BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Purwadiatmo (2003:15) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Purwadiatmo (2003:15) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak Purwadiatmo (2003:15) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan yang berlaku tanpa diadakan pemeriksaan, investigasi saksama, peringatan atau pun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Selanjutnya menurut Nurmantu (2003:148) kepatuhan wajib pajak badan adalah suatu pemenuhan kewajiban perpajakan, yang harus dilakukan oleh wajib pajak badan melalui tingkat pelaporan SPT, laporan penyelesaian tunggakan pajak dan laporan perkembangan pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang. Berkaitan dengan itu, kewajiban pajak dapat dibagi dengan dua kategori, yaitu pemenuhan kewajiban hukum pajak materil dan hukum pajak formal. Hukum pajak material membuat norma-norma yang menerangkan keadaankeadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, seberapa besar pajaknya, dengan perkataan lain segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan hubungan pajak antara pemerintah dan wajib pajak. Sedangkan hukum pajak formal adalah aturan-aturan mengenai cara-cara untuk menjelmahkan hukum material tersebut di atas menjadi suatu kenyataan. Bagian hukum ini memuat cara-cara

2 penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak, kontrol oleh pemerintah terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para wajib pajak, kewajiban pihak ketiga, dan prosedur dalam pemungutannya. Kepatuhan wajib pajak dan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya perpajakan baik formal maupun materil meliputi: ( Brotodiharjo, 2003:44) 1. Wajib pajak paham dan berusaha untuk memahami undang-undang pajak. 2. Mengisi formulir dengan tepat 3. Menghitung, membayar dan melaporkan pajak pada tepat waktu Hal-Hal Yang Mempengaruhi Patuh Tidaknya Wajib Pajak Gunadi (2009:29) menyatakan ada empat hal yang mempengaruhi patuh tidaknya wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya yaitu: 1. Tarif Mulai tahun pajak 2009, tarif PPh badan menganut sistem tarif tunggal atau single tax yaitu 28% dan akan menjadi 25% pada tahun Jadi berapapun penghasilan kena pajaknya, tarif yang dikenakan adalah satu yaitu 28% atau 25%. Khusus untuk perusahaan terbuka yang memenuhi syarat tertentu, tarif PPh Badannya adalah 5% lebih rendah dari tarif umum. Secara umum, perubahan tarif PPh badan ini menguntungkan bagi perusahaan-perushaan besar yang biasanya kena tarif lapisan tertinggi 30%. Namun bagi perusahaan-perusahaan kecil, yang biasanya kena tarif dengan lapisan kena pajak rendah tentu saja akan merugikan karena akan mengalami kenaikan tarif. Namun demikian, ada ketentuan baru dalam Pasal 31E yang

3 memberikan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum untuk wajib pajak badan yang omzetnya tidak lebih dari Rp50 Milyar yang dikenakan terhadap penghasilan kena pajak dari bagian omzet sampai dengan Rp4,8 Milyar. 2. Pelaksanaan penagihan yang rapi, konsisten dan konsekuen 3. Ada tidaknya sanksi yang melanggar 4. Pelaksanaan sanksi secara konsisten, konsekuen dan tanpa pandang bulu Kriteria Wajib Pajak Patuh Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.192/Pmk.03/2007 tentang tata cara penetapan wajib pajak dengan kriteria tertentu dalam rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, Menteri Keuangan Republik Indonesia, menimbang bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) perlu menetapkan peraturan wajib pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan. b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

4 d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir Keuntungan Menjadi Wajib Pajak Patuh Keuntungan menjadi wajib pajak patuh adalah adanya perlakuan khusus untuk restitusi PPh dan PPN. Untuk restitusi PPh paling lama 3 bulan dapat diterbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Sedangkan PPN paling lama 1 bulan. Selain itu, wajib pajak patuh mendapat perlakuan khusus dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. P-11/BC/2005 dan P 24/BC/2007 menyebutkan bahwa wajib pajak patuh mendapat fasilitas mitra utama sehingga atas impor yang dilakukan. Hanya saja, pada pasal 6 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 1/PJ/2008 menyebutkan wajib pajak patuh yang tidak menghendaki diterbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak harus membuat pernyataan tertulis bersamaan dengan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak Nomor 1/PJ/2008 mengatur bahwa wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian dengan SPT atau surat terpisah. Artinya, jika ada permohonan pengembalian baik melalui SPT saja atau dengan surat tersendiri, kantor pelayanan pajak otomatis akan memberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak patuh kecuali ada pernyataan tertulis bahwa wajib pajak patuh tersebut menolak. Jika wajib pajak patuh menolak, maka pengembalian pembayaran pajak akan diberikan penuh (bukan pendahuluan).

5 2.1.5 Wajib Pajak Badan Direktorat Jendral Pajak dalam undang-undang perpajakan No. 36 tahun 2008 menjelaskan wajib pajak badan adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan. Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usaha tetap. Subyek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan 2. Pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah 3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara Kewajiban Dan Hak Wajib Pajak Badan Untuk menjamin kepastian hukum kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, diatur dalam undang-undang secara tegas hak-hak dan kewajiban wajib pajak dalam suatu hukum pajak formal. Hak-hak wajib pajak yang diatur dalam undang-undang No.6 tahun 1983 yang telah diubah dengan undang-undang No.36 tahun 2008 adalah sebagai berikut :

6 1. Menunda pemasukan surat pemberitahuan tahunan 2. Membetulkan atau mengadakan koreksi terhadap surat pemberitahuan yang telah disampaikan kepada fiskus 3. Mengajukan permohonan untuk menunda pembayaran pajak atas suatu ketetapan maupun mengajukan permohonan pengurangan besarnya angsuran pajak 4. Meminta kembali (restitusi) atau mengadakan kompensasi terhadap kelebihan pembayaran pajak 5. Mengajukan permohonan untuk penghapusan sanksi admistrasi 6. Mengajukan keberatatan atas suatu ketetapan pajak 7. Mengajukan banding kepada badan peradilan pajak yang lebih tinggi Kewajiban wajib pajak yang diatur dalam undang-undang No.6 tahun 1983 yang telah diubah dengan undang-undang No.36 tahun 2008 adalah sebagai berikut: 1. Wajib mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya untuk memperoleh NPWP sebagai tanda atau identitas wajib pajak 2. Wajib membayar pajak 3. Wajib menyampaikan surat pemberitahun tahunan (SPT) 4. Wajib menyelenggarakan pembukuan terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta penjualan pembelian sehingga dapat dihitung besar pajak yang terutang 5. Wajib memberikan kepada aparatur pajak serta pemeriksaan dalam hal:

7 a. Memperlihatkan catatan sebagai dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat yang dipandang perlu memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan c. Memberikan keterangan yang diperlukan d. Meniadakan kewajiban untuk merahasiakan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pengertian SPT Mardiasmo (2011:40) menjelaskan surat pemberitahuan tahunan (SPT) menurut ketentuan umum dan tata cara perpajakan menyebut bahwa pengertian surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang diperoleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan, perhitungkan dan atau membayar pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Fungsi SPT Fungsi surat pemberitahuan bagi wajib pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan melalui pemotongan atau pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak. b. Penghasilan yang merupakan objek pajak atau bukan objek pajak

8 c. Harta dan kewajiban d. Pembayaran dari pemotongan dan pemungut pajak orang pribadi atau badan dalam masa pajak. Bagi pengusaha kena pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagian sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak pertambahan nilai dan penjualan tas barang mewah yang sebenarnya terutang untuk melaporkan tentang: a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran b. Pembayaran atau pelunasan yang telah dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut Jenis SPT Jenis SPT dibedakan menjadi dua bila diperhatikan saat pelaporannya: 1. SPT masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat. SPT masa terdiri dari 2 (dua) macam yaitu SPT masa untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan SPT masauntuk pajak pertambahan nilai. 2. SPT tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu

9 tahun pajak. SPT tahunan juga dapat dibedakan menjadi 2 yaitu SPT tahunan untuk wajib pajak perseorangan dan wajib pajak badan Batas Waktu Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian surat pemberitahuan adalah: 1. Untuk surat pemberitahuan masa, paling lambat 20 (dua pulu) hari setelah akhir masa pajak. 2. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 3. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang badan, paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak. Penjelasan ayat ini mengatur tentang batas waktu penyampaian surat pemberitahuan yang dianggap cukup memadai bagi wajib pajak untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembayaran pajak dan penyelesaian pembukuannya Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Mardiasmo (2011:48) menjelaskan apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp ,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai, Rp ,00 (seratus ribu rupiah) untuk surat pemberitahuan masa lainnya, dan sebesar Rp ,00 (satu juta rupiah) untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan serta sebesar

10 Rp ,00 (seratus ribu rupiah) untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi. Penjelasan maksud pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur pada ayat ini adalah untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 Waluyo (2007:88) mengemukakan mengenai pajak penghasilan pasal 25 yaitu angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Pelunasan PPh 25 dilakukan oleh wajib pajak pada masa bulan dan akhir tahun. PPh pasal 25 masa bulanan adalah angsuran PPh yang diperkirakan akan terutang dari wajib pajak pada akhir tahun. Wajib pajak yang harus memperhitungkan, membayar dan melaporkan PPh pasal 25 masa bulan adalah wajib pajak perseorangan maupun badan termasuk BUT. Sementara itu, wajib pajak perseorangan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja berupa gaji dan sejenisnya yang sudah dipotong PPh pasal 21 tidak lagi berkewajiban melaporkan PPh pasal 25 masa bulanan, kecuali wajib pajak dan tanggungannya tersebut memperoleh penghasilan lainnya. Pajak penghasilan disingkat (PPh) dikenakan kepada wajib pajak dalam suatu periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini maka perhitungan

11 PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan dalam SPT tahunan. Karena perhitungan PPh dilakukan setahun sekali, maka perhitungan ini harus dilakukan setelah setahun berakhir agar semua data penghasilan dalam satu tahun sudah bisa diketahui. Untuk perusahaan, tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat. Cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru dapat diketahuai ketika suatu tahunan pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak tidak dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah mekanisme pembayaran pajak dimuka atau pembayaran pajak cicilan setiap bulan. Pembayaran cicilan ini dinamakan pajak penghasilan Subjek Dan Objek Pajak PPh Pasal 25 A. Subjek Pajak Ismawan (2009:69) menyatakan bahwa subjek pajak penghasilan (PPh) adalah orang pribadi warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, badan, dan bentuk usaha tetap (BUT). Subjek Pajak terdiri dari: 1. Subjek pajak dalam negeri adalah : a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

12 b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana. c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. 2. Subjek pajak luar negeri adalah : a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha. b. Melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. B. Objek Pajak Penghasilan Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

13 Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 Effendi (2002:19) menjelaskan besarnya angsuran PPh pasal 25 dihitung sesuai ketentuan. Pada umumnya cara menghitung PPh pasal 25 didasarkan pada data SPT tahun sebelumnya. Artinya kita mengasumsi bahwa penghasilan tahun ini sama dengan penghasilan tahun sebelumnya, Tentu saja nanti akan ada perbedaan dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir. Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan pajak akhir tahun ini bisa dinamakan PPh pasal 29. Apabila selisih menunjukan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau wajib pajak meminta kelebihan membayar pajak yang telah dilakukan. umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar pajak penghasilan terutang menurut SPT tahunan pajak penghasilan tahun lalu dikurangi dengan kredit pajak penghasilan pasal 21, 22, 23, dan pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Misalnya SPT tahun 2008 menunjukan data sebagai berikut: Pajak penghasilan terutang Rp Kredit pajak PPh pasal 21, 22, 23 dan 24 Rp Maka PPh pasal 25 tahun 2009 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut: Pajak penghasilan terutang Rp Kredit pajak PPh pasal 21, 22, 23, dan 24 Rp Selisih Rp PPh pasal 25 = : 12 = Rp

14 Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 25 Peraturan Dirjen Nomor PER-22/PJ/2008 mengatur tentang tata cara pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 25. Kalau dicermati sebagian besar isi dari ketentuan ini sebenarnya adalah sekedar kompilasi ketentuan dalam KUP tentang PPh Pasal 25 yang tersebar di peratura-peraturan lain. Satu hal yang baru adalah masalah pelaporan PPh Pasal 25 bagi wajib pajak yang membayar PPh Pasal 25 melalui sistem MPN atau modul penerimaan negara. Beberapa hal penting yang perlu diketahui dalam pelaporan dan penyetoran PPh pasal 25 adalah sebagai berikut : 1. Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. 2. Dalam pengertian hari libur termasuk hari Sabtu, hari libur nasional, hari pemilihan umum yang diliburkan dan cuti bersama secara nasional. Pembayaran dilakukan di bank persepsi atau bank devisa persepsi atau kantor pos persepsi dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain. Pengesahan dilakukan oleh pejabat kantor penerima pembayaran atau melalui validasi sistem modul penerimaan negara dengan adanya nomor transaksi penerimaan negara (NTPN). 3. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran dengan validasi NTPN dianggap telah menyampaikan SPT PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi.

15 Ketentuan ini rasanya bisa diartikan bahwa wajib pajak yang telah membayar PPh Pasal 25 dengan sistem MPN tidak perlu lagi melaporkan SSP lembar ketiga ke Kantor Pelayanan Pajak. Kalau memang demikian, hal ini merupakan suatu kemajuan yang berarti dimana satu prosedur pelaporan bisa dihilangkan sehingga bisa menghemat biaya administrasi. 4. Bagi wajib pajak yang PPh Pasal 25nya nihil, PPh Pasal 25nya Dollar, dan yang pembayarannya tidak secara online dan tidak mendapat NTPN, tetap diharuskan melaporkan SSP lembar ketiganya di KPP tempat wajib pajak tersebut terdaftar. Sanksi keterlambatan pembayaran mengacu kepada Pasal 9 ayat (2a) UU KUP dan sanksi keterlambatan lapor mengacu kepada Pasal 7 ayat (1) UU KUP Hal-Hal Tertentu Untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Direktur Jendral Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan, apabila: 1. Wajib pajak berhak atas kompetensi kerugian 2. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur 3. SPT tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan 4. Wajib pajak diberi perpanjangan waktu penyampaikan SPT tahunan PPh 5. Wajib pajak membetulkan SPT tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan

16 6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Peningkatan penerimaan negara diarahkan pada target penerimaan perpajakan. Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dibutuhkan langkahlangkah penyempurnaan kebijakan perpajakan, salah satunya melalui moderilisasi atau pembaharuan kembali sistem adiministrasi perpajakan. Purnomo (2005:12) menjelaskan penerimaan menjelaskan penerimaan penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan pasal 25 dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pengertian penerimaan pajak menurut Direktorat Jendral Pajak tahun 2009 penerimaan pajak yaitu pajak yang diterima oleh pemerintah atau fikus yang disetorkan oleh wajib pajak sebagai salah satu kewajiban wajib pajak kepada pemerintah yang dibayarkan melalui kantor pelayanan pajak yang sesuai dengan daerah tempat wajib pajak berada atau bank yang menerima pembayaran pajak Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Badan Ismawan (2009:125) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak pasal 25 badan yaitu:

17 a. Moderisasi Pajak Moderisasi pajak dilakukan bertujuan untuk menerapkan good governance dan pelayanan prima kepada masyarakat. Demikian juga dengan tuntutan pelayanan yang lebih baik dari stockholders perpajakan. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan kepuasan pada wajib pajak yang kemudian akan meningkatkan penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan pasal 25 badan. b. Sunset Policy Kebijakan perpajakan untuk menghapus sanksi perpajakan yang mengakibatkan menunggaknya kewajiban pajak, akan tetapi pokok pajak yang menunggak tetap harus dipenuhi. Sehingga dapat diharapkan dengan adanya sunset policy tersebut dapat meringankan wajib pajaknya serta diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak (PPh pasal 25 badan) c. Mutu Pelayanan Dan Kualitas Pajak Untuk meningkatkan pelayanan pada wajib pajak maka dibentuk tempat pelayanan terpadu (TPT) disetiap KPP, tujuannya untuk memudahkan pengawasan terhadap pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak. Contoh account representative (AR), help desk, complain center, call center. Serta didukung sumber daya manusia yang berkwalitas tinggi melalui pendidikan dan pelatihan. Mapping serta fit and propert tes yang diharapkan nantinya akan mempengaruhi peningkatan penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan pasal 25 badan.

18 d. Penerapan Sanksi Pajak Sesuai Undang-Undang Untuk menegakan kedisiplinan wajib pajak memenuhi hak dan kewajiban, diperlukan adanya sanksi administrasi maupun pidana. Dasar hukum sanksi ini diatur dalam masing masing pasal UU KUP yang diharapkan wajib pajak akan patuh dalam melaksanakan kewajiban pajaknya serta akan mempengaruhi penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan pasal 25 badan. e. Self Assessment system Ada suatu system pemungutan perpajakan yang member wewenang kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan besarnya pajak yang terutang. Dalam hal ini wajib pajak diberikan kepercayaan dengan menerapkan self assessment sehingga dapat meningkatkan pajak penhasilan Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25. Nurmantu (2003:81) menuturkan wajib pajak dikategorikan sebagai wajib pajak patuh apabila wajib pajak tersebut melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, mulai dari menghitung, menentukan, menyetor sampai melaporkan kawajiban pajaknya. Apabila wajib pajak tidak melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya sesuai dengan peraturan yang berlaku maka wajib pajak dikenakan sanksi yang berupa sanksi denda dan bunga.

19 Penerapan sanksi perpajakan ini dilaksanakan bukan untuk menakut-nakuti wajib pajak atau masyarakat, tetapi dalam rangka menjalankan tugas sesuai dengan undang-undang perpajakan, demi menjamin ketersedianya dana pembangunan yang bersumber dari sektor pajak, maka diperlukan peran serta masyarakat agar menjadi wajib pajak patuh. Apabila masyarakat sudah menjadi wajib pajak patuh, maka secara langsung penerimaan pajak penghasilan khususnya PPh pasal 25 akan menjadi lebih baik dapat meningkatkan sesuai dengan jumlah wajib pajak yang terdaftar. Dengan berbagai upaya Dirjen Pajak baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Intensifikasi merupakan upaya peningkatan penerimaan pajak dengan memaksimalkan pembayaran pajak dari wajib pajak yang sudah ada, sedangkan ekstensifikasi merupakan peningkatan pajak dengan mencari wajib pajak yang baru. Upaya ini dapat berpengaruh untuk penambahan jumlah wajib pajak dan dapat menambah jumlah wajib pajak dan dapat menimbulkan pengaruh kepatuhan wajib pajak sehingga secara otomatis penerimaan pajak juga akan meningkat. Dan yang dimaksud dengan kepatuhan wajib pajak badan yaitu jumlah SPT PPh tahunan yang dilaporkan wajib pajak badan tepat waktu sebelum jatuh tempo dalam tahun pajak Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 sudah banyak sebagaimana yang ditunjukan pada tabel 2 berikut:

20 Tabel 2. Penelitian Terdahulu No Nama Judul penelitian Variabel Penelitian Hasil penelitian 1 Menurut Pengaruh kepatuhan -Kepatuhan wajib Berdasarakan hasil Lukmanul wajib pajak badan pajak penelitian yang dilakukan (2010:54 ) terhadap penerimaan -Penerimaan PPh 25 pada KPP setia budi satu pajak penghasilan dan dua ada pengaruh pasal 25 pada Kantor yang positif yang kuat Pelayan Pajak antara kepatuhan wajib Pratama Setia Budi pajak terhadap penerimaan Satu Dan Dua penghasilan pasal 25 2 Sari pengaruh kepatuhan - Kepatuhan wajib Berdasarkan hasil (2006:60) wajib pajak dan pajak penelitian yang dilakukan pemeriksaan pajak - Pemeriksaan pajak pada KPP Denpasar terhadap penerimaan pph 25 wajib pajak - Penerimaan PPh 25 Timur, diperoleh hasil bahwa Kepatuhan wajib badan Pada KPP pajak dan pemeriksaan Denpasar Timur pajak secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25

21 3 Wijaya Hubungan antara -Pembayaran Berdasarkan hasil (2005:79) jumlah pembayaran angsuran PPh pasal penelitian yang dilakukan masa angsuran pajak 25 pada KPP Bayuangi penghasilan pasal 25 - Jumlah wajib pajak membuktikan bahwa dan jumlah wajib badan pembayaran angsuran pajak badan dengan penerimaan pajak penghasialn pasal 25 -Penerimaan PPh badan pasal 25 pajak penghasilan pasal 25 badan yang dilaporkan tepat waktu dan jumlah wajib pajak badan yang aktif berhubungan secara simultan dengan penerimaan pajak penghasilan pasal 25 badan Kerangka Pikir Studi tentang pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghsilan pasal 25 sudah banyak dilakukan, sebagai contoh penelitian yang pernah dilakukan oleh Lukmanul (2010), Sari (2006) yang menyatakan bahwa ada pengaruh

22 yang positif dan kuat antara kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan penghasilan pasal 25. Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan No. 36 Tahun 2008, menetapkan wajib pajak tergolong badan yaitu perusahan, firma, perseroan terbatas dan koprasi. Wajib pajak badan dikategorikan sebagai wajib pajak patuh apabila wajib pajak tersebut melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya sesuai dengan perundangundangan yang berlaku, mulai dari keakuratan perhitungan pajak penghasilan, ketetapan waktu dalam melaporkan pajak yang terutang, dan kelengkapan dalam menyetorkan SPT tahunan. Melihat beberapa hasil penelitian di atas telah menunjukan bahwa kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan. Apabila masyarakat sudah menjadi wajib pajak patuh, maka secara langsung penerimaan pajak penghasilan khususnya PPh pasal 25 akan menjadi lebih baik dapat meningkatkan sesuai dengan jumlah wajib pajak yang terdaftar. Berdasarkan penjelasan di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut:

23 Gambar 1 Kerangka Pikir Permasalahan penelitian Berdasarakan fenomena dan kajian teoritis serta studi empiris secara ringkas, peneltian ini adalah sebagai berikut: Apakah kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 Dasar teori 1. Kepatuhan wajib pajak badan. ( Purdawarmito 2003) 2. Pajak penghasilan pasal 25 ( Waluyo 2007) 3. Pengaruh kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 ( Nurmantu 2003:81) Penelitian terdahulu 1. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan pasal 25 pada Kantor Pelayan Pajak Pratama setia budi satu dan dua. ( Muh Lukmanul 2010) 2. Pengaruh Kepatuhan Wajib dan pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan PPh 25 wajib pajak badan pada KPP Denpasar Timur.( Sari Ratna 2006) Diduga kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 Kepatuhan wajib pajak badan Penerimaan pajak penghasilan pasal 25

24 2.11 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diduga bahwa kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 25 pada kantor Pelayan Pajak Pratama Gorontalo

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peneriman di negara Indonesia yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peneriman di negara Indonesia yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu peneriman di negara Indonesia yang sangat penting bagi pelaksanakan dan pembangunan nasional serta bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan suatu negara. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ BEBERAPA PERUBAHAN POKOK UU

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Self Assessment System Self assessment system yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menciptakan stabilitas nasional maka dilakukanlah Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terusmenerus dan berkesinambungan

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA PERTEMUAN KE-3 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA Pengertian-Pengertian : 1. Subjek Pajak : Orang ataupun badan yang dapat dikenakan pajak. 2. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau

Lebih terperinci

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA 1. Pembayaran atau Penyetoran Pajak yang Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa yang Dilakukan Setelah Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran atau Penyetoran Pajak

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan), Anda harus mampu: 1.1 Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN UMUM 1. Peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN I. UMUM 1. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Pengertian dan Definisi Pajak Pajak sebagai sumber penerimaan negara harus menjadi penerimaan utama karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Penghasilan : Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I.

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Penghasilan : Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Banyak definisi pajak yang dikemukan oleh para ahli. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yaitu dengan menggali sumber dana yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dimana bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong royongan nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang : a. bahwa Pajak Air

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN 2008 TATANUSA 1 BULAN ~ Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Apabila setelah melampaui jangka waktu

Lebih terperinci

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya pengadaan dana dalam jumlah uang yang cukup besar dan berkesinambungan untuk membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera lahir batin berdasarkan Pancasila, salah satunya dengan cara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian mengenai pajak, diantaranya : Menurut Djajadiningrat dalam

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN... i PENGERTIAN DAN DEFINISI... 1 CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK... 1 ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN... 1 SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK... 4 i PENGERTIAN DAN DEFINISI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 9-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1983 (ADMINISTRASI. FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANOKWARI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Definisi Kepatuhan Wajib pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta (2006), istilah kepatuhan berarti ketaatan kepada

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA 3.1. Gambaran Singkat Operasi Perusahaan Agar perencanaan pajak dapat dilakukan dengan baik dan dipahami oleh pihak-pihak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK Berdasarkan litelatur perpajakan dan KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN yang saya baca, kemungkinan pengembalian pajak lebih banyak diberikan kepada wajib pajak secara perorangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN

PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN PEMERINTAH KOTA MEDAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN Menimbang : a. bahwa Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 05 TAHUN 2012 TLD NO : 05

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 05 TAHUN 2012 TLD NO : 05 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 05 TAHUN 2012 TLD NO : 05 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN - 1 - SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG Menimbang : a. PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin adanya kepastian berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying

Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan Pph Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2017-01-07 Pelaksanaan Penelitian Dan Pemeriksaan Spt Tahunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang terbesar dan sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Kewajiban perpajakan

Lebih terperinci

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK 1. orang pribadi atau badan sebagai: pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan

Lebih terperinci

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan S Modul 1 Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan PENDAHULUAN Suryohadi, S.H., M.M. tudi Kasus Perpajakan adalah suatu kajian mengenai masalah-masalah yang timbul atau yang terjadi di dalam masyarakat berkenaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 10 OKTOBER 2011 NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG : PAJAK RESTORAN Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian Hukum 2011

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Menurut Ajzen (1991), Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf b

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN Menimbang : a. NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PARKIR BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2013 DAFTAR ISI NO. URAIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA [[ PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci