BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM HAL MUSNAHNYA OBYEK HAK TANGGUNGAN KARENA BENCANA ALAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM HAL MUSNAHNYA OBYEK HAK TANGGUNGAN KARENA BENCANA ALAM"

Transkripsi

1 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM HAL MUSNAHNYA OBYEK HAK TANGGUNGAN KARENA BENCANA ALAM 4.1 Perlindungan Hukum Preventif Bagi Kreditur dan Debitur Perlindungan hukum merupakan bentuk bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak-hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. 1 Sengketa yang terjadi dimasyarakat harus diselesaikan berdasarkan hukum yang berlaku untuk mencegah tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat. Hukum memiliki fungsi untuk mengatur hubungan antara negara dengan masyarakat dan hubungan antara masyarakat dengan sesama masyarakat, agar terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib. Hal tersebut menuntut hukum agar menciptakan suatu kepastian hukum dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. kepastian hukum mengharuskan terciptanya suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat, maka kaidah dimaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan 1 Satjipto Rahardjo, 1993, Penyelenggaraan Keadilan Dalam Masyarakat Yang Sedang Berubah, Jurnal Masalah Hukum, (selanjutnya disebut Satcipto Raharjo II), hal

2 dengan tegas. 2 Dengan adanya suatu kepastian hukum maka akan tercipta suatu perlindungan hukum bagi masyarakat, karena masyarakat telah mendapatkan kepastian hukum tentang bagaimana masyarakat menyelesaikan suatu persoalan hukum yang mereka hadapi. Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum belanda disebut dengan rechtbescheming van de burgers tegen de overheid. Philipus M. Hadjon membedakan perlindungan hukum menjadi dua jenis yaitu: 1. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan hukum pretenvif adalah perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa. 2. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif adalah pelindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul. 3 Terdapat 2 (dua) bentuk perlindungan hukum yaitu pertama adalah perlindungan hukum preventif artinya langkah pencegahan yang dilakukan dengan menyiapkan opsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua adalah perlindungan hukum represif yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul. Perlindungan hukum preventif yang diberikan kepada kreditur, selaku pemegang sertipikat hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam dapat dilakukan dengan mengasuransikan obyek 2 Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, hal Philipus M. Hadjon, loc.cit. 121

3 hak tanggungan kepada pihak asuransi. Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang memberikan definsi asuransi. Definisi tersebut sebagai berikut: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu persetujuan, dimana penanggung kerugian diri kepada tertanggung, dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian karena kehilangan kerugian atau tidak diperolehnya suatu keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu. Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618, selanjutnya disebut Undang-Undang Perasuransian) asuransi adalah: Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti atau; b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Dalam Black Law Dictionary didefinsikan asuransi Unsurance is an agrrement by which one party (the insurer) commits to do something of value for another party (the insured) upon the occurrence of some specified contingency, an agrrement by which one party assumes a risk faced by another party in return for a premium payment. 4 (Terjemahan bebas : asuransi adalah suatu perjanjian yang menjadi dasar bagi penanggung pada satu pihak berjanji akan melakukan sesuatu Henry Campbell Black, 1999, Black Law Dictionary, West Group, hal 122

4 yang bernilai bagi tertanggung sebagai pihak yang lain atas terjadinya kejadian tertentu. Sebuah perjanjian yang menjadi dasar bagi satu pihak mengambil suatu resiko yang dihadapi oleh pihak yang lain atas imbalan pembayaran sejumlah premi). Dari Pengertian asuransi diatas, maka dapat disimpulkan unsur-unsur asuransi antara lain: a. Pihak tertanggung (insured) Pihak tertanggung adalah pihak yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung. Pembayaran ini dilakukan baik secara sekaligus maupun secara berangsur-angsur. b. Pihak penanggung (insure) Pihak penanggung adalah pihak yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tak tertentu. c. Kepentingan Kepentingan disini berarti adanya keterkaitan hukum antara tertanggung dengan obyek asuransi, atau sering juga disebut kepentingan adalah kekayaan atau hak subyektif yang jika terjadi peristiwa, tertanggung akan mengalami kerugian. 5 d. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya). hal Sentosa Sembiring, 2014, Hukum Asuransi, Nuansa Aulia, Bandung, 123

5 Dilihat dari obyek asuransi, maka asuransi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu asuransi kerugian dan asuransi jumlah. Asuransi Kerugian adalah suatu perjanjian dalam mana penanggung dengan menerima pembayaran premi, mengikatkan diri untuk membayar ganti kerugian kepada pengambil asuransi atau tertunjuk manakala terjadi peristiwa yang belum pasti yang menimbulkan kerugian. Ciri asuransi kerugian adalah kepentingannya dapat dinilai dengan uang, dalam menentukan ganti kerugian berlaku prinsip indemnitas. Prinsip indemnitas adalah prinsip yang menentukan bahwa harus terdapat keseimbangan antara ganti kerugian yang dibayarkan oleh penanggung dengan kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung, hal ini dilakukan untuk mencegah tertanggung tidak menerima ganti kerugian yang melebihi kerugian yang sesungguhnya dideritanya. 6 Asuransi yang termasuk asuransi kerugian antara lain asuransi kendaraan, asuransi kebakaran, asuransi bencana alam, asuransi pencurian. Asuransi jumlah adalah suatu perjanjian, dalam mana penanggung mengikatkan diri dengan menerima premi untuk membayar sejumlah uang tertentu, manakala terjadi peristiwa yang belum pasti yang berhubungan dengan hidup atau kesehatan seseorang. 7 Asuransi jumlah adalah perjanjian asuransi yang berisi ketentuan bahwa penanggung terikat untuk melakukan prestasi berupa pembayaran uang yang besarnya sudah ditentukan sebelumnya, kepentingannya tidak dapat dinilai 6 Man Suparman Sastrawidjaja, 2010, Hukum Asuransi, Alumni, Bandung, hal Sentosa Sembiring, op.cit, hal

6 dengan uang, sejumlah uang yang dibayarkan oleh penanggung telah ditentukan sebelumnya, jadi tidak berlaku prinsip indemnitas seperti dalam asuransi kerugian serta tidak berlaku subrogasi. 8 Jenis asuransi yang termasuk asuransi jumlah adalah asuransi jiwa, asuransi sakit, asuransi kecelakaan. Perkembangan usaha perkeditan yang dilakukan oleh bank, membentuk suatu asuransi baru yaitu asuransi kredit. Asuransi kredit merupakan asuransi untuk melindungi kreditur dari kemungkinan kerugian akibat kegagalan nasabah mengembalikan kredit, apabila dikemudian hari kredit tersebut benar-benar dapat dlunasi oleh nasabah, kreditur menerima pengganti dari penanggung. 9 Asuransi kredit (credit insurance) pada mulanya lebih dikenal dalam lingkungan asuransi jiwa dalam bentuk perlindungan kepada kreditur terhadap risiko macetnya pelunasan sisa pinjaman akibat meninggalnya debitur. Prinsip asuransi kredit mengikuti prinsip asuransi pada umumnya yaitu meliputi: a. Insurable interest (bentuk atau rupa pertanggungan). b. Utmost good faith (itikad baik). c. Indemnity (ganti rugi). d. Subrogation (hak penanggung setelah ganti rugi). Tujuan utama kegiatan asuransi kredit adalah untuk melindungi kepentingan pihak tertanggung atas kerugian yang mungkin akan dideritanya. Perjanjian kredit merupakan dasar dari perjanjian asuransi jaminani kredit. Asuransi kredit bertujuan: 8 Man Suparman Sastrawidjaja, loc.cit. 9 Ketut Sendra, 2007, Bankassurance, Bank dan Asuransi Kemitraan Strategis Perbankan dan Perusahaan Asuransi, PPM, Jakarta, hal

7 a. Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada nasabahnya. b. Melindungi jaminan kredit bank dari resiko yang tidak dapat diperkirakan c. Membantu kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun kredit lainnya di luar perbankan. 10 Asuransi kredit obyeknya adalah diri debitur itu sendiri (asuransi jiwa) dan asuransi kerugian terhadap jaminan yang telah debitur berikan (asuransi kerugian). Asuransi kredit bank berlaku dua asuransi sekaligus yaitu asuransi jiwa untuk mengantisipasi jika dalam jangka waktu kredit debitur meninggal dunia, maka kredit akan dilunasi dengan asuransi jiwa debitur, sedangkan jika debitur wanprestasi dan terjadi peristiwa yang mengakibatkan rusak atau musnahnya benda jaminan, maka kredit akan dilunasi dengan uang pertanggungan dari asuransi kerugian. Asuransi terhadap jaminan fidusia adalah asuransi kerugian kendaraan atau asuransi kerugian pencurian. Asuransi terhadap jaminan kredit berupa tanah diatasnya berdiri rumah adalah asuransi kerugian berupa asuransi terhadap resiko kebakaran. Asuransi kebakaran merupakan pertanggungan yang menjamin kerugian atau kerusakan harta benda akibat kebakaran yang terjadi karena kelalaian maupun kesalahan diri sendiri atau orang lain. Resiko kebakaran yang ditanggung oleh asuransi kebakaran antara lain; a. Kebakaran yang berasal dari harta benda yang ditanggung (api sendiri) atau api yang berasal dari luar, kesalahan pelayan sendiri, tetangga, 10 Nasroen Yasabari dan Nina Kurnia Dewi, 2007, Penjaminan Kredit Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan, Alumni, Bandung, hal

8 musuh, perampok dan sebab apa saja dan cara bagaimanapun sebabbya timbul kebakaran, asalkan tidak diketahui lebih dahulu. b. Peledakan ketel uap, ketel gas, obat mesiu dan segala macam peledakan (Pasal 292 KUHD) kecuali oleh tenaga nuklir. c. Sambaran petir dan semacamnya, walaupun tidak menimbulkan kebakaran, namun menimbulkan kerugian atau kerusakan (Pasal 292 KUHD). d. Kejatuhan pesawat udara, yaitu benturan fisik antara pesawat udara dan atau benda yang jatuh dari pesawat udara, dengan harta benda atau dengan bangunan yang berisi harta benda yang ditanggung sekalipun tidak menimbulkan kebakaran tetapi menimbulkan kerugian atau kerusakan. 11 Penanggung mendapat pembebasan dari membayar ganti rugi bila ia mampu membuktikan bahwa kebakaran disengaja oleh tertanggung atau ditimbulkan oleh kesalahan atau kelalaian yang dapat diketahui oleh pihak tertanggung. Kerusakan harta benda yang diasuransikan tetapi tidak ditanggung apabila kerugian disebabkan oleh kebakaran yang terjadi karena: a) Pemogokan, kegaduhan sipil (huru-hara). b) Gempa bumi, tanah longsor atau letusan gunung berapi. c) Peperangan. d) Reaksi inti atom atau nuklir. e) Pembawaan sendiri hara benda yang diasuransikan, misalknya dapat terbakar sendiri bila udara panas. 11 Ketut Sendra, op.cit, hal

9 Walaupun demikian resiko asuransi kebakaran dapat memperluas cakupan resiko yang ditanggung dengan cara tertanggung membayar tambahan premi, sehingga dapat ditutup perluasan tanggungan untuk resiko-resiko yang dikecualikan dan resiko resiko lain yang tidak termasuk resiko pokok seperti: a) Pemogokan, kegaduhan sipil (huru-hara). b) Gempa bumi, atau letusan gunung berapi. c) Angin topan, badai, banjir dan tanah longsor. d) Terbakar sendiri atau terbakar karena arus pendek. e) Dan lain sebagainya. 12 Kesepakatan untuk mengasuransikan obyek asuransi antara penanggung dan tertanggung dituangkan dalam perjanjian asuransi. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang berdiri sendiri yang memiliki tujuan utama untuk memberikan ganti rugi jika terjadi kerugian atau loss atas peristiwa yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dalam asuransi jaminan kredit, klaim dibayar oleh insurer (perusahaan asuransi) kepada insured (bank), insurer tidak melakukan penagihan kepada debitur mengingat insurer biasanya telah mereansuransikan kreditnya tersebut kepada perusahaan reasuransi, namun bila tidak pihak insurer akan melakukan penagihan kepada debitor. Produk asuransi adalah polis asuransi dan jasa asuransi diterima dengan dibayarkannya sejumlah premi asuransi. Premi asuransi merupakan dana yang dihimpun dari debitur untuk pembayaran ganti rugi. Insurer merupakan pihak asuransi kredit akan melayani siapa saja yang ingin menutup kerugian sepanjang 12 Ketut Sendra, op.cit, hal

10 disepakati dalam perjanjian pertanggungan tanpa harus menelipi reputasi tertanggung (insured). Perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan maupun fidusia pada bank melalui beberapa tahapan, yaitu tahap permohonan kredit, analisa kredit, keputusan kredit, penandatanganan perjanjian kredit serta pengikatan agunan hak tanggungan maupun fidusia, dan diakhiri dengan penandatanganan perjanjian asuransi kredit jika jaminan tersebut diasuransikan. Perjanjian asuransi kredit terdiri dari asuransi jiwa debitur dan asuransi jaminan debitur. Pihak bank sebagai kreditur, menyerahkan sepenuhnya kepada debitur untuk memilih perusahaan asuransi yang akan digunakan jasanya dalam mengasuransikan barang jaminan tersebut. Sering pula pihak bank sebagai kreditur yang menentukan perusahaan asuransi mana yang dapat digunakan jasanya dalam mengasuransikan barang agunan milik debitur tersebut. Dalam penandatanganan perjanjian asuransi antara debitur dengan perusahaan asuransi, sebelumnya sudah dilakukan pemilihan berdasarkan kesepakatan debitur dan kreditur tentang perusahaan asuransi mana yang akan digunakan. Debitur harus memahami secara keseluruhan klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian asuransi tersebut sebelum ditandatangani. Hal ini dimaksudkan agar debitur mengetahui hak dan kewajibannya secara menyeluruh dan jelas agar pelaksanaan asuransi tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak merugikan hak-hak debitur. Dalam asuransi jaminan kredit terdapat suatu klausula memberikan kedudukan khusus kepada bank yaitu bankers clause. Bankers clause adalah suatu 129

11 klausula yang menentukan jika jaminan kredit diasuransikan oleh kreditur (bank), maka kreditur memiliki hak untuk meminta ganti rugi yang diberikan penanggung kepada tertanggung harus diberikan lebih dahulu kepada pihak bank, jika masih ada jumlah yang tersisa dapat diserahkan kepada debitur. 13 Berdasarkan hal itu, telah terjadi kesepakatan antara bank dan tertanggung bahwa jika terjadi kerusakan atau kehilangan pada apa yang dipertanggungjawabkan, pembayaran kerugiannya akan diurus oleh pihak bank kepada penanggung hingga jumlah yang disebutkan di dalam perjanjian kredit, yaitu hutang pokok kredit ditambah bunga dan biaya-biaya lain tanpa mengurangi hak tertanggung atas kelebihan jumlah ganti rugi. Penanggung membebaskan bank tersebut dari segala pengecualian atau alasan, untuk menolak pembayaran yang kiranya dapat dipergunakan terhadap tertanggung. Klausal ini menjadi batal setelah penanggung menerima pemberitahuan dari bank bahwa bank tidak lagi mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungjawabkan dalam polis tersebut atau barang jaminan tersebut sudah tidak menjadi jaminan atas fasilitas kredit debitur, atau seluruh fasilitas kredit sudah dilunasi oleh debitur. Dalam hal asuransi jaminan kredit, maka yang harus diasuransikan dengan syarat bankers clause adalah sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah kredit yang diterima. Apabila jaminan debitur melebihi jumlah kredit yang diterimanya, maka bank dapat menganjurkan agar sisanya 13 Thomas Suyatno, et.al, 1999, Kelembagaan Perbankan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal

12 diasuransikan juga. Akan tetapi jumlah sisa ini tidak wajib dilekati dengan bankers clause. 14 Tata cara penutupan asuransi kredit dilakukan dalam beberapa tahap. Tata cara penutupan asuransi kredit adalah sebagai berikut: 1. Debitur mengajukan kredit kepada bank. 2. Bank mempelajari dan mempertimbangkan pengajuan kredit tersebut. 3. Dalam hal (tidak selalu) bank memerlukan jasa penutupan pertanggungan atas kredit yang diberikan oleh debitur, bank mengajukan permintaan penutupan pertanggungan kepada pihak asuransi. 4. Pihak asuransi mempelajari dan mempertimbangkan permintaan bank 5. Bila pihak asuransi dapat menutup pertanggungan, ia mengajukan penawaran penutupan pertanggungan kepada bank. 6. Bila bank menyetujui penawan penutupan pertanggungan dari pihak asuransi, maka pihak asuransi akan menerbitkan notes penutupan pertanggungan untuk bank. Dengan demikian terjadi penutupan pertanggungan, dan bank dapat merealisasi fasilitas kredit kepada debitur bersangkutan. 15 Bank memberitahukan kepada perusahaan asuransi bahwa akan dilaksanakan penutupan pertanggungan untuk kepentingan nasabahnya. Pihak asuransi segera melakukan survey on the spot ke lokasi objek pertanggungan untuk melihat keadaan barang yang akan diasuransikan. Tahap berikutnya pihak 14 Ibid, hal Muhamad Djumhana, op.cit, hal

13 asuransi membuatkan cover note. Atas dasar cover note ini dibuatkan polis sesuai dengan bahaya yang dipertanggungkan maupun luas pertanggungannya (extended coverage), resiko yang diminta, jangka waktu dan persyaratan persyaratan lain yang dianggap perlu. Perlindungan hukum preventif yang diberikan kepada kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam melalui asuransi secara tersirat diatur dalam Pasal 11 ayat (2) huruf i Undang-Undang Hak Tanggungan. Pasal ini mengatur tentang janji-janji yang dapat dicantumkan dalam APHT. Pasal 11 ayat (2) huruf i Undang-Undang Hak Tanggungan merumuskan Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan. Ketentuan pasal tersebut kemudian dituangkan dalam melalui klausul-klausul dalam APHT. Klausul asuransi dalam APHT sebagai berikut: Pemberi Hak Tanggungan akan mengasuransikan Objek Hak Tanggungan terhadap bahaya-bahaya kebakaran dan malapetaka lain yang dianggap perlu oleh Penerima Hak Tanggungan dengan syarat-syarat untuk suatu jumlah pertanggungan yang dipandang cukup oleh Penerima Hak Tanggungan pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh Penerima Hak Tanggungan, dengan ketentuan surat polis asuransi yang bersangkutan akan disimpan oleh Penerima Hak Tanggungan dan Pemberi Hak Tanggungan akan membayar premi pada waktu dan sebagaimana mestinya; Dalam hal terjadi kerugian karena kebakaran atau malapetaka lain atas Objek Hak Tanggungan Penerima Hak Tanggungan diberi dan menyatakan menerima kewenangan, dan kuasa untuk menerima seluruh atau sebagian uang ganti kerugian asuransi yang bersangkutan sebagai pelunasan utang Debitor Lampiran VI.a Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri 132

14 Klausul tersebut mengatur bahwa pemberi hak tanggungan akan mengasuransikan objek hak tanggungan terhadap bahaya yang dianggap perlu oleh penerima hak tanggungan. Klausul tersebut belum memberikan perlindungan hukum yang pasti, karena tindakan mengasuransikan obyek hak tanggungan tersebut baru sebatas akan mengasuransikan. Kata akan tersebut sebaiknya diganti dengan kata wajib atau berkewajiban. Perkataan wajib lebih memberi perlindungan hukum bagi kreditur, karena tindakan mengasuransikan obyek hak tanggungan menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan bagi pihak debitur, sehingga lebih memberikan perlindungan hukum bagi kreditur jika terjadi suatu peristiwa bencana alam yang menimpa obyek hak tanggungan. Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disampaikan bahwa perlindungan hukum preventif yang dapat diberikan kepada kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam adalah dengan mengasuransikan obyek hak tangungan pada perusahaan asuransi. Instrumen hukum yang digunakan adalah melalui klausul dalam APHT. Perlindungan preventif yang dapat diberikan kepada debitur selaku pemberi hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam sama dengan perlindungan hukum preventif pada kreditur yaitu dengan mengasuransikan obyek hak tanggungan pada perusahaan asuransi. Asuransi terhadap barang jaminan pada dasarnya memiliki tujuan untuk Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, hal

15 melindungi debitur dan kreditur. Asuransi melindungi kreditur dan debitur karena jika terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan rusak atau musnahnya benda jaminan debitur yang telah diserahkan kepada kreditur, maka pihak asuransi akan mengganti kerugian atas rusak atau musnahnya barang jaminan yang telah diasuransikan tersebut. Asuransi melindungi debitur karena bila terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan rusak atau musnahnya jaminan, maka asuransi yang akan membayar kerugian atas kerusakan atau musnahnya barang jaminan. engan kata lain dalam asuransi jaminan yang diberikan debitur kepada kreditur terjadi peralihan resiko dari debitur dan kreditur kepada pihak ketiga yaitu pihak asuransi. Dalam proses pemberian kredit, debitur diwajibkan untuk mengasuransikan barang jaminan yang dimiliki pada perusahaan asuransi yang telah disepakati oleh debitur dan kreditur. Pada umumnya jika jaminan yang debitur berikan kepada kreditur adalah tanah dan bangunan, pihak asuransi menganjurkan menggunakan asuransi kebakaran karena bencana yang paling sering terjadi terhadap bangunan adalah kebakaran, namun debitur dapat memperluas cakupan resiko asuransi kebakaran dengan menambahkan resiko yang ditanggung seperti pemogokan, kegaduhan sipil (huru-hara), gempa bumi, atau letusan gunung berapi, angin topan, badai, banjir dan tanah longsor dan kebakaran karena arus pendek. Perluasan resiko ini memang akan memperbesar biaya pembayaran premi debitur kepada pihak asuransi, namun tindakan ini merupakan bentuk perlindungan terhadap jaminan yang debitur berikan kepada kreditur, sehingga 134

16 jika terjadi suatu peristiwa bencana alam seperti gempa dan tanah longsor yang mengakibatkan rusaknya atau musnahnya obyek jaminan tanah dan bangunan yang telah dibebani hak tangungan tersebut dan debitur tidak mampu melunasi kreditnya tersebut, maka kredit debitur akan dibayar oleh pihak asuransi sejumlah nilai asuransi yang telah ditentukan terhadap tanah dan bangunan tersebut. Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disampaikan bahwa perlindungan hukum preventif yang dapat diberikan kepada debitur adalah dengan mengasuransikan obyek jaminan hak tanggungan pada perusahaan asuransi dan membayar premi perluasan resiko yang ditanggung yang awalnya hanya dengan premi asuransi kebakaran dengan menambah premi untuk asuransi terhadap resiko bencana alam Perlindungan Hukum Represif Bagi Kreditur dan Debitur Perlindungan hukum represif merupakan pelindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul. Terkait dengan musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam, maka perlindungan hukum represif yang dapat diberikan kepada pihak kreditur dan debitur yang diuraikan sebagaimana berikut: Perlindungan Hukum Represif Bagi Kreditur Musnahnya seluruh obyek hak tanggungan akan mengakibatkan ketidakpastian atas jaminan yang telah diterima oleh kreditur. Perlindungan hukum represif terhadap kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan dilakukan dengan pembayaran uang ganti kerugian atau klaim dari pihak asuransi kepada kreditur akibat dari musnahnya obyek jaminan kepada pihak 135

17 asuransi. Menurut Yaslis Ilyas klaim adalah suatu permintaan salah satu dari dua pihak yang mempunyai ikatan agar haknya terpenuhi. Salah satu dari kedua belah pihak yang melakukan ikatan tersebut akan mengajukan klaimnya kepada pihak lainnya sesuai dengan perjanjian atau provisi polis yang disepakati bersama oleh kedua pihak. 17 Jumlah klaim ini besarnya tergantung dari nilai yang tercantum dalam polis. Polis adalah perjanjian antara penanggung dengan tertanggung yang berisikan tentang kesepakatan untuk mengasuransikan suatu obyek asuransi yang berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi kesepakatan antara penanggung dengan tertanggung. Isi dari polis sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 256 KUHD antara lain: 1. Hari dibuatnya perjanjian asuransi. 2. Nama orang yang mengadakan perjanjian asuransi untuk diri sendiri atau pihak ketiga. 3. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek asuransi. 4. Jumlah uang untuk beberapa diadakan perjanjian asuransi. 5. Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung. 6. Saat mula dan berakhirnya asuransi. 7. Besarnya premi. 8. Semua keadaan yang kiranya penting bagi penanggung untuk diketahui dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak. 17 Yaslis Ilyas, 2006, Mengenal Asuransi Kesehatan, Review Manajemen Utilisasi, Manajemen Klaim dan Kecurangan Asuransi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta, hal

18 Untuk asuransi kebakaran, hal yang harus dicantumkan dalam polis telah diatur dalam Pasal 287 KUHD, yaitu antara lain; 1. Letak barang tetap yang diasuransikan beserta batas-batasnya. 2. Pemakaian barang yang diasuransikan. 3. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sekedar itu ada pengaruhnya terhadap asuransi yang bersangkutan. 4. Harga dari barang-barang yang diasuransikan. 5. Letak dan pembatas gedung dan tempat dimana barang bergerak yang diasuransikan itu berada, disimpan, atau ditumpuk. Polis memiliki kedudukan yang sangat penting dalam perjanjian asuransi. Menteri Keuangan kemudian mengeluarkan peraturan yang memperjelas tentang isi polis yaitu melalui Pasal 8 Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Polis asuransi harus memuat sekurang-kurangnya ketentuan mengenai ; 1. Saat berlakunya tanggungan; 2. Uraian manfaat yang diperjanjikan; 3. Cara pembayaran premi; 4. Tenggang waktu (grace period) pembayaran premi; 5. Kurs yang digunakan untuk polis asuransi dengan mata uang asing apabila pembayaran premi dan manfaat dikaitkan dengan mata uang rupiah; 6. Waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran premi; 7. Kebijakan perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran premi dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati; 8. Periode dimana pihak perusahaan tidak dapat meninjau ulang keabsahan kontrak asuransi (incontestable period); 9. Tabel nilai tunai bagi Polis Asuransi Jiwa yang mengandung nilai tunai; 10. Perhitungan nilai deviden polis atau yang sejenis, bagi Polis asuransi Jiwa yang menjanjikan deviden polis, termasuk syarat dan penyebabnya; 11. Syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang diperlukan dalam mengajukan klaim; 137

19 12. Pemilihan tempat penyelesaian perselisihan; 13. Bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau beda pendapat, untuk Polis Asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa atau lebih. Untuk mengajukan klaim, tertanggung harus mengikuti tata cara dan syarat-syarat yang telah disepakati dalam polis. Tata cara klaim asuransi bencana alam berupa gempa dan tanah longsor terhadap tanah dan bangunan yang menjadi jaminan hak tanggungan sama dengan tata cara klaim pada asuransi kebakaran, hal ini karena asuransi bencana alam merupakan perluasan dari asuransi kebakaran. Tertanggung sesudah mengetahui atau pada waktu ia dianggap seharusnya sudah mengetahui adanya kerugian atau kerusakan atas harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan dalam polis wajib segera memberitahukan hal itu kepada penanggung dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender memberikan keterangan tertulis yang memuat hal ikhwal yang diketahuinya tentang kerugian atau kerusakan tersebut. Keterangan tertulis itu harus menguraikan tentang segala sesuatu yang terbakar, musnah, hilang, rusak dan terselamatkan serta mengenai penyebab kerugian atau kerusakan yang terjadi, paling lambat dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak terjadinya kerugian dan atau kerusakan, mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Penanggung tentang besarnya jumlah kerugian yang diderita Jika tertanggung akan menuntut ganti rugi berdasarkan polis asuransi. Tertanggung wajib mengisi formulir laporan klaim yang disediakan Penanggung dan menyerahkannya kepada Penanggung menyerahkan fotocopy Polis dan menyerahkan Berita Acara atau Surat Keterangan mengenai peristiwa kerugian tersebut dari Kepala Desa atau Kepala Kelurahan atau Kepala Kepolisian 138

20 setempat menyerahkan laporan rinci dan selengkap mungkin tentang hal ikhwal yang menurut pengetahuannya menyebabkan kerugian atau kerusakan itu, dan memberikan keterangan-keterangan dan bukti-bukti lain yang relevan, yang wajar dan patut diminta oleh Penanggung. Setelah itu klaim dicairkan dan diserahkan kepada kreditur untuk melunasi sisa hutang debitur. 18 Perlindungan hukum represif lain yang dapat diberikan kepada kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan adalah dengan meminta jaminan baru kepada debitur. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan debitur dalam memberikan jaminan. Jika debitur memiliki jaminan lain yang belum diikat oleh bank maka bank dapat melakukan pengikatan jaminan baru yang dimiliki kreditur dengan melakukan addendum perjanjian kredit terutama dalam pasal jaminan debitur, yang kemudian dilanjutkan dengan pengikatan jaminan baru yang diberikan debitur kepada bank. Pemberian jaminan baru ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatur tentang. Menurut Pasal 1131 KUH Perdata jaminan umum diartikan dengan segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari, menjadi tanggungan segala perikatan perseorangan. Jadi barang bergerak maupun yang tidak bergerak milik debitur yang sudah diberikan kepada kreditur maupun yang belum, dapat menjadi jaminan atas perikatan debitur dengan kreditur diakses pada tanggal 09 April 2015 pukul Wita. 139

21 Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum represif yang diberikan kepada kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan adalah dengan pembayaran klaim asuransi dari pihak asuransi kepada pihak kreditur untuk melunasi sisa fasilitas kredit debitur dan pemberian jaminan baru oleh debitur kepada kreditur. Pemberian jaminan baru ini disesuaikan kembali dengan kemampuan debitur untuk memberi jaminan baru Perlindungan Hukum Represif Bagi Debitur Perlindungan hukum represif yang diberikan kepada debitur selaku pemberi hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam adalah dengan pembayaran sisa klaim asuransi. Pihak asuransi akan membayarkan klaim atas asuransi jaminan debitur. Uang klaim asuransi tersebut pertama akan diberikan kepada kreditur karena adanya bankers clause dalam polis asuransi jaminan kredit tersebut. Bankers clause adalah suatu klausula yang menentukan jika jaminan kredit diasuransikan oleh kreditur (bank), maka kreditur memiliki hak untuk meminta ganti rugi yang diberikan penanggung kepada tertanggung harus diberikan lebih dahulu kepada pihak bank untuk melunasi kredit debitur, jika masih ada jumlah yang tersisa maka dapat diserahkan kepada debitur. Jumlah uang yang diterima debitur sebagai ganti kerugian adalah sebesar nilai klaim asuransi dalam polis asuransi dikurangi sisa kredit debitur pada bank. Sisa pembayaran kredit itulah yang kemudian diberikan kepada debitur sebagai suatu bentuk perlindungan hukum. Jika klaim asuransi tersebut tidak mencukupi untuk melunasi sisa kredit debitur, dan agar debitur tidak wanprestasi terhadap 140

22 kewajibannya kepada kreditur, maka bank selaku akan membantu untuk menyelamatkan sisa kredit debitur dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah melalui alternatif penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Dalam surat edaran tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah sebagai berikut: 1. Rescheduling Rescheduling yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit dan memperpanjang jangka waktu angsuran. Adapun yang dimaksud dengan 2 (dua) upaya rescheduling adalah sebagai berikut: a. Memperpanjang jangka waktu kredit Dalam hal ini debitur memperoleh keringanan dalam masalah jangka waktu kredit misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 (enam) bulan menjadi 1 (satu) tahun. Sehingga debitur memiliki waktu pengembalian yang lebih lama. b. Memperpanjang jangka waktu angsuran Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktru kredit. Dalam hal ini jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang pembayarannya misalnya dari 36 (tiga puluh enam) kali menjadi 141

23 48 (empat puluh delapan) kali. Hal ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran Reconditioning (Persyaratan Kembali) Reconditioning adalah suatu upaya menyelamatkan kredit dengan melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian. Perubahan tersebut yang tidak hanya terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja tetapi perubahan syarat kredit. Perubahan syarat kredit tersebut meliputi: a. Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok. b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Salam hal penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Hal ini maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayaranya, sedangkan pokok pinjamannya tetap dibayar seperti biasa. c. Penurunan suku bunga Penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih meringankan nasabah. Hal ini tergantung pada pertimbangan bank yang bersangkutan. Penurunan suku bunga akan mempengaruhi jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu meringankan nasabah. d. Pembebasan bunga. Dalam pembebasan suku bunga diberikan kepada nasabah dengan pertimbangan nasabah tidak mampu lagi membayar kredit tersebut. 19 Kasmir, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Rajawali Pers, Jakarta (selanjutnya disebut Kasmir II), hal

24 Namun nasabah tetap mempunyai kewajiban membayar pokok pinjaman sampai lunas Restrukturisasi (Penataan Kembali) Retrukturisasi merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih layak. Menurut Pasal 1 angka (25) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 12 DPNP Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4471 DPNP, selanjutnya disebut Peraturan Bank Indonesia I) merumuskan definisi restrukturisasi kredit: Restrukturisasi kredit adalah upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain: a. Penurunan suku bunga kredit. b. Perpanjangan jangka waktu. c. Pengurangan tunggakan bunga kredit. d. Pengurangan tunggakan pokok kredit. e. Penambahan fasilitas kredit. f. Konversi kredit menjadi penyertaan Modal Sementara. Berdasarkan batasan tersebut tampak arah dari retrukturisasi kredit adalah untuk memperbaiki kualitas kredit. Untuk melakukan retrukturisasi kredit terdapat aturan yang harus diperhatikan oleh bank, karena upaya ini mengandung kerawanan penyalahgunaan oleh manajemen, sehingga secara prinsip ditetapkan bahwa restrukturisasi kredit hanya boleh dilakukan terhadap debitur yang masih 20 Ibid, hal

25 memiliki prospek usaha yang baik, dan telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok ataupun bunga. Bank juga dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan untuk menghindari penurunan penggolangan kualitas kredit atau pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang lebih besar atau menghindari penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual. 21 Restrukturisasi kredit harus meningkatkan penggolongan kualitas kredit, artinya ada perubahan kualifikasi golongan misalnya dari kredit macet atau diragukan kemudian menjadi kurang lancar atau lancar dalam perhatian khusus atau kurang lancarr menjadi lancar tanpa perhatian khusus. 22 Lebih rinci Bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang melindung debitur saat terjadinya suatu bencana alam yaitu melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/15/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Bagi Daerah-Daerah Tertentu Di Indonesia Yang Terkena Bencana Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 72 DPNP/DPBPR/DPbS Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4641 DPNP/DPBPR/DPbS, selanjutnya disebut Peraturan Bank Indonesia II). Aturan ini dikeluarkan karena dalam beberapa tahun terakhir sebagian wilayah di Indonesia dilanda bencana alam, seperti gempa bumi dan tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan daerah sekitar Propinsi Jawa Tengah. 21 Wahyudi Santoso, 2008, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, hal Muhamad Djumhana, op.cit, hal

26 Dampak bencana alam ini dapat mengganggu perekonomian Indonesia. Bank Indonesia kemudian merespon keadaan tersebut dengan mengeluarkan aturan yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Kualitas kredit debitur yang dapat di restrukturisasi sampai dengan plafond Rp ,00 (lima miliar rupiah). Persyaratan kredit dengan perlakuan khusus ini dirumuskan dalam Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia II yang merumuskan sebagai berikut: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hanya berlaku untuk Kredit Bagi Bank Umum dan Kredit Bagi Bank Perkreditan Rakyat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. disalurkan kepada nasabah debitur dengan lokasi proyek atau lokasi usaha di daerah-daerah tertentu yang terkena bencana alam; b. telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit yang disebabkan dampak dari bencana alam di daerah-daerah tertentu, dan; c. direstrukturisasi setelah terjadinya bencana alam. Peraturan Bank Indonesia II hanya berlaku untuk daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Peraturan ini tidak berlaku untuk provinsi lain, sehingga tidak memberikan kepastian hukum bagi debitur dan kreditur di provinsi lain yang mengalami peristiwa bencana alam. Walaupun demikian bank dapat melakukan upaya penyelamatan kredit debitur dengan membantu debitur untuk melakukan restrukturisasi kredit debitur melalui perubahan (addendum) pada perjanjian kredit sebelumnya. Dalam addendum perjanjian restrukturisasi kredit dilakukan perubahan dalam klausul perjanjian, perubahan suku bunga dengan menurunkan suku bunga kredit debitur dan perpanjangan jangka waktu kredit hingga 4 (empat) tahun, sehingga akan 145

27 memberikan keringanan kepada debitur dalam memenuhi kewajibannya kepada bank. Perlindungan hukum represif yang dapat diberikan kepada debitur adalah dengan pembayaran klaim kepada kreditur sebagai pelunasan kredit debitur. Jika dalam pembayaran tersebut terdapat uang sisa, maka sisa pembayaran kredit itu kemudian diberikan kepada debitur hukum. Selain itu perlindungan hukum yang represif yang dapat diberikan peda debitur adalah dengan melakukan penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring) terhadap fasilitas kredit yang telah diterima oleh debitur. Hal ini dilakukan agar debitur tetap mampu untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. 146

PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH.

PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH. PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH., MH 1 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap perlakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi 1. Pengertian Asuransi Apabila seseorang menginginkan supaya sebuah resiko tidak terjadi, maka seharusnyalah orang tersebut mengusahakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 8/15/PBI/2006 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK BAGI DAERAH-DAERAH TERTENTU DI INDONESIA YANG TERKENA BENCANA ALAM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa

Lebih terperinci

Nama Githa Maharani Sembiring NPM : Mata kuliah : hukum asuransi ASURANSI KEBAKARAN. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :

Nama Githa Maharani Sembiring NPM : Mata kuliah : hukum asuransi ASURANSI KEBAKARAN. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 : Nama Githa Maharani Sembiring NPM : 093112330050065 Mata kuliah : hukum asuransi ASURANSI KEBAKARAN Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 : Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara

Lebih terperinci

Informasi Produk Asuransi Allianz

Informasi Produk Asuransi Allianz Informasi Produk Asuransi Allianz Nama Produk Permata Proteksi Ku Permata Proteksi Plus Permata KTA Proteksi Jenis Produk Asuransi jiwa berjangka untuk perlindungan tagihan kartu kredit Asuransi jiwa berjangka

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 8/ 10 /PBI/2006 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK PASCA BENCANA ALAM DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN DAERAH SEKITARNYA DI PROPINSI JAWA TENGAH GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan ini tak ada seorangpun yang dapat memprediksi atau meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan baik dan sempurna. Meskipun telah

Lebih terperinci

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI BAB X ASURANSI Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada saat ini sangat memberikan manfaat dan kemudahan bagi kehidupan manusia, dampak positif yang ada sangat mendukung manusia modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan guna mendukung peningkatan usahanya

Lebih terperinci

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

kemudian hari bagi bank dalam arti luas; KAJIAN PUSTAKA Pengertian dasar tentang kredit bermasalah Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari janji membayar bunga dan pokok pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, sehingga dalam hal ini

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

Asuransi Jiwa

Asuransi Jiwa Bab 1: Pengantar Asuransi Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Asuransi Jiwa Asuransi Jiwa Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko yang berupa perjanjian antara nasabah asuransi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/17/PBI/2005 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA BENCANA ALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KABUPATEN NIAS, PROVINSI SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari berbagai kebutuhan, seiring dengan meningkatnya kehidupan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI PRODUK RaksaEarthquake Insurance Asuransi Gempa Bumi

RINGKASAN INFORMASI PRODUK RaksaEarthquake Insurance Asuransi Gempa Bumi RINGKASAN INFORMASI PRODUK RaksaEarthquake Insurance Asuransi Gempa Bumi Nama Produk : RaksaEarthquake Insurance / Asuransi Gempa Bumi Jenis Produk : Asuransi Harta Benda Nama Penerbit : PT. Asuransi Raksa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

POLIS ASURANSI KREDIT MULTIGUNA

POLIS ASURANSI KREDIT MULTIGUNA POLIS ASURANSI KREDIT MULTIGUNA Bahwa Tertanggung melalui Pemegang Polis yang disebutkan dalam ikhtisar polis ini telah mengajukan kepada Penanggung suatu permohonan tertulis yang dilengkapi dengan keterangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 27 /PBI/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/10/PBI/2006 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK PASCA BENCANA ALAM DI PROPINSI DAERAH

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN

SYARAT DAN KETENTUAN SYARAT DAN KETENTUAN 1. DEFINISI (1) Bank adalah PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk., yang berkantor pusat di Bandung, dan dalam hal ini bertindak melalui kantor-kantor cabangnya, meliputi kantor cabang,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit secara umum, kredit adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 422/KMK.06/2003 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi Di Indonesia, selain istilah asuransi digunakan juga istilah pertanggungan. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/9/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum untuk Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth 1. Definisi Syarat dan Ketentuan Umum ANGSURAN adalah suatu

Lebih terperinci

LAMPIRAN SK NO. 422/AAUI/06

LAMPIRAN SK NO. 422/AAUI/06 KLAUSUL KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DAN ATAU RODA TIGA Dengan ini dicatat dan disepakati, bahwa : 1. Menyimpang dari definisi kendaraan bermotor yang dicantumkan dalam Polis, kata kendaraan bermotor harus

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/ 11 /PBI/2002 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK UMUM PASCATRAGEDI BALI GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/ 11 /PBI/2002 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK UMUM PASCATRAGEDI BALI GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 4/ 11 /PBI/2002 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK UMUM PASCATRAGEDI BALI GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan terjadinya tragedi di Propinsi Bali,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap beberapa

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang

STIE DEWANTARA Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang Manajemen Lembaga Keuangan, Sesi 5 Pengertian Asuransi Asuransi Assurantie (B. Belanda) = Pertanggungan Assecurare (B. Latin) = Meyakinkan orang Asuransi Bahasa

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI PRODUK

RINGKASAN INFORMASI PRODUK RINGKASAN INFORMASI PRODUK a Nama dan Jenis Produk Asuransi b Nama Penerbit (Perusahaan Asuransi) c Data Ringkas : Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia : PT. KSK Insurance Indonesia : PT. KSK Insurance

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN 87 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN A. Penyebab Terjadinya Take Over Pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Take

Lebih terperinci

Setiap istilah di bawah ini, kecuali dengan tegas ditentukan lain dalam Syarat dan Ketentuan ini mempunyai arti dan pengertian sebagai berikut:

Setiap istilah di bawah ini, kecuali dengan tegas ditentukan lain dalam Syarat dan Ketentuan ini mempunyai arti dan pengertian sebagai berikut: SYARAT & KETENTUAN Safe Deposit Box A. DEFINISI Setiap istilah di bawah ini, kecuali dengan tegas ditentukan lain dalam Syarat dan Ketentuan ini mempunyai arti dan pengertian sebagai berikut: 1. Anak Kunci

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN

BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN BERITA ACARA PENGAJUAN KLAIM ASURANSI DAN BENTUK JAMINAN No: Pada hari ini, Jumat tanggal Delapan Belas bulan April tahun Dua ribu delapan yang bertandatangan dibawah ini Pemerintah Kota Surabaya, Asosiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Asuransi atau pertanggungan, di dalamnya tersirat pengertian adanya suatu resiko,

II. LANDASAN TEORI. Asuransi atau pertanggungan, di dalamnya tersirat pengertian adanya suatu resiko, II. LANDASAN TEORI 2.1 Asuransi sebagai Lembaga Peralihan Resiko Asuransi atau pertanggungan, di dalammya selalu mengandung pengertian adanya suatu resiko. Resiko yang dimaksud adalah ketidakpastian karena

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum No. 7/ 3 /DPNP Jakarta, 31 Januari 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Sehubungan dengan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan terhadap identifikasi masalah, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan di antaranya : 1. Kedudukan para pihak : a. Hubungan hukum antara

Lebih terperinci

RINGKASAN INFORMASI PRODUK DAN/ATAU LAYANAN ULTIMATE HARVEST ASSURANCE

RINGKASAN INFORMASI PRODUK DAN/ATAU LAYANAN ULTIMATE HARVEST ASSURANCE Ultimate Harvest Assurance merupakan produk asuransi tradisional dari PT. AIA FINANCIAL. Berikut ini adalah ringkasan informasi mengenai produk dan/atau layanan Ultimate Harvest Assurance. Harap dibaca

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/26/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI Keputusan ini telah diketik ulang, bila ada keraguan mengenai

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Misi BRI : 1. Melakukan kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kelangsungan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentan No.197, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Kehati-hatian. Perekonomian Nasional. Bank Umum. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5734). PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN A. Pelaksanaan Penanggungan dalam Perjanjian Kredit di BPR Alto Makmur Bank Perkreditan Rakyat adalah bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 15/28/DPNP Jakarta, 31 Juli 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1354, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Penghapusbukuan. Pembiayaan. Ekspor. Lembaga. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ITAS JASA K OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN INDONESIA SA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 11/POJK.03/2015 TENTANG KETENTUAN KEHATI-HATIAN DALAM RANGKA STIMULUS PEREKONOMIAN NASIONAL

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Living, Breathing Asia SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Dana Bantuan Sahabat ini berlaku bagi Nasabah yang permohonan Dana Bantuan Sahabat telah disetujui. Harap membaca Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN

ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN (Studi Tentang Polis Asuransi Sebagai Cover Jaminan Kredit di PT. Asuransi Bumiputeramuda 1967 Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 26 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT UMUM POLIS ASURANSI JIWA 5000. Pasal 1 ARTI BEBERAPA ISTILAH

SYARAT-SYARAT UMUM POLIS ASURANSI JIWA 5000. Pasal 1 ARTI BEBERAPA ISTILAH SYARAT-SYARAT UMUM POLIS ASURANSI JIWA 5000 Pasal 1 ARTI BEBERAPA ISTILAH Dalam Syarat-syarat Umum Polis Asuransi Jiwa Perorangan ini yang dimaksud dengan : 1. Asuransi : adalah Asuransi Jiwa 5000. 2.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **)

TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **) TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **) A. Pendahuluan Dari sisi hukum, adanya Undang- Undang yang mengatur suatu transaksi tentunya akan memberikan kepastian

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI ASURANSI. Materi 1 PENGENALAN ASURANSI

SISTEM INFORMASI ASURANSI. Materi 1 PENGENALAN ASURANSI SISTEM INFORMASI ASURANSI Materi 1 PENGENALAN ASURANSI Dr. Kartika Sari U niversitas G unadarma Materi 1-1 Pengertian Asuransi Asuransi adalah: Suatu mekanisme pemindahan risiko dari tertanggung (nasabah)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 39 /PBI/2008 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PENANGANAN KHUSUS PERMASALAHAN PERBANKAN PASCABENCANA NASIONAL DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS, PROVINSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

Pasal 2: Penerbitan, Kepemilikan, Penggunaan Kartu Kredit dan PIN 2.1 Penerbitan Kartu Kredit dilakukan Bank berdasarkan permohonan tertulis dari Pemo

Pasal 2: Penerbitan, Kepemilikan, Penggunaan Kartu Kredit dan PIN 2.1 Penerbitan Kartu Kredit dilakukan Bank berdasarkan permohonan tertulis dari Pemo Sebelum menggunakan Kartu Kredit yang diterbitkan oleh PT Bank UOB Indonesia, mohon untuk membaca dengan teliti Syarat dan Ketentuan Kartu Kredit PT Bank UOB Indonesia ( Syarat dan Ketentuan ) ini. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring meningkatnya perekonomian Indonesia, maka semakin tinggi pula

I. PENDAHULUAN. Seiring meningkatnya perekonomian Indonesia, maka semakin tinggi pula I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring meningkatnya perekonomian Indonesia, maka semakin tinggi pula keinginan masyarakat dalam memenuhi tuntutan kebutuhan ekonominya. Faktor penting dalam pemenuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2017 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK BAGI DAERAH TERTENTU DI INDONESIA YANG TERKENA BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT

SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT SYARAT DAN KETENTUAN DANA BANTUAN SAHABAT Syarat dan Ketentuan Dana Bantuan Sahabat ini berlaku bagi Nasabah Dana Bantuan Sahabat yang sebelumnya adalah Nasabah aktif ANZ Personal Loan pada saat produk

Lebih terperinci