BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Penghasilan : Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Penghasilan : Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I."

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Banyak definisi pajak yang dikemukan oleh para ahli. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Penghasilan : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi pajak yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat : Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang diebabkab suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbale balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak secara umum adalah sebagai berikut : a. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang dan aturan pelaksananya. b. Tidak ada kontraprestasi langsung dari pemerintah kepada pembayar pajak. c. Pajak dipungut oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. d. Pajak dipergunakan untuk pengeluaran pembiayaan pemerintah. e. Pajak dapat mempunyai tujuan lain selain tujuan budgeter yaitu tujuan mengatur. B. Fungsi Pajak Pajak mempunyai dua fungsi yaitu fungsi budgeter (pendanaan) dan fungsi regulator (mengatur). 5

2 1. Fungsi budgeter adalah fungsi yang terletak disektor publik dan pajak merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukan uang sebanyakbanyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. 2. Fungsi regulator adalah pajak digunakan sebagai suatu alat untuk mengatur atau melaksanakan kebiajakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di bidang keuangan. Contoh : Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) C. Sistem Perapajakan Indonesia 1. Pengertian Sistem Self Assessment Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dalam menetapkan pajak terutang menganut sistem self assessment yaitu suatu sistem penetapan pajak oleh Wajib Pajak sendiri, artinya wajib pajak diberikan kewenangan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar. Dengan sistem self assessment dituntut peran aktif dan kejujuran Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Sedangkan sistem official assessment yaitu sistem pemungutan pajak pajak yang memberikan kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Perbedaan sistem self assessment dengan official assessment adalah Wajib Pajak bukan lagi dianggap sebagai 6

3 objek akan tetapi subyek yang harus dibina, diarahkan, dan diawasi agar mau dan mampu untuk melakukan kewajiban perpajakannya. 2. Subyek Pajak dan Kewajiban Mendaftarkan Diri Sebagai Wajib Pajak Unsur subyek pajak dalam pajak penghasilan terdiri dari : 1. Pajak Orang Pribadi 2. Badan 3. Bentuk Usaha Tetap 4. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Subyek pajak Orang Pribadi adalah setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. Orang pribadi menjadi subyek pajak sejak mereka dilahirkan di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Kewajiban pajak subyektif dimaksud akan hilang apabila mereka meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan kepadanya diberikan nomor pokok wajib pajak (NPWP) sebagai identitas wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Dengan mempunyai NPWP akan timbul kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan kewajiban pajak terutangnya. Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan 7

4 perundangan-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu. Setiap orang pribadi termasuk pegawai negeri dan badan yang menurut ketentuan perundangan-undangan perpajakan ditentukan sebagai wajib pajak harus mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. Sedangkan yang dimaksud dengan Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri/melaporkan usahanya dapat diterbitkan NPWP secara jabatan. Hal tersebut dapat dimungkinkan apabila terdapat data oleh Direktorat Jenderal Pajak bahwa orang pribadi atau badan tersebut telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh NPWP dan atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah wajib pajak badan, wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya diatas PTKP, BUT, wajib pajak sebagai pemungut/ pemotong pajak ( wajib pajak non subyek ) seperti bendahara dan badan-badan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan pengusaha kena pajak untuk pajak pertambahan nilai. Wajib pajak yang akan mendaftarkan diri wajib mengisi formulir pendaftaran wajib pajak dan menandatanganinya atau dapat melalui orang lain yang diberi kuasa. Penyampaian formulir pendaftaran wajib pajak dapat dilakukan oleh wajib 8

5 pajak sendiri atau kuasanya. 3. Surat Pemberitahuan ( SPT ) Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam sistem self assessment ini wajib pajak diharuskan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melapor sendiri pajak terutang yang menjadi kewajibannya. Surat pemberitahuan atau disingkat SPT mempunyai fungsi sebagai sarana bagi setiap wajib pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang, laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilakukan sendiri dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Bagi wajib pajak pemotong-pemungut surat pemberitahuan atau SPT berfungsi sebagai laporan pembayaran dari pemotong atau pemungut pajak orang atau badan lain dalam suatu masa pajak yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan pajak yang berlaku. Selain itu surat pemberitahuan atau SPT merupakan sarana penelitian bagi pihak Direktorat Jenderal Pajak/kantor pelayanan pajak atas kebenaran perhitungan pajak yang terutang yang dilaporkan oleh wajib pajak sebelum dilakukannya pemeriksaan untuk menguji kepatuhan wajib pajak terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku. Kepatuhan Wajib Pajak dapat dianggap sebagai produk yang diinginkan oleh organisasi Direktorat Jenderal Pajak. Dengan demikian, kepatuhan Wajib Pajak dapat pula dianggap sebagai titik fokus suatu tujuan dan 9

6 pencapaian dari organisasi Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan Undangundang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak dinilai atas dasar dipenuhinya kewajiban yang ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban tersebut meliputi antara lain kewajiban untuk membayar/menyetor pajak terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan melaporkannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT). 4. Sanksi Administrasi dalam Sistem Perpajakan Indonesia Sanksi administrasi di bidang perpajakan dikenakan kepada wajib pajak yang dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sanksi administrasi ini di bedakan menjadi beberapa jenis antara lain : a. Denda Sanksi administrasi berupa denda ini dapat dikenakan dalam hal sebagai berikut : (i) Apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT tepat waktu. Untuk keterlambatan penyampaian SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan sanksi sebesar Rp ,- ( lima ratus ribu rupiah ), Rp ,- ( seratus ribu rupiah ) untuk SPT Masa lainnya, dan sebesar RP ,- (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan serta sebesar Rp (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi. (ii) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau 10

7 menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan hal tersebut bukanlah perbuatan yang pertama, maka Wajib Pajak tersebut didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. b. Bunga Sanksi administrasi berupa bunga ini dapat dikenakan dalam hal sebagai berikut : (i) Apabila dengan adanya pembetulan SPT Tahunan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak mengakibatkan pajak yang terutang menjadi bertambah besar. Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh. (ii) Apabila wajib pajak melakukan pembayaran atau penyetoran pajak setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, maka wajib pajak tersebut akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % per bulan dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran. c. Kenaikan Sanksi administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan dalam hal sebagai berikut : (i) Apabila terjadi pengungkapan ketidakbenaran terhadap pengisian SPT yang telah disampaikan. Atas kejadian ini wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50 % dari pajak yang kurang dibayar. 11

8 (ii) Apabila wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak kenai sanksi pidana apabila kealpaannya tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. D. Laporan Penerimaan Pajak Laporan Penerimaan Pajak adalah laporan yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk melaporkan jumlah penerimaan pajak setiap bulan dan jumlah penerimaan pajak dalam tahun anggaran berjalan dan disampaikan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan Laporan Penerimaan Pajak tersebut, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak mengkompilasi dan membuat laporan penerimaan gabungan serta menyampaikannya ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Komponen Laporan Penerimaan Pajak terdiri dari : 1. Pajak Penghasilan a. PPh Non Migas (Minyak dan Gas bumi) 1) PPh Pasal 21 yaitu pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri. 12

9 2) PPh Pasal 22 yaitu pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang. 3) PPh Pasal 22 Impor yaitu pajak yang dipungut oleh badan-badan tertentu dari wajib pajak yang melakukan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya 4) PPh Pasal 23 yaitu pajak atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti, hadiah, dan penghargaan yang dibayarkan atau terutang oleh badan, pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentu usaha tetap. 5) PPh Pasal 25/29 OP (Orang Pribadi) yaitu angsuran pajak dalam tahun berjalan yang dibayar sendiri oleh wajib [pajak orang pribadi setiap bulan dan pelunasan pembayaran kekurangannya paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun pajak berjalan. 6) PPh Pasal 25/29 Badan yaitu angsuran pajak dalam tahun berjalan yang dibayar sendiri oleh wajib pajak badan setiap bulan dan pelunasan pembayarannya paling lambat empat bulan setelah berakhirnya tahun pajak berjalan. 7) PPh Pasal 26 yaitu pajak atas penghasilan sehubungan denganpekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. 8) PPh Final dan Fiskal Luar Negeri yaitu pajak atas penghasilan berupa 13

10 bunga depositi dan tabungan-tabungan lainnnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya yang diatur oleh peraturan pemerintah. 9) PPh Non Migas Lainnya b. PPh Migas 1) PPh Minyak Bumi yaitu pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang mempunyai usaha di sektor minyak bumi 2) PPh Gas Alam yaitu pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang mempunyai usaha di sektor gas alam 3) PPh Lain Minyak Bumi yaitu pajak atas penghasilan yang diterima wajib pajak yang mempunyai usaha selain di sektor minyak bumi 2. PPN dan PPnBM a. PPN Dalam Negeri yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang dibayarkan oleh Wajib Pajak dalam negeri. b. PPN Impor yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan sehubungan dengan kegiatan impor. c. PPnBM Dalam Negeri yaitu Pajak Penjualan Barang Mewah yang dibayarkan oleh wajib pajak dalam negeri.. d. PPnBM Impor yaitu Pajak Penjualan Barang Mewah yang dikenakan sehubungan dengan kegiatan Impor. e. PPN/PPnBM Lainnya. 3. Pajak Lainnya 14

11 a. Bea Materai b. Pajak Tidak Langsung Lainnya c. Bunga Penagihan PPh yaitu bunga atas keterlambatan pembayaran Surat Ketetapan Pajak untuk PPh d. Bunga Penagihan PPN yaitu bunga atas keterlambatan pembayaran Surat Ketetapan Pajak untuk PPN e. BPP atau Bermacam-macam Penerimaan Pajak yaitu pajak yang tidak secara jelas mencantumkan jenis pajaknya. f. Pemberian Imbalan Bunga yaitu Bunga atas kelebihan pembayaran pajak E. Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Sumitro secara umum teori tentang kepatuhan dapat digolongkan dalam teori paksaan dan teori konsensus. Menurut teori paksaan orang mematuhi hukum karena adanya unsur paksaan dari kekuasaan yang bersifat legal dari penguasa. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa paksaan fisik yang merupakan monopoli penguasa adalah dasar untuk terciptanya suatu ketertiban sebagai tujuan dari hukum. Sedangkan bagi teori konsensus, dasar ketaatan hukum terletak pada penerimaan masyarakat terhadap sistem hukum. Teori terakhir inilah yang sejalan dengan upaya mewujudkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak. Perilaku masyarakat terhadap beban pajak yang ditanggungnya tentu beragam dan menurut Kelman, motif orang mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan membayar pajak dapat bermacam - macam dan motif - motif tersebut antara lain : a. Compliance Orang membayar pajak karena takut dihukum, bila dia menyembunyikan 15

12 pajak atau tidak membayar pajak. Pada tingkatan ini orang membayar pajak bukan didasarkan akan pentingnya pajak bagi negara dan dirinya sendiri melainkan didasarkan berat tidaknya hukuman yang akan diterima jika tidak membayar pajak. b. Identification Orang membayar pajak didorong karena rasa senang dan hormat kepada petugas pemerintah, khususnya petugas pajak. Bila pegawai negeri khususnya petugas pajak dapat berbuat baik secara simpatik, jujur, penolong dan adil, orang akan gairah membayar pajak. c. Internalization Pada tingkat internalization orang membayar pajak karena kesadaran bahwa pajak berguna untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat luas. Dalam tingkatan ini orang sudah menginternalisasikan norma hidup bersama yang memang memerlukan pajak untuk kepentingan bersama. Kesadaran Wajib Pajak sering dikaitkan dengan kerelaan dan kepatuhan mereka dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Menurut Indra Ismawan agar tercapainya kepatuhan sukarela terdapat beberapa faktor yaitu : a. Pelayanan yang baik b. Prosedur yang sederhana dan mudah c. Pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif d. Pemantapan penegakan hukum. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.39/PJ.53/2002 tanggal 16

13 23 Juli 2002, yang termasuk Wajib Pajak patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1). Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir; 2). Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; 3). Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; dan 4). Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik (yakni akuntan publik yang tidak dalam pembinaan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dengan pendapat: a. wajar tanpa pengecualian; atau b.wajar dengan pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal; dimana laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report); c. menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal; 5). Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh sepanjang : a. memenuhi kriteria pada butir 1 sampai dengan 3 di atas; dan dalam 2 (dua) tahun terakhir; 17

14 b.menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 28 Tahun 2007; dan c.dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5% (lima persen); d.permohonan diajukan paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir F. Kebijakan Sunset Policy Tahun Pengertian Sunset Policy Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Adapun yang bisa memanfaatkan Sunset Policy antara lain: a. Orang pribadi yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak 2007 dan tahuntahun sebelumnya paling lambat tanggal 31 Maret b. Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang telah memiliki NPWP sebelum tahun 2008 yang menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 dan tahun-tahun pajak sebelumnya untuk melaporkan penghasilan yang belum diperhitungkan dalam pelaporan SPT Tahunan PPh yang telah disampaikan. 18

15 Orang pribadi yang belum memiliki NPWP dapat memanfaatkan Sunset Policy dengan cara sebagai berikut: 1. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP Domisili) atau melalui e-registration. 2. Mengisi SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 dan tahun-tahun pajak sebelumnya (sejak memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak). 3. Melunasi pajak yang harus dibayar berdasarkan SPT Tahunan PPh ke Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). 4. Menyampaikan SPT Tahunan PPh yang dilampiri dengan SSP, paling lambat tanggal 31 Maret 2009, ke KPP Domisili (KPP tempat Wajib Pajak terdaftar). 2. Latar Belakang Sunset Policy Adapun yang melatarbelakanginya Sunset Policy adalah terkait adanya Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tahun 2008 yang memberikan kewenangan kepada Ditjen Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada Ditjen Pajak. Ketentuan ini memungkinkan Ditjen Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan masyarakat. Selain itu Sunset Policy juga dilatarbelakangi pemikiran bahwa Undang-Undang Pajak menganut sistem self assesment dimana setiap WNI yang telah memenuhi persyaratan subyektif dan 19

16 obyektif harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, sebagai identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Untuk menghindarkan masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila masyarakat tidak melaksanakan kewajiban perpajakan secara benar, Ditjen Pajak di tahun 2008 memberi kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan melaksanakan dengan benar. Jangka waktu Sunset Policy adalah satu tahun, terhitung mulai tanggal 01 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember Tetapi dalam pelaksanaannya, jangka waktu pelaksanaa Sunset Policy diperpanjang sampai dengan 28 Pebruari Perpanjangan ini tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Tanggal 25 Maret 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang. Di dalam Perpu Nomor 5 Tahun 2008 tersebut dijelaskan bahwa Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lambat tanggal 28 Pebruari 2009, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Perpajangan Sunset Policy ini dilakukan untuk memberikan apresiasi terhadap antusiasme para Wajib Pajak dalam memanfaatkan Sunset Policy. Pengunduran batas waktu Sunset Policy sampai 20

17 dengan 28 Pebruari 2009 hanya diperuntukkan bagi Wajib Pajak lama yang telah memiliki NPWP. Perpajangan waktu tersebut mencakup pelaporan pembetulan SPT sekaligus pembayaran pajaknya. Sementara Wajib Pajak yang baru mendaftar NPWP tahun 2008, batas waktu Sunset Policy hingga 31 Maret Dengan pemberian perpanjangan waktu tersebut Ditjen Pajak menekankan dua hal penting. Pertama, upaya tersebut diprediksi dapat memperkuat basis pajak nasional ke depan. Di samping itu penambahan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi akan meredam fluktuasi kegiatan bisnis dari sisi penerimaan pajak, karena penerimaan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi lebih stabil dibandingkan dengan Wajib Pajak Badan. Kedua, perpanjangan ini merupakan toleransi terakhir dari pemerintah, dan Ditjen Pajak tidak akan memberi dispensasi lagi bagi Wajib Pajak yang belum mengurus NPWP hingga akhir Pebruari Di samping itu untuk mendapatkan fasilitas Sunset Policy ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain : a. Bagi Wajib Pajak yang terdaftar sebelum 1 Januari 2008 syaratnya antara lain ; 1. Belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) 2.Belum dilakukan pemeriksaan atau dalam hal sedang diperiksa, pemeriksa pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemerisaan (SPHP) 3.Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan pengadilan atas tindak pidana perpajakan. 4.Telah dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, tetapi tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena tak ditemukan bukti permulaan tentang tindak pidana perpajakan 21

18 5. Membetulkan SPT Tahunan PPh Tahun 2006 dan atau sebelumnya dalam tahun 2008 dengan tambahan pembayaran pajak 6. Melunasi seluruh pajak kurang bayar sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan b. Bagi Orang Pribadi yang belum memiliki NPWP dalam kurun waktu tahun 2008 dapat menikmati Sunset Policy dengan syarat antara lain ; 1. Sukarela mendaftarkan diri memperoleh NPWP dalam tahun Tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan pengadilan atas tindak pidana perpajakan. 3. Mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif paling lambat 31 Maret Melunasi seluruh pajak yang kurang bayar sebelum SPT Tahunan PPh tersebut disampaikan. 3. Dasar Hukum Sunset Policy Pada dasarnya kebijakan Sunset Policy Tahun 2008 itu telah diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, khususnya pasal 37 A. Dalam pasal 37 A ini dijelaskan pokok-pokok Sunset Policy sebagai berikut : a. Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya undang-undang ini, dapat diberikan 22

19 pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. b. Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya undang-undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk tahun pajak sebelum diperoleh NPWP dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa SPT yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar. Selain diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 37 A, pelaksanaan Sunset Policy juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 30/PJ/2008 Tanggal 27 Juni 2008 Tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008 Tentang Tata Cara Penyampaian, Pengadministrasian, serta Penghapusan Sanksi Administrasi Sehubungan dengan Penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, dan Sehubungan dengan Pembetulan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak 2007 dijelaskan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak secara sukarela dalam tahun 2008 dan telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya setelah 23

20 tanggal 31 Desember 2007 sampai dengan tanggal 30 Juni 2008, dapat menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya dalam rangka Pasal 37A Undang-undang KUP satu kali setelah tanggal ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini sampai dengan tanggal 31 Desember Di samping itu dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini juga menjelaskan bahwa Wajib Pajak yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2008 dan telah menyampaikan SPT Tahunan PPh atau pembetulan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 setelah tanggal 31 Desember 2007 sampai dengan tanggal 30 Juni 2008, dapat menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 dalam rangka Pasal 37A Undang-undang KUP satu kali setelah tanggal ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini sampai dengan tanggal 31 Desember Sedangkan di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE- 33/PJ/2008 Tanggal 27 Juni 2008 Tentang Tata Cara Pemberian NPWP, Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan PPh, Penghapusan Sanksi Administrasi, Penghentian Pemeriksaan, dan Pengadministrasian Laporan Terkait dengan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan tentang Tata Cara Penghapusan Sanksi Administrasi yang dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) melalui prosedur sebagai berikut ; 1. Sistem menampilkan daftar Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh/Pembetulan SPT Tahunan PPh dengan fasilitas Sunset Policy 24

21 2. Account Representative melakukan penghitungan sanksi yang dihapuskan 3. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti kebenaran penghitungan penghapusan sanksi yang akan dicantumkan dalam surat ucapan terima kasih 4. Account Representative tidak memproses penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) sanksi bunga atas penyampaian SPT Tahunan PPh/Pembetulan SPT Tahunan PPh terhadap Wajib Pajak dalam daftar. Adapun jenis pajak yang bisa dibetulkan dengan menggunakan fasilitas sunset policy adalah termasuk dalam lingkup penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan PPh meliputi pembetulan SPT Tahunan PPh yang terkait dengan pembayaran: a) PPh Pasal 29; b) PPh Pasal 4 ayat (2); dan/atau c) PPh Pasal 15 PPh sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c adalah PPh yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. 25

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN I. UMUM 1. Undang-Undang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan alat yang digunakan pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak?

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak? Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak? Pendahuluan Seorang teman bertanya kepada saya. Dapatkah Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak berlangsung?

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya pengadaan dana dalam jumlah uang yang cukup besar dan berkesinambungan untuk membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

Lebih terperinci

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK BENDAHARAWAN BERPEDOMAN PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 DAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 ATAUKAH PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 64/PMK.05/2013? Oleh:

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN 2008 TATANUSA 1 BULAN ~ Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Apabila setelah melampaui jangka waktu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Self Assessment System Self assessment system yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN UMUM 1. Peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PPA K RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : 1. Ahmad Satria Very S 2. Bagus Arifianto PPAK KELAS MALAM RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian pajak menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Resmi (2011):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian pajak menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Resmi (2011): 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut beberapa ahli yang dikutip oleh Resmi (2011): Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan suatu negara. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Bagian: 1 Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com

Lebih terperinci

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 38 /PJ/2009, TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PAJAK TABEL AKUN PAJAK DAN 1. Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21 100 Masa PPh Pasal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Definisi Pajak Pajak adalah iuran kepada negara ( yang dapat di paksakan ) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang mendukung faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, yaitu : 1. Kepatuhan Wajib Pajak Menurut kamus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajak II.1.1. Definisi Pajak Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK

SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SIAPA PEMBAYAR PAJAK: WAJIB PAJAK 1. orang pribadi atau badan sebagai: pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut pasal 1 ayat 1 UU KUP No.28 tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

Lebih terperinci

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan)

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan) Definisi SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak

Lebih terperinci

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto Definisi adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007 Pasal 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong royongan nasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BESERTA PERATURAN-PERATURAN PELAKSANAANNYA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lebih terperinci

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK Berdasarkan litelatur perpajakan dan KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN yang saya baca, kemungkinan pengembalian pajak lebih banyak diberikan kepada wajib pajak secara perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang terus-menerus berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang terus-menerus berlangsung secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan yang terus-menerus berlangsung secara berkesinambungan yang memiliki tujuan awal, yaitu untuk mensejahterakan rakyat baik secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 30/PJ/2008 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 30/PJ/2008 TENTANG L1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 30/PJ/2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 27/PJ/2008 TATA CARA PENYAMPAIAN, PENGADMINISTRASIAN, SERTA PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA PERTEMUAN KE-3 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI INDONESIA Pengertian-Pengertian : 1. Subjek Pajak : Orang ataupun badan yang dapat dikenakan pajak. 2. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Pajak II.1.1 Pengertian, Unsur dan Fungsi Pajak Pada dewasa ini perusahaan membutuhkan laporan operasional dan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dalam hal ini, sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dari sektor pajak adalah salah satu sumber penerimaan terbesar negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri dari: realisasi

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN MATERI PERPAJAKAN... i PENGERTIAN DAN DEFINISI... 1 CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK... 1 ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN... 1 SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK... 4 i PENGERTIAN DAN DEFINISI

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

NPWP dan Pengukuhan PKP

NPWP dan Pengukuhan PKP NPWP dan Pengukuhan PKP NPWP dan NPPKP Pengusaha Wajib Pajak Bukan Pengusaha NPWP dan NPPKP NPWP Siapakan yang Wajib Mendaftarkan diri untuk Memperoleh NPWP? Orang Pribadi Menjalankan Usaha dan Pekerjaan

Lebih terperinci

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI ACCOUNT REPRESENTATIVE TINGKAT DASAR BAHAN AJAR Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar Oleh: T i m Widyaiswara Pusdiklat Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5268 EKONOMI. Pajak. Hak dan Kewajiban. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162) I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA 1. Pembayaran atau Penyetoran Pajak yang Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa yang Dilakukan Setelah Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran atau Penyetoran Pajak

Lebih terperinci

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP)

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN (KUP) ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ BEBERAPA PERUBAHAN POKOK UU

Lebih terperinci

1

1 0 1 2 3 4 SOAL TEORI KUP Menurut Pasal 1 UU KUP, Penelitian adalah serangkaian kegiatan menilai kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian kebenaran penulisan dan perhitungannya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi 1. Definisi Pajak Menurut Undang-Undang KUP Pasal 1 No.16 Tahun 2009 pengertian pajak ialah (2010:4): Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak 1. Pengertian Pajak Beberapa pengertianpajak menurut para ahli adalah sebagai berikut: a. Menurut P. J. A. Adriani dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak yang ditulis oleh

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PROSEDUR PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT

BAB III GAMBARAN PROSEDUR PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT BAB III GAMBARAN PROSEDUR PENERBITAN SURAT TAGIHAN PAJAK DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT A. Pengertian Pajak 1. Menurut S.I Djajadiningrat (Resmi,2011

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar Dasar Perpajakan 1. Definisi Pajak Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kemayoran Untuk memaksimalkan pajak, negara melakukan sosialisasi pajak kepada masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian mengenai pajak, diantaranya : Menurut Djajadiningrat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Makalah Pemeriksaan Pajak Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber pendapatan Negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan S Modul 1 Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan PENDAHULUAN Suryohadi, S.H., M.M. tudi Kasus Perpajakan adalah suatu kajian mengenai masalah-masalah yang timbul atau yang terjadi di dalam masyarakat berkenaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan No.180, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. SPT. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 /PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap Hukum Pajak Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap 2015-2016 Tujuan Pembelajaran Fakultas Hukum Mahasiswa memahami pemungutan pajak melalui sistem self assessment; Mahasiswa memahami berbagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak

BAGIAN 1 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK. e-registration melalui laman Direktorat Jenderal Pajak BAGIAN 1 Sebagaimana yang dipaparkan pada pertemuan sebelumnya bahwa salah satu inti pengertian pajak adalah dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci