Nama Bank : PT. Bank Woori Saudara Indonesia 1906, Tbk. NILAI LCR (%) Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV (1) (2) (3) (4) Bank Secara Individual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak

2 Penyesuaian dilakukan dengan memasukkan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) dalam kebijak TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Giro Wajib Minimum. Rupiah. Valuta Asing. Bank Umum. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 152). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Krisis finansial global muncul sejak bulan Agustus tahun 2007, yaitu pada

BAB II LANDASAN TEORI. Krisis finansial global muncul sejak bulan Agustus tahun 2007, yaitu pada BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Krisis Finansial Global tahun 2008 Menjelang akhir triwulan III-2008, perekonomian Indonesia dihadapkan pada suatu babak baru, yaitu runtuhnya stabilitas perekonomian

Lebih terperinci

Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite *

Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite * Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite * Naskah diterima: 2 Februari 2016; disetujui: 4 Februari 2016 A. Latar

Lebih terperinci

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Sambutan Gubernur Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Berlanjutnya Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Diskusi dan Peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Yang kami hormati, Jakarta, 10

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/4/PBI/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/4/PBI/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/4/PBI/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kondisi

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas sektor perbankan dalam suatu negara memegang peranan penting dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. Setiap orang dalam melakukan transaksi finansial yang berhubungan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi perekonomian global, ditandai dengan meningkatnya harga minyak dunia sampai menyentuh harga tertinggi $170

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad 21 persaingan dunia usaha semakin ketat. Perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad 21 persaingan dunia usaha semakin ketat. Perusahaanperusahaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Memasuki abad 21 persaingan dunia usaha semakin ketat. Perusahaanperusahaan dituntut untuk dapat bekerja keras meningkatkan kapasitasnya dalam banyak hal untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sebagai negara small open economy yang menganut sistem devisa bebas dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap serangan krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri perbankan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi keuangan, moneter dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L

2017, No Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional; Mengingat : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (L No.87, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Umum Konvensional. GWM. Rupiah. Valuta. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6047) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

Issu-Issu Global Menyikapi Krisis Ekonomi Tahun 2009

Issu-Issu Global Menyikapi Krisis Ekonomi Tahun 2009 Issu-Issu Global Menyikapi Krisis Ekonomi Tahun 2009 Oleh : Marsuki Disampaikan pada acara: Pendidikan dan Pelatihan Juru Kampanye DPD-II Partai Golkar Provinsi Makassar Makassar, 20-22 Desember 2008 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai Tukar adalah harga mata uang dari suatu negara yang diukur, dibandingkan, dan dinyatakan dalam nilai mata uang negara lainnya. 1 Krisis moneter yang terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/ PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/ PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/17/ PBI/ 2013 TENTANG TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia

Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia Menjamin Likuiditas Melalui Perbankan Dr. Wimboh Santoso Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia Agenda Pembahasan 2 I. Kondisi Sektor Keuangan dan Perbankan II. III. Kebijakan BI dalam menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, karena lembaga

BAB I PENGANTAR. yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, karena lembaga BAB I PENGANTAR A. Latar belakang Lembaga Perbankan merupakan sebuah lembaga yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian negara, karena lembaga perbankan mempertemukan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir mulai dari praderegulasi sampai pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediately institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian. Sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era perdagangan bebas saat ini telah meningkatkan interaksi antara Negara berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) 1. SBI 3 bulan PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia) SBI 3 bulan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen untuk melakukan operasi

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH?

SEBERAPA JAUH RUPIAH MELEMAH? Edisi Maret 2015 Poin-poin Kunci Nilai tukar rupiah menembus level psikologis Rp13.000 per dollar AS, terendah sejak 3 Agustus 1998. Pelemahan lebih karena ke faktor internal seperti aksi hedging domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (subprime mortgage) yang melanda industri perbankan Amerika Serikat.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (subprime mortgage) yang melanda industri perbankan Amerika Serikat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada September 2008 dunia dikejutkan dengan runtuhnya sistem ekonomi kapitalis yang ditandai dengan bangkrutnya Lehman Brothers dan institusi keuangan dunia lainnya.

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

PENGUNGKAPAN NILAI LIQUIDITY COVERAGE RATIO (LCR)

PENGUNGKAPAN NILAI LIQUIDITY COVERAGE RATIO (LCR) PENGUNGKAPAN NILAI LIQUIDITY COVERAGE RATIO (LCR) Nama Bank : PT. Bank Woori Saudara Indonesia 1906, Tbk. Posisi Laporan : Triwulan II - 2017 NILAI LCR (%) Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan

Lebih terperinci

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website : Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : +62 61 3818189 +62 21 3818206 (sirkulasi)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/7/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/17/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/6/PBI/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/16/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai jembatan antara pihakyang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Bank diharapkan dapatmemberikan

Lebih terperinci

PRUlink Quarterly Newsletter

PRUlink Quarterly Newsletter PRUlink Quarterly Newsletter Kuartal Kedua 2014 PT Prudential Life Assurance terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Sekilas Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia Informasi dan analisis yang tertera merupakan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5872 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I EKONOMI. Sistem Keuangan. Krisis. Penanganan. Pencegahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 70) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% BII (TD)

Lebih terperinci