BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut."

Transkripsi

1 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil analisis adalah sebagai berikut. 1. Pulau Kalimantan berpotensi besar sebagai pusat pertumbuhan di Indonesia dan sub-regional ASEAN. Berdasarkan hasil analisis tipologi kabupaten/kota dan autokorelasi spasial Tahun , diperoleh bahwa pusat-pusat pertumbuhan di Koridor Ekonomi Kalimantan tidak selalu berada di pusat ibukota provinsi sebagaimana ditetapkan dalam MP3EI. Beberapa ibukota provinsi mampu menghasilkan spread effect bagi daerah sekitarnya dan mendorong munculnya pusat pertumbuhan baru, yaitu Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kota Balikpapan. Kabupaten Kotawaringin Barat dalam skala nasional dan regional mempunyai fungsi sebagai kegiatan disribusi barang dan jasa untuk wilayah sekitarnya sehingga memiliki daya tarik yang tinggi bagi daerah lain. Kabupaten ini berkembang selain karena sektor industri pengolahan, juga didukung oleh sektor pertanian terutama subsektor perkebunan. Keberadaan perkebunan besar kelapa sawit dan dua perusahaan kilang minyak sawit, serta didukung beberapa kawasan strategis, seperti Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kota Pangkalan Bun dan Kawasan Strategis Ekonomi Sektor Unggulan Agropolitan (pusat pertanian dan perikanan darat) di Kecamatan Pangkalan Lada dan Kumai membuat kabupaten ini layak dijadikan pusat pertumbuhan baru di Pulau Kalimantan.

2 Kota Balikpapan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah lain karena didukung oleh pertumbuhan koridor ke Kota Samarinda, ke selatan melalui Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Paser, penambangan batubara yang semakin meningkat, investasi penting untuk pelabuhan batubara, dan Kawasan Industri Kariangau di Teluk Balikpapan. Kota Balikpapan merupakan salah satu kota tujuan pengembangan PKN di Pulau Kalimantan yang akan difokuskan sebagai kota perdagangan atau jasa dengan optimalisasi infrastruktur udara dan dikembangkan sebagai pusat pelayanan primer disamping Kota Banjarmasin dan Kota Pontianak, sedangkan Kota Pangkalan Bun (Kabupaten Kotawaringin Barat) akan dikembangkan sebagai pusat pelayanan tersier. 2. Kabupaten Kutai Timur adalah pusat pertumbuhan ekonomi baru di Provinsi Kalimantan Timur dan akan menjadi the gateway to north Indonesia dengan didukung adanya pembangunan pelabuhan regional dan internasional Maloy. Selain itu terdapat Maloy Trans Kalimantan Economic Zone (MTKZ) seluas hektar yang merupakan bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus Maloy (KEK) dan salah satu lokus atau pusat pembangunan dalam pelaksanaan MP3EI Koridor Kalimantan. 3. Konsentrasi pertumbuhan ekonomi di Pulau Kalimantan tersebar di bagian timur dan barat. Klaster di bagian timur Pulau Kalimantan merupakan hot spot (klasterisasi tinggi) yang meliputi Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Bontang, Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Berau. Di kabupaten/kota tersebut terdapat konsentrasi pertumbuhan ekonomi secara

3 spasial karena memiliki PDRB per kapita yang tinggi, begitu juga dengan daerah di sekitarnya. Kabupaten/kota yang terdapat di klaster bagian barat Pulau Kalimantan memiliki konsentrasi pertumbuhan cold spot, meliputi Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Melawi. Tiga kabupaten tersebut memiliki PDRB per kapita terendah se-kalimantan. Rendahnya PDRB per kapita ketiga daerah tersebut dipengaruhi oleh letak geografis wilayah yang mana sebagian besar merupakan daerah berupa perbukitan. Menurut data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KPDT), ketiga kabupaten tersebut termasuk dalam daerah tertinggal. 4. Berdasarkan hasil analisis LQ diperoleh bahwa perkembangan ekonomi Pulau Kalimantan menunjukkan transformasi dari sektor pertanian ke sektor pertambangan dan penggalian.selama periode , kegiatan pertanian cenderung menurun dan pertumbuhannya kalah cepat dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Tahun 2001, sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Pulau Kalimantan, namun sejak Tahun 2007, sektor unggulan bergeser ke sektor pertambangan dan penggalian (lihat Lampiran 7). Sektor pertambangan dan penggalian mengalami spesialisasi, sedangkan sektor pertanian mengalami despesialisasi. 5. Berdasarkan hasil analisis overlay Pulau Kalimantan dan overlay kabupaten/kota diperoleh bahwa tidak ada satupun sektor di Pulau Kalimantan tergolong dalam sektor unggulan yang kompetitif dan komparatif di tingkat nasional. Hanya ada 2 sektor yang menonjol di Pulau Kalimantan

4 dan tergolong dalam sektor spesialis, yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan. Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor potensial karena memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Hal ini sesuai dengan tema pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan dalam naskah MP3EI yaitu sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional. 6. Sektor pertambangan dan penggalian menonjol baik di Pulau Kalimantan maupun di beberapa kabupaten/kota, khususnya di 4 (empat) kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur. Unggulnya pertambangan tanpa migas di Provinsi Kalimantan Timur disebabkan oleh akumulasi kontribusi yang besar dari 4 kabupaten tersebut, masing-masing Kabupaten Paser (69,49 persen), Kabupaten Kutai Kartanegara (30,12 persen), Kabupaten Kutai Timur (86,08 persen), dan Kabupaten Berau (45,59 persen). Terbatasnya sektor-sektor ekonomi yang memiliki daya saing tinggi (kompetitif) dipengaruhi oleh rendahnya jumlah sumber daya manusia, hambatan posisi geografis kabupaten/kota yang kurang didukung infrastruktur transportasi yang memadai, rendahnya suplai energi listrik, dan terbatasnya investasi yang masuk di suatu wilayah. Walaupun perekonomian Pulau Kalimantan ditopang oleh sektor pertanian dan sektor pertambangan, bukan berarti sektor-sektor lain tidak menonjol. Sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor keuangan, dan sektor jasa-jasa merupakan sektor potensial yang dapat dikembangkan di Pulau Kalimantan.

5 7. Transformasi ekonomi merupakan salah satu indikator terjadinya pembangunan perekonomian di suatu wilayah. Transformasi struktural tidak terjadi di seluruh kabupaten/kota di Pulau Kalimantan. Dengan melihat peran masing-masing sektor terhadap total PDRB kabupaten/kota, transformasi struktural terjadi di 10 kabupaten/kota yang tersebar di 3 provinsi kecuali di Provinsi Kalimantan Tengah. Transformasi struktural ini terjadi karena tidak semua kabupaten/kota di Pulau Kalimantan memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Perubahan struktural tercepat terjadi di Kabupaten Malinau (Provinsi Kalimantan Timur). Perkembangan ekonomi di kabupaten tersebut menunjukkan transformasi dari sektor pertanian ke sektor pertambangan dan penggalian. 8. Keragaman dari kondisi geografis, sumber daya manusia, ketersediaan infrastruktur menimbulkan adanya ketimpangan perekonomian antarkabupaten/kota di Pulau Kalimantan. Berdasarkan hasil analisis ketimpangan dengan menggunakan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil diperoleh bahwa kondisi ketimpangan pembangunan di Pulau Kalimantan selama periode penelitian menunjukkan kecenderungan semakin meningkat. Sektor non migas dan sektor migas berkontribusi masing-masing sebesar 26,77 persen dan 73,23 persen terhadap ketimpangan total di wilayah Kalimantan. Ketimpangan lebih diakibatkan oleh ketimpangan antarprovinsi dibanding ketimpangan dalam provinsi. Ketimpangan antarprovinsi (between provinces inequality) menyumbang rata-rata 53,94 persen terhadap ketimpangan total dan sektor migas memberi kontribusi sebesar 54,55 persen

6 terhadap ketimpangan antarprovinsi, sedangkan ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality) menyumbang sebesar 46,06 persen. 9. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antar dan dalam provinsi adalah Provinsi Kalimantan Timur. Ketimpangan antarkabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Kalimantan Tengah menunjukkan kecenderungan menurun, sementara di Provinsi Kalimantan Timur terlihat cenderung semakin melebar. Ketimpangan yang semakin melebar tersebut diakibatkan oleh adanya disparitas yang tinggi dari tingginya selisih nilai PDRB per kapita tertinggi dan terendah. Ketertinggalan tersebut juga disebabkan oleh terbatasnya sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat dan rendahnya aksesbilitas penghubung pusat-pusat pertumbuhan di wilayah Kalimantan, belum optimalnya pemanfaatan transportasi laut/sungai untuk aksesbilitas daerah tertinggal dan pedalaman, dan terbatasnya kemampuan sumber daya manusia di daerah dalam pemanfaatan potensi sumber daya unggulan lokal. Faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan tersebut sangat beragam di masing-masing daerah. Secara umum, faktor yang menyebabkan semakin tingginya kondisi ketimpangan suatu daerah adalah ketidakmampuan daerah mengelola otonomi daerah dan desentralisasi fiskal secara optimal, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan ketimpangan adalah semakin meratanya kegiatan pembangunan di semua sektor lapangan usaha.

7 10. Hasil uji goodness of fit menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara PDRB per kapita dengan indeks ketimpangan yang bersifat non linier (kuadratik). Dari hubungan tersebut diperoleh bahwa selama periode penelitian, Hipotesis Kutnez berlaku di Pulau Kalimantan. Artinya, pada awal pertumbuhan di Pulau Kalimantan, ketimpangan memburuk dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, tetapi pada suatu waktu akan terjadi peningkatan ketimpangan lagi dan akhirnya menurun lagi. 11. Berdasarkan hasil analisis faktor terhadap 13 indikator sosial ekonomi di Pulau Kalimantan diperoleh 3 faktor utama, yaitu faktor ekonomi dan kesehatan, faktor pendidikan dan sosial, dan faktor penduduk dan tenaga kerja. Faktor pertama, ekonomi dan kesehatan terdiri dari variabel PDRB per kapita (non migas), pertumbuhan ekonomi, dan angka harapan hidup. Faktor kedua yaitu faktor pendidikan dan sosial terdiri dari paritas daya beli, ratarata lama sekolah, angka melek huruf, dan dependecy ratio. Faktor terakhir yaitu faktor penduduk dan tenaga kerja terdiri dari persentase tenaga kerja primer dan tersier, tingkat pengangguran terbuka, dan kepadatan penduduk. 12. Berdasarkan hasil analisis cluster diperoleh bahwa kabupaten/kota di Pulau Kalimantan dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) klaster, yaitu klaster agraris, klaster perkotaan, klaster tertinggal, dan klaster kaya. Klaster agraris merupakan klaster dengan karakteristik daerah bersifat agraris yang mana sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Kondisi ekonomi daerah-daerah yang termasuk dalam klaster ini tidak begitu baik, namun kondisi pendidikannya masih sangat baik. Klaster perkotaan

8 memiliki komponen ekonomi dan pendidikan yang masih sangat baik dibandingkan dengan klaster lain. Umumnya daerah-daerah yang termasuk dalam klaster perkotaan merupakan wilayah perkotaan dan ibukota provinsi dengan permasalahan sosial yang kompleks seperti tingkat kepadatan penduduk dan angka penggangguran yang tinggi. Klaster tertinggal merupakan wilayah dengan kondisi ekonomi dan pendidikan yang jauh tertinggal dibanding klaster lain dengan sebagian besar masyarakatnya bekerja di sektor primer. Klaster kaya merupakan wilayah dengan komponen ekonomi paling tinggi atau di atas rata-rata kabupaten/kota se-kalimantan, namun pelaksanaan pendidikan di klaster ini tidak begitu baik, masih di bawah klaster perkotaan dan klaster agraris. 13. Berdasarkan hasil analisis faktor dan analisis cluster dapat diketahui prioritas pembangunan di masing-masing klaster. Untuk klaster agraris, prioritas pembangunan yang utama adalah penanganan masalah-masalah ekonomi dengan lebih meningkatkan konsentrasi kegiatan di bidang ekonomi. Prioritas pembangunan di klaster perkotaan lebih diutamakan pada penanganan masalah-masalah sosial seperti tingkat kepadatan penduduk dan angka pengangguran. Klaster tertinggal merupakan klaster dengan kondisi tertinggal baik secara ekonomi maupun pendidikan. Prioritas pembangunan di klaster ini adalah penanganan masalah ekonomi dan pendidikan, sedangkan untuk klaster kaya, prioritas pembangunan lebih diutamakan pada masalah pendidikan.

9 5.2 Implikasi 1. Kebijakan Gubernur Kalimantan Timur mencanangkan grand strategy yang bertujuan menjadikan Provinsi Kalimantan Timur sebagai kawasan terkemuka agroindustri baik di Indonesia maupun di AsiaPasifik, sudah sesuai dengan posisi Kabupaten Kutai Timur sebagai pusat pertumbuhan baru di Provinsi Kalimantan Timur. Salah satu kegiatan dari program tersebut adalah membangun dan mengembangkan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internationl (KIPI) Maloy. Kawasan ini telah ditransformasi menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sehingga mampu mengintegrasi pembangunan untuk menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja. 2. Sinkronisasi antara program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan 13 KAPET diharapkan akan segera terealisasi, mengingat lebih dari 60 persen daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah KAPET merupakan daerah tertinggal. 3. Kehadiran Daerah Otonomi Baru (DOB) tidak lebih sebagai upaya untuk meraih kekuasaan semata. Kerapkali timbul permasalahan baru setelah daerah-daerah tersebut dimekarkan, banyak investasi-investasi yang kehadirannya semestinya untuk kesejahteraan rakyat justru malah menyimpang. Data yang dilansir oleh Kementerian Dalam Negeri pada Tahun 2012, telah terbentuk 205 kabupaten/kota baru dan setelah dievaluasi selama tiga tahun terakhir, hanya 22 persen daerah pemekaran yang berhasil, sisanya 78 persen gagal. Seperti yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat, dari tujuh daerah yang dimekarkan, enam diantaranya termasuk dalam daerah tertinggal,

10 kecuali Kabupaten Kubu Raya yang mengalami kemajuan sangat pesat baik dari sisi pendapatan daerah maupun sisi pembangunan, bahkan bisa melampaui kabupaten induknya. Sangat diharapkan bagi pemerintah pusat dan provinsi agar lebih selektif dalam mensahkan DOB, jangan sampai hal tersebut dijadikan ajang menggerogoti keuangan pemerintah pusat dan berebut untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Alternatif lain bagi pemerintah pusat dan daerah adalah melakukan penghentian terhadap proses atau kebijakan pemekaran daerah dan melakukan reformasi internal dalam pemerintahan kabupaten/kota. 4. Kerjasama antarkabupaten/kota di berbagai bidang lebih ditingkatkan, seperti pembangunan rel kereta api, pendirian pabrik pupuk NPK, hingga kerjasama pendidikan. Kebijakan ini sering dianggap solusi terbaik dalam setiap permasalahan di daerah. Kerjasama dijalin berdasarkan pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, serta sinergi dan saling menguntungkan bagi masing-masing daerah. Seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dan Kabupaten Kotawaringin Barat yang melakukan kerjasama dalam bidang perekonomian dan sarana transportasi penyeberangan laut antarkabupaten berbeda pulau. 5. Keberhasilan pembangunan di Pulau Kalimantan ke depan akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan mengelola dan memanfaatkan keunggulan komparatif kekayaan sumber daya alam serta membangun daya saing dengan mengoptimalkan posisi geostrategi Pulau Kalimantan. Tantangan terbesar yang dihadapi Pulau Kalimantan dalam membangun wilayahnya berasal dari

11 luar, mengingat Tahun 2015 Indonesia memasuki Asean Economic Community 2015 sebagai integrasi ekonomi negara-negara ASEAN. Tahun 2015 kawasan ASEAN akan menjadi pasar terbuka yang berbasis produksi, yang mana aliran barang, jasa dan investasi akan bergerak bebas. Dalam konteks ini, daerah-daerah di Pulau Kalimantan harus segera mengambil kesempatan untuk berperan aktif dan mempersiapkan diri dalam menghadapi integrasi perekonomian dengan meningkatkan potensi pasar domestik dan mendorong daya saing serta nilai tambah sumber daya alam masing-masing daerah baik di tingkat nasional maupun internasional. Untuk memenangkan persaingan di level regional, nasional dan dunia, kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah daerah adalah mengembangkan industri berbasis unggulan masing masing daerah dengan didukung infrastruktur yang berkualitas dan penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas pula. 6. Hasil penelitian tentang sektor-sektor basis dan unggulan di Pulau Kalimantan diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan/kajian bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menentukan prioritas pembangunan suatu daerah, terutama meningkatkan sektor-sektor ekonomi tertinggal. Programprogram pembangunan akan berhasil di suatu daerah ketika kebijakankebijakan sesuai dengan kondisi wilayah tertentu 5.3 Keterbatasan 1. Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan tesis ini. Keterbatasan peneliti dalam penelitian ini adalah penggunaan data PDRB kabupaten/kota. Data PDRB yang dibutuhkan peneliti seharusnya

12 PDRB tiap kecamatan, tetapi peneliti tidak berhasil menemukan data tersebut di BPS maupun di instansi terkait. 2. Analisis overlay belum cukup untuk mengetahui apakah rencana pembangunan dalam MP3EI sudah efektif. Hal ini dikarenakan dari hasil rencana pembangunan MP3EI belum terlihat jelas selama periode penelitian, sehingga untuk penelitian lebih lanjut tentang keefektifitasan MP3EI dapat digunakan analisis Shift Share dan analisis gravitasi. 5.4 Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, saran yang dapat disampaikan sebagai berikut. 1. Untuk mendukung pembangunan di pusat-pusat pertumbuhan baru, Pemerintah Pusat dan Daerah diharapkan dapat memberikan perlakuan khusus pada Kabupaten Kotawaringin Barat, Kota Balikpapan, dan Kabupaten Kutai Timur. Beberapa program kegiatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan pendanaan pembangunan dengan melengkapi sarana dan prasarana serta perluasan jaringan transportasi, sehingga para investor swasta dapat tertarik untuk menanamkan modalnya di wilayah tersebut. 2. Program pembangunan di Pulau Kalimantan harus lebih diarahkan pada program-program yang mendorong kinerja sektor pertanian sehingga tidak mengandalkan pada sektor pertambangan dan penggalian mengingat nilai produksi sektor migas di Pulau Kalimantan dari tahun ke tahun cenderung menurun. Selain itu, tambang dan migas sebagai sumber daya tak terbaharui

13 (nonrenewable resources) yang suatu saat pasti akan habis (Kuncoro, 2010: 184). Penataan dasar yang dapat dilakukan pemerintah daerah adalah meningkatkan peran sektor pertanian secara luas melalui pengembangan komoditas yang memiliki peluang ekspor, promosi investasi dan perdagangan, mengembangkan kawasan ekonomi terpadu ataupun kawasan ekonomi yang didasarkan pada keterkaitan antarsektor ekonomi dan kawasan sentra produksi melalui pengembangan sektor unggulan dan potensial. Pembangunan pertanian di Pulau Kalimantan ke depan tidak lagi dilakukan secara tradisional, akan tetapi harus lebih diarahkan kepada upaya-upaya untuk peningkatan produktivitas, mutu, nilai tambah produk (value added), dan daya saing produk (cometitiveness). Selanjutnya secara proposional peran migas, pertambangan, dan kehutanan sebagai penopang utama perekonomian dikurangi secara bertahap melalui pengembangan secara intensif sektor-sektor lainnya sehingga perekonomian wilayah Kalimantan dapat terjamin keberlanjutannya. 3. Perlunya kebijakan regional bagi masing-masing wilayah sesuai dengan hasil analisis cluster. Prioritas pembangunan untuk mengurangi ketimpangan adalah dengan meningkatkan aksesbilitas antardaerah khususnya di bagian barat Pulau Kalimantan yang relatif tertinggal dibandingkan dengan daerahdaerah lain. Salah satunya adalah peningkatan penyediaan infrastruktur transportasi, penyediaan moda transportasi perintis pada daerah-daerah yang tidak bisa dijangkau transportasi umum, dan pengembangan kerjasama antardaerah dalam pengembangan transportasi. Di bidang ekonomi, kebijakan

14 yang dapat diambil adalah memperkuat struktur ekonomi di daerah-daerah tertinggal dan perbatasan dengan mengoptimalkan pengembangan komoditaskomoditas unggulan, meningkatkan aktivitas industri pengolahan, dan daya tarik investasi melalui pemberian insentif, kemudahan perijinan dan akses terhadap lahan bagi para investor. Di bidang pendidikan, pemerintah daerah pada daerah-daerah tertinggal harus lebih memprioritaskan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar dan menengah, sedangkan peningkatan kualitas pendidikan di daerah kaya dapat dibebankan pada pemerintah daerah dan perusahaan-perusahaan migas, batubara, dan industri besar. 4. Kontribusi sektor listrik, gas, dan air minum kabupaten/kota sangat kecil. Minimnya share sektor ini disebabkan oleh adanya krisis energi listrik dan belum optimalnya pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk pengembangan energi listrik Pulau Kalimantan yang disebabkan oleh rendahnya investasi, dukungan teknologi, dan belum optimalnya kerjasama dengan lembaga penelitian dalam pengembangan energi alternatif. Perlu pengembangan infrastruktur energi dengan memanfaatkan sumber daya alam gas dan batubara yang melimpah serta mendorong industrialisasi di Pulau Kalimantan. 5. Memperkuat kemitraan dan koordinasi antarlembaga pemerintah melalui penyusunan regulasi dengan mengatur kerjasama antarsektor pembangunan dan antardaerah (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota). Kerjasama tersebut harus didasari dengan kesukarelaan dan tidak cenderung mengedepankan ego kewilayahan. Salah satu kegiatan yang dilakukan para Gubernur se-

15 Kalimantan hingga sekarang adalah Forum Kerjasama Revitalisasi dan Percepatan Pembangunan Regional Kalimantan (FKRP2RK). Dalam forum tersebut telah disepakati Program Pembangunan Bersama Kalimantan yang meliputi bidang infrastruktur, tata ruang, dan sumber daya manusia. Beberapa rencana kegiatan dalam forum tersebut meliputi pengembangan interkoneksi transportasi dan antarprovinsi se-kalimantan, mengembangkan Kalimantan sebagai lumbung energi dan pangan nasional, pengembangan kluster industri pengolahan berbasis sumber daya alam, meningkatkan daya dukung lingkungan, pengembangan kawasan perbatasan, dan penyelesaian penetapan dan masalah kawasan hutan. 6. Mengusulkan Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kota Balikpapan untuk ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Koridor Ekonomi Kalimantan. Posisi kedua daerah ini sangat strategis berada di jalur jalan Trans-Kalimantan dan memiliki beberapa kawasan strategis, seperti Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kota Pangkalan Bun dan Kawasan Strategis Ekonomi Sektor Unggulan Agropolitan (pusat pertanian dan perikanan darat) di Kecamatan Pangkalan Lada dan Kumai, dan Kawasan Industri Kariangau (KIK) di Balikpapan. Selain itu, kedua daerah tersebut memiliki bandara udara dan pelabuhan yang memudahkan dalam mobilisasi barang untuk tujuan domestik maupun manca negara (ekspor-impor). Terdapat potensi wisata di Kabupaten Kotawaring Barat, seperti kawasan suaka alam Taman Nasional Tanjung Puting, Tanjung Keluang, Suaka Marga Satwa Sungai Lamandau dan Hutan Lindung, sedangkan Balikpapan adalah pintu gerbang

16 Kalimantan Timur dengan potensi daya tarik wisata yang tinggi. Dalam lingkup nasional, Balikpapan ditetapkan sebagai kota MICE. 7. Perlu dilakukan evaluasi dan penelitian lebih lanjut tentang penetapan ibukota-ibukota provinsi sebagai pusat pertumbuhan di KE Kalimantan mengingat pusat-pusat pertumbuhan tidak selalu berada di ibukota provinsi sebagaimana ditetapkan dalam MP3EI. Mengkaji kembali tentang penetapan pengembangan kawasan andalan yang belum optimal, penetapan daerah tertinggal oleh KPDT, dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Jika dilihat nilai PDRB per kapita selama 13 tahun terakhir, Kabupaten Kutai Timur layak dijadikan Pusat Kegiatan Wilayah di Provinsi Kalimantan Timur. 8. Tema pembangunan Koridor Ekonomi Kalimantan dalam naskah MP3EI sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional perlu dievaluasi kembali, mengingat konsentrasi pertumbuhan di Pulau Kalimantan lebih dominan di bagian timur Kalimantan. Provinsi Kalimantan Timur memang terkenal kaya akan migas, batubara, dan industri besar, dan hal ini tidak terjadi bagi daerah-daerah lain seperti di bagian barat dan tengah. 9. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan di kawasan-kawasan budidaya khususnya di kawasan andalan mengingat masih banyak daerah-daerah di kawasan andalan termasuk dalam daerah tertinggal. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan pemerintah daerah adalah peningkatan kapasitas penguasaan teknologi, permodalan, dan kemampuan manajemen untuk mengelola berbagai potensi sumber daya alam yang ada.

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Simpulan 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi spasial maka yang menjadi kutub pertumbuhan adalah Kota Medan. Karakteristik utama yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah di era otonomi menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal, seperti masalah kesenjangan dan iklim globalisasi. Yang disebut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Analisis pertumbuhan ekonomi wilayah ini bertujuan untuk melihat pola atau klasifikasi perkembangan keterkaitan antara tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

[diterima: 7 Juli 2015 disetujui: 6 Oktober 2016 terbit daring: 3 Januari 2017]

[diterima: 7 Juli 2015 disetujui: 6 Oktober 2016 terbit daring: 3 Januari 2017] Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 16 No. 2 Januari 2016: 81-104 p-issn 1411-5212; e-issn 2406-9280 DOI: http://dx.doi.org/10.21002/jepi.v16i2.574 81 Analisis Pusat Pertumbuhan dan Autokorelasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhana pembangunan dapat dimaknai sebagai usaha atau proses untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya, pembangunan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

REALISASI INVESTASI DAN REALISASI PENERBITAN IZIN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA TRIWULAN II TAHUN 2013

REALISASI INVESTASI DAN REALISASI PENERBITAN IZIN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PADA TRIWULAN II TAHUN 2013 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BADAN PERIZINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH (BPPMD) Website : http://bppmd.kaltimprov.go.id Email : humas@bppmd.kaltimprov.go.id / humas.bppmdkaltim@gmail.com Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang. Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang

IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG. 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang. Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang 51 IV. GAMBARAN UMUM KOTA BONTANG 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Bontang Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Bontang 52 Kota Bontang terletak antara 117 23 BT - 117 38 BT dan 0 01 LU - 0 12 LU atau berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, dimana pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor pertanian terhadap Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan oleh sekian banyak Negara berkembang khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan oleh sekian banyak Negara berkembang khususnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan yang kian marak dilakukan oleh setiap pemerintah daerah pada era reformasi ini merupakan suatu proses yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. diperoleh beberapa kesimpulan penelitian. Kesimpulan berikut ini berusaha

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. diperoleh beberapa kesimpulan penelitian. Kesimpulan berikut ini berusaha BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan penelitian. Kesimpulan berikut ini berusaha menjawab tujuan

Lebih terperinci

BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011

BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011 BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011 2.1. Kondisi Wilayah Sumatera Saat Ini Pertumbuhan ekonomi provinsi di Wilayah Sumatera tahun 2009 rata-rata memiliki laju pertumbuhan positif dan menurun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi

Lebih terperinci

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI

SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DERAH DALAM PENGUATAN IKLIM USAHA DAN INVESTASI KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERSPEKTIF PEMERINTAHAN JOKOWI DAN JK 2015-2019 ( 9 AGENDA PRIORITAS ) Nomor PRIORITAS 1 Perlindungan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF Apakah Rencana Tata Ruang Pulau sudah sesuai dengan koridor ekonomi?, demikian pertanyaan ini diutarakan oleh Menko Perekonomian dalam rapat

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tersebut adalah melalui pembangunan. Menurut Tjokroamidjojo

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tersebut adalah melalui pembangunan. Menurut Tjokroamidjojo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerataan pembangunan telah digariskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, yang menyatakan bahwa fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yakni memajukan

Lebih terperinci

5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT

5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT 5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan sesuatu yang wajar pada awal proses pembangunan baru dimulai terutama di negara berkembang

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sarana untuk mendorong kemajuan daerahdaerah. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu wilayah dengan wilayah yang lain,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA Strategi dan Program Prioritas Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Mahulu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN 2011

BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI TAHUN 2011 BAB V PENGEMBANGAN WILAYAH TAHUN 2011 5.1. Kondisi Wilayah Sulawesi Saat Ini Perkembangan berbagai indikator ekonomi regional provinsi-provinsi di wilayah Sulawesi menjelang akhir tahun 2009 tak terlepas

Lebih terperinci

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM REPOSISI KAPET 2014 KELEMBAGAAN DIPERKUAT, PROGRAM IMPLEMENTATIF, KONSISTEN DALAM PENATAAN RUANG MEMPERKUAT MP3EI KORIDOR IV SULAWESI LEGALITAS, KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR PU DALAM MEMPERCEPAT PENGEMBANGAN

Lebih terperinci