ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG"

Transkripsi

1 i TESIS ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG I WAYAN GEDE EKA SAPUTRA NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

2 ii ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Udayana I WAYAN GEDE EKA SAPUTRA NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii

3 iii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 6 Agustus 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. IPG Ardhana, M.Agr.Sc., SH. Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS NIP NIP Mengetahui Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS. NIP Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K) NIP iii

4 iv Tesis ini telah Diuji dan Dinilai pada Tanggal 6 Agustus 2015 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. : 2520/UN.14.4/HK/2015 Tanggal 29 Juli 2015 Ketua : Prof. Dr. Ir. IPG Ardhana, MAgrSc, SH. Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS 2. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr. 3. Prof. Made Sudiana Mahendra, PhD. iv

5 v SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : I Wayan Gede Eka Saputra NIM : Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan Judul Tesis : Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, Juli 2015 Hormat Saya, v

6 vi UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-nya, tesis dengan judul Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng dapat diselesaikan. Di dalam penulisan tesis ini penulis memperoleh banyak bantuan berupa bimbingan, saran dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. IPG Ardhana, MAgrSc, SH. selaku Pembimbing I yang telah dengan sabar dan penuh perhatian memberikan bimbingan, saran dan motivasi sehingga penulisan tesis ini dapat diselasaikan. Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS selaku Pembimbing II yang telah memberikan saran dan bimbingan kepada penulis dalam penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD KEMD. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister di Universitas Udayana. Terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr. I Wayan Budiarsa Suyasa, MS sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh tahap penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr. selaku Pembahas yang dengan sabar memberikan berbagai masukan dan arahan dalam penulisan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Made Sudiana Mahendra, PhD selaku Penguji yang telah memberikan masukan, saran dan perbaikan sehingga tesis ini menjadi lebih baik. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para dosen dan staf pengajar di Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu dan wawasan di bidang Ilmu Lingkungan. vi

7 vii Serta kepada para staf sekretariat Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang selalu membantu kelancaran semua keperluan administrasi dan akademik Penulis. Kepada teman-teman Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Udayana yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Bali melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali yang telah memberikan ijin belajar kepada Penulis dan memberikan biaya studi sehingga Penulis dapat menempuh pendidikan magister di Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih yang tiada terkira kepada keluarga tercinta, orang tua, istri dan anakku tersayang, yang telah memberikan kasih sayang dan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari akan segala keterbatasan yang dimiliki, maka daripada itu saran dan masukkan yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk membantu penyempurnaan tesis ini. Denpasar, Juli 2015 Penulis vii

8 viii ABSTRACT DISASTER RISK ANALYSIS OF LANDSLIDE IN SUKASADA SUB-DISTRICT, BULELENG REGENCY Sukasada Sub-District is a region that is largely a hilly area with steep slopes, high rain fall intensity and unstable soil conditions. This leads that the Sukasada Sub-District become potential for the occurrence of landslides. Therefore, mitigation efforts are necessary to reduce the risk of landslides that may occur. In analyzing the level of disaster risk factors three factors are set out: threats, vulnerability, and capacity. Sub factor of threats is a map of potential land movement and slope parameters. Sub factor of vulnerability includes the physical vulnerability, social vulnerability, economic vulnerability and environmental vulnerability. And in the capacity sub-factor, there are 5 priority indicators of regional capacity. The Sub factors are described in more details in the risk indicators of landslides in the Sub-District of Sukasada. The sub-factors and indicator of disasters indicators are analyzed by using Geographic Information System (GIS) set in data processing, analysis and maps display. The results from the use of GIS software are in the form of a map of the level of threat, vulnerability level maps and capacity level maps. These maps are overlaid so as resulting in disaster risk level maps of land in Sukasada Sub-District. The threat of landslides in the Sub-District of Sukasada is covering hectares or 69,51% of the total area. High threat level area is around 727 hectares, the threat level is covering hectares and a low threat level area is around hectares. The level of vulnerability of landslides in Sub-District Sukasada ranges from moderate to high. The highest vulnerability level (0,83) is located in some villages, such as: Pancasari, Pegayaman, Panji and Panji Anom Village. While the lowest level of vulnerability (0,66) is in Padangbulia Village. The level of local capacity to landslides in Sukasada Sub-District is categorized as low, with the index of resistance area of 40,25 or capacity level of 0,2349. The level of risk of landslides in the Sukasada Sub-District is classified as moderate to high. Areas with moderate risk levels cover hectares and a high level of risk covers hectares. Key words: landslides, threats, vulnerability, capacity, risk. viii

9 ix ABSTRAK ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG Kecamatan Sukasada merupakan wilayah yang sebagian besar merupakan daerah perbukitan dengan kelerengan yang curam, intensitas hujan yang cukup tinggi serta kondisi tanah yang tidak stabil. Hal ini menyebabkan Kecamatan Sukasada berpotensi untuk terjadinya bencana tanah longsor. Oleh karena itu diperlukan upaya mitigasi untuk mengurangi risiko bencana tanah longsor yang mungkin terjadi. Dalam menganalisis tingkat risiko bencana ditetapkan tiga faktor yaitu faktor ancaman, kerentanan dan kapasitas. Sub faktor ancaman adalah peta potensi gerakan tanah dan parameter kemiringan. Sub faktor dari kerentanan adalah kerentanan fisik, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi dan kerentanan lingkungan. Sub faktor dari kapasitas adalah 5 indikator prioritas kapasitas daerah. Sub faktor tersebut dijabarkan lebih detail ke dalam indikator risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada. Sub faktor dan indikator bencana tersebut di analisis dengan menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam mengolah data, menganalisis dan menampilkan peta-peta. Hasil dari penggunaan perangkat lunak SIG berupa peta tingkat ancaman, peta tingkat kerentanan, dan peta tingkat kapasitas. Peta-peta ini ditumpangsusunkan sehingga menghasilkan peta tingkat risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada. Ancaman bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada adalah seluas hektar atau 69,51% dari luas wilayahnya. Tingkat ancaman tinggi seluas 727 hektar, tingkat ancaman sedang seluas hektar dan tingkat ancaman rendah seluas hektar. Tingkat kerentanan bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada berkisar dari sedang sampai tinggi. Tingkat kerentanan tertinggi (0,83) terdapat di Desa Pancasari, Desa Pegayaman, Desa Panji dan Desa Panji Anom, sedangkan tingkat kerentanan terendah (0,66) di Desa Padangbulia. Tingkat kapasitas daerah terhadap bencana tanah longsor Kecamatan Sukasada tergolong rendah, dengan indeks ketahanan daerah sebesar 40,25 atau tingkat kapasitasnya 0,2349. Tingkat risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada tergolong sedang sampai tinggi. Daerah dengan tingkat risiko sedang adalah seluas hektar dan tingkat risiko tinggi seluas hektar. Kata kunci : tanah longsor, ancaman, kerentanan, kapasitas, risiko. ix

10 x RINGKASAN I Wayan Gede Eka Saputra. Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. IPG Ardhana, MAgrSc, SH. dan Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS. Kecamatan Sukasada mempunyai potensi kerawanan menengah sampai tinggi untuk terjadinya bencana tanah longsor. Hal ini diperkuat dengan beberapa kejadian bencana tanah longsor yang menyebabkan korban jiwa dan material. Untuk meminimalisasi dampak bencana tanah longsor maka dilakukan upaya pengurangan risiko bencana tanah longsor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat ancaman, tingkat kerentanan dan tingkat kapasitas bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada. Selain tujuan diatas, penelitian ini juga bertujuan untuk merumuskan strategi pengurangan risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada. Analisis risiko bencana tanah longsor berdasarkan atas Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 2 Tahun Tingkat ancaman diperoleh dengan menumpangtindihkan peta potensi gerakan tanah dengan kemiringan lereng. Tingkat kerentanan diperoleh dengan menumpangtindihkan sub faktor kerentanan. Sub faktor kerentanan dan bobotnya : kerentanan fisik (25%), kerentanan sosial (40%), kerentanan ekonomi (25%) dan kerentanan lingkungan (10%). Komponen kerentanan fisik (bobot) : jumlah rumah (40%), jumlah fasilitas umum (30%) dan fasilitas kritis (30%). Komponen kerentanan sosial (bobot) : kepadatan penduduk (60%), rasio kemiskinan (10%), rasio cacat (10%) dan rasio usia rentan (10%). Komponen ekonomi (bobot) : lahan produktif (60%) dan Produk Domestik Regional Bruto/PDRB (40%). Komponen kerentanan lingkungan (bobot) : hutan tanaman (80%), hutan bakau/mangrove (10%) dan semak belukar (10%). Tingkat Kapasitas diperoleh dengan melakukan diskusi kelompok terfokus dengan instansi terkait. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil adalah data kapasitas Kecamatan Sukasada. Data sekunder yang diambil adalah peta potensi gerakan tanah diperoleh dari Badan Geologi dan ESDM, peta kemiringan dan dari Badan Informasi Geospasial (BIG), data jumlah rumah, fasilitas umum, data kependudukan, PDRB dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Buleleng, data penggunaan lahan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali. Sub faktor dan indikator bencana tersebut di analisis dengan menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam mengolah data, menganalisis dan menampilkan peta-peta. Hasil dari penggunaan perangkat lunak SIG berupa peta tingkat ancaman, peta tingkat kerentanan, dan peta tingkat kapasitas. Petapeta ini ditumpangsusunkan sehingga menghasilkan peta tingkat risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada. Tingkat ancaman, tingkat kerentanan, tingkat kapasitas dan tingkat risiko dibagi kedalam 3 (tiga) indeks, yaitu rendah (0 0,33), sedang (0,34 0,66) dan tinggi (0,67 1,00). Strategi pengurangan risiko bencana dapat disusun setelah tingkat risiko bencana tanah longsor diketahui. x

11 xi Ancaman bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada seluas hektar atau 65,25% dari luas wilayahnya. Tingkat ancaman tinggi seluas 727 hektar, tingkat ancaman sedang seluas hektar dan tingkat ancaman rendah seluas hektar. Jumlah penduduk yang tinggal di daerah ancaman bencana tanah longsor jiwa. Penyebab ancaman bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada adalah kelerengan yang curam, alih fungsi lahan menjadi perumahan serta batuan penyusun yang mempunyai daya rekat rendah. Tingkat kerentanan bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada adalah sedang sampai tinggi. Terdapat 4 (empat) desa dengan skor kerentanan tertinggi (0,83 termasuk tingkat kerentanan tinggi) yaitu Pancasari, Pegayaman, Panji dan Panji Anom. Desa dengan skor terendah (0,66 termasuk tingkat kerentanan sedang) adalah Desa Padangbulia disebabkan oleh kepadatan penduduk yang rendah pada daerah bahaya. Penyebab tingkat kerentanan tinggi adalah kepadatan penduduk yang tinggi pada daerah yang tingkat ancaman tinggi sampai rendah. Hasil diskusi kelompok terfokus dengan pihak-pihak terkait menunjukkan bahwa Kecamatan Sukasada mempunyai indeks kapasitas kebencanaan 40,25 jika dikonversi kedalam tingkat kapasitas bernilai 0,2439 atau level rendah. Penyebab dari rendahnya tingkat kapasitas bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada adalah rendahnya nilai pada Prioritas II (mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini), Prioritas III (menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun suatu budaya keselamatan dan ketahanan disemua tingkat), Prioritas IV (mengurangi faktor-faktor risiko yang mendasar) dan Prioritas V (memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkat). Untuk meningkatkan nilai kapasitas, hal yang perlu dilakukan adalah dengan membentuk forum/jaringan khusus untuk pengurangan risiko bencana, penyebarluasan informasi kebencanaan, menyusun rencana kontijensi dan pelatihan/simulasi kebencanaan serta menyediakan prosedur pada masa pasca bencana. Tingkat risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada tergolong sedang sampai tinggi dengan luas hektar yang dihuni oleh jiwa. Daerah dengan tingkat risiko sedang seluas hektar yang ditempati oleh jiwa dan tingkat risiko tinggi seluas hektar yang ditempati oleh jiwa. Desa Pegayaman mempunyai wilayah terluas tingkat risiko tinggi yaitu seluas hektar dan Kelurahan Sukasada mempunyai luas tersempit untuk tingkat risiko tinggi yaitu seluas 14 hektar. Penyebab dari tingginya tingkat risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada adalah wilayah yang terancam luas, kepadatan penduduk yang tinggi, tingginya nilai rumah, fasilitas umum dan lahan produktif, hutan yang luas pada daerah yang terancam bencana tanah longsor serta tingkat kapasitas daerah yang rendah. Strategi untuk mengurangi tingkat risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada dapat ditempuh dengan pengelolaan kawasan yang memiliki kelerengan yang curam ataupun tanah yang tidak stabil. mengurangi kepadatan dan aktifitas penduduk yang bermukim di kawasan dengan tingkat risiko tinggi bencana tanah longsor. Risiko bencana tanah longsor juga dapat diukrangi dengan menentukan jalur dan tempat evakuasi, mitigasi struktural dan mitigasi non struktural serta adaptasi masyarakat. Mitigasi struktural dengan pembangunan xi

12 xii yang bersifat fisik sedangkan mitigasi non struktural terhadap bencana tanah longsor dilakukan dengan membuat aturan/regulasi. Adaptasi masyarakat dengan agroforestri yaitu penanaman campur antara tanaman pertanian dengan pepohonan berakar dalam. xii

13 xiii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRACT... viii ABSTRAK... ix RINGKASAN... x DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xxi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Tanah Longsor Jenis-jenis Tanah Longsor Penyebab Tanah Longsor Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor Ancaman (Bahaya) Risiko Bencana Tanah Longsor Kerentanan Bencana Tanah Longsor Kapasitas Bencana Tanah Longsor Risiko Bencana Upaya Pengurangan Risiko Bencana xiii

14 xiv BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Konsep Penelitian BAB IV METODE PENELTIAN 4.1 Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Penentuan Sumber Data Variabel Penelitian Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Analisis Data BAB V PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ancaman Analisis Kerentanan Kerentanan Fisik Kerentanan Sosial Kerentanan Ekonomi Kerentanan Lingkungan Tingkat Kerentanan Analisis Kapasitas Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor Strategi Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 xv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi tanah longsor.. 10 Tabel 2.2 Jenis tanah longsor 12 Tabel 2.3 Faktor penyebab dan faktor pemicu tanah longsor.. 15 Tabel 2.4 Karakteristik bencana tanah longsor Tabel 4.1 Luasan administratif tiap desa di Kecamatan Sukasada Tabel 4.2 Sumber data ancaman tanah longsor Tabel 4.3 Sumber data kerentanan tanah longsor.. 44 Tabel 4.4 Sumber data kapasitas tanah longsor Tabel 4.5 Matriks penentuan tingkat ancaman Tabel 4.6 Parameter kerentanan sosial Tabel 4.7 Parameter kerentanan ekonomi Tabel 4.8 Parameter kerentanan fisik Tabel 4.9 Parameter kerentanan lingkungan Tabel 4.10 Matriks penentuan tingkat kerentanan 54 Tabel 4.11 Parameter kapasitas bencana tanah longsor Tabel 4.12 Matriks tingkat kapasitas Tabel 4.13 Matriks penentuan tingkat risiko tanah longsor Tabel 5.1 Tingkat bahaya tanah longsor di Kecamatan Sukasada Tabel 5.2 Harga satuan unit fasilitas umum Tabel 5.3 Tingkat kerentanan fisik bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada Tabel 5.4 Tingkat kerentanan sosial bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada Tabel 5.5 Tingkat kerentanan ekonomi bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada Tabel 5.6 Tingkat kerentanan lingkungan bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada. 73 Tabel 5.7 Tingkat kerentanan bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada Tabel 5.8 Daftar jawaban HFA Kecamatan Sukasada Tabel 5.9 Daftar nilai HFA Kecamatan Sukasada xv

16 xvi Tabel 5.10 Tingkat kapasitas di Kecamatan Sukasada Tabel 5.11 Tingkat risiko di Kecamatan Sukasada xvi

17 xvii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Jenis tanah longsor.. 11 Gambar 2.2 Upaya pengurangan risiko bencana Gambar 3.1 Kerangka berpikir penelitian. 36 Gambar 3.2 Konsep penelitian.. 38 Gambar 4.1 Lokasi penelitian Gambar 4.2 Ruang lingkup penelitian Gambar 4.3 Sumber data penelitian Gambar 4.4 Komposisi indikator kerentanan Gambar 4.5 Prosedur penelitian Gambar 5.1 Peta tingkat bahaya tanah longsor di Kecamatan Sukasada Gambar 5.2 Peta kerentanan fisik Kecamatan Sukasada Gambar 5.3 Peta kerentanan sosial Kecamatan Sukasada. 66 Gambar 5.4 Peta kerentanan ekonomi Kecamatan Sukasada.. 69 Gambar 5.5 Peta kerentanan lingkungan Kecamatan Sukasada.. 72 Gambar 5.6 Peta kerentanan Kecamatan Sukasada. 75 Gambar 5.7 Peta kapasitas Kecamatan Sukasada Gambar 5.8 Peta risiko Kecamatan Sukasada xvii

18 xviii DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ACDR = Asian Conference for Disaster Reduction Bakornas PB = Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Bappeda = Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BIG = Badan Informasi Geospasial BMKG = Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BNPB = Badan Nasional Penanggulangan Bencana BPBD = Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPN = Badan Pertanahan Nasional BPS = Badan Pusat Statistik Capil = Catatan Sipil cm = Senti Meter DAS = Daerah Aliran Sungai Dinkes = Dinas Kesehatan DVMBG = Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ESDM = Energi dan Sumber Daya Mineral FGD = Focus Group Discussion GIS = Geographic Information System ha = Hektar HFA = Hyogo Framework for Action km² = Kilo Meter Persegi Litbang = Penelitian dan Pengembangan LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat m = meter m² = Meter Persegi m³ = Meter Kubik mm = Mili Meter MSE = Mechanically Stabilized Earth PAD = Pendapatan Asli Daerah PB = Penanggulangan Bencana PDAM = Perusahan Daerah Air Minum xviii

19 xix PDRB Perda Perka PMI Podes Polindes Ponpes Poskesdes Posyandu PPLH PPLS PRB PT Puskesmas Pustu PVMBG RBI Rp RSB RTRW RUTR SD SLB SMA SMP SMK SIG SNI SRTM Susenas TK UNISDR = Pendapatan Domestik Regional Bruto = Peraturan Daerah = Peraturan Kepala = Palang Merah Indonesia = Potensi Desa = Pondok Bersalin Desa = Pondok Pesantren = Pos Kesehatan Desa = Pos Pelayanan Terpadu = Pusat Penelitian Lingkungan Hidup = Program Pendataan Perlindungan Sosial = Pengurangan Risiko Bencana = Perguruan Tinggi = Pusat Kesehatan Masyarakat = Puskesmas Pembantu = Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi = Rupa Bimi Indonesia = Rupiah = Rumah Sakit Bersalin = Rencana Tata Ruang Wilayah = Rencana Untuk Tata Ruang = Sekolah Dasar = Sekolah Luar Biasa = Sekolah Menengah Atas = Sekolah Menegah Pertama = Sekolah Menengah Kejuruan = Sistem Ingormasi Geografis = Standar Nasional Indonesia = Shuttle Radar Topography Mission = Survei Sosial Ekonomi Nasional = Taman Kanak-kanak = United Nations International Strategy for Disaster Reduction xix

20 xx UNDP USGS UTM UU WCDR WGS = United Nations Development Programme = United States Geological Survey = Universal Transverse Mercator = Undang-undang = World Conference for Disaster Reduction = World Geodetic System xx

21 xxi DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Peta bahaya gerakkan tanah Provinsi Bali.. 99 Lampiran 2 Jumlah dan nilai kerentanan rumah di Kecamatan Sukasada. 100 Lampiran 3 Jumlah fasilitas umum di Kecamatan Sukasada 101 Lampiran 4 Daftar pertanyaan HFA kapasitas bencana. 102 Lampiran 5 Daftar konversi tingkat kapasitas xxi

22 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya dapat menyebabkan korban jiwa, kerugian harta benda dan kerusakan berbagai infrastruktur, sarana dan prasarana yang telah dibangun. Bencana alam yang terjadi akibat eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, alih fungsi lahan dan penggunaan lahan yang tidak sesuai serta akibat perubahan iklim global telah mengakibatkan bertambahnya wilayah yang rawan terhadap bencana alam berupa bencana banjir, kekeringan, tanah longsor, angin puting beliung, gelombang pasang, kebakaran hutan dan lahan. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, tsunami dan gunung meletus hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat, kapan akan terjadi dan berapa besaran kekuatannya, sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bahaya. 1

23 2 Statistik Bencana di Indonesia dari Januari sampai dengan Agustus tahun 2014 (Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB], 2014), jumlah kejadian bencana : 972 kejadian bencana, korban meninggal dan hilang : 374 orang, korban menderita dan mengungsi : orang dan kerusakan pemukiman : unit. Bencana tanah longsor selama bulan Agustus 2014 telah terjadi sebanyak 20 kali dan menyebabkan 8 orang meninggal, 3 orang luka-luka, 671 orang mengungsi, 35 rumah rusak dan 5 fasilitas umum rusak. Menurut Bappeda Bali dan PPLH Universitas Udayana (2006), potensi bencana tanah longsor di Provinsi Bali seluas ,55 hektar. Salah satu kabupaten yang rawan terhadap bencana tanah longsor adalah Kabupaten Buleleng karena topografi daerahnya yang berbukit dan mempunyai daerah dengan lereng yang curam. Wilayah-wilayah rawan tanah longsor di Buleleng antara lain terdapat di Kecamatan Gerokgak, Busungbiu, Sukasada, dan Tejakula. Kabupaten Buleleng yang sebagian wilayahnya adalah daerah perbukitan dan pegunungan, menyebabkannya menjadi daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Intensitas curah hujan yang tinggi, jenis tanah yang labil serta lereng yang curam, secara alami akan dapat memicu terjadinya bencana alam tanah longsor. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinata et al. (2013) berupa peta daerah rawan bencana longsor di Kecamatan Sukasada menunjukkan bahwa Kecamatan Sukasada memiliki potensi kerawanan untuk terjadinya bencana longsor. Kecamatan Sukasada memiliki tingkat kerawanan tinggi untuk terjadinya bencana longsor, terutama Desa Gitgit, Desa Wanagiri, Desa Silangjana, Desa Pegayaman dan Desa Pancasari. Peta ancaman bencana gerakan tanah dari

24 3 Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia, menunjukkan wilayah Kecamatan Sukasada memiliki potensi kerawanan menengah sampai tinggi untuk terjadinya bencana tanah longsor. Kecamatan Sukasada, dalam beberapa tahun terakhir mengalami kejadian tanah longsor. Bencana tanah longsor menyebabkan korban jiwa, rumah rusak, rusaknya lahan pertanian penduduk dan tertimbunnya badan jalan sehingga arus transportasi menjadi terputus. Berikut ini adalah beberapa kejadian bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada (Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD] Provinsi Bali, 2014): 1. Tanah longsor di Desa Pancasari pada 2 Pebruari 2012 menyebabkan 2 orang meninggal, 1 orang luka, 1 rumah rusak. 2. Tanah longsor di Desa Gitgit 19 Pebruari 2013 menyebabkan 2 orang meninggal dunia. 3. Tanah longsor di Desa Sambangan 15 Desember 2013 menyebabkan 3 orang meninggal dunia. 4. Tanah longsor di Desa Padangbulia 24 April 2014 menyebabkan tertimbunnya saluran irigasi dan badan jalan. Rencana penanggulangan bencana di suatu daerah merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Hal ini diperjelas lagi dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Rencana Penanggulangan Bencana merupakan wujud dari upaya pemerintah terkait dengan perumusan program-program kegiatan dan fokus prioritas penanggulangan bencana. Potensi kebencanaan yang beragam, tingkat kerentanan

25 4 yang cenderung tinggi serta tingkat kapasitas penduduk yang masih kurang, diperlukan keberadaan sebuah rencana terpadu yang berguna dalam menghadapi kondisi kebencanaan yang ada. Kecamatan Sukasada adalah daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Untuk meminimalisasi dampak bencana tanah longsor, maka harus dilakukan upaya pengurangan risiko bencana. Untuk melakukan pengurangan risiko bencana maka karakteristik bencana harus dikaji secara seksama. Hal ini yang menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian di daerah ini dengan judul Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali sebagai salah satu upaya untuk mendukung pengurangan risiko bencana tanah longsor Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang akan dikaji meliputi : 1. Bagaimana tingkat ancaman bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada? 2. Bagaimana tingkat kerentanan pada daerah yang rawan bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada? 3. Bagaimana tingkat kapasitas yang ada pada daerah yang rawan tanah longsor di Kecamatan Sukasada? 4. Bagaimana strategi pengurangan risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada?

26 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat ancaman bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada. 2. Mengetahui tingkat kerentanan pada daerah yang rawan bencana tanah longsor. 3. Mengetahui tingkat kapasitas yang ada pada daerah yang rawan tanah longsor. 4. Merumuskan strategi pengurangan risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Manfaat akademik, sebagai bahan informasi dalam pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sehubungan dengan strategi pengurangan risiko bencana tanah longsor. 2. Manfaat praktis, sebagai sumber informasi yang akurat bagi pemerintah, LSM dan masyarakat dalam penyusunan strategi pengurangan risiko bencana tanah longsor.

27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Tanah Longsor Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian. Bencana didefinisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri (United Nations International Strategy for Disaster Reduction [UNISDR], 2009). Bencana merupakan hasil dari kombinasi pengaruh bahaya (hazard), kondisi kerentanan (vulnerability) pada saat ini, kurangnya kapasitas maupun langkah-langkah untuk mengurangi atau mengatasi potensi dampak negatif. Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, antara lain: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa 6

28 7 gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. 3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR, 2004), terdapat dua jenis utama bencana yaitu bencana alam dan bencana teknologi. Bencana alam terdiri dari tiga: 1. Bencana hidrometeorologi berupa banjir, topan, banjir bandang, kekeringan dan tanah longsor. 2. Bencana geofisik berupa gempa, tsunami dan aktifitas vulkanik 3. Bencana biologi berupa epidemi, penyakit tanaman dan hewan. Bencana teknologi terbagi menjadi tiga grup yaitu: 1. Kecelakaan industri berupa kebocoran zat kimia, kerusakan infrastruktur industri, kebocoran gas, keracunan dan radiasi. 2. Kecelakaan transportasi berupa kecelakaan udara, darat dan air. 3. Kecelakaan miscellaneous berupa struktur domestik atau struktur nonindustrial, ledakan dan kebakaran. Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh gayagaya dari dalam bumi. Sedangkan bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca. bencana alam

29 8 ekstra-terestrial, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh gaya atau energi dari luar bumi, bencana alam geologis dan klimatologis lebih sering berdampak terhadap manusia. Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia (Anwar et al, 2003). Gerakan tanah akan terjadi pada suatu lereng, jika ada keadaan ketidakseimbangan yang menyebabkan terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari lereng tersebut bergerak mengikuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi longsor lereng akan seimbang atau stabil kembali. Jadi longsor merupakan pergerakan massa tanah atau batuan menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi akibat terganggunya kestabilan lereng. Apabila massa yang bergerak pada lereng ini didominasi oleh tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring maupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah. Suripin (2002) mendefinisikan tanah longsor adalah merupakan suatu bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Ditinjau dari segi gerakannya, maka selain erosi longsor masih ada beberapa erosi yang diakibatkan oleh gerakan massa tanah, yaitu rayapan (creep), runtuhan batuan (rock fall) dan aliran lumpur (mud flow). Massa yang bergerak dalam longsor merupakan massa yang besar maka seringkali kejadian tanah longsor akan membawa korban, berupa kerusakan lingkungan, lahan pertanian, permukiman dan infrastruktur serta harta bahkan hilangnya nyawa manusia.

30 Jenis-Jenis Tanah Longsor Tanah longsor atau gerakan tanah yang terjadi pada suatu daerah dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor faktor geologis, faktor curah hujan dan faktor buatan manusia. Faktor pengontrol terjadinya longsoran merupakan fenomena yang mengkondisikan suatu lereng menjadi berpotensi bergerak, meskipun pada saat ini lereng tersebut masih stabil (belum bergerak atau belum longsor). Lereng yang berpotensi untuk bergerak ini baru akan bergerak apabila ada gangguan yang memicu terjadinya gerakan (Karnawati, 2005). Faktor-faktor ini umumnya merupakan fenomena alam (meskipun ada yang bersifat non alamiah). Menurut Popescu (2002), penyebab tanah longsor secara garis besar dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu : kondisi tanah dan batuan, prosesproses geomorfologi, proses-proses fisik dan proses-proses buatan manusia. Proses terjadinya tanah longsor atau gerakan tanah dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor penyebab pengontrol dan faktor pemicu gerakan. Faktor pengontrol meliputi : aspek geomorfologi, geologi, tanah, geohidrologi dan tata guna lahan. Faktor pemicu gerakan meliputi : infiltrasi air ke dalam lereng, getaran dan aktivitas manusia (Karnawati, 2005). Ada banyak klasifikasi mekanisme tanah longsor, seperti klasifikasi yang dikemukakan oleh Varnes (1978). Klasifikasi tanah longsor yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dikemukakan oleh Varnes untuk lereng alami. Adapun klasifikasi Hoek dan Bray banyak digunakan dalam bidang pertambangan yaitu untuk lereng buatan. Klasifikasi oleh Varnes didasarkan pada mekanisme gerakan dan material yang berpindah atau bergerak.

31 10 Varnes (1978) mengklasifikasi tanah longsor menjadi 6 tipe yaitu fall (jatuhan), topple (jungkiran), slides (longsoran), lateral spread (hamparan lateral), flow (aliran) dan complex/compound (kompleks atau gabungan). Lebih jelasnya klasifikasi tanah longsor menurut Vernes (1978) disajikan dalam Tabel 2.1 dan gambar jenis-jenis tanah longsor menurut USGS (2004) disajikan dalam Gambar 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi tanah longsor Sumber : Varnes (1978)

32 11 Gambar 2.1 Jenis tanah longsor (USGS, 2004) Menurut Subowo (2003), ada enam jenis tanah longsor, yaitu: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan seperti pada Tabel 2.2. Dari keenam jenis longsor tersebut, jenis longsor translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan tingkat pelapukan batuan yang tinggi, sehingga tanah yang terbentuk cukup tebal. Sedangkan longsor yang paling banyak menelan korban harta, benda dan jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Hal tersebut dikarenakan longsor jenis aliran bahan rombakan ini dapat menempuh jarak yang cukup jauh yaitu bisa mencapai ratusan bahkan ribuan meter, terutama pada daerah-daerah aliran sungai di daerah sekitar gunungapi. Kecepatan longsor jenis ini sangat dipengaruhi oleh kemiringan lereng, volume dan tekanan air, serta jenis materialnya.

33 12 Tabel 2.2 Jenis tanah longsor Sumber : Subowo (2003) Penyebab Tanah Longsor Tanah longsor akan terjadi jika terpenuhi tiga keadaan, yaitu: 1) lereng cukup curam, 2) terdapat bidang peluncur (batuan) di bawah permukaan tanah yang kedap air, dan 3) terdapat cukup air (hujan) yang masuk ke dalam pori-pori tanah di atas lapisan batuan kedap sehingga tekanan tanah terhadap lereng meningkat (Brook et al., 1991). Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah

34 13 hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia. Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005), tanah longsor dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia sebagai pemicu terjadinya tanah longsor, yaitu : a. Faktor Alam Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain: a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, lereng yang terjal yang diakibatkan oleh struktur sesar dan kekar (patahan dan lipatan), gempa bumi, stratigrafi dan gunung api, lapisan batuan yang kedap air miring ke lereng yang berfungsi sebagai bidang longsoran, adanya retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik). b. Keadaan tanah: erosi dan pengikisan, adanya daerah longsoran lama, ketebalan tanah pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah jenuh karena air hujan. c. Iklim: curah hujan yang tinggi, air (hujan di atas normal) d. Keadaan topografi: lereng yang curam. e. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika, susut air cepat, banjir, aliran bawah tanah pada sungai lama). f. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal lahan kosong, semak belukar di tanah kritis.

35 14 b. Manusia Ulah manusia yang tidak bersahabat dengan alam dan dapat menimbulkan terjadinya tanah longsor antara lain: a. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal. b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng. c. Kegagalan struktur dinding penahan tanah. d. Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan menyebabkan tanah menjadi lembek e. Adanya budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng. f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman. g. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga Rencana Untuk Tata Ruang (RUTR) tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri. h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing i. Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang bertambah dipicu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang padat karena material urugan atau material longsoran lama pada tebing j. Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran Penyebab terjadinya tanah longsor dapat bersifat statis dan dinamis. Statis merupakan kondisi alam seperti sifat batuan (geologi) dan lereng dengan kemiringan sedang hingga terjal, sedangkan dinamis adalah ulah manusia. Ulah manusia banyak sekali jenisnya dari perubahan tata guna lahan hingga

36 15 pembentukan gawir yang terjal tanpa memperhatikan stabilitas lereng. (Surono, 2003). Sedangkan menurut Sutikno (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah antara lain : tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi, keadaan vegetasi, curah hujan/hidrologi, dan aktivitas manusia di wilayah tersebut. Tabel 2.3 Faktor penyebab dan faktor pemicu tanah longsor No Faktor Penyebab Parameter 1 Faktor pemicu dinamis 1. Kemiringan lereng 2. Curah hujan 3. Penggunan lahan (aktivitas manusia) 2 Faktor pemicu statis 4. Jenis batuan dan struktur geologi 5. Kedalaman solum tanah 6. Permeabilitas tanah 7. Tekstur tanah Sumber : Goenadi et al. (2003) dalam Alhasanah (2006) Karnawati (2004) dalam Alhasanah (2006) menjelaskan bahwa terjadinya longsor karena adanya faktor-faktor pengontrol gerakan di antaranya geomorfologi, tanah, geologi, geohidrologi, dan tata guna lahan, serta adanya proses-proses pemicu gerakan seperti : infiltrasi air ke dalam lereng, getaran, aktivitas manusia/perubahan dan gangguan lahan. Faktor-faktor pengontrol gerakan tanah meliputi kondisi morfologi, geologi, struktur geologi, hidrogeologi, dan tata guna lahan. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi sehingga mewujudkan suatu kondisi lereng yang cenderung atau berpotensi untuk bergerak. Kondisi lereng yang demikian disebut sebagai kondisi rentan untuk bergerak. Gerakan pada lereng baru benar-benar dapat terjadi apabila

37 16 ada pemicu gerakan. Pemicu gerakan merupakan proses-proses alamiah ataupun non alamiah yang dapat mengubah kondisi lereng dari rentan (siap bergerak) menjadi mulai bergerak. Menurut Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1981) faktor-faktor penyebab terjadinya tanah longsor antara lain adalah sebagai berikut : a. Topografi atau lereng, b. Keadaan tanah/batuan, c. Curah hujan atau keairan, d. Gempa/gempa bumi, dan e. Keadaan vegetasi/hutan dan penggunaan lahan. Faktor-faktor penyebab tersebut satu sama lain saling mempengaruhi dan menentukan besar dan luasnya bencana tanah longsor. Kepekaan suatu daerah terhadap bencana tanah longsor ditentukan pula oleh pengaruh dan kaitan faktorfaktor ini satu sama lainnya Kelerengan (Slope) Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih 15º perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring berbakat atau berpotensi longsor. Potensi terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lerengnya,

38 17 struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup, dan penggunaan lahan pada lereng tersebut. Lebih jauh Karnawati (2001) menyebutkan terdapat 3 tipologi lereng yang rentan untuk bergerak/longsor, yaitu : - Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih kompak. - Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng. - Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan. Kemantapan suatu lereng tergantung kapada gaya penggerak dan gaya penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang berusaha untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah gayagaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya penahan ini lebih besar daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap (Das, 1993; Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003). Pada dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Lereng atau lahan yang kemiringannya melampaui 20º (40%), umumnya berbakat untuk bergerak atau longsor. Namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring berpotensi untuk longsor. Menurut Anwar et al. (2001), dari berbagai kejadian longsor, dapat diidentifikasi 3 tipologi lereng yang rentan untuk bergerak yaitu: a. Lereng timbunan tanah residual yang dialasi oleh batuan kompak. b. Lereng batuan yang berlapis searah lereng topografi. c. Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan.

39 Penutupan lahan Penggunaan lahan seperti persawahan maupun tegalan dan semak belukar, terutama pada daerah-daerah yang mempunyai kemiringan lahan terjal umumnya sering terjadi tanah longsor. Minimnya penutupan permukaan tanah dan vegetasi, sehingga perakaran sebagai pengikat tanah menjadi berkurang dan mempermudah tanah menjadi retak-retak pada musim kemarau. Pada musim penghujan air akan mudah meresap ke dalam lapisan tanah melalui retakan tersebut dan dapat menyebabkan lapisan tanah menjadi jenuh air. Hal demikian cepat atau lambat akan mengakibatkan terjadinya longsor atau gerakan tanah (Wahyunto, 2007). Karnawati (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan lahan dapat menjadi faktor pengontrol gerakan tanah dan meningkatkan risiko gerakan tanah karena pemanfaatan lahan akan berpengaruh pada tutupan lahan (land cover) yang ada. Tutupan lahan dalam bentuk tanaman-tanaman hutan akan mengurangi erosi. Adapun tutupan lahan dalam bentuk permukiman, sawah dan kolam akan rawan terhadap erosi, apalagi lahan tanpa penutup akan sangat rawan terhadap erosi yang akan mengakibatkan gerakan tanah. Pola tanam yang tidak tepat justru berpotensi meningkatkan bahaya longsor. Jenis tanaman apa pun yang ditanam saat rehabilitasi harus sesuai dengan kondisi geofisik dan sejalan dengan tujuan akhir rehabilitasi lahan. Pohon yang cocok ditanam di lereng curam adalah yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki jangkauan akar yang luas sebagai pengikat tanah (Surono, 2003).

40 Faktor tanah Jenis tanah sangat menentukan terhadap potensi erosi dan longsor. Tanah yang gembur karena mudah melalukan air masuk ke dalam penampang tanah akan lebih berpotensi longsor dibandingkan dengan tanah yang padat (massive) seperti tanah bertekstur liat (clay). Hal ini dapat terlihat juga dari kepekaan erosi tanah. Nilai kepekaan erosi tanah (K) menunjukkan mudah tidaknya tanah mengalami erosi, ditentukan oleh berbagai sifat fisik dan kimia tanah. Makin kecil nilai K makin tidak peka suatu tanah terhadap erosi (Sitorus, 2006). Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan. (Litbang Departemen Pertanian, 2006). Dalam hal kekritisan stabilisasi lereng menurut Saptohartono (2007) pada intensitas hujan yang sama (127,4 mm/jam), tekstur tanah pasir cenderung lebih cepat mencapai kondisi kritis sekitar 0,023 jam, dibandingkan tekstur tanah lempung 0,03 jam dan tanah liat sekitar 0,08 jam setelah terjadi hujan Curah Hujan Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Besar kecilnya curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dalam jangka waktu relatif lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat

41 20 dinyatakan dalam m³/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Curah hujan 10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m² adalah 10 liter (Subekti et al, 2009). Karnawati (2003) menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya bencana tanah longsor adalah air hujan. Air hujan yang telah meresap ke dalam tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan lebih kedap air. Derasnya hujan mengakibatkan air yang tertahan semakin meningkatkan debit dan volumenya dan akibatnya air dalam lereng ini semakin menekan butiran-butiran tanah dan mendorong tanah lempung pasiran untuk bergerak longsor. Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan air dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut. Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung maka semakin mudah tanah tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin tebal tumpukan tanah, maka juga semakin besar volume massa tanah yang longsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah menjadi aliran lumpur yang pada saat longsor sering menimbulkan suara gemuruh. Hujan dapat memicu tanah longsor melalui penambahan beban lereng dan menurunkan kuat geser tanah. Selanjutnya, menurut Suryolelono (2005), pengaruh hujan dapat terjadi di bagian-bagian lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkaitan dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhatikan pola-pola

42 21 yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Penebangan hutan yang seharusnya tidak diperbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng dengan geomorfologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi rawan longsor Faktor geologi Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah struktur geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami (pelarutan), dan gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap (Surono, 2003). Menurut UNDP (1992), terdapat 9 karakteristik bencana tanah longsor seperti yang disajikan dalam Tabel Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor Ancaman (Bahaya) Risiko Bencana Tanah Longsor Ancaman (bahaya) adalah situasi, kondisi atau karakteristik biologis, klimatologis, geografis, geologis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan. Bahaya atau hazard merupakan salah satu komponen penyusun risiko (risk) bencana.

43 22 Tabel 2.4 Karakteristik bencana tanah longsor (UNDP, 1992) 2 Karakteristik Umum 3 Bisa diramalkan 4 Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kerentanan 5 Pengaruhpengaruh umum yang merugikan 6 Tindakan pengurangan risiko 7 Tindakan kesiapan khusus 8 Kebutuhan khusus pasca bencana 9 Alat-alat penilaian dampak Sumber : UNDP (1992) NO PERIHAL RANGKUMAN 1 Fenomena sebab akibat Meluncurnya tanah pada lereng dan bebatuan sebgai akibat getarangetaran yang terjadi secara alami, perubahan-perubahan secara langsung kandungan air, hilangnya dukungan yang berdekatan, pengisian beban, pelapukan, atau manipulasi manusia terhadap jalurjalur air dan komposisi lereng. Tanah longsor berbeda-beda dalam tipe gerakannya (jatuh, meluncur, tumbang, menyebar ke samping, mengalir), dan mungkin pengaruhpengaruh sekundernya adalah badai yang kencang, gempa bumi dan letusan gunung berapi. Tanah longsor lebih menyebar dibandingkan dengan kejadian geologi lainnya. Frekuensi kemunculannya, tingkat, dan konsekuensi dari tanah longsor bisa diperkirakan dan daerah-daerah yang beresiko tinggi ditetapkan dengan penggunaan informasi pada area geologi, geomorphologi, hidrologi, & klimatologi dan vegetasi. Tempat tinggal yang dibangun pada lereng terjal, tanah yang lembek, puncak batu karang. Tempat hunian yang dibangun pada dasar lereng yang terjal, pada mulut-mulut sungai dari lembah-lembah gunung. Jalan-jalan, jalur-jalur komunikasi di daerah-daerah pegunungan. Bangunan dengan pondasi lemah. Jalur-jalur pipa yang ditanam, pipa-pipa yang mudah patah. Kurangnya pemahaman akan bahaya tanah longsor. Kerusakan fisik - Segala sesuatu yang berada di atas atau pada jalur tanah longsor akan menderita kerusakan. Puing-puing bisa menutup jalan-jalan, jalur komunikasi atau jalan-jalan air. Pengaruh-pengaruh tidak langsung bisa mencakup kerugian produktifitas pertanian atau lahan-lahan hutan, banjir, berkurangnya nilai property. Korban Kematian terjadi karena runtuhnya lereng. Luncuran puing-puing yang hebat atau aliran lumpur telah membunuh ribuan orang. Pemetaan bahaya Legislasi dan peraturan penggunaan bahaya Asuransi Pendidikan komunitas Monitoring Sistem peringatan dini Jalur evakuasi SAR (penggunaan peralatan untuk memindahkan tanah) Bantuan medis, emergensi tempat berlindung bagi yang tidak memiliki tempat tinggal. Formulir pengkajian kerusakan

44 23 Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, material campuran tersebut bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor adalah: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah, jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir maka tanah kedap air menjadi licin dan pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti kemiringan lereng dan keluar lereng. Faktor utama penyebab terjadinya tanah longsor adalah : jenis tanah pada lapisan atas permukaan (top soil), vegetasi penutup, kemiringan lereng, dan tinggi rendahnya curah hujan. Kejadian gerakan tanah di Indonesia dapat dikatakan setiap tahun pasti terjadi dan beberapa di antaranya mengakibatkan bencana. Sejak tahun sedikitnya telah terjadi 103 kejadian longsor yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua. Kejadian tersebut mengakibatkan 411 korban meninggal, 149 korban luka-luka, 4608 rumah rusak dan hancur, 751 ha lahan pertanian rusak, dan 920 m jalan rusak. (Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2007) Kejadian gerakan tanah di Karanganyar pada tanggal 26 Desember 2007 menyebabkan 62 orang meninggal dunia (Naryanto, 2011). Bencana longsor di Kabupaten Sleman yang terjadi tahun 2011 sebanyak 34 unit rumah tertimbun dan korban 4 orang (Destrianti dan Pamungkas, 2013). Dari kejadian ini semua, potensi kejadian bencana tanah longsor di Indonesia sangat perlu mendapatkan perhatian. Peta bahaya gerakkan tanah Provinsi Bali disajikan pada Lampiran 1.

45 Kerentanan Bencana Tanah Longsor Keberadaan bencana pada dasarnya tidak diharapkan oleh pihak manapun. Akan tetapi ketika bencana merupakan hal yang mungkin terjadi, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kesigapan ketika terjadi bencana dan kesiapsiagaan ketika tidak atau belum terjadi bencana. Model atau perkiraan terhadap bencana susulan hanya dapat dilakukan apabila pernah terjadi kejadian sebelumnya. Dalam menghadapi ancaman bencana, terdapat kelompok masyarakat yang melakukan tindakan yang sesuai dengan prosedur keselamatan yang telah ditetapkan. Namun di pihak lain terdapat kelompok masyarakat yang belum siap dan sigap ketika terjadi bencana. Kerentanan merupakan kondisi masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana kerentanan yang ada di masyarakat berupa : 1. Kerentanan fisik (infrastruktur), menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap infrastruktur bila ada faktor berbahaya (hazard). Berbagai indikator yang merupakan kerentanan fisik : persentase kawasan bangunan, kepadatan bangunan, persentasi bangunan darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM dan rel kereta api. 2. Kerentanan ekonomi, menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan ekonomi (proses ekonomi) yang terjadi bila terjadi ancaman bahaya. Indikator yang menunjukkan tingginya tingkat kerentanan ekonomi adalah persentase rumah tangga yang bekerja disektor rentan (sektor jasa

46 25 dan distribusi) dan persentase rumah tangga miskin di daerah rentan bencana. 3. Kerentanan sosial, menggambarkan perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan penduduk apabila ada bahaya. Indikatornya antara lain : kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk tua, balita dan wanita yang tinggi. 4. Kerentanan lingkungan, menunjukkan kondisi suatu wilayah yang rawan akan bencana. Kondisi geografis, kondisi geologis serta data statistik kebencanaan merupakan indikator kerentanan lingkungan. Kerentanan organisasi (institusional), menunjukkan eksistensi institusi setempat (pemerintah/swasta) yang terkait dengan upaya penanggulangan bencana. Indikatornya antara lain: adanya pedoman dan kebijakan penanggulangan bencana, koordinasi, kerjasama, komitmen dan konsistensi instansi terkait dalam penaggulangan bencana Kapasitas Bencana Tanah Longsor Kapasitas merupakan seperangkat kemampuan yang memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan daya tahan terhadap efek bahaya yang mengancam/merusak, dan meningkatkan ketahanan serta kemampuan masyarakat untuk mengatasi dampak dari kejadian yang membahayakan. Kekuatan/potensi yang ada pada diri setiap individu dan kelompok sosial. Kapasitas ini dapat berkaitan dengan sumberdaya, keterampilan, pengetahuan, kemampuan organisasi dan sikap untuk bertindak dan merespon suatu krisis (Anderson & Woodrow, 1989 dalam Paripurno 2001).

47 26 Jenis-jenis kapasitas dalam penanggulangan bencana : 1. Kapasitas fisik Kemampuan untuk memperoleh barang/benda yang dibutuhkan untuk membangun kembali struktur dalam masyarakat. 2. Kapasitas sosial ekonomi Pada saat tuntutan akan berbagai barang yang tersedia, ada pula kebutuhan akan tenaga yang teroganisir untuk membangun kembali daerah mereka. Para tenaga ini harus memiliki berbagai keterampilan khusus. 3. Kapasitas keorganisasian/kelembagaan Adanya lembaga berbentuk keluarga dan masyarakat. Mereka mempunyai pemimpin beserta sistemnya dalam pengambilan berbagai keputusan. 4. Kapasitas ekonomi Adanya kemampuan di sektor bisnis untuk kembali memperbaiki dan memulihkan masyarakat perekonomian. 5. Kapasitas bersikap/motivasi Orang juga memiliki sikap positif dan motivasi kuat seperti misalnya muncul sebuah tekad untuk bertahan, mencintai atau peduli pada orang lain, keberanian serta keinginan untuk saling membantu. Adanya kerentanan dan ancaman bencana menjadikan kapasitas mutlak untuk dikembangkan. Semakin besar kapasitas dan kemampuan masyarakat dalam mengelola bencana maka akan semakin kecil dampak kerugian dan korban yang ditimbulkan. Hal seperti inilah yang dirintis dalam pengurangan risiko bencana.

48 Risiko Bencana Menurut Bakornas PB (2006), dalam pengelolaan bencana (disaster management), risiko bencana adalah interaksi antara kerentanan daerah dengan ancaman bahaya yang ada. Tingkat kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga kemampuan dalam menghadapai ancaman tersebut semakin meningkat. Besarnya risiko bencana dapat dinyatakan dalam bersarnya kerugian yang terjadi (harta, jiwa, cedera) untuk suatu besaran kejadian tertentu. Risiko bencana pada suatu daerah bergantung kepada beberapa faktor berikut: - Alam/geografi/geologi (kemungkinan terjadinya fenomena bahaya) - Kerentanan masyarakat terhadap fenomena (kondisi dan banyaknya bangunan) - Kerentanan fisik daerah (kondisi dan banyaknya bangunan) - Konteks strategis daerah - Kesiapan masyarakat setempat untuk tanggap darurat dan membangun kembali, dan faktor lain. Secara umum risiko bencana dapat dirumuskan sebagai berikut: Kerentanan Risiko Bencana Ancaman Kapasitas (2.1) Ancaman suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi dapat menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa atau kerusakan lingkungan. Kerentanan suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang mengakibatkan ketidakmampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman. Kapasitas penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan

49 28 mempersiapkan diri untuk mencegah, menanggulangi, meredam serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. Dengan demikian maka semakin tinggi ancaman, kerentanan dan lemahnya kapasitas, maka semakin besar pula risiko bencana yang dihadapi seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Apa yang bisa dilakukan masyarakat dalam mengurangi risiko bencana? 1. Mengenali potensi bencana yang merupakan ancaman. 2. Mengurangi dampak bencana (mitigasi bencana) 3. Membuat action plan, termasuk: rute dan peta evakuasi serta simulasi bencana. Ancaman Ancaman Gambar 2.2 Upaya pengurangan risiko bencana (Bakornas PB, 2006)

50 29 Bidang kegiatan pengurangan risiko bencana adalah dengan melakukan berbagai cara antara lain: 1. Identifikasi dan pengkajian risiko a. Analisis kerentanan dan kemampuan b. Analisis dan pemantauan ancaman c. Identifikasi risiko dan kajian dampak d. Peringatan dini 2. Pengurangan risiko a. Manajemen lingkungan b. Pembangunan sosial dan ekonomi c. Upaya fisik dan teknik d. Jejaring dan kemitraan 3. Penanggulangan dampak risiko/darurat a. Kesiapan, perencanaan kontijensi. b. Penanggulangan kedaruratan. c. Pemulihan 2.3. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Menurut Bakornas PB (2006), salah satu pengertian paling sederhana tentang bencana adalah adanya kerugian pada hidup dan kehidupan suatu masyarakat sebagai dampak dari suatu kejadian yang disebabkan gejala alam ataupun ulah manusia. Kalau bencana diartikan seperti ini, maka tujuan utama dari penanganan bencana adalah untuk mencegah atau mengurangi kerugian yang dihadapi masyarakat. Pertanyaan sentral berikutnya adalah strategi apa yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut? Strategi pertama adalah dengan mencegah kejadiannya, yaitu dengan sama sekali menghilangkan atau secara

51 30 signifikan mengurangi kemungkinan dan peluang terjadinya fenomena yang bepotensi merugikan tersebut. Kalau ini tidak dapat dicapai, maka strategi kedua adalah dengan melakukan berbagai cara untuk mengurangi besarnya dan keganasan kejadian tersebut dengan mengubah karakteristik ancamannya, meramalkan atau mendeteksi potensi kejadian, atau mengubah sesuai unsur-unsur struktural dan nonstruktural dari masyarakat. Jika kejadian memang tidak dapat dihindarkan atau dikurangi, maka strategi ketiga adalah dengan mampersiapkan pemerintah dan masyarakat untuk menghindari atau merespon kejadian tersebut secara efektif sehingga kerugian dapat dikurangi. Strategi yang keempat adalah dengan secepatnya memulihkan masyarakat korban bencana dan membangun kembali sembari menguatkan mereka untuk menghadapi kemungkinan bencana masa depan. Jadi strategi penanganan bencana jelas bukan dan tidak terbatas pada respon kedaruratan saja. Selama ini penanganan bencana difokuskan pada saat kejadian bencana melalui pemberian bantuan darurat (relief) berupa : pangan, penampungan, dan kesehatan. Tujuan utama penanganan seperti ini adalah untuk meringankan penderitaan korban, kerusakan ketika terjadi bencana, dan segera mempercepat pemulihan (recovery). Dari respon darurat ke manajemen risiko : pergeseran ini mendorong perubahan radikal cara pandang. Tadinya, penanganan bencana dipandang sebagai rangkaian tindakan khusus terbatas pada keadaan darurat, dilakukan oleh para pakar saja, kompleks dan mahal, serta cepat. Sekarang, penanganan bencana harus dilihat sebagai suatu paket kegiatan baik ada kedaruratan ataupun tidak. Titik beratnya bukan lagi bagaimana merespon kedaruratan melainkan bagaimana

52 31 melakukan manajemen risiko sehingga dampak merugikan dari suatu kejadian dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Aspek-aspek penanganan bencana harus dipadukan dalam keseharian aspek-aspek pembangunan dan hajat pemerintahan justru pada saat keadaan normal. Dengan demikian, penanganan bencana membuka diri terhadap peran serta masyarakat dan dunia usaha pada berbagai tahap penanganan bencana. Kemudian perubahan paradigma penanganan bencana mulai bergeser ke arah pengurangan risiko bencana yaitu kombinasi dari sudut pandang teknis dan ilmiah terhadap kondisi sosial, ekonomi dan politis, dan menganalisis risiko bencana, ancaman, kerentanan dan kemampuan masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan untuk mengelola dan mengurangi risiko, dan juga mengurangi terjadinya bencana. Kegiatannya dilakukan bersama oleh semua para pihak (stakeholder) dengan pemberdayaan masyarakat. Pendekatan ini menekankan pada bahaya dan kerentanan, serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi bahaya dan risiko, gejala alam dapat menjadi bahaya, jika mengancam manusia dan harta benda. Bahaya akan berubah menjadi bencana jika bertemu dengan kerentanan dan ketidakmampuan masyarakat. Fokus utama dalam pengurangan risiko bencana adalah: 1. Pengaturan legalitas bagaimana pengurangan risiko bencana menjadi prioritas nasional. Memperkuat kerjasama dan koordinasi antar lembaga dalam membagi tanggung jawab. 2. Perumusan kebijakan pengurangan risiko bencana terintegrasi kedalam perumusan kebijakan pembangunan.

53 32 3. Perencanaan dan pembangunan a. Pengurangan risiko bencana menjadi rencana strategi instansi pusat ke daerah b. Mekanisme untuk menjamin bahwa bencana tidak akan merusak proyek pembangunan. c. Dan proyek pembangunan tidak meningkatkan risiko bencana kepada masyarakat. d. Mekanisme koordinasi instansi atau lembaga terlibat dalam pengurangan risiko bencana. 4. Dukungan pelaksanaan a. Pengurangan risiko bencana menjadi strategi dari instansi atau lembaga dalam pembangunan. b. Sasaran yang dituju mengenal ancaman akan ancaman risiko yang dihadapi serta cara mengatasinya. c. Adanya pengaturan kerjasama, kemitraan, dan koalisi untuk melaksanakan pengurangan risiko bencana. Menurut Yanuarko (2007), upaya pengurangan bencana harus ditingkatkan. Konferensi pengurangan risiko bencana sedunia (World Conference for Disaster Reduction/WCDR) di Kobe, Jepang, pada tanggal Januari 2005 dan konferensi asia (Asian Conference for Disaster Reduction/ACDR) di Beijing, China, pada tanggal September 2005 tentang pengurangan risiko bencana adalah dasar tekad dan program kerja masyarakat sedunia dalam mengurangi risiko bencana, yang melahirkan Hyogo Framework for Action/HFA (Kerangka Kerja Aksi Hyogo ) yaitu membangun ketahanan bangsa dan

54 33 komunitas terhadap bencana (Building the Resilience of nation and communities to disasters). Hasil ini memahami bahwa sasaran pembangunan tidak akan tercapai tanpa pertimbangan risiko bencana dan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak dapat dicapai kalau pengurangan risiko bencana tidak diarusutamakan kedalam kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Jelasnya, perspektif pengurangan risiko bencana harus dipadukan kedalam perencanaan pembangunan setiap negara dan dalam strategi pelaksanaannya yang terkait. Pada pelaksaannya, hal ini sudah didukung perangkat teknologi yang sudah ada dalam kemampuan untuk mengambil tindakan proaktif untuk mengurangi risiko kerugian akibat bencana sebelum terjadi. Selanjutnya bencana yang terjadi secara berulang-ulang menjadi suatu tantangan bagi pembangunan disetiap negara. Dampak bencana semakin meningkat, bantuan terhadap keadaan darurat juga semakin bertambah, juga semakin mengurangi sumber daya untuk biaya pembangunan. Demikian pula secara sosial dan ekonomi, penduduk semakin terpuruk dan terpinggirkan kedalam kemiskinan, ketergantungan akan sumber daya alam akan semakin meningkat, sehingga berdampak pada degradasi lingkungan, yang pada akhirnya semakin meningkatkan kerentanan terhadap risiko bencana. Dengan demikian pengurangan risiko bencana harus menjadi suatu bagian tak terpisahkan dari pembangunan berkelanjutan.

55 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Kajian risiko bencana dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya adalah metode pemetaan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Secara mendasar pemahaman tentang konsep bencana menjadi dasar yang kuat dalam melakukan pemetaan risiko bencana yang dapat diaplikasikan kedalam Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat ditampilkan secara spasial dan menghasilkan peta bahaya, peta kerentanan, peta kapasitas dan peta risiko bencana. Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng memiliki topografi dengan lereng yang curam, banyak terjadi alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan dan perumahan. Pertanian dan perkebunan di Kecamatan Sukasada dilakukan tanpa memperhatikan kesesuaian dengan kontur lahan. Belakangan ini juga sering terjadinya hujan dalam intensitas yang sangat lebat dan dalam waktu yang lama. Fakor-faktor ini menjadikan Kecamatan Sukasada menjadi daerah yang sangat rawan terjadinya bencana tanah longsor. Penanggulangan bencana tanah longsor sangat kompleks karena melibatkan peran pemerintah mulai dari tingkat kecamatan sampai pemerintah pusat, melibatkan juga berbagai lembaga sosial dan kemanusian dan masyarakat itu sendiri. Masyarakat selama ini khususnya masyarakat di Kecamatan Sukasada kurang memperhatikan keselamatan dalam menghadapi bencana tanah longsor. 34

56 35 Hal ini diperkuat dengan pembangunan pemukiman di daerah yang rawan bencana tanah longsor, pertanian dan perkebunan di daerah rawan tanah longsor serta masyarakat tetap beraktifitas meskipun situasi dan kondisi mengancam keselamatan mereka dari bencana tanah longsor. Penyebab kenyataan ini dimungkinkan juga sebagai kurangnya sosialisai dan pengetahuan kebencanaan masyarakat. Selain itu, hal penting lainnya adalah perlu diadakannya simulasi bencana, pemasangan rambu bahaya bencana tanah longsor serta peringatan dini. Risiko bencana tanah longsor dipengaruhi oleh ancaman tanah longsor, tingkat kerentanan serta kapasitas dari pemerintah dan masyarakat setempat. Kerentanan dipengaruhi oleh sosial budaya, ekonomi, lingkungan fisik dan lingkungan hidup sekitarnya. Kapasitas dipengaruhi oleh kelembagaan/kebijakan, peringatan dini, peningkatan kapasitas, mitigasi dan kesiapsiagaan. Konsep penanggulangan bencana yang berfokus kepada pengurangan risiko bencana adalah mampu mencegah dan mengurangi munculnya ancaman. Jika ancaman datang, mampu mengurangi dampak bencana yang terjadi dengan mempersiapkan masyarakat. Jika bencana terjadi, mampu menanggulangi secara efektif. Setelah bencana ditanggulangi, mampu pulih secara cepat dan siap terhadap kemungkinan bencana di masa depan. Risiko bencana dapat dikurangi dengan menghilangkan/mengurangi ancaman/bahaya, menghilangkan/mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas. Kegiatan pengurangan risiko bencana, seperti tertulis dalam UU Nomor 24/2007, meliputi: pengenalan dan pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana, pengembangan budaya sadar bencana, penerapan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana dan penerapan

57 36 upaya fisik, non-fisik, dan pengaturan penanggulangan bencana. Kerangka berpikir penelitian disajikan pada Gambar 3.1. Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Permasalahan : 1) Menurut ESDM, Kecamatan Sukasada merupakan wilayah dengan potensi gerakan tanah sedangtinggi; 2) Penyelenggaraan penanggulangan bencana tanah longsor sangat kompleks; 3) Analisis risiko bencana harus disusun menggunakan metode standar disetiap daerah pada setiap jenjang pemerintahan; 4) Kurangnya kesadaran masyarakat dalam penanggulangan bencana tanah longsor 5) Kurangnya sosialisai kepada masyarakat untuk menjaga kelestarian alam untuk mencegah bencana tanah longsor. Ancaman tanah longsor Kerentanan tanah longsor Kapasitas tanah longsor Tingkat risiko bencana tanah longsor Strategi pengurangan risiko bencana tanah longsor Gambar 3.1 Kerangka berpikir penelitian 3.2. Konsep Penelitian Kajian risiko bencana merupakan pedoman khusus penyusunan rencana penanggulangan bencana, adapun komponen pengkajian risiko bencana terdiri atas ancaman, kerentanan dan kapasitas. Secara umum hubungan faktor-faktor tersebut dapat dilihat dalam rumus berikut:

58 37 Risiko Bencana Ancaman Kerentanan Kapasitas (3.1) Dari tiga komponen tersebut dapat diperoleh tingkat risiko bencana suatu kawasan dengan menghitung potensi penduduk terpapar, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan kapasitas pemerintah dan masyarakat. Selain tingkat risiko, analisis risiko bencana diharapkan mampu menghasilkan peta risiko untuk setiap bencana yang ada pada suatu kawasan. Analisis dan peta risiko bencana ini harus mampu menjadi dasar yang memadai bagi daerah untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Ditingkat masyarakat hasil analisis risiko bencana diharapkan dapat dijadikan dasar yang kuat dalam perencanaan upaya pengurangan risiko bencana. Konsep dari penelitian ini disajikan pada Gambar 3.2.

59 SNI DAN NON SNI 38 Gambar 3.2 Kerangka konsep penelitian

60 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Pengkajian risiko bencana untuk menghasilkan kebijakan penanggulangan bencana disusun berdasarkan komponen ancaman (bahaya), kerentanan dan kapasitas. Komponen ancaman disusun berdasarkan parameter intensitas dan probabilitas kejadian. Komponen kerugian disusun berdasarkan parameter ekonomi, fisik dan lingkungan. Komponen kapasitas disusun berdasarkan parameter kapasitas regulasi, kelembagaan, sistem peringatan dini, pendidikan pelatihan keterampilan, mitigasi dan sistem kesiapsiagaan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng pada bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Mei Kegiatan yang dilakukan adalah pengamatan langsung ke lokasi penelitian serta pengambilan data. Secara astronomis Kecamatan Sukasada berada pada kisaran koordinat 8 7'42" '53" Lintang Selatan dan '47" '44" Bujur Timur. Luas Kecamatan Sukasada hektar yang dibagi menjadi 15 desa dengan jumlah penduduk jiwa (BPS, 2014). Batas administrasi Kecamatan Sukasada : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Kecamatan Buleleng : Kabupaten Tabanan : Kecamatan Sawan dan Kabupaten Badung : Kecamatan Banjar 39

61 Gambar 4.1 Lokasi penelitian 40

62 41 Tabel 4.1 Luasan administratif tiap desa di Kecamatan Sukasada No Desa Luas (ha) Jumlah penduduk (jiwa) 1 Selat Tegallinggah Panji Anom Panji Sambangan Sukasada Padang Bulia Pegadungan Silangjana Pagayaman Gitgit Ambengan Wanagiri Pancasari Kayu Putih Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Buleleng (2014) 4.3. Ruang Lingkup Penelitian Analisis risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Sukasada disusun berdasarkan pedoman umum pengkajian risiko bencana untuk rencana penanggulangan bencana. Pengkajian risiko bencana meliputi: pengkajian tingkat ancaman, pengkajian tingkat kerentanan, pengkajian tingkat kapasitas, pengkajian tingkat risiko bencana dan kebijakan penanggulangan bencana berdasarkan hasil kajian dan peta risiko bencana. Ruang lingkup penelitian disajikan pada Gambar 4.2.

63 42 Penanggulangan Bencana Gambar 4.2 Ruang lingkup penelitian 4.4. Penentuan Sumber Data Analisis risiko bencana tanah longsor memerlukan sumber data ancaman (bahaya), sumber data kerentanan dan sumber data kapasitas. Sumber data penelitian disajikan pada Gambar 4.3. Kebijakan, Rencana dan Program Gambar 4.3 Sumber data penelitian

64 Sumber Data Ancaman (Bahaya) Bencana Tanah Longsor Data-data yang digunakan dalam penyusunan peta bahaya tanah longsor dalam penelitian ini adalah batas administrasi, peta potensi gerakan tanah dan radarsat 10 meter. Sumber data ancaman disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Sumber data ancaman tanah longsor No Jenis Data Bentuk Data Sumber 1. Batas Vektor (Polygon Badan Pusat Statistik (BPS) Adminsitrasi Shapefile) 2. Peta Potensi Gerakan Tanah Vektor (Polygon Shapefile) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM ) - Badan Geologi 3. Radarsat 10 m Raster Badan Informasi Geospasial (BIG) Sumber Data Kerentanan Bencana Tanah Longsor Data-data yang digunakan dalam penyusunan peta kerentanan tanah longsor dalam penelitian ini adalah berupa data spasial dan non-spasial yang terdiri dari batas adminsitrasi, peta penggunaan/penutupan lahan, jumlah rumah, jumlah fasilitas umum, jumlah fasilitas kritis, produk domestik regional bruto (PDRB), jumlah penduduk, kelompok umur, penduduk cacat dan penduduk miskin. Sumber data kerentanan disajikan pada Tabel Sumber Data Kapasitas Data kapasitas bencana diperoleh dengan melakukan diskusi kelompok terfokus dengan instansi yang menangani penanggulangan bencana. Sumber data kapasitas disajikan pada Tabel 4.4.

65 44 Tabel 4.3 Sumber data kerentanan tanah longsor No. Jenis Data Bentuk Data Sumber 1. Batas Adminsitrasi Vektor (Polygon Shapefile) Badan Pusat Statistik (BPS) 2. Peta Penggunaan/Penutupan Lahan Vektor (Polygon Shapefile) Badan Perencanaan Pembangunan Daeraah 3. - Jumlah Rumah - Jumlah Fasilitas Umum - Jumlah Fasilitas Kritis Tabular (Bappeda) Provinsi Bali Badan Pusat Statistik (BPS) 4. PDRB Tabular Badan Pusat Statistik (BPS) 5. - Jumlah Penduduk - Jumlah Kelompok Umur - Jumlah Cacat - Jumlah Penduduk Miskin Tabular Badan Pusat Statistik (BPS) Tabel 4.4 Sumber data kapasitas tanah longsor No. Jenis Data Bentuk Data Sumber 1. Data Kapasitas Daerah Tabular Masyarakat dan instansi terkait dengan melakukan FGD (Focus Group Discussion) 4.5. Variabel Penelitian Variabel penyusun dokumen pengkajian risiko bencana terdiri dari indeks ancaman, indeks kerentanan dan indeks kapasitas. Indeks kapasitas difokuskan kepada institusi pemerintah dan komunitas masyarakat di kawasan kajian. 1. Indeks Ancaman Ancaman atau bahaya adalah fenomena atau situasi yang memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan atau kerusakan terhadap orang, harta benda, fasilitas, maupun lingkungan. Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, material campuran

66 45 tersebut bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor adalah: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah, jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir maka tanah kedap air menjadi licin dan pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti kemiringan lereng dan keluar lereng. Dengan demikian faktor utama penyebab terjadinya tanah longsor adalah: jenis tanah pada lapisan atas permukaan (top soil), vegetasi penutup, kemiringan lereng, dan tinggi rendahnya curah hujan. 2. Indeks Kerentanan Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Kerentanan dapat dibagi-bagi ke dalam kerentanan sosial, ekonomi, fisik dan ekologi/lingkungan. Kerentanan dapat didefinisikan sebagai Exposure kali Sensitivity. Aset-aset yang terekspos termasuk kehidupan manusia (kerentanan sosial), wilayah ekonomi, struktur fisik dan wilayah ekologi/lingkungan. Tiap aset memiliki sensitivitas sendiri, yang bervariasi per bencana (dan intensitas bencana). Indeks yang digunakan dalam analisis kerentanan terutama adalah informasi keterpaparan. Dalam dua kasus informasi disertakan pada komposisi paparan (seperti kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur). Sumber informasi yang digunakan untuk analisis kerentanan terutama berasal dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) (Provinsi/Kabupaten Dalam Angka, Potensi Desa (Podes), Suvei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) dan Pendapatan Domestik

67 46 Regional Bruto (PDRB) dan informasi peta dasar dari Badan Informasi Geospasial (BIG) (penggunaan lahan, jaringan jalan dan lokasi fasilitas umum). Komposisi indikator kerentanan disajikan pada Gambar Kerentanan Sosial Gambar 4.4 Komposisi indikator kerentanan Kerentanan sosial dihitung berdasarkan parameter: kepadatan penduduk dan kelompok rentan. - Kerentanan Ekonomi Kerentanan ekonomi dihitung atas parameter: luas lahan produktif dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). - Kerentanan Fisik Kerentanan fisik dihitung atas parameter: jumlah rumah, jumlah fasilitas umum dan fasilitas kritis. - Kerentanan Ekologi /Lingkungan Kerentanan lingkungan dihitung atas parameter luas kawasan hutan.

68 47 3. Indeks Kapasitas Kapasitas merupakan kemampuan individu maupun kelompok dalam rangka menghadapi bahaya atau ancaman bencana. Aspek kemampuan antara lain kebijakan, kesiapsiagaan, dan partisipasi masyarakat. Penilaian kemampuan dilakukan pada sumber daya orang per orang, rumah tangga, dan kelompok untuk mengatasi suatu ancaman atau bertahan atas dampak dari sebuah ancaman bencana. Pengukurannya dapat dilakukan berdasarkan aspek kebijakan, kesiapsiagaan, dan peran serta masyarakat. Kajian ini diukur pada aspek kelembagaan berdasarkan Hyogo Framework for Action (HFA) dan kesiapsiagaan daerah Instrumen Penelitian Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian kajian risiko bencana tanah longsor : 1. Perangkat lunak yang digunakan : ArcGis 10.1, Software Penghitung Tingkat Ketahanan Daerah Berdasarkan Hyogo Framework for Action (HFA) dan Microsoft Excel Data untuk pemodelan kajian risiko bencana tanah longsor : 1. Badan Geologi : Peta Bahaya Gerakan Tanah 2. Badan Informasi Geospasial (BIG) : Data Land Use, Peta Rupa Bumi 3. Badan Pusat Statisti (BPS) : kecamatan dalam angka, potensi desa, survei sosial ekonomi nasional. 4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) : batas administrasi, data RTRW

69 48 5. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) : data histori kejadian bencana 6. Dinas Sosial: data kemiskinan, data Penduduk cacat 7. Dinas Kehutanan/Perkebunan : data luas hutan 8. Kantor Catatan Sipil : data rasio jenis kelamin, data jumlah anak 3. Telaah dokumen untuk penentuan komponen dalam kajian risiko bencana tanah longsor : 1. Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2. Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 3. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Perka BNPB) No. 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana 4. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Perka BNPB) No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah Dalam Penanggulangan Bencana 5. Panduan Perencanaan Rencana Kontinjensi Menghadapi Bencana 6. Dokumen Penyusunan Peta Risiko di Provinsi Bali 4.7. Prosedur Penelitian Hasil pengkajian risiko bencana terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu peta risiko bencana dan dokumen kajian risiko bencana. Prosedur penelitian disajikan pada Gambar 4.5.

70 49 Gambar 4.5 Prosedur penelitian Kunci dalam mengkaji risiko setiap bencana adalah 4 indeks kajian. Setelah seluruh indeks diperoleh, maka proses penyusunan kajian dan peta risiko bencana dapat dilaksanakan. Peta risiko bencana disusun dengan melakukan overlay peta ancaman, peta kerentanan dan peta kapasitas. Peta risiko bencana disusun untuk tiap-tiap bencana yang mengancam suatu daerah. Peta kerentanan baru dapat disusun setelah peta ancaman selesai. Ancaman (bahaya) dipetakan berdasarkan penyusunan beberapa parameter yang berpengaruh pada tiap-tiap jenis ancaman (bahaya). Masing-masing parameter memiliki nilai/skor yang akan menentukan tingkat ancaman menjadi rendah, sedang, dan tinggi (Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 2 tahun 2012). Penentuan parameter penyusun ancaman harus mengacu kepada instansi/lembaga pemerintah yang berwenang yang telah mengkaji dan mengeluarkan (standarisasi) peta tematik untuk masing-masing jenis ancaman. Pembuatan peta ancaman tanah longsor harus mengacu kepada peta tematik yang dibuat oleh Badan Geologi-ESDM. Pengkajian kerentanan dapat dilakukan berdasarkan aspek sosial budaya, fisik, ekonomi, dan lingkungan yang dikelompokkan kedalam indeks penduduk terpapar dan indeks kerugian. Indeks penduduk terpapar didapatkan berdasarkan

ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG

ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG TESIS ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG I WAYAN GEDE EKA SAPUTRA NIM 1391261012 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bencana Tanah Longsor Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG

ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG ECOTROPHIC VOLUME 10 NOMOR 1 TAHUN 2016 ISSN : 1907-5626 ANALISIS RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG I Wayan Gede Eka Saputra¹* ), I.P.G. Ardhana 2), I Wayan Sandi Adnyana³

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsorlahan Menurut Suripin (2002) dalam (Anjas. A, 2012) Longsor lahan merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah TINJAUAN PUSTAKA Longsor Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Definisi Longsor Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama dan terjadi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek Oleh : Baba Barus Ketua PS Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan Sekolah Pasca Sarjana, IPB Diskusi Pakar "Bencana Berulang di Jabodetabek:

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA Disampaikan pada Workshop Mitigasi dan Penanganan Gerakan Tanah di Indonesia 24 Januari 2008 oleh: Gatot M Soedradjat PUSAT VULKANOLOGI DAN MITIGASI BENCANA GEOLOGI Jln.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi

Lebih terperinci

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten ) Arfina 1. Paharuddin 2. Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Unhas Sari Pada penelitian ini telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR Novie N. AFATIA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana GeologiJl. Diponegoro No. 57 Bandung Pendahuluan Kabupaten Karanganyar merupakan daerah yang cukup banyak mengalami

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Longsor 2.1.1 Definisi Tanah Longsor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) menyatakan bahwa tanah longsor bisa disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG

PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR DI KECAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG I Wayan Hewik Indra Dinata I Wayan Treman dan I Ketut Suratha*) Jurusan Pendidikan Geografi, FIS Undiksha dinata.iwayanhewikindra@gmail.com

Lebih terperinci

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang PENGANTAR MITIGASI BENCANA Definisi Bencana (1) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Longsorlahan Gerakan tanah atau yang lebih umum dikenal dengan istilah Longsorlahan (landslide) adalah proses perpindahan matrial pembentuk lereng berupa suatu massa tanah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana. Berbagai potensi bencana alam seperti gempa, gelombang tsunami, gerakan tanah, banjir, dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, dan lempeng Pasifik. Pada daerah di sekitar batas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, maupun faktor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor Longsor adalah gerakan tanah atau batuan ke bawah lereng karena pengaruh gravitasi tanpa bantuan langsung dari media lain seperti air, angin atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Lahan Sitorus (1985) menjelaskan ada empat kelompok kualitas lahan utama : (a) Kualitas lahan ekologis yang berhubungan dengan kebutuhan tumbuhan seperti ketersediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

Oleh : Ir. Beny Harjadi, MSc Drs. Agus Wuryanta, MSc Arina Miardini, S.Hut Edi Sulasmiko Agus Sugianto

Oleh : Ir. Beny Harjadi, MSc Drs. Agus Wuryanta, MSc Arina Miardini, S.Hut Edi Sulasmiko Agus Sugianto LAPORAN HASIL PENELITIAN (L H P) KAJIAN MITIGASI TANAH LONGSOR ASPEK DARI: RPI : TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR PENDUKUNG PENGELOLAAN DAS Tahun Anggaran 2013 (15.1.2.12.1) Oleh : Ir. Beny

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 18 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam menggunakan data penelitiannya (Arikunto, 2006). Sedangkan menurut Handayani (2010), metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Menurut Asdak (2010), daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan Standar Nasional Indonesia Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan ICS 13.200 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA HASIL PENELITIAN OLEH: ANITA NAOMI LUMBAN GAOL 061201012/ MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat proses geologi yang siklus kejadiannya mulai dari sekala beberapa tahun hingga beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki daerah dengan potensi gerakan massa yang tinggi. Salah satu kecamatan di Banjarnegara,

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG TESIS PENENTUAN WAKTU TANAM KEDELAI (Glycine max L. Merrill) BERDASARKAN NERACA AIR DI DAERAH KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG ERLINA PANCA HANDAYANINGSIH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh Catur Pangestu W 1013034035 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 ABSTRACT ANALISIS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan 230 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Wilayah Kecamatan Nglipar mempunyai morfologi yang beragam mulai dataran, perbukitan berelief sedang sampai dengan pegunungan sangat curam yang berpotensi

Lebih terperinci

Kuliah ke 5 BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah

Kuliah ke 5 BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah Kuliah ke 5 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah Bencana longsor adalah bencana

Lebih terperinci

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR Cetakan ke-1, 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang IAARD Press, 2012 Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasific. Pada

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

BAB II JENIS-JENIS BENCANA Kuliah ke 2 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB II JENIS-JENIS BENCANA Dalam disaster management disebutkan bahwa pada dasarnya bencana terdiri atas

Lebih terperinci

KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI

KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI KINERJA DAN STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL BERBINTANG DI KAWASAN PARIWISATA UBUD BALI Tesis untuk memperoleh gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Longsor dalam kajian Geografi Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal dari bahasa Yunani Geographia yang

Lebih terperinci

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image.

Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image. Geo Image 5 (2) (2016) Geo Image http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage PENILAIAN RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DESA WANADRI KECAMATAN BAWANG KABUPATEN BANJARNEGARA Muhamad Khasyir, Ananto Aji

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. COVER DALAM... i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii. MOTTO... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. COVER DALAM... i. PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii. MOTTO... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI COVER DALAM... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI... iii MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN...v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vii ABSTRAK... viii KATA PENGANTAR... ix

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk.

Lebih terperinci

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung. DEFINISI Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung. Rangers, 1975 : Proses yang terjadi dibawah pengaruh gravitasi tanpa adanya media transportasi / merupakan bagian dari turunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral tentang alam, panas

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini berada di. Letak geografis Kecamatan Maja adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sukahaji, Kecamatan

Lebih terperinci