PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI CAHAYA KELAS VIII SMP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI CAHAYA KELAS VIII SMP"

Transkripsi

1 1 PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI CAHAYA KELAS VIII SMP skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika oleh Abdul Gofar JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011 i

2 PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi yang berjudul Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Problem Based Instruction Pada Materi Cahaya Kelas VIII SMP disusun oleh Nama : Abdul Gofar NIM : telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada tanggal 9 Agustus Mengetahui, Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Dr. Sugianto, M. Si Dr. Sulhadi, M. Si NIP NIP ii

3 PENGESAHAN Skripsi yang berjudul Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Problem Based Instruction Pada Materi Cahaya Kelas VIII SMP disusun oleh Abdul Gofar telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 9 Agustus Panitia: Ketua Sekretaris Dr. Kasmadi Imam S, M. S Dr. Putut Marwoto, M. S NIP NIP Ketua Penguji Dr. Suharto Linuwih, M. Si NIP Anggota Penguji/ Pembimbing Utama Anggota Penguji/ Pembimbing Pendamping Dr. Sugianto, M. Si Dr. Sulhadi, M. Si NIP NIP iii

4 PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Problem Based Instruction Pada Materi Cahaya Kelas VIII SMP ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peratuaran perundang-undangan. Semarang, 9 Agustus 2011 Abdul Gofar NIM iv

5 MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto : Hidup adalah anugerah yang harus dijalani dengan hati yang tulus Kita tidak akan bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain Skripsi ini saya persembahkan untuk : Orang tua saya, Bapak Largo bin Sahid dan Ibu Sutarni binti Juki, terimakasih atas kasih sayang dan doanya. Mbak Musyarofah dan Adek Siti Hanifah, terimakasih atas doanya. Retno Muldianti Pramitasari dan keluarga, terimakasih atas kasih sayang, motivasi dan doanya. Sobat-sobat Ever Green, terima kasih atas doanya. v

6 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-nya yang senantiasa tercurah sehingga tersusunlah skripsi berjudul Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Problem Based Instruction Pada Materi Cahaya Kelas VIII SMP. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa saran, bimbingan, motivasi dan bantuan dalam bentuk lain, maka penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dra. Pratiwi Dwijananti, M. Si, dosen wali yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama kuliah. 2. Dr. Sugianto, M.Si, dosen pembimbing I yang sabar mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi. 3. Dr. Sulhadi, M.Si, dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan penuh tanggung jawab memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak/Ibu dosen khususnya Jurusan Fisika FMIPA yang telah memberi bekal kepada penulis selama kuliah. 5. Kepala SMP Negeri 1 Juwana yang telah memberikan ijin penelitian. 6. Bapak/Ibu guru fisika SMP Negeri 1 Juwana yang telah memberikan fasilitas dan dukungan kepada penulis selama mengadakan penelitian. 7. Teman-teman NABLA dan seluruh mahasiswa Pendidikan Fisika Angkatan vi

7 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulisan skripsi ini belum sempurna, kritik dan saran selalu penulis harapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Semarang, Agustus 2011 Penulis vii

8 ABSTRAK Gofar, A Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Problem Based Instruction Pada Materi Cahaya. Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Metematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Sugianto, M. Si, dan Pembimbing Pendamping Dr. Sulhadi, M. Si. Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif, Problem Based Instruction (PBI), Hasil Belajar Kognitif. Pembelajaran ekspositori masih berpusat pada guru yang mengakibatkan siswa pasif dalam proses pembelajaran fisika. Kondisi ini menyebabkan hasil belajar siswa belum optimal sehingga perlu dicari alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktivan siswa. Alternatif model pembelajaran yang dipilih adalah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Intruction (PBI). Penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI dapat mengaktifkan siswa, karena menekankan pada pembelajaran individu dalam kerja kelompok. Siswa juga mengalami langsung pembelajaran melalui penyelesaian permasalahan nyata sehingga siswa belajar dari fakta menuju konsep. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Hasil uji homogenitas dengan uji kesamaan dua varian menunjukkan sampel penelitian homogen. Rancangan penelitian menggunakan Control Group Pretest Posttest. Hasil analisis data menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori. Uji normalized gain menunjukkan peningkatan hasil belajar kognitif siswa pada kelas eksperimen sebesar 0,53 dan kelas kontrol sebesar 0,39. Uji hipotesis menggunakan uji t pihak kanan data hasil belajar kognitif diperoleh t hitung = 4,10. Simpulan yang dapat diambil yaitu model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa dan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori. viii

9 DAFTAR ISI PRAKATA... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Pembatasan Masalah Penegasan Istilah Sistematika Penulisan Skripsi... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Model Pembelajaran Model Pembelajaran Kooperatif Problem Based Instruction Aktivitas Siswa ix

10 2.5 Materi Cahaya Kerangka Berpikir Hipotesis BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Desain Penelitian Variabel Penelitian Prosedur Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Penyusunan Perangkat Tes Uji Coba Instrumen Penelitian Metode Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Awal Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir Pembahasan BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Saran x

11 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 3.1 Desain Penelitian Control Group Pretest Posttest Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Hasil Uji Pihak Kanan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Jenis-jenis pemantulan Diagram sinar untuk menentukan bayangan sebuah anak panah pada sebuah cermin datar Pemantulan cahaya Permukaan cermin lengkung Cermin cekung mengumpulkan sinar pantul Pemantulan sinar datang sejajar sumbu utama pada cermin cekung Pemantulan sinar datang menuju fokus pada cermin cekung Pemantulan sinar datang melalui pusat kelengkungan cermin cekung Bayangan benda yang diletakkan di antara titik fokus dan cermin cekung memiliki sifat maya, sama tegak, dan diperbesar Cermin cembung menyebarkan sinar pantul (divergen) Pemantulan sinar datang sejajar sumbu utama pada cermin cembung Pemantulan sinar datang menuju titik fokus cermin cembung Pemantulan sinar datang menuju titik fokus cermin cembung xiii

14 2.14 Bayangan yang terbentuk pada cermin cembung selalu maya, tegak, dan diperkecil Lensa cembung bersifat konvergen atau mengumpulkan sinar Lensa cembung: a. bikonveks, b. plan konveks, dan c. konkaf konveks Lensa cekung bersifat divergen atau menyebarkan sinar Lensa cekung: a. bikonkaf, b. plan konkaf dan c. konveks konkaf Skema kerangka berpikir penelitian Langkah-langkah penelitian Data hasil pretest siswa Data hasil posttest siswa Nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa Hasil uji gain Nilai rata-rata aktivitas siswa kelas eksperimen xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Kisi-Kisi Soal Uji Coba Soal Uji Coba Kunci Jawaban Soal Uji Coba Analisis Soal Uji Coba Contoh Perhitungan Analisis Soal Uji Coba Kisi-kisi Soal Pretest Posttest Soal Pretest Posttest Kunci Jawaban Soal Pretest Posttest Lembar Observasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Silabus Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen Lembar Kegiatan Siswa Kelas Eksperimen Daftar Nilai Raport Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Uji Kesamaan Dua Varian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Data Pretest Siswa Data Posttest Siswa Uji Normalitas Data Posttest Kelas Eksperimen xv

16 18 Uji Normalitas Data Posttest Kelas Kontrol Uji Signifikansi Hasil Belajar Kognitif Uji Normalized Gain Analisis Lembar Observasi Aktivitas Kelas Eksperimen Foto Dokumentasi Penelitian Surat-surat Penelitian xvi

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang utama dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa untuk dapat benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, maka harus belajar memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri dan selalu bergulat dengan ide ide ataupun pertanyaan-pertanyaan. Tugas utama pendidik tidak hanya menjejalkan sejumlah informasi ke benak siswa, tetapi mengusahakan konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa. Fisika merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk berpikir kritis. Fisika bukan suatu pelajaran yang bersifat hapalan rumus belaka yang sering dijumpai di sekolah. Fisika lebih menekankan kemampuan berpikir daripada kemampuan menghapal rumus-rumus. Fisika juga mengutamakan kemampuan mengadakan pengamatan secara teliti, menggunakan prinsip melakukan percobaan sederhana, menyusun dan menganalisis data. Fisika merupakan mata pelajaran yang menghubungkan fakta fakta dengan suatu konsep. Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru mata pelajaran fisika SMP Negeri 1 Juwana menunjukkan hasil belajar fisika siswa kelas VIII masih rendah. Jumlah siswa yang belum tuntas pada ujian tengah semester ganjil sebesar 1

18 2 30%. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika, salah satunya model pembelajaran yang digunakan oleh pengajar. Siswa hanya ditempatkan sebagai pendengar dalam pembelajaran yang berorientasi pendekatan ekspositori, sebaliknya peran guru dalam pembelajaran tersebut sangat dominan. Proses belajar mengajar di SMP Negeri 1 Juwana masih berpusat pada guru sehingga guru terlihat sangat aktif dan siswa terlihat pasif. Hal ini mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya pada guru mengenai materi yang kurang dipahami. Suasana belajar di kelas menjadi sangat monoton dan kurang menarik. Upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut diperlukan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat membuat siswa lebih aktif. Guru dapat memanfaatkan tiga komponen siswa dalam suatu kelas yaitu siswa berkemampuan tinggi, siswa berkemampuan sedang, dan siswa berkemampuan rendah untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Pemanfaatan ketiga komponen tersebut diharapkan dapat memberikan hasil belajar yang baik bagi siswa. Model pembelajaran yang dapat memunculkan masalah yang ada di kehidupan sehari-hari juga diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemunculan masalah ini dapat memotivasi siswa dalam proses pembelajaran serta membimbing siswa untuk menguasai konsep dari penyelesaian suatu permasalahan. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menerapkan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan

19 3 Problem Based Instruction (PBI). Penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI mendorong siswa untuk menghubungkan fakta fakta dengan konsep konsep fisika sehingga diharapkan hasil belajar siswa meningkat. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika saling berdiskusi dengan temannya (Trianto, 2007: 41). Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial (Suprijono, 2010: 61). Pembelajaran kooperatif mendorong siswa belajar dari pengalaman dan partisipasi aktif dalam kelompok. Pada saat siswa belajar ketrampilan sosial, siswa juga dapat mengembangkan sikap demokratis dan kemampuan berpikir logis. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial (Sanjaya, 2007: 242). Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik siswa pada kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik (Trianto, 2007: 44). Pembelajaran kooperatif dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika (Zakaria, 2010). Model pembelajaran ini memiliki potensi untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam bidang matematika. Hasil penelitian Zakaria dapat memberikan rujukan dan dukungan terhadap keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam pelajaran fisika.

20 4 PBI merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan otentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Permasalahan nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghafal konsep (Trianto, 2007: 67). PBI merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar dasar berpikir ilmiah pada siswa, sehingga siswa banyak mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah (Sanjaya, 2007: 216). Pembelajaran PBI menempatkan siswa sebagai subyek yang belajar sedangkan peranan guru adalah sebagai pembimbing dan fasilisator. Pendekatan PBI mendorong siswa untuk berusaha mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya (Trianto, 2007: 67). PBI memfasilitasi siswa untuk menyusun pola pikir dari fakta menuju konsep (Suprijono, 2010: 70). Penerapan PBI pada pelajaran kimia dapat meningkatkan hasil belajar siswa (Bilgin, 2009). PBI mendorong siswa untuk belajar dari ilmu pengetahuan sehingga memperoleh pemahaman yang luas mengenai suatu konsep. Hasil penelitian dari Bilgin dapat mendukung penerapan PBI pada ilmu pengetahuan lainnya, termasuk ilmu fisika.

21 5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa pada materi cahaya? (2) Apakah hasil belajar kognitif siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction lebih baik daripada hasil belajar siswa dengan menggunakan metode ekspositori? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui hasil belajar kognitif penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction pada materi cahaya. (2) Menganalisis hasil belajar kognitif penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction dan hasil belajar kognitif pembelajaran ekspositori pada materi cahaya.

22 6 1.4 Manfaat Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti berharap ada manfaat yang dapat diambil antara lain: (1) Bagi siswa Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, melatih kerja sama antar siswa dan dapat mempererat hubungan antar siswa. (2) Bagi guru Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi guru untuk meningkatkan ketrampilan memilih model pembelajaran yang sesuai dan bervariasi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. (3) Bagi sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik untuk sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. (4) Bagi peneliti Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian berikutnya.

23 7 1.5 Pembatasan Masalah Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap permasalahan dalam penelitian ini perlu diperhatikan batasan- batasan masalah sebagai berikut: (1) Hasil belajar yang dikaji dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif. Hasil belajar kognitif dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa mengenai materi cahaya pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. (2) Materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah cahaya untuk kelas VIII SMP. 1.6 Penegasan Istilah Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu adanya penegasan istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini Model Pembelajaran Model dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti contoh, pola, acuan, ragam (Poerwodaminto, 2002: 653). Pembelajaran merupakan suatu proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa agar memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan dan sikap (Dimyati & Mudjiono, 2009: 157). Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain sebagainya (Trianto, 2007: 5).

24 Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang melatih siswa untuk bekerja sama sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan masalah. Pembelajaran kooperatif menempatkan siswa untuk belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya (Trianto, 2007: 42) Problem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri. PBI mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, menganalisis informasi, melakukan eksperimen jika diperlukan, serta merumuskan kesimpulan (Trianto, 2007: 68) Ekspositori Ekspositori merupakan metode pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu, definisi, konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta-fakta, konsep, dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh guru (Sanjaya, 2007: 179).

25 Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar merupakan perubahan tingkah perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2007: 5). Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar yang berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian (Anni, 2007: 7) Materi Cahaya Materi cahaya merupakan kelanjutan dari materi getaran dan gelombang. Ruang lingkup dari materi cahaya adalah menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. Pemilihan materi cahaya ini didasarkan pada keterkaitan materi cahaya dengan kehidupan sehari-hari. Pemilihan materi ini juga didasarkan pada waktu penelitian. 1.7 Sistematika Penulisan Skripsi Penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi skripsi, dan bagian akhir. Bagian pendahuluan skripsi berisi halaman judul, pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran. Bagian isi skripsi terdiri dari bab I, bab II, bab III, bab IV, dan bab V. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi. Bab II merupakan tinjauan pustaka yang berisi tentang model pembelajaran, model pembelajaran kooperatif, Problem

26 10 Based Instruction, aktivitas siswa, tinjauan materi cahaya, kerangka berpikir dan hipotesis. Bab III merupakan metode penelitian yang berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, desain penelitian, variabel penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data, uji coba instrumen penelitian dan metode analisis data. Bab IV merupakan hasil dan pembahasan dari penelitian, sedangkan bab V merupakan penutup berisi yang kesimpulan dan saran. Bagian akhir dari skripsi ini berisi daftar pustaka dan lampiran.

27 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Trianto, 2007: 5). Menurut Soekamto, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 5), model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Menurut Eggen dan Kauchak, sebagaimana dikutip Trianto (2007: 5) model pembelajaran dapat memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar. Suatu model pembelajaran akan disebut sebagai model pembelajaran jika mempunyai 4 ciri berikut (Trianto, 2007: 6): (1) Terdapat rasional teoritik yang logis atau kajian ilmiah yang disusun oleh penemunya; (2) Terdapat tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui tindakan pembelajaran tersebut; (3) Terdapat tingkah laku belajar-mengajar yang khas yang diperlukan oleh guru; (4) Terdapat lingkungan belajar yang spesifik agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai. 11

28 12 Pemilihan suatu model pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai (Trianto, 2007: 9). Hal ini bertujuan agar tujuan pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai. Wawasan tentang suatu model pembelajaran akan memberikan kemudahan bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas (Trianto, 2007: 10). Hal yang harus diperhatikan oleh guru adalah apapun model pembelajaran yang digunakan hendaknya dapat menarik siswa dan dapat memotivasi siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. 2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda untuk menyelesaikan sebuah masalah atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama (Trianto, 2007: 41). Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong bekerjasama dalam suatu tugas bersama dan harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan suatu tugas. Peran guru dalam pembelajaran bukan hanya sebagai informator akan tetapi sebagai organisator program pembelajaran, fasilitator bagi pembelajaran siswa dan sebagai evaluator bagi keberhasilan pembelajaran siswa (Trianto, 2007: 42). Ciri ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar; (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah; (3) Bila mungkin, kelompok berasal dari ras, budaya, agama, suku, dan jenis yang berbeda;

29 13 (4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu (Trianto, 2007: 47). Unsur unsur pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok; (2) Para siswa membagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerja sama selama belajar; (3) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan; (4) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, di sanping tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi; (5) Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besar antara anggota kelompoknya; (6) Para siswa diminta tanggung jawabnya secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Ibrahim, 2000: 6). Pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa mengembangkan ketrampilan ketrampilan yang diperlukan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan penting yaitu : (1) hasil belajar akademik; (2) penerimaan terhadap keberagaman; dan (3) pengembangan ketrampilan sosial (Trianto, 2007: 44). Hasil pembelajaran akademik yang dimaksudkan dalam pembelajaran kooperatif adalah pemahaman terhadap konsep-konsep yang sulit serta peningkatan kinerja ilmiah dalam tugas akademik. Heterogenitas yang menyebabkan adanya kelompok atas dan kelompok bawah dimanfaatkan siswa untuk saling menguntungkan dalam belajar. Kerjasama dan kolaborasi ditumbuhkan sehingga dapat terhindar dari rasa permusuhan antar siswa. Situasi belajar semacam ini memberi dampak nyata kepada siswa ketika berada dalam masyarakat.

30 Prosedur Pembelajaran Kooperatif Menurut Sanjaya (2007: 248), prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu: (1) penjelasan materi; (2) belajar dalam kelompok; (3) penilaian; dan (4) pengakuan tim. (1) Penjelasan Materi Tahap ini merupakan proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum peserta didik belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman peserta didik terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai. Selanjutnya, peserta didik akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok. Pada tahap ini, guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, serta demonstrasi. Di samping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik peserta didik. (2) Belajar dalam Kelompok Pada tahap ini, guru melakukan pembentukan kelompok yang heterogen. Melalui tahapan ini, peserta didik didorong untuk melakukan tukar menukar informasi dan pendapat, mendiskusikan permasalahan secara bersama-sama, membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi hal-hal yang kurang tepat. (3) Penilaian Penilaian dalam tahap ini, dapat dilakukan dengan tes atau kuis baik secara individu maupun kelompok. Tes ini akan memberikan informasi tentang kemampuan setiap peserta didik ataupun kelompok.

31 15 (4) Pengakuan Tim Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan. Pengakuan dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Menurut Sanjaya (2007: ), keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran diantaranya: (1) Peserta didik tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari peserta didik yang lain; (2) Pembelajaran ini dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain; (3) Pembelajaran ini dapat membantu anak untuk respek pada orang lainnya dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan; (4) Pembelajaran ini dapat membantu memberdayakan setiap peserta didik untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar; (5) Pembelajaran ini ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaigus kemampuan sosial; (6) Pembelajaran ini dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Peserta didik dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya; (7) Pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan peserta didik menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata; (8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

32 Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Menurut Sanjaya (2007: ), kelemahan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) Untuk peserta didik yang memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh peserta didik yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, akan mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok; (2) Ciri utama dari pembelajaran ini adalah peserta didik saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, dapat terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh peserta didik; (3) Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran ini didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu; (4) Keberhasilan pembelajaran ini dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang cukup lama. Keunggulan dan kelemahan tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan pembelajaran kooperatif sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai. 2.3 Problem Based Instruction Problem Based Instruction (PBI) merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan nyata dengan tujuan untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri (Trianto, 2007: 68). Permasalahan nyata jika diselesaikan secara nyata mendorong siswa memahami konsep bukan sekadar menghafal konsep. PBI membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan siswa sendiri tentang dunia sosial di sekitarnya (Trianto, 2007: 68).

33 17 PBI mempunyai lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah di bawah ini (1) Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membentuk siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi yang sesuai. Guru membimbing siswa melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan serta membantu siswa berbagi tugas dengan temannya. (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan (Trianto, 2007: 71-72).

34 18 Peran guru di dalam kelas PBI menurut Ibrahim, sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 72) antara lain sebagai berikut: (1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah otentik. (2) Memfasilitasi/ membimbing penyelidikan. (3) Memfasilitasi dialog siswa. (4) Mendukung belajar siswa Keunggulan PBI PBI merupakan alternatif pembelajaran yang mendorong siswa belajar ilmu pengetahuan dengan jalan memberikan permasalahan untuk diselesaikan (Bilgin, 2009). Pemberian masalah mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Pemecahan dari suatu permasalahan dalam pembelajaran PBI dapat memotivasi siswa dan mendorong pemahaman materi secara mendalam (Bilgin, 2009). Menurut Sanjaya (2007: 220), PBI memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: (1) Penyelesaian dari suatu permasalahan merupakan teknik yang bagus untuk lebih memahami isi pelajaran; (2) PBI dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa; (3) PBI dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran; (4) PBI dapat membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata; (5) PBI dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan baru; (6) PBI dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa tujuan dari ilmu pengetahuan adalah mengembangkan pola piker manusia; (7) PBI dianggap menyenangkan dan lebih disukai siswa;

35 19 (8) PBI dapat mengembangkan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru; (9) PBI dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata; (10) PBI dapat mengembangkan minat siswa untuk belajar terus menerus. Keunggulan-keunggulan ini menjadi acuan dan bahan pertimbangan penerapan PBI sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai Kelemahan PBI PBI merupakan pembelajaran yang tidak dirancang untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa (Trianto, 2007: 70). Menurut Ibrahim sebagaimana dikutip Trianto (2007: 70), PBI dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual. Hal tersebut mengakibatkan diperlukannya persiapan dan pengelolaan kelas yang cukup rumit. Menurut Sanjaya (2007: 221), PBI memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: (1) Manakala siswa tidak mempunyai minat atau kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit, maka siswa enggan untuk mencobanya; (2) Keberhasilan PBI membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; (3) Tanpa adanya pemahaman mengapa berusaha untuk memecahkan yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka pelajari. 2.4 Aktivitas Siswa Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa (Sanjaya, 2007: 135). Sistem pembelajaran harus

36 20 menempatkan siswa sebagai subyek yang belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa. Aktivitas merupakan salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Aktivitas diperlukan dalam pembelajaran karena prinsip belajar adalah berbuat learning by doing, berbuat mengubah tingkah laku sehingga di dalam proses pembelajaran terjadi suatu kegiatan. Menurut Hamalik (2001: 171), pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Hal ini menunjukkan setiap orang yang belajar harus aktif. Tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi. Keaktifan peserta didik selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator peserta didik memahami suatu konsep. Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran menghasilkan interaksi yang tinggi antara guru dengan peserta didik, ataupun dengan peserta didik sendiri. Menurut Hamalik (2001: 172), aktivitas yang timbul dari peserta didik akan mengakibatkan terbentuknya pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan ketrampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Aktivitas dalam pembelajaran dapat mendorong peningkatan prestasi belajar peserta didik (Sanjaya, 2007:137). Salah satu pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa adalah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI. Aktivitas pembelajaran tersebut dilaksanakan dalam kegiatan kelompok, sehingga antar peserta dapat bertukar pikiran, pengalaman dan gagasan. Aktivitas pembelajaran ini muncul karena adanya permasalahan nyata yang membutuhkan suatu penyelesaian. Aktivitas ini

37 21 memberikan pengalaman kepada siswa, sehingga siswa dapat memahami konsep dari suatu fakta. Menurut Sanjaya (2007, 141) aspek aktivitas siswa dalam pembelajaran ada tiga yaitu (1) keaktifan siswa dalam perencanaan pembelajaran; (2) keaktifan siswa dalam proses pembelajaran; dan (3) keaktifan siswa dalam kegiatan evaluasi pembelajaran. Semakin siswa terlibat dalam ketiga aspek tersebut maka semakin tinggi kadar keaktivan siswa. Sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SMP dan materi pelajaran yang disajikan, maka aktivitas siswa yang dikaji adalah (1) memperhatikan penjelasan guru; (2) kerja kelompok aktif dan terarah; (3) presentasi kelompok; (4) respon positif terhadap kelompok yang presentasi; dan (5) menyelesaikan tugas secara berkelompok. 2.5 Cahaya Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat merambat tanpa adanya medium. Ketika cahaya menimpa permukaan benda, sebagian cahaya dipantulkan. Sisanya diserap oleh benda (dan diubah menjadi energi panas) atau jika benda tersebut transparan seperti kaca atau air, sebagian diteruskan Pemantulan Cahaya Ketika cahaya menimpa permukaan yang kasar, bahkan yang kasar secara mikroskopis pantulan memiliki banyak arah. Pantulan ini disebut pemantulan baur.

38 22 (a) pemantulan baur (b) pemantulan teratur Gambar 2.1 Jenis-jenis pemantulan Gambar 2.1 menunjukkan pemantulan pada permukaan kasar (Gambar 2.1a) dan cermin (Gambar 2.1b). Cermin datar memiliki permukaan yang rata dan licin, sehingga sinar pantul pada cermin datar menghasilkan berkas yang sejajar menuju suatu arah tertentu (Gambar 2.1b). Sebaliknya, permukaan triplek tidak rata, penuh tonjolan, dan lekukan yang menyebabkan sinar pantul tidak menuju ke satu arah tertentu, tetapi menuju berbagai arah secara tidak teratur (Gambar 2.1a). Pemantulan cahaya oleh permukaan rata disebut pemantulan teratur atau pemantulan spekular, sedangkan pemantulan cahaya oleh permukaan yang tidak rata disebut pemantulan baur atau pemantulan kasar. Pada saat melihat bendabenda di sekitar atau melihat pemandangan, mata akan terasa nyaman. Hal tersebut karena sinar pantul yang terjadi termasuk pemantulan baur. Intensitas cahaya yang mengenai mata tidak terlalu besar karena tidak semua sinar pantul menuju mata Cermin datar Bayangan yang dilihat ketika meletakkan tangan kanan di depan bidang cermin datar, maka terlihat bayangan tersebut sama ukurannya seperti objeknya. Gambar 2.2 menunjukkan sebuah anak panah dengan tinggi h berdiri sejajar bidang cermin dengan jarak s dari cermin. Dapat ditentukan dimana bayangan dari

39 23 ujung anak panah tersebut dengan menggambar dua buah sinar, satu sinar digambar tegak lurus cermin. P h α α P h s s ' Gambar 2.2 Diagram sinar untuk menentukan bayangan sebuah anak panah pada sebuah cermin datar Sinar tersebut mengenai cermin pada titik A dan dipantulkan kembali ke dirinya sedangkan sinar yang lain mengenai cermin, membentuk sudut α terhadap garis normal cermin. Sinar tersebut dipantulkan, dengan membentuk sudut α juga. Perpanjangan kedua sinar ini berpotongan dibelakang cermin menunjukkan letak bayangan ujung anak panah tersebut, seperti ditunjukkan oleh garis putus-putus pada Gambar 2.2. Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar pada Gambar 2.2 adalah sebagai berikut: (1) sama besar, (2) tegak, (3) jarak benda ke cermin sama dengan jarak bayangan ke cermin, dan (4) maya. Berkas-berkas cahaya sebenarnya tidak melewati lokasi bayangan itu sendiri sehingga bayangan tersebut tidak muncul pada kertas atau film yang diletakkan di

40 24 lokasi bayangan. Dengan demikian, bayangan seperti ini disebut bayangan maya. Nama ini diberikan untuk membedakan dari bayangan nyata dimana cahaya memang melewati bayangan dan dapat muncul pada kertas atau film yang diletakkan pada posisi bayangan. Jika terdapat dua buah cermin datar yang membentuk sudut αº, maka banyaknya bayangan yang dibentuk dirumuskan oleh persamaan sebagai berikut: Keterangan dari rumus di atas adalah n banyaknya bayangan yang dibentuk, dan α sudut antara dua cermin. Perhatikan Gambar 2.3, ketika suatu berkas cahaya sempit menimpa permukaan yang rata maka akan terbentuk sudut datang dan sudut pantul. Sudut datang merupakan sudut yang dibentuk berkas sinar datang dengan garis normal sedangkan sudut pantul merupakan sudut yang dibuat berkas sinar pantul dengan garis normal. Garis normal merupakan suatu garis yang tegak lurus dengan permukaan. Untuk permukaan yang rata, berkas sinar datang dan sinar pantul berada pada bidang yang sama dengan garis normal, serta besarnya sudut datang sama dengan sudut pantul.

41 25 i r Gambar 2.3 Pemantulan cahaya Gambar di atas merupakan pemantulan pada cermin datar dengan i sudut datang, dan r sudut pantul. Hukum Pemantulan: (1) Sinar datang, sinar pantul dan garis normal berada pada satu bidang datar. (2) Besar sudut datang sama dengan besar sudut pantul Cermin Melengkung Permukaan-permukaan yang memantulkan berkas cahaya tidak harus datar. Cermin lengkung yang umum berbentuk sferis, yang berarti cermin tersebut membentuk sebagian dari bola. Cermin sferis disebut cembung jika pantulan terjadi pada permukaan cermin yang menggembung keluar menuju orang yang melihat (Gambar 2.4a). Cermin dikatakan cekung jika permukaan pemantulnya ada pada permukaan dalam bola sehingga pusat cermin melengkung menjauhi orang yang melihat (seperti gua, Gambar 2.4b).

42 26 a b Gambar 2.4 Permukaan cermin lengkung Cermin cekung Cermin cekung memiliki permukaan pemantul yang bentuknya melengkung atau membentuk cekungan. Garis normal pada cermin cekung adalah garis yang melalui pusat kelengkungan, yaitu di titik C atau 2F. Sinar yang melalui titik pusat kelengkungan dipantulkan ke titik itu juga. Cermin cekung bersifat mengumpulkan sinar pantul atau konvergen. Ketika sinar-sinar sejajar dikenakan pada cermin cekung, sinar pantulnya berpotongan pada satu titik. Titik perpotongan tersebut dinamakan titik api atau titik fokus (F). Gambar 2.5 Cermin cekung mengumpulkan sinar pantul

43 27 Pada cermin cekung terdapat sinar-sinar istimewa yang dapat memudahkan dalam pembentukan bayangan sebagai berikut. (1) Sinar datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus. Gambar 2.6 Pemantulan sinar datang sejajar sumbu utama (2) Sinar datang melalui titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama. Gambar 2.7 Pemantulan sinar datang menuju fokus (3) Sinar datang melalui titik pusat kelengkungan cermin dipantulkan ke titik itu juga. Gambar 2.8 Pemantulan sinar datang melalui pusat kelengkungan

44 28 Contoh Pembentukan Bayangan pada Cermin Cekung Misalnya, sebuah anak panah diletakkan di depan sebuah cermin cekung pada jarak di antara titik fokus dan cermin. Tidak didapatkan bayangan di depan cermin. Bayangan benda kelihatan di belakang cermin cekung berupa bayangan maya, diperbesar, dan tegak. f s s Gambar 2.9 Bayangan benda yang diletakkan di antara titik fokus dan cermin memiliki sifat maya, tegak, dan diperbesar. Gambar di atas merupakan pembentukan bayangan pada cermin cekung dengan F letak titik fokus, C pusat kelengkungan cermin cekung, f jarak titik fokus, s jarak benda, dan s jarak bayangan. Hubungan antara jarak benda (s) dan jarak bayangan (s ) menghasilkan jarak fokus f. Hubungan tersebut secara matematis dapat ditulis Keterangan rumus di atas adalah f jarak fokus (m), s jarak benda (m), dan s jarak bayangan (m).

45 Cermin Cembung Selain cermin datar dan cermin cekung, terdapat pula cermin cembung. Pada cermin cembung, bagian mukanya berbentuk seperti kulit bola, bagian muka cermin cembung melengkung ke luar. Titik fokus cermin cembung berada di belakang cermin sehingga bersifat maya dan bernilai negatif. Cermin cembung memiliki sifat menyebarkan sinar (divergen). Jika sinar datang sejajar dengan sumbu utama mengenai cermin cembung, sinar pantul menyebar. Jika sinar-sinar pantul pada cermin cembung diperpanjang pangkalnya, maka sinar berpotongan di titik fokus (titik api) di belakang cermin. Pada perhitungan, titik api cermin cembung bernilai negatif. Gambar 2.10 Cermin cembung menyebarkan sinar pantul (divergen). Pada cermin cembung terdapat sinar-sinar istimewa yang dapat memudahkan dalam pembentukan bayangan sebagai berikut. (1) Sinar datang sejajar dengan sumbu utama dipantulkan seolah-olah dari titik fokus. Gambar 2.11 Pemantulan sinar datang sejajar dengan sumbu utama pada cermin cembung

46 30 (2) Sinar datang menuju titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama. Gambar 2.12 Pemantulan sinar datang menuju titik fokus cermin cembung (3) Sinar datang menuju pusat kelengkungan dipantulkan seolah-olah dari titik itu juga. Gambar 2.13 Pemantulan sinar datang menuju pusat kelengkungan cermin cembung Pembentukan Bayangan pada Cermin Cembung Benda yang diletakkan di depan cermin cembung selalu menghasilkan bayangan di belakang cermin dengan sifat maya, tegak, dan diperkecil. Hubungan antara jarak benda s dan jarak bayangan s', dan titik fokus f memiliki persamaan yang sama dengan cermin cekung. Cermin cembung mempunyai nilai jarak fokus selalu negatif.

47 31 s s f Gambar 2.14 Bayangan yang terbentuk pada cermin cembung selalu maya, tegak, dan diperkecil Pembiasan Cahaya Berkas cahaya dari udara yang masuk ke dalam kaca mengalami pembelokan. Peristiwa tersebut disebut pembiasan cahaya. Hal ini disebabkan medium udara dan medium kaca memiliki kerapatan optik yang berbeda. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembiasan cahaya terjadi akibat cahaya melewati dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Hukum pembiasan cahaya: (1) Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar; (2) Jika sinar datang dari medium yang kurang rapat menuju medium yang lebih rapat, sinar dibiaskan mendekati garis normal. Jika sinar datang dari medium lebih rapat menuju medium kurang rapat, sinar dibiaskan menjauhi garis normal Indeks Bias Berkas cahaya yang melewati dua medium yang berbeda menyebabkan cahaya berbelok. Di dalam medium yang lebih rapat, kecepatan cahaya lebih kecil dibandingkan pada medium yang kurang rapat. Akibatnya, cahaya membelok.

48 32 Perbandingan laju cahaya dari dua medium tersebut disebut indeks bias dan diberi simbol (n). Jika cahaya merambat dari udara atau hampa ke suatu medium, indeks biasnya disebut indeks bias mutlak. Secara matematis dituliskan Keterangan dari rumus di atas adalah n indeks bias mutlak, c laju cahaya (m/s), dan v laju cahaya dalam medium (m/s). Jika salah satu medium tersebut bukan udara, perbandingan laju cahaya tersebut merupakan nilai relatif atau indeks bias relatif. Misalnya, berkas cahaya merambat dari medium 1 dengan kelajuan v 1 masuk pada medium 2 dengan kelajuan v 2, indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1 adalah: dan Sehingga : atau Keterangan dari rumus di atas adalah indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1, kecepatan pada medium 1, dan kecepatan pada medium Lensa Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua permukaan berdasarkan bentuk permukaannya. Lensa dibedakan menjadi dua macam, yaitu lensa cembung dan lensa cekung.

49 Lensa Cembung Jika sinar-sinar sejajar dilewatkan pada lensa cembung, sinar-sinar biasnya berkumpul pada satu titik. Sifat lensa cembung adalah mengumpulkan sinar (konvergen). F Gambar 2.15 Lensa cembung bersifat konvergen atau mengumpulkan sinar Terdapat tiga macam lensa cembung yaitu (1) bikonveks; (2) plan konveks; dan (3) konkaf konveks. a b c Gambar 2.16 Lensa cembung: a. bikonveks, b. plan konveks, dan c. konkaf konveks Lensa Cekung Lensa cekung adalah lensa yang bagian tengahnya berbentuk cekung lebih tipis dari bagian tepinya. Jika sinar-sinar sejajar dikenakan pada lensa cekung, sinar- sinar biasnya menyebar seolah-olah berasal dari satu titik yang disebut titik fokus.

50 34 Titik fokus lensa cekung berada pada sisi yang sama dengan sinar datang sehingga titik fokus lensa cekung bersifat maya atau semu dan bernilai negatif. F 1 F 2 Gambar Lensa cekung bersifat divergen atau menyebarkan sinar Terdapat tiga macam lensa cekung yaitu (1) bikonkaf; (2) plan konkaf; dan (3) konveks konkaf. a b c Gambar 2.18 Lensa cekung: a. bikonkaf, b. plan konkaf dan c. konveks konkaf 2.6 Kerangka Berpikir Fisika merupakan ilmu yang betujuan meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Penerapan fisika dalam kehidupan bertujuan agar setiap individu mampu mengatasi masalah-masalah yang ada dalam kehidupan. Oleh sebab itu, dalam membelajarkan fisika tidak tepat jika hanya berpusat pada guru dan menghafalkan materi-materi serta rumus-rumus yang ada di buku-buku sekolah saja. Siswa beranggapan bahwa pelajaran fisika adalah pelajaran yang sulit, menakutkan, penuh dengan rumus-rumus, dan membosankan.

51 35 Pembelajaran fisika di SMP Negeri 1 Juwana menggunakan metode ekspositori. Pembelajaran masih berpusat pada guru yang mengakibatkan siswa cenderung kurang termotivasi, kurang aktif, dan bergantung pada pengetahuan guru. Kondisi seperti ini menyebabkan hasil belajar siswa belum optimal. Model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dibutuhkan untuk mengkonstruk pengetahuan siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction. Model pembelajaran ini mendorong siswa untuk menemukan konsep-konsep dan menghubungkannya dengan fakta di kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kerangka berpikir di atas dijelaskan pada Gambar 2.19 Materi fisika Pembelajaran ekspositori Siswa pasif dan bergantung pada guru Siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran Pembelajaran kooperatif dengan PBI Hasil belajar siswa rendah Siswa aktif dan hasil belajar meningkat Gambar 2.19 Skema Kerangka Berpikir Penelitian

52 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah (1) Ho: Model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI tidak dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Juwana pada materi cahaya. Ha: Model Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Juwana pada materi cahaya. (2) Ho: Hasil belajar kognitif pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI sama dengan hasil belajar kognitif pembelajaran ekspositori. Ha: Hasil belajar kognitif pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI lebih baik dari hasil belajar kognitif pembelajaran ekspositori.

53 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian eksperimen ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Juwana yang berlokasi di jalan Silugonggo nomor 46 Juwana kabupaten Pati pada tanggal 14 Februari sampai dengan 21 April Populasi dan Sampel Populasi Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006: 130). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Juwana kabupaten Pati tahun pelajaran Sampel Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil dengan cara cara tertentu (Arikunto, 2006: 131). Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai obyek penelitian, yaitu kelas eksperimen sebagai kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran ekspositori. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu mengambil dua kelas dari populasi dengan tujuan tertentu. Hal ini karena adanya sistem klasifikasi kelas di SMP Negeri 1 Juwana. Salah satu kelas sebagai kelompok eksperimen 37

54 38 yaitu kelas VIIIC dan satu kelas lainnya sebagai kelompok kontrol yaitu kelas VIIID. Hasil uji homogenitas menunjukkan dua kelas tersebut homogen yang berarti kedua kelas sebelum diberi perlakuan berawal dari titik awal yang sama. 3.3 Desain Penelitian Penelitian eksperimen ini menggunakan rancangan control group pretest posttest seperti Tabel 3.1. Tabel 3.1 Desain Penelitian Control Group Pretest Posttest Sampel Kondisi Awal Perlakuan Kondisi Akhir Kelas eksperimen O 1 X O 2 Kelas kontrol O 3 Y O 4 (Arikunto, 2006: 86). Keterangan dari Tabel 3.1 adalah O 1 dan O 3 pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, O 2 dan O 4 posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, X perlakuan dengan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction, dan Y perlakuan dengan pembelajaran ekspositori Kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa perlakuan dengan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction, sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan berupa pembelajaran ekspositori.

55 Variabel Penelitian Variabel bebas Variabel bebas penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction dan pembelajaran ekspositori Variabel Terikat Variabel terikat penelitian ini adalah hasil belajar kognitif siswa SMP Negeri 1 Juwana pada materi cahaya. 3.5 Prosedur Penelitian Langkah-langkah dalam penelitian ini dijelaskan pada Gambar 3.1 Persiapan Kelas eksperimen Kelas kontrol Tes awal (pretest) Tes awal (pretest) Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan PBI Pembelajaran ekspositori Tes Akhir (posttest) Tes akhir (posttest) Analisis data Gambar 3.1 Langkah-langkah penelitian

56 Tahap Persiapan Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap persiapan adalah sebagai berikut: (1) Melakukan observasi dan wawancara awal untuk mengetahui kegiatan pembelajaran yang diterapkan di SMP Negeri 1 Juwana. (2) Menyusun perangkat pembelajaran dan perangkat tes yang digunakan pedoman dalam pelaksanaan penelitian. (3) Menentukan populasi penelitian. (4) Menentukan sampel penelitian yang digunakan penelitian, yaitu satu kelas sebagai kelas kontrol dan satu kelas sebagai kelas eksperimen. (5) Melakukan uji coba soal pada kelas yang telah menempuh materi cahaya. Uji coba instrumen dilaksanakan pada kelas IXC SMP Negeri 1 Juwana. (6) Menganalisis hasil uji coba perangkat tes Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan dilaksanakan enam kali pertemuan, dengan rincian pertemuan pertama dilaksanakan pretest, empat pertemuan dilaksanakan pembelajaran dan pada pertemuan terakhir dilaksanakan posttest. Pada setiap pertemuan alokasi waktunya adalah 2 x 40 menit atau 2 jam pelajaran. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut: (1) Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum mendapatkan perlakuan. (2) Peneliti melaksanakan pembelajaran tentang materi cahaya sesuai dengan RPP yang telah dibuat.

57 41 (3) Kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran ekspositori, sedangkan kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction. (4) Kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapatkan posttest untuk mengetahui hasil belajar kognitif kedua sampel Tahap Evaluasi Tahap evaluasi merupakan tahap untuk menganalisis data hasil penelitian kedua sampel. Tahap evaluasi ini digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah ditentukan. 3.6 Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data hasil belajar siswa digunakan metode pengambilan data sebagai berikut: Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah suatu metode untuk mencari data mengenai halhal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 158). Metode ini digunakan untuk mengetahui jumlah siswa dan untuk mengumpulkan data nilai hasil belajar yang digunakan untuk analisis tahap awal Metode Tes Tes merupakan sederetan pertanyaan atau latihan atau seperangkat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan

58 42 atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes merupakan alat ukur yang terstandar (Arikunto, 2006: 150). Metode tes ini digunakan untuk mendapatkan data hasil belajar kognitif kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada materi cahaya. Dalam penelitian ini, tes diberikan dua kali kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, tes ini diberikan sebelum dan setelah kelompok eksperimen dikenai perlakuan (treatment) yang dalam hal ini adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction dan model pembelajaran ekspositori pada kelas kontrol, dengan tujuan untuk mendapatkan data akhir. Tes ini diberikan kepada kedua kelompok dengan alat yang sama. Hasil pengolahan data ini digunakan untuk menguji hipotesis penelitian Metode Observasi Metode ini digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa pada proses pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction. Uji coba lembar observasi tidak dilaksanakan, tetapi hanya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru kelas. 3.7 Metode Penyusunan Perangkat Tes Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes. Tes yang peneliti gunakan berupa tes obyektif. Tes obyektif merupakan sejenis tes yang dibuat sedemikian rupa sehingga hasil tersebut dapat dinilai secara obyektif, dinilai oleh siapapun akan menghasilkan skor yang sama (Rusilowati, 2008: 11).

59 43 Siswa tinggal memilih, mengisi, atau menjodohkan, sesuai dengan perintah yang tertera dalam soal. Adapun kebaikan-kebaikan tes bentuk obyektif adalah: (1) cara memeriksanya (scoring) cukup mudah, cepat dan benar-benar apa adanya (obyektif); (2) dapat merangkum keseluruhan bahan pelajaran, sehingga dari segi kesahan atas dasar kesahihan isi (content validity) lebih dapat dipertanggungjawabkan; (3) kerahasiaan butir soal relatif lebih terjamin dan beberapa model butir soal obyektif dapat digunakan berulang hanya dengan mudah mengubah sebagian alternatif jawaban (Rusilowati, 2008: 11). 3.8 Uji Coba Instrumen Penelitian Uji coba instrumen merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pengembangan instrumen, karena dari uji coba inilah diketahui informasi mengenai mutu instrumen yang digunakan. Uji coba dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara menberikan tes kepada kelompok yang bukan merupakan sampel penelitian, melainkan kelompok lain yang masih satu sekolah, serta kelompok uji coba ini harus normal dan homogen. Uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas IXC SMP Negeri 1 Juwana Jumlah soal yang diujicobakan sebanyak 50 butir soal. Adapun analisis yang digunakan dalam pengujian instrumen ini meliputi validitas tes, reliabilitas tes, tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.

60 44 Adapun hal-hal yang dianalisis dari uji coba instrumen adalah sebagai berikut: Validitas Tes Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2006: 168). Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Validitas butir soal dapat diketahui melalui uji coba perangkat tes. Nilai hasil uji coba tes dianalisis dengan menggunakan korelasi product moment, rumus yang digunakan adalah: Keterangan dari rumus di atas adalah r xy koefisien korelasi antara X dan Y, X skor item, Y skor total, dan N jumlah peserta tes (Arikunto, 2006: 170). Hasil perhitungan r xy dikonsultasikan pada table kritis product moment dengan taraf signifikan 5%. Jika r xy > r tabel maka item tersebut valid (Arikunto, 2006: 178). Soal objektif dengan taraf signifikan 5% untuk N = 34 diperoleh r tabel = 0,339. Hasil perhitungan menunjukkan 34 soal valid dan 16 soal tidak valid. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran Reliabilitas Tes Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama (Arikunto, 2006: 178). Suatu tes dikatakan reliabel jika dapat memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali, atau dengan kata lain tes dikatakan reliabel jika hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Adapun rumus yang

61 45 digunakan untuk mencari reliabilitas soal tes bentuk obyektif adalah rumus K- R.20, yaitu: Keterangan dari rumus di atas adalah r 11 reliabilitas instrumen, k banyaknya butir soal, p proporsi subjek yang menjawab benar, q proporsi subjek yang menjawab salah, dan V t varian total. Dengan (Arikunto, 2006: 188). Kriteria pengujian reliabilitas tes dikonsultasikan dengan harga r product moment pada table, jika r hitung > r tabel maka item tes yang diujicobakan reliabel (Arikunto, 2006: 188). Hasil analisis soal uji coba menunjukkan sebesar 0,8098 dan untuk banyaknya peserta uji coba 34 dengan taraf kesalahan 5% diperoleh sebesar 0,339. Karena > maka soal uji coba bersifat reliabel. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 4.

62 Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran soal merupakan peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang dinyatakan dalam bentuk indeks (Rusilowati, 2008: 16). Adapun rumus yang digunakan untuk mencari taraf kesukaran soal bentuk obyektif adalah: Keterangan dari rumus di atas adalah TK tingkat kesukaran, W jumlah peserta yang menjawab benar, dan N jumlah peserta tes. Nilai taraf kesukaran soal digunakan tolok ukur sebagai berikut: TK < 30% : soal sukar 30% TK 70% : soal sedang TK > 70% : soal mudah (Rusilowati, 2008: 17). Hasil perhitungan memperoleh 7 soal kriteria sukar, 20 soal kriteria sedang, dan 23 soal dengan kriteria mudah. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran Daya Pembeda Daya pembeda soal merupakan kemampuan butir soal untuk dapat membedakan antara siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dengan siswa yang belum atau tidak menguasai materi yang ditanyakan (Rusilowati, 2008: 18). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

63 47 Keterangan dari rumus di atas adalah JA banyaknya peserta kelompok atas, JB banyaknya peserta kelompok bawah, BA banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, BB banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, PA proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar, dan PB proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab salah. Kriteria daya pembeda soal adalah: DP < 0,00 : sangat jelek 0,00 DP 0,20 : jelek 0,21 DP 0,40 : cukup 0,41 DP 0,70 : baik 0,71 DP 1,00 : sangat baik Hasil perhitungan memperoleh 11 soal kriteria sangat jelek, 14 soal kriteria jelek, 13 soal kriteria cukup, dan 12 soal dengan kriteria baik. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran Metode Analisis Data Analisis Tahap Awal Uji Kesamaan Dua Varian (Homogenitas) Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel yang digunakan dalam keadaan homogen atau mempunyai kemampuan awal yang sama atau tidak. Dalam perhitungan ini dilakukan pengujian kesamaan varians. Hipotesis yang diajukan adalah: H 0 : (varians kedua kelas homogen)

64 48 H 1 : (varians kedua kelas tidak homogen) Untuk menguji hipotesis tersebut, digunakan rumus uji F, yaitu: varian terbesar F varian terkecil Ho diterima apabila F hitung F 1/2 α (V 1, V 2 ) dengan α = 5%. V 1 = n 1 1 (dk pembilang), V 2 = n 2 1 (dk penyebut) (Sudjana, 2002: 250) Analisis Tahap Akhir Analisis Tes Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Data yang digunakan untuk uji normalitas adalah data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji normalitas juga digunakan untuk menentukan uji selanjutnya, yakni apakah menggunakan statistik parametrik atau nonparametrik. Rumus yang digunakan adalah: 2 O i E E i i 2 Keterangan dari rumus di atas adalah 2 harga chi kuadrat, O i frekuensi hasil pengamatan, dan Ei frekuensi yang diharapkan (Sudjana, 2002: 273). Kriteria pengujian, jika x 2 hitung < x 2 tabel dengan dk = k-1, maka data berdistribusi normal (Sudjana, 2002: 273) Uji Peningkatan Hasil Belajar Uji peningkatan hasil belajar bertujuan untuk mengetahui besar peningkatan hasil belajar siswa sebelum diberi perlakuan dan setelah mendapatkan perlakuan.

65 49 Peningkatan hasil belajar siswa dapat dihitung menggunakan rumus gain ternormalisasi sebagai berikut: g S post 100% S S pre pre Keterangan dari rumus di atas adalah S pre skor rata-rata pretest (%), dan S post skor rata-rata posttest (%). Besarnya faktor g dikategorikan sebagai berikut: Tinggi : g > 0,7 Sedang : 0,3 g 0,7 Rendah : g < 0,3 (Wiyanto, 2008: 86) Uji Signifikansi Uji t yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t satu pihak,yaitu pihak kanan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol. Rumus yang digunakan adalah uji-t sampel related yang digunakan adalah: t 2 1 s n s n 2 x1 x 2r 2 s 1 n 1 s 2 n 2 Keterangan rumus di atas adalah x 1 rata-rata nilai pada kelas eksperimen, x 2 rata-rata nilai pada kelas kontrol, n 1 jumlah siswa kelas eksperimen, n 2 jumlah siswa kelas kontrol, r korelasi antara dua sampel, S 1 simpangan baku kelas eksperimen, S 2 simpangan baku kelas kontrol, S 1 2 varian pada kelas eksperimen, dan S 2 2 varians pada kelas kontrol.

66 50 dengan (Sugiyono, 2005: 122). Dari t hitung dibandingkan dengan t tabel dengan dk = n 1 + n 2-2 dan taraf kesalahannya 5%. Kriteria pengujian adalah rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol apabila harga t hitung >t tabel. (Sugiyono 2005: 119) Analisis Lembar Observasi Analisis lembar observasi ini digunakan untuk menganalisis aktivitas siswa pada kelas eksperimen. Penskoran lembar observasi ini dilakukan dengan rating scale, yaitu skor 1 untuk tidak baik, skor 2 untuk cukup baik, skor 3 untuk baik dan skor 4 untuk sangat baik, sedangkan analisis lembar observasi ini dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Klasifikasi presentase nilainya adalah sebagai berikut: 25.00% N 43.75% : tidak baik 43.75% < N 62.50% : cukup 62.50% < N 81.25% : baik 81.25% < N 100% : sangat baik (Ali, 1993: 184).

67 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Juwana pada tanggal 14 Februari sampai dengan 21 April Penelitian dilakukan dengan mengambil populasi seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Juwana. Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai obyek penelitian, yaitu kelas eksperimen sebagai kelompok yang menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran ekspositori. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu mengambil dua kelas dari populasi dengan tujuan tertentu. Salah satu kelas sebagai kelompok eksperimen yaitu kelas VIII C dan satu kelas lainnya sebagai kelompok kontrol yaitu kelas VIII D. Hasil uji homogenitas menunjukkan dua kelas tersebut homogen yang berarti kedua kelas sebelum diberi perlakuan berawal dari titik awal yang sama. Hasil belajar yang dikaji dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif. 4.1 Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Awal Uji Homogenitas Analisis tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menguji homogenitas sampel. Uji homogenitas merupakan suatu uji yang digunakan untuk mengetahui seragam atau tidaknya varians sampel yang akan diambil dari populasi yang sama. Uji homogenitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah 51

68 52 uji kesamaan dua varian. Hal ini karena adanya sistem klasifikasi kelas di SMP Negeri 1 Juwana. Data yang digunakan dalam penelitian adalah nilai rapor fisika semester gasal tahun pelajaran 2010/2011. Hasil uji homogenitas terhadap nilai rapor semester gasal tahun pelajaran 2010/2011 pada taraf signifikansi 5 % dan dk pembilang = k-1 serta dk penyebut = k-1 didapatkan F hitung = 1,77 < F tabel = 2,10 yang berarti Ho diterima dan artinya varians data hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda nyata atau bersifat homogen. Analisis hasil uji homogenitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Hasil Analisis Data Penelitian Tahap Akhir Kemampuan Kognitif Siswa Sampel penelitian ini yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapatkan pretest dengan instrument tes yang sama. Setelah kedua kelas sampel diberikan pretest, kelas kontrol mendapat model pembelajaran ekspositori, sedangkan kelas eksperimen mendapat model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Based Instruction. Pada akhir penelitian, kedua kelas melaksanakan posttest untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa pada materi cahaya. Hasil pretest dan posttest peserta didik dapat digambarkan dalam bentuk diagram seperti ditunjukkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.

69 53 Gambar 4.1 Data Hasil Pretest Siswa Gambar 4.2 Data Hasil Posttest Siswa Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas juga digunakan untuk menentukan statistik yang akan digunakan, apakah menggunakan statistik parametris atau non parametris. Data yang digunakan untuk uji normalitas ini adalah nilai posttest siswa. Hasil analisis data menunjukkan X 2 hitung < X 2 tabel baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada nilai posttest. Hal ini berarti data tersebut berdistribusi normal. Karena data berdistribusi normal maka uji selanjutnya menggunakan statistik

70 54 parametrik. Perhitungan uji normalitas posttest selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran 18. Hasil analisis uji normalitas data posttest siswa dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sumber Variasi Kelas Eksperimen Nilai Posttest Kelas Kontrol X 2 hitung 2,81 3,52 X 2 tabel 11,07 11,07 Kriteria Data berdistribusi normal Data berdistribusi normal Uji Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa Uji peningkatan hasil belajar kognitif siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat diperoleh melalui nilai pretest dan posttest, yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 Gambar 4.3 Skor rata-rata hasil belajar kognitif

71 55 Gambar 4.4 Hasil uji gain Hasil uji gain menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif kedua kelas mengalami peningkatan. Peningkatan pada kelas kontrol sebesar 0,39 dan peningkatan pada kelas eksperimen sebesar 0,53. Hasil perhitungan selengkapnya dimuat pada Lampiran Uji Signifikansi Uji signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t pihak kanan. Uji t pihak kanan digunakan untuk mengetahui apakah hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel.4.2 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Uji Pihak Kanan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Variasi Kelas Eksperimen Nilai Posttest Kelas Kontrol Rata-rata 71,15 60,67 dk t hitung 4,10 t tabel 2,00

skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika oleh Sutrisni

skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika oleh Sutrisni PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALISATION (TAI) BERBANTUAN ALAT PERAGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI CAHAYA skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

Cahaya. Bab. Peta Konsep. Gambar 17.1 Pensil yang dicelupkan ke dalam air. Cermin datar. pada. Pemantulan cahaya. Cermin lengkung.

Cahaya. Bab. Peta Konsep. Gambar 17.1 Pensil yang dicelupkan ke dalam air. Cermin datar. pada. Pemantulan cahaya. Cermin lengkung. Bab 7 Cahaya Sumber: Dokumen Penerbit Gambar 7. Pensil yang dicelupkan ke dalam air Coba kamu perhatikan Gambar 7.. Sebatang pensil yang dicelupkan ke dalam gelas berisi air akan tampak bengkok jika dilihat

Lebih terperinci

BAB III OPTIK. 2. Pemantulan teratur : terjadi jika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan yang halus atau rata.

BAB III OPTIK. 2. Pemantulan teratur : terjadi jika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan yang halus atau rata. BAB III OPTIK Kompetensi dasar : Memahami ciri-ciri cermin dan lensa Indikator Tujuan pembelajaran : : - Sifat dan fungsi cermin datar, cekung, dan cembung diidentifikasi - Hukum pemantulan dibuktikan

Lebih terperinci

Macam-macam berkas cahaya: 1. Berkas mengumpul (Konvergen) 2. Berkas Menyebar ( divergen) 3. Berkas Sejajar.

Macam-macam berkas cahaya: 1. Berkas mengumpul (Konvergen) 2. Berkas Menyebar ( divergen) 3. Berkas Sejajar. BAB V CAHAYA Cahaya adalah gelombang yang memindahkan tenaga tanpa perambatan massa. Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri dari beberapa macam warna. Di dalam ruang hampa warna warna

Lebih terperinci

LAMPIRAN I RPP SIKLUS 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) SATUAN PEMBELAJARAN

LAMPIRAN I RPP SIKLUS 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) SATUAN PEMBELAJARAN LAMPIRAN I RPP SIKLUS 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) SATUAN PEMBELAJARAN Satuan pendidikan : SMA Mata pelajaran : Fisika Kelas/Semester : X3 / II Sekolah : SMA Nation Star Academy Surabaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks

Lebih terperinci

BAB 11 CAHAYA & ALAT OPTIK

BAB 11 CAHAYA & ALAT OPTIK BAB 11 CAHAYA & ALAT OPTIK KOMPETENSI INTI 3. Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya, pembentukan bayangan, serta aplikasinya untuk menjelaskan penglihatan manusia, proses pembentukan bayangan pada mata serangga,

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci

fisika CAHAYA DAN OPTIK

fisika CAHAYA DAN OPTIK Persiapan UN SMP 2017 fisika CAHAYA DAN OPTIK A. Sifat-Sifat Cahaya Cahaya merupakan suatu gelombang elektromagnetik sehingga cahaya dapat merambat di dalam ruang hampa udara. Kecepatan cahaya merambat

Lebih terperinci

6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR

6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR 6.4! LIGHT ( B. LENSA ) NOOR 17 Menurunkan hukum pembiasan. 21 Mendeskripsikan pengertian bayangan nyata dan bayangan maya. INDIKATOR KD - 6.4 ( B. LENSA ) 18 Menjelaskan makna indeks bias medium. 19 Mendeskripsikan

Lebih terperinci

PENDALAMAN MATERI CAHAYA

PENDALAMAN MATERI CAHAYA PENDALAMAN MATERI CAHAYA Cahaya digolongkan sebagai suatu bentuk radiasi. Radiasi adalah sesuatu yang memancar keluar dari suatu sumber tetapi bukan merupakan zat. Cahaya dapat dilihat mata manusia. Cahaya

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP) Satuan Pendidikan : SMPK Santo Yusup Mojokerto

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP) Satuan Pendidikan : SMPK Santo Yusup Mojokerto LAMPIRAN I RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP) Satuan Pendidikan : SMPK Santo Yusup Mojokerto Mata Pelajaran : Fisika Kelas : VIII A Semester : Genap Alokasi Waktu : 4 X 40 menit I. Standart Kompetensi

Lebih terperinci

FIS 1 A. PENDAHULUAN C. PEMANTULAN CAHAYA PADA CERMIN B. PEMANTULAN CAHAYA

FIS 1 A. PENDAHULUAN C. PEMANTULAN CAHAYA PADA CERMIN B. PEMANTULAN CAHAYA A. PENDAHULUAN Optika adalah ilmu yang mempelajari tentang cahaya. Siatsiat cahaya: ) Memiliki cepat rambat 3,0 x 0 8 m/s 2) Merupakan gelombang transversal dan elektromagnetik 3) Merambat dalam arah lurus

Lebih terperinci

O L E H : B H E K T I K U M O R O W AT I T R I W A H Y U N I W I N D Y S E T Y O R I N I M A R I A M A G D A L E N A T I T I S A N I N G R O H A N I

O L E H : B H E K T I K U M O R O W AT I T R I W A H Y U N I W I N D Y S E T Y O R I N I M A R I A M A G D A L E N A T I T I S A N I N G R O H A N I CAHAYA O L E H : B H E K T I K U M O R O W AT I T R I W A H Y U N I W I N D Y S E T Y O R I N I M A R I A M A G D A L E N A T I T I S A N I N G R O H A N I PETA KONSEP Cahaya Dualisme Cahaya Kelajuan Cahaya

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan Riwayat Hidup. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran

Lembar Pengesahan Riwayat Hidup. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran vi Lembar Pengesahan Riwayat Hidup Abstrak Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran DAFTAR ISI i ii iii iv vi ix xi xii BAB I : PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mahluk hidup pada siswa kelas VII-1 SMPN-2 Pangkalan Banteng, penggunaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mahluk hidup pada siswa kelas VII-1 SMPN-2 Pangkalan Banteng, penggunaan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Pada penelitian sebelumnya (Henny Rusiani) dengan materi Ciri-ciri mahluk hidup pada siswa kelas VII-1 SMPN-2 Pangkalan Banteng, penggunaan pembelajaran kooperatif

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA CERMIN DAN LENSA. Nirsal Dosen tetap yayasan Universitas Cokroaminoto Palopo

PERANGKAT LUNAK PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA CERMIN DAN LENSA. Nirsal Dosen tetap yayasan Universitas Cokroaminoto Palopo PERANGKAT LUNAK PEBENTUKAN BAYANGAN PADA CERIN DAN LENSA Nirsal Dosen tetap yayasan Universitas Cokroaminoto Palopo Email: nirsal_e@yahoo.co.id Abstrak Dalam Ilmu isika banyak materi yang menarik untuk

Lebih terperinci

Skripsi disajikan. Program. oleh

Skripsi disajikan. Program. oleh PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIII SMP N 3 UNGARAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP BAYANGAN NYATA DAN BAYANGAN MAYA SETELAH MELAKUKAN KEGIATAN EKSPERIMEN FISIKA DASAR II TENTANG CERMIN

PERUBAHAN PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP BAYANGAN NYATA DAN BAYANGAN MAYA SETELAH MELAKUKAN KEGIATAN EKSPERIMEN FISIKA DASAR II TENTANG CERMIN HALAMAN JUDUL PERUBAHAN PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP BAYANGAN NYATA DAN BAYANGAN MAYA SETELAH MELAKUKAN KEGIATAN EKSPERIMEN FISIKA DASAR II TENTANG CERMIN Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3 Latihan 7.3 1. Bagaimanakah bunyi hukum pemantulan cahaya? 2. Bagaimanakah bunyi hukum pembiasan cahaya? 3. Apa hubungan pembiasan dengan peristiwa terebntuknya pelangi setelah hujan? Jelaskan! 4. Suatu

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [FISIKA] [1.6 Sifat Cermin] [Susilo] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017 1.6 Materi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PENDAHULUAN BAB I

DAFTAR ISI PENDAHULUAN BAB I DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii ABSTRAK iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I BAB II BAB

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE FAST FEEDBACK MODEL INDIKASI WARNA PADA PEMBELAJARAN FISIKA TENTANG PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA LENSA

PENGGUNAAN METODE FAST FEEDBACK MODEL INDIKASI WARNA PADA PEMBELAJARAN FISIKA TENTANG PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA LENSA PENGGUNAAN METODE FAST FEEDBACK MODEL INDIKASI WARNA PADA PEMBELAJARAN FISIKA TENTANG PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA LENSA Siti Noor Fauziah 1, Ferdy S. Rondonuwu 1,2, Marmi Sudarmi 1 1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi sehari-hari.

memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Bab 14 Sumber: Dokumentasi Penerbit Hasil yang harus kamu capai: memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang, dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Setelah mempelajari bab ini, kamu harus

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 65 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sekolah : SD Negeri Mangunsari 02 Mata Pelajaran Kelas / Semester Materi Pokok Alokasi Waktu : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) : V / II : Cahaya dan Sifat-Sifatnya

Lebih terperinci

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN BAB IV BIOOPTIK Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa akan dapat: a. Menentukan posisi dan pembesaran bayangan dari cermin dan lensa b. Menjelaskan proses pembentukan bayangan pada mata c. Menjelaskan

Lebih terperinci

CAHAYA. Kamu dapat menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. akibat. Tegak lurus.

CAHAYA. Kamu dapat menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. akibat. Tegak lurus. Bab XXIII CAHAYA Tujuan Pembelajaran Kamu dapat menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai bentuk cermin dan lensa. Peta Konsep Cahaya mengalami Perambatan cahaya Pemantulan cahaya

Lebih terperinci

c n = v Konsep Cahaya Normal cahaya datang udara air cahaya bias Normal cahaya bias udara air i cahaya datang Tabel Indeks Bias Beberapa zat Medium

c n = v Konsep Cahaya Normal cahaya datang udara air cahaya bias Normal cahaya bias udara air i cahaya datang Tabel Indeks Bias Beberapa zat Medium II. Pembiasan Cahaya (Refraksi) Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu

Lebih terperinci

LAMPIRAN I (Tab.1) Tabel Data Hasil Observasi Awal Siswa. Jenis Kelamin Skor Keterangan

LAMPIRAN I (Tab.1) Tabel Data Hasil Observasi Awal Siswa. Jenis Kelamin Skor Keterangan 97 LAMPIRAN I (Tab.1) Tabel Data Hasil Observasi Awal Siswa Skor nilai ulangan harian No Nomor Induk Jenis Kelamin Skor Keterangan 1. 1758 P 60 Tidak Tuntas 2. 1735 P 53 Tidak Tuntas 3. 1737 L 63 Tidak

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 08 Fisika

Antiremed Kelas 08 Fisika Antiremed Kelas 08 Fisika Cahaya - Latihan Soal Pilihan Ganda Doc. Name: AR08FIS0699 Version: 2012-08 halaman 1 01. Berikut yang merupakan sifat cahaya adalah. (A) Untuk merambat, cahaya memerlukan medium

Lebih terperinci

Pengerian Lensa, Jenis Lensa dan Pembiasan pada Lensa

Pengerian Lensa, Jenis Lensa dan Pembiasan pada Lensa Pengerian Lensa, Jenis Lensa dan Pembiasan pada Lensa 1. Pengerian Lensa Lensa merupakan benda bening yang dibatasi oleh dua buah bidang lengkung.dua bidang lengkung yang membatasi lensa berbentuk silindris

Lebih terperinci

Kode FIS.18. Sumbu Utama

Kode FIS.18. Sumbu Utama Kode FIS.8 Sumbu Utama M r F i O R f F O F BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI Oleh Tita Riani NIM 080210102050 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN

Lebih terperinci

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu.

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu. OPTIK A. OPTIKA GEOMETRI Optika geometri adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena perambatan cahaya seperti pemantulan dan pembiasan. 1. Pemantulan Cahaya Cahaya adalah kelompok sinar yang kita lihat.

Lebih terperinci

PEMANTULAN CAHAYA LAPORAN PRAKTIKUM OPTIK. Disusun oleh: Nita Nurtafita

PEMANTULAN CAHAYA LAPORAN PRAKTIKUM OPTIK. Disusun oleh: Nita Nurtafita PEMANTULAN CAHAYA LAPORAN PRAKTIKUM OPTIK Disusun oleh: Nita Nurtafita 107016300115 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

OPTIKA. Gb.1. Pemantulan teratur. i p. Gb.3. Hukum pemantulan A A B B C C. Gb.4. Pembentukan bayangan oleh cermin datar A.

OPTIKA. Gb.1. Pemantulan teratur. i p. Gb.3. Hukum pemantulan A A B B C C. Gb.4. Pembentukan bayangan oleh cermin datar A. Pembinaan Juara OSN isika SMP Jateng 2009 - Page 1 of 15 A. ERMIN DATAR OPTIKA Pemantulan teratur : jika berkas sinar datang sejajar, maka berkas sinar pantulnyapun sejajar pula. Gb.1. Pemantulan teratur

Lebih terperinci

MODUL FISIKA SMA Kelas 10

MODUL FISIKA SMA Kelas 10 SMA Kelas 0 A. Pendahuluan Optika geometri adalah ilmu yang membahas tentang sifat-sifat cahaya Sifat-sifat Cahaya yang dipelajari meliputi. Pemantulam cahaya 2. Pembiasan cahaya 3. Alat-alat optik Cahaya

Lebih terperinci

MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DISERTAI METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI. Oleh. Rianty Chanshera Dewi NIM

MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DISERTAI METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI. Oleh. Rianty Chanshera Dewi NIM MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DISERTAI METODE EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI Oleh Rianty Chanshera Dewi NIM 070210192051 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

Lebih terperinci

MODEL MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF

MODEL MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF MODEL MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF TUJUAN Mendeskripsikan beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran di kelas. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan langkah-langkah

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN ENDED DENGAN PENDEKATAN ACTIVE LEARNING PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI. Oleh

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN ENDED DENGAN PENDEKATAN ACTIVE LEARNING PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI. Oleh PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OPEN ENDED DENGAN PENDEKATAN ACTIVE LEARNING PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Gelombang Cahaya. Spektrum Gelombang Cahaya

Gelombang Cahaya. Spektrum Gelombang Cahaya Gelombang Cahaya Sifat-Sifat Cahaya Cahaya merupakan salah satu spektrum gelombang elektromagnetik, yaitu gelombang yang merambat tanpa memerlukan medium. Cahaya memiliki sifat-sifat-sifat sebagai berikut:

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) JIGSAW IV DISERTAI METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) JIGSAW IV DISERTAI METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) JIGSAW IV DISERTAI METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Proses Belajar - Mengajar a. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai

Lebih terperinci

skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS BERBASIS EKSPERIMEN skripsi disajikan sebagai

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: RAHMAT ARIF HIDAYAT NIM

SKRIPSI. Oleh: RAHMAT ARIF HIDAYAT NIM IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SEQIP (SCIENCE EDUCATIOAN QUALITY IMPROVEMENT PROJECT) DENGAN MENGGUNAKAN PENILAIAN KINERJA (PERFORMANCE ASSESSMENT) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA DI SMP (Sub

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN AKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Pembentukan bayangan pada cermin dan lensa untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN MUTU GURU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Based Learning (PBL) Model Problem Based Learning atau PBL merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan

Lebih terperinci

Optika adalah ilmu fisika yang mempelajari cahaya.

Optika adalah ilmu fisika yang mempelajari cahaya. 1 Optika adalah ilmu fisika yang mempelajari cahaya. Optika geometri mempelajari sifat pemantulan HUKUM PEMANTULAN CAHAYA 1. Sinar dating(i),garis normal(n),dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI... PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv v vi viii x xi xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Matematika sebagai ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam

Lebih terperinci

1. Rumus descrates umum pada cermin Cara 1. Maka diperoleh

1. Rumus descrates umum pada cermin Cara 1. Maka diperoleh . Rumus descrates umum pada cermin Cara. Maka diperoleh b = a + i dan c = b + i a + c = 2i Dengan menganggap sudut b, c, dan i sangat kecil (yaitu sinar-sinarnya paraksial dan karen jarak OB sangat kecil

Lebih terperinci

13. Cahaya; Optika geometri

13. Cahaya; Optika geometri mitrayana@ugm.ac.id 3. Cahaya; Optika geometri 9/7/202 Benda terlihat Benda tersebut sumber cahaya: bola lampu, matahari, bintang dll Benda terlihat dari cahaya yang dipantulkannya . Model Berkas Cahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad, 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Berpikir Kritis Berpikir merupakan kegiatan penggabungan antara persepsi dan unsurunsur yang ada dalam pikiran untuk menghasilkan pengetahuan. Berpikir dapat terjadi pada seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Ceramah Ceramah merupakan salah satu metode mengajar yang paling banyak digunakan dalam proses belajar mengajar. Metode ceramah ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DENGAN METODE PICTORIAL RIDDLE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP PEMANTULAN CAHAYA PADA SISWA SMP KELAS VIII skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I. : Sifat-sifat Cahaya dan Proses Melihat

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I. : Sifat-sifat Cahaya dan Proses Melihat RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I SMP / MTs Mata Pelajaran Tema Pokok bahasan Kelas / Semester : SMP N 1 Semanu : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) : Cahaya dan Mata : Sifat-sifat Cahaya dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) STRATEGI THINK, WRITE, AND TALK DENGAN MEDIA LKS PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) STRATEGI THINK, WRITE, AND TALK DENGAN MEDIA LKS PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) STRATEGI THINK, WRITE, AND TALK DENGAN MEDIA LKS PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI Oleh Agus Widayoko NIM 070210102079 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Penerapan STAD pada materi pembiasan dan lensa terhadap prestasi belajar

Penerapan STAD pada materi pembiasan dan lensa terhadap prestasi belajar SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA III 2017 "Etnosains dan Peranannya Dalam Menguatkan Karakter Bangsa" Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERSITAS PGRI Madiun Madiun, 15 Juli 2017 257 Makalah Pendamping

Lebih terperinci

Lampiran I. Soal. 2. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya! 3. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya!

Lampiran I. Soal. 2. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya! 3. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya! LAMPIRAN Tahap I : Menggambarkan garis normal dari bidang batas yang datar No. Soal No. Soal 1. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar datangnya! 2. Gambarkan garis normal apabila diketahui sinar

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING

PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING PENGARUH MODEL QUANTUM TEACHING DENGAN METODE PRAKTIKUM TERHADAP KEMAMPUAN MULTIREPRESENTASI SISWA PADA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X DI SMA PLUS DARUL HIKMAH SKRIPSI Oleh Deni Juwita Ningrum NIM. 070210192110

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA PADA MATERI POKOK GERAK LURUS DI KELAS X SMA SWASTA UISU MEDAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA PADA MATERI POKOK GERAK LURUS DI KELAS X SMA SWASTA UISU MEDAN p-issn 5-73X e-issn30-765 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA PADA MATERI POKOK GERAK LURUS DI KELAS X SMA SWASTA UISU MEDAN Asneli Lubis Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN :

WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP CAHAYA DALAM PEMBELAJARAN IPA TERPADU MELALUI MODEL QUANTUM TEACHING PADA SISWA KELAS VIII-D SMP NEGERI 1 BILAH

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBI (PROBLEM BASED INSTRUCTION) DISERTAI LKS PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI. Oleh:

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBI (PROBLEM BASED INSTRUCTION) DISERTAI LKS PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI. Oleh: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PBI (PROBLEM BASED INSTRUCTION) DISERTAI LKS PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI Oleh: Selvia Ariska Yuswita NIM 070210102111 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajar. Karena dengan adanya keaktifan saat proses pembelajaran maka

BAB I PENDAHULUAN. mengajar. Karena dengan adanya keaktifan saat proses pembelajaran maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keaktifan merupakan salah hal yang penting dalam proses belajar mengajar. Karena dengan adanya keaktifan saat proses pembelajaran maka siswa akan memiliki rasa

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Ahmad Nanang Rasyid NIM

SKRIPSI. Oleh Ahmad Nanang Rasyid NIM MEDIA FOTO DILENGKAPI GAMBAR KONSEP FISIKA SEBAGAI PEMICU KEMAMPUAN SISWA SMA DALAM MEREPRESENTASIKAN (VERBAL DAN MATEMATIS) PEMBELAJARAN FISIKA (Kajian Pada: Konsep Kinematika Gerak Lurus) SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar 1. Defenisi Belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Model pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DISERTAI TEKNIK MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA/MA SKRIPSI

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DISERTAI TEKNIK MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA/MA SKRIPSI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION DISERTAI TEKNIK MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA/MA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I ( RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ) A. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I. : SMP Kristen Sendang Tulungagung

LAMPIRAN I ( RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ) A. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I. : SMP Kristen Sendang Tulungagung LAMPIRAN I ( RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ) A. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I Sekolah Kelas/Semester Mata Pelajaran Pokok Bahasan : SMP Kristen Sendang Tulungagung : VIII/II : Fisika

Lebih terperinci

1. Apabila cahaya dipancarkan ke dalam botol bening yang tertutup cahaya tersebut akan... a. dipantulkan botol

1. Apabila cahaya dipancarkan ke dalam botol bening yang tertutup cahaya tersebut akan... a. dipantulkan botol TUGS FISIK KELS 8 (LTIHN US) 1. pabila cahaya dipancarkan ke dalam botol bening yang tertutup rapat (hampa udara) maka cahaya tersebut akan... dipantulkan botol c. diserap botol menembus botol masuk dan

Lebih terperinci

Sifat-Sifat Cahaya dan Hubungannya dengan Berbagai Alat-Alat Optik

Sifat-Sifat Cahaya dan Hubungannya dengan Berbagai Alat-Alat Optik Untuk mendapatkan gema dari satu suku kata, bunyi pantul harus datang secepatcepatnya sesudah detik, yaitu sesudah suku kata itu selesai diucapkan. Jarak yang ditempuh bunyi selama itu 340 m/detik detik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. SMA Negeri 12 Bandar Lampung terletak di jalan H. Endro Suratmin

I. PENDAHULUAN. SMA Negeri 12 Bandar Lampung terletak di jalan H. Endro Suratmin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SMA Negeri 12 Bandar Lampung terletak di jalan H. Endro Suratmin Sukarame Bandar Lampung. Pada SMA 12 ini proses belajar mengajar masih menggunakan metode pembelajaran

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL DEEP DIALOGUE AND CRITICAL THINKING (DDCT) DENGAN STRATEGI PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENERAPAN MODEL DEEP DIALOGUE AND CRITICAL THINKING (DDCT) DENGAN STRATEGI PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA PENERAPAN MODEL DEEP DIALOGUE AND CRITICAL THINKING (DDCT) DENGAN STRATEGI PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI Oleh Eka Triana Sari NIM. 060210192230 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN OPEN-ENDED

PENERAPAN PENDEKATAN OPEN-ENDED PENERAPAN PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL (SPLDV) KELAS VIIIB SEMESTER GANJIL SMP NEGERI 1 BALUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Pembelajaran Kooperatif Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Contextual Teaching and Learning (CTL) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION DISERTAI LEMBAR KERJA LAPANGAN (LKL) DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI.

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION DISERTAI LEMBAR KERJA LAPANGAN (LKL) DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION DISERTAI LEMBAR KERJA LAPANGAN (LKL) DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP SKRIPSI Oleh Sakiinatus Sajadah NIM 090210102009 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DEMONSTRASI BERBASIS COOPERATIVE LEARNING BERBANTUAN LKS DAN ALAT PERAGA YANG BERKAITAN DENGAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI PADA POKOK BAHASAN CAHAYA skripsi disajikan sebagai

Lebih terperinci

JARAK FOKUS LENSA TIPIS

JARAK FOKUS LENSA TIPIS JARAK FOKUS LENSA TIPIS Dian Saputri Yunus, Ni Nyoman Putri Ari, Fitri Safitri, Sadri. LABORATORIUM FISIKA DASAR JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR Abstrak Telah dilakukan

Lebih terperinci

L E N S A. I. TUJUAN INSTRUKIONAL UMUM Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mengetahui sifat lensa dan penggunaannya.

L E N S A. I. TUJUAN INSTRUKIONAL UMUM Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mengetahui sifat lensa dan penggunaannya. L E N S A I. TUJUAN INSTRUKIONAL UMUM Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mengetahui sifat lensa dan penggunaannya. II. TUJUAN INSTRUKIONAL KHUSUS. Menentukan panjang focus lensa positif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimen ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 15 April 2016 sampai dengan 2 Mei

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIOANAL

OLIMPIADE SAINS NASIOANAL OLIMPIADE SAINS NASIOANAL Pelajaran Rumpun Materi Tingkat : Fisika : Cahaya dan Optika : Kabupaten / Kota A. PILIHAN GANDA 1. Berikut ini adalah beberapa pernyataan yang berkaitan dengan cahaya : 1. Umbra

Lebih terperinci

PENBENTUKAN BAYANGAN OLEH CERMIN

PENBENTUKAN BAYANGAN OLEH CERMIN KEGIATAN BELAJAR A. Landasan Teori PENBENTUKAN BAYANGAN OLEH CERMIN Dalam modul Fisika Dasar anda telah mempelajari optik geometrik. Dengan demikian, sampai sejauh ini sesungguhnya diharapkan anda telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bertukar

Lebih terperinci

Elyas Narantika NIM

Elyas Narantika NIM Elyas Narantika NIM 2012 21 018 Contoh peristiwa refraksi dan refleksi di kehidupan sehari-hari Definisi Refraksi (atau pembiasan) dalam optika geometris didefinisikan sebagai perubahan arah rambat partikel

Lebih terperinci

MODEL TUGAS ANALISIS WACANA KEJADIAN FISIKA DENGAN EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

MODEL TUGAS ANALISIS WACANA KEJADIAN FISIKA DENGAN EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA MODEL TUGAS ANALISIS WACANA KEJADIAN FISIKA DENGAN EKSPERIMEN DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI Oleh Ita Wahyuni NIM 100210102048 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait bertujuan menghasilkan Sumber Daya Manusia ( SDM ) Indonesia yang terdidik dan berkualitas.

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I A. 1 100 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I Kelas Semester Materi Pokok Alokasi Waktu : V (Lima) : II (Dua) : Cahaya : 3xPertemuan A. Standar Kompetensi : 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya

Lebih terperinci

PENERAPAN PEER TUTORING

PENERAPAN PEER TUTORING PENERAPAN PEER TUTORING DENGAN STRATEGI EVERYONE IS A TEACHER HERE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN PERSAMAAN GARIS LURUS PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL SMPN 5 JEMBER TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

ISMAIL Guru SMAN 3 Luwuk

ISMAIL Guru SMAN 3 Luwuk 1 Penerapan Pendekatan SETS Melalui Problem Based Instruction (PBI) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Bioteknologi di Kelas XII IPA-1 SMA Negeri 3 Luwuk ISMAIL Guru SMAN 3 Luwuk Abstrak

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN KETRAMPILAN PROSES SAINS MELALUI MODEL THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI. Oleh

PENERAPAN PENDEKATAN KETRAMPILAN PROSES SAINS MELALUI MODEL THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI. Oleh PENERAPAN PENDEKATAN KETRAMPILAN PROSES SAINS MELALUI MODEL THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KELILING DAN LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INTRUCTION

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KELILING DAN LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INTRUCTION MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KELILING DAN LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ACCELERATED INTRUCTION (TAI) SISWA KELAS III SDN DARSONO 02 SKRIPSI Oleh Erick

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan pada intinya merupakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas, karena itu peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui perbaikan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK SEBAGAI INOVASI MATERI RIAS WAJAH PANGGUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI SMK N 3 MAGELANG

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK SEBAGAI INOVASI MATERI RIAS WAJAH PANGGUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI SMK N 3 MAGELANG EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK SEBAGAI INOVASI MATERI RIAS WAJAH PANGGUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI SMK N 3 MAGELANG SKRIPSI diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

Lebih terperinci

Dila Sari dan Ratelit Tarigan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan

Dila Sari dan Ratelit Tarigan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan PE NGARUH MO DEL PE MBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN KOMPUTER TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK CAHAYA KELAS VIII SMP NEGERI 11 MEDAN Dila Sari dan Ratelit Tarigan Jurusan Fisika FMIPA

Lebih terperinci